Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

Peradangan Usus Buntu (Appendicitis)

Disusun Oleh:

Arneta Sarah Simarmata

112019170

Pembimbing:

dr. Imelda Tobing, Sp.Rad

Kepaniteraan Klinik Radiologi

Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Periode 29 Juni 2020 – 1 Agustus 2020


BAB I

Pendahuluan

Apendisitis akut adalah diagnosis tersering yang diduga pada pasien yang datang ke
ruang gawat darurat dengan nyeri perut akut, dan merupakan indikasi paling umum untuk
intervensi perut mendesak. Namun, sulit untuk mendiagnosis hanya berdasarkan riwayat medis
pasien, pemeriksaan fisik, dan temuan laboratorium, karena kasus-kasus lain seperti gangguan
gastrointestinal dan urogenital adalah kondisi yang mirip dengan kasus usus buntu. Pada pasien
yang sedang hamil, radang usus buntu adalah penyebab paling umum dari nyeri perut yang
membutuhkan tindakan pembedahan. Baik intervensi yang tertunda maupun tindakan yang tidak
perlu dilakukan dapat menyebabkan kondisi janin yang buruk.1
Apendisitis akut merupakan suatu keadaan gawat darurat. Pada kebanyakan kasus yang
ditemui, tanda dan gejala klinis sudah cukup untuk digunakan sebagai dasar penanganan operasi,
namun tidak sedikit juga pasien dengan tanda dan gejala klinis yang tidak khas. Pada pasien-
pasien yang masih belum bisa di diangosis secara pasti, dibutuhkan pemeriksaan penunjang
tambahan yang salajh satunya adalah pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologis tersebut
sangat membatu dalam menegakkan suatu diagnosis apendisitis. Khususnya untuk pasien anak
dan pasien-pasien geriatri, gambaran klinis apendisitis sering tidak terlihat jelas sehingga
penegakkan diagnosis menjadi lebih sulit.1,2
Pemeriksaaan radiologi yang dipilih adalah ultrasonografi (USG) dan CT-Scan karena
keakuratan CT-scan jauh lebih tinggi. Foto polos abdomen juga sering dilakukan untuk
menjelaskan penyebab dari nyeri perut, untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain, dan
penting dalam menentukan apakah sudah terdapat komplikasi pada rongga abdomen. Setelah
dilakukan tindakan operatif, ada baiknya juga pasien kembali di foto untuk melihat adanya
komplikasi pasca operasi.1,2
BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Anatomi Apendiks

Apendiks adalah lumen panjang yang terbentang dari tepi bawah posteromedial sekum
dengan panjang kurang lebih 10cm. Lumennya sempit dibaguan proksimal dan melebar di
bagian distal. Diameter lubang apendiks bervariasi antara 0,5-15mm. Pada bayi, apendiks
berbetuk kerucut, pangkalnya lebar dan menyempit pada ujung apendiks. Dari segi anatomis, hal
ini yang membuat insiden apendisitis pada bayi menjadi rendah. Folikel limfoid tersebar
sepanjang lumen apendiks. Lokasi apendiks setiap orang juga berbeda, namun lokasi paling
serung adalah intraperitoneal dan retrosekal. Perbedaan posisi apendiks juga dapat menyebabkan
perubahan manifestasi klinis dari apendisitis.3
Persarafan parasimpatis yang mempersarafi apendiks berasal dari cabang N. vagus yang
mengikuti A. mesenterika superior dan A. appendikularis. Sementara persarafan simpatis berasal
dari N. Torakalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.
Pendarahan apendiks berasal dari A. appendikularis. Arteri ini tidak memiliki kolateral
sehingga jika arteri ini tersumbat, apendiks akan mengalami gangrene.3

Gambar 1. Letak anatomis apendiks


Gambar 2. Variasi letak dan pendarahan apendiks

2.2 Penyakit usus buntu (Appendicitis)

Etiologi

Apendisitis banyak menyerang pada kelompok usia dekade ke 2 dan 3 dari kebidupan.
Laki-laki beresiko 2 kali lipat dibandingkan dengan perempuan. Apendisitis akut merupakan
infeksi dari bakteri. Berbagai hal yang berperan sebagai faktor pencetusnya antara lain4:

1. Sumbatan lumen apendiks


2. Hiperplasia jaringan limfoid
3. Fekalit (batu yang terbuat dari feses)
4. Tumor apendiks
5. Cacing askaria
6. Parasit E. Histolitika
7. Konstipasi kronis

Morbiditas dan mortalitas

Angka morbiditas apendisitis dengan perforasi (pecah) adalah 17-40% pada dewasa dan
50-85% pada anak. Angka mortalitasnya adalah 0,1-1%.4
Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu4,5:

1. Apendisitis akut
a. Stage 1: non-gangrenosa
Obstruksi lumen apendiks mengarah pada edema mukosa, ulserasi mukosa
dengan akumulasi cairan dan peningkatan tekanan intraluminer. Pasien biasanya
menunjukkan gejala nyeri periumbilikal atau nyeri epigastrik
b. Stage 2: supuratif/gangrenosa
Peningkatan tekanan intraluminer mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi
kapiler, yang bersamaan dengan obstruksi limfatik dan drainase vena diikuti
invasi cairan inflamasi dan bakterial pada dinding apendiks. Ketika terjadi
inflamasi serosa, apendiks akan bersentuhan dengan peritoneum parietal.
Sehingga secara gambaran klinis, rasa nyeri yang dirasakan pasien akan
berpindah dari periumbilikus ke kuadran kanan bawah abdomen.
c. Stage 3: perforasi
Hasil dari iskemia jaringan adalah infark apendisitis dan perforasi. Perforasi dapat
menyebabkan peritonitis baik terlokalisasi atau generalisata
2. Apendisitis rekurens
Insidens dari apendisitis rekuren adalah 10%. Apendisitis rekurens terjadi disaat
terdapat nyeri kuadran kanan bawah abdomen pada waktu lain setelah tindakan
apendiktomi, dimana telah dibuktikan secara histopatologi bahwa apendiks telah
menunjukkan gambaran inflamasi.
3. Apendisitis kronik
Insidens dari apendisitis kronik adalah 1%. Definisi dari apendisitis kronik adalah
pasien dengan riwayat nyeri perut kuadran kanan bawah paling tidak 3 minggu tanpa
diagnosis alternatif lainnya dan secara histopatologi terbukti sebagai inflamasi aktif
kronis dari dinding apendisitis atau fibrosis apendiks.
Gambar 3. Staging apendisitis
Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia


folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat, hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.3,5

Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga


menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.3,5
Gambar 4. Perbandingan apendiks normal dan apendisitis

Diagnosis

Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena
hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri
viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi nervus
vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul
komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika
suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.6

Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut
bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses. Pada palpasi, abdomen biasanya tampak
datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit
tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.6
Terdapat tanda-tanda khusus yang khas untuk apendisitis antara lain5,6:

1. Nyeri tekan (+) Mc. Burney

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan
ini merupakan tanda kunci diagnosis.

Gambar 5. McBurney’s point

2. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum

Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah
saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan
perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

3. Defence muscular

Nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan


peritoneum parietal.

4. Rovsing sign (+)

Nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen
bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena
iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.
Gambar 6. Rovsing Sign

5. Psoas sign (+)

Tanda ini terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi
pada apendiks.

6. Obturator sign (+)

Rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah
dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada
daerah hipogastrium .

Gambar 7. Psoas dan Obturator sign


Scoring

Tingkat keparahan kasus apendisitis dapat dinilai dengan menggunakan scoring


Alvarado. Poin penilaian dan klasifikasi keparahan dapat dilihat pada tabel di bawah ini5,6:

Tabel 1. Scoring Alvarado


2.3 Pemeriksaan radiologis

Pada pasien yang mempunyai gejala klinis yang kurang jelas, atau dicurigai telah
mengalami komplikasi, dapat dilakukan pemeriksaan radiologis. Ada beberapa pilihan modalitas
yang dapat dipilih untuk membantu diagnosis apendisitis.7

Foto polos abdomen

Gambaran foto polos abdomen yang paling sering ditemukan tapi bukan diagnostik untuk
apendisitis yaitu scoliosis dari tulang-tulang vertebra, cekung (concave) ke kanan. Kadang dapat
ditemukan gambaran caecum yang dilatasi dengan air fluid level. Kalsifikasi fecolith dapat
ditemukan pada 10- 15 % kasus, tapi adanya gambaran fecolith tidak patognomonis untuk
apendisitis karena banyak apendiks normal yang telah diangkat terdapat fecolith. Oleh karena itu
foto polos abdomen tidak menolong dalam menegakkan diagnosa apendisitis.8
Beberapa tanda-tanda apendisitis akut yang dapat ditemukan pada foto polos abdomen
antara lain adalah adanya kalsifikasi apendiks (0,5-6cm), sentinel loop (pelebaran ileum atoni
dengan gambaran air fluid level), dilatasi sekum, preperitoneal fat line yang melebar dan/kabur,
gambaran opastas pada kuadran kanan bawah, dan bisa juga terlihat udara pada apendiks dan
psoas line kanan yang memudar.8

Gamb
ar 8. Gambaran apendikolith dan sentinel loop
Appendicogram
Appendicogram adalah pemeriksaan untuk mendeteksi adanya gangguan pada appendiks
(umbai cacing), seperti adanya penyakit usus buntu (appedicitis). Dalam melakukan pemeriskaan
kontras, ada panduan bagi pasien. Sekitar 12 jam sebelum pemeriksaan, pasien diharuskan untuk
meminum cairan kontras yaitu barium 250 gr yang dilarutkan dengan 200 cc air hangat. Pasien
tidak diperbolehkan untuk BAB dahulu sebelum foto kontras diambil. Kontra indikasi untuk
pemeriksaan ini adalah apabila pasien sudah dicurigai mengalami perforasi. Hasil
appendicogram yang menunjukkan nonfilling appendix merupakan tanda non-spesifik pada
apendisitis karena pada 15-20% orang normal juga bisa menujukkan gambaran yang sama.7,8
Gambar 9. Perbedaan filling dan nonfilling appendix
Ultrasonografi

Ultrasonografi dengan teknik pemeriksaan yang tidak menggunakan radiasi pengion


harus menjadi pilihan dalam pemeriksaan pada pasien muda. Dengan operator yang
berkompeten, ultrasonografi dapat diandalkan untuk mengidentifikasi appendiks yang abnormal,
terutama pada pasien dengan tubuh yang kurus. Namun, identifikasi usus buntu yang normal
lebih bermasalah, dan dalam banyak kasus, radang usus buntu tidak dapat dikesampingkan.9

Teknik yang digunakan dikenal sebagai kompresi bertingkat, menggunakan probe linear
tepat di atas target yang dituju dengan lembut, dan perlahan meningkatkan tekanan bertahap
diberikan untuk menggantikan gas usus normal di atasnya.

Temuan yang mendukung diagnosis apendisitis pada pemeriksaan USG meliputi:

 Apendiks yang aperistaltik, tidak kompresibel, dan melebar (> diameter luar 6 mm)
tampak muncul bulat ketika diberikan kompresi.
 Apendikolith yang tampak hyperechoic dengan posterior acoustic shadow
 Dinding apendiks yang tampak sangat jelas menunnjukan apendiks tidak di tahap non-
nekrosis
 Tampak penebalan dinding (>3mm)
 Terdapat pengumpulan cairan pada periapendiks
Sangat penting untuk kita memastikan bahwa target yang kita lihat adalah benar
apendiks, maka dari itu sangat penting untuk kita menemukan ileum terminal untuk memastikan
bahwa organ yang kita lihat benar-benar apendiks.7,8,9

Gambar 9. USG apendiks dengan apendikolith

Sesuai dengan staging dari apendisitis, gambaran USG yang ditemukan juga dapat
berbeda untuk setiap stagingnya. Pada fase non-gangrenosa, didapatkan penebalan dinding
>3mm dan pada potongan transversal didapatkan diameter luar > 6mm. Pada fase gangrene,
ekogenitas lapisan submucosa dinding apendiks hilang dan ekogenesitas lemak tampak
prominen. Pada fase apendiks yang sudah mengalami perforasi, regio perut kanan bawah akan
tampak irregular dan kontur apendiks mulai terlihat pudar karena adanya cairan di periapendiks
dan lemak perisekal yang prominen.8,9

Gambar 10. USG apendiks yang sudah perforasi


CT-Scan

Pemeriksaan CT merupakan modalitas yang sangat sensitif (94-98%) dan spesifik


(hingga 97%) untuk diagnosis apendisitis akut dan memungkinkan penyebab alternatif dari nyeri
perut dapat juga didiagnosis. Kebutuhan akan kontras (IV, oral atau keduanya) masih
diperdebatkan dan bervariasi dari satu institusi ke institusi lainnya. Kontras oral belum terbukti
meningkatkan sensitivitas CT. Gambaran yang dapat ditemukan dalam pemeriksaan CT antara
lain:8,9,10

o Dilatasi apendiks (>6mm)


o Penebalan dindin apendiks (>3mm) dan proyeksi enhancement
o Inflamasi dari periapendiks (adanya abses. Phlegmon, cairan ekstraluminal)
o Tampak gambaran nekrosis (pada fase gangrene)
o Apendikolith dan kelenjar yang membesar (kurang spesifik)

Gambar 11. CT scan apendisitis dengan apendikolith


Gambar 12. CT scan apendisitis perforasi dan pembentukan abses

2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan definitif appendicitis adalah dengan apendektomi. Rujuk pasien ke


rumah sakit dengan fasilitas ruang operasi untuk melakukan apendektomi. Walau demikian, pada
appendicitis akut dengan kondisi khusus seperti tidak ada akses untuk operasi atau apendektomi
berisiko tinggi bagi pasien, pemberian terapi nonbedah berupa antibiotik dapat menjadi pilihan.10

Appendektomi dapat dilakukan dengan laparoskopi dan laparatomi. Appendektomi


melalui laparoskopi memiliki beberapa keunggulan yaitu nyeri pasca operasi yang lebih ringan,
hasil estetik yang lebih baik, risiko infeksi yang lebih rendah, dan waktu penyembuhan yang
lebih cepat.10,11,12

Antibiotik dapat menjadi pilihan pada keadaan tertentu. Antibiotik yang menjadi pilihan
untuk appendicitis adalah antibiotik spektrum luas yang mencakup bakteri aerob dan anaerob.
Berikan antibiotik IV selama perawatan dan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 7 hari.
Contoh antibiotik yang dapat menjadi pilihan adalah cefotaxime, levofloxacin, metronidazole,
gentamisin.11,12
BAB III

Penutup

Pemeriksaan radiologis mempunyai peranan yang sangat besar dalam penegakkan


diagnosis apendisitis, dikarenakan setiap pasien mempunyai manifestasi klinis yang berbeda dan
apendisitis merupakan salah satu penyakit yang membutuhkan pengananan yang cepat
mengingat apabila sudah perforasi akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Sampai saat
ini, USG dan CT-scan menjadi modalitas yang dipilih untuk membantu menegakkan diagnosis
apendisitis. USG menjadi pilihan utama pada pasien anak-anak, geriatri, dan ibu hamil.
Sementara CT-scan dapat digunakan sebagai modalitas yang lebih akurat apabila hasil USG
dianggap kurang meyakinkan sehingga diperlukan pemeriksaan dengan sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi untuk memastikan diagnosis apendisitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Gorter, et al. (2016). Diagnosis and Management of Acute Appendicitis. EAES


Consensus Development Conference 2015. Surgical Endoscopy, 30(11), p.4668-90. 
2. Shogilev, et al. (2014). Diagnosing Appendicitis: Evidence-Based Review of The
Diagnostic Approach in 2014. Western Journal of Emergency Medicine, 15(7), pp.859-
871. 

3. Briman Parhusip. Referat Apendisitis Akut. Bagian Ilmu Bedah FK Padjadjaran.


Bandung. 2010.

4. David J. Humes & John Simpson. Clinical Presentation of Acute Appendicitis: Clinical
Signs— Laboratory Findings—Clinical Scores, Alvarado Score and Derivate Scores.
Department of Surgery, NIHR Nottingham Digestive Disease Centre and Biomedical
Research Unit, Nottingham University Hospital NHS Trust. Nottingham (UK). 2011.
5. Sjamsuhidajat & de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2011.
6. Lights, V. Boskey, E. Healthline. (2017). Everything You Need to Know about
Appendicitis.

7. Parks NA, Schroeppel TJ. Update on imaging for acute appendicitis. Surg Clin North Am
2011;91:141-54.

8. Hernanz-Schulman M. CT and US in the diagnosis of appendicitis: An argument for CT.


Radiology 2010;255:3-7.

9. Singla Long S, Long C, Lai H, Macura KJ. Imaging strategies for right lower quadrant
pain in pregnancy. AJR Am J Roentenol 2011;196:4-12.

10. Strouse PJ. Pediatric appendicitis: An argument for US. Radiology 2010;255:8-13.
11. Pisano, M., et al., Conservative treatment for uncomplicated acute appendicitis in adults.
Emergency Medicine and Health Care, 2013. 1(1).
12. Mulia N & Ririn M. Laporan Khusus Apendisitis Akut dengan Mikro Perforasi. Bagian
Ilmu Bedah FK.Mulawarman. Samarinda. 2010.

Anda mungkin juga menyukai