TUBERCOLOSIS PARU
Dosen pembimbing
Ns. Sadaukur Br Barus S. Kep M. Kep
Disusun oleh:
Intan Tania
E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan
gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel
infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-
paru. Partikel dapat masuk ke alveolarbila ukurannya kurang dari 5
mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T )
adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon
ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit
(Dannenberg,1981). Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah
lobus atas paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah
tersebut dan memfagositbakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah
hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia
seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan
berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi
ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon
lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan
lesi mirip dengan lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain.
Jenispenyebab ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler
dan tersebar keorgan-organ lainnya.
PATHWAY MASUK LEWAT
JALAN NAPAS
MICROBACTER DROPLET
IUM INFECTIO
TUBERKULOSA N
MENEMPEL
PADA PARU
HIPERTERMI
RADANG PERTAHANAN
TAHUNAN PRIMER TIDAK
DIBRONKUS ADEKUAT
BERKEMBANG KERUSAKAN
PEMBENTUKAN
MENGHANCURK MEMBRAN
TUBERKEL
AN JARINGAN ALVEOLAR
IKAT SEKITAR
KETIDAKEFEKT
IFAN BERSIHAN
JALAN NAPAS
MEMBENTUK ALVEOLUS
JARINGAN KEJU
ALVEOLUS
SEKRET KELUAR MENGALAMI
SAAT BATUK KONSOLIDAS
I & EKSUDASI
BATUK
PRODUKTIF GANGGUAN
(TERUS- PERTUKARAN
MENERUS) GAS
DISTENSI
TERHIRUP ABDOMEN
ORANG SEHAT
MUAL MUNTAH
RESIKO
INFEKSI
INTAKE NUTRISI
KURANG
RESIKO
KETIDAKSEIMBA
NGAN
ELEKTROLIT
F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.Terapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-
7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
dari lima komponen yaitu:
a) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
b) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
14
G. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien : nama klien, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku atau bangsa, pendididkan, pekerjaan, dan alamat.
2) Identitas Penanggung Jawab Pasien
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : Keluhan yang sering muncul biasanya, sesak atau
nyeri dada.
2) Riwayat kesehatan sekarang : Penjabaran dari keluhan utama
(PQRST)
3) Riwayat kesehatan dahulu : Dikaji terutama riwayat merokok,
kontak dengan penderita Tb paru, riwayat penyakit saluran
pernafasan lain, riwayat pekerjaan yang berkaitan dengan zat
polutan.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Dikaji riwayat Tb paru di keluarga
dan pengobatannya.
5) Kondisi tempat tinggal dan lingkungan : Dikaji kondisi rumah dan
lingkungan meliputi sumber polutan, pemaparan sinar matahari,
kelembaban ruangan, ventilasi
2. Pemeriksaan Fisik:
15
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan
menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam
pernapasan. RR meningkat (>24 x/menit). Adanya dyspnea, sianosis, distensi
abdomen, batuk dan barrel chest.
3) Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang
cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai
pleura, perkusi memberikan suara pekak.
4) Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa
rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan
pleura, suara napas menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang
cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama
sekali.
5) Palpasi
Badan teraba hangat (demam), denyut nadi meningkat (>100x/menit), turgor
kulit menurun, fremitus raba meningkat disisi yang sakit.
(Amin, 2007)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Reaksi terhadap tes tuberkulin: Reaksi tes positif (diameter = 5 mm).
2. Radiologi: Terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran
pembesaran kelenjar paratrakeal, penyebaran milier, penyebaran
bronkogen, atelektasis, pleura dengan efusi.
3. Kultur sputum: Kultur lambung atau sputum, cairan pleura, urin, cairan
serebrospinal, cairan nodus limfe ditemukan basil tuberculosis.
4. Patologi anatomi dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar, pleura,
peritoneum, kulit ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
5. Uji BCG: Reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung
terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu < 7 hari setelah penyuntikan.
6. Infeksi TB: hanya diperlihatkan oleh skin tes tuberkulin positif.
16
7. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
8. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area indurasi10
mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau
infeksi disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
9. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
10. GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru.
11. Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
12. Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensiair dapat
ditemukan pada TB paru kronis luas.
13. Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi
sembuh primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luasTB
dapat termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax
tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke
atas.
14. Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronchus atau kerusakan paru karena TB.
I. Penatalaksanaan Klinis
3. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
c. Promotif
4) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
5) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
penularan, cara pencegahan, faktor resiko
6) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
d. Preventif
5) Vaksinasi BCG
17
6) Menggunakan isoniazid (INH)
7) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
8) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat
diketahui secara dini.
4. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
d. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
5) Streptomisin injeksi 750 mg.
6) Pas 10 mg.
7) Ethambutol 1000 mg.
8) Isoniazid 400 mg.
e. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi
setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.Terapi TB paru dapat
dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
4) INH.
5) Rifampicin.
6) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
f. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
5) Rifampicin.
6) Isoniazid (INH).
7) Ethambutol.
8) Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati
juga mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap
OAT serta memutuskan mata rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis
terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-
7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
18
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan
Etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon,
Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih
dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil
pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan
sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
dari lima komponen yaitu:
f) Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.
g) Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit
pelayanan yang memiliki sarana tersebut. Pengobatan TB dengan
paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama
dimana penderita harus minum obat setiap hari.
h) Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
i) Pencatatan dan pelaporan yang baku.
Efek Samping OAT :
Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh
karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat
penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat
ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat
simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.adapun efek samping
OAT antara lain yaitu:
d) Isoniazid (INH)
(3) Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada
syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot.
Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan
19
dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada
keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain
ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra).
(4) Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang
dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi
hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan
pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus.
e) Rifampisin
(3) Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan
pengobatan simtomatik ialah : Sindrom flu berupa demam,
menggigil dan nyeri tulang, Sindrom perut berupa sakit perut,
mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare,
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan.
(4) Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :
20
5) Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut
OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai
pedoman TB pada keadaan khusus
6) Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal
ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin
harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi
walaupun gejalanya telah menghilang
7) Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
8) Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air
seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut
terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak
berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien
agar dimengerti dan tidak perlu khawatir.
f) Pirazinamid
(4) Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat
(penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan
khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan
kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis
Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya
ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang
terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit
yang lain.
(5) Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna
merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler
tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali
terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30
mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan
penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu
setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak
diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit
untuk dideteksi
(6) Streptomisin
21
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan
yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.Risiko efek samping tersebut akan meningkat
seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan
umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien
dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek
samping yangterlihat ialah telinga mendenging (tinitus),
pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat
dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya
dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka
kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap
(kehilangan keseimbangan dan tuli).
Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang
timbul tiba- tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema
pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang
terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang
mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila
reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi
0,25gr.Streptomisin dapat menembus barrier plasenta
sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab
dapat merusak syaraf pendengaran janin.
22
J. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Tanda mayor Pertahanan Ketidak efektifan
DS:- primer tidak kebersihan jalan
DO: adekuat nafas
1. Batuk tidak efektif
2. Sputum berlebih Pembentukan
3. Tidak mampu batuk tuberkel
4. Mengi, wheezing dan/atau
ronkhi kering Kerusakan
membran
Tanda minor
alveolar
DS:
1. Dispnea
Pembentukan
2. Sulit bicara
sputum
3. Ortopnea
berlebih
DO:
1. Gelisah Ketidak
2. Sianosis efektifan
3. Bunyi napas menurun kebersihan
4. Frekuensi napas berubah jalan nafas
23
DS:
1. pusing Menurunnya
2. penglihatan kabur permukaan
efek paru
DO:
1. sianosis
Alveolus
2. pola napas abnormal
(cepat/lambat,
Alveolus
dalam/dangkal,
mengalami
reguler/irreguler)
konsolidasi
3. warna kulit abnormal
dan eksudasi
(pucat/kebiruan)
4. kesadaran menurun
Gangguan
5. gelisah
pertukaran
gas
Ketidakseim
bangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
4. Tanda Mayor Terjadi Hipertermi
DS: - proses
24
DO: suhu tubuh diatas normal peradangan
Tanda Minor
DS: - Pengeluaran
DO: zat pirogen
1. Kulit merah
2. Kejang Mempengaru
3. Kulit terasa hangat hi
hipotalamus
Mempengaru
hi sel point
Hipertermi
K. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane alveolus-kapiler
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d hipersekresi jalan napas
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mencerna makanan
4. Hipertermi b.d proses penyakit(infeksi)
L. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
Setelah dilakukan Observasi : - Adanya sputum dapat
Ketidak tindakan keperawatan 1. Identifikasi menganggu ventilasi
efektifan selama ..x24 jam lemampuan dan kenyamanan saat
bersihan jalan diharapkan tidak ada batuk bernapas sera adanya
nafas b.d suara nafas tambahan 2. Monitor adanya infeksi pada saluran
hipersekresi dengan kriteria hasil : retensi sputum napas
jalan napas 1. Menujukan 3. Monitor tanda
jalan nafas gejala infeksi
yang paten saluran napas
(klien .tidak 4. Monitor input
25
merasa output cairan
tercekik, irama
nafas, frekunsi Terapeutik:
adalam 1. Atur posisi
perenafasan semifowler
rentang 2. Pasang perlak
normal, tidak dan bengkok di
ada suara nafas pangkuan pasien
abnormal ) 3. Buang secret - Posisi dapat membantu
2. Mampu pada tempat ekspansi pada paru
mengidentifika sputum - Memudahkan saat
si dan Edukasi : pengeluaran sputum
mencegah 1. Jelaskan tujuan
faktor yang dan prosedur
dapat pemantauan
menghambat 2. Informasikan
jalan nafas hasil
3. Mendemonstar pemantauan, jika - Untuk memberikan
sikan batuk perlu informasi dan prosedur
efektif dan tindakan yang dilakukan
suara nafas - Membantu
yang bersih, meminimalkan kolaps
tidak ada jalan napas
sianosis dan - Membantu
dyspneu mengeluarkan sputum
(mampu
mengeluarkan
sputum mampu
bernafas
dengan mudah)
26
pertukaran gas tindakan keperawatan frekuensi, irama, normal tidaknya
b.d perubahan selama ..x24 jam kedalaman dan frekuensi pernapasan
membrane diharapkan gangguan upaya napas - Sputum berlebih dapat
alveolus-kapiler pertukaran gas teratasi 2. Monitor pola menghambat jalan napas
dengan kriteria hasil : nafas pasien
1. Memelihara 3. Monitor - Bersihan jalan napas
kemampuan tudak efektif dapat
kebersihan
batuk efektif dimanifestasikan dengan
paru-paru dan
4. Monitor adanya bunyi napas adventisius
bebas dari produksi sputum
5. Auskultasi bunyi
tanda-tanda
napas
distress
6. Monitor saturasi
pernafasan oksigen
2. Ttv dalam
Terapeutik:
rentang normal
1. Atur interval - Untuk menilai status
3. Pola napas pemantauan oksigenasi pasien
respirasi sesuai
membaik
kondisi pasien
4. Bunti napas
2. Dokumentasikan
tambahan hasil pemantauan
menurun
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan - Untuk menjelaskan
dan prosedur semuaprosedur yang
pemantauan akan diberikan kepada
2. Informasikan pasien
hasil tujuan - Untuk memberikan
pemantauan informasi mengenaihasil
pemeriksaan kepada
pasien
Ketidak Setelah dilakukan Monitor :
seimbangan tindakan keperawatan 1. Monitor asupan - Status nutrisi dapat
27
nutrisi kurang selama ..x24 jam dan keluarnya memberikan informasi
dari kebutuhan diharapkan tidak ada makanan dan apakah pasien tersebut
tubuh b.d tanda tanda malnutrisi cairan serta kekurangan gizi atau
ketidakmampua dengan kriteria hasil : kebutuhan kalori tidak
n mencerna 1. BB ideal sesuai 2. Monitor berat - Untuk mengetahui
makanan dengan tinggi badan perkembangan nutrisi
badan Terapeutik :
2. Adanya 1. Berikan - Untuk mencegah
peningkatan makanan tinggi konstipasi
berat badan serat
- Agar status gizi pasien
sesuai dengan 2. Berikan
membaik
tujuan makanan tinggi
3. Tidak ada kalori dan
penurunan BB protein
yang berarti
Kolaborasi :
1. Kolaborasi
- Jumlah kalori sangat
dengan ahli gizi
berpengaruh
tentang target
dalampeningkatan status
berat badan,
gizi pasien
kebutuhan kalori
dan pilihan
makanan
Hipertermi b.d Setelah dilakukan Observasi : - Untuk mengetahui
proses tindakan keperawatan 1. Monitor suhu perkembangan suhu
penyakit(infeksi) selama ..x24 jam tubuh tubuh pasien
diharapkan suhu tubuh 2. Identifikasi - Untuk mengetahui
normal dengan kriteria penyebab penyebab dari
hasil : hipertermia hipertermi
1. Nadi dan RR 3. Monitor kadar - Untuk mengetahui
dalam rentang elektrolit apakah pasien
normal kekurangan cairan atau
2. Tidak ada Terapeutik : tidak
28
perubahan 1. Sediakan
warna kulit dan lingkungan yang - Dapat membantu
tidak ada dingin penurunan suhu tubuh
pusing 2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Berikan cairan
oral
Edukasi :
- Meminimalkan fungsi
1. Anjurkan tirah
organ
baring
Kolaborasi :
Mengantisipasi jika
1. Kolaborasi
pasien kekurangan
pemberian cairan
cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
29
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda da Hardhi Kusuma. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
30