Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL

PROGRAM KEMITRAAN MASYARAKAT (PKM)

KOPERASI SEHAT SEJAHTERA (KpSS)

OLEH

NAMA ANGGOTA KELOMPOK:

1. Ishak Oktovianus Terru Leo


2. Ary Kurniati Teuf
3. David Ndapa Hambur
4. Tiara Jelita
5. Depsiana Keke Radja
6. Melisa Mardianti
7. Mariela Damaris Dida
8. Dwi Kristin Natsya
9. Gilberthe Pretty Benu
10. Sontania M.C. Sine

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga proposal ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi dan data maupun pikirannya serta pihak-
pihak penulis referensi yang kami gunakan. Kami juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada ibu dosen yang telah membimbing kami dalam penulisan proposal ini.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam proposal ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan proposal ini.

                                                                                 Kupang, Maret 2020

                                                                                              

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul............................................................................................................i

Kata Pengantar...........................................................................................................ii

Daftar Isi.....................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan.....................................................................................................1

BAB II Gambaran Umum Masyarakat Sasaran.........................................................6

Bab III Metode Pelaksanaan......................................................................................11

Bab IV Biaya Dan Jadwal

A. Biaya Dan Rincian Rencana Anggaran.........................................................17


B. Jadwal Kegiatan............................................................................................. 18

Daftar Pustaka.............................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu pokok permasalahan kesehatan di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia adalah gangguan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh gizi
kurang bahkan gizi buruk. Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan
gaya hidup dan pola makan, Indonesia masih juga menghadapi masalah gizi kurang
yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan,
kurang baiknya kualitas lingkungan, dan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
gizi.
Salah satu kelompok yang paling rentan terkena masalah gizi buruk maupun
gizi kurang yakni anak-anak. Karena anak-anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangannya membutuhkan zat gizi yag cukup kompleks. Jika tidak terpenuhi
zat gizinya secara cukup, apalagi zat-zat gizi makro dapat membuat anak tersebut
mengalami gangguan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Kejadian gizi buruk akan menyebabkan daya tahan tubuh anak menurun dan
akan mudah terkena penyakit infeksi. Gizi buruk jika tidak ditanggulangi dengan
cepat, maka akan mempengaruhi kualitas pada generasi selanjutnya (Yanti, 2015).
Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap perkembangan anak yakni anak menjadi
apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain.
Sedangkan dampak jangka panjang mengalami penurunan skor tes Intelligence
Quotient (IQ) 10-13 poin, penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi
sensori, gangguan pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan
tentu saja merosotnya prestasi akademik di sekolah (Nency dkk, 2005; Moehji, 2003).
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita sebesar
19,6%, 212 masalah gizi berat dan kurang di Indonesia masih menjadi salah satu
masalah kesehatan masyarakat dan mendekati prevalensi yang tinggi, sedangkan
sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena

1
itu, prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6%
dalam periode 2015 sampai 2019.
Hasil utama Riskesdas (2018), menunjukan bahwa proporsi status gizi (severe
wasting atau sangat kurus) pada balita telah menurun dari 6,2% (2007) menjadi 5,3%
(2013), dan 3,5 (2018). Sedangkan untuk status gizi kurang (wasting atau kurus) dari
7,4% (2007) menjadi 6,8 (2013) dan 6,7 (2018).

Prevalensi balita wasting Provinsi NTT juga mengalami fluktuasi dimana


pada tahun 2015 sebesar 13,6%, naik di tahun 2016 menjadi sebesar 17,4% lalu turun
menjadi 15,8% di tahun 2017 dan masih di atas rata-rata nasional sebesar 9,5%.
Prevalensi balita underweight mengalami kenaikan dimana pada tahun 2015 sebesar
25,6%, lalu naik pada tahun 2016 menjadi sebesar 28,2% dan naik kembali di tahun
2017 menjadi sebesar 28,3% dan masih di atas rata-rata nasional sebesar 17,8%
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015 sampai dengan
2017 dari 3 indikator utama status gizi balita yaitu Balita Stunting (pendek dan sangat
pendek), Balita Wasting (kurus dan sangat kurus) dan Balita Underweight (gizi
kurang dan gizi baik), kondisi Provinsi NTT masih berada jauh di atas rata-rata
nasional sehinga berpotensi mengakibatkan terjadinya Lost Generation.
Untuk persentase kejadian gizi kurang dan gizi buruk per kabupaten/kota di
NTT, salah satu kabupaten yang menjadi sorotan adalah kabupaten Timor Tengah

2
Selatan (TTS). Berdasarkan data kesehatan yang dirilis setiap tahunnya, kabupaten
TTS selalu menjadi kabupaten dengan masalah gizi yang cukup kompleks. Hal ini
tidak hanya berkaitan dengan faktor ekonomi masyarakat TTS yang kurang, tapi juga
berkaitan dengan ketahanan pangan dan akses dalam menjangkau fasilitas kesehatan
ketika menghadapi masalah-masalah kesehatan. Kabupaten TTS juga merupakan
salah satu daerah penghasil pangan terbesar di NTT, namun permasalahan gizi justru
paling rentan terjadi di daerah tersebut.
Hal ini dapat dilihat dari data Badan Pusat Statistik 2017, yang menunjukkan
bahwa angka kejadian gizi buruk di kabupaten TTS mencapai 335 kasus pada Tahun
2017. Badan Ketahanan Pangan Indonesia juga merilis data mengenai pemenuhan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan jumlah penduduk per kabupaten di NTT yang
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Dari data diatas, dapat dilihat bahwa kabupaten TTS berada pada persentase
konsumsi kalori penduduk pada tingkat defisit yaitu kurang dari 1.400
kkal/kapita/hari (kurang dari 70 persen dari standar minimal yang ditargetkan).

3
Menurut badan ketahanan pangan dunia (World Food Program/WFP) selain masalah
ketahanan pangan yang buruk, kondisi gizi kurang gizi di kabupaten TTS juga
diperkuat oleh faktor akses dalam menjangkau pangan yang disebabkan daya beli
terbatas karena kemiskinan, terbatasnya kesempatan kerja, variabilitas harga pangan
yang tinggi, serta jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan dengan
kemampuan produksi.
Oleh karena permasalahan diatas, maka kelompok kami berinisiatif membuat
sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk membantu mengatasi permasalahan
gizi di wilayah kabupaten TTS. Kami akan mengajukan usulan program KpSS
(Koperasi Sehat Sejahtera). Menggunakan fungsi dari koperasi dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yaitu perserikatan yang memenuhi keperluan anggotanya dengan
bermaksud tidak mencari untung.
Dalam program ini kami akan memberdayakan masyarakat yang ada agar
memaksimalkan hasil panen supaya lebih optimal dan membantu mereka untuk
memenuhi ketahanan pangan dikeluarga mereka. Selain itu, Membantu mereka dalam
distribusi hasil panen, juga sebagai wadah infromasi terkait gizi dan sarana untuk
mereka memperoleh pangan dengan harga terjangkau. Dalam koperasi ini akan ada
dua devisi yaitu, devisi pemberdayaan serta devisi distribusi dan informasi.
Dalam devisi pemberdayaan, Kami akan menerapkan sebuah sistem, dimana
anggota akan diberi bibit awal dan ketrampilan untuk menanam dengan metode
tumpang sari agar dalam satu bedeng lahan bisa ditanami beberapa jenis atau varietas
tanaman (jagung, labu, kacang panjang). Hasil panen selain dipakai dalam kebutuhan
pangannya, kemudian juga akan diserahkan atau didistribusi kepada koperasi untuk
selanjutnya dapat dijual juga dikoperasi bagi anggota lain atau warga sekitar maupun
didistribusi ke pasar kota. Ini dilakukan untuk keberlanjutan dari koperasi tersebut.
Setelah didistribusi oleh devisi distribusi dan informasi baik kepasar maupun
anggota lain dan warga sekitar, devisi ini juga harus menyiapkan kebutuhan akan
pangan yang tidak dihasilkan oleh anggota, misalnya bahan pangan yang
mengandung protein yang diakses ketika melakukan distribusi ke pasar kota. Selain

4
itu, setiap ada anggota yang pergi koperasi baik untuk menjual hasilnya atau membeli
bahan pangan akan diberikan penjelasan oleh devisi informasi tentang kebutuhan gizi
harian dalam keluarga, bagaimana mengelola makanan bergizi. Akan juga disiapkan
poster-poster disekitar koperasi tentang gizi.
Dengan program ini kami berharap dapat menyelesaikan masalah gizi yang
ada di TTS. Karena masyarakat dapat memliki ketrampilan untuk menghasilkan
produk dari lahan yang lebih opitimal, masyarakat punya tempat untuk mendistribusi
tanpa harus mengeluarkan dana lebih, mendapat tambahan penghasilan, masyarakat
bisa mengakses informasi dan bahan pangan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi
keluarganya. Menurut kami, program ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat
terkait permasalahan yang dihadapi mereka. Dan ini juga sesuai dengan aspek-aspek
yang selama ini bermasalah seperti yang telah dipaparkan diatas.

5
BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN


Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan salah satu kabupaten yang ada
di provinsi NTT .Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki luas wilayah ±
29,681,44M² dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil registrasi BPS pada tahun
2018 sebanyak 465.970,00 jiwa, terdiri dari 229.689 jiwa laki-laki dan 236.281 jiwa
perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten TTS tahun 2018 adalah 0,63
persen. Kepadatan penduduk TTS adalah 118 jiwa per km2, dengan kecamatan Kota
SoE menjadi yang terpadat dengan 1.469 jiwa per km2 sedangkan Kecamatan
Fatumnasi memiliki kepadatan penduduk terendah yaitu 35 jiwa per km2. Jumlah
rumah tangga di Kabupaten TTS tahun 2018 sebanyak 115.432 rumah tangga dengan
rata-rata anggota rumah tangga 4 jiwa.
Kondisi sosial budaya di wilayah Kabupaten TTS hingga sekarang, yang
meskipun banyak terjadi kemajuan dalam segala bidang, namun berbagai pengaruh
itu tidak banyak merubah pola mereka yang masih bersifat tradisional. Keadaan ini
juga masih ditunjang dari tingkat pendidikan penduduk yang masih rendah, sehingga
pola pikir penduduk secara analitis – rasional yang dibawa oleh perubahan budaya
modern tidak mampu menggeser pola pikir tradisional.
Selain teknologi dan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat masih tetap
kental pula rasa kebersamaan dan sifat gotong royong dimasyarakat TTS. Dengan
demikian berbagai program pembangunan yang datang dari pemerintah, pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten kepada masyarakat sangat didukung sekali oleh
hal ini dalam pelaksanaanya. Kebiasaan masyarakatnya yang masih banyak yang
mempertahankan kebiasaan leluhur hidup sebagai petani, peternak dengan pola
tanaman lahan kering. Dengan sosial budaya inilah kekuatan tumbuh dan
berkembangnya wilayah Kabupaten TTS.
Wilayah TTS yang cukup luas membuat kami memutuskan untuk melakukan
hanya di salah satu desa saja terlebih dahulu, agar program dapat lebih efekitf dan

6
efisien. Desa Fatumnasi merupakan salah satu desa di Kecamatan Fatumnasi
Kabupaten TTS. Desa Fatumnasi merupakan desa dengan kondisi geografis dataran
tinggi. Jumlah penduduknya 1567 jiwa, dengan 484 Kepala Keluarga. Struktur
pemerintahan desa terdiri dari 4 dusun, 8 RW dan 16 RT. Rata-rata pendidikan
masyarakat adalah SD, ada yang tidak tamat, bahkan ada yang tidak sekolah. Catatan
terakhir dari desa bahwa penduduk yang mencapai gelar sarjana hanya 7 orang.
Dari penelitian tentang “ A Multisektor Model To Improve Nutrional Status
Of Mothers And Children Of Molo Etnic In TTS” yang dilakukan oleh Ira aminah
dkk, diketahui bahwa dengan keadaan pendidikan yang tidak tinggi, masyarakat
susah mencari pekerjaan yang layak, sehingga berdampak pada penghasilan yang
didapat untuk ekonomi keluarga. Pekerjaan rata-rata penduduk desa adalah sebagai
petani.
Hasil penelitian dan observasi yang dilakukan oleh Ira aminah dkk juga
mengungkapkan bahwa masyarakat biasanya menanam tanaman yang sama dalam
satu waktu. Hal ini mengakibatkan hasil panen satu jenis tanaman melimpah tapi
karena didistribusi pada tempat yang sama akan menurunkan harga produk. Jika
banyak yang tak terjual maka akan dibiarkan saja membusuk atau menjadi pakan
ternak, karena masyarakat juga tidak tahu cara untuk mengolah hasil panen agar
menjadi makanan yang lebih bervariasi atau produk olahan lainnya.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pertanian desa Fatumnasi yaitu,
masyarakat desa terkekang dengan sistem ijon. Sistem ijon adalah sistem dimana para
tengkulak sudah membeli seluruh hasil perkebunan sebelum masa panen. Sehingga
masyarakat tidak bisa menikmati hasilnya. Secara ekstrimnya, misalnya pohon jeruk
yang dijual dengan sistem ijon, pemilik pohon hanya bisa mengkonsumsi buah jeruk
yang jatuh saja dan sudah dalam kondisi busuk. Sama halnya dengan tanaman wortel,
pemilih perkebunan wortel yang dijual dengan sistem ijon, maka hanya wortel yang
kualitas rendah dan busuk saja yang bisa dikonsumsi pemiliknya.

7
Kondisi tanah di desa Fatumnasi sebenarnya cukup subur. Kondisi cuaca dan
suhu di desa ini yang sejuk dan cenderung dingin sebenarnya sangat cocok untuk
diusahakan banyak jenis tanaman perkebunan. Hanya saja belum banyak masyarakat
yang bisa memanfaatkan potensi ini.
Tabel 1. Jumlah Bayi Lahir Rendah di Kecamatan Fatumnasi, Kab. TTS
Tahun 2016.

Kondisi gizi masyarakat desa Fatumnasi dapat dilihat dalam Tabel diatas.
Kasus berat bayi lahir rendah (BBLR) yaitu bayi dengan berat yang kurang terbanyak
terjadi kasus di desa Fatumnasi sebanyak 4 bayi. Jika dilihat perbandingan jumlah
bayi yang lahir hidup dan bayi lahir ditimbang menandakan semua kelahiran bayi
yang seharusnya ditimbang tetapi dalam prakteknya tidak. Untuk kasus BBLR ini
apabila ibu menyusui tidak mempunyai gizi yang cukup akan berdampak negatif pada
bayinya.

8
Permasalahan gizi kususnya gizi kurang dan buruk yang terjadi di Fatumnasi
disebakan oleh berbagai faktor. Dari hasil pemaparan diatas terlihat bahwa
sebenarnya masyarakat punya potensi yang bagus untuk mendukung kebutuhan
mereka yakni kondisi geografis dan iklim yang mendukung untuk bertani atau
bercocok tanam. Sosial budaya seperti kebiasaan bercocok tanam dan kebiasaan
gotong royong yang masih kental juga merupakan potensi yang baik. Masyarakat
punya kebiasaan menanam tanaman yang sama ketika suatu musim, sehingga hampir
semua petani menghasilkan jenis tanaman yang sama pada waktu yang sama pula.
Masyarakat biasanya sulit dalam menghasilkan tanaman yang lebih bervariasi agar
ketika distribusi tidak terjadi penumpukan satu jenis tanaman saja yang malah
menekan harga atau malah tidak terjual sebagaian. Yang juga menjadi permasalahan
masyarakat kurang tahu bagaimana mengolah bahan pangan untuk menjadi makanan
yang beragam sehingga sering hanya dijadikan pakan ternak.
Jarak yang jauh dari pusat pasar juga membuat masyarakat kesulitan dalam
distribusi hasil mereka ke pasar. Harga dipasaran juga sering tidak normal karena
adanya penumpukan hasil yang sama sehingga produk lebih banyak dari pada
permintaan. Sistem distribusi ijon juga sangat merugikan mereka karena mereka
sering tidak dapat menikmati hasil panen karena semua telah dijual ke distributor
bahkan sebelum panen.
Dan yang menjadi sasaran kami dalam program ini adalah para petani dan
ibu-ibu di Desa Fatumnasi. Alasan mengapa petani menjadi sasaran kami adalah
karena dalam kegiatan pemberdayaan ini sektor yang paling disoroti adalah sektor
pertanian, selain itu para petani di desa fatumnasi ini juga masih bertani dengan
jumlah varietas tanaman yang sama, sehingga menyulitkan mereka tidak hanya dalam
persaingan penjualan hasil kebun namun juga dalam mendapatkan kecukupan gizi
dari hasil lahan yang didapatkan. Para petani di desa Fatumnasi juga pada umumnya
mendistribusikan 90% hasil pertanian nya untuk dijual dan menyisakan sedikit sekali
hasil pertanian untuk di konsumsi oleh keluarga. Selain itu, ibu-ibu di desa ini turut
menjadi sasaran kami, karena ibu-ibu lebih sering berperan dalam mengurus

9
kebutuhan dan pengolahan pangan dalam rumah tangga. Sehingga dari pemberdayaan
ini pada akhirnya juga diharapkan adanya pengolahan pangan yang baik yang
mencukupi dan memperkuat ketahanan pangan dalam rumah tangga.
Dalam program ini kami akan memberdayakan masyarakat sesuai dengan apa
yang telah dipaparkan di Bab pertama. Untuk itu kami berharap program KpSS yang
kami usul dapat mengatasi permasalahan mereka dengan mengoptimalkan semua
potensi yang ada.

10
BAB III

METODE PELAKSANAAN
Program yang diajukan dalam usulan ini adalah Koperasi Sehat Sejahtera.
Dalam program ini kami akan memberdayakan masyarakat yang ada agar
memaksimalkan hasil panen supaya lebih optimal dan membantu mereka untuk
memenuhi ketahanan pangan dikeluarga mereka. Selain itu, Membantu mereka dalam
distribusi hasil panen, juga sebagai wadah infromasi terkait gizi dan sarana untuk
mereka memperoleh pangan dengan harga terjangkau. Dalam koperasi ini akan ada
dua devisi yaitu, devisi pemberdayaan serta devisi distribusi dan informasi.
Rangkaian kegiatan dalam program yang akan dilakukan yaitu:
1. Membentuk dan mengorganisir team yang akan turun ke lapangan.
2. Menyusun rancangan kegiatan apa yang akan dilakukan
3. Menyusun rancangan anggaran belanja untuk pelaksanaan program
4. Melakukan pendekatan kepada pihak pemerintah setempat (Camat atau
Lurah) tokoh masyarakat (ketua RT/kepala desa) dan tokoh agama yang ada
agar menjadi pengerak bagi warga desa yang lain.
5. Menyiapkan tempat untuk dijadikan koperasi nantinya.
6. Mendata masyarakat yang merupakan petani serta ibu-ibu rumah tangga yang
akan dijadikan sasaran dengan menggunakan data dari kelurahan/RT serta
observasi.
7. Melaksanakan program dengan rincian aktivitas sebagai berikut:
a) Melakukan pertemuan dengan para tokoh masyarakat, Pihak
Desa/Lurah serta para masyarakat untuk menjelaskan maksud dan
tujuan pemberdayaan (dijelaskan pula masalah yang dihadapi, solusi
yang ditawarkan serta rangkaian kegiatan yang akan dilakukan) dan
diakhiri dengan keputusan menjalin kerja sama.

11
b) Setelah terjalin kesepakatan kerja sama maka kegiatan pemberdayaan
dimulai dengan membentuk dua devisi yang akan bergerak didua
bidang.
c) Devisi pertama (Devisi pemberdayaan) akan melakukan pertemuan
dengan calon anggota yang merupakan para petani setempat dan
menjelaskan menganai program.
 Para petani yang mau bergabung menjadi anggota akan
diberikan bibit serta pelatihan ketrampilan bertani dengan
metode tumpang sari (menanam berbagai macam jenis tanaman
dalam 1 bedeng lahan misalnya jagung,labu,kacang panjang).
Kegiatan pelatihan ini akan dilakukan bermitra dengan teman-
teman dari fakultas pertanian yang lebih paham terkait teknis
dan teknik tumpang sari.
 Petani kemudian dapat menggunakan bibit serta tersebut
dilahan mereka agar hasil dari panen nantinya bisa lebih
optimal, lebih banyak varietas yang diproduksi yang juga dapat
meingkatkan ekonomi mereka tentunya.
 Setelah hasil panen didapat para petani tidak perlu repot dan
menghabiskan biaya untuk didistribusi, mereka bisa
menjualnya ke koperasi dan kemudian koperasi lewat devisi
yang kedua akan melakukan distribusi ke pasar kota tentunya
dengan harga yang wajar.
 Hasil yang diperoleh dikoperasi dapat digunakan untuk
keberlanjutan dari koperasi juga untuk menyiapkan stok bahan
pangan yang tidak tersedia wilayah itu dan yang tidak
diproduksi masyarakat setempat.
 Devisi pemberdayaan juga akan mengajari para ibu-ibu
setempat bagaimana mengolah bahan pangan yang ada agar

12
bisa menjadi makanan yang lebih bervariasi, serta membuat
olahan-olahan lain yang bisa dijadikan komoditas juga.
d) Devisi informasi dan distribusi
 Tugas devisi informasi dan distribusi yaitu dimulai dengan
menyiapkan akses infromasi (poster,leaflet,slogan) terkait gizi,
misalnya dampak akibat kekurangan gizi, bagaimana mengolah
makanan, kebutuhan gizi keluarga, pola hidup sehat dan lain
sebagainya.
 Devisi ini juga akan mendistribusi hasil panen warga yang
dijual pada koperasi ke pasar kota, selain itu juga akan
dijadikan stok di koperasi bagi warga sekitar yang ingin
membeli nantinya.
 Menyiapkan stok bahan pangan tertentu yang tidak dihasilkan
warga misalnya bahan protein (susu,telur,daging dsb) serta
sembako agar warga lebih mudah mengakses kebutuhan
pangannya,
 Setiap ada yang pergi ke koperasi baik yang menjual hasil
panen atau membeli sesuatu devisi ini bisa memberikan
infromasi kepada mereka terkait gizi.
e) Monitoring dan evaluasi
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini dilakukan pada tahap pengembangan
sebelum program dimulai, dimana hasil dari evaluasi ini sangat
diperlukan untuk mendesign program yang akan
dikembangkan. Hal-hal yang perlu di lihat dalam tahap ini
adalah masalah dan faktor-faktor penyebabnya, potensi-potensi
yang belum dimanfaatkan, program-program yang pernah
dilakukan (efektifitas dan efisiensinya serta keberlanjutanya)

13
estimasi-estimasi sumber daya yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan program KpSS (Koperasi Sehat Sejahtera) ini,
situasi dan kondisi sasaran atau masyarakat desa Fatumnasi.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk membuat dan
mengembangkan program KpSS agar lebih sesuai dengan
situasi, permasalahan, kebutuhan dan potensi yang ada, serta
dapat melihat permasalahan pada program sebelumnya untuk
bisa diminimalisir.
Evaluasi ini dilakukan oleh beberapa anggota team,
dengan melakukan pengecekan data baik yang ada di
pemerintahan maupun yang dipublish oleh jurnal penelitian
yang ada, serta observasi awal kondisi wilayah dan kelompok
sasaran.
2. Evaluasi Proses
Evaluasi proses atau yang lebih sering disebut dengan
monitoring merupakan evaluasi yang memberikan gambaran
tentang apa yang sedang berlangsung dalam program serta
memastikan segala keperluan dan elemen yang dibutuhkan
dapat dijangkau. Monitoring akan dilakukan selama program
dijalankan.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk memeriksa apakah
program KpSS yang sementara berlangsung mencapai sasaran
secara efektif dan apakah program KpSS terlaksana sesuai
tujuan. Kendala apa yang dihadapi atau hal apa yang
menghambat proses berjalananya program. Hasil dari evaluasi
ini sangat baik agar bisa dengan segera dilakukan perbaikan
dan agar tujuan bisa tercapai secara efektif dan efisien.

14
Evaluasi akan dilakukan oleh anggota team dengan
observasi sejauh mana perkembangan program, kegiatan-
kegiatan dalam program berjalan atau tidak, serta bagaiamana
tingkat partisipasi masyarakat.
3. Evaluasi Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif atau evaluasi yang dilakukan diakhir
pelaksanaan program untuk menilai efektifitas dan efisiensi
dari pelaksanaan program KpSS ini dalam kurun waktu
tertentu. Apakah program berjalan sesuai tujuan tidak, berhasil
dilakukan atau tidak. Akan dilakukan juga oleh anggota team.
Evaluasi ini juga akan dibagi lagi menjadi dua jenis evaluasi,
yaitu:
a. Evaluasi Hasil Program
Evaluasi hasil program ini di lakukan untuk melihat
outcome dari program KpSS yang dilaksanakan pada
jangkauan yang lebih besar. Hasil dari evaluasi ini akan
menentukan keberlanjutan dari program. Yang dilihat
misalnya bagaimana koperasi berjalan, dua devisi yang
ada berhasil melakukan kegiatanya atau tidak. Berapa
masyarakat yang menjadi anggota. Hasil panen
meningkat atau tidak bagaimana dengan pendapatan,
ketahanan pangan di keluarga mereka serta
perkmbangan pemahaman mereka tentang kebutuhan
gizi.
b. Evaluasi Dampak
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan oleh pelaksanaan program KpSS. Dimana
dampak ini diukur dari keseluruhan efektivitas program
KpSS dalam menghasilkan perubahan pengetahuan,

15
sikap, dan praktek dari sasaran atau dalam hal ini para
petani dan ibu-ibu di desa Fatumnasi. Aspek yang
dilihat misalnya ada bagaimana program berpengaruh
pada kebiasaan pola konsumsi di keluarga mereka,
masih tidak ada kasus gizi buruk atau bayi lahir rendah
didesa tersebut.
f) Keberlanjutan program (Aspek suistainability)
Setelah program berjalan dan tujuan tercapai, agara program
ini terus berjalan dan berlanjut maka koperasi yang ada harus tetap
didukung agar bisa tetap beroperasi. Biaya bisa diperoleh dari hasil
distribusi produk tanaman yang dijual kepasaran, hasil keuntungan
penjualan bahan pangan dan sembako yang ada serta keuntungan
penjualan produk-produk komoditas yang dihasilkan dari
pemberdayaan tersebut.
Setelah masyarakat sudah melekat dengan koperasi yang ada
bisa dilakukan kemudian pemberdayaan tokoh-tokoh yang dianggap
amampu untuk mengelola kopersi kedepan dan bisa diupah dengan
keuntungan yang diperoleh koperasi. Koperasi bisa terus beroperasi
menjadi sarana pemberdayaan, tempat akses bahan pangan, serta
sarana informasi terkait gizi. Dengan begitu kami berharap agar
program ini dapat terus berlanjut kedepan untuk membantu
masyarakat.

16
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
A. Biaya Dan Rincian Rencana Anggaran
1. Perjalanan Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
 Perjalanan ke 5 Kali 300.000 1.500.000
Desa
 Konsumsi team 10 box x 5 25.000 1.250.000
 Konsumsi warga 20 box x 5 25.000 2.500.000
SUB TOTAL 5.250.000
2. Peralatan Penunjang Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
 Kontrak rumah 1 tahun 5.000.000 5.000.000
kosong
 Sewa kendaraan Per hari 200.000 200.000
 Papan tulis 1 buah 150.000 150.000
 Spanduk 1 lembar 100.000 100.000
 Banner atau 2 lembar 80.000 160.000
stand
 Spidol warna 2 buah 10.000 20.000
hitam
 Penghapus 1 buah 30.000 30.000
Papan tulis
 Kertas A4 1 rim 50.000 50.000
 Tinta hitam 1 buah 50.000 50.000
 Tinta warna 1 buah 50.000 50.000

SUB TOTAL 5.810.000


3. Bahan habis pakai Volume Harga Satuan Nilai (Rp)
(Rp)
 Benih sayur labu 5 saset 10.000 50.000
 Benih kacang 5 saset 10.000 50.000
panjang
 Benih jagung 5 saset 10.000 50.000
 Telur ayam 18 rak 55.000 990.000
 Minyak goreng 1 dos 100.000 100.000
 Susu kaleng 1 dos 150.000 150.000
SUB TOTAL 1.390.000
TOTAL 1+2+3 12.500.000

17
B. Jadwal Kegiatan
Bulan
No Jenis Kegiatan
11 2 3 4 10
1 Tahap Persiapan
a. Pembentukan Team
b. Observasi Awal & Diskusi
2 Tahap Pelaksanaan
a. Pendekatan Dan Kesepakatan Kerja
Sama
b. Pelaksanaan Pemberdayaan

3 Monitoring
3 Evaluasi Program
4 Pencatatan & pelaporan
Note: Karena evluasi keberhasilan ada yang dilakukan setelah program
pemberdayaan juga setelah tanaman berhasil dipanen 6 bulan kemudian.

Daftar Pustaka

18
Amainah,Ira,dkk.2018.Model Pendekatan Multisektor untuk Peningkatan
Status Gizi Ibu dan Anak Etnis Molo di Kabupaten Timor Tengah Selatan.Buletin
Penelitian Kesehatan.46(4).
Data Badan Pusat Statistik Kecamatan Fatumnasi Dalam Angka Tahun 2018
Data Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Imdonesia Tahun 2018
Data World Food Programme dan Dewan Ketahanan Pangan Provinsi NTT
Mengenai Peta Ketahanan Pangan Nusa Tenggara Timur Tahun 2015.

19

Anda mungkin juga menyukai