Disusun oleh :
PEMBIMBING:
dr. Faisal Habib, Sp.JP(K) FIHA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan makalah berjudul ”Sindrom Koroner Akut”.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Kardiologi Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dalam proses penyusunan makalah ini,
penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada dr. Faisal Habib,
Sp.JP(K) FIHA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan
membantu penulis selama proses penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penulisan makalah di kemudian hari. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menjadi bahan rujukan bagi
penulisan ilmiah di masa mendatang.
Medan, Mei
2021
Penulis
i
LEMBAR PENGESAHAN
Nilai :
Penguji
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………..i
LEMBAR PENGESAHAN….…………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………...iii
DAFTAR GAMBAR DAN DAFTAR TABEL…………………………………iv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang…………………………………………….1
BAB IV KESIMPULAN…………………………………………………31
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………32
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Spektrum SKA................................................................10
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Lokasi Infark Berdasarkan Sadapan EKG.........................9
Tabel 2.2 Jenis Dan Dosis Penyekat Beta Untuk Terapi IMA .........15
Tabel 2.3 Jenis dan Dosis Nitrat ………………………..................16
Tabel 2.4 Jenis dan Dosis penghambat Kanal Kalsium Untuk Terapi
IMA...................................................................................................17
Tabel 2.5 Jenis dan Dosis Antiplatelet Untuk Terapi IMA...…… ...19
Tabel 2.6 Jenis dan Dosis Antikoagulan Untuk Terapi IMA...…….20
Tabel 2.7 Jenis dan Dosis inhibitor ACE Untuk Terapi IMA...… ...22
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan gejala dari penyakit arteri
koroner trombotik, dimana kondisi ini akibat dari iskemik miokardial, dan yang
termasuk SKA adalah Unstable Angina Pectoris (UAP), ST Elevasi Miocard
Infarction (STEMI) dan Non ST Elevasi Miocard Infarction (NSTEMI) (Yuniaty,
2012).
Penyakit jantung koroner adalah salah satu penyakit degeneratif yang menjadi
masalah serius di dunia karena prevalensinya yang terus meningkat. Penyakit
jantung koroner ini disebabkan oleh manifestasi aterosklerosis di pembuluh darah
koroner dan banyak menyerang individu-individu di usia produktif (Ariandiny,
Afriwardi and Syafri, 2014).
1
24,2%. Dari jumlah tersebut didapatkan jumlah klien yang di diagnosa UAP :
39,7%, NSTEMI : 35,9%, dan yang di diagnosa STEMI : 24,4%. Dan dari januari
2012 sampai april 2012 tercatat dari 3841 klien yang masuk UGD PJNHK, 751
kasus dengan SKA dengan diagnosa UAP sebanyak 267 kasus, NSTEMI 257 kasus
dan STEMI 227 kasus (Yuniaty, 2012).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara garis besar, faktor risiko terjadinya SKA dibagi menjadi dua, yaitu
faktor risiko yang tidak dapat diperbaiki (non modifiabble) yang terdiri dari usia,
jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga, serta faktor risiko yang dapat
diperbaiki (modifiabble), yang terdiri dari hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas,
diabetes melitus, hiperurisemia, aktivitas fisik yang kurang, stress, dan gaya hidup.
2.1.2.1 Rokok
2.1.3 Patogenesis
2.1.3.1 Inisiasi Aterosklerosis
4
darah yaitu meningkatkan ekspresi molekul adhesin dan meningkatkan
trombogenisitas darah. (Kumar dan Cannon, 2009)
5
Studi obervasional menunjukkan hubungan yang erat antara kehilangan sel
endotel dengan kemungkinan peran dari makrofag. Makrofag-makrofag ini
sangat teraktivasi dan menyebabkan kematian sel endotel dengan cara
apoptosis dan juga produksi dari protease yang memotong perlengketan sel
endotel dari dinding pembuluh darah. (Davies, 2000)
Kedua, robekan kapsul plak membuat inti lipid dari plak terekspos dengan
darah dari lumen arteri. Area inti sangat trombogenik, mengandung tissue
factor, fragmen kolagen, dan permukaan kristalin yang dapat mempercepat
terjadinya koagulasi. Pada awalnya, trombus hanya akan terbentuk di dalam
plak itu sendiri, kemudian akan melebar, dan bahkan dapat memasuki lumen
arteri. (Davies, 2000)
6
SKA terlihat timbul secara mendadak, padahal proses terjadinya penyakit ini,
memerlukan waktu yang lama (kronik). Lebih dari 90% terjadinya sindrom koroner
akut adalah faktor dari plak atherosklerosis dengan berlanjut ke pembentukan plak
dari trombus intra koroner. (Torry, 2014) Trombus ini mengubah daerah yang
mulanya sempit karena plak, menjadi sebuah oklusi parah atau total, dan
mengakibatkan aliran darah terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan
antara suplai dan permintaan oksigen jantung. (Torry, 2014)
Bentuk SKA tergantung pada derajat destruksi koroner dan berkaitan dengan
iskemia. Sebagian oklusi trombus memberikan gejala angina tidak stabil/unstable
angina dan bila telah terjadi necrosis miokard maka digolongkan sebagai Infark
Miokard tanpa ST Elevasi. Selanjutnya, jika trombus telah menutup semua lumen
arteri secara total, hal ini akan mengakibatkan iskemia yang lebih parah, dan daerah
yang terkena necrosis menjadi lebih luas, maka gejala yang akan tibu berupa Infark
miokard dengan ST elevasi. (Torry, 2014)
Sifat nyeri yang ditimbulkan sangat khas. Sifat nyeri angina menjadi lebih progresif
kresendo, yaitu terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya
episode serangan jika dibandingkan dengan yang dialami selama ini.
Juga angina yang serangannya tidak tentu, dapat terjadi pada waktu kegiatan atau
sedang istirahat. Sifat nyeri yang khas seprti ini digolongkan sebagai angina tidak
stabil.
2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Anamnesis
Keluhan berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina
atipikal). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal,
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermitten/beberapa menit atau persisten (>20
menit). Keluhan angina tipikal sering kali diikuti keluhan penyerta seprti diaporesis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
7
Presentasi angina tipikal yang sering dijumpai antara lain, neyri didaerah penjalaran
angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indegstion), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diterangkan. Hilangnya keluhan
angina seteah terapi nitrat sublingual, tidak prediktif sebagai diagnosis SKA.
(PERKI, 2015)
2.1.5.3 EKG
Gambaran EKG yang ditemukan pada pasien dengan keluhan angina cukup
bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/prasangka baru, elvasi segmen ST yang persisten (≥20 menit) maupun tidak
persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian segmen ST dilakukan pada J point dan ditemukanpada dua sadapan yang
bersebelahan. Pasien SKA dengan elevasi segmen ST dikelompokkan bersama
dengan pasien LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ prasangkaan baru
mengingat pasien tersebut merupakan kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu,
pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat sesegera mungkin
mendapat terapi reperfusi sebelum pemeriksaan marker jantung tersedia. (PERKI,
2015)
Adanya Keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG elevasi segmen ST yang
persisten, diagnosisnya adalah infark miokard tanpa elevasi segmen ST (NTEMI)
atau Angina Pectoris tidak stabil (APTS/UAP). Gambaran EKG dengan depresi
segmen ST atau inversi gelombang T. (PERKI, 2015)
8
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan
yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk
pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan V1-
V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia ≥40 tahun
adalah ≥0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah ≥0,25 mV. Sedangkan pada
perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa memandang usia,
adalah ≥0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan
V3R dan V4R adalah ≥0,05 mV, kecuali pria usia <30 tahun nilai ambang ≥0,1 mV
dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-V9 adalah ≥0,5 mV. Depresi
segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh
segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi
di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu pasien
dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia (PERKI, 2015).
Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan elevasi
segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan non elevasi
segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/ UAP). Depresi
segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar ≥0,05 mV di sadapan V1-
V3 dan ≥0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan depresi segmen ST, dapat
dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20menit), dan dapat
9
terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris ≥0,2 mV
mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk iskemia akut (PERKI, 2015).
2.1.5.4 Biomarker
CK-MB mempunyai waktu paruh yang singkat, sehingga cocok digunakan sebagai
marker nekrosis miokard dalam infark berulang. (Kumar dan Cannon, 2009)
10
Gambar 2.1 Spektrum SKA
2.2 TROPONIN
Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan keluar ke ruangan interstisial dan
masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskular lokal dan aliran limfatik.
(Samsu dan Sargowo, 2007)
Dari Filatov et al, 1999, tiap-tiap troponin memberikan fungsi khusus diantaranya,
Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase dengan
aktomiosin, dan troponin T mengatur ikatan troponin dengan tropomiosin. (Samsu
dan Surgowo, 2007)
Tiga unit troponin kompleks dan tropomiosin terletak di dalam filamen aktin dan
sangat penting dalam kontraksi otot/otot jantung yang dimediasi oleh kalsium.
Karena Troponin C tidak spesifik terhadap otot jantung dan tidak digunakan dalam
mendiagnosis kerusakan otot jantung. Struktur troponin I dan T yang ditemukan di
otot jantung berbeda dengan yang ditemukan di otot skelet, sedangkan untuk
struktur troponin C yang ditemukan di kedua tempat tersebut identik.
11
Kadar cTnT mulai meningkat setelah 3-5 jam setelah jejas, mencapai puncak dalam
12-48 jam, dan kembali normal dalam 5-14 hari. Sedangkan kadar cTnI meningkat
setelah 3 jam setelah terjadi jejas, mencapai puncak dalam 24 jam, dan kembali
normal dalam 5-10 hari. (Samsu dan Surgowo, 2007)
Adanya nekrosis miokard yang kecil, yang tidak terdeteksi oleh EKG maupun oleh
CK-MB dan menunjukkan risiko tinggi IMA, dan kematian jangka panjang maupun
pendek, dapat dideteksi dengan pemeriksaan toponin. Troponin T dan I juga
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk memonitor keberhasilan
terapi reperfusi (angioplasti koroner dan trombolisis arteri koroner). (Samsu dan
Surgowo, 2007)
Troponin T ditemukan pada otot skeletal dan jantung selama pertumbuhan janin,.
Troponin T juga ditemukan dalam keadaan jejas otot, pada penyakit otot (mis,
polimiositis), regenersi otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi
spesifisitas troponin T terhadap jejas otot jantung.
Menurut Gavaghan, 1999 Kadar Troponin T yang meningkat 3-5 jam setelah jejas,
membuat diagnosis adanya perluasan daerah infark dan adanya kejadian ulangan
infark menjadi terganggu. Spesifistas diagnosis Infark Miokard Akut (IMA)
menggunakan troponin T memang tinggi, tetapi beberapa faktor dapat mengurangi
spesifisitas tersebut. Gen untuk cTnT ditemukan pada otot skelet selama
pertumbuhan janin. Saat terjadi jejas otot dan selama proses regenerasinya, otot
skelet nampaknya kembali ke keadaan janin, yang melepas cTnT ke dalam aliran
darah. Selain itu, kadar cTnT juga meningkat pada pasien dengan gagal ginjal
kronik, hal ini terjadi diduga myopati akibat gagal ginjal kronik tersebut. (Samsu
dan Surgowo, 2007)
12
2.2.2 Troponin I (cTnI)
Troponin hanya merupakan petanda pada jejas miokard, dan keberadaan tidak
ditemukan pada otot skeletal selama pertumbuhan janin, setelah trauma atau jejas,
ataupun selama regenerasi otot skeletal. Troponin I sangat spesifik terhadap
jaringan miokard, tidak ditemukan dalam darah orang sehat, dan menunjukkan
peningkatan yang tinggi di atas batas atas pada pasien dengan IMA. Dari Gavaghan,
1999, Troponin I lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan CK-MB pada
jaringan miokard dan sangat akurat dalam mendeteksi kerusakan jantung. Troponin
I meningkat pada kondisi-kondisi seperti miokarditis, kontusio kardiak, dan setelah
pembedahan jantung. Adanya cTnI dalam serum menunjukkan telah terjadi
kerusakan miokard. (Samsu dan Surgowo, 2007)
Uji troponin dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitaif dengan metode yang
beragam. Cara uji yg relatif simpel dan banyak digunakan adalah
immunokromatografi. Sebagai contoh adalah Tropospot-I , yaitu suatu uji
immunokromatografi in vitro untuk menentukan secara kualitatif cTnI dalam serum
manusia sebagai alat bantu diagnosis IMA. (Suwo dan Sargowo, 2007)
2.3 TERAPI
Strategi invasif melibatkan dilakukannya angiografi, dan ditujukan pada pasien
dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi. Waktu pelaksanaan angiografi
ditentukan berdasarkan beberapa parameter dan dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:
13
1. Strategi invasif segera (<2 jam, urgent)
Dilakukan bila pasien memenuhi salah satu kriteria risiko sangat tinggi (very high
risk)
2. Strategi invasif awal (early) dalam 24 jam
Dilakukan bila pasien memiliki skor GRACE >140 atau dengan salah satu kriteria
risiko tinggi (high risk) primer
Dalam strategi konservatif, evaluasi invasif awal tidak dilakukan secara rutin.
Strategi ini dilakukan pada pasien yang tidak memenuhi kriteria risiko tinggi dan
dianggap memiliki risiko rendah, yaitu memenuhi kriteria berikut ini:
Penentuan risiko rendah berdasarkan risk score seperti GRACE dan TIMI
juga dapat berguna dalam pengambilan keputusan untuk menggunakan
strategi konservatif. Penatalaksanaan selanjutnya untuk pasien-pasien ini
berdasarkan evaluasi PJK. Sebelum dipulangkan, dapat dilakukan stress test
untuk menentukan adanya iskemi yang dapat ditimbulkan (inducible) untuk
perencanaan pengobatan dan sebelum dilakukan angiografi elektif.
14
Risk Score >3 menurut TIMI menunjukkan pasien memerlukan
revaskularisasi. Timing revaskularisasi dapat ditentukan berdasarkan
penjelasan di atas.
a) Penyekat Beta (Beta blocker). Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak
pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan
gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan
disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral cukup
memadai dibandingkan injeksi.
Penyekat beta direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat indikasi
kontra (Kelas I-B). penyekat beta oral hendaknya diberikan dalam 24 jam
pertama (Kelas I-B). Penyekat beta juga diindikasikan untuk semua pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra (Kelas I-B).
Pemberian penyekat beta pada pasien dengan riwayat pengobatan penyekat beta
kronis yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk
klasifikasi Kilip ≥III (Kelas I-B). Beberapa penyekat beta yang sering dipakai
dalam praktek klinik dapat dilihat pada tabel 12.
15
Tabel 2.2 Jenis dan dosis penyekat beta untuk terapi IMA
b) Nitrat. Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah
dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami
aterosklerosis.
1. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut
dari episode angina.
2. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan nitrat intravena
jika tidak ada indikasi kontra.
Nitrat Dosis
16
Isosorbid dinitrate (ISDN) Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit) Oral 15-80
mg/hari dibagi 2-3 dosis Intravena 1,25-5 mg/jam
Isosorbid 5 mononitrate Oral 2x20 mg/hari
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg (trinitrin, TNT, glyceryl
trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit
17
Penghambat kanal kalsium Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting) 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari
Tabel 2.4 Jenis dan dosis penghambat kanal kalsium untuk terapi IMA
d) Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra dengan
dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100 mg setiap harinya
untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi pengobatan yang
diberikan (Kelas I-A).
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi kontra
seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat reseptor
ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat perdarahan saluran
cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan pada pasien dengan beragam
faktor risiko seperti infeksi H. pylori, usia ≥65 tahun, serta konsumsi
bersama dengan antikoagulan atau steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam 12 bulan
sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi klinis (Kelas I-
C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko kejadian
iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan troponin) dengan dosis
loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali sehari. Pemberian dilakukan
tanpa memandang strategi pengobatan awal. Pemberian ini juga dilakukan
pada pasien yang sudah mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel
kemudian dihentikan) (Kelas I-B).
18
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg, dilanjutkan 75 mg
setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300 mg
diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan untuk pasien
yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika tidak bisa mendapatkan
ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap hari) perlu
dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang dilakukan IKP
tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-B).
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150-300 mg, dosis pemeliharaan 75-100 mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2x90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari
19
Tabel 2.5 Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Bolus i.v. 60 U/g, dosismaksimal 4000 U.
Heparin tidak
Infus i.v. 12 U/kg selama24-48 jam dengan dosis maksimal 1000
terfraksi
U/jam target aPTT 11/2-2x kontrol
21
yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gagal jantung
klinis. Penggunaannya terbatas pada pasien dengan karakteristik tersebut,
walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK atau yang telah terbukti
menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan adanya efek
antiaterogenik.
i) Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi
diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase (statin) harus
diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka yang telah
menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat indikasi kontra (Kelas I-A).
22
Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai sebelum pasien keluar rumah sakit,
dengan sasaran terapi untuk mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL (Kelas
I-A). Menurunkan kadar kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk
dicapai.
23
BAB III
STATUS PASIEN
Rekam Medik
No: 83.17.76 Tanggal: 21/03/2021 Hari: Sabtu
Anamnesis:
Nyeri dada dirasakan + 3 hari yang lalu pada pukul 22.00
(21/04/2021). Nyeri dada dirasakan seperti tertimpa beban di
bagian dada serta perut, Penyebaran (-), Keringat dingin (-),
Mual & Muntah (+), Karena kelelahan, di pagi hari pada pukul
03.00 (22/04/2021) dibawa ke RS Mitra Sejati dan diberi 4 tablet
di bawah lidah. Riwayat seperti ini pernah dirasakan 1 bulan lalu,
tetapi pasien tidak konsumsi obat.
Riwayat sesak napas disangkal
Riwayat jantung berdebar disangkal
Riwayat kaki bengkak disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat merokok dijumpai, tetapi sudah berhenti sejak 10 tahun
yang lalu
24
Faktor resiko PJK: Laki-laki >45 tahun, ex smoker, hipertensi
Riwayat penyakit terdahulu: ACS
Riwayat pengobatan: aspilet 160mg/loading, CPG 300mg/loading, Inj.
Arixtra 2,5mg/24 jam, Simvastatin 1x20mg, ISDN 3x5mg
25
Inferior: edema - Pulsasi Arteri: +
SR, QRS Rate 66x/i, Normoaxis,P wave (+), P wave dur 0,08s, PR int
0,16s, QRS duration 0,08s, T inverted di lead V1-V4, LVH (+), VES
(-)
Kesimpulan: Sinus Ritme + Iskemik anterolateral + LVH
26
SR, QRS Rate 60x/i, Normoaxis, P wave (+), P wave dur 0,08s, PR int
0,20s, QRS duration 0,08s, T inverted di lead V1-V4, LVH (+), VES
(-)
Kesimpulan: Sinus ritme + iskemik anterolateral
SR, QRS rate 66x/i, Normoaxis, P wave (+), P wave dur 0,08s, PR int
0,20s, QRS duration 0,08s, T inverted di lead V1-V4, LVH (+), VES
(-)
Kesimpulan: Sinus ritme + iskemik anterolateral + LVH
27
Interpretasi foto thoraks AP
Hasil laboratorium:
Angiografi Koroner
RCA: Normal
LM: Normal
LAD: Stenosis 30% di distal
LCX: Normal
Imuno-serologi:
Sars COV-2 Antigen Negative
29
Kontrol 14,2 detik
APTT
Pasien 27,7 detik
Kontrol 30,8 detik
Waktu Trombin
Pasien 16,6 detik
Kontrol 19,6 detik
Lemak
Kolesterol 205 mg/Dl
Trigliserida 137 mg/dL
Kolesterol HDL 50 mg/dL
Kolesterol LDL 158 mg/dL
Diagnosis kerja:
- Fungsional: UAP
- Anatomi: Stenosis 30% di distal
- Etiologi: Atherosclerosis
Diferensial diagnosis:
- ACS (NSTEMI, STEMI)
- Gagal Jantung
30
BAB IV
KESIMPULAN
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sebuah kondisi yang melibatkan
ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke
otot jantung (miokardium). SKA terlihat timbul secara mendadak, padahal proses
terjadinya penyakit ini, memerlukan waktu yang lama (kronik). Lebih dari 90%
terjadinya sindrom koroner akut adalah faktor dari plak atherosklerosis dengan
berlanjut ke pembentukan plak dari trombus intra koroner.
SKA adalah suatu situasi kegawat daruratan yang dikarakteristikkan dengan
onset terjadinya iskemia miokardium dan mengakibatkan kematian
jaringan miokardium, bila tidak ada penanganan segera. SKA meliputi unstable
angina, non–elevasi ST segment (NSTEMI), dan elevasi ST segment.
Tujuan penatalaksanaan pada sindroma koroner akut adalah mencegah
nekrosis sel-sel miokardium dan mengupayakan terjadinya reperfusi ke jaringan
miokardium
31
DAFTAR PUSTAKA
Yuniaty, Y. (2012) ‘Hubungan jenis kelamin dengan tanda dan gejala sindrom
koroner akut di unit gawat darurat pusat jantung nasional harapan kita 2013’.
Shiell WC dan Stoppler MC. 2008. Dalam: Webster’s new world Medical
Dictionary. Ed 3. New Jersey: Wiley publishing
32