Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK 3

Patofisiologi Kelainan Pada Sistem Endokrin dan Asuhan Keperawatan Pada Anak :

Juvenile Diabetes dan Dampaknya Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia

(Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Keperawatan Anak II)

Dosen Pengampu : Ns. Witri Hastuti, M.Kep

Disusun Oleh :

Agnes Heru Setyowati 2207004


Agustina Dwisepti Linasari 2207005
Arbai Mustofa Royyan 2207006
Awal Astrianto Mei 2207007
Fitriana Noor Sabrina 2207008
Herlina Firda Arifia 2207009

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS KARYA HUSADA
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes adalah gangguan metabolism yang disebabkan bisa dari berbagai macam
etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin atau
gangguan kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus tipe I adalah kelainan sistemik
akibat terjadinya gangguan metabolism glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik,
keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel beta pancreas baik oleh proses autoimun
maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang, bahkan berhenti.
Angka penderita diabetes di Asia Tenggara adalah : Singapura 10,4% tahun 1992,
Thailand 11,9% tahun 1995, Malaysia > 8% tahun 1997, dan Indonesia 5,6% tahun 1992.
pada tahun 1995 Indonesia berada di urutan nomor tujuh sebagai negara dengan jumlah
diabtes terbanyak di dunia, diperkirakan tahun 2025 akan naik menduduki urutan nomor
lima terbanyak. Pada saat ini dilaporkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta dan
Surabaya sudah hampir 10% penduduknya mengidap diabetes. Pada periode ini, gejala
klinis diabetes mellitus mulai muncul. Pada periode ini sudah terjadi sekitar 90%
kerusakan pada sel beta pancreas.
Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan meningkat.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dL akan menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan
ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit melalui urin (polyuria,
dehidrasi, polidipsi). Karena kadar gula darah tidak dapat di uptake kedalam sel, penderita
akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula dara di uptake kedalam sel.

B. Rumusan Masalah
1. Apa anatomi fisiologi dari Juvenile Diabetes ?
2. Apa yang dimaksud dari Juvenile Diabetes ?
3. Bagaimana epidemiologi dari Juvenile Diabetes ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Juvenile Diabetes ?
5. Bagaimana klasifikasi dan tanda gejala dari Juvenile Diabetes ?
6. Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari Juvenile Diabetes ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dan apasaja komplikasi dari Juvenile Diabetes ?
8. Dampak terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam konteks keluarga pada
Juvenile Diabetes ?
9. Konsep asuhan keperawatan dari Juvenile Diabetes ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami keperawatan tentang patofisiologi kelainan pada sistem endokrin
dan Juvenile Diabetes dan dapaknya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari Juvenile Diabetes
b. Untuk mengetahui Juvenile Diabetes
c. Untuk mengetahui epidemiologi dari Juvenile Diabetes
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Juvenile Diabetes
e. Untuk mengetahui klasifikasi dan tanda gejala dari Juvenile Diabetes
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Juvenile Diabetes
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan komplikasi dari Juvenile Diabetes
h. Untuk mengetahui terhadap kebutuhan dasar manusia dalam konteks keluarga pada
Juvenile Diabetes
i. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan Juvenile Diabetes
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi
1. Kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin atau kelenjar buntu adalah kelenjar yang mengirimkan hasil
sekresinya langsung ke dalam darah yang beredar dalam jaringan. Kelenjar tanpa
melewati duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormon. Beberapa dari
organ endokrin ada yang menghasilkan satu macam hormon (homon tunggal). Di
samping itu juga ada yang menghasilkan lebih dari satu macam hormon atau hormon
ganda, misalnya kelenjar hipofise sebagai pengantar kelenjar yang lain.
2. Kelenjar hipofise
Suatu kelenjar yang terletak di dasar tengkorak yang memegang peranan penting dalam
sekresi hormone dari semua organ-organ endokrin. Dapat dikatakan sebagai kelenjar
pemimpin, sebab hormon-hormon yang dihasilkan dapat mempengaruhi pekerjaan
kelenjar lainnya.
3. Kelenjar tiroid
Merupakan kelenjar yang terdapat di dalam leher bagian depan bawah, melekat pada
dinding laring. Terdiri dari dua buah lobus yang terletak di sebelah kanan trakea, diikat
bersama oleh jaringan tirioid dan yang melintasi trakea di sebelah depan. Atas
pengaruh hormon yang dihasilkan oleh hormon hipofise lobus anterior, kelenjar tiroid
ini dapat memproduksi hormon tiroksin (berfungsi mengatur pertukaran zat atau
metabolisme dalam tubuh dan mengatur pertumbuhan jasmani dan rohani). Struktur
kelenjar tiroid terdiri atas sejumlah besar vesikel-vesikel yang dibatasi oleh epithelium
silinder, disatukan oleh jaringan ikat. Sel-selnya mengeluarkan sera, cairan yang
bersifat lekat yaitu koloid tiroid yang mengandung zat senyawa yodium dan dinaakan
hormon tiroksi.
4. Kelenjar paratiroid
Yaitu kelenjar yang terletak disetiap sisi kelenjar tiroid yang terdapat di dalam leher,
kelenjar ini berjumlah empat buah yang tersusun berpasangan yang menghasilkan
hormon paratiroksin (mengatur kadar kalsium dan fosfor di dalam tubuh).
5. Kelenjar timus
Yaitu kelenjar yang hanya dijumpai pada anak-anak di bawah umur 18 tahun. Kelenjar
ini terletak di dalam mediastinum di belakang os sternum, dan di dalam toraks kira-
kira setinggi bifurkasi trakea, warna kemerah-merahan dan terdiri dari 2 lobus.
6. Kelenjar suprarenalis atau adrenal
Terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan kanan, ukurannya berbeda-beda beratnya
rata-rata 5-9 gram.
7. Kelenjar pienalis
Yaitu kelenjar yang terdapat di dalam otak (ventrikel) berbentuk kecil merah seperti
sebuah cemara. Kelenjar ini menghasilkan sekresi interna dalam membantu pancreas
dan kelenjar kelamin.
8. Kelenjar pankreatika
Yaitu kelenjar yang terdapat pada belakang lambung di depan vertebra lumbalis I dan
II yang terdiri dari sel-sel alfa dan beta. Sel alfa menghasilkan hormon gtukagon
sedangkan sel-sel beta menghasilkan hormon insulin.
9. Kelenjar kelamin
Kelenjar testis terdapat pada pria, terletak pada skrotum dan menghasilkan hormon
testoteron. Kelenjar ovarika terdapat pada wanita, terletak pada ovarium di samping
kiri dan kanan uterus. Kelenjar ini menghasilkan hormon progesterone dan esterogen.

B. Definisi Diabetes
Diabetes merupakan gangguan metabolism yang dapat disebabkan berbagai
macam etiologi, disertai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi
insulin atau gangguan kerja insulin atau keduanya. Diabetes mellitus tipe I adalah kelainan
sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh
hiperglikemia kronik, keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel beta pancreas baik oleh
proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan berhenti.
Diabetes mellitus ialah penyakit metabolik yang bersifar kronik. Oleh karena itu,
onset diabetes mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting dalam
kehidupan penderita. Diabetes mellitus juga bisa disebut keadaan hiperglikemia kronik,
yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya adalah gangguan sekresi hormon
insulin, gangguan aksi atau kerja dari hormon insulin atau gangguan kedanya (Weinzimer
Sa, Magge S, 2005).

C. Epidemologi
Angka penderita diabetes yang didapatkan di Asia Tenggara adalah : Singapura
10,4 persen (1992), Thailand 11,9 persen (1995), Malaysia 8 persen lebih (1997), dan
Indonesia (5,6 persen (1992). Kalau pada 1995 Indonesia berada di nomor tujuh sebagai
negara dengan jumlah diabetes terbanyak di dunia, diperkirakan tahun 2025 akan naik ke
nomor lima terbanyak. Pada saat ini, dilaporkan bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta
dan Surabaya, sudah hampir 10 persen penduduknya mengidap diabetes. Berdasarkan data
rumah sakit terdapat 2 puncak insidens DM tipe-1 pada anak yaitu pada usia 5-6 tahun dan
11 tahun. Patut dicatat bahwa lebih dari 50% penderita baru DM tipe-1 berusia lebih dari
> 20 tahun.
Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan dalam terjadinya DM tipe-1.
Walaupun hamper 80% penderita DM tipe-1 baru tidak mempunyai riwayat keluarga
dengan penyakit serupa, namun factor genetic diakui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-1. Faktor genetik dikaitkan dengan pola HLA tertentu, tetapi sistem HLA bukan
merupakan satu-satunya ataupun factor dominan pada pathogenesis DM tipe-1. System
HLA berperan sebagai suatu sespectibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu
faktor pemicu yang berasal dari lingkunagan (infeksi virus,toksin) untuk menimbulkan
gejala klinis DM tipe-1 pada seseorang yang rentan.

D. Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu :
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada proses
destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan terjadinya
proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai dengan mulai
berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi. Kadar C-peptide mulai menurun, pada
periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan pemeriksaan
laboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah terjadi sekitar
90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi insulin sangat kurang, maka kadar gula
darah akan tinggi/meningkat. Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan
menyebabkan diuresis osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran
cairan dan elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah
tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi berat
badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan insulin dari luar
agar gula darah di- uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini sisa-
sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi insulin dari dalam tubuh
sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari
0,5 U/kg berat badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam
hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode
ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita
akan membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya. (Brink SJ, dkk.
2010)

E. Klasifikasi dan Tanda Gejala


1. Klasifikasi
Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut : Pada DM tipe I, dikenal
2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.
a. Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
b. Tipe IB, berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok
penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti
Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis.
Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar
30 - 50 tahun.
2. Tanda dan Gejala
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :
a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh
berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan
protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus.
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa, sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
f. Ketoasidosis.
Anak dengan DM tipe-I cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang
disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi
dengan baik.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5. Elektrolit :
a. Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b. Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan
menurun.
c. Fosfor : lebih sering menurun
d. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM)
dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan kontrol tidak
adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis, ISK baru).
e. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
f. HCO3 (asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan
fungsi ginjal)
i. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
j. Insulin darah : mungkin menurun atau bahka sampai tidak ada (pada tipe 1) atau
normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin atau
gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody).
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
l. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernafasan dan infeksi pada luka

G. Penatalaksanaan dan Komplikasi


1. Penatalaksaaan
a. Medis
1) Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe
I. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin,
regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang
diperlukan.
2) Dosis insulin : dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur
disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun
penderitanya.
3) Regimen : kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta
regimen intensif. Regimen konvensional atau mix- split regimen dapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal maupun
dosis bolus.
4) Cara menyuntik : terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas,
lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.
5) Penyesuaian dosis : Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa
hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas
terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi
stress maupun saat sakit.
b. Diet
Secara umum diet pada anak DM tipe 1 tetap mengacu pada upaya untuk
mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian diet terdiri dari 50-
55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak.Pada anak DM tipe I asupan
kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait dengan dosis insulin yang
diberikan selain monitoring pertumbuhannya. Kebutuhan kalori perhari
sebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan
persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam,
diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen
basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin : karbohidrat untuk menentukan
dosis pemberian insulin.
c. Keperawatan
1) Aktivitas fisik
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badan
apabila menjadi obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan
membantu menurunkan kadar gula darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh
terhadap insulin. Namun perlu diketahui pula bahwa olahraga dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis). Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula
darah yang diperbolehkan untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta
monitoring gula darah yang aman.
2) Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun
orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa
yang boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin (regimen, dosis, cara
menyuntik, lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula
darah dan juga target gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.
3) Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik
atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup
pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari
setiap 3 bulan.

2. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada DM tipe I maupun II, dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
komplikasi akut dan komplikasi menahun.
a. Komplikasi metabolik akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe I)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan
glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga
hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal.
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia
jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi
akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi
insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori
tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya
ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat
dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing atau sakit kepala yang
disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam
otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang
tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.

b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe I biasanya terjadi memasuki


tahun ke 5)
1) Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik),
otot- otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma
(pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan,
neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya
fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan
uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol
(glukosa, sorbitol, fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol
dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi
penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang
menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer,
syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.
2) Makroangiopaty
Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa :
a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular
b) Hiperlipoproteinemia
c) Kelainan pembekun darah
Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan
vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan
insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren
pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka
dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.

H. Dampak Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks


Keluarga) Pada Juvenile Diabetes
Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki. Lima tingkat kebutuhan
dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut: kebutuhan fisiologis, kebutuhan
keselamatan dan keamanan, kebutuhan cinta dan memiliki, kebutuhan rasa berharga dan
harga diri dan aktualisasi diri (Potter & Perry, 2005).
Menurut Maslow kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia. Kebutuhan fisiologis terbagi menjadikebutuhan akan nutrisi, cairan, eliminasi,
temperatur, istirahat dan seks (Potter & Perry, 2005). Kebutuhan fisiologis inilah
merupakan kebutuhan utama yang dibutuhkan oleh penderita DM. Pada saat kadar glukosa
darah meningkat, akan timbul gejala-gejala khas pada penderita DM yaitu poliuri, podipsi,
dan polipaghi dan muncul gejala- gejala lain seperti adanya mual muntah, penurunan berat
badan, impotensi, kelelahan serta kelemahan. Dari gejala khas yang terjadi jika kebutuhan
dasar ini tidak terpenuhi, maka tubuh akan menjadi rentan terhadap penyakit, terasa lemah,
tidak fit, sehingga proses untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya dapat terhambat
(Misnadiarly, 2006; Guyton & Hall, 2008). Ketika kebutuhan fisiologis seseorang telah
terpenuhi secara layak, kebutuhan akan rasa aman mulai muncul. Kebutuhan akan rasa
aman dan keselamatandibagi menjadi keselamatan fisik dan keselamatan psikologis.
Keselamatan fisik meliputi keselamatan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup (Hidayat,
2012).
Ancaman yang mungkin timbul pada penderita DM adalah berupa penyakit yang
diderita. Pada penderita DM jangka panjang, komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler inilah yang menjadi ancaman bagi penderita DM, karena hal ini akan
menyebabkan organ-organ tubuh terganggu seperti ginjal, jantung dan retina. Organ-organ
tubuh yang terganggu akan menjadi ancaman bagi penderita DM karena akan
meningkatkanresiko injuri dan rasa tidak aman pada penderita DM( Hidayat, 2012 ;
Novita, 2012). Keselamatan psikologis yaitu keselamatan atas ancaman dari pengalaman
baru dan asing (Hidayat, 2012). Bagi penderita DM yang baru dan belum mempunyai
pengalaman akan penyakitnya, tentu akan menimbulkan kekhawatiran, kecemasan dan
ketakutan bagi penderita.
Bertambah parahnya penyakit yang terus mengancam menjadikeharusan bagi
penderita DM untuk mendapatkan rasa aman berkaitan dengan perkembangan penyakit
DM misalnya dengan melakukan terapi insulin dan kontrol gula darah jika mengalami
kenaikan gula darah atau tidak normal (Hidayat, 2012 ; Novita, 2012). Ketika seseorang
merasa bahwa kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan dan keamanan
terpenuhi, maka akan mulai timbul kebutuhan akan rasa cinta, kasih sayang dan rasa
memiliki. Penderita DM membutuhkan cinta sebagai bentuk kekuatan yang bersumber dari
keluarga, pasangan, sahabat dan lingkungan tempat tinggalnya. Dukungan dan perhatian
menjadi kunci kebutuhan cinta bagi penderita DM (Novita, 2012).
Tidak hanya individu normal saja yang membutuhakan cinta, penderita DM pun
membutuhkan cinta sebagai bentuk kekuatan untuk membangun kekokohan dirinya
(Nabyl, 2012). Sebagai contoh pasien DM dapat akan megalami ketidakberdayaan dalam
menghadapi penyakitnya seperti timbulnya rasa lelah, sedih, kesepian, putus asa dan tidak
berguna sehingga sangat diperlukan dukungan dari keluarga atau pasangan yang akan
meningkatkan semangat penderita DM untuk terus mempertahankan agar kondisi gula
darah tetap terkontrol dan stabil. Kebutuhan keempat dari piramida Maslow adalah
kebutuhan harga diri, yang berarti kebutuhan yang terkait dengan perasaan ingin dihargai
orang lain (Potter & Perry, 2005 ; Novita, 2012).
Pada penderita DM keadaan harga diri rendah dapat muncul jika timbul komplikasi
dari penyakit DM yang diderita seperti adanya luka gangren. Keadaan seperti ini
diharapkan tidak merubah fungsi kedudukan seseorang individu dalam hal harga diri,
terutama bagi seorang lelaki yaitu sebagai seorang pemimpin dan dalam berinteraksi
dengan masyarakat. Diperlukan minimal penghargaan diri dari keluarga sehingga
meningkatkan rasa percaya diri dari penderita DM (Novita, 2012). Sama halnya seperti
kebutuhan harga diri, dibutuhkan support dari orang-orang terdekat terhadap kelangsungan
aktualisasi diri. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan tertinggi dalam hirearki
Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta
mencapai potensi diri sepenuhnya.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
DIABETES MELLITUS TIPE I ATAU JUVENILE DIABETES

A. Pengkajian
1. Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa
medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat
keadaan penyakit infeksi.
2. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh, sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit, penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi
insulin misal hipertensi, jantung.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
7. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi
rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan
pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan
sesudah masuk RS.
2) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah
disertai rasa nyeri, warna dan bau.
3) Pola Tidur dan Istirahat
Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan
hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada
kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur
dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami
perubahan.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan
fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas
sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut
dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

8. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda-tanda vital.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
5) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi / bradikardi,
hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegali.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
8) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

9. Pemeriksaan penunjang
1) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5) Elektrolit :
a) Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
b) Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun.
c) Fosfor : lebih sering menurun
d) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
e) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
f) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/penurunan
fungsi ginjal)
g) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
h) Insulin darah : mungkin menurun atau bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin / gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody (autoantibody).
i) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
j) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
k) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

B. Analisa Data
Diagnosa Data Fokus Etiologi
Gangguan DS : Ketidakseimbangan ventilasi-
Pertukaran Gas a. Dyspnea perfusi
(D.0003) b. Pusing
c. Penglihatan kabur
DO :
a. PCO2 meningkat/menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. pH arteri meningkat/menurun
e. Bunyi napas tambahan
f. Sianosis
g. Diaforesis
h. Gelisah
i. Napas cuping hidung
j. Pola napas abnormal
(cepat/lambat, regular/ireguler,
dalam/dangkal)
k. Warna kulit abnormal (mis. pucat,
kebiruan)
l. Kesadaran menurun
Deifisit Nutrisi DS : Peningkatan kebutuhan
(D.0019) a. Cepat kenyang setelah makan metabolisme
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun
DO :
a. BB menurun minimal 10% di
bawah rentang ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Otot pengunyah lemah
d. Otot menelan lemah
e. Membran mukosa pucat
f. Sariawan
g. Serum albumin turun
h. Rambut rontok berlebihan
i. Diare
Intoleransi Aktivitas DS : Ketidakseimbangan antara
(D.0056) a. Mengeluh lelah suplai dan kebutuhan oksigen
b. Dyspnea saat/setelah aktivitas
c. Merasa tidak nyaman setelah
beraktivitas
d. Merasa lemah
DO :
a. Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat
b. Tekanan darah berubah >20%
dari kondisi istirahat
c. Gambaran EKG
menunjukkan aritmia
saat/setelah aktivitas
d. Gambaean EKG
menunjukkan aritmia
e. Sianosis
C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003) b/d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Deifisit Nutrisi (D.0019) b/d peningkatan kebutuhan metabolisme
3. Intoleransi Aktivitas (D.0056) b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
D. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Setelah dilakukan tindakan selama 3 x PEMANTAUAN
Pertukaran Gas 24 jam diharapkan pertukaran gas RESPIRASI (I.01014)
(D.0003) b/d (L.01003) meningkat dengan kriteria Observasi
ketidakseimbangan hasil : a. Monitor frekuensi, irama,
ventilasi-perfusi a. Tingkat kesadaran meningkat kedalaman dan upaya
b. Dispnea menurun napas
c. Bunyi napas tabahan menurun b. Monitor pola napas
d. Pusing menurun (seperti bradypnea,
e. Penglihatan kabur menurun takipnea, hiperventilasi,
f. Diaforesis menurun kussmaul, Cheyne-stokes,
g. Gelisah menurun biot, ataksik)
h. Nafas cuping hidung menurun c. Monitor kemampuan
i. PCO2 membaik batuk efektif
j. PO2 membaik d. Monitor adanya produksi
k. Takikardi membaik sputum
l. pH arteri membaik e. Monitor adanya sumbatan
m. Sianosis membaik jalan napas
n. Pola napas membaik f. Palpasi kesimetrisan
o. Warna kulit membaik ekspansi paru
g. Auskultasi bunyi napas
h. Monitor saturasi oksigen
i. Monitor nilai analisa gas
darah
j. Monitor hasil x-ray
thoraks

Terapeutik
a. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
b. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
b. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Deifisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN NUTRISI
(D.0019) b/d (I.03119)
peningkatan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
kebutuhan a. Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi (L.03030)
metabolism b. Identifikasi alergi dan
membaik, dengan kriteria hasil : intoleransi makanan
c. Identifikasi makanan
a. Porsi makanan yang dihabiskan
yang disukai
meningkat d. Identifikasi kebutuhan
kalori dan jenis nutrien
b. Kekuatan otot pengunyah
e. Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang
nasogastrik
c. Kekuatan otot menelan meningkat
f. Monitor asupan makanan
d. Pengetahuan tentang pilihan g. Monitor berat badan
h. Monitor hasil
makanan yang sehat meningkat
pemeriksaan
e. Pengetahuan tentang pemilihan laboratorium
minuman yang sehat meningkat
Terapeutik
f. Berat badan membaik a. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
g. Indeks Massa Tubuh membaik
perlu
h. Nafsu makan membaik b. Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis:
piramida makanan)
c. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
d. Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
e. Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
f. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
g. Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogastik jika asupan
oral dapat ditoleransi

Edukasi
a. Ajarkan posisi duduk,
jika mampu
b. Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis: Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
b. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ENERGI (I.
(D.0056) b/d keperawatan selama 3 x 24 jam 05178)
ketidakseimbangan diharapkan toleransi aktivitas Observasi
antara suplai dan (L.05047) pasien meningkat, dengan a. Identifkasi gangguan
kebutuhan oksigen kriteria hasil : fungsi tubuh yang
a. Frekuensi nadi meningkat mengakibatkan kelelahan
b. Saturasi oksigen meningkat b. Monitor kelelahan fisik
c. Kemudahan dalam melakukan dan emosional
aktivitas sehari-hari meningkat c. Monitor pola dan jam
d. Kecepatan berjalan meningkat tidur
e. Jarak berjalan meningkat d. Monitor lokasi dan
f. Kekuatan tubuh bagian atas ketidaknyamanan selama
meningkat melakukan aktivitas
g. Kekuatan tubuh bagian bawah
meningkat Terapeutik
h. Toleransi dalam menaiki tangga a. Sediakan lingkungan
meningkat nyaman dan rendah
i. Keluhan lelah menurun stimulus (mis. cahaya,
j. Dispnea saat aktivitas menurun suara, kunjungan)
k. Dispnea setelah aktivitas b. Lakukan rentang gerak
menurun pasif dan/atau aktif
l. Perasaan lemah dari skala 1 c. Berikan aktivitas
menurun distraksi yang
m. Aritmia saat aktivitas menurun menyenangkan
n. Aritmia setelah aktivitas menurun d. Fasilitas duduk di sisi
o. Sianosis menurun tempat tidur, jika tidak
p. Warna kulit membaik dapat berpindah atau
q. Tekanan darah membaik berjalan
r. Frekuensi napas membaik
s. EKG iskemia membaik Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan keperawatan kedalam
intervensi keperawatan yang membantu klien untuk mencapai tujuan yang ditetapkan,
kemampuan kemunikasi efektif, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan dan
kemampuan advokasi.
F. Evaluasi Keperawatan
1. Evaluasi formatif
Evaluasi ini disebut juga evaluasi jalan dimana evaluasi sampai dengan tujuan tercapai
selama melakukan asuhan keperawataan selama 3 x 24 jam pasien diharapkan : agar
pasien dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri, agar pasien dapat aktif dalam
keterbatasan, pasien bisa mengontrol pola sesuai dengan diet yang diberikan.
2. Evaluasi somatif
Evaluasi akhir dengan metode menggunakan SOAP
S : Data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O : Data yang diamati atau diobservasi oleh perawat dan tenaga medis lainnya
A : Tujuan ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P : Rencana yang akan dilanjutkan, bila tujuan tersebut tidak tercapai
DAFTAR PUSTAKA

1. Bulecheck,Gloria M.,Butcher Howard K.,Dotcherman,J.McCloskey.2012.Nursing


Interventions Classification(NIC).15edition.Iowa:Mosby Elsavier

2. Carpenito, Lynda Juall. 1992. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi
6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

3. Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

4. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

5. Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir
Diabetes Mellitus.

6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

7. Suddarth, & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC

8. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

9. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
10. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

11. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai