Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

MIOMA UTERI

Disusun oleh:
Amanda Ismoetia M
1102012019

Pembimbing :
dr. Husny Budi Sismawan, Sp.OG

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kandungan


RSUD Arjawinangun
Fakultas Kedokteran YARSI
Juni 2016

BAB I
PENDAHULUAN
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri

(2)

. Tipe letak

sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech
(5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%)
yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki (1).
Kematian perinatal langsung yang disebabkan karena persalinan presentasi
bokong sebesar 4-5 kali dibanding presentasi kepala. Sebab kematian perinatal pada
persalinan presentasi bokong yang terpenting adalah prematuritas dan penanganan
persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam
tengkorak. Trauma lahir pada presentasi bokong banyak dihubungkan dengan usaha
untuk mempercepat persalinan dengan tindakan-tindakan untuk mengatasi macetnya
persalinan.
Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki
risiko. Hal ini dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Frekuensi dari letak
sungsang ditemukan kira-kira 4,4 % di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 % di
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan
letak presentasi bokong, diantaranya paritas ibu dan bentuk panggul ibu. Angka
kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian
terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada primigravida,
sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presentasi
bokong terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang
tidak baik pada Pintu Atas Panggul (10).
Berikut ini diajukan suatu kasus seorang wanita 21 tahun yang masuk IGD
kebidanan lalu dipindah ke kamar bersalin VK dengan diagnosa G1P0A0H1 dengan letak
sungsang bokong H I-II + inpartu kala I, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin dengan
riwayat mulas-mulas sejak jam 7 pagi, yang selanjutnya ditatalaksana untuk persalinan
pervaginam serta persalinan sungsang secara manual aid dengan manuver Louvset.

Selanjutnya akan dibahas apakah tindakan penatalaksaaan ini sudah tepat dan sesuai
dengan literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Presentasi bokong
1. Definisi
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri

(2)

. Tipe letak

sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech
(5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%)
yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki (1).
2. Insiden
Letak sungsang terjadi pada 3-4% dari seluruh persalinan. Kejadian letak
sungsang berkurang dengan bertambahnya usia kehamilan. Letak sungsang pada usia
kehamilan kurang dari 28 minggu sebesar 25%, pada kehamilan 32 minggu 7% dan, 13% pada kehamilan aterm (5).
3. Etiologi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas uterus
(malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada leher,
aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara dengan
berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa, myoma, tumor
pelvis lain). Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan pemeriksaan USG
bahwa prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal

(1)

Lebih dari 50 % kasus tidak ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya letak
sungsang (6).
4. Diagnosis
Diagnosis letak bokong dapat ditentukan dengan persepsi gerakan janin oleh ibu,
pemeriksaan Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus, pemeriksaan
dalam, USG dan Foto sinar-X (1).

1. Jenis Persalinan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros telah
membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat dilahirkan
pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan
persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara cermat,
khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam, jika nilai
lebih dari 5 dilahirkan pervaginam (7).
ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak
sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan
taksiran berat janin 2500-3600 gram serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan
diperbolehkan pada janin letak sungsang.
2. Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
1.

Persalinan pervaginam (2,3,4,8,9)


a. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri.
Cara ini disebut Bracht.
b. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan
tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
c. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya
dengan memakai tenaga penolong.

2.

Persalinan perabdominan (sectio caesaria).

Prosedur persalinan sungsang secara spontan :


1. Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak
berbahaya.
2. Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk
PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
3. Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari
ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih
rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari
pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).

Teknik persalinan
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong
mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan
episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu
kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain
memegang panggul.
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi
anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan
dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten
melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat
sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi
fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin,
sehingga tidak teradi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan,
dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Keuntungan :

Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.

Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.

Kerugian :

Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan lahir
kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk.

Prosedur manual aid (partial breech extraction) :


Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi
kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.

2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik
(Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin
Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.
Cara klasik :
1. Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang
berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan
depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan
depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke
arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
2. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan
kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati
perut ibu.
3. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan
dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti
kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah
mengusap muka janin.
4. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung
janin mendekati punggung ibu.
5. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
6. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan
belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua
tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong
terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain
mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan
depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
1. Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi,
baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.

2. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong
diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan
jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke
bawah sejauh mungkin sampai

bahu depan tampak dibawah simpisis, dan

lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.


3. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih
dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir.
Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang
dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan :
Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga bahaya infeksi
minimal.
Cara louvset :
1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil
dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada
dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi
ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik
sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan
lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4
mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan
anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang
kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin
dari arah punggung.

2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang
asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh
tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika
suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan
suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut,
hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan
lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah
bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan
dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak
dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai
hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala
lahir.
Prosedur persalinan sunggang perabdominan
Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus
perabdominam adalah :
1. Primigravida tua
2. Nilai sosial tinggi
3. Riwayat persalinan yang buruk
4. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg
5. Dicurigai kesempitan panggul
6. Prematuritas
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih
tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan, sebagai
berikut : (2,3,8,9)
Paritas
Umur kehamilan
Taksiran Berat Janin

0
Primigravida
>39 mgg
>3630 gr

1
Multigravida
38 mgg
3629 gr 3176 gr

2
< 37 mgg
< 3176 gr

Pernah letak sungsang


Pembukaan serviks
Station

Tidak
<2 cm
<-3

1x
3 cm
<-2

>2x
>4 cm
-1 atau lebih
rendah

Arti nilai :
< 3 persalinan perabdomen
4 evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila nilainya tetap
maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 dilahirkan pervaginam

BAB III
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Ny. Y

Usia

: 21 Thn

Agama

: Islam

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sirnabaya

Tanggal masuk RS

: 1 Juni 2016 Jam 11.40 AM

Tanggal Pemeriksaan

: 1-2 Juni 2016

No. RM

: 920xxx

Anamnesis
Seorang pasien wanita datang dengan G0P0A0H1 hamil 38-39 minggu dengan
letak sungsang, masuk ke RSU Arjawinangun pada tanggal 1 Juni 2016 jam 11.40 WIB
dengan :
Keluhan Utama
Os. Mengaku mulas-mulas sejak jam 7 pagi (1-06-16).
Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluar air yang banyak dari kemaluan (-)
- Perut mules.
- Keluar lendir campur darah dari kemaluan (-)
- Keluar darah banyak dari kemaluan (-)
- Tidak haid sejak 9 bulan yang lalu.
- HPHT : 30 Agustus 2015

TP : 7 Juni 2016

- Gerak anak masih dirasakan saat di RS Arjawinangun.


- Os. Datang ke RS pkl. 11.40 (1-06-16). His (+). VT : P 1 cm, teraba bokong.

- ANC : teratur ke bidan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan hipertensi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular, keturunan dan kejiwaan.
Riwayat perkawinan 1 x
Riwayat hamil / abortus / persalinan
Sekarang
Riwayat kontrasepsi : (-)
Rencana kontrasepsi : Suntik
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 82x/menit

Pernafasan

: 22x/menit

Suhu

: 36,60C

Mata

: Konjungtiva tidak anemis


Sklera tidak ikterik

Thorak

: Jantung dalam batas normal


Paru dalam batas normal

Abdomen

: Status Obstetrikus

Genitalia

: Status Obstetrikus

Ekstremitas

: Edema -/-

Status Obstretikus

Abdomen

Inspeksi

: Membuncit sesuai usia kehamilan aterm


Linea Mediana hiperpigmentasi, striae gravidarum (+)
Sikatrik (-)

Palpasi
L1 : FU 30 cm. Teraba masa bulat dan keras
L2 : Tahanan terbesar di kiri
Bagian-bagian kecil di kanan
L 3 : Teraba masa besar dan lunak
L 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP
TFU : 30 cm
Ling. Abdomen : 96 cm
TBJ : (TFU-12x155)
(30-12x155) = 2790 gr
His : (+) 2x/ 10 25
Auskultasi
Bising usus (+) Normal, DJJ : 144x/menit, teratur.
Genitalia
VT :

1 cm eff 10%
Ketuban (-), sisa jernih
Teraba bokong H I-II
Tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.

Zatuchni Andros Paritas :

Primi
Usia Kehamilan

:0
: 38-39 mg

:1

Taksiran Berat Anak : < 3176

:2

Pernah letak sungsang: Tidak

:0

Pembukaan servik

: 1 cm

:1

Station

: H I-II

:1
5

Diagnosa

G1P0A0H1 Parturien aterm Kala 1 fase laten dengan letak sungsang bokong H I-II, janin
tunggal hidup.
Rencana
Kontrol KU, VS, DJJ, tanda-tanda inpartu
Rehidrasi RL
Cek labor rutin
Antibiotika (skin test), observasi.
Hasil laboratorium :
Hb

: 12,7 gr%

Leukosit : 12.06 10^3/uL


Ht

: 37%

SGOT

: 38 U/L

SGPT

: 10 U/L

HbSAg

: (-)

Anti HIV : (-)


12.00 WIB
Dilakukan skin test cefotaxime, 10 menit kemudian hasil skin test (-) dan dilanjutkan
dengan injeksi Cefotaxime 1 gr (iv).
19.45 WIB
Anamnesa
Pasien mengeluh keluar air-air, kesakitan dan mules.
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 82 x/menit.

Nafas

: 22 x/menit.

Temperatur

: 36,60C

His

: 2-3x/10 25

DJJ

: 144, teratur.
VT :

5 cm eff 50%
Ketuban (-), sisa jernih
Teraba bokong H II
Tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.

Diagnosa
G1P0A0 Tunggal hidup dengan letak sungsang bokong H II + inpartu kala I
Rencana
Observasi ibu & janin
Anjurkan ibu untuk makan dan minum
00.20 WIB
Anamnesa
Pasien mulas dan ingin mengedan.
Pemeriksaan Fisik :
Temperatur

: 38,00C

His

: 4x/10 45

DJJ

: 152, teratur.
VT :

lengkap eff 100%


Ketuban (-)
Teraba bokong H III
Tidak teraba bagian kecil/ tali pusat.

Diagnosa
G1P0A0 parturient aterm kala II letak sungsang bokong H III janin tunggal hidup.

Rencana
Terapi: Ekspetasi pervaginam
Monitoring: DJJ.
KIE: penderita dan keluarga tentang rencana tindakan.
Kemudian diambil sikap untuk memimpin persalinan dan memonitor denyut jantung
janin. Proses yang terjadi selama partus kala II, sebagai berikut:
1. Ibu tidur dalam posisi litotomi, dipimpin mengedan saat puncak his. Saat
bokong crowning, sampai bokong lahir, bokong dicengkeram secara bracht,
yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari
lain memegang panggul.
2. Pada setiap his ibu disuruh mengedan. Pada waktu tali pusat lahir dan tampak
sangat tegang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu.
3. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam
ke bawah badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang
menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar
kembali ke arah yang berlawanan setengah lingkaran, demikian seterusnya bolak
balik, sehingga bahu belakang tampak di bawah simfisis dan lengan dapat
dilahirkan.
4. Dilakukan episiotomi medio lateral atas indikasi memperlebar jalan lahir.
5. Kemudian berturut-turut lahir dagu, mulut, dan akhirnya seluruh kepala.
6. Pukul 00.40 WIB lahir bayi laki-laki, dengan berat badan 3300 gram, panjang
badan 51 cm, apgar score 6/7/8, anus +, kelainan -.
7. Diberikan injeksi oksitosin 10 IU, secara IM, dilanjutkan dengan melakukan
peregangan tali pusat terkendali.
8. Pukul 00.50 WIB lahir plasenta spontan, panjang tali pusat + 40 cm, kesan
komplit dan tidak ditemukan kalsifikasi.
9. Melakukan anestesi dengan lidokain 1 amp
10. Menjahit robekan episiotomi derajat 2 dengan jarum jahit dan benang chromic
catgut 3/0
Diagnosa

P1A0 post partus maturus secara manual aid dengan maneuver Louvset
Anak - ibu baik
Rencana
Awasi kala IV
17.00 WIB
2 jam postpartum
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Composmentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg.

Nadi

: 80 x/menit.

Nafas

: 20 x/menit.

Temperatur

: 37,60C

CUT

: baik

TFU

: 1 jari bawah pusat

Rencana
Observasi KU, VS

: Tiap 15 (1 jam ke I)
Tiap 30 (1 jam ke II)

Perdarahan : 100 cc

Pindah ke nifas

BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan suatu kasus wanita 21 tahun yang kemudian didiagnosa dengan
diagnosa G1P0A0 dengan letak sungsang bokong H I-II + inpartu kala I, Anak aterm,
tunggal, hidup, intrauterin, dengan riwayat mulas dan keluar air. Selanjutnya akan
dibahas:
1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat.
Pasien ini didiagnosa dengan G1P0A0 dengan letak sungsang bokong H I-II +
inpartu kala I, Anak aterm, tunggal, hidup, intrauterin, dengan riwayat mulas dan keluar
air. Usia kehamilan yang aterm pada kasus ini dapat dibuktikan. Pemeriksaan tinggi
fundus uteri 30 cm dan lingkar abdomen 96 cm serta taksiran berat anak 2790 gr.
Letak sungsang bokong pada kasus ini ditentukan dari hasil pemeriksaan
Leopold, auskultasi denyut jantung janin di atas umbilikus serta pemeriksaan dalam.
Pada pemeriksaaan Leopold I ditemukan teraba masa bulat dan keras pada bagian
teratas fundus uteri yang mengesankan kepala janin. Leopold III juga menunjukkan
teraba masa besar dan lunak pada bagian bawah fundus uteri yang mengesankan bokong
janin. Pada pemeriksaan dalam teraba bokong H I-II dan sakrum yang melintang
semakin memperjelas diagnosis letak sungsang bokong murni (frank breech) pada kasus
ini.
2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat
Pasien diberikan antibiotik injeksi. Berdasarkan kepustakaan hal ini sudah tepat
sebagai profilaksis terjadinya infeksi.
Selanjutnya pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam secara manual aid
dengan manuver Louvset. Manual aid (partial breech axtraction; assisted breech
delivery) adalah janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian
lagi dengan tenaga penolong. Di Negara Amerika sebagian besar ahli kebidanan
cenderung untuk melahirkan letak sungsang secara manual aid, karena mereka
menganggap bahwa sejak tali pusat lahir adalah fase yang sangat berbahaya bagi janin,
karena pada saat itulah kepala masuk ke dalam pintu atas panggul, dan kemungkinan
besar tali pusat terjepit diantara kepala janin dan pintu atas panggul. Keuntungan
manuver Louvset sebagai teknik yang dipergunakan dalam menolong persalinan

sungsang pada kasus ini antara lain teknik ini merupakan teknik yang sederhana dan
jarang gagal, dapat dilakukan pada segala macam letak sungsang tanpa memperhatikan
posisi lengan serta meminimalisir bahaya infeksi karena tangan penolong tidak masuk
ke dalam jalan lahir. Zatucni dan Andros memberikan panduan untuk menentukan jenis
persalinan pada letak sungsang. Pada kasus ini didapatkan skor 5, artinya boleh
dilahirkan pervaginam.
ALARM memberikan panduan persalinan untuk letak sungsang yaitu bukan
footlink breech, taksiran berat anak antara 2500-3600 gram serta tidak adanya
hiperekstensi kepala. Kasus ini dapat memenuhi 2 dari 3 kriteria yang diberikan
ALARM, dimana jenis sungsang bukan footlink, dan taksiran berat anak 2790 gram.
Adanya hiperekstensi kepala pada kasus ini belum dapat disingkirkan, karena untuk
menentukan adanya hiperekstensi kepala memerlukan pemeriksaan USG atau Rontgen
(1,12)

. Jenis A (2006) melaporkan tingginya resiko cedera servikal akibat hiperekstensi

kepala selama proses persalinan sungsang. Westgren, dkk dalam penelitiannya, dari 445
kasus letak sungsang, 33 dengan hiperekstensi kepala dalam derajat yang berbeda. Dari
33 kasus ini 26 lahir pervaginam dan 7 dengan SC. Setelah follow-up selama 2-4 tahun
lima bayi dengan hiperekstensi kepala yang lahir pervaginam (22%) mempunyai
sekuele neurologis yang berhubungan dengan cedera spinal, supraspinal dan cerebelum,
sementara semua bayi yang lahir dengan SC normal. Sehingga ia menganjurkan
pemeriksaan roentgen abdominal untuk semua kasus sungsang. Caterini, dkk serta
Ballas, dkk menganjurkan hal yang sama karena terjadinya aftercoming head akibat
hiperekstensi kepala adalah hal yang serius. Oleh karena itu sebelum memutuskan
persalinan pervaginam sebaiknya dilakukan dulu pemeriksaan Roentgen abdominal.
Pemeriksaan penunjang diagnosis berupa ultrasonografi (USG) sebenarnya bisa
membantu terapi lebih dini, tetapi hal ini tidak dilakukan karena alasan ekonomi.
3. Apa penyebab Letak Sungsang pada kasus ini.
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah prematuritas, abnormalitas uterus
(malformasi, fibroid), abnormalitas janin (malformasi CNS, massa pada leher,
aneploid), overdistensi uterus (kehamilan ganda, polihidramnion), multipara dengan
berkurangnya kekuatan otot uterus, dan obstruksi pelvis (plasenta previa, myoma, tumor
pelvis lain). Fianu dan Vacclanova (1978) mendapatkan dengan pemeriksaan USG

bahwa prevalensi letak sungsang tinggi pada implantasi plasenta pada cornu-fundal

(1)

Abnormalitas uterus sebagai penyebab sungsang pada kasus ini mungkin dapat di
singkirkan mengingat riwayat primigravida. Abnormalitas janin, overdistensi uterus
serta obstruksi pelvis juga tidak ditemukan. Keadaan yang mungkin memberikan
kontribusi belum diketahui secara pasti. Implantasi plasenta pada cornu-fundal sebagai
predisposisi sungsang kasus ini tidak bisa ditegakkan karena tidak dilakukan manual
plasenta. Schiara menyatakan bahwa 50% kasus sungsang tidak ditemukan faktor
penyebabnya.

BAB V
KESIMPULAN

1. Pemeriksaan dan diagnosis kasus ini dapat diterima dan sesuai dengan literatur
yang ada.
2. Pada kasus ini pasien direncanakan untuk persalinan pervaginam secara manual
aid dengan manuver Louvset.
3. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan

USG

untuk

menyingkirkan

adanya

hiperekstensi kepala sebelum diputuskan persalinan pervaginam pada kasus


sungsang.
4. Faktor predisposisi sungsang pada kasus ini belum diketahui.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG et al. Premature Rupture of the Membrane. Williams Obstetric,


22st ed. Mc.Graw Hill Publishing Division, New York, 2005.
2. Wiknjosastro H. Distosia Pada Kelainan Letak Serta Bentuk Janin. Ilmu
Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
3. Wiknjosastro H. Persalinan Sungsang. Ilmu Bedah Kebidanan, edisi ke-4.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2002.
4. Wiknjosastro H. Patologi Persalinan dan Penanganannya. Ilmu Kebidanan, edisi
ke-3. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2005.
5. Fischer Richard et al, Breech Presentation, e medicine, January 2002.
6. Schiara J, et al. Breech Presentation. Gynecology and Obstetric 6th edition,
Lippincot-Raven Publisher, Chicago 1997.
7. Setjalilakusuma L. Induksi Persalinan, dalam Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta, 2000.
8. Saifuddin A. B. Persalinan Sungsang. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal, edisi ke-1. Yayasan Bina Pustaka, Jakarta 2002.
9. Mochtar R. Persalinan Sungsang. Sinopsis Obstetri, edisi ke-2. EGC, Jakarta
1998.
10. Jenis A. Pregnancy, Breech delivery. Diakses dari http://www.emedicine.com//
11. Ballas S, et al. Deflexion of the fetal head in breech presentation. Incidence,
Management, and Outcome. Obstetrics and Gynecology. Diakses dari
http://www.greenjournal.org//
12. Caterini, et al. Fetal risk in hyperextension of the fetal head in breech
presentation. Diakses dari http://www.greenjournal.org//
13. Westgren, et al. Hyperextension of the fetal head in breech presentation. A study
with long-term follow-up. Diakses dari : http://www.ncbi.nlm.nih.gov//

Anda mungkin juga menyukai