Anda di halaman 1dari 45

TUGAS KELOMPOK 4

MAKALAH KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PENYAKIT


JANTUNG KORONER (PJK)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pengampu : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep

Oleh :

1. Dita Ayu Ristanti 20101440119040


2. Elma Alviana Pangesti 20101440119042
3. Faridatul Anisah 20101440119044
4. Fendy Widiardani 20101440119045
5. Figo Hendra Nugraha 20101440119047
6. Fitriana Noor Sabrina 20101440119048

PRODI DIII KEPERAWATAN

STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG

TA 2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Konsep Teori dan Asuhan Keperawatan dalam Keperawatan Kritis Penyakit
Jantung Koroner (PJK)”.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Keperawatan Kritis
yang telah membimbing kami dalam bagaimana cara penyusunan makalah ini.
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah
keperawatan jiwa dan kami telah semaksimal mungkin dalam mengerjakan tugas ini.
Namun kami masih merasa banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi kami
guna meningkatkan kinerja untuk kedepannya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca umumnya.

Semarang, 29 Juni 2021

Tim Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Ruang ICU atau Intensive Care Unit adalah ruangan khusus yang disediakan
rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan
pengawasan ketat. Untuk membantu memulihkan kondisi pasien, ruang ICU
dilengkapi dengan peralatan medis khusus.
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan
yang khusus dengan tujuan untuk terapi pasien – pasien yang menderita penyakit,
cedera atau penyulit – penyulit yang mengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis dubia. Pelayanan ICU, saat ini, tidak
terbatas hanya untuk menangani pasien pasca-bedah saja tetapi juga meliputi
berbagai jenis pasien dewasa, anak, yang mengalami lebih dari satu
disfungsi/gagal organ bahkan pasien yang terpapar COVID-19. Kelompok pasien
ini dapat berasal dari Unit Gawat Darurat, Kamar Operasi, Ruang Perawatan,
ataupun kiriman dari Rumah Sakit lain.2 Ilmu yang diaplikasikan dalam
pelayanan ICU, pada decade terakhir ini telah berkembang sedemikian rupa
sehingga telah menjadi cabang ilmu kedokteran tersendiri yaitu “Intensive Care
Medicine”. Meskipun pada umumnya ICU hanya terdiri dari beberapa tempat
tidur, tetapi sumber daya tenaga (dokter dan perawat terlatih) yang dibutuhkan
sangat spesifik dan jumlahnya pada saat ini di Indonesia sangat terbatas.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-
2) adalah virus yang menyerang system pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini
disebut COVID-19. Virus Corona bias menyebabkan gangguan ringan pada system
pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang lebih dikenal dengan nama virus
Corona adalah jenis baru dari corona virus yang menular kemanusia. Virus ini
bias menyerang siapa saja, seperti lansia (golongan usia lanjut), orang
dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terjadi karena
rusaknya dinding pembuluh darah karena berbagai faktor seperti radikal
bebas yang terkandung dalam rokok ( Djoko Maryono, 2009 )
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat gangguan pada
sistem pembuluh darah berupa tersumbatnya pembuluh arteri.( Ridwan, 2002)
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang ditandai dengan
keadaan penimbunan lipid abnormal atau bahan lemak dan jaringan fibrosa
pada dinding pembuluh darah yang mengakitkan perubahan struktur dan fungsi
arteri serta penurunan aliran darah ke jantung ( Arif muntaki, 2009)
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi pjk?
2. Apa manifestasi klinis pjk?
3. Apa etiologi pjk?
4. Apa patofisiologi pjk?
5. Bagaimana pemeriksaan penunjang pjk?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pjk?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mahasiawa mampu menganalisa konsep teori dan asuhan keperawatan pjk.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi pjk.
b. Mahasiswa mampu memahami manifestasi klinis pjk.
c. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi pjk.
d. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi pjk.
e. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang pjk.
f. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pjk.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI PJK


Penyakit jantung koroner (PJK) atau bisa disebut Coronary Heart Disease (CHD)
atau penyakit Coronary Artery Disease (CAD) merupakan penyakit yang
disebabkan adanya plak yang menumpuk di dalam arteri koroner sehingga terjadi
penyempitan atau sumbatan yang mensuplai oksigen (O2) ke otot jantung (Ghani,
2016). Penyakit jantung koroner (PJK) terjadi karena adanya penyempitan
pembuluh darah koroner yang berimbas pada otot jantung yang kekurangan darah
sehinga terjadi gangguan fungsi jantung. PJK merupakan akibat adanya
penyumbatan pembuluh darah koroner (Putri, 2018).
Penyakit CAD terjadi akibat adanya penyempitan atau sumbatan pada liang arteri
koroner oleh karena proses artherosklerosis. Pada proses atherosklerosis yang akan
dialami usia muda sampai usia lanjut akan terjadi perlemakan pada dinding arteri
koroner. Itu umum dialami setiap orang. Ada beberapa faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya infark, tergantung dari individu masing-masing (Nurhidayat,
2011).

2.2 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, (2001) dalam Nurhidayat S.
(2011) :
1. Dada terasa tidak nyaman (digambarkan sebagai rasa terbakar, berat,mati
rasa, , dapat menjalar kepundak kiri, leher, lengan, punggung atau rahang)
2. Denyut jantung lebih cepat
3. Pusing
4. Sesak nafas
5. Mual
6. Berdebar-debar
7. Kelemahan yang luar biasa
2.3 ETIOLOGI
Menurut Pratiwi, (2011) penyebab terjadinya penyakit jantung koroner pada
perinsipnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu:
1. Aterosklerosis
Aterosklerosis paling sering ditemukan sebagai sebab terjadinya penyakit
arteri koroneria. Salah satu yang diakibatkan Aterosklerosis adalah
penimbunan jaringan fibrosa dan lipid didalam arteri koronaria, sehingga
mempersempit lumen pembuluh darah secara progresif. Akan
membahayakan aliran darah miokardium jika lumen menyempit karena
resistensi terhadap aliran darah meningkat.
2. Trombosis
Gumpalan darah pada mulanya berguna untuk pencegah pendarahan
berlanjut pada saat terjadi luka karena merupakan bagiandari mekanisme
pertahan tubuh. Lama kelamaan dinding pembuluh darah akan robek akibat
dari pengerasan pembuluh darah yang terganggu dan endapan lemak.
Berkumpulnya gumpalan darah dibagian robek tersebut yang bersatu
dengan kepingan-kepingan darah menjadi trombus. Trombosis dapat
menyebabkan serangan jantung mendadak dan stroke.

2.4 PATOFISIOLOGI
Menurut LeMone, Priscilla, dkk tahun (2019) penyakit jantung
koroner biasanya disebabkan oleh faktor resiko yang tidak bisa dirubah
(umur, jenis kelamin, dan riwayat keluarga) dan faktor resiko yang
bisadirubah (hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, merokok, obesitas,
stress, dan kurang aktifitas fisik). Paling utama penyebab penyakit
jantung koroner adalah aterosklerosis. Aterosklerosis disebabkan oleh
factor pemicu yang tidak diketahui yang dapat menyebabkan jaringan
fibrosa dan lipoprotein menumpuk di dinding arteri. Pada aliran darahlemak
diangkut dengan menempel pada protein yang disebut apoprotein.Keadaan
hiperlipedemia dapat merusak endotelium arteri. Mekanisme potensial lain
cedera pembuluh darah mencakup kelebihan tekanan darah dalam sistem
arteri. Kerusakan endotel itu sendiri dapat meningkatkan pelekatan dan
agregasi trombosit serta menarik leukosit ke area tersebut.
Hal ini mengakibatkan Low Densitiy Lipoprotein (LDL) atau
biasanya disebut dengan lemak jahat yang ada dalam darah. Semakin banyak
LDL yang menumpuk maka akan mengalami proses oksidasi.
Plak dapat mengurangi ukuran lumen yang terdapat pada arteri yang
terangsang dan menggangu aliran darah. Plak juga dapat menyebabkan
ulkus penyebab terbentuknya trombus, trombus akan terbentuk pada
permukaan plak, dan penimbunan lipid terus menerus yang dapat
menyumbat pembuluh darah.
Lesi yang kaya lipid biasanya tidak stabil dan cenderung robek serta
terbuka. Apabila fibrosa pembungkus plak pecah (ruptur plak), maka akan
menyebabkan debris lipid terhanyut dalam aliran darah dan dapat
menyumbat arteri serta kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Akibatnya
otot jantung pada daerah tersebut mengalami gangguan aliran darah dan bisa
menimbulkan aliran oksigen ke otot jantung berkurang. Peristiwa tersebut
mengakibatkan sel miokardium menjadi iskemik sehingga hipoksia.
Mengakibatkan proses pada miokardium berpindah ke metabolisme anaerobik
yang menghasilkan asam laktat sehingga merangsang ujung saraf otot yang
menyebabkan nyeri.
Jaringan menjadi iskemik dan akhirnya mati (infark) disebabkan
karena suplai darah ke area miokardium terganggu. Ketika selmiokardium
mati, sel hancur dan melepaskan beberapa iso enzim jantung ke dalam
sirkulasi. Kenaikan kadar kreatinin kinase (creatinine kinase), serum dan
troponin spesifik jantung adalah indikator infark mioardium.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Nurhidayat, (2011) pemeriksaan penunjang pada PJK, yaitu :
1. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan LDL (≥ 130 mg/dL), HDL (pria ≤ 40 mg/dL, wanita ≤
50 mg/dL), kolesterol total (≥ 200 mg/dL), dan trigliserida (≥ 150 mg/dL),
CK (pria ≥ 5-35 Ug/ml, wanita ≥5-25 Ug/ml), CKMB (≥ 10 U/L), troponin (≥
0,16 Ug/L), SGPT (pria ≥ 42 U/L, wanita 32 U/L), SGOT (pria ≥ 37 U/L, Wanita
≥ 31 U/L).
2. Elektrokardiogram (EKG)
Pada hasil pemeriksaan EKG untuk penyakit jantung koroner yaitu terjadinya
perubahan segmen ST yang diakibatkan oleh plak aterosklerosis maka memicu
terjadinya repolarisasi dini pada daerah yang terkena infark atau iskemik. Hal
tersebut mengakibatkan oklusi arteri koroner yang mengambarkan ST elevasi
pada jantung sehinggadisebut STEMI. Penurunan oksigen di jaringan jantung
juga menghasilkan perubahan EKG termasuk depresi segmen ST. dimana
gelombang T menggalami peningkatan, dan amplitudo gelombangST atau T
yang menyamai atau melebihi amplitude gelombang QRS
(Sari, 2019)
3. Foto rontgen dada
Foto rontgen dada dapat melihatada tidaknya pembesaran (kardiomegali ),
menilai ukuran jantung dan dapat meliat gambaran paru. Yang tidak dapat
dilihat adalah kelainan pada koroner. Dari ukuran jantung yang terlihat pada
foto rontgen dapat digunakan untuk penilaian seorang apakah sudah mengalami
PJK lanjut.
4. Echocardiography
Untuk mengambil gambar dari jantung memerlukan pemeriksaan scanner
menggunakan pancaran suara. Untuk melihat jantung berkontraksi serta melihat
bagian area mana saja yang berkontraksi lemah akibat suplai darahnya berhenti
(sumbatan arteri koroner).
5. Treadmill
Dengan menggunakan treadmill dapat diduga apakah seseorang menderita
PJK. Memang tingkat akurasinya hanya 84% pada laki-laki dan 72% pada
perempuan. Dapat diartikan dari 100 orang laki-laki yang terbukti cuma 84 orang.
6. Katerisasi Jantung
Pemeriksaan katerisasi jantung dilakukan dengam memasukan semacam selang
seukuran lidi yang disebut kateter. Selang inilangsung dimasukkan ke
pembuluh nadi (arteri). Kemudian cairankontras disuntikan sehingga akan
mengisi pembuluh koroner. Kemudian dapat dilihat adanya penyempitan atau
bahkanpenyumbatan. Hasil katerisasi ini akan dapat ditentukan
untukpenanganan lebih lanjut, yaitu cukup menggunakan obat saja atau
intervensi yang dikenal dengan balon.
7. Angiography
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rutin dan aman. Cara langsung
memeriksa keadaan jantung yaitu dengan sinarX terhadap arteri koroner yang
dimasukan zat pewarna (dye) yang bisa direkam dengan sinar-X. Karena
jantung terus bergerak (berdenyut) maka dilakukan pengambilan gambar
dengan video.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Usia ≥ 40 tahun beresiko terkena penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih banyak
terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering dijadikan alasan pasien merasa nyeri pada dada, jantung
berdebar-debar bahkan sampai sesak nafas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Dikaji dimulai dari keluhan yang dirasakan pasien, sebelum masuk rumah sakit,
ketika mendapatkanperawatan di rumah sakit sampai dilakukannya pengkajian.
Padapasien penyakit jantung koroner biasanya didapatkan adanya keluhanseperti
nyeri pada dada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Dalam hal ini yang perlu dikaji atau di tanyakan pada klien tentang penyakit apa saja
yang pernah di derita seperti nyeri dada, hipertensi,DM dan hiperlipidemia dan sudah
berapa lama menderita penyakityang dideritanya,tanyakan apakah pernah masuk
rumah sakitsebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Untuk mengetahui riwayat penyakit keluarga tanyakan pada pasienmengenai riwayat
penyakit yang dialami keluarganya. Sepertipenyakit keturunan (diabetes melitus,
hipertensi, asma, jantung ) danpenyakit menular (TBC, hepatitis).
6. Riwayat Psikososial
Pada pasien penyakit jantung koroner didapatkan perubahan ego yaitu pasrah dengan
keadaan, merasa tidak berdaya, takut akan perubahan gaya hidup dan fungsi peran,
ketakutan akan kematian, menjalani operasi, dan komplikasi yang timbul. Kondisi ini
ditandai dengan menghindari kontak mata, insomnia, sangat kelemahan, perubahan
tekanan darah dan pola nafas, cemas, dan gelisah.
7. Pola Aktivitas Sehari-hari
a. Nutrisi
Pada pasien penyakit jantung koroner mengalami nafsu makanmenurun dan porsi
makan menjadi berkurang (Nurhidayat, 2011).
b. Istirahat
Pola tidur dapat terganggu, tergantung bagaimana presepsi klien terhadap nyeri
yang dirasakannya.
c. Eliminasi
BAK : normal seperti biasanya berkemih sehari 4-6 x dengan konsisitensi cair
BAB : normal seperti biasanya sehari 1-2x dengan konsistensi padat
d. Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.
e. Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan sehari-hari berkurang bahkan berhentimelakukan
aktivitas yang berat.

3.2 PRIMARY SURVEY


C (Circulation)
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
A (Airway)
a. Sumbatan atau penumpukan secret
b. Wheezing atau krekles
B (Breathing)
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas

D (Disability)
a. Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
Respon : Alert , Verbal, Pain, Unrespon
b. Penurunan tingkat kesadaran merupakan tanda ekstrim pertama dan pasien
membutuhkan pertolongan di ruang intensive
c. Kaji kesadaran pasien (Composmentis/Delirium/Somnolen)
Skor GCS dapat diklasifikasikan :
a. Skor 14-15 : compos mentis
b. Skor 12-13 : apatis
c. Skor 11-12 : somnolent
d. Skor 8-10 : stupor
e. Skor < 5 : koma

d. Kaji GCS pasien (Eye,Verbal,Motorik)

Parameter Patient’s Response Score


Best Eye
Response Spontaneous eye opening 4
Eye opening to voice stimuli 3
Eye opening to pain stimuli 2
None 1
Best Motor Response Obeys commands 6
Localizes to pain 5
Withdraws to pain 4
Abnormal Flexion (decorticate
response) 3
Extensor posturing (decerebrate
response) 2
No movement 1
Best Verbal Response Conversant and oriented 5
Confused and disoriented 4
Utters inappropriate words 3
Makes incomprehensible sounds 2
Makes no sounds 1
Total score 3–15

E (Exposure)
a. Kaji adanya deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional,
atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas
yang nyata.
b. Kaji adanya contusio
Kontusio adalah jenis luka tertutup yang paling umum. Penyebab kontusio adalah
benturan benda tumpul yang merusak pembuluh darah kecil, kapiler, otot, dan
jaringan di bawahnya.
c. Kaji adanya abrasi
Abrasi adalah Kerusakan kulit dangkal yang umumnya tidak lebih dalam dari
epidermis (lapisan terluar dari kulit)
d. Kaji adanya penetrasi
1) Luka akibat terkena tembakan
2) Luka akibat tikaman benda tajam
3) Luka akibat tertusuk

e. Kaji adanya laserasi


Laserasi adalah robekan di kulit yang bisa mengeluarkan banyak darah. Laserasi
terjadi di area kulit yang dekat dengan tulang seperti dahi, tulang kering, sendi siku
atau tempurung lutut. Laserasin dapat disebabkan oleh apa saja, mulai dari jatuh pada
permukaan yang kasar hingga pukulan dari benda tumpul. Laserasi dapat menembus
lapisan kulit yang lebih dalam.
f. Kaji adanya edema
Edema adalah penumpukan cairan dalam ruang di antara sel tubuh. Edema dapat
terjadi di seluruh bagian tubuh, namun yang paling jelas terlihat pada lengan atau
tungkai. Edema terjadi saat cairan di pembuluh darah keluar ke jaringan
sekelilingnya. Cairan kemudian menumpuk sehingga membuat jaringan tubuh
menjadi bengkak.
g. Kaji adanya keluhan lainnya

3.3 SECONDARY SURVEY


K (Keluhan) = Padapasien penyakit jantung koroner biasanya didapatkan adanya
keluhanseperti nyeri pada dada.
O (Obat) = Tanyakan pada pasien apakah dirumah mengkonsumsi obat-obatan
M (Makan) = Tanyakan pada pasien mengenai pola makan pasien, karena Pada pasien
penyakit jantung koroner mengalami nafsu makanmenurun dan porsi makan menjadi
berkurang.
P (Penyakit Penyerta) = Tanyakan pada klien tentang penyakit apa saja yang pernah di
derita seperti nyeri dada, hipertensi,DM dan hiperlipidemia
A (Alergi) = Tanyakan pada pasien apakah mempunyai riwayat alergi
K (Kesadaran) = Cek kesadaran pasien apakah Composmentis/Delirium/Somnolen

3.4 PEMERIKSAAN FISIK


a) Pernapasan
Gejala :
1. Dispnea tanpa atau dengan kerja
2. Dispnea nocturnal
3. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum
4. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis

Tanda :

1. Peningkatan frekuensi pernafasan


2. Nafas sesak / kuat
3. Pucat, sianosis
4. Bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
b) Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
c) Makanan atau cairan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,perubahan berat
badan.
d) Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan.
e) Neurosensori
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (dudukatau istrahat ).
Tanda : perubahan mental, kelemahan .
f) Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
1. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), tidak hilang dengan istirahatatau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam danviseral).
2. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial,dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen,punggung, leher.
3. Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan,seperti dapat dilihat .
4. Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkinpengalaman nyeri paling
buruk yang pernah dialami.
5. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,diabetes mellitus ,
hipertensi, lansia.
g) Interkasi social
Gejala : Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal :penyakit, perawatan
di RS
Tanda : Kesulitan istirahat dengan tenang, Respon terlalu emosi(marah terus-menerus,
takut) dan menarik diri.

h) Aktivitas
Gejala :
1. Kelemahan
2. Kelelahan
3. Tidak dapat tidur
4. Pola hidup menetap
5. Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda :
1. Takikardi
2. Dispnea pada istirahat atau aaktifitas
i) Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko :
1. Penyakit pembuluh darah arteri
2. Serangan jantung sebelumnya
3. Riwayat keluarga atas penyakit jantung/serangan jantung positif
4. Kolesterol serum tinggi (diatas 200 mg/l)
5. Perokok
6. Diet tinggi garam dan tinggi lemak
7. Kegemukan.( bb idealtb –100 ± 10 % )
8. Wanita pasca menopause karena terapi estrogen

3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan elektrolit serum
b. Lipid serum
c. Hematologi
d. GDS
e. Analisa gas darah (AGD).

3.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. EKG, adanya perubahan segmen ST, gelombang Q, danperubahan gelombang T.
b. Berdasarkan hasil sinar X dada terdapat pembesaran jantungdan kongestif paru.
c. Enzim jantung (Gawlinski, 1989)
1. Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB mulai naik dalam 6jam, memuncak dalam
18 – 24 jam dan kembali normal antara 3 – 4 hari, tanpa terjadinya neurosis baru.
EnzimCK – MB ssering dijadikan sebagai indikator InfarkMiokard.

2. Laktat dehidrogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6 –12 jam, memuncak dalam
3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
3. Troponin T.(Mutarobin, 2018)
3.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) b.d gejala penyakit dan efek samping terapi (mis.
medikasi, radiasi, kemoterapi).
b. Risiko Penurunan Curah Jantung (D.0011) b.d perubahan frekuensi jantung,
perubahan irama jantung dan perubahan kontraktilitas.
c. Ansietas (D.0080) b.d ancaman terhadap kematian.
d. Intoleransi Aktivitas (D.0056) b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
e. Defisit Pengetahuan (D.0111) b.d kurang terpapar informasi.
f. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) b.d hambatan upaya napas

3.8 ANALISA DATA

N Data Penunjang Problem Etiologi


O
1 Gejala dan Tanda Mayor Gangguan Rasa nyaman Gejala penyakit dan efek
DS : (D.0074) samping
- Mengeluh tidak nyaman
DO :
- Gelisah

Gejala dan Tanda Minor


DS :
- Mengeluh sulit tidur
- Tidak mampu rileks
- Mengeluh kedinginan/kepanasan
- Merasa gatal
- Mengeluh mual
- Mengeluh lelah
DO :
- Menunjukkan gejala distres
- Tampak merintih/menangis
- Pola eliminasi berubah
- Postur tubuh berubah
- Iritabilitas
2 DS : - Risiko penurunan curah Perubahan frekuensi
DO : - jantung (D.0011) jantung, perubahan irama
jatung dan perubahan
kontraktilitas
3 Gejala dan Tanda Mayor Ansietas (D.0080) Ancaman terhadap
DS : kematian.
- Merasa bingung
- Merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi
- Sulit berkonsentrasi
DO :
- Tampak gelisah
- Tampak tegang
- Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


DS :
- Mengeluh pusing
- Anoreksia
- Palpitasi
- Merasa tidak berdaya
DO :
- Frekuensi napas meningkat
- Frekuensi nadi meningkat
- Tekanan darah meningkat
- Diaforesis
- Tremor
- Muka tampak pucat
- Suara bergetar
- Kontak mata buruk
- Sering berkemih
- Berorientasi pada masa lalu
4 Gejala dan Tanda Mayor Intoleransi Aktivitas Ketidakseimbangan antara
DS : (D.0056) suplai dan kebutuhan
- Mengeluh lelah oksigen
DO :
- Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat
suplai dan kebutuhan oksigen
Gejala dan Tanda Minor
DS :
- Dispnea saat/setelah aktivitas
- Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
- Merasa lemah

DO :
- Tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat
- Gambaran EKG menunjukkan
aritmia saat/setelah aktivitas
- Gambaran EKG menunjukkan
iskemia
- Sianosis
5 Gejala dan Tanda Mayor Defisit Pengetahuan Kurang terpapar
DS : (D.0111) informasi.
- Menanyakan masalah yang
dihadapi
DO :
- Menunjukkan perilaku tidak sesuai
anjuran
- Menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah

Gejala dan Tanda Minor


DS :
(tidak tersedia)
DO :
- Menjalani pemeriksaan yang tidak
tepat
- Menunjukkan perilaku berlebihan
(mis, apatis, bermusuhan, agitasi,
histeria)
6 Gejala dan Tanda Mayor Pola Napas Tidak Efektif Hambatan upaya napas
DS : (D.0005)
- Dispnea
DO :
- Penggunaan otot bantu
Pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (mis.
takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes)

Gejala dan Tanda Minor


DS :
- Ortopnea
DO :
- Pernapasan pursed-lip
- Perapasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior-
posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah

3.9 INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI TTD


KEPERAWATAN
Gangguan Rasa Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN TERAPI Perawat
Nyaman (D.0074) keperawatan selama …x7 jam RADIASI (I.08240)
b.d gejala penyakit diharapkan status kenyamanan Observasi
dan efek samping (L.08064) pasien meningkat dengan a. Monitor efek samping dan
terapi (mis. kriteria hasil : efek toksik terapi
medikasi, radiasi, a. Kesejahteraan fisik dari skala b. Monitor perubahan
kemoterapi). 1(menurun) ke skala 5(meningkat) integritas kulit
b. Kesejahteraan psikologis dari c. Monitor anoreksia, mual,
skala 1(menurun) ke skala muntah, perubahan rasa,
5(meningkat) esophagitis, dan diare
c. Dukungan sosial dari keluarga d. Monitor tanda dan gejala
dari skala 1(menurun) ke skala infeksi sistemik, anemia,
5(meningkat) dan perdarahan
d. Dukungan sosial dari teman dari Terapeutik
skala 1(menurun) ke skala a. Berikan perawatan kulit
5(meningkat) jika terjadi infeksi
e. Perawatan sesuai keyakinan b. Batasi kunjungan
budaya dari skala 1(menurun) ke Edukasi
skala 5(meningkat) a. Jelaskan tujuan dan
f. Perawatan sesuai kebutuhan dari prosedur terapi radiasi
skala 1(menurun) ke skala b. Jelaskan efek radiasi pada
5(meningkat) sel keganasan
g. Kebebasan melakukan ibadah dari c. Jelaskan protocol proteksi
skala 1(menurun) ke skala kepada pasien, keluarga,
5(meningkat) dan pengunjung
h. Rileks dari skala 1(menurun) ke d. Anjurkan membersihkan
skala 5(meningkat) mulut dengan
i. Keluhan tidak nyaman dari skala menggunakan alat
1(meningkat) ke skala 5(menurun) pembersih gigi, jika perlu
j. Gelisah dari skala 1(meningkat) e. Anjurkan asupan cairan
ke skala 5(menurun) dan nutrisi yang adekuat
k. Kebisingan dari skala f. Ajarkan cara mengatasi
1(meningkat) ke skala 5(menurun) kelelahan dengan
l. Keluhan sulit tidur dari skala merencanakan waktu
1(meningkat) ke skala 5(menurun) istirahat dan pembatasan
m. Keluhan kedinginan dari skala aktivitas
1(meningkat) ke skala 5(menurun) g. Ajarkan cara mencegah
n. Keluhan kepanasan dari skala infeksi (mis. menghindari
1(meningkat) ke skala 5(menurun) keramaian, menjaga
o. Gatal dari skala 1(meningkat) ke kebersihan, dan mencuci
skala 5(menurun) tangan)
p. Mual dari skala 1(meningkat) ke Kolaborasi
skala 5(menurun) a. Kolaborasi pemberian
q. Lelah dari skala 1(meningkat) ke obat untuk mengendalikan
skala 5(menurun) efek samping (mis.
r. Merintih dari skala 1(meningkat) antiemetik)
ke skala 5(menurun)
s. Menangis dari skala 1(meningkat)
ke skala 5(menurun)
t. Iritabilitas dari skala 1(meningkat)
ke skala 5(menurun)
u. Menyalahkan diri sendiri dari
skala 1(meningkat) ke skala
5(menurun)
v. Konfusi dari skala 1(meningkat)
ke skala 5(menurun)
w. Konsumsi alcohol dari skala
1(meningkat) ke skala 5(menurun)
x. Penggunaan zat dari skala
1(meningkat) ke skala 5(menurun)
y. Percobaan bunuh diri dari skala
1(meningkat) ke skala 5(menurun)
z. Memori masa lali dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
aa. Suhu ruangan dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
bb. Pola eliminasi dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
cc. Postur tubuh dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
dd. Kewaspadaan dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
ee. Pola hidup dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
ff. Pola tidur dari skala 1(memburuk)
ke skala 5(membaik)
Risiko Penurunan Setelah dilakukan tindakan PERAWATAN JANTUNG Perawat
Curah Jantung keperawatan selama …x7 jam (I.02075)
(D.0011) b.d diharapkan curah jantung (L.02008) Observasi
perubahan frekuensi pasien meningkat dengan kriteria a. Identifikasi tanda/gejala
jantung, perubahan hasil : primer Penurunan curah
irama jantung dan a. Kekuatan nadi perifer dari skala jantung (meliputi
perubahan 1(menurun) ke skala 5(meningkat) dispenea, kelelahan,
kontraktilitas. b. Ejection fraction (EF) dari skala adema ortopnea
1(menurun) ke skala 5(meningkat) paroxysmal nocturnal
c. Cardiac Index (CI) dari skala dyspenea, peningkatan
1(menurun) ke skala 5(meningkat) CPV)
d. Left ventricular stroke work index b. Identifikasi tanda /gejala
(LVSW) dari skala 1(menurun) ke sekunder penurunan curah
skala 5(meningkat) jantung (meliputi
e. Stroke volume index (SVI) dari peningkatan berat badan,
skala 1(menurun) ke skala hepatomegali ditensi vena
5(meningkat) jugularis, palpitasi, ronkhi
f. Palpitasi dari skala 1(meningkat) basah, oliguria, batuk,
ke skala 5(menurun) kulit pucat)
g. Bradikardia dari skala c. Monitor tekanan darah
1(meningkat) ke skala 5(menurun) (termasuk tekanan darah
h. Takikardia dari skala ortostatik, jika perlu)
1(meningkat) ke skala 5(menurun) d. Monitor intake dan output
i. Gambaran EKG aritmia dari skala cairan
1(meningkat) ke skala 5(menurun) e. Monitor berat badan
j. Lelah dari skala 1(meningkat) ke setiap hari pada waktu
skala 5(menurun) yang sama
k. Edema dari skala 1(meningkat) ke f. Monitor saturasi oksigen
skala 5(menurun) g. Monitor keluhan nyeri
l. Distensi vena jugularis dari skala dada (mis. Intensitas,
1(meningkat) ke skala 5(menurun) lokasi, radiasi, durasi,
m. Dyspnea dari skala 1(meningkat) presivitasi yang
ke skala 5(menurun) mengurangi nyeri)
n. Oliguria dari skala 1(meningkat) h. Monitor EKG 12
ke skala 5(menurun) sadapoan
o. Pucat / sianosis dari skala i. Monitor aritmia (kelainan
1(meningkat) ke skala 5(menurun) irama dan frekwensi)
p. Paroxysmal nocturnal dyspnea j. Monitor nilai
(PND) dari skala 1(meningkat) ke laboratorium jantung
skala 5(menurun) (mis. Elektrolit, enzim
q. Ortopnea dari skala 1(meningkat) jantung, BNP, Ntpro-
ke skala 5(menurun) BNP)
r. Batuk dari skala 1(meningkat) ke k. Monitor fungsi alat pacu
skala 5(menurun) jantung
s. Suara jantung S3 dari skala l. Periksa tekanan darah dan
1(meningkat) ke skala 5(menurun) frekwensi nadisebelum
t. Suara jantung S4 dari skala dan sesudah aktifitas
1(meningkat) ke skala 5(menurun) m. Periksa tekanan darah dan
u. Murmur jantung dari skala frekwensi nadi sebelum
1(meningkat) ke skala 5(menurun) pemberian obat (mis.
v. Berat badan dari skala Betablocker,
1(meningkat) ke skala 5(menurun) ACEinhibitor, calcium
w. Hepatomegali dari skala channel blocker, digoksin)
1(meningkat) ke skala 5(menurun) Terapeutik
x. Pulmonary vascular resistence a. Posisikan pasien semi-
(PVR) dari skala 1(meningkat) ke fowler atau fowler dengan
skala 5(menurun) kaki kebawah atau posisi
y. Systremic vesicular resistemce nyaman
dari skala 1(meningkat) ke skala b. Berikan diet jantung yang
5(menurun) sesuai (mis. Batasi asupan
z. Tekanan darah dari skala kafein, natrium, kolestrol,
1(memburuk) ke skala dan makanan tinggi
5(membaik) lemak)
aa. Capillary refill time (CRT) dari c. Gunakan stocking elastis
skala 1(memburuk) ke skala atau pneumatik
5(membaik) intermiten, sesuai indikasi
bb. Pulmonary artery wedge pressure d. Fasilitasi pasien dan
(PAWP) dari skala 1(memburuk) keluarga untuk modifikasi
ke skala 5(membaik) hidup sehat
cc. Central venous pressure dari e. Berikan terapi relaksasi
skala 1(memburuk) ke skala untuk mengurangi stres,
5(membaik) jika perlu
f. Berikan dukungan
emosional dan spiritual
g. Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
a. Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi
b. Anjurkan beraktivitas
fisik secara bertahap
c. Anjurkan berhenti
merokok
d. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur berat
badan harian
e. Ajarkan pasien dan
keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
b. Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan tindakan REDUKSI ANSIETAS (I.09136) Perawat
b.d ancaman keperawatan selama …x7 jam Observasi
terhadap kematian. diharapkan tingkat ansietas (L.09093) a. Identifikasi saat tingkat
pasien menurun dengan kriteria hasil : ansietas berubah (mis.
a. Verbalisasi kebingungan dari kondisi, waktu, stressor)
skala 1(meningkat) ke skala b. Identifikasi kemampuan
5(menurun) mengambil keputusan
b. Verbalisasi khawatir akibat c. Monitor tanda-tanda
kondisi yang dihadapi dari skala ansietas (verbal dan non
1(meningkat) ke skala 5(menurun) verbal)
c. Perilaku gelisah dari skala Terapeutik
1(meningkat) ke skala 5(menurun) a. Ciptakan suasana
d. Perilaku tegang dari skala terapeutik untuk
1(meningkat) ke skala 5(menurun) menumbuhkan
e. Keluhan pusing dari skala kepercayaan
1(meningkat) ke skala 5(menurun) b. Temani pasien untuk
f. Anoreksia dari skala 1(meningkat) mengurangi kecemasan,
ke skala 5(menurun) jika memungkinkan
g. Palpitasi dari skala 1(meningkat) c. Pahami situasi yang
ke skala 5(menurun) membuat ansietas
h. Frekuensi pernapasan dari skala d. Dengarkan dengan penuh
1(meningkat) ke skala 5(menurun) perhatian
i. Frekuensi nadi dari skala e. Gunakan pendekatan yang
1(meningkat) ke skala 5(menurun) tenang dan meyakinkan
j. Tekanan darah dari skala f. Tempatkan barang pribadi
1(meningkat) ke skala 5(menurun) yang memberikan
k. Diaforesis dari skala 1(meningkat) kenyamanan
ke skala 5(menurun) g. Motivasi mengidentifikasi
l. Tremor dari skala 1(meningkat) situasi yang memicu
ke skala 5(menurun) kecemasan
m. Pucat dari skala 1(meningkat) ke h. Diskusikan perencanaan
skala 5(menurun) realistis tentang peristiwa
n. Konsentrasi dari skala yang akan datang
1(memburuk) ke skala Edukasi
5(membaik) a. Jelaskan prosedur,
o. Pola tidur dari skala 1(memburuk) termasuk sensasi yang
ke skala 5(membaik) mungkin dialami
p. Perasaan keberdayaan dari skala b. Informasikan secara
1(memburuk) ke skala factual mengenai
5(membaik) diagnosis, pengobatan,
q. Kontak mata dari skala dan prognosis
1(memburuk) ke skala c. Anjurkan keluarga untuk
5(membaik) tetap bersama pasien, jika
r. Pola berkemih dari skala perlu
1(memburuk) ke skala d. Anjurkan melakukan
5(membaik) kegiatan yang tidak
s. Orientasi dari skala 1(memburuk) kompetitif, sesuai
ke skala 5(membaik) kebutuhan
e. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
f. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
g. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat
h. Latih teknik relaksasi

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
obat antiansietas, jika
perlu
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI Perawat
(D.0056) b.d keperawatan selama …x7 jam (I.05178)
ketidakseimbangan diharapkan toleransi aktivitas Observasi
antara suplai dan (L.05047) pasien meningkat dengan a. Identifikasi gangguan
kebutuhan oksigen. kriteria hasil : fungsi tubuh yang
a. Frekuensi nadi dari skala mengakibatkan kelelahan
1(menurun) ke skala 5(meningkat) b. Monitor kelelahan fisik
b. Saturasi oksigen dari skala dan emosional
1(menurun) ke skala 5(meningkat) c. Monitor pola dan jam
c. Kemudahan dalam melakukan tidur
aktivitas sehari-hari dari skala d. Monitor lokasi dan
1(menurun) ke skala 5(meningkat) ketidaknyamanan selama
d. Kecepatan berjalan dari skala melakukan aktivitas
1(menurun) ke skala 5(meningkat) Terapeutik
e. Jarak berjalan dari skala a. Sediakan lingkungan dan
1(menurun) ke skala 5(meningkat) rendah stimulus (mis.
f. Kekuatan tubuh bagian atas dari cahaya, suara, kunjungan)
skala 1(menurun) ke skala b. Lakukan latihan rentang
5(meningkat) gerak pasif dan/atau aktif
g. Kekuatan tubuh bagian bawah c. Berikan aktivitas distraksi
dari skala 1(menurun) ke skala yang menenangkan
5(meningkat) d. Fasilitasi duduk di sisi
h. Toleransi dalam menaiki tangga tempat tidur, jika tidak
dari skala 1(menurun) ke skala dapat berpindah atau
5(meningkat) berjalan
i. Keluhan lelah dari skala Edukasi
1(meningkat) ke skala 5(menurun) a. Anjurkan tirah baring
j. Dispnea saat aktivitas dari skala b. Anjurkan melakukan
1(meningkat) ke skala 5(menurun) aktivitas secara bertahap
k. Dispnea setelah aktivitas dari c. Anjurkan menghubungi
skala 1(meningkat) ke skala perawat jika tanda dan
5(menurun) gejala kelelahan tidak
l. Perasaan lemah dari skala berkurang
1(meningkat) ke skala 5(menurun) d. Ajarkan strategi koping
m. Aritmia saat aktivitas dari skala untuk mengurangi
1(meningkat) ke skala 5(menurun) kelelahan
n. Aritmia setelah aktivitas dari Kolaborasi
skala 1(meningkat) ke skala a. Kolaborasi dengan ahli
5(menurun) gizi tentang cara
o. Sianosis dari skala 1(meningkat) meningkatkan asupan
ke skala 5(menurun) makanan
p. Warna kulit dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
q. Tekanan darah dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
r. Frekuensi napas dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
s. EKG iskemia dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan EDUKASI KESEHATAN Perawat
(D.0111) b.d kurang keperawatan selama …x7 jam (I.12383)
terpapar informasi. diharapkan tingkat pengetahuan Observasi
(L.12111) pasien meningkat dengan a. Identifikasi kesiapan dan
kriteria hasil : kemampuan menerima
a. Perilaku sesuai anjuran dari skala informasi
1(menurun) ke skala 5(meningkat) b. Identifikasi faktor-faktor
b. Verbalisasi minat dalam belajar yang dapat meningkatkan
dari skala 1(menurun) ke skala dan menurunkan motivasi
5(meningkat) perilaku hidup bersih dan
c. Kemampuan menjelaskan tentang sehat
suatu topik dari skala 1(menurun) Terapeutik
ke skala 5(meningkat) a. Sediakan materi dan
d. Kemampuan menggambarkan media pendidikan
pengalaman sebelumnya yang kesehatan
sesuai dengan topik dari skala b. Jadwalkan pendidikan
1(menurun) ke skala 5(meningkat) kesehatan sesuai
e. Perilaku sesuai dengan kesepakatan
pengetahuan dari skala c. Berikan kesempatan untuk
1(menurun) ke skala 5(meningkat) bertanya
f. Pertanyaan tentang masalah yang Edukasi
dihadapi dari skala 1(meningkat) a. Jelaskan faktor risiko
ke skala 5(menurun) yang dapat
g. Persepsi yang keliru terhadap memperngaruhi kesehatan
masalah dari skala 1(meningkat) b. Ajarkan perilaku hidup
ke skala 5(menurun) bersih dan sehat
h. Menjalani pemeriksaan yang tidak c. Ajarkan strategi yang
tepat dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
Pola Napas Tidak Setelah dilakukan intervensi MANAJEMEN JALAN NAPAS Perawat
Efektif (D.0005) b.d keperawatan selama ....x 7 jam, maka I.01011
pola napas (L.01004) membaik Observasi
dengan kriteria hasil : a. Monitor pola napas
1. Ventilasi semenit dari skala (frekuensi, kedalaman,
1(menurun) ke skala 5 usaha napas).
(meningkat) b. Monitor bunyi napas
2. Kapasitas vital dari skala tambahan (mis. Gurgling,
1(menurun) ke skala 5 mengi, wheezing, ronkhi
(meningkat) kering)
3. Diameter thoraks anterior - c. Monitor sputum (jumlah,
posterior dari skala warna, aroma)
1(menurun) ke skala 5 Terapeutik
(meningkat) a. Pertahankan kepatenan
4. Tekanan ekspirasi dari skala jalan napas dengan head-
1(menurun) ke skala tlit dan chin-lift (jaw
5(meningkat) thrust jika curiga trauma
5. Tekanan inspirasi dari skala servikal)
1(menurun) ke skala b. Posisikan semi-fowler dan
5(meningkat) fowler
6. Dispnea dari skala c. Berikan minum hangat
1(meningkat) ke skala d. Lakukan fisioterapi dada,
5(menurun) jika perlu
7. Penggunaan otot bantu napas e. Berikan oksigen, jika
dari skala 1(meningkat) ke perlu
skala 5(menurun) Edukasi
8. Pemanjangan fase ekspirasi a. Anjurkan asupan cairan
dari skala 1(meningkat) ke 2000 ml/hari, jika tidak
skala 5(menurun) kontraindikasi
9. Ortopnea dari skala b. Ajarkan teknik batuk
1(meningkat) ke skala efektif
5(menurun) Kolaborasi
10. Pernapasan pursed – lip dari a. Kolaborasi pemberian
skala 1(meningkat) ke skala bronkodilator,
5(menurun) ekspektoran, mukolitik,
11. Pernapasan cuping hidung dari jika perlu
skala 1(meningkat) ke skala
5(menurun)
12. Frekuensi napas dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
13. Kedalaman napas dari skala
1(memburuk) ke skala
5(membaik)
14. Ekskursi dada dari skala
1(memburuk) ke skala 5
(membaik)

DAFTAR PUSTAKAXGhani, L., Mihardja, L. K., & Delima, D. (2016). Faktor Resiko
Dominan Penderita Strocke di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(1), 49-
58.https://doi.org/10.22435.bpk.v44i1.4949.49-58

LeMone, Priscilla dkk. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi.
Jakarta:EGC

Mutarobin. (2018). Modul Sistem Kardiovaskuler Acute Coronary Syndrome (ACS).


Poltekkes Kemenkes Jakarta 1, 72.

Nurdidayat,S. 2011. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Krdiovaskuler.


Ponorogo :UMPO Press

Rampengan, S. H. (2017). salahh Cerebral Mechanism of General Anesthesia. In Soc Franc


d’Anesth et de Reanim (Vol. 33).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Lampiran 1.

KETERAMPILAN PEMERIKSAAN KESADARAN BERDASARKAN

GLASGOW COMA SCALE (GCS)


NO LANGKAH/KEGIATAN KASUS
1 2 3
Klien diminta berbaring, kemudian pemeriksa
melakukan evaluasi dengan menilai
SCORE
A. EYE RESPONSE
1 Spontan 4
2 Terhadap suara 3
Meminta klien membuka mata.
3 Terhadap rangsang nyeri 2
Tekan pada saraf supraorbital atau kuku jari.
4 Tidak ada reaksi 1
dengan rangsang nyeri klien tidak membuka mata
B. VERBAL RESPONSE 1 2 3

1 Berorientasi baik 5
Menanyakan dimana ia berada, tahu waktu, hari,
bulan
2 Bingung (confused) 4
Menanyakan dimana ia berada, kapan opname di
Rumah sakit (dapat mengucapkan kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat)
3 Tidak tepat 3
Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak
berupa kalimat dan tidak tepat
4 Mengerang 2
Mengeluarkan suara yang tidak punya arti, tidak
mengucapkan kata, hanya suara mengerang
5 Tidak ada jawaban (suara tidak ada) 1
C. MOTORIK RESPONSE 1 2 3
1 Menurut perintah 6
Misalnya menyuruh klien mengangkat tangan.
2 Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsang nyeri dengan menekan jari
pada supra orbita. Bila klien mengangkat tangan
sampai melewati dagu untuk menepis rangsang
nyeri tersebut berarti dapat mengetahui lokasi
nyeri
3 Reaksi menghindar 4
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak.
4 Reaksi fleksi (dekortikasi) 3
Berikan rangsang nyeri misal menekan dengan
objek seperti ballpoint pada jari kuku. Bila
terdapat reaksi fleksi berarti ingin menjauhi
rangsang nyeri.
5 Extensi spontan (decerebrasi) 2
Memberikan rangsang nyeri yang cukup adekuat
Terjadi ekstensi pada siku.
6 Tidak ada gerakan/reaksi 1
Rangsang yang diberikan harus cukup adekuat
PENERAPAN REHABILITASI JANTUNG FASE 1 PADA PASIEN SINDROMA
KORONER AKUT (SKA) DI RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH

HARAPAN KITA JAKARTA

Ridho Kunto Prabowo, Fakrul Ardiansyah, Budi Santoso, Ika Ainur Rofi’ah, Elly

Nurachmah, Muhamad Adam

Program Studi Sarjana Keperawatan, STIKes Indramayu

Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

Email:ridhokuntoprabowo@yahoo.co.id

ABSTRAK

Rehabilitasi jantung merupakan semua tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan fungsi
fisik, mental, dan lingkungan sosial secara optimal untuk mengembalikan
kapasitasfungsional pada pasien dengan acute coronary yang mengancam jiwa atau
pasien pascatindakan invasif. Rehabilitasi jantung fase I merupakan inisiasi segera
untuk melakukanrehabilitasi jantung pada fase akut. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi penerapanrehabilitasi jantung fase 1 pada pasien SKA. Penelitian
menggunakan desain kuantitatifdengan pendekatan deskriptif. Sampel berjumlah 12
responden dengan menggunakan teknikpurposive sampling. Hasil penelitian penerapan
rehabilitasi jantung fase 1 level 1 sampai level3 hari ke 5 pada pasien SKA didapatkan data
Chest Pain, Dispnea dan Gambaran EKG yangnilainya konstan atau sama pada semua
responden baik pada awal, latihan maupun akhir.Dapat disimpulkan bahwa pada saat
dilakukan rehabilitasi jantung fase 1 level 1 sampai level3 hari ke 5 tidak ada perubahan
Chest Pain, Dispnea dan Gambaran EKG pada pasien SKA.Sedangkan perbedaan nilai heart
rate dan tekanan darah secara uji statistik menunjukkansignifikan, namun secara klinis
tidak bermakna. Sebagai saran rehabilitasi jantung fase 1merupakan tindakan yang aman
dan dapat dilakukan secara mandiri oleh perawat oleh karena itu harus diterapkan pada pasien
SKA.

Kata Kunci : Rehabilitasi Jantung Fase 1, Sindrom Koroner Akut

ABSTRACT

Cardiac rehabilitation is all actions taken to optimally improve physical, mental and social
functioning to restore functional capacity in patients with life-threatening acutecoronary
or post-invasive patients. Phase I cardiac rehabilitation is an immediate initiationto carry out
cardiac rehabilitation in the acute phase. This study aims to identify theapplication of
phase 1 cardiac rehabilitation in ACS patients. Research using quantitativedesign with
descriptive approach. The research sample consisted of 12 respondents usingpurposive
sampling technique. The results of phase 1 to level 1 to 3 day 5 cardiacrehabilitation
studies in patients with ACS obtained Chest Pain, Dyspnea and ECG imageswhose values
were constant or the same for all respondents both at the beginning, exerciseand end. It can
be concluded that during phase 1 level 1 heart rehabilitation to level 3 days 5there were no
changes in Chest Pain, Dyspnea and ECG in SKA patients. While the differencein heart rate
and blood pressure values statistically showed significant, but clinically not significant.
Suggestion phase 1 cardiac rehabilitation is a safe action and can be done
independently by nurses and therefore must be applied to ACS patients.

Keywords: Phase 1 Cardiac Rehabilitation, Acute Coronary Syndrome

PENDAHULUAN

Menurut World Health Organization (WHO) (2015) menyebutkan bahwa penyakit


kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama di dunia dan 3 dari 10 kematian
di dunia disebabkan oleh penyakit ini. Pada tahun 2012 sebanyak 17,5 juta orang
meninggal dan diperkirakan pada tahun 2030 lebih dari 23,3 juta orang meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler. Penyakit Jantung Koroner (PJK) saat ini merupakan
salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan Negara berkembang termasuk
Indonesia (Depkes,2014). Penyakit ini menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun.
Apalagi dengan adanya fasilitas diagnostik yang semakin tersebar merata.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu kelainan pembuluh darah koroner
yang disebabkan adanya sumbatan atau plak akibat adanya aterosklerosis. Morfologi
aterosklerosis terdiri atas lesi-lesi fokal pada arteri-arteri otot dan jaringan elastis
berukuran sedang dan besar seperti aorta, arteri poplitea dan femoralis, arteri karotis,
dan arteri pada ginjal. Penyakit aterosklerosis yang mempengaruhi arteri koronaria
merupakan penyebab terpenting dari morbiditas dan mortalitas (Lewis,Dirksen,
Heitkemper, Bucher, & Camera,2011). Penyakit Jantung Koroner dibagi atas angina
pektoris tidak stabil, infark miokardial tanpa adanya elevasi segmen ST/NSTEMI dan
infark miokardial dengan elevasi segmen ST/STEMI (Anderson et al.., 2010)

Penyakit jantung koroner ini menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen yang


diperlukan miokardium. Kebutuhan oksigen yang tidak terpenuhi menyebabkan iskemia
miokardium. Kemudian miokardium berkompensasi untuk melakukan metabolisme
anaerob yang menghasilkan asam laktat dan akan tertimbun hingga menurunkan pH sel.
Kondisi seperti ini jika terus terjadi akan mengurangi kemampuan kontraksi jantung dan
menyebabkan perubahan hemodinamik tubuh. Iskemia miokardium yang berlangsung
lebih dari 30 menit menyebabkan kerusakan sel yang irreversible dan nekrosis atau
kematian otot jantung. Bagian otot jantung yang nekrosis akan berhenti berkontraksi
secara permanen dan berakibat menurunnya fungsi ventrikel kiri. Penurunan fungsi
ventrikel kiri mengakibatkan penurunan curah jantung dengan berkurangnya stroke
volume. Akibat dari penurunan curah jantung adalah adanya ketidak-cukupan suplai
darah bagi tubuh yang membuat pasien perlu tirah baring cukup lama (Anderson &
McCarty, 2005).

Menurut World Health Organization (WHO) 1964 definisi rehabilitasi jantung mencakup
semua tindakan yang dilakukan untuk mencapai fisik yang optimal, mental dan
lingkungan sosial untuk pasien jantung serta mendorong pasien mendapatkan kembali
kapasitas fungsional maksimal dalam masyarakat. Jadi, rehabilitasi jantung harus
multifase dan komprehensif. Rehabilitasi harus dimulai pada gejala pertama penyakit
jantung, segera setelah fase yang mengancam jiwa pada kejadian coroner akut, atau dalam
periode awal setelah perawatan invasive.

Rehabilitasi bertujuan untuk mengatasi dampak buruk akibat PJK dan mencegah
kekambuhannya dapat diberikan mulai dari awal rawat inap sampai dengan
pemeliharaan lanjutan saat pulang dari rumah sakit. Program rehabilitasi jantung menurut
The National Hearth Foundation of Australia (2004) merupakan semua langkah yang
digunakan untuk membantu orang yang menderita penyakit jantung kembali aktif,
mencapai hidup yang otimal, dan mencegah terulangnya serangan penyakit jantung.
Rehabilitasi jantung adalah terapi yang terdiri atas latihan fisik, pendidikan kesehatan,
konseling pengurangan stress, dan membantu pasien mempercepat pemulihan kondisinya
METODE

Penelitian melibatkan 12 responden.Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan


pendekatan deskriptif. Kriteria inklusi adalah Pasien siondroma koroner akut (SKA)
meliputi STEMI, NSTEMI, UAP, kesadaran composmentis, pasien tidak menggunakan alat
bantu mekanik seperti ventilator, IABP, CRRT, tidak ada Chest pain (skala ≥4) dengan
penggunaan NTG≥50 mikrogram, serta lihat klinis pasien (sesak, nyeri dada meningkat),
tidak mengalami Decompensated heart failure (EF<30%), tekanan darah sistolik saat istirahat
<159 mmHg dan tekanan darah diastolik saat istirahat >110 mmHg, tidak mengalami severe
symptomatic valvular heart disease, tidak ada uncontrolled atrial or ventricular arrhythmias,
tidak ada uncontrolled tachycardia (>100x/menit), tidak ada Resting ST displacement (>2 mm),
tidak ada resting paroxysmalsupraventricular tachycardia, tidak ada 3 rd AV Block pada
pasien tanpa permanent pacemaker (PPM), tidak ada penyakit lain yang dapat memperburuk
kondisi pasien saat melakukan latihan (diabetes tidak terkontrol, gangguan infeksi atau non
infeksi paru,stroke, dan gangguan sendi).Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta yang melibatkan 12 responden. Penelitian
rehabilitasi fase I dimulai dari ruang CVCU dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh
peneliti dan responden diikuti sampai hari ke 5 perawatan. Ruangan yang terlibat dalam
penelitian adalah CVCU, Intermediate Medikal Ward (IWM), dan Gedung Perawatan 2
lantai 3 dan lantai 3. Selama penelitian tidak terdapat responden yang drop out. Instrumen
yang digunakan adalah lembar monitoring latihan rehabilitasi jantung fase 1 pasien SKA.

HASIL PENELITIAN

Hasil analisis didapatkan rata-rata usia pasien adalah 57,41 tahun (95% CI : 52,13-62,69),
dengan standar deviasi 8,30 tahun.Dari hasil estimasi interval dapatdisimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa rata-rata usia pasien antara 52,13 sampai 62,69 tahun.
Hasil distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pasien didapatkan sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 66,7%. Hasil analisis berdasarkan pendidikan sebagian besar
pasien berpendidikan SLTA sebesar 41,7%. Berdasarkan diagnosa medis pasien dengan
STEMI sebesar 50% dan NSTEMI 50%. Dari 12 pasien ini merupakan serangan jantung yang
pertama. Dan berdasarkan komorbid sebagian besar dengan hipertensi sebesar 41,7%

Tabel 1.4 Menunjukkan bahwa nilai p value heart rate level 1, level 2 dan tekanan darah sistolik
level 2, level 3 adalah < 0,05, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa paling tidak
terdapat dua pengukuran yang berbeda. Untuk mengetahui pengukuran heart rate level 1,
level 2 dan tekanan darah sistolik level 2, level 3 yang berbeda harus dilanjutkan dengan
melihat pairwise comparisons.

2
Tabel 1.5 Menunjukkan

perbandingan pengukuran Awal vs Latihan, Awal vs Akhir dan Latihan vs Akhir. Nilai p
value dari setiap perbandingan adalah < 0,05 kecuali untuk heart rate awal vs latihan yang
memiliki p value 0,135. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan didapatkan
pada semua pengukuran kecuali pada heart rate awal vs latihan.

Tabel 1.6 Menunjukkan

Perbandingan pengukuran Awal vs Latihan, Awal vs Akhir dan Latihan vs Akhir. Nilai p
value dari setiap perbandingan adalah < 0,05 kecuali untuk tekanan darah sistolik awal vs
akhir yang memiliki p value 0,114. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan
didapatkan pada semua pengukuran kecuali pada tekanan darah sistolik awal vs akhir.

Tabel 1.7 Menunjukkan

perbandingan pengukuran Awal vs Latihan, Awal vs Akhir dan Latihan vs Akhir pada
heart rate dan tekanan darah sistolik. Nilai p value dari setiap perbandingan adalah < 0,05 kecuali
untuk tekanan darah sistolik awal vs latihan yang memiliki p value 0,065. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa perbedaan didapatkan pada semua pengukuran kecuali pada
tekanan darah sistolik awal vs latihan

PEMBAHASAN

3
Rehabilitasi jantung merupakan semua tindakan yang dilakukan untukmeningkatkan fungsi
fisik, mental, dan lingkungan sosial secara optimal untuk mengembalikan kapasitas
fungsional pada pasien dengan acute coronary yang mengancam jiwa atau pasien pasca
tindakan invasif. Rehabilitasi jantung komprehensif terdiri fase 1, 2, dan 3. Rehabilitasi
jantung fase I (early in-hospital rehabilitation) merupakan inisiasi segera untuk melakukan
rehabilitasi jantung pada fase akut (periode yang mengancam jiwa dari penyakit jantung)
yang bertujuan untuk pencegahan gejala sisa dari imobilisasi, perbaikan kapasitas latihan,
serta evaluasi dari kondisi psikologis pasien, pengurangan kecemasan, dan mental support
(Piotrowicz & Wolszakiewicz, 2008).

Berdasarkan hasil pengkajian awal yang didapatkan dari pasien dengan metode wawancara,
beberapa pasien mengatakan bahwa latihan gerak sangat penting untuk mengembalikan
fungsi jantung sepertisebelum sakit.

Responden yang didapat dalam penelitian sebanyak 12 pasien SKA dengan diagnosa medis
STEMI 6 responden (50%) dan NSTEMI 6 responden (50%) yang dilakukan intervensi
maupun tidak. Hasil analisis karakteristik responden pasien didapatkan sebagian besar jenis
kelmain responden pasien adalah laki-laki sebesar66,7%. Tingkat pendidikan pasien
sebagian besar adalah SLTA sebesar 41,7%. Komorbiditas yang dimiliki pasien sebagian
besar adalah Hipertensi sebesar 41,7%. Semua pasien (12 repsonden) mengatakan bahwa
serangan jantung yang dialami adalah onset pertama.

Pemilihan kriteria responden meliputi 1) pasien siondroma koroner akut (SKA) meliputi
STEMI, NSTEMI, UAP; 2) kesadaran composmentis; 3) pasien tidakmenggunakan alat
bantu mekanik seperti ventilator, IABP, CRRT; 4) tidak ada Chest pain (skala ≥4) dengan
penggunaan NTG≥50 mikrogram, serta lihat klinis pasien (sesak, nyeri dada meningkat); 5)
tidak mengalami Decompensated heart failure (EF<30%); 6) tekanan darah sistolik saat
istirahat <159 mmHg dan tekanan darah diastolik saat istirahat >110 mmHg; 7) tidak
mengalami severe symptomatic valvular heart disease; 8) tidak ada uncontrolled atrial or
ventricular arrhythmias: 9) tidak ada uncontrolled tachycardia (>100x/menit); 10) Tidak ada
Resting ST displacement (>2 mm); 11) tidak ada resting paroxysmal supraventricular
tachycardia; 12) tidak ada 3 rd AV Block pada pasien tanpa permanent pacemaker (PPM);

4
13) tidak ada penyakit lain yang dapat memperburuk kondisi pasien saat melakukan latihan
(diabetes tidak terkontrol, gangguan infeksi atau non infeksi paru, stroke, dan gangguan sendi).

Pada penerapan rehabilitasi jantung fase 1 terdiri dari level 1 (hari ke-1), level 2 (hari ke-2),
level 3 (hari ke-3 sampai ke-5). Dalam proses latihan, peneliti melakukan dokumentasi di
lembar flow sheet yang meliputi: chest pain, dipsnea, gambaran EKG, heart rate, dan tekanan
darah sebelum, saat, dan sesudah latihan. Dari hasil uji Repeated Measure ANOVA,
rehabilitasi jantung fase 1 level 1 sampai level 3 pada pasien SKA didapatkan data chest
pain, dispnea dan gambaran EKG yang nilainya konstan atau sama pada semua responden
baik pada awal, latihan maupun akhir sehingga tidak dapat dilakukan analisis. Dapat
disimpulkan bahwa pada saat dilakukan rehabilitasi jantung fase 1 level 1 sampai level 3
tidak ada perubahan chest pain, dispnea dan gambaran EKG pada

pasien SKA.

Hasil uji Repeated Measure ANOVA berdasarkan heart rate, tekanan darah sistolik, dan
tekanan darah diastolik menunjukkan nilai p value heart rate level 1, level 2 dan tekanan
darah sistolik level 2, level 3 adalah < 0,05, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa
paling tidak terdapat dua pengukuran yang berbeda. Hasil analisis lebih lanjut dengan
menggunakan Uji Pairwise Comparisons, didapatkan nilai heart rate pada level 1 terdapat
perbedaan pada pengukuran awal vs akhir dan latihan vs akhir, sedangkan pada level 3
terdapat perbedaan pada semua pengukuran. Nilai tekanan darah sistolik pada level 2
menunjukkan perbedaan pengukuran pada awal vs latihan dan latihan vs akhir, sedangkan
pada level 3 terdapat perbedaan pengukuran pada awal vs akhir dan latihan vs akhir.

Latihan gerak yang diterapkan pada rehabilitasi jantung fase I merupakan salah satu bentuk
aktivitas aerob. Latihan aktivitas secara bertahap mampu memperbaiki fungsi endotel,
peningkatan kapasitas aerobik maksimal, dan meningkatkan aktivitas antioksidan.
Perubahan fisiologis yang berubah akibat latihan aktivitas adalah memperbaiki disfungsi
diatolik, kontraktilitas, menurunkan tekanan darah istirahat, frekuensi nadi, meningkatakn
massa otot dan kognitif (Kachur et al., 2017).

Latihan aktivitas mampu menurunkan tekanan darah dan frekuensi nadi melalui proses
modulasi angiotensinogen II akibatnya terjadi penurunan fungsi vasokonstriksi sistemik dan

5
penurunan produksi aldosteron. Efek penurunan aldosteron ini dapat menurunkan aktivitas
simpatis sehingga aktivitas parasimpatis akan meningkat. Mekanisme lain berupa aksitivasi
plasma adremodullin dan atrio/brain-natriureticpeptidase sehingga menekan noradrenalin dan
endotelin-1. Latihan aktivitas juga mampu melindungi terhadap stres oksidatif yang
mengarah rendahnya oksidatif nitrat yang memiliki efek anti hipertensi (Kachur et al., 2017).

Perbedaan nilai heart rate dan tekanan darah sistolik secara uji statistik menunjukkan
signifikan, namun secara klinis tidak bermakna. Artinya, perbedaan nilai tersebut tidak kurang
ataupun lebih dari 20% nilai awal (baseline value). Berdasarkan hasil observasi selama proses
latihan, pasien tidak menunjukkan gejala perburukan seperti munculnya chest pain yang tidak
terkontrol, dipsnea, dan aritmia yang mengancam jiwa.

KESIMPULAN

Hasil analisis karakteristik 28 responden perawat yaitu rerata usia perawat adalah 35,68
tahun dengan standar deviasi 5,48 tahun. Perawat sebagian besar berjenis kelamin perempuan
sebesar 82,1%. Tingkat pendidikan sebagian besar adalah Ners sebesar 60,7%. Rerata lama
kerja perawat di ruangan yang terkait adalah 10,21 tahun dengan standar deviasi 5,98
tahun. Level kompetensi sebagian besar adalah Advance Beginner sebesar 71,4%. Sedangkan
karakter responden pasien yaitu sebanyak 12 pasien SKA dengan diagnosa medis STEMI 6
responden (50%) dan NSTEMI 6 responden (50%) yang dilakukan intervensi maupun tidak.
Sebagian besar jenis kelamin responden pasien adalah laki-laki sebesar 66,7%. Tingkat
pendidikan pasien sebagian besar adalah SLTA sebesar 41,7%. Komorbiditas yang dimiliki
pasien sebagian besar adalah Hipertensi sebesar 41,7%. Semua pasien (12 responden)
mengatakan bahwa serangan jantung yang dialami adalahonset pertama.

Hasil penelitian rehabilitasi jantung fase 1 level 1 sampai level 3 hari ke 5 pada pasien
Sindrom Koroner Akut (SKA) didapatkan data Chest Pain, Dispnea dan Gambaran EKG
yang nilainya konstan atau sama pada semua responden baik pada awal, latihan maupun
akhir. Dapat disimpulkan bahwa pada saat dilakukan rehabilitasi jantung fase 1 level 1
sampai level 3 hari ke 3 tidak ada perubahan Chest Pain, Dispnea dan Gambaran EKG pada
pasien SKA. Sedangkan perbedaan nilai heart rate dan tekanan darah secara uji statistik
menunjukkan signifikan, namun secara klinis tidak bermakna. Artinya, perbedaan nilai
tersebut tidak kurang ataupun lebih dari 20% nilai awal (baseline value). Berdasarkan hasil

6
observasi selama proses latihan, pasien tidak menunjukkan gejala perburukan seperti munculnya
chest pain yang tidak terkontrol, dipsnea, dan aritmia yang mengancam jiwa.

Anda mungkin juga menyukai