Anda di halaman 1dari 9

TERAPI TROMBOLITIK

PADA PASIEN SINDROM AKUT CORONARIA

DISUSUN OLEH
Nama : Maridha Putri Meliyasari

Nim : PO0320218020

Tingkat : 3.A (Semester 6)

Dosen Pengajar
Ns. Nora Hayani, M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LANGSA
TAHUN 2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


A. Latar Belakang ..................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2


A. Definisi ................................................................................................. 2
B. Jenis Agent Trombolitik....................................................................... 2
C. Fungsi ................................................................................................... 3
D. Indikasi ................................................................................................. 4
E. Kontraindikasi....................................................................................... 4
F. Cara Kerja ............................................................................................ 4
G. Komplikasi............................................................................................ 5
H. Efek Samping ....................................................................................... 5
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 6
A. Kesimpulan .......................................................................................... 6
B. Saran..................................................................................................... 6
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saa tini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. SKA
merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu,
angina takstabil (unstable angina), infarkmiokard non-elevasi ST,
infarkmiokard dengan elevasi ST, maupun angina pectoris pasca infark atau
pasca tindakan intervensi koroner. ST elevation myocardial infarction (STEMI)
merupakan salah satu spektrum sindroma koroner akut (SKA) yang paling
berat (Kumar dan Canon, 2009). Pada pasien STEMI, terjadi penurunan aliran
darah koroner secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya.
Trombolitik merupakan salah satu strategi reperfusi untuk tatalaksana
STEMI. Tatalaksana STEMI ditujukan untuk reperfusi arteri koroner yang
tersumbat dan harus segera ditatalaksana sehingga dapat mengurangi kematian sel
miokard (Sukhum, 2011). Trombolitik bekerja dengan melarutkan bekuan darah
atau trombus yang terbentuk sehingga dapat mengembalikan fungsi daerah yang
bermasalah. Trombus yang terbentuk di sistem sirkulasi mempengaruhi
mekanisme tubuh untuk memperbaiki pembuluh darah yang rusak. Jika trombus
terbentuk, dapat menyebabkan iskemik, emboli, serangan jantung, stroke dan
sebagainya (Ali et al., 2014; Dewoto, 2012). Trombolitik sebaiknya diberikan
sedini mungkin agar lebih efektif. Menurut penelitian, pasien yang menerima
trombolitik dalam 6 jam dari onset nyeri dada memiliki angka kematian yang lebih
rendah (5,1%) dibandingkan dengan pemberian setelah 6 jam (16,2%) (Mulay dan
Mukhedkar, 2013; Dewoto, 2012).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Terapi trombolitik adalah terapi klinis yang ditujukan untuk reperfusi
jaringan miokard dengan memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah
yang tersumbat. Bekuan darah yang terdapat dalam darah akan mengganggu
aliran darah ke organ tubuh.
Trombolitik merupakan salah satu strategi reperfusi untuk tatalaksana
STEMI. Tatalaksana STEMI ditujukan untuk reperfusi arteri koroner yang
tersumbat dan harus segera ditatalaksana sehingga dapat mengurangi
kematian sel miokard (Sukhum, 2011).
B. Jenis Agent Trombolitik
Terapi trombolisis menggunakan obat yang disebut dengan agen
trombolitik seperti alteplase (activase), anistreplase (eminase), streptokinase
(streptase, kalbikinase), urokinase (abbokinase) dan aktivator plasminogen
jaringan (TPA). Untuk menghentikan gumpalan, obat ini diberikan sebagai
suntikan dan hanya dibawah pengawasan seorang dokter.
Agent trombolitik dibagi menjadi 2 kategori:
1. Fibrin selektif
a. Karateristik : aktivitas plasminogen yang terpakai pada fibrin dan
pengahancuran bekuan sangat cepat.
b. Jenis :
1) Tissue-Type Plasminogen Activator (t-PA)
 Dosis : 15 mg bolus dilanjutkan 50 mg atau 0,75
mg/kgBB selama 30 menit atau 35 mg atau 0,5
mg/kgBB selama 60 menit dengan total maximum
dosis 100 mg.
 Waktu paruh : t-PA = 3-5 menit
 Efek samping : dapat terjadi reoklusi. Diperlukan
infus antikoagulasi sistemik/hparin. Reaksi alergi dan
hipotensi ditemukan.
2) Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA)
 Dosis standar dipercepat melalui bolus 15 mg, 50
mg atau 0,75 mg/kgBB lebih dari 60 menit untuk
dosis total maksimum 100 mg.
 Direkomendasikan untuk pasien berat badan kurang
dari 65 kg.
 Waktu paruh 5 menit

2. Non selektif
a. Karateristik : plasminogenolosis dan fibrinogenolisis sistemik,
penghancuran bekuan lebih lambat, status penghancuran sistemik
lebih panjang.
b. Jenis:
1) Streptokinase (SK)
 Agen trombolitik yang dihasilkan berfungsi sebagai
katalis dalam konversi plasminogen menjadi
plasmin.
 Dapat diberikan IV atau IC
 Dosis 1,5 juta dalam 30-60 menit.
 Efek samping : alergi, demam, mual hipotensi dan
sakit kepala.
2) Anisolated Plasminogen Streptokinase Activator (APSAC)
 Waktu paruh relatif lebih lama
 Diberikan melalui bolus
 Efek samping : alergi dan hipotensi.

C. Fungsi
Terapi trombolitik digunakan untuk melisiskan plak yang akan
mengancam kehidupan jika tidak segera diatasi. ST elevasi pada gambaran
elektrokardigrafi menunjukan adanya thrombus komplet/oklusif. Trombus
tersebut disebabkan oleh terlepasnya plak yang mempengaruhi terjadinya
agresi trombosit dan thrombosis sehingga pada akhirnya menimbulkan
stenosis atau oklusi pada arteri koroner. Pemberian trombolitik dapat
mencegah kematian karena nekrosis jantung.
Manfaat obat trombolitik untuk pengobatan infark miokard telah diketahui
dengan pasti. Yang termasuk dalam golongan obat ini di antaranya
streptokinase, urokinase, alteplase, dan anistreplase. Streptokinase dan
alteplase telah diketahui dapat menurunkan angka kematian
D. Indikasi
1. Keluhan sakit dada khas infark dengan onset lebih dari 12jam sejak
mulai dirasakan nyeri.
2. Adanya perubahan EKG elevasi segmen ST

E. KontraIndikasi
Kontraindikasi absolut:

1. Riwayat stroke hemoragik dalam 1 tahun terakhir.


2. Neoplasma intrakranial
3. Pendarahan internal yang aktif
4. Kecurigaan adanya diseksi aorta

Kontraindikasi relatif

5. Hipertensi berat yaitu tekanan darah >180 / 110 mg.


6. Dalam terapi antikoagulan oral
7. Riwayat trauma dalam satu bulan terakhir termasuk cedera kepala atau
resusitasi jantung > 10 menit atau riwayat operasi mayor dalam kurang
dari 3 minggu.
8. Riwayat pendarahan internal dalam 4 minggu terakhir
9. Riwayat terapi streptokinase sebelumnya
10. Riwayat alergi dengan streptokinase
11. Kehamilan
12. Tukak lambung aktif
13. Hipertensi kronik berat

F. Cara Kerja
Trombolitik bekerja dengan melarutkan bekuan darah atau trombus yang
terbentuk sehingga dapat mengembalikan fungsi daerah yang bermasalah.
Trombus yang terbentuk di sistem sirkulasi mempengaruhi mekanisme tubuh
untuk memperbaiki pembuluh darah yang rusak. (Ali et al., 2014).
Trombolitik sebaiknya diberikan sedini mungkin agar lebih efektif.
Menurut penelitian, pasien yang menerima trombolitik dalam 6 jam dari onset
nyeri dada memiliki angka kematian yang lebih rendah (5,1%) dibandingkan
dengan pemberian setelah 6 jam (16,2%) (Mulay &Mukhedkar, 2013).
Penelitian lain mengatakan bahwa terapi trombolitik. Sebagai tatalaksana
STEMI telah terbukti efektif dalam berbagai percobaan yang melibatkan
100.000 pasien. Selain itu, trombolitik tersedia luas, mudah digunakan, dan
harganya relatif murah sehingga trombolitik menjadi pilihan untuk
tatalaksana STEMI (Yang et al., 2008).
G. Komplikasi
Komplikasi utama terapi trombolitik adalah perdarahan.
Perdarahan intrakranial dapat timbul pada 7% - 8% pasien. kenaikan kadar
gula darah, Perdarahan sistemik dilaporkan terjadi 0,4% sampai 1,5% pasien.
Perdarahan serius dapat terjadi seperti perdarahan intrakranial dan internal.
Komplikasi lain termasuk angioedema wajah pada 1% sampai 5% pasien.
Pada kebanyakan kasus, gejala tersebut ringan dan cepat membaik, namun
dapat membahayakan jika angioedema yang terjadi menutupi jalan napas.
Penatalaksanaan dengan glukokortikoid dan antihistamin.
H. Efek Samping Trombolitik
Efek samping trombolitik terutama mual, muntah, dan perdarahan. Bila
trombolitik digunakan pada infark miokard, dapat terjadi aritmia reperfusi.
Hipotensi juga dapat terjadi dan biasanya dapat diatasi dengan menaikkan
kaki penderita saat berbaring, mengurangi kecepatan infus atau
menghentikannya sementara. Nyeri punggung telah dilaporkan. Perdarahan
biasanya terbatas pada tempat injeksi, tetapi dapat juga terjadi perdarahan
intra serebral atau perdarahan dari tempat-tempat lain. Jika terjadi perdarahan
yang serius, trombolitik harus dihentikan dan mungkin diperlukan pemberian
faktor-faktor koagulasi dan obat-obat antifibrinolitik (aprotinin atau asam
traneksamat). Streptokinase dan anistreplase dapat menyebabkan reaksi alergi
dan anafilaksis.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Terapi trombolitik adalah terapi klinis yang ditujukan untuk reperfusi jaringan
miokardium dengan memperbaiki aliran darah pada pembuluh darah yang
tersumbat. Agen trombolitik ada 2 yaitu : fibrin selektif dan non selektif. Jenis
dari dua agen ini berbeda.

B. SARAN
Dalam memberikan terapi trombolitik, kita sebagai tenaga medis harus
memahami dengan benar pemberian obat dan terapi serta memperhatikan
indikasi dan kontraindikasi dari pemberian obat dan terapi tersebut. Pemberian
obat dan terapi yang tidak sesuai bisa saja memperburuk kondisi pasien yang
kita tangani
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Joyce L. & Evelyn, R. H. 1996.Farmakologi :pendekatan proses


keperawatan. Jakarta : EGC
Urden, Linda D., Stacy, K. M. & Lough, M. E. 2006. Critical care nursing :

Anda mungkin juga menyukai