Anda di halaman 1dari 9

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF

BIOASSAY GUIDED ISOLATION


PHALERIA

Disusun Oleh :
Emi Efrini ( F1F118041 )

Dosen Pengampu :
Diah Tri Utami, S. Si., M. Sc.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
- DESKRIPSI TANAMAN

Menurut Ma’ruf et al ( 2017 ), salah satu tumbuhan obat Indonesia yang


sangat populer saat ini adalah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Mahkota
dewa adalah tanaman perdu yang tumbuh subur pada dataran rendah hingga
ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut. Mahkota dewa bisa ditemukan
ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau dikebun sebagai tanaman
peneduh. Perdu menahun ini tumbuh tegak dengan tinggi 1–2,5 m, memiliki
batang berbentuk bulat, permukannya kasar, berwarna cokelat, berkayu dan
bergetah.

Tanaman ini berdaun tunggal yang letaknya berhadapan, bertangkai pendek,


bentuknya lanset atau lonjong, ujung dan pangkalnya runcing dengan tepi yang
rata.17 Penampilan tanaman ini sangat menarik, terutama saat buahnya mulai tua
dengan warna merah marun, sehingga banyak dipelihara sebagai tanaman hias.

Tanaman ini banyak digunakan sebagai obat tradisional, baik secara tunggal
maupun dicampur dengan obat tradisional lainnya. Daun mahkota dewa juga
sering direbus untuk menyembuhkan penyakit lemah syahwat, disentri, alergi dan
tumor. Selain memiliki khasiat sebagai obat, tanaman ini dapat menjadi racun
apabila dikonsumsi secara langsung. Telah diketahui bahwa biji mahkota dewa
bersifat toksik sedangkan buahnya tidak, dengan potensi penghambatan yang
lebih besar dibandingkan daunnya.

Menurut Okzelia et al (2017), di dalam kulit buah mahkota dewa


terkandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, saponin dan flavonoid
sementara dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin serta polifenol, daging
buah mahkota dewa mengandung senyawa lignan yang juga termasuk ke dalam
golongan senyawa polifenol, juga diperoleh senyawa golongan asam lemak,
steroid, benzofenon glikosida dan karbohidrat dalam buah mahkota dewa.

Berdasarkan dari deskripsi diatas, maka akan dilakukan pengujian senyawa


fitokimia dan aktivitas antimikroba pada tanaman mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa) menggunakan pelarut methanol dan metode difusi cakram.

Menurut Menurut Okzelia et al (2017), pembuatan simplisia, pembuatan


ekstrak, dan fraksinasi / cara pemisahan dari mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa) yaitu sebagai berikut :

1. Pembuatan Simplisia

Sampel buah mahkota dewa segar dan berwarna merah dipetik langsung
kemudian dilakukan sortasi basah dan pencucian untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang masih menempel pada sampel. Sampel yang telah bersih
kemudian diiris halus dan dikeringkan dengan cara didiamkan pada suhu kamar.

2. Pembuatan Ekstrak

Sebanyak 153,7 gram sampel buah mahkota dewa yang telah kering dan
dihaluskan, kemudian diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan
pelarut metanol. Ekstrak metanol dipekatkan dengan alat rotary evaporator R -
200 Buchi pada suhu 40°C. Pemanasan dilakukan pada suhu 40°C untuk
menghindari degradasi senyawa karena suhu tinggi.

Ekstrak pekat hasil maserasi didapatkan sebanyak 32,30 gram. Ekstrak


pekat ini diuji kembali keberadaan alkaloidnya dengan pereaksi Dragendorff.
Selanjutnya ke dalam ekstrak pekat ditambahkan larutan asam klorida 1% sampai
pH 2,68. Ekstrak dipartisi dengan diklorometanaair. Hal ini bertujuan untuk
menghilangkan asam – asam organik yang lepas serta senyawa organik lain yang
tidak larut dalam air, yang akan terdistribusi ke dalam fase organik
( diklorometana ) asam.

Garam alkaloid sendiri akan terdistribusi dalam fase air asam. Fase
diklorometana asam akan berada di bagian bawah karena diklorometana
mempunyai berat jenis yang lebih besar dari pada air yaitu 1,318 g/mL ( 25 °C ).
Fraksi air asam dan fraksi diklorometana asam di uji kembali keberadaan alkaloid
nya dengan pereaksi Dragendorff.

Dari hasil uji dapat diketahui bahwa fraksi air asam mengandung alkaloid,
sedangkan fraksi diklorometana asam tidak mengandung alkaloid. Fraksi air asam
kemudian di basa kan dengan penambahan amonium hidroksida pekat sampai pH
9,88. Fraksi air basa lalu dipartisi dengan diklorometana agar alkaloid bebas
terekstraksi ke dalam fase diklorometana basa, sedangkan garam amonium klorida
yang terbentuk akan terekstraksi ke dalam fase air. Fraksi diklorometana basa dan
fraksi air basa diuji keberadaan alkaloidnya dengan pereaksi Dragendorrf.

Dari hasil uji berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa di dalam fraksi
diklorometana basa mengandung alkaloid, sedangkan di dalam fraksi air basa
tidak mengandung alkaloid. Fraksi diklorometana basa dipekatkan sehingga
diperoleh ekstrak pekat diklorometana basa sebanyak 77,3 mg.

3. Fraksinasi / Cara Pemisahan

Kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan fase diam silika gel


G60 yang berukuran 70 – 230 mesh, sedangkan fase gerak yang digunakan adalah
klorofom dan metanol dengan elusi bergradien 2,5% ( kromatografi kolom
pertama ). Fraksi hasil kromatografi kolom ditampung sebanyak 39 fraksi.
Fraksifraksi yang diperoleh kemudian ditunjukkan dengan KLT.

Dari hasil KLT fraksi – fraksi pada kromatografi kolom, didapatkan bahwa
target yang diduga atropin terdapat hanya pada fraksi 3. Untuk menjelaskan
dugaan bahwa pada fraksi 3 terkandung atropin, selanjutnya fraksi 3 dipisahkan
dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Ekstrak diklorometana basa pekat dan
fraksi 2 – 5 pada kromatografi kolom pertama selanjutnya dibuktikan dan
dipisahkan dengan KCKT.

Sebelum dilakukan pemisahan dengan KCKT, fase gerak yang digunakan


harus disaring terlebih dahulu. Penyaringan ini dilakukan dengan kertas saring
millipore dengan ukuran pori 0,5 µm, yang bertujuan untuk memisahkan fase
gerak dari partikel – partikel pengotor dan menghindarkan tumbuhnya
mikroorganisme yang dapat merusak kolom fase diam.

Selain itu udara terlarut dalam fase gerak juga dihilangkan agar tidak
terdapat puncak udara pada kromatogram yang mengganggu pemisahan. Udara
terlarut dihilangkan dengan proses sonifikasi menggunakan alat sonikator. Selain
itu udara terlarut juga dapat dihilangkan dengan mengalirkan gas inert seperti
helium.

KCKT yang dilakukan untuk pemisahan alkaloid dilakukan menggunakan


kolom fase terbalik yaitu C18 ( RP - 18e ), fase gerak 10% asetonitril dan 90%
kalium dihidrogen fosfat 0,05 M dalam air ( pH 3 ), laju alir 1,0 mL/menit, suhu
kolom 27,5°C ( ambien ), detektor UV pada panjang gelombang 210 nm dan
volume injeksi 20 µL. Larutan KH2PO4 0,05 M di asam kan dengan larutan asam
fosfat 10% hingga mencapai pH 3,00.

Asam fosfat digunakan karena merupakan asam lemah dari garam KH2PO4
sehingga membentuk larutan buffer yang mempunyai pH stabil. Pengaturan pH
menjadi 3 dilakukan karena menurut literatur, senyawa alkaloid terelusi lebih
cepat pada pH rendah. Hal ini disebabkan amina yang terprotonasi menjadi lebih
polar pada pH rendah, sehingga tidak tertahan dalam kolom C18 (RP-18e) yang
nonpolar.

Untuk lebih memurnikan senyawa alkaloid yang diduga atropin dalam buah
mahkota dewa, dilakukan kembali fraksinasi dengan kromatografi kolom.
Kromatografi kolom dilakukan untuk fraksi 3 dengan menggunakan fase diam
ODS dan fase gerak metanol dan air ( 7:3 ) secara isokratis. Kromatografi kolom
yang kedua ini dilakukan dengan kolom fase terbalik, tidak seperti kromatografi
kolom yang pertama yang menggunakan kolom fase normal. Hal ini dimaksudkan
untuk mempermudah memisahkan senyawa pada fraksi 3 yang massanya sudah
sangat sedikit dan juga agar pemisahan dapat berlangsung lebih baik. Pemilihan
fase gerak dilakukan dengan KLT menggunakan plat ODS.

Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom yang kedua ini selanjutnya


dipisahkan dengan KCKT. Berdasarkan kromatogram pada Gambar 5, pemisahan
terhadap fraksi diklorometana basa pekat dengan metode KCKT menghasilkan 6
komponen senyawa alkaloid. Setelah dilakukan fraksinasi dengan kromatografi
kolom klasik, senyawa alkaloid tersebut menjadi lebih murni yaitu menghasilkan
4 komponen pada fraksi 3 sesuai Gambar 6.

Fraksinasi dengan kromatografi kolom yang dilakukan kembali terhadap


fraksi 3 dan menghasilkan 2 komponen senyawa alkaloid sesuai Gambar 7.
Fraksi-fraksi hasil kromatografi kolom yang kedua ini selanjutnya
dipisahkan dengan KCKT.

4. Uji Aktivitas Antimikroba

Menurut Wahab et al ( 2020 ), Uji aktivitas antimikroba dilakukan untuk


mengetahui adanya aktivitas antibiotik terhadap penghambatan pertumbuhan
mikroba dilakukan dengan metode difusi cakram. Komponen kimia yang yang
dievaluasi dari ekstrak daun P. macrocarpa akan kembali diujikan untu
mengetahui apakah senyawa aktif yang terkandung dapat digunakan sebagai
antimikroba. Uji antimikroba yang lebih spesifik dapat juga dilakukan terhadap
bakteri-bakteri patogen (gram-positif dan gram-negatif). Contoh bakteri gram-
positive yang dapat dipergunakan adalah S. aureus. Selain itu E. coli adalah
contoh-contoh bakteri gram-negatif yang sering menjadi kultur uji dengan melihat
respon hambatan yang diberikan oleh senyawa aktif dalam ekstrak sampel (Adila,
dkk., 2013). Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak daun mahkota dewa terlihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Berdasarkan uji antimikroba ekstrak segar mahkota dewa menunjukkan


bahwa ekstrak tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus
ditandai dengan terbentuknya zona hambat pada perlakuan kontrol positif dan
pada ekstrak sampel. Terbentuknya diameter zona hambat hal ini dikarenakan
ekstrak daun mahkota dewa memiliki senyawa aktif yang bersifat sebagai
antimikroba.

Menurut Ma’ruf et al ( 2017 ), Alkaloid merupakan senyawa organik yang


berfungsi sebagai detoksifikasi, menetralisir racun di dalam tubuh. Mekanisme
kerja antimikroba dari alkaloid dihubungkan dengan kemampuan alkaloid untuk
berikatan dengan sel DNA, sehingga mengganggu fungsi sel diikuti dengan
pecahnya sel dan diakhiri dengan kematian sel.

Hal ini menunjukan bahwa ekstrak mahkota dewa dapat digunakan sebagai
antimikroba.
DAFTAR PUSTAKA

Ma’ruf, M.T., Setiawan dan B. P. D. Putra. 2017. Aktivitas Antibakteri Ekstrak


Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa ) Terhadap Staphylococcus
aureus. Iterdental Jurnal Kedokteran Gigi ( IJKG ). 13 ( 2 ) : 16 – 23.

Okzelia, S. D., D. Hendrati dan N. Iljas. 2017. Isolasi dan Pemisahan Senyawa
Alkaloid dari Buah Mahkota Dewa ( Phaleria macrocarpa Boerl. )
dengan Metode Kromatografi Cair. Journal of Nursing and Health. 1
( 2 ) : 80 – 85.

Wahab, M. F., Y. Indahsari., Nurdiana., A. M. Manggabarani dan P. B. A. Nur.


2020. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Mahkota Dewa (
Phaleria macrocarpa ) dengan Metode Difusi Cakram. Indonesian
Journal of Fundamental Sciences ( IJFS ). 6 ( 1 ) : 9 – 15.

Anda mungkin juga menyukai