Anda di halaman 1dari 30

No.

Seri 004/brosur/2020
BROSUR

TEKNIK DIAGNOSA HAMA DAN PENYAKIT

IKAN

Oleh :

FADHILA JAHJA, M.Si


NIP. 19880816 201101 2 002

PENYULUH PERIKANAN
KECAMATAN LIMBOTO
KABUPATEN GORONTALO
TAHUN 2020
Disusun Tanggal 05 Mei 2020
Disampaikan pada Kegiatan Kunjungan Anjangsana/Kelompok Al Jauhar, Kelurahan Hunggaluwa, Kecamatan Limboto,
Tanggal 06 Mei 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kekuatan dan kemampuan, sehingga brosur
yang berjudul ’’ Teknik Diagnosa Hama dan
Penyakit Ikan ‘’ ini dapat diselesaikan dengan
segala kelebihan dan kekurangannya.
Dengan segala kemampuan yang
terbatas, Penyusun berharap sedikit
membantu para pembaca dan penyusun
sendiri dalam memahami Teknik diagnose
hama dan penyakit ikan.
Semoga Brosur yang sederhana ini
bermanfaat adanya.  Amin yaa rabb.

Penyus
un

Fadhila Jahja, M.Si


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ………………………. 6
II. PEMBAHASAN …………………………. 9
6 66
III. PENUTUP ………………….………….. 29
DAFTAR TABEL

NO JUDUL TABEL HALAMAN

1 Metode Diagnosis dan 20


Kondisi Sampel
DAFTAR GAMBAR

NO JUDUL GAMBAR HALAMAN

1 Anatomi dasar ikan 15


dengan organ bagian
dalam
I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki iklim dan cuaca tropis


yang memberikan keunggulan komparatif bagi
makhluk hidup termasuk mikroorganisme seperti
parasit, jamur, bakteri, dan virus yang memerlukan
suhu sedang dan hangat, disamping itu Indonesia
mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan
panas, yang menambah peluang bagi berbagai
biota untuk bertahan hidup dan tumbuh subur, baik
didaratan maupun diperairan.
Akibat kondisi tersebut di atas, berbagai
jenis penyakit pada ikan dapat mudah terjadi
sebagai akibat adanya interaksi antara
mikroorganisme yaitu parasit, jamur, bakteri, dan
virus yang patogen maupun apatogen dengan
induk semang / inang / host dan terutama akibat
dari beberapa faktor lingkungan yang kurang
mendukung.
Wabah hama dan penyakit ikan sejak lebih
dari dua dasawarsa yang lalu telah menjadi faktor
kendala utama dalam peningkatan produksi
budidaya, baik yang dilaksanakan secara intensif
dan ekstensif yang telah mengakibatkan kerugian
ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat
petani atau pengusaha terutama pada budidya
udang. Resiko timbulnya gangguan penyakit pada
ikan akan semakin besar dengan semakin
meningkatnya intensitas kegiatan budidaya yang
diterapkan. Demikian pula dengan adanya usaha
pemindahan ikan hidup dari suatu daerah ke
daerah lain, juga memberi peluang bagi
tersebarnya suatu penyakit. Kemungkinan
masuknya jenis penyakit dari luar negeri semakin
besar, seiring dengan meningkatnya usaha ekspor/
import ikan hidup dari dan ke Indonesia.
Untuk mengurangi kerugian ekonomi akibat
terjadinya serangan penyakit tersebut, perlu
diketahui cara yang cepat dan tepat penyebab dari
penyakit yaitu dengan mengetahui tehnik dan
mendiagnosa suatu penyakit melalui suatu
kegiatan pemeriksaan yang perlu dilaksanakan
secara sistematis dan bertahap yang disebut tehnik
dan metode diagnosa hama dan penyakit ikan.
Dengan Tehnik dan Metode Diagnosa
Hama dan Penyakit Ikan yang dilaksanakan secara
tepat sistematis, kontinyu dan terprogram pada
suatu poipulasi ikan, diharapkan dapat diketahui
ikan yang ada dalam keadaan sehat atau sakit
atau sedang sebagai pembawa agen penyakit
( carrier ) patogen yang spesifik.
II. PEMBAHASAN

I. TEKNIK DIAGNOSA
Untuk mendiagnosa penyakit ikan tidaklah
mudah. Ikan jarang memperlihatkan tanda-tanda
klinis yang khas atau perubahan-perubahan
jaringan yang menciri (pathogenomonis) dari suatu
penyakit, karena itu perlu ditempuh langkah-
langkah yang tepat dan sistematis untuk
mendiagnosa penyakit ikan. Langkah- langkah
diagnosa dikelompokkan menjadi 3 tingkat ( level )
kegiatan berdasarkan pada peralatan yang
digunakan, tingkat kemampuan para petugas
teknis di lapangan dan dilaboratorium serta
kesulitan atau kerumitan pekerjaan pada
pemeriksaan setiap jenis organisme.
Tiga tingkatan kegiatan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Kegiatan tingkat I, meliputi 3 langkah
yaitu :
a. Langkah ke- 1 : anamnese
Sejarah ikan sakit atau mati dicatat sebagai
bahan untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit
serta latar belakang dan asal usul terjadinya
penyakit melalui informasi sebagai berikut :
- asal benih
- cara membawa benih
- lokasi dan waktu pembenihan
- lokasi pendederan
- lokasi pembesaran
- tanggal mulai terjadinya ikan sakit atau mati
- jumlah ikan sakit atau mati dan jenis
penyakit ikan yang pernah terjadi di kolam
yang sama atau kolam sekitar sebelum
terjadinya kasus.

b. Langkah ke-2 : ikan sakit atau mati


Pengamatan terhadap ikan sakit atau mati
diperlukan untuk mengetahui segala perubahan
yang terjadi baik secara carrier dan faktor-faktor
lingkungan yang dapat mempengaruhi
keseimbangan hidup pada ian sehat, misalnya :
- asal , jumlah dan jenis pakan yang
digunakan
- sumber air yang digunakan
- tumbuh-tumbuhan sekitar kolam atau
kesuburan air
- obat-obatan atau bahan kimia yang
digunakan
- perlakuan atau resirkulasi yang ada, dll
c. Langkah ke-3 : gejala klinis-patologis
Pemeriksaan terhadap gejala klinis
dilakukan di lapangan untuk mengetahui segala
kelainan tingkah laku dan perubahan fisik pada
tubuh ikan baik diamati dari luar maupun dilakukan
pemeriksaan organ-organ bagian dalam pada ikan
sakit atau mati.
Pemeriksaan ini merupakan suatu langkah
awal yang dapat mengarahkan untuk pemeriksaan
laboratorium lebih lanjut guna mendeteksi
penyebab penyakit oleh jamur, parasit, bakteri,
atau virus atau penyebab lainnya.
2. Kegiatan Tingkat II meliputi 3 langkah
yaitu :
a. Langkah 1 : diagnosa menentukan ikan
sakit atau mati
Diagnosa menentukan penyebab terjadinya
ikan sakit atau mati ada tiga macam yaitu :
Diagnosa jelas : kejadian dimulai dari proses
anamnese, pengamatan dan pemeriksaan klinis
serta patologis. Kejadian ini dapat disimpulkan
penyebab terjadinya penyakit dari semua
perubahan atau gejala klinis yang ditimbulkan oleh
suatu penyebab penyakitnya dengan sangat jelas
dan bersifat khas, misalnya penyakit yang
disebabkan bukan oleh infeksi mikroorganisme
yaitu kekurangan vitamin essensial, misalnya :
vitamin B1, vit. E, vit. C. Pada diagnosa ini
dilakukan
Diagnosa bagian luar tubuh ikan/udang
Diagnosa bertujuan untuk megetahui
keabnormalitasan pada ikan dan menentukan
penyebabnya. Pemeriksaan klinis merupakan
pemeriksaan yang didasarkan pada gejala-gejala
fisik meliputi perubahan tingkah laku, lesi-lesi
tubuh, perubahan morfologis dan anatomi
ikan/udang.
Secara umum pengamatan dimulai dengan
melihat gejala klinis perubahan tingkah laku
ikan/udang seperti lesu, lemah, tidak mau/menolak
makanan, berenang dengan tubuh miring, mulut
ikan selalu terbuka, bernafas dengan cepat atau
tampak buta sehingga menabrak dinding kolam
atau menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding
kolam.
Pada ikan terinfeksi ektoparasit akan
menampakkan perubahan spesifik seperti bintil-
bintil atau luka dari yang kecil hingga yang besar,
perubahan warna kulit ikan dll. Hal yang penting
diamati adalah perubahan bentuk tubuh dan organ
luar pada ikan, misalnya insang menonjol dari
dalam operkulum, operkulum tidak menutup, mata
buta, ada kala didalam mata ikan terdapat parasit
yang menempel ,dll .Hal-hal tersebut perlu diamati
sebelum mencari adanya parasit yang mungkin
ada pada ikan.
Seringkali organisme parasit tidak terlihat
secara visual jika tidak ada tanda-tanda khusus
pada ikan, dapat dilakukan pemeriksaan dengan
membuat preparat rentang (smear).
Diagnosa bagian dalam tubuh ikan/udang
Pemeriksaan terhadap organ bagian dalam
tubuh ikan dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya endoparasit seperti cacing atau protooa
yang hidup di dalam tubuh ikan/udang.
Pemeriksaan dimulai dari rongga mulut, isi dan
dinding saluran pencernaan, perubahan-perubahan
pada permukaan organ dalam tubuh ikan. Untuk
mengetahui parasit yang berlokasi di bagian
dalam, perlu mengenal bagian-bagian organ dalam
tubuh ikan sbb.
Diagnosa sementara yaitu kejadian telah
diperkirakan penyebab penyakitnya tetapi masih
perlu dipastikan melalui pemeriksaan labolatorium
lebih lanjut dengan cara mengirimkan sampel ikan
sakit atau mati beserta data pendukungnya.
Tidak ada diagnosa yaitu kejadian berdasarkan
hasil pemeriksaan klinis dan patologis, kematian
ikan terjadi misalnya akibat sampel yang dikirim
telah membusuk dan jika dilakukan pemeriksaan
laboratorium akan diperoleh hasil yang merupakan
penyebab primer dari kematian ikan yang
terserang penyakit, tetapi akan ditemukan bakteri
yang menyebabkan pembusukan ikan.
b. Langkah 2 : pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi jenis penyebab penyakit
dengan pasti melalui pemeriksaan
mikroskopis.

Gambar 1. Anatomi dasar ikan dengan organ


bagian dalam.
Prosedur pemeriksaan organ tubuh bagain
dalam ikan ukuran relatif besar, dapat dilakukan
pembedahan atau autopsi dan pengamatan organ
bagian dalam seperti hati, ginjal, limfa, gelembung
renang, usus, dan lain-lain. Perhatikan organisme
yag menempel dan kelainan-kelainan yang
nampak pada organ bagian dalam ikan.
Pemeriksaan organ dalam ikan ukuran kecil
digunakan pemeriksaan preparat rentang (smear).
Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari 4
macam pemeriksaan yaitu :
Pemeriksaan untuk parasit :
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan gejala
klinis yang timbul dan bertujuan untuk mengetahui
jenis penyakit yang menyebabkan ikan sakit atau
mati secara mikroskopis.
Pemeriksaan secara histopat :
Pemeriksaan dilakukan berdasarkan hasil
patologi perubahan organ tubuh ikan akibat
serangan penyakit yang disebabkan oleh parasit,
bakteri atau virus dan perlu dilihat secara
mikroskopis atas segala perubahan jaringan atau
sel tubuh ikan.
Pemeriksaan untuk bakteri :
Pemeriksaan ini dilakukan sesuai dengan
hasil diagnosa sementara dengan adanya hasil
pemeriksaan klinis dan patologi. Pemeriksaan lebih
lanjut dilakukan melalui identifikasi bakteri dengan
melakukan beberapa metode pengujian dari
sampel untuk mengetahui jenis bakteri penyebab
penyakit ikan.
Pemeriksaan untuk jamur :
Pemeriksaan bertujuan untuk
mengidentifikasi penyebab penyakit oleh jamur.
Serangan penyakit pada ikan, dapat dikatakan
sangat jarang disebabkan oleh jamur. Karena itu
pemeriksaan ini hanya dilakukan bila hasil
pemeriksaan klinis dan patologi telah
mengindikasikan diagnosa penyakit yang
disebabkan oleh jamur.

3. Kegiatan Tingkat III.


Pemeriksaan yang dilakukan pada tingkat
III ini untuk mendeteksi virus secara langsung.
Pemeriksaan ini umumnya menggunakan
peralatan canggih, mahal dan memerlukan
kemampuan petugas teknis laboratorium yang
tinggi atau yang telah mendapatkan pelatihan
khusus dan telah berpengalaman dalam
bidangnya. Kegiatan tingkat III ada 4 macam
pemeriksaan yaitu :
- Pemeriksaan secara virologi
- Pemeriksaan secara elektron-
mikroskopis
- Pemeriksaan secara biologi molekuler
- Pemeriksaan secara Imuno-serologi

II. TEHNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Teknik pengambilan sampel, meliputi


sampling, pemrosesan dan pengiriman merupakan
tahapan diagnosis penyakit yang sangat penting
dan diperhatikan. Tidak jarang sampel yang dikirim
sampai ke laboratorium tidak layak untuk
pemeriksaan lebih lanjut karena tidak memenuhi
kriteria yang disebabkan oleh kesalahan dalam
teknik pengambilan sampel tersebut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam kaitannya dengan masalah sampel untuk
diagnosa lebih lanjut. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pengiriman sampel adalah :
- tujuan dan metode diagnosis
- teknik sampling
- pemrosesan sampel
Status sampel yang perlu dipersiapkan
tergantung dari tujuan dan metode dilakukan
diagnosis. Untuk tujuan pemeriksaan parasit,
misalnya maka sampel harus dalam keadaan
hidup, karena sampel yang sudah mati umumnya
beberapa jenis parasit sudah rusak sehingga
mudah dikenali. Demikian juga untuk pemeriksaan
bakteriologis, maka preparat harus dalam keadaan
hidup atau dalam penyimpanan dingin dengan
waktu kurang dari 12 jam. Pemeriksaan dengan
metode PCR dapat menggunakan berbagai tipe
sampel. Selengkapnya tentang kondisi sampel
dengan kelayakan pemeriksaan dapat dilihat pada
tabel 1 berikut :
Metode Diagnosis
Kondisi Parasitolo Bakteriolo Histopatolo PCR
sampel gi gi gi

Hidup Layak Layak Layak Laya


k
Mati,
simpan Tidak layak Layak Tidak layak Laya
dingin k
kurang
dari 12
jam
Terfiksa Tidak layak Tidak layak Layak Laya
si k
Mati, < Tidak layak Tidak layak Tidak layak Laya
12 jam k
Mati, Tidak layak Tidak layak Tidak layak Laya
dalam k
freezer

III. TEKNIK SAMPLING

Teknik pengambilan sampel dan seberapa


banyak individu yang akan diambil sangat
dipengaruhi oleh tujuan pemeriksaan dan kegiatan
yang dilakukan.
Untuk tujuan monitoring rutin, dan ikan tidak
menunjukkan tanda serangan maka sampling
dilakukan secara random dengan jumlah sampel
yang diambil antara 5-10 ekor untuk ikan ukuran
besar, sedangkan benih antara 10-15 ekor.
Sedangkan apabila dalam populasi menunjukkan
tanda ada serangan wabah maka dapat diambil
ikan yang menunjukkan tanda seperti :
- Berenang kepermukaan
- Berenang terbalik kemudian mati
- Menunjukkan gejala abnormal
lainnya.

IV. Teknik Pengiriman Sampel


1. Pengiriman Hidup
Pengiriman hidup dapat dilakukan seperti
aturan pengiriman benih atau ikan hidup lainnya,
yaitu dengan cara ikan atau benih dimasukkan
kedalam kantong plastik, untuk ikan sakit
sebaikknya jangan terlalu padat. Kemudian diberi
oksigen secukupnya atau antara air : oksigen = 1 :
10. Setelah itu dilakukan pengepakan. Dengan
cara ini maka sampel akan bertahan apabila waktu
pengiriman kurang dari 12 jam.
2. Pengiriman Dingin
Pengiriman dapat dilakukan dengan cara
dibuat berlapis ikan (dimasukkan dalam kantong
plastik dengan es batu). Sampel yang diproses
dengan cara ini dapat digunakan untuk
pemeriksaan bakteriologis dan teknik PCR.
Setiap sampel yang dikirim harus
dilampirkan, gejala klinis, lokasi dan tanggal
pengambilan sampel, serta tujuan pemeriksaan.
V. Teknik Fiksasi Sampel Untuk Histologi
Maksud fiksasi adalah :
- Untuk mematikan dan mengeraskan
jaringan secara cepat dan aman
- Memelihara sel atau jaringan terhadap
perubahan autolisis dan pembusukan
- Menjaga sel atau jaringan agar lebih tahan
terhadap proses dehidrasi, clearing,
embedding dan staining.
Larutan fiksatif harus cukup untuk
memfiksasi atau mengawetkan sampel secara
sempurna, oleh karena itu untuk masing-masing
specimen dengan volume 10 ml diperlukan larutan
fiksatif 100 ml ( 10 kali lipat volume sampel ). Untuk
sampel crustacea sebaiknya digunakan larutan
Davidson sebagai fiksatif sedangkan untuk sampel
ikan pada umumnya digunakan 10 % buffer
formalin.
Sebelum dilakukan fiksasi sampel harus
dalam keadaan rileks terlebih dahulu ( untuk
sampel ikan misalnya dibius dengan ethyl alkohol ).
Untuk sampel udang diinjeksi dengan larutan
fiksatif tepat pada bagian organ-organ dalam untuk
menghindari kebusukan organ-organ tersebut.

Fiksasi Pada Udang


1. Udang diinjeksi dengan larutan fiksatif
(davidson) sebanyak 0,1 – 10 cc (tergantung
ukuran udang) pada bagian samping dan
bagian posterior hepato pankreas, bagian
posterior dan anterior dari abdomen.
2. Setelah diinjeksi, untuk udang ukuran besar
(lebih dari 12 gram), potong arah transversal
antara chepalothorax dan abdomen.
3. Iris bagian cephalothorax tepat pada sisi lateral
dari garis tengah dorsal
4. Bedah bagian abdomen dari segmen satu
sampai akhir.
5. Potong bagian-bagian jaringan atau organ
target yang diperlukan atau dicurigai yang akan
diperiksa (organ yang mengalami kelainan atau
abnormal). Ambil pula bagian-bagian
cephalothorak segmen abdomen 1, 3 dan 6.
6. Rendam potongan-potongan jaringan atau
organ (specimen) tersebut dalam larutan fiksatif
(Davidson)
7. Simpan pada suhu kamar minimal selama 24 –
72 jam tergantung dari ukuran udang (udang
yang lebih besar memerlukan waktu yang lebih
lama).
8. Apabila sampel harus tersimpan dalam waktu
lama, setelah 72 jam sampel harus dipindah ke
dalam larutan ethyl alkohol 50 %.
9. Catat semua data sejarah sampel tersebut
yang meliputi : waktu pengambilan sampel
( tanggal, bulan dan tahun ), gejala klinis
species, umur, berat, sumber atau asal
pemeliharaan ( petak kolam, bak, dll ), sumber
induk dan semua yang berkaitan dengan
sejarahn sampel tersebut. Hal ini penting
sebagai petunjuk mengatasi masalah. Gunakan
pensil untuk memberi catatan pada label pada
sampel tersebut.

Fiksasi Pada Ikan


1. Sebelum dilakukan fiksasi, terlebih dahulu ikan
dibius dengan ethyl alkohol atau larutan bius
lainnya.
2. Bedah bagian abdomen dari ikan tersebut dan
amati abnormalitas dari semua organ luar
maupun dalam.
3. Potong organ atau jaringan yang menjadi target
yang diperlukan/ dicurigai/ yang akan diperiksa
( organ yang mengalami kelainan ). Potong
menjadi bagian kecil-kecil jaringan tersebut.
4. Rendam potongan-potongan jaringan atau
organ tersebut dalam larutan fiksatif (10 %
buffer formalin).
5. Simpan pada suhu kamar minimal selama 24 –
72 jam.
6. Catat semua data sejarah sampel tersebut
yang meliputi : waktu pengambilan sampel
( tanggal, bulan dan tahun ), gejala klinis
species, umur, berat, sumber atau asal
pemeliharaan ( petak kolam, bak, dll ), sumber
induk dan semua yang berkaitan dengan
sejarahn sampel tersebut. Hal ini penting
sebagai petunjuk mengatasi masalah. Gunakan
pensil untuk memberi catatan pada label pada
sampel tersebut.
Cara Membuat Larutan Fiksasi :
1. Larutan Buffer Formalin 10 %
Bahan :
- Formalin 100 %
100 ml
- Monobasic sodium phosphate
4,06 gr
- Anhydrous dibasic sodium phosphate
6,5 gr
- Aquadest
900 ml
Caranya :
Campurkan semua bahan diatas menjadi satu dan
di aduk sampai rata, setelah itu simpan pada suhu
kamar.

2. Larutan Davidson
Bahan :
- Ethanol absolut 95 %
330 ml
- Formaldehide
220 ml
- Glacial acetic acid
115 ml
- Aquadest
335 ml

Caranya :
Campurkan semua bahan diatas menjadi satu dan
di aduk sampai rata, setelah itu simpan pada suhu
kamar.
III. PENUTUP

Dari penjelasan yang telah disampaikan,


dapat disimpulkan bahwa diagnose penyakit
merupakan tahap awal yang sangat menentukan
kesuksesan budidaya. Dengan pengetahuan
mengenai berbagai penyakit yang menyerang ikan
dengan disertai deteksi dini gejala terjadinya
serangan penyakit (early warning system)
merupakan syarat mutlak yang harus diketahui
oleh para pengusaha dibidang perikanan untuk
mengurangi dampak kerugian yang ditimbulkan
akibat kematian ikan budidaya.
Kerugian yang sering terjadi diakibatkan
dari ketidaktahuan para pembudidaya mengenai
berbagai jenis penyakit yang menyerang kultivan
yang dibudidayakan. Dengan adanya buku ini
diharapkan dapat memberikan informasi yang
mendasar mengenai berbagai jenis penyakit yang
menyerang kultivan budidaya.
DAFTAR PUSTAKA

..................................(1985): Patologi Pada Ikan,


Diagnosa dan Pencegahan
Penyakit Ikan, Sub Balai
Penelitian Budidaya Pantai
Bojonegara, Serang dengan JICA
(ATA-192)

..................................(2001): Asia Diagnostic Guide


to Aquatic Animal Diseases, FAO
and NACA

Darmono (1991) : Budidaya Udang Penaeus


Cetakan ke -7, Yogyakarta

Wisnu Nurcahyo (2001): Teknik Deteksi Parasit


Pada Ikan, Pusat Studi
Bioteknologi UGM.

Isti Koes haryani, dkk(2001): Manual for Fish


Disease Diagnosis-II, Gondol
Research, Research Institute for
Mariculture and JICA.

Anda mungkin juga menyukai