Makalah Laporan Kasus Resiko Perilaku Kekerasan
Makalah Laporan Kasus Resiko Perilaku Kekerasan
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai
rentang dimana agresiv verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang
lain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal
ini kan mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan keadaan emosi secara mendalam
tersebut terkadang perillaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping
yang kurang bagus (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan
dengan melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan.
Respon tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan
kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari
kerugian yang di timbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu
di lakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga professional (Keliat, Model praktik
keperawatan profesional jiwa, 2012).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai orang lain atau secara fisik maupun psikologis ( Berkowitz dalam
Hernawati 1993. Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan
jiwa dapat mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 %, saat ini
gangguan jiwa menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % (Dayly
lost (1998) dalam Rasmun,2001).
WHO menyatakan satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental atau
jiwa.Who memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat Depkes) mengatakan angka itu menunjukan jumlah penderita gangguan
kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk
indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa cemas, setress, depresi, penyalahgunaan
obat, kenakalan remaja, sampai skizofrenia (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal
dan fisik ( Ketner et al., 1995 dalam Keliat, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas,
2012).
Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien
dengan perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga
profesional. Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa
adalah aib dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman.Pada umumnya
pasien gangguan jiwa di bawa keluarga ke rumah sakit jiwa atau unit pelayanan
kesehatan jiwa lainnya karena keluarga tidak mampu merawat dan terganggu perilaku
pasien. Masalah tindakan kekerasan perilaku agresi merupakan kejadian kompleks yang
bukan hanya mencakup aspaek perilaku (behavior) tapi merupakan suatu problema
kesehatan jiwa yang dapat dialami oleh siapapun. Fenomena social yang terjadi
beberapa tahun belakangan ini seperti krisis berkepanjangan, adakan penduduk yang
tidak merata karena sulitnya mencari kehidupan layak sehingga penduduk melakukan
migrasi (urbanisasi) ke wilayah yang lebih menjanjikan pendapatan layak secara
ekonomi seperti di negara Indonesia banyak terjadi PHK, antara lapangan pekerjaan
yang sedikit . Berdasarkan latar belakang di atas mengenai gangguan kesehatan jiwa
yang salah satunya merupakan perilaku kekerasan maka penulis tertarik untuk menulis
makalah dengan judul asuhan keperawatan dengan perilaku kekerasan, guna membantu
klien dan keluarga dalam menangani masalah kesehatan yang di hadapi melalui
penerapan asuhan keperawatan jiwa.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Definisi prilaku kekerasan Menurut Kusumawati dan hartono (2010), prilaku
kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain, disertai dengan
amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Herman, 2011: 131). Menurut Stuart dan
Laraia (2005), prilaku kekerasan adalah hasil dari marah yang ekstrim (kemarahan) atau
ketakutan (panic) sebagai respon terhadap perasaan terancam, baik berupa ancaman
secara fisik atau konsep diri. Perasaan terancam ini dapat berasal dari stressor eksternal
(penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal
perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan
penyakit fisik (Kemenkes RI, 2012: 176).
Prilaku kekerasan merupakan: 1) respon emosi yang timbul sebagai reaksi
terhadap kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman (diejek/dihina), 2)
ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa keinginan
tidak tercapai, tidak puas), 3) prilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal diarahkan
pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kemenkes RI, 2012: 176). Prilaku
kekerasan adalah suatu bentuk prilaku yang bertujuan untuk melukai secara fisik
maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka prilaku kekerasan dapat dilakukan
secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,orang lain, dan lingkungan. Prilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung prilaku kekerasan atau
riwayatprilaku kekerasan (Dermawan, 2013: 94). Prilaku kekerasan merupakan suatu
bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-
tindakan yang dapat membahayakan atau Rentang Respon Menurut Yosep (2010) :
Adaptif Maladaptif Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk/PK Asertif : Klien mampu
mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan
Frustasi : Klien gagal mencapai tujuan kepuasan atau saat marah dan tidak dapat
menemukan alternatifnya Pasif : Klien marasa tidak dapat mengungkapkan perasaanya
tidak berdaya dan menyerah Agresif : Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih
terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman Kekerasan : Perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan
1. Faktor Presipitasi Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat
mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaian dengan :
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perklahian masal dan sebagainya
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosia
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengasumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik .
d. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
e. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
2. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep(2010), factor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah :
a. Teori biologis
Neurologic factor Beragam komponen dari system saraf seperti sinar,
neurotrasmitter, dendrite, akson terminalis mempunyai peran
menfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan- pesan yang
akan mempengaruhi sifat agresif system limbik sangat terlibat
timbulnya bermusuhan dan respon agresif.
1) Genetic factor Adanya gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif menurut riset kazuo
murakami( 2007) dalam gen manusia terdapat dormant
( potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh factor eksternal. Menurut penelitian genetic
tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh
penghuni pelaku tindak criminal, serta orang- orang yang
tersangkut akibat perilaku agresif .
2) Cycardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan
pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti
menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang mudah
terstimulasi untuk bersifat agresif.
3) Biochemistry factor (factor biokimia tubuh)seperti
neurotranmiter di otak (epineprin, norepineprin, dopamine,
asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui system persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang di anggap mengancam atau
membahayakan akan di hantar melalui impuls neurotransmitter
ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan
hormone androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin
dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebral dapat menjadi
factor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
4) Brain area disorder Gangguan pada system limbik can lonus
temporal syndrome otak organic, tumor otak, trauma otak,
penyakit ensepalitis, epilepsy ditemukan sangat berpengaruh
perilaku agresif dan tindak kekerasan
b. Teori psikologis
1) Teori psikoanalisa Agresifitas dan kekerasan dapat di
pengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang. Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang utuh cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungan. Tidak terpenuhi kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat kosep
diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri perilaku tindak
kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing teory
Menurut teori ini perilaku kerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolerin kekerasan. Adanya contoh , model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif pula
(makin keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka
tersebut dengan rewerd positif pula (makin baik belaiannya
mendapat hadiah coklat).setelah anak- anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
tontonan yang pernah dialaminya
3) Learning teori Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar
individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati
bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati respon ibu saat marah ia juga belajar bahwa
agresifitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut
untuk diperhitungkannya
B. Tanda dan gejala
Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan:
1. Muka merah dan tegang
2. Mata melotot atau pandangan tajam
3. Tangan mengepal
4. Rahang mengatup
5. Jalan mondar mandir
6. f..Masalah Keperawatan
7. Resiko perilaku kekerasan, (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
8. Perilaku kekerasan
9. Harga diri rendah kronis
C. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, oranglain, lingkungan dan verbal)
Effect
Causa
D. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan,
2. Harga diri rendah kronik,
Asuhan keperawatan adalah tindakan mandiri perawat professional melalui kerja sama
yang bersifat kolaboratif baik dengan klien maupun tenaga kesehatan lainnya. Standar
asuha keperawatan terdiri dari lima tahap standar yaitu : pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, evaluasi (Muhith, 2015: 2).
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan
klien tentang: nama perawat, nama panggilan, nama pasien, nama panggilan
pasien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan,
tanyakan dan catat umur, jenis kelamin, agama, alamat lengkap, tanggal
masuk, dannomor rekam medik.
b. Alasan Masuk
Alasan klien masuk biasanya pasien sering mengungkapkan kalimat yang
bernada ancaman, kata- kata kasar, ungkapan ingin memukul serta
memecahkan perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah pasien
terlihat memerah dan tegang, pandangan mata tajam, mengatupkan rahang
dengan kuat, mengepalkan tangan, biasanyatindakan keluarga pada saat itu
yaitu dengan mengurung pasien atau mamasung pasien. Tindakan yan
dilakukan keluarga tidak dapat merubah kondisi ataupun prilaku pasien.
c. Faktor predisposisi
Pasien prilaku kekerasan biasanya sebelumnya pernah mendapatkan
perawatan di rumah sakit. Pengobatan yang dilakukan masihmeninggalkan
gejala sisa. Biasanya gejala yang timbul merupakan akibat trauma yang
dialami pasien yaitu penganiayaan fisik, kekerasan didalam keluarga atau
lingkungan, tindakan kriminal yang pernah disaksikan, dialami ataupun
melakukan kekerasan tersebut.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu: pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan tekanan darah, nadi, dan pernafasan, biasanya pasien prilaku
kekerasan tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan akan
meningkat ketika klien marah.
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram dibuat tiga generasi yang menggambarkan hubungan
klien dengan keluarganya dan biasanya pada genogram akanterlihat
ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pola
komunikasi klien, pengambilan keputusan dan pola asuh.
2) Konsep Diri
a) Citra Tubuh
Biasanya klien prilaku kekerasan menyukai semua bagian
tubuhnya, tapi ada juga yang tidak.
b) dentitas Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak puas terhadap
pekerjaan yang sedang dilakukan maupun yang sudah
dikerjakannya.
c) Peran diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki masalah dalam
menjalankan peran dan tugasnya.
d) Ideal Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harapan yangtinggi
terhadap tubuh, posisi, status peran, dan kesembuhan dirinya
dari penyakit.
e) Harga Diri
Biasanya klien prilaku kekerasan memiliki harga diri yang
rendah.
3) Hubungan Sosial
Biasanya klien prilaku kekerasan tidak mempunyai orangterdekat
tempat ia bercerita dalam hidupnya, dan tidak mengikuti kegiatan
dalam masyarakat.
4) Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya pasien prilaku kekerasan meyakini agama yang
dianutnya dengan melakukan kegiatan ibadah sesuai dengan
keyakinannya
b) Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan kurang (jarang)
melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya
5) Status Mental
a) Penampilan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan penampilan kadang
rapi dan kadang-kadang tidak rapi. Pakaian diganti klien ketika
ia dalam keadaan yang normal.
b) Pembicaraan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan berbicara dengan
nada yang tinggi dan keras
c) Aktifitas Motorik
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan aktifitas motorik
klien tampak tegang, dan agitasi (gerakan motorik yang
gelisah), serta memiliki penglihatan yang tajam jika ditanyai
hal-hal yang dapat menyinggungnya.
d) Alam Perasaaan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan alam perasaan klien
terlihat sedikit sedih terhadap apa yang sedang dialaminya.
e) Afek
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan selama berinteraksi
emosinya labil. Dimana klien mudah tersinggung ketika
ditanyai hal-hal yang tidak mndukungnya, klien
memperlihatkan sikap marah dengan mimik muka yang tajam
dan tegang.
f) Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan bermusuhan,tidak
kooperatif, dan mudah tersinggung serta Biasanya pasien
dengan prilaku kekerasan defensif, selalu berusaha
mempertahankan pendapat dan kebenaran dirinya.
g) Persepsi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tidak ada
mendengar suara-suara, maupun bayangan-bayangan yang
aneh.
h) Proses atau arus fikir
Biasanya klien berbicara sesuai dengan apa yang ditanyakan
perawat, tanpa meloncat atau berpindah-pindah ketopik lain.
i) Isi Fikir
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
ambang isi fikir yang wajar, dimana ia selalu menanyakan
kapan ia akan pulang dan mengharapkan pertemuan dengan
keluarga dekatnya.
j) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan tingkat kesadaran
klien baik, dimana ia menyadari tempat keberadaanya dan
mengenal baik bahwasanya ia berada dalam pengobatan atau
perawatan untuk mengontrol emosi labilnya.
k) Memori
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan daya ingat jangka
panjang klien baik, dimana ia masih bisa menceritakan
kejadian masa-masa lampau yang pernah dialaminya, maupun
daya ingat jangka pendek, seperti menceritakan penyebab ia
masuk ke rumah sakit jiwa.
l) Tingkat kosentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang pernah
menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalahdalam
hal berhitung, (penambahan maupun pengurangan).
m) Kemampuan penilaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih memiliki
kemampuan penilaian yang baik, seperti jika dia disuruh
memilih mana yang baik antara makan dulu atau mandidulu,
maka dia akan menjawab lebih baik mandi dulu.
n) Daya tarik diri
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyadari bahwa
dia berada dalam masa pengobatan untuk mengendalikan
emosinya yang labil.
f. Kebutuhan persiapan pulang
1. Makan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan yang tidak memiliki masalah
dengan nafsu makan maupun sistem pencernaannya, maka akan
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi makanan yang diberikan.
2. BAB/BAK
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa BAK/BAB
ketempat yang disediakan atau ditentukan seperti, wc ataupun kamar
mandi.
3. Mandi
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk kebersihan diri seperti
mandi, gosok gigi, dan gunting kuku masih dapat dilakukan seperti
orang-orang normal, kecuali ketika emosinya sedang labil.
4. Berpakaian
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masalah berpakaian tidak
terlalu terlihat perubahan, dimana klien biasanya masih bisa berpakaian
secara normal.
5. Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan untuk lama waktu tidursiang
dan malam tergantung dari keinginan klien itu sendiri dan efek dari
memakan obat yang dapat memberikan ketenangan lewat tidur. Untuk
tindakan seperti membersihkan tempat tidur, dan berdoa sebelum tidur
maka itu masih dapat dilakukan klien seperti orang yang normal
6. Penggunaan obat
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menerima keadaan yang
sedang dialaminya, dimana dia masih dapat patuh makan obat sesuai
frekuensi, jenis, waktu maupu cara pemberian obat itu sendiri.
7. Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan menyatakan keinginan yang
kuat untuk pulang, dimana ia akan mengatakan akan melanjutkan
pengobatan dirumah maupun kontrol ke puskesmas dan akan dibantu
oleh keluarganya.
8. Aktivitas didalam rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan masih bisa diarahkan untuk
melakukan aktivitas didalam rumah, seperti: merapikan tempat tidur
maupun mencuci pakaian.
9. Aktifitas diluar rumah
Biasanya pasien dengan prilaku kekerasan Ini disesuaikan dengan jenis
kelamin klien dan pola kebiasaan yang biasa dia lakukan diluar rumah.
g. Mekanisme koping
Biasanya pada pasien dengan prilaku kekerasan, data yang didapatkan saat
wawancara pada pasien, bagaimana pasien mengendalikan diri ketika
menghadapi masalah:
1. Koping adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas kontruksif
e) Olahraga
2. Koping maladaptive
a) Minum alcohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan
d) Menghindar
e) Mencederai diri
2. Diagnosa keperawatan
Prilakekerasan Cor
2. Tindakan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang Dengan Gangguan Jiwa adalah orang yang mengalami gangguan pada psikisnya
sehingga pada pengkajian: keluarga mengatakan pasien marah-marah, berbicara sendiri,
melempar barang/rumah, mengurung diri di kamar dan tidak ingin bergaul dengan orang
lain, sering menunduk saat di ajak berkomunikasih, pasien sering berbicara sendiri
dengan nada yang tinggi. Diagnose prioritas yang di angkat pada pasien adalah perilaku
kekerasan. Tindakan yang dilakukan pada pasien adalah membina hubungan saling
percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, mengidentifikasi perilaku
kekerasan, mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekeraan, mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan dan mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasandengan
cara relaksasi nafas dalam.
B. Saran
1. Bagi institusi pendidikan terkait, diharapkan hasil asuhan keperawatan jiwa ini
dapat menjadi bahan atau materi pembelajaran baik kalangan mahasiswa
pendidikan sarjana maupun profesi agar dapat melaksanakan asuhan keperawatan
jiwa mengenai masalah resiko perilakun kekerasan dapat menjadi lebih baik lagi.
2. Bagi Rumah Sakit Jiwa
Dapat memberikan pelayanan kesehatan lebih baik lagi, khususnya bagian
mental/jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anggit Madhani, Anggit. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan. Diss. Universitas Kusuma Husada Surakarta, 2021.
2. Estika Mei Wulansari, Estika. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
3. Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Dirumah Sakit Daerah Dr Arif Zainuddin Surakarta.
Diss. Universitas Kusuma Husada Surakarta, 2021.
4. Estika Mei Wulansari, Estika. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan Dirumah Sakit Daerah Dr Arif Zainuddin Surakarta. Diss.
Universitas Kusuma Husada Surakarta, 2021.
5. Hasannah, Sumayyah Uswatun. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Dengan Risiko
Perilaku Kekerasan. Diss. STIKes Kusuma Husada Surakarta, 2019.
6. Hastuti, Retno Yuli, and Budi Anna Keliat. "efektivitas rational emotive behaviour
therapy berdasarkan profile multimodal therapy pada klien skizofrenia dengan masalah
keperawatan perilaku kekerasan di rumah sakit dr. H. Marzoeki mahdi bogor tahun
2012." Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat Cendekia Utama 5.1 (2016).
Hulu F. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Pada
Penderita Skizofrenia: Studi Kasus 2022. doi:10.31219/osf.io/hyd8w
7. Kio, Alfiery Leda, Gede Harsa Wardana, and AA Gede Rai Arimbawa. "Hubungan
Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan." Caring: Jurnal Keperawatan 9.1 (2020): 69-72.
8. Malfasari, Eka, et al. "Analisis Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada
Pasien Skizofrenia." Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa 3.1 (2020): 65-74.
9. Mare, Meri Natalia Simare, et al. "Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada
Pasien Risiko Perilaku Kekerasan." (2021).
10. Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
11. Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan. https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
12. Pardede, J. A., & Laia, B. (2020). Decreasing Symptoms of Risk of Violent Behavior in
Schizophrenia Patients Through Group Activity Therapy. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, 3(3), 291-300. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i3.621
13. Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen Klien
Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment Therapy Dan
Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal Keperawatan Indonesia, 3(18),
157-166. http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419