Anda di halaman 1dari 8

PROTOKOL OTOPSI BILA DIPERLUKAN

• Otopsi jenazah dengan suspek atau konfirmasi COVID-19 harus dilakukan di ruang isolasi infeksi
airborne yaitu dengan tekanan negatif di sekitar areanya, dan mempunyai pertukaran udara
(ACH) minimal 12x/jam
• Pengambilan spesimen berupa nasopharingeal swab pada pasien yang telah meninggal dengan
curiga atau konfirmasi COVID-19 tetap memerlukan penggunaan APD yang sesuai dengan
risiko penularan, minimum APD yang digunakan adalah:
– Sarung tangan nitrile non steril. Bila ada kemungkinan mempunyai risiko mengenai luka,tertusuk
dapat menambahkan sarung tangan tebal diatas sarung tangan tersebut, Gaun, Apron,Respirator
(N95 atau > tinggi), Pelindung mata (googles) atau pelindung wajah (face shield) , Pelindung
kepala, Sepatu pelindung atau boots
• Diperlukan kehati-hatian dalam pelepasan APD untuk mencegah kontaminasi ke diri sendiri. APD
yang sudah digunakan bila disposibel dibuang dikantong infeksius, sedangkan APD yang reuse
harus dibersihkan dulu dengan sabun sebelum dimasukan dalam wadah limbah.
• Lakukan kebersihan tangan
OTOPSI MEDIKOLEGAL

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya


penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang
diperoleh dari pemeriksaan medis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.


2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu
sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari
pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada
kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan
lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan,


termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et
repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat
tersebut.
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis
pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak
diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :
 Timbangan besar untuk menimbang mayat.
 Timbangan kecil untuk menimbang organ.
 Pisau, dapat dipakai pisau belati atau pisau dapur yang tajam.
 Gunting, berujung runcing dan tumpul.
 Pinset anatomi dan bedah.
 Gergaji, gergaji besi yang biasanya dipakai di bengkel.
 Forseps atau cunam untuk melepaskan duramater.
 Gelas takar 1 liter.
 Pahat.
 Palu.
 Meteran.
 Jarum dan benang.
 Sarung tangan.
 Baskom dan ember.
 Air yang mengalir
Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam
pembuatan laporan otopsi.

DASAR HUKUM DI INDONESIA


Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam
membantu peradilan:
 Pasal 133 KUHAP :
 Ayat 1:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

 Ayat 2:
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk
pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

 Ayat 3:
Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada
rumah sakit harus diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dan diberi label yg memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.

 Pasal 134 KUHAP:


1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah
mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan
terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3)
undang-undang ini.

 Pasal 179 KUHAP:


1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli
demi keadilan.
2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka
yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka
mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang
sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang
keahliannya. 

PEMERIKSAAN LUAR
Bagian pertama dari teknik otopsi adalah pemeriksaan luar. Sistematika
pemeriksaan luar adalah :
1) Memeriksa label mayat (dari pihak kepolisian) yang biasanya diikatkan
pada jempol kaki mayat. Gunting pada tali pengikat, simpan bersama
berkas pemeriksaan. Catat warna, bahan, dan isi label selengkap mungkin.
Sedangkan label rumah sakit, untuk identifikasi di kamar jenazah, harus
tetap ada pada tubuh mayat.
2) Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari penutup mayat.
3) Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya
bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali pengikatnya bila ada
4) Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang dikenakan di atas
sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan meliputi
bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian,
ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan
bila ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya
bercak/pengotoran atau robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.
5) Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk
serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut.
6) Mencatat benda di samping mayat.
7) Mencatat perubahan tanatologi :
 Lebam mayat; letak/distribusi, warna, dan intensitas lebam.
 Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada
tidaknya spasme kadaverik.
 Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu
ruangan pada saat tersebut.
 Pembusukan.
 Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

1) Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan


umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan,
disirkumsisi/tidak, striae albicantes pada dinding perut.
2) Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk penentuan identitas
khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan kulit,
anomali dan cacat pada tubuh.
3) Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.
Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara
memotong dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi
kulit kepala yang berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan
yang telah ditandai sesuai tempat pengambilannya.
4) Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda
kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata,
warna, cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak
perdarahan. Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik.
Catat keadaan dan warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran
pupil, bandingkan kiri dan kanan.
5) Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.
6) Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi
dengan lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu,
kelainan letak, pewarnaan, dan sebagainya.
7) Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas pencekikan atau pelebaran
pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga diperiksa secara
menyeluruh.
8) Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan
bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita
dicatat keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang
sanggama. Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka,
benda asing, darah dan lain-lain.
9) Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan, ikterus,
sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain
pada tubuh.
10) Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap
luka pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab
luka, lokasi, ukuran, dll. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur
setelah kedua tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil
beberapa patokan, antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis
tengah melalui tulang belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu,
dan garis mendatar melalui pusat.
Contoh :
Luka panjang dua setengah sentimeter dan masuk ke dalam dada. Ujung yang satu
letaknya dua sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan dua
sentimeter di atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Sedangkan ujung yang lain
lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah melalui tulang dada dan empat sentimeter di
atas garis mendatar melalui kedua puting susu. Saluran tusuk dilukis di bagian
pemeriksaan dalam, ditulis organ apa saja yang tertusuk.

MEMERIKSAAN DALAM

Pemeriksaan dalam bisa dilakukan dengan beberapa cara berikut ini :


 Insisi I dimulai di bawah tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus
kemudian 2 jari paramedian kiri dari puat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu
melingkari pusat.
 Insisi Y, merupakan salah satu tehnik khusus otopsi dan akan dijelaskan kemudian.
 Insisi melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan suprasternal
ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati dan dicatat :
1) Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita
pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas inferior
organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya pembesaran.
2) Bentuk.
3) Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang lembut,
berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika terdapat penebalan,
permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.
4) Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh tersebut.
5) Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu. Caranya
dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat ditarik.
Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang rendah
sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.
6) Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan
penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah
keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat pada
organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin atau
bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan tanda
anemia.
Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan
khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan
penyebab kematian. (4)

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :


1) Dada :
a. Seksi Jantung :
Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava inferior
sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan
melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian ini dipotong. Ujung
pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung mulai dari apeks dipotong
sejajar dengan septum interventrikulorum.
Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis
kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral keluar
di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian dimasukkan
melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar dengan septum
inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa katup, otot kapiler,
chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.
Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai
dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar
dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum
interventrikulorum.
o Paru-paru :
Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan
pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka
dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru diiris
longitudinal dari apeks ke basis.
Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari
sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan bagian
tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan yang lain
menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang rawan iga no. 2.
Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan dan kiri kemudian
dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru diperiksa adanya
perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.
Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-
paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang rawan
dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke sendi
sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi dipisahkan.
Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.
Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium
dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak kurang
lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat insisi di
bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup arteri
pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung dilepaskan
dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.
2) Perut :
 Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati :
Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus diikat ganda
dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan unit tadi dapat diangkat.
Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya melekat pada hati dilepaskan terlebih
dahulu.
Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan isi
lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu ditekan, bulu
empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah papila Vater, kemudian
dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka. Perhatikan mukosa dan adanya batu.
Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas. Pankreas
dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal.
Hati : perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong
longitudinal.
Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul, perhatikan
mukosa dan isinya, cacing.
 Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu insisi
lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah di hilus,
kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan rektum dilepaskan
dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung urine dan dengan cara tumpul
membuat jalan sampai ke belakang rektum. Kemudian dilakukan sama pada bagian
sebelahnya. Tempat bertemunya kedua jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan
kiri dapat bertemu, kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum
lepas dari sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.
Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal dari
lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine, kapsul ginjal
dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum dibuka dari belakang dan
kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum dilepaskan dari prostat dan dengan
demikian terlihat vesika seminalis. Prostat dipotong transversal, perhatikan besarnya
penampang.
Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal, perhatikan
besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat ditarik seperti benang.
 Urogenital Perempuan :
Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus dibuka
dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan dan ke kiri. Ke
kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1-1,5 cm. Ovarium diinsisi
longitudinal.
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke dalam
uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi dalam formalin
10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada sumbu rektum setebal 1,25
cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol selama 24 jam. Saluran tusuk akan
terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.
Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan, duodenum dan
rektum diikat ganda kemudian dipotong.
Limpa : dipotong di hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.
3) Leher :
Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan
sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan tonsil. Pada
kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya patah tulang.
o Kepala :
Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri dengan
mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu banyak. Kulit
kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan tempurung tengkorak
dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan dalam bekas mata gergaji dan
dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan dapat dipisahkan. Durameter diinsisi
paralel dengan bekas mata gergaji. Falx serebri digunting dibagian muka. Otak
dipisah dengan memotong pembuluh darah dan saraf dari muka ke belakang dan
kemudian medula oblongata. Tentorium serebri diinsisi di belakang tulang karang dan
sekarang otak dapat diangkat. Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak
kecil dipisah dan diiris horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris
transversal, demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan
adanya edema, kontusio, laserasi serebri.
4) Tengkorak Neonatus :
Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting sutura
yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan mudah dapat
diangkat.

Sumber:

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pedoman Pencegahan Corona Virus 19, tanggal 27
maret 2020

Anda mungkin juga menyukai