Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

BLOK KEGAWATDARURATAN

“Severe Oral and Intravenous Insecticide Mixture Poisoning

with Diabetic Ketoacidosis: A Case Report”

Kelompok :B1

Ketua : Olivia Aisyah salampessy 1102014203


Sekretaris : Widya Rizky Nurulhadi 1102013302
Anggota : Olivia Tanjung 1102014204
Mohammad Rivaldi 1102014159
Putri Alfanny Jayanti Sartika 1102014212
Rizky Satria Anggoro 1102016192
Najla Qurantuain 1102013205
Muhammad Reza Ma’rifatullah 1102016136
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
Jalan Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510
Telp.62.21.4244574 Fax. 62.21. 424457

DAFTAR ISI
Abstrak 3
Latar Belakang 5
Presentasi Kasus 6
Diskusi 8
Kesimpulan 10

2
ABSTRAK

Latar Belakang
Penggunaan pestisida secara luas dalam perlindungan kesehatan
masyarakat dan pengendalian hama pertanian telah menyebabkan
pencemaran lingkungan dan bahaya kesehatan yang parah terutama di
negara-negara berkembang, termasuk kasus keracunan kronis akut dan
kronis. Ketoasidosis diabetes adalah manifestasi yang jarang terjadi pada
keracunan pestisida akut.
Keracunan pestisida bunuh diri dengan suntikan juga merupakan
cara yang tidak biasa untuk menggunakan racun. Kami melaporkan kasus
keracunan campuran pestisida yang parah dengan ketoasidosis diabetes
pada orang dewasa dengan hasil terapi yang membaik setelah pengobatan
suportif dan dosis besar atropin.

Presentasi Kasus
Seorang laki-laki Arab Maroko belum menikah berusia 30 tahun memiliki
riwayat penyalahgunaan obat dan kelainan tingkah laku telah menelan dan
menginjeksi diri campuran chlorpyrifos dan cypermethrin. Pasien mengalami
gejala muskarinik dan nikotinik dengan hipotermia dan mengalami inflamasi pada

3
daerah injeksi tanpa nekrosis. Kolinesterase pada sel darah merah dan plasma
sangat rendah (<10%). Pada hari ke-3, pasien mengalami stroke dengan hipotensi
(80/50 mmHg) dan takikardi (143 kali/menit).
Pada tes lab didapatkan hiperglikemia (4,49 g/dL), hypokalemia (24
mEq/L), glikosuria, ketonuria dan kadar bikarbonat yang rendah (12 mEq/L)
dengan peningkatan kondisi setelah terapi yang intensif dan terapi menggunakan
atropine.

Kesimpulan
Keracunan bunuh diri dengan injeksi insektisida jarang dilaporkan
namun dapat dikaitkan dengan komplikasi lokal dan sistemik yang parah.
Stres oksidatif akibat keracunan piretroid dan organofosfat dapat
menjelaskan terjadinya hiperglikemia dan ketoasidosis.

4
LATAR BELAKANG

Toksisitas pestisida dapat disebabkan oleh konsumsi secara oral, inhalasi


dan absorpsi lewat kulit. Akan tetapi, keracunan ini sangatlah jarang terjadi
melalui injeksi. Salah satu efek utama yang dilaporkan dari keracunan pestisida
adalah hiperglikemia.
Organofosfat (OP) dapat mempengaruhi homeostasis glukosa dalam tubuh
melalui beberapa mekanisme, yakni: stress psikologis, stress oksidatif, inhibisi
paraoksonase, stress nitrosatif, pankreatitis, inhibisi kolinesterase, stimulasi
kelenjar adrenal, dan gangguan pada metabolisme triptofan di hati.
Sebelumnya, pada beberapa studi telah dilaporkan kasus mengenai
keracunan pestisida dengan ketoasidosis diabetikum yang terjadi pada anak-anak
dan remaja. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan studi kasus pada keracunan
pestisida kombinasi dengan ketoasidosis diabetikum pada orang dewasa dan
peningkatan keadaan pasien setelah dilakukan penanganan suportif dan pemberian
atropine dosis besar.

5
PRESENTASI KASUS

Seorang laki-laki Arab Maroko berusia 30 tahun belum menikah dibawa


ke ruang gawat darurat dalam waktu dua jam setelah mencoba bunuh diri dengan
insektisida . Dia menelan dan menyuntikkan sendiri secara intravena ke lengan
kirinya sejumlah insektisida (campuran chlorpyrifos 50% (CPF) dan
cypermethrin 5% (CM)).
Dia memiliki riwayat penyalahgunaan polysubstance aktif benzodiazepin,
alkohol, ganja dan obat rekreasi yang digunakan secara intravena. Orang tuanya
melaporkan bahwa ia telah biasa melarikan diri dari rumah sejak masa remajanya.
Dia juga menderita mengurung diri dari sosial dan delusi agama. Pasien tidak
pernah berkonsultasi dengan psikiater.
Di ruang gawat darurat, tanda-tanda vital denyut nadi 100 kali per menit,
tekanan darah 170/100 mmHg, laju pernafasan 25 kali per menit dan banyak
sekresi oral(banyak cairan). Pasien afebris dan memiliki ronki di seluruh dadanya.
Saturasi oksigen 80%, dan Glasgow Coma Scale adalah 6/15. Tidak ada
fasikulasi. Pasien juga menderita miosis. Dia membutuhkan bantuan ventilator
dan dia dirawat di Unit Perawatan Intensif Medis (Medical
Intensive Care Unit / MICU).
Dalam beberapa jam, didapatkan hipotermia (34 ° C), bradychardia (35
denyut per menit) dengan fasikulasi umum, tremor, air liur berlebih, sekresi

6
bronkus dan bronkospasme. Pemeriksaan fisik menunjukkan hiperemia meluas
dari sepertiga proksimal lengan bawah ke daerah aksila dengan edema parah pada
fosa antekubital tanpa indurasi atau nekrosis. Capillary refill time normal. Urin
berubah warna menjadi coklat kemerahan. Pemeriksaan pada saat masuk ke
MICU, menunjukkan hiperglikemia (2,42 g / L), rhabdomyolysis (tingkat kreatin
kinase dalam darah adalah 1188 UI / L) dan kadar bikarbonat rendah (16 mEq /
L). Fungsi ginjal dan hati dan kadar natrium, potasium, kalsium, dan magnesium
serum normal. Gambaran darah menunjukkan leukositosis. Skrining untuk
benzodiazepin, obat antiepilepsi, amfetamin, etanol, kokain, exstasy,
tetrahydrocannabinol, morfin dan turunannya negatif. Kolinesterase sel darah
merah dan kolinesterase plasma sangat rendah (<10%). X-ray dada dan
elektrokardiogram normal.
Dia diobati dengan cairan intravena (IV), atropin, fenobarbital, sodium
bikarbonat IV dan rewarming eksternal pasif. Atropin (2 mg) diberikan setiap 10
menit selama empat jam, dilanjutkan dengan infus pada laju 2,5 mg per jam, dan
dosisnya disesuaikan sesuai respons klinisnya.

Pada hari ke 3, penderita mengalami stroke dengan hipotensi (80/50


mmHg) dan takikardia (143 denyut per menit). Uji laboratorium menunjukkan
hiperglikemia berat (4,49 g / dL), hipokaliemia (2,4 mEq / L), glikosuria,
ketonuria, dan kadar bikarbonat rendah (12 mEq / L). Analisis gas darah arterial
menunjukkan pH 6,99, PaCO2 73 mmHg, PaO2 195 mmHg (FiO2 70%), dan
HCO3ˉ 17,6 mEq / L, menunjukkan asidosis. Enzim jantung dan ekokardiografi
normal. Darah dan urine steril. Procalcitonine adalah 1,90 ng / mL dan C-reactive
protein (CRP) adalah 2,70 mg / L. Amilemia, lipasemia dan hemoglobin
glikosilasi dan ultrasound perut normal. Pengobatan, termasuk cairan infus, infus
insulin, kalium parenteral, sodium bicarbonate, adrenalin pada tingkat 6 mg per
jam dan hidrokortison-hemisuksinin dimulai. Pengobatan dengan atropin dan
perawatan suportif dilanjutkan.

Pada hari ke 5, ia mengalami hipertermia dengan menggigil. Foto


toraksnya normal. Tingkat prokalsitonin dan CRP meningkat. Dua bakteri,

7
Klebsiella pneumoniae dan Staphylococcus hominis diisolasi dari darah. Terapi
antibiotik empiris dengan ceftriaxone dan gentamicin dimulai dan dimodifikasi
menjadi imipenem setelah hasil bakteriologis menjadi tersedia. Kadar glukosa
normal dan tidak memerlukan terapi insulin lebih lanjut, dan asidosis dipecahkan
pada hari ke 5.

Pengobatan dengan adrenalin dihentikan pada hari ke 6. Pasien


memerlukan dukungan ventilator selama 7 hari dan atropin selama 10 hari. Pasien
menerima 700 mg sebagai dosis total atropin.

DISKUSI

Penggunaan campuran dua jenis insektisida akan meningkatkan aktifitas


insektisida tersebut menjadi lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan secara
terpisah. Hal ini juga yang menyebabkan munculnya efek toksisitas campuran.
Contohnya adalah OP dan PYR.
Pasien pada jurnal mencoba bunuh diri dengan menkonsumsi dan
menginjeksi CPF dan CM. Pajanan dari CPF dan CM menginhibisi hidrolisis CM
oleh karboksilesterase yang menyebabkan peningkatan konsentrasi zat tersebut
pada jaringan dan menurunkan eksresi asam 3-phenoxybenzoic pada urin yang
berfungsi sebgai metabolit PYR. CPF oxon (zat toksik dari CPF) juga
menginhibisi hidrolisis CM secara irreversibel.
Inhibisi dari asetilkolin esterase oleh CPF juga menyebabkan tremor dan
hipersalivasi yang berkepanjangan, ditambah lagi oleh aktivitas CM yang
berkepanjangan akibat inhibisi hidrolisis CM. Lalu dijelaskan berdasarkan
beberapa hasil eksperimen dan penelitian bahwa toksikasi dari CPF menyebabkan
pemulihan kadar serum kolinesterase yang lambat. Seperti pada pasien di jurnal,
pemulihan kadar serum kolinesterase membutuhkan waktu 4 minggu.
Toksikasi dari OP menyebabkan penurunan temperatur penderita pada
awal pajanan yang secara berangsur-angsur meningkat menjadi normal atau

8
tinggi. Namun ada beberapa faktor seperti infeksi dan perawatan yang dapat
membuat rancu. Pada pasien ini sulit menentukan hiperytermia disebabkan oleh
toksisitas OP atau infeksi nosokomial.
Pada Toksikasi OP juga dapat menyebabkan hiperglikemia. Mekanisme
dari hiperglikemia tersebut adalah disebabkan oleh stres oksidatif, inhibisi dari
paroxanase, stimulasi dari kelenjar adrenal untuk menghasilkan ketekolamin, dan
efek dari metabolisme triptofan di hati. Dapat terjadi glikosuria pada toksisitas OP
berat. Pada toksikasi PYR juga dapat menyebabkan stres oksidatif. Lalu pada
toksikasi CM menurunkan aktifitas antioksidan sel. Kemungkinan lain penyebab
hipergikemi pada pasien tersebut telah disangakal, seperti tida adanya riwayat
diabetes, dan pemberian atropin dan fenobarbital yang tidak menyebabkan
hiperglikemi. Penggunaan obat-obatan psikotropika juga tidak teridentifikasi.
Akut pankreatitis juga dapat disebabkan oleh toksiitas OP yang nantinya dapat
menyebabkan hiperglikemi, namun dari hasil lab yang ditemukan pada pasien ini
kemunugkinan itupun disangkal.
Ketoasidosis merupakan gejala yang tidak biasa dari toksikasi pestisida.
Menurut Narjis Badrane et al., sejauh ini telah ditemukan kasus ketoasidosis
diabetic pada toksikasi OP pada anak-anak dan beberapa orang dewasa
mengalami non-ketotik asidosis. Namun belum pernah ditemukan kasus
hiperglikemi akibat toksikasi OP pada orang dewasa yang menyebabkan
ketoasidosis
Pajanan pesitisida melalui intravena masih belum diketahui akibatnya
namun kemungkinan dapat menyebabkan ganguan lokal maupun sistemik.

9
KESIMPULAN

Sepengetahuan kami, ini merupakan kasus pertama terjadinya diabetes


ketoasidosis yang disebabkan akibat keracunan pestisida yang dilaporkan pada
orang dewasa. Stress oksidatif yang disebabkan oleh organofosfat dan PYR dapat
menjadi peran dalam perkembangan gangguan metabolisme glukosa. Mekanisme
pastinya masih butuh tinjauan lebih lanjut.

Menetapkan diagnosis dari komplikasi dari keracunan pestisida sangat


penting untuk perawatan yang adekuat dan meningkatkan hasil pada pasien.

10

Anda mungkin juga menyukai