TUGAS NCP (Atresia Ani) Fitriana Noor Sabrina 2207008
TUGAS NCP (Atresia Ani) Fitriana Noor Sabrina 2207008
Disusun Oleh :
A. DEFINISI
Atresia berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga
clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau
buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau
terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi
pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya
dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate
meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz. Ed 3 tahun 2002). Atresia ini atau anus
imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung
dengan rectum (Purwanto. 2001 RSCM). Atresia Ani merupakan kelainan bawaan
(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
B. ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan
bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari
tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum
bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down (kondisi yang menyebabkan sekumpulan gejala
mental dan fisik khas ini di sebabkan oleh kelainan gen dimana terdapat ekstra salinan
kromosom 21)
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
C. PATOFISIOLOGI
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan
embrional. Anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon
antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya.
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak rendah fistula menuju
ke uretra (rektourethralis).
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula)
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal
7. Perut kembung
Gambaran Klinis
E. PATHWAY
Gangguan pertumbuhan
Fusi
Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
ATRESIA ANI
Mikroorganisme masuk
Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa saluran kemih
intra abdominal metabolisme oleh tubuh
Dysuria
Operasi : Mual, muntah Keracunan
Anoplasti,
Colostomi
Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan Gangguan Resti Nyeri Gangguan
Rasa Nyaman Eliminasi BAK
Trauma jaringan
Perubahan
defekasi
Gangguan
Iritasi mukosa Rasa Nyaman Resti Infeksi
Resti
kerusakan
integritas kulit
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
1. Asidosis hiperkloremia
2. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
3. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
4. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi
jaringan perut dianastomosis).
5. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
6. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
7. Prolaps mukosa anorektal.
8. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi)
G. KLASIFIKASI
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rektum dengan anus
4. Rektal atresia adalah tidak memiliki rectum
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang
mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk
1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan
gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada
bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon
atau rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah
dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara
benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.
I. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu
dibuat anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan di atas dengan menarik kantong rectal melalui
afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup kelainan
membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
2. Pengobatan
a. Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ATRESIA ANI
A. PENGKAJIAN
B. IDENTITAS PASIEN
Nama, Tempat tgl lahir, umur , Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Suku Bangsa
Pendidikan,
C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama : Distensi abdomen
2. Riwayat Kesehatan Sekarang : Muntah, perut kembung dan membuncit, tidak bisa
buang air besar, meconium keluar dari vagina atau meconium terdapat dalam urin.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu : Klien mengalami muntah-muntah setelah 24-48 jam
pertama kelahiran
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Merupakan kelainan kongenital bukan kelaina atau
penyakit menurun sehingga belum tentu dialami oleh angota keluarga yang lain.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan : Kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi
kejadian atresia ani.
D. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola persepsi terhadap kesehatan
Klien belum bisa mengungkapkan secara verbal atau bahasa tentang apa yang
dirasakan dan apa yang diinginkan.
2. Pola aktifitas kesehatan atau latihan
Pasien belum bisa melakukan aktifitas apapun secara mandiri karena masih bayi.
AKTIVITAS 0 1 2 3 4
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilitas ditempat √
tidur
Pindah √
Ambulansi √
Makan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan menggunakan alat bantu
2 : Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
4 : Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktifitas
F. DIAGNOS KEPERAWATAN
1. Konstipasi (D.0049) berhubungan dengan aganglionik.
G. ANALISA DATA
DIAGNOSA DATA PROBLEM
Konstipasi DS : Aganglionik
(D.0049) a. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
b. Pengeluaran feses lama dan sulit
c. Mengejan saat defekasi
DO :
a. Feses keras
b. Peristaltik usus menurun
c. Distensi abdomen
d. Kelemahan umum
e. Teraba masa pada rektal
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
HASIL
Konstipasi Setelah dilakukan tindakan MANAJEMEN ELIMINASI
(D.0049) b/d keperawatan selama … x 24 jam FEKAL (I.04151)
aganglionik. diharapkan eliminasi fekal Observasi
(L.04033) membaik, dengan a. Identifikasi masalah usus dan
kriteria hasil : penggunaan obat pencahar
a. Kontrol pengeluaran feses b. Identifikasi pengobatan yang
meningkat berefek pada kondisi
b. Keluhan defekasi lama dan gastrointestinal
sulit menurun c. Monitor buang air besar (mis:
c. Mengejan saat defekasi warna, frekuensi, konsistensi,
menurun volume)
d. Distensi abdomen menurun d. Monitor tanda dan gejala
e. Teraba massa pada rektal diare, konstipasi, atau impaksi
menurun
f. Urgency menurun Terapeutik
g. Nyeri abdomen menurun a. Berikan air hangat setelah
h. Kram abdomen menurun makan
i. Konsistensi feses membaik b. Jadwalkan waktu defekasi
j. Frekuensi defekasi membaik Bersama pasien
k. Peristaltik membaik c. Sediakan makanan tinggi
serat
Edukasi
a. Jelaskan jenis makanan yang
membantu meningkatkan
keteraturan peristaltik usus
b. Anjurkan mencatat warna,
frekuensi, konsistensi, volume
feses
c. Anjurkan meningkatkan
aktivitas fisik, sesuai toleransi
d. Anjurkan pengurangan
asupan makanan yang
meningkatkan pembentukan
gas
e. Anjurkan mengkonsumsi
makanan yang mengandung
tinggi serat
f. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat
supositoria anal, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
4. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
5. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
6. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia