Teknik persalinan sungsang atau persalinan malpresentasi bokong disesuaikan dengan tahapan
kemajuan persalinan, kekuatan kontraksi uterus, dan kemampuan mengejan ibu. Persalinan
sungsang pervaginam dapat dilakukan secara spontan atau dengan dengan bantuan manuver dari
penolong dan alat bantu seperti forceps.
Persiapan Pasien
Persiapan pasien untuk persalinan pervaginam yang direncanakan meliputi permintaan informed
consent dan pemeriksaan untuk memastikan tidak ada kontraindikasi terhadap persalinan
pervaginam. Pemeriksaan ultrasonografi dan pelvimetri bisa dilakukan untuk menyingkirkan
kontraindikasi persalinan pervaginam.[12,13]
Saat memasuki proses persalinan, pasien perlu diajarkan cara mengejan yang efektif dan hanya
mengejan tiap kali merasakan kontraksi. Pasien dianjurkan mengosongkan kandung kemih. Jika
pasien tidak dapat berkemih secara spontan, dokter dapat melakukan kateterisasi urine. Pastikan
akses intravena sudah terpasang sebelum memasuki kala 2 persalinan.[8,12,13]
Persalinan harus dilakukan di fasilitas kesehatan yang memiliki fasilitas sectio caesarea darurat,
memiliki dokter spesialis anestesi dan spesialis anak yang tersedia 24 jam, dan mampu
melakukan resusitasi neonatus.[9]
Peralatan
Dalam tindakan persalinan sungsang, alat yang dibutuhkan meliputi alat untuk proses persalinan
serta alat untuk resusitasi neonatus. Peralatan yang diperlukan antara lain:
Meja persalinan
Alat pelindung diri untuk penolong (sepatu boot, apron, masker, penutup kepala, dan
sarung tangan steril)
Kanula intravena dan kateter urine
Pada persalinan bokong spontan, kelahiran janin sepenuhnya tergantung pada kekuatan
mengejan ibu, setidaknya sampai janin lahir setinggi umbilikus. Penolong persalinan
menginstruksikan pasien untuk mengejan setiap merasakan kontraksi uterus. Ketika bokong
sudah crowning atau tampak membuka introitus vagina, penolong dapat melakukan episiotomi.
Namun, episiotomi tidak direkomendasikan sebagai tindakan rutin pada presentasi bokong.[8,9]
Setelah bokong bayi lahir, penolong dapat menopang bayi dengan memegang secara lembut pada
tulang panggul dan tulang ekor. Kedua ibu jari diletakkan di tulang ekor dengan posisi sejajar
dengan garis paha, sementara jari-jari lain berada pada tulang panggul. Pada presentasi bokong
murni, kelahiran bokong biasanya diikuti dengan kelahiran spontan dari tungkai bawah. Jika kaki
tidak lahir secara spontan, dapat dilakukan manuver Pinard.
Penolong harus berhat-hati untuk tidak memberikan tarikan pada bokong atau tungkai karena
bisa menyebabkan defleksi kepala bayi. Untuk menjaga kepala bayi dalam posisi fleksi, jagalah
tubuh bayi tetap berada di bawah garis horizontal. Hindari menopang bayi dengan memegang
dinding abdomen karena bisa menyebabkan trauma pada organ intraabdomen.[8,9,13,15]
Setelah janin lahir setinggi umbilikus, proses kelahiran bagian dada, ekstremitas atas, dan kepala
diusahakan dapat selesai dalam waktu 3–4 menit untuk mencegah kompresi tali pusat yang
menyebabkan hipoksia pada janin. Penolong dapat menunggu secara pasif sampai janin lahir
setinggi skapula dan tetap meminta pasien untuk mengejan. Jika skapula tidak bisa lahir secara
spontan, lakukan manuver Lovset.
Setelah bayi lahir setinggi skapula, lakukan manuver Bracht dengan langkah sebagai berikut
untuk melahirkan kepala:
1. Masih dengan posisi tangan yang sama di tulang ekor dan panggul, dekatkan punggung
janin ke arah perut ibu tanpa memberikan tarikan (punggung janin hiperlordosis), sehingga leher
berputar pada simfisis
3. Letakkan bayi di atas perut ibu, bungkus bayi dengan handuk hangat, lakukan
pemotongan tali pusat
Jika terdapat hambatan dalam melahirkan kepala, asisten dapat membantu dengan memberikan
tekanan suprapubik. Jika kepala tidak dapat lahir dengan spontan, dapat dilakukan manuver
Mauriceau.[8,9,15]
Manuver Pinard
Manuver ini digunakan untuk melahirkan lutut dan kaki janin. Berikut langkah-langkah
melakukan manuver Pinard:
1. Masukkan tangan secara obstetrik pada sisi yang sama dengan bagian kecil janin
2. Jari telunjuk dan jari tengah menyusuri tungkai sampai ke fossa poplitea
3. Lakukan gerakan abduksi pada fossa poplitea sehingga menyebabkan fleksi spontan pada
lutut janin
4. Tangan yang berada di luar memberikan tekanan pada area suprasimfisis untuk
mempertahankan fleksi kepala janin
5. Kaki dikeluarkan dengan memegang pergelangan kaki janin dan menuntunnya keluar
vagina sampai batas lutut
Manuver Lovset
Manuver Lovset digunakan untuk melahirkan bahu janin dengan melakukan rotasi pada tubuh
janin. Manuver ini digunakan jika lengan bayi terjungkit di belakang kepalanya (nuchal arm).
Langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Letakkan kedua ibu jari pada tulang ekor dengan jari-jari lain menggenggam bagian atas
paha janin
2. Rotasikan tubuh janin 90 derajat sehingga punggung bayi menghadap ke kanan atau kiri
penolong, kemudian lakukan sedikit traksi ke bawah untuk membantu penurunan bahu
3. Lahirkan bahu dengan cara memasukkan satu atau dua jari ke area bahu janin. Kemudian,
dorong perlahan bahu ke arah dada dalam keadaan bahu fleksi
4. Rotasikan tubuh janin 180 derajat ke arah berlawanan sehingga punggung menghadap ke
sisi sebaliknya, sambil lakukan traksi ringan ke bawah
Manuver Mauriceau
Manuver ini digunakan untuk melahirkan kepala janin. Langkah-langkahnya adalah sebagai
berikut:
1. Letakkan badan janin di atas tangan nondominan penolong, sehingga lengan penolong
menyangga seluruh bagian tubuh depan janin
2. Posisikan jari telunjuk dan jari tengah untuk menekan maksila atau eminensia malar janin
guna mempertahankan posisi fleksi. Hindari penekanan pada area mandibula dan hindari
memasukkan jari ke mulut karena meningkatkan risiko trauma pada janin
3. Tangan dominan penolong berada pada tengkuk janin, dengan jari telunjuk dan jari
tengah mengapit bagian tengkuk
6. Lakukan sedikit traksi ke arah bawah sampai oksiput terlihat di bawah simfisis pubis.
Traksi dilakukan oleh tangan yang berada di tengkuk janin, bukan tangan yang menyangga
badan
7. Setelah oksiput terlihat, angkat badan janin sehingga punggung janin mendekat ke perut
ibu
Pada persalinan pervaginam tanpa komplikasi, pasien dapat diobservasi 8–24 jam pascasalin
sebelum diperbolehkan pulang. Selanjutnya, pasien dianjurkan untuk melakukan kontrol 6 hari, 2
minggu, dan 6 minggu setelah persalinan. Beberapa hal yang perlu dinilai adalah tanda vital,
kontraksi uterus, tanda-tanda infeksi, perdarahan pervaginam, tinggi fundus uteri, kondisi
perineum, dan penyembuhan luka.[16]
Pedoman klinis yang perlu diperhatikan terkait persalinan sungsang adalah konfirmasi tipe
malpresentasi bokong yang dialami, konfirmasi kontraindikasi yang mungkin ada untuk
persalinan pervaginam, dan penjelasan risiko komplikasi pada pasien. Beberapa poin penting
yang dapat dijadikan pedoman klinis antara lain:
Jika terdapat kesulitan melahirkan bagian tubuh, dapat digunakan manuver Pinard untuk
melahirkan kaki, manuver Lovset untuk melahirkan bahu, serta manuver Mauriceau untuk
melahirkan kepala
Ekstraksi cunam, simfisiotomi, dan sectio caesarea darurat merupakan tindakan penyelamatan
pada kegagalan persalinan sungsang pervaginam.
Indikasi persalinan
Indikasi persalinan sungsang adalah untuk melahirkan janin dengan malpresentasi bokong secara
pervaginam, terutama malpresentasi bokong yang bertipe bokong murni (frank breech) atau
bokong kaki sempurna (complete breech). Malpresentasi bokong yang bertipe bokong kaki tidak
sempurna (incomplete breech) tidak disarankan untuk menjalani persalinan sungsang
pervaginam.
Selain syarat tersebut, terdapat juga beberapa syarat lain untuk persalinan sungsang pervaginam,
yaitu usia kehamilan minimal 36 minggu, taksiran berat janin antara 2500–4000 gram, sikap
kepala janin fleksi, dan ukuran pelvis ibu adekuat.[2,3,10,11]
Komplikasi Maternal
Komplikasi maternal yang mungkin terjadi pada persalinan sungsang pervaginam umumnya
berkaitan dengan trauma jalan lahir, seperti robekan perineum, luka episiotomi, laserasi vagina,
hematoma vagina, dan trauma pada labia.[17,18]
Komplikasi Neonatal
Komplikasi neonatal meliputi asfiksia, prolaps tali pusat, trauma persalinan, sampai dengan
kematian.
Asfiksia Neonatal
Asfiksia umumnya terjadi akibat prolaps dan kompresi tali pusat atau jepitan kepala
pada aftercoming head. Kejadian ini juga dipengaruhi oleh durasi kala 2 persalinan, terutama
waktu yang dibutuhkan untuk melahirkan kepala dan bagian tubuh di atas umbilikus. Risiko
absolut asfiksia neonatal ditemukan lebih tinggi pada bayi dengan presentasi bokong yang lahir
pervaginam (3,3%) daripada sectio caesarea (0,6%).[3,5]
Prolaps Tali Pusat
Prolaps tali pusat terjadi pada 7,4% dari seluruh persalinan dengan presentasi bokong. Prolaps
tali pusat terjadi 2 kali lipat lebih sering pada wanita multipara (6%) daripada primigravida (3%).
Jepitan kepala janin terjadi pada 0–8,5% persalinan pervaginam dengan presentasi bokong. Hal
ini disebabkan oleh dilatasi serviks yang belum sempurna dan molase kepala janin yang tidak
adekuat. Angka kejadiannya meningkat pada janin dengan usia kehamilan <32 minggu, di mana
lingkar kepala masih lebih besar dari abdomen.[1,3]
Trauma Persalinan
Proses persalinan pervaginam pada presentasi bokong menimbulkan risiko trauma persalinan
yang lebih besar daripada sectio caesarea, dengan risiko absolut sebesar 0,7% dan 0,17% secara
berurutan. Beberapa trauma persalinan yang mungkin terjadi adalah cedera pleksus brakialis,
cedera servikal medula spinalis, serta trauma organ intraabdomen.[3,5]
Cedera pleksus brakialis terjadi pada 1 dari 1.000 persalinan pervaginam yang
direncanakan. Nuchal arms, kondisi di mana salah satu atau kedua lengan bayi berada di
belakang leher atau kepala, meningkatkan risiko trauma persalinan seperti cedera pleksus
brakialis. Cedera servikal medula spinalis umumnya terjadi pada janin dengan sikap kepala
hiperekstensi. Sebanyak 8 dari 11 bayi dengan sikap kepala hiperekstensi yang lahir pervaginam
mengalami cedera servikal medula spinalis. [1,12]
Kematian Perinatal
Angka kematian perinatal pada bayi dengan presentasi bokong mencapai 25 dari 1.000 kelahiran
hidup. Kematian perinatal pada presentasi bokong berkisar antara 0,8–1,7 per 1.000 kelahiran
untuk persalinan pervaginam dan 0–0,8 per 1.000 kelahiran untuk sectio caesarea elektif.
Anomali kongenital, prematuritas, trauma saat persalinan, dan asfiksia merupakan faktor
peningkat morbiditas dan mortalitas perinatal.[3,5,12]
Sebelum memilih metode persalinan pervaginam, pastikan pasien sudah mengerti opsi prosedur,
manfaat, dan risiko komplikasi persalinan pervaginam pada presentasi bokong. Pasien harus
dijelaskan mengenai kelebihan serta kekurangan dari persalinan pervaginam bila
dibandingkan sectio caesarea. Komplikasi serta luaran maternal dan perinatal dari masing-
masing metode persalinan juga perlu dijelaskan.[5,8,12,13]
Jika pasien memutuskan memilih persalinan secara pervaginam, proses pengambilan keputusan
harus terdokumentasi dengan baik. Selain itu, kemungkinan bahwa akan dilakukan
tindakan episiotomi, ekstraksi dengan forceps, simfisiotomi, bahkan sectio caesarea darurat harus
dijelaskan sejak awal. Pasien juga perlu diberitahu untuk menjalani pemeriksaan obstetrik oleh
dokter kandungan untuk menentukan apakah kondisi kehamilan memenuhi kriteria untuk
persalinan pervaginam.[8,13]
Setelah proses persalinan, pasien perlu diedukasi terkait tanda-tanda bahaya selama masa nifas
dan perlu segera kembali ke dokter jika mengalaminya. Contoh tanda bahaya tersebut antara lain:
Perdarahan berlebihan
Demam