Dokter Pembimbing
Disusun oleh
Philippe Christian
112019039
JAKARTA
A. Pendahuluan
ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk
oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medula spinalis, masukan
sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti
spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medula spinalis. Trauma medula
spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak
pada tulang belakang, adalah kejadian yang tidak jarang kita jumpai di
Penyebab trauma antara lain : jatuh dari pohon, jatuh dari tebing, kecelakaan
lalu-lintas, terjun ke dalam air yang dangkal, luka tembak dan sebagainya.1
B. Epidemiologi
trauma baru yang terjadi setiap tahun. Kejadian ini lebih dominan pada pria
Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1. Medula spinalis terletak
ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS
dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal
3
Gambar 1. Anatomi Medula spinalis2
anterior atau radix motorik dan radix posterior atau radix sensorik.
radix posterior, yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi.
4
Gambar 2. 31 pasang saraf spinal.2
Struktur medulla spinalis terdiri dari substansi abu abu (substansia grisea)
kecil. Keluar dari medula spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari
syaraf spinal. Substansi grisea mengandung badan sel dan dendrit dan
neuron efferen, akson tak bermyelin, syaraf sensoris dan motoris dan
5
akson terminal dari neuron. Bagian Posterior sebagai input atau afferent,
anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea untuk refleks silang
a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu
ventralis.
Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan
refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut
cerebellum.
6
Fungsi lengkung refleks : 2-4
c. Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia
7
d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor.
Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik
refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka),
sel kelenjar.
D. Dermatom
tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinal tertentu yang disebut area
dari salah satu organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh
8
Gambar 4. Standard Neurological Clasification of Spinal Cord Injury5
E. Etiologi
Diturunkan
Paraplegia spastic herediter
Congenital
Disrafisme
Malformasi Arnold-chairi
Trauma
Fraktur atau dislokasi vertebra
Prostrusi diskus
Infeksi
Abses epidural
Abses tuberculosis dan penyakit pott vertebra
Sifilis
HIV
Paraparesis spastic tropis
Inflamasi
Sklerosis multiple
9
Mielitis transversa pasca infeksi virus
Sarkoidosis
Spondilitis
Neoplasma
Metastasis vertebra yang menekan medulla spinalis
Tumor instrinsik benigna- neurofibroma-meningioma
Tumor medulla spinalis ekstrinsik-ependioma, glioma
Metabolic
Degenerasi campuran subakut
Kompresi akibat paget
Degeneratif
Pada medulla spinalis-penyakit neuron motorik
Pada vertebra-spondilosis dengan kompresi medulla spinalis
F. Klasifikasi
Score.5,7
10
praktis tidak berguna (dapat
menggerakkan tungkai tetapi
tidak dapat berjalan).
Frankel Score D Fungsi motorik terganggu (dapat
berjalan tetapi tidak dengan normal
”gait”).
Frankel Score E Tidak terdapat gangguan neurologik.
ASA/IMSOP
A Komplit Tidak ada fungsi
sampai S4-5
B Inkomplit Fungsi sensorik masih
terganggu sampai
terganggu dibawah
11
punya kekuatan < 3
D Inkomplit Fungsi motorik
terganggu dibawah
utamanya punya
kekuatan > 3
E Normal Fungsi sensorik dan
motorik normal
Sedangkan lesi pada medula spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi
atas :5
Spesifik Level5,8
hilang.
12
5. C7 – C8 : Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-).
7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-),
cedera akan
menghasilkan
medulla spinalis
unilateral
Anterior cord syndrome Kerusakan pada Kehilangan funsgsi motorik
13
medulla spinalis
Posterior cord syndrome Kerusakan pada Kerusakan proprioseptiv
medulla spinalis
Cauda equine syndrome Kerusakan pada Kerusakan sensori dan lumpuh
H. Patofisiologi
Tetapi sewaktu-waktu tidak tampak ada kelainan tulang belakang yang jelas,
kompressi korpus vertebra), fraktur pada lamina, pedikel, dan pada prosesus
sobekan atau laserasi pada medulla spinalis. Kepingan tulang ini dapat ula
penekanan atau kompresi pada medulla spinalis. Arteri dan vena yang
spinalis thorakal bagian bawah atau lumbal bagian atas. Keadaan ini akan
14
menimbulkan deficit sensorimotorik pada dermatom dan miotom yang
bersangkutan.1,9,10,11
traumatic yang menekan pada medulla spinalis. Fraktur tulang belakang dapat
terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas.
dapat berupa1,9,10,11 :
trauma yang sembuh seteah beberapa jam atau beberapa hari tanpa
spinalis tampak utuh. Lesi reversibel ini biasanya disebabkan trauma tidak
langsung.
15
Lesi ini sering dijumpai sebagai akibat fraktur atau dislokasi tulang
belakang atau dapat juga akibat hiperekstensi, hiperflexi atau rotasi tulang
yang bercampur sedikit dengan darah dengan test quekenstedt yang positif.
medulla spinalis
Pada keadaan ini medulla spinalis menjadi robek. Ini biasanya disebabkan
trauma langsung misalnya kena peluru, tertusuk benda tajam atau fragmen
darah.
ekstramedullar traumatic dan dapat pula oleh karena medulla spinalis itu
16
negative atau memperlihatkan stop parsial, kadar protein dalam likuor
Trauma yang menimbulkannya dapat berupa trauma gerak lecut, jatuh dari
tempat yang tinggi dengan sikap badan berdiri, jatuh terduduk, terlempar
karena eksploitasi atau pula karena fraktur atau dislokasi tulang belakang.
whisplash keadaan ini sering mengenai radiks C5-7. Radiks saraf spinalis
J. Gejala klinik
tidak komplitnya lesi dan juga tingginya lesi tersebut. Lesi yang mengenai
separuh segmen kiri atau kanan medulla spinalis akan menimbulkan sindrom
sedang lesi yang komplit akan menimbulkan paralisis atau anastesi total
dibawah tempat lesi. Bila lesi komplit itu berada di daerah torakalis, kita akan
Sehingga bila lesi komplit itu berada di daerah servikal maka akan timbul
17
tetraplegia dengan anastesi dibawah lesi. Di samping itu aka nada pula
C8-T1 dapat disertai adanya gejala sindrom horner. Lesi di daerah konus
medularis, disamping konus, sering kali pula kauda equine ikut terkena
sensibilitas dan vegetative, aka nada juga tanda laseque yang positif. Lesi
gangguan motorik dan sensorik yang bersifat perifer dengan tanda laseque
yang positif
K. Penegakkan Diagnosis
A. Anamnesis9,10,11
2. RPS :
18
b. Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul,
nyeri menjalar atau tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang.
Kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi
urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual.
c. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan sehari-
hari (angkat yang berat-berat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit.
B. Pemeriksaan Fisik9,10,11
19
4. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi
kemampuan pasien dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanan-
kiri ( setiap 2 jam ), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi
roda, dan sebaliknya.
5. Pemeriksaan Khusus
1) Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot
dari keempat anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan
metode manual muscle testing ( MMT ).
2) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan
menggunakan goniometer dan dituliskan dengan menggunakan metode
ISOM (International Standar Of Measurement ).
3) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS
merupakan salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan
untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta
untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran
10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada
ujung sebelah kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali.
4) Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
sensori level. Sensori level adalah batas paling kaudal dari segment
medula spinalis yang fungsi sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes
area dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan
sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut :
Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ).
Nilai 1 : merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia.
Nilai 2 : dapat merasakan secara normal.
NT ( not testable ) : diberikan pada pasien yang tidak dapat merasakan
karena tidak sadarkan diri.
20
motorik lebih sulit, karena menyangkut innervasi dari beberapa otot. Tidak
adanya innervasi, berarti pada otot tersebut terjadi kelemahan atau
kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan
pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT), dengan skala penilaian
sebagai berikut : Nilai Huruf Skala Definisi :
21
L 3 : Ekstensi knee ( m. Quadriceps )
C. Pemeriksaan Penunjang9,10,11
1. Laboratorium :
a. Osteocalsin : Suatu protein tulang yang disekresi oleh osteoblast.
b. B-cross lap : parameter untuk proses rosorpsi (penyerapan tulang) untuk
mengetahui fungsi osteoklas.
c. Elektrolit : kalsium total.
d. Darah lengkap : Hb, HT, Leukosit, trombosit.
e. Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula darah puasa.
e. Vit D
f. Kalsitonin.
1. Foto Polos Vertebra. Merupakan langkah awal untuk mendeteksi
kelainan-kelainan yang melibatkan medula spinalis, kolumna vertebralis
dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan foto AP,
lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP
dan Lateral. Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah
yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur
dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto
dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya
kemungkinan fraktur vertebra C1-C2.
2. CT-scan Vertebra : Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis spinalis
dalam potongan aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama untuk
mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. 8,9,10
22
3. MRI Vertebra : MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal
medula spinalis dalam sekali pemeriksaan serta untuk melihat jaringan
lunak.
4. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma medula spinalis.
Sedikit peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade
pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema
medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus
dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat
memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra
servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah
vertebra servikalis tersebut.
5. Mielografi : Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh
dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus
intervertebralis.
D. Diagnosis9,10,11
A. Cedera medulla spinalis
Dalam menegakkan diagnosis pada Cedera medulla spinalis, dilakukan
anamnesis yang lengkap, dimana keluhan dan riwayat adanya trauma
atau kelainan tulang belakang ataupun adanya osteoporosis merupakan
resiko terjadinya cedera medulla spinalis. Selain itu dilakukan
pemeriksaan fisik yang lengkap, dan penunjang yang sesuai untuk
menegaggakan diagnosis. Dengan menggunakan panduan American
Spinal Scale Neurologi dapat menegakkan diagnosis, dan dapat
menegakkan diagnose sementara bila hasil pemeriksaan penunjang
belum keluar. 8,9,10
Apabila medulla spinalis tiba-tiba mengalami cedera, maka aka nada 3
kelainan yang muncul yaitu : 8,9,10
1. Semua pergerakan volunteer dibawah lesi hilang secara mendadak
dan bersifat permanen, sedangkan reflex fisiologis bisa menghilang
atau meningkat.
2. Sensasi sensorik reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat.
23
3. Terjadi gangguan fungsi otonom.
Cedera medulla spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda-
tanda klinis dibawah ini yaitu : 8,9,10
1. Nyeri menjalar
2. Kelumpuhan atau hilangnya pergerakan atau adanya kelemahan
3. Hilangnya sensasi rasa
4. Hilangnya kemampuan peristaltic usus.
5. Spasme otot atau bangkitan reflex yang meningkat
6. Perubahan fungsi seksual.
E. Penatalaksanaan1,9,10,11
(kecuali komosio medulla spinalis) adalah buruk , oleh karena daya regenerasi
yaitu :
1. Tindakan pembedahan
2. Pengobatan konservatif
1. Pembedahan
kadang untuk maksud fiksasi vertebra dan juga bila mungkin reposisi
suatu dislokasi.
24
1. Bila terdapat halangan pada jalan likour serebrospinalis, yang
vertebralis.
yng tersebut di atas. Atau bila waktu trauma sudah lebih dari 2
bulan.
2. Pengobatan konservatif
Untuk ini diperlukan tempat tidur alas keras, kasur yang lunak dan
elastic dan ganjal kaki. Untuk daerah lumbal, dan daerah servikal
2. Harus dicegah supaya lesi yang telah ada jangan bertambah besar
25
3. Harus dicegah komplikasi yang mungkin timbul seperti dekubitus,
kalsium yang melarut tadi keluar melalui air kencing yang kurang
Evaluasi
E: Exposure/environmental control
26
menggenggam tangan pemeriksa dan melakukan dorsofleksi. Fungsi
autonom dinilai dengan melihat ada tidaknya retensi urin, priapismus, atau
level trauma.
bantal pasir pada kedua sisi kepala. Bila terdapat abnormalitas struktur
Medikamentosa9,10,11
akibat stres mekanik. Proses lain yang terjadi di daerah trauma dapat
27
akan menambah pilihan terapi farmakologi. Terapi farmakologi, seperti
baik namun sampai saat ini baru kortikosteroid yang secara klinis
bermakna.
darah, detak jantung serta nadi, dan kadar atekolamin yang tinggi, diikuti
Kortikosteroid
28
Steroid berfungsi menstabilkan membran, menghambat oksidasi
lebih baik dan dapat digunakan sampai jeda 8 jam pascatrauma. Pada
pemberian 24 jam. Selain itu, dicoba pula tirilazad mesilat (TM), yakni
29
inhibitor peroksidasi lipid nonglukokortikoid, dan ternyata tidak lebih baik
mengatakan belum ada studi kelas 1 dan 2 yang mendasari terapi ini, serta
21-Aminosteroid (Lazaroid)
GM-1 Gangliosid
dan dimulai dengan dosis 100 mg/hari. Studi terbaru menyatakan masih
Antagonis opioid
30
tidak lebih baik disbanding metilprednison. Penggunaan obat satu
31
Nimodipin adalah golongan penyekat kanal kalsium dihidropiridin, sering
dipakai pada kasus stroke, memiliki fungsi blokade kanal ion kalsium
sel endotel pembuluh darah, oleh karena itu dianggap dapat mencegah
keterlibatan kanal ion lain. Influks kalsium terjadi dalam hitungan detik
Magnesium
Pada tikus dengan onset 30 menit pascatrauma, dosis tinggi MgSO 600
pascatrauma. Efek obat ini adalah sebagai anestesi lokal, antiaritmia, dan
32
menggunakan tetrodotoksin dan golongan lain, seperti QX314, masih
33
Takrolimus (FK56) dapat dipakai sebagai imunomodulator yang ber fungsi
F. Prognosis
34
DAFTAR PUSTAKA
2015.
537-532.
http://sci.rutgers.edu. 2008.
2007
35
10. Muresanu D. Spinal cord injuries clinical assessment. New
11. Hadley M. clinical assessment following acute cervical and spinal cord
36