Chemistry in Education
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chemined
77
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
78
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
79
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
Data nilai pretest-posttest kemudian dilakukan gain kemampuan berpikir kritis per-indikator pada
uji t satu pihak, pihak kanan dan dilanjutkan uji N- kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat
gain. Uji t satu pihak, pihak kanan dilakukan pada Gambar 1.
mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis Berdasarkan Gambar 1. N gain indikator 1
kelas eksperimen lebih tinggi dari kemampuan kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, hal
berpikir kritis kelas kontrol. Hasil analisis uji pihak ini disebabkan karena pada kelas eksperimen siswa
kanan pada kemampuan berpikir kritis siswa dituntut lebih aktif dalam pembelajaran serta
dengan ´ kelas eksperimen 83,10 dan standar menemukan konsep secara mandiri. Proses
deviasi sebesar 8,41, ´ kelas kontrol 77,25 dan pembelajaran dengan model discovery learning
standar deviasi 7,07 dengan taraf signifikansi alpha dalam pembelajaran bermuatan etnosains
5% dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan menuntut siswa untuk berpikir secara terstruktur
rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. dalam menemukan suatu konsep. Pada tahap
Rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa kelas stimulasi siswa dilatih untuk fokus terhadap
eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, sehingga permasalahan yang diberikan, mengidentifikasi
dapat disimpulkan bahwa penerapan model masalah sampai akhirnya tahap menyimpulkan.
discovery learning dapat meningkatkan kemampuan Siswa kelas eksperimen menjadi terbiasa dalam
berpikir siswa pada pembelajaran bermuatan memfokuskan, menganalisis dan menjawab
etnosains. pertanyaan, sehingga indikator 1 kelas eksperimen
Uji N-gain dilakukan untuk mengetahui termasuk kategori tinggi.
besar peningkatan kemampuan berpikir kritis Pada kelas kontrol, siswa mempelajari
siswa, yang merupakan selisih rata-rata nilai posttest materi dengan cara mendengarkan penjelasan dari
dan pretest. Gain menunjukkan peningkatan guru, sehingga siswa kurang bisa membangun
kemampuan berpikir kritis siswa setelah pengetahuannya sendiri dan cenderung
pembelajaran dilakukan oleh peneliti. Hasil uji N- menghafalkan apa yang dijelaskan oleh guru.
1
Eksperimen Kontrol 0.85
0.79 0.79
0.8 0.71
0.61 0.6
0.6 0.54 0.53 0.52 0.53
0.4
0.2
0
Indikator 1 Indikator 2 Indikator 3 Indikator 4 Indikator 5
80
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
Hal ini membuat kemampuan siswa dalam kemudian baru menanyakan penjelasannya pada
memfokuskan pertanyaan, menganalisis guru. Pada kelas kontrol siswa cenderung tidak
pertanyaan dan menjawab pertanyaan tentang dibiarkan menganalisis permasalahan dan
suatu penjelasan termasuk dalam kategori sedang. menentukan tahap penyelesaiannya sendiri
N-gain indikator 2 kelas eksperimen dan melainkan langsung diberi penjelasan oleh guru.
kelas kontrol hampir sama yaitu kategori sedang. Hal ini membuat kelas eksperimen memiliki
Indikator 2 membutuhkan ketelitian yang besar pengalaman yang lebih dalam mengatur stategi dan
karena pada aspek mempertimbangkan apakah taktik dibandingkan kelas kontrol. Hal ini sesuai
sumber dapat dipercaya atau tidak banyak siswa dengan penelitian (Sulistyowati, 2012) bahwa
yang terkecoh dan kurang teliti dalam mengerjakan kelompok eksperimen yang menggunakan model
soal. Kedua kelas memiliki keadaan awal yang pembelajaran guided discovery learning telah terbiasa
homogen sehingga wajar apabila pada indikator ini untuk memecahkan permasalahan secara sistematis
kedua kelas memiliki kemampuan yang hampir pada setiap pertemuan, dimana guru selalu
sama. N gain indikator 3 kelas eksperimen lebih membimbing siswa dalam menemukan konsep dan
besar dari kelas kontrol, karena pada setiap memecahkan permasalahan secara mandiri.
pembelajaran di kelas eksperimen siswa dituntun Penerapan model discovery learning pada
untuk menyimpulkan sendiri pokok bahasan pada penelitian ini dapat melatih siswa menemukan
hari itu, sehingga selain siswa menjadi terbiasa konsep secara mandiri sehingga melatih
menyimpulkan, siswa juga menjadi lebih paham kemampuan berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil
karena simpulannya adalah hasil pemikirannya penelitian menunjukkan bahwa kemampuan
sendiri. Pada kelas kontrol siswa cenderung pasif berpikir kritis masing-masing indikator untuk kelas
dan simpulan pada pembelajaran dibacakan oleh eksperimen maupun kelas kontrol mengalami
salah satu siswa saja sehingga siswa tidak ada peningkatan. N-gain tertinggi pada kelas
tuntutan untuk belajar menyimpulkan sendiri eksperimen yaitu pada indikator 5. Hal ini
(Lestari, 2015). disebabkan pada indikator 5 terdiri dari soal
Pada indikator 4, N-gain kelas eksperimen perhitungan sehingga pada saat pretest siswa sama
dan kelas kontrol sama yaitu kategori sedang sekali tidak dapat mengerjakan soal perhitungan.
namun sedikit lebih besar kelas kontrol. Hal ini Ketika posttest siswa dapat mengerjakan soal karena
dapat disebabkan karena proses pembelajaran pada telah mengetahui rumus yang digunakan sehingga
kelompok kontrol menggunakan model peningkatan pada indikator 5 memiliki nilai yang
pembelajaran langsung. Siswa diberi permasalahan tinggi. Indikator 1 memiliki hasil tertinggi setelah
dan guru menjelaskan secara rinci dan runtut indikator 5, hal ini dapat disebabkan karena ketika
penyelesaian dari permasalahan tersebut sehingga pretest siswa tetap dapat menjawab soal-soal pada
saat diberikan test siswa dapat memberikan indikator 1 sehingga peningkatan dari pretest-posttest
penjelasan lanjut dari masalah dengan jawaban tidak sebesar peningkatan pada indikator 5. Selain
yang diinginkan guru. Pada kelas eksperimen itu hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan
menggunakan discovery learning, siswa diajak dari peneliti dalam menentukan soal setiap
menemukan sendiri pemecahan dari suatu indikatornya sehingga indikator yang terlihat lebih
permasalahan dan tidak semua permasalahan mudah justru memperoleh nilai N-gain yang lebih
dibahas rinci oleh guru. Guru hanya menjelaskan rendah.
apabila terjadi kekeliruan konsep sehingga jawaban Indikator 3 memiliki N-gain sebesar 0,71
siswa sangat beragam dalam memberikan yaitu urutan ketiga yang masih dalam kategori
penjelasan lanjut dan tidak semua jawaban siswa tinggi. Indikator 3 menyimpulkan termasuk mudah
tepat. karena siswa kelas eksperimen sudah terbiasa
N-gain indikator 5 kelas eksperimen lebih menyimpulkan. Indikator pada urutan keempat
besar dari kelas kontrol karena pada pembelajaran yaitu indikator 2 membangun keterampilan dasar.
di kelas eksperimen siswa dibiarkan mencoba Pada penelitian ini peningkatan indikator
menganalisis permasalahan dan menentukan tahap membangun keterampilan dasar siswa termasuk
penyelesaian masalahnya secara mandiri sehingga kategori sedang. Hal ini dapat disebabkan karena
siswa telah mengetahui kesulitan-kesulitannya keterbatasan guru dalam mengarahkan siswa atau
81
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
dalam penentuan soal per indikator. Indikator yang Penerapan model discovery learning memiliki
memiliki hasil N-gain terendah yaitu indikator 4 kelebihan yaitu: (1) memotivasi dan membuat
memberikan penjelasan lanjut. Indikator ini siswa tertarik dalam belajar dengan menemukan
tergolong sulit sehingga ketika diterapkan dengan konsep secara mandiri; (2) suasana belajar
model discovery learning bermuatan etnosains menyenangkan sehingga menumbuhkan rasa
menjadi kurang efektif. Pada kelas kontrol percaya diri pada siswa; (3) mempermudah siswa
indikator dengan nilai N-gain tertinggi juga pada dalam mempelajari kimia; (4) siswa menyadari
indikator 5, kemudian indikator 1, indikator 3 dan adanya konsep sains dalam kearifan lokal
yang terendah yaitu indikator 2 dan 4 dengan N- masyarakat Mranggen; (5) mengoptimalkan
gain yang sama. Keadaan pada kelas kontrol kemampuan berpikir kritis siswa. Beberapa model
hampir sama dengan kelas eksperimen. Hal ini pembelajaran telah diterapkan dalam proses
menunjukkan rata-rata kemampuan siswa untuk pembelajaran, namun tidak ada satuppun yang
mengerjakan soal pada masing-masing indikator tidak memiliki keterbatasan, demikian pula dengan
cenderung sama. penerapan model discovery learning bermuatan
Hasil analisis peningkatan kemampuan etnosains yang memiliki beberapa keterbatasan dari
berpikir kritis secara klasikal baik kelas eksperimen sudut pandang siswa, yaitu: (1) Tidak ada
maupun kelas kontrol juga mengalami penjelasan materi terlebih dahulu sehingga siswa
peningkatan. N-gain secara klasikal pada kelas merasa belum siap untuk menemukan suatu
eksperimen sebesar 0,76 yang termasuk pada konsep secara mandiri, (2) Siswa yang tidak aktif
kategori tinggi, sedangkan N-gain kelas kontrol dalam mengikuti alur pembelajaran akan
sebesar 0,69 yang temasuk kategori sedang. mengalami kesulitan.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis pada kelas
eksperimen lebih besar daripada peningkatan Simpulan
kemampuan berpikir kritis pada kelas kontrol. Hal
ini disebabkan perbedaan perlakuan antara kelas Berdasarkan hasil penelitian dapat
eksperimen yang menggunakan model discovery disimpulkan bahwa penerapan model discovery
learning dan kelas kontrol menggunakan model learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir
pembelajaran langsung. Hasil ini sejalan dengan kritis siswa pada pembelajaran kimia materi
penelitian Arfianawati (2015) bahwa N-gain hidrolisis bermuatan etnosains. N-gain secara
kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang klasikal untuk kelas eksperimen sebesar 0,76 yang
belajar dengan model pembelajaran kimia berbasis termasuk dalam kategori tinggi dan lebih besar
etnosains (MPKBE) lebih besar dari N-gain dibandingkan N-gain kelas kontrol yaitu sebesar
kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas yang 0,69.
belajar dengan model pembelajaran konvensional
(Arfianawati, 2015). Daftar Pustaka
Analisis data sesuai kriteria kemampuan
berpikir kritis siswa pada kelas eksperimen dan Abrahams, I., & Millar, R. 2008. Does practical work
kelas kontrol menunjukkan nilai pretest siswa baik really work? A study of the effectiveness of
kelas eksperimen maupun kontrol termasuk dalam practical work as a teaching and learning method
in school science. International Journal of Science
kategori cukup, kurang dan tidak kritis. Kelas
Education, 30(17), 1945–1969.
eksperimen memiliki presentase posttest lebih kritis
https://doi.org/10.1080/09500690701749305
dari kelas kontrol. Menurut Redhana dan Liliasari, Amalia, N.F. & Susiloningsih, E. 2014. Pengembangan
sebagaimana dikutip oleh (Amalia, 2014) instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis
menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa sma pada materi asam basa. Jurnal Inovasi
sangat penting dilatihkan karena keterampilan Pendidikan Kimia, 8(2): 1380–1389
berpikir ini tidak dibawa sejak lahir. Penerapan Arfianawati, S., Sudarmin & Sumarni, W. 2016. Model
model discovery learning pada kelas eksperimen pembelajaran kimia berbasis etnosains untuk
menekankan pada proses perolehan konsep secara meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Jurnal Pengajaran MIPA, 21(1): 46-51.
mandiri sehingga dapat meningkatkan kemampuan
https://doi.org/10.18269/jpmipa.v21i1.669
berpikir kritis siswa.
82
Meilani Dyah Palupi dkk. / Chemistry in Education 7 (1) (2018)
83