Anda di halaman 1dari 60

MANAJEMEN SUMBER

DAYA MANUSIA
Inaratul Rizkhy Hanifah
1. LINGKUP MANAJEMEN SDM

• Seorang manager SDM seharusnya memiliki visi tentang bagaimana


manajemen SDM sebagai subsistem dikelola dalam rangka mencapai visi
organisasi.
• Manajemen SDM memiliki lingkup yang luas. Salah satu pengertian dan
batasan yang digunakan adalah manajemen SDM merupakan kebijakan
dan praktik yang dibutuhkan oleh seseorang untuk menjalankan aspek
SDM dari posisi seorang manajer.
• Manajemen SDM adalah manajemen
yang memfokuskan diri
memaksimalkan kemampuan
karyawan atau anggotanya melalui
berbagai langkah strategis dalam
rangka meningkatkan kinerja pegawai/
karyawan menuju pengoptimalan
tujuan organisasi.
• Manajemen SDM sendiri didefinisikan sebagai proses mengelola,
memotivasi, dan membangun sumber daya manusia untuk dapat
menunjang aktivitas organisasi secara efektif dan efisien sesuai dengan
tujuan strategis organisasi, dengan fungsi-fungsi diantaranya adalah :
1. Data kepegawaian.
Meliputi nama, jabatan, pendidikan, tanggal masuk, status, jumlah
keluarga, alamat, nomor telpon, pengalaman, pelatihan-pelatihan,
kompetensi, catatan perilaku, prestasi, catatan sanksi,, upah, serta
penyakit yang pernah dialami, dan waktu masa pensiun.
2. Perencanaan dan Pengembangan
Merencanakan kebutuhan dan megembangkan kompetensi pegawai/ karyawan
serta mempersiapkan perencanaan karier yang jelas sesuai dengan tujuan
organisasi.
3. Rekrutmen
Melakukan rekrutmen dengan menggunakan standar yang baik.
4. Kompensasi dan Kesejahteraan
Membangun sistem kompensasi yang baik dan adil. Perlu mengevaluasi kinerja
pegawai dan memberikan kompensasi yang layak dan adil atas pengabdian dan
kinerjanya serta memperhatikan kesejahteraan pegawai secara keseluruhan
5. Kedisiplinan dan aturan
mengatur dan membangun kedisiplinan dan perilaku pegawai melalui budaya organisasi dan
peraturan perusahaan yang tidak menyimpang dari perundang-undangan yang berlaku.
6. Penilaian dan Penghargaan
Melakukan penilaian secara berkala dan memberikan penghargaan atas prestasi yang telah
dicapai  mendapatkan umpan balik.
7. Memotivasi
Memberikan motivasi dan semangat kerja. Ini merupakan proses penting yang harus
dilakukan oleh pimpinan sesuai wilayahnya.
Memberi ancaman  menurunnya kinerja.
8. Pemeliharaan
Dengan adanya turnover yang tinggi mengindikasikan ada sistem pemeliharaan yang salah.
Beberapa dampaknya :
a). Kerugian, jika yang keluar pegawai potensial, sebab memerlukan
pengganti, pelatihan dan penyesuaian ulang.
b). Keuntungan, jika yang keluar pegawai bermasalah dalam konteks
perilaku dan kompetensi yang bersangkutan
9. Pengintegrasian
Menyinergikan fungsi-fungsi bagian dan membangun tim kerja yang solid melalui
harmonisasi.
Mencari kelemahan bawahan melalui yang lain  informasi subyektif kerapuhan tim.
10. Kesehatan Kerja
Wajib diikutkan dalam Badan Penyelenggaraan jaminan Sosial (BPJS).
• Berbeda dengan ketatausahaan kepegawaian yang hanya bersifat
melakukan kegiatan pencatatan atau kegiatan membuat surat
keputusan, manajemen SDM terdiri atas perencanaan,
pengembangan karier, pendidikan dan pelatihan, dan kegiatan-
kegiatan yang bersifat strategis lainnya.
Fungsi dasar manajemen tersebut dikenal dengan POAC :

• 1. Planning atau perencanaan, yaitu menetapkan apa yang


harus dilakukan.
2. Organizing atau pengorganisasian, yaitu penugasan
kelompok kerja serta penstafan atau penyusunan
personalia
3. Actuating atau pengarahan yang terdiri atas
kepemimpinan, motivasi dan manajemen konflik
4. Controlling atau pengendalian.
Siklus Manajemen SDM

Perencanaan SDM
(Planning)

Pengorganisasian (Organizing) Pengendalian


1. Penstafan kelompok kerja (Controlling)
2. Penugasan kelompok kerja

Pengarahan (Actuating)
1. Kepemimpinan
2. Motivasi
3. Manajemen Konflik
Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Manajemen SDM

• Terdapat sejumlah kesalahan yang lazim dijumpai para manager terutama


manager SDM dalam pelaksanaan tugas pengorganisasian.
• Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain :
1. Memperlakukan organisasi sebagai sistem tertutup.
2. Mengabaikan lingkungan yang kompleks dengan memandang masalah secara
sederhana
3. Kurang mengembangkan alternatif
4. Menangani masalah secara sektoral, tidak menyeluruh
5. Selalu menganggap bahwa sistem tidak menunjukkan kinerja yang baik hanya
karena kesalahan sistem dan komponen-komponennya padahal kemungkinan
besar perubahan lingkungan dan paradigma merupakan penyebab utamanya.
6. Melupakan prinsip bahwa keberadaan sebuah organisasi ditentukan oleh kebutuhan
lingkungannya dan bukan oleh kemauan organisasi itu sendiri.
7. Tidak menyadari bahwa manusia juga merupakan sistem terbuka yang memiliki
kemampuan dan kemauan untuk mengatur dirinya dan hanya akan bekerja secara
optimal dalam sistem apabila ada kejelasan tujuan dan sasaran, memiliki komitmen
terhadap pencapaian tujuan dan sasaran, diberdayakan secara layak dan diberikan
umpan balik secara jelas.
8. Menganggap motivasi hanya bersifat ekstinsik padahal lebih bersifat instriksik.
9. Menganggap bahwa tujuan dan sasaran organisasi selalu sama dengan tujuan dan
sasaran individu sehingga menganggap seseorang itu kurang kooperatif padahal
mereka bisa saja memiliki tujuan dan sasaran masing-masing.
10. Mengabaikan proses kelompok inti dengan akibat hanya memberikan perintah dan
hanya bergantung pada seorang saja.
11. Kurang menyadari bahwa keengganan untuk berubah adalah suatu bentuk
mekanisme pertahanan diri untuk mencapai keseimbangan.
12. Terperangkap dengan pekerjaan memerintah yang bersifat rutin dan
mengendalikan pekerjaan dalam organisasi, kurang mengendalikan daerah perbatasan
manajemen, yaitu berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Komponen Manajemen SDM
• Menurut Forsyth, dari segi proses , kegiatan kunci manajemen SDM adalah perencanaan, perekrutan dan
seleksi, pengorganisasian tim, pengembangan karyawan agar mampu dan tetap mampu bekerja secara
efektif, memotivasi karyawan agar mau bekerja, serta membuat keputusan dalam rangka mengendalikan
kegiatan dan memperbaiki perencanaan apabila diperlukan.
• Mc. Leod, memandang manajemen dari sudut manajemen sistem informasi dan mengelompokan komponen
manajemen SDM sbb:
1. Perekrutan (Recruiting)
2. Penerimaan (Hiring)
3. Diklat (Education and Training)
4. Pemutusan Hubungan Kerja (Firing)
5. Administrasi Tunjangan (Employee benefits administration)
6. Manajemen Informasi SDM (Human Resource Information Management)
• Perencanaan SDM meliputi kegiatan-kegiatan :
1. Skill inventory, ialah suatu pencatatan dan penyimpanan data secara rinci mengenai karyawan
termasuk catatan pendidikan, pelatihan, pengalaman, lama bekerja, posisi kerja sekarang, gaji
sekarang, dan gambaran sosio-demografik seperti status perkawinan, umur, jenis kelamin dan
ras.
2. Job analysis atau analisis jabatan ialah uraian tugas dan tanggungjawab dari pekerjaan tertentu
dan karakteristik pribadi (pengetahuan dan ketrampilan) yang dibutuhkan untuk menduduki
jabatan tertentu agar berprestasi optimal.
3. Replacement chart ialah suatu diagram yang menggambarkan seluruh jabatan di suatu
organisasi, siapa menjabat apa saat ini dan siapa yang berpotensi untuk jabatan tersebutdi
kemudian hari.
4. Expert forecast ialah peramalan yang dibuat oleh para ahli dengan menggunakan teknik
tertentu. Peramalan ini biasanya didasarkan pada asumsi-asumsi seperti perkembangan
organisasi dan unemployment rate.
• Perekrutan atau recruitment dan seleksi memiliki urutan sebagai berikut :
1. Mengundang calon pegawai baru yang dibutuhkan (melalui iklan atau pemanggilan)
2. Mengadakan wawancara (masalah umum dan peminatan)
3. Melakukan seleksi melalui berbagai tes, misalnya tes IQ, bahasa Inggris, proficiency and
aptitude test (untuk mengetahui minat dan ketrampilan), vocational test (untuk menetapkan
tempat terbaik bagi calon), dan tes kepribadian yang bersifat umum, kepemimpinan, ataupun
hubungan antar manuasia.
Penstafan (staffing)

• Terdiri atas beberapa proses :


1. Perekrutan dan seleksi
2. Orientasi
3. Kepindahan / mutasi
4. Pemutusan hubungan kerja
Tujuan manajemen SDM

• Membantu organisasi mencapai tujuan.


• Mempekerjakan karyawan yang berketerampilan dan berkemampuan
secara efisien.
• Menyediakan karyawan yang terlatih baik dan memiliki motivasi
tinggi.
• Meningkatkan kepuasan kerja dan aktualisasi diri karyawan.
• Mengembangkan dan memelihara kualitas kehidupan pekerja.
Lanjutan .............

• Mengomunikasikan kebijakan manajemen SDM kepada semua


karyawan.
• Memelihara kebijakan etika dan menumbuhkan perilaku tanggung
jawab sosial.
• Melakukan manajemen perubahan demi keuntungan bersama baik
bagi individu, kelompok, perusahaan, maupun publik.
PERAN MANAJER SDM
• Bidang yang berkaitan dengan MSDM secara langsung ditangani
manajer bagian SDM/Kepegawaian, tetapi pengetahuan tentang SDM
penting bagi semua level kebijakan. Faktor-faktor kegagalan
pemimpin dalam mengelola SDM adalah keterbatasannya terhadap
pengetahuannya tentang SDM itu sendiri yang di dalamnya
mengandung unsur-unsur peningkatan kinerja pegawai.
• Peran manajer saat ini telah berubah. Pada masa lalu peran tersebut
lebih ditekankan pada tugas-tugas administrasi, pengupahan, dan
absensi.
• Sedangkan masa kini lebih kompleks, meliputi tugas-tugas analisis,
pengukuran kinerja, perencanaan karier, memotivasi, membangun
perilaku positif melalui bdaya organisasi, memgkoordinasikan rencana
pelatihan di semua bagian dll, serta berorientasi pada pelanggan.
• Keberhasilan pengelolaan SDM ini tidak lepas dari strategi dan
komitmen serta pemahaman atas fungsinya terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi.
• Berdasarkan hasil penelitian, disebutkan bahwa kinerja pegawai
dipengaruhi, antara lain kepemimpinan, kompetensi, budaya
organisasi, dan motivasi, serta masing-masing memiliki korelasi satu
sama lain.
KOMPETENSI SDM DALAM PELAKSANAAN
PHARMACEUTICAL CARE
DEFINISI PHARMACEUTICAL CARE

• Pharmaceutical care adalah tindakan secara langsung dan


bertanggungjawab dari pelayanan terapi obat yang berhubungan
dengan kesehatan, untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.
• Pharmaceutical care adalah sebuah praktek dimana praktisi yang
berkaitan bertanggung jawab untuk kebutuhan terapi obat penderita.
Hal ini merupakan suatu komponen dari farmasi praktis yang
memerlukan interaksi langsung antara apoteker dengan penderita
dengan maksud memformulasikan rencana pelayanan yang dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan penderita.
• Mikeal et al, menyatakan bahwa pharmaceutical care merupakan
pelayanan yang diberikan kepada penderita untuk menjamin
pemakaian obat yang rasional dan aman.
• Brodie menyatakan bahwa pharmaceutical care meliputi penentuan
kebutuhan obat bagi individu sebelum, selama atau sesudah tindakan
untuk memastikan keamanan yang optimal dan terapi efektif
termasuk mekanisme kelanjutan dari pelayanan yang diberikan
sebagai out come nya dengan hasil yang pasti.
• Sedangkan Hepler, menggambarkan bahwa pharmaceutical care
sebagai kesepakatan hubungan antara penderita dan apoteker
dimana apoteker melaksanakan fungsi drug use control sesuai dengan
komitmen untuk kepentingan penderita.
• Pharmaceutical care merupakan konsep masa kini dan masa depan
profesi apoteker, dimulai dari penyediaan obat dalam perawatan
penderita secara langsung dan bertanggungjawab terhadap obat yang
diberikan kepada penderita untuk mencapai kualitas hidup penderita.
Prinsip Pharmaceutical Care

• 1. Terapi Obat
Terapi obat dalam pharmaceutical care tidak hanya berorientasi
pada pemberian obat, akan tetapi juga pada pengambilan keputusan
tentang jenis obat yang akan diberikan kepada penderita, juga untuk
tidak memberikan obat yang tidak sesuai dengan tujuan terapi, dosis,
cara dan metode pemberian obat.
• 2. Care
Care atau dapat diartikan sebagai asuhan atau kepedulian dimana
dalam konsep ini terjadi suatu asuhan atau kepedulian dari individu
lainnya.
Dalam pharmaceutical care seorang farmasis memiliki kontribusi dan
kemampuan khusus dalam memastikan hasil yang optimal dan
maksimal dalam penggunaan obat.
• Semua pelayanan kefarmasian yang berbentuk asuhan kepada
penderita, membutuhkan suatu interaksi langsung antara pemberi
layanan (profesi kesehatan) dan pihak yang menerima asuhan
(penderita).
• Dalam mewujudkan pharmaceutical care farmasis harus
merealisasikan hubungan profesional antara dirinya dengan penderita
secara langsung.
• 3. Hasil atau Outcome
Hasil nyata yang ingin dicapai adalah :
- mengobati penyakit
- menghilangkan dan mengurangi gejala penyakit
- menahan atau memperlambat proses penyakit
- mencegah munculnya penyakit
Fungsi utama pharmaceutical care

• 1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan


dengan obat
• 2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat
• 3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan
obat
• Beberapa masalah seputar obat yang lazim terjadi :
• a. Kesalahan indikasi, yaitu obat yang diterima pasien tidak sesuai dengan
indikasi penyakit yang diderita pasien.
• b. Ketidak tepatan pemilihan obat, dimana penderita tidak menerima obat yang
paling sesuai dengan kebutuhan penyakitnya.
• c. Dosis : under dose atau over dose
• d. Penderita gagal menerima atau melaksanakan terapi, dikarenakan beberapa
faktor : ekonomi, psikologi, sosiologi, dsb
• e. Efek samping obat, penderita mendapat masalah medis lain akibat efek
samping obat yang dikonsumsinya.
• f. Interaksi obat, penderita mendapatkan masalah medis akibat interaksi obat (
obat – obat; obat – makanan; obat dengan hasil tes laboratorium).
• g. Penderita mengkonsumsi obat untuk suatu indikasi yang belum jelas
indikasinya secara medis
• h. Kegagalan terapi, dimana penderita telah menerima dan melaksanakan terapi
dengan benar tetapi terapi tetap tidak tercapai.
Lanjutan Prinsip Pharmaceutical care.........

• 4. Kualitas Hidup
Kualitas kesehatan penderita dapat dinilai secara obyektif maupun
subyektif.
Penilaian secara obyektif, merupakan penilaian benar-benar dilakukan
oleh profesi kesehatan.
Penilaian subyektif, merupakan penilaian yang diberikan sendiri oleh
penderita terhadap terapi yang dijalaninya.
• 5. Tanggung Jawab
Ada hubungan timbal balik antara penderita dengan tenaga
kesehatan, dimana penderita memberikan wewenang dan
kepercayaan kepada profesional kesehatan untuk melaksanakan
kewajibannya, sedangkan profesi kesewhatan berusaha melakukan
tugasnya drngan penuh rasa tanggungjawab.
PERAN APOTEKER DALAM PHARMACEUTICAL CARE

• Di awal proses terapi, adalah menilai kebutuhan penderita.


• Di tengah proses terapi, mereka memeriksa kembali semua informasi
dan memilih serta menetapkan solusi terbaik bagi Drug Related
Problem (DRP) penderita.
• Pada akhir proses terapi, mereka menilai intervensi farmasis sehingga
didapatkan hasil optimal sehingga kualitas hidup penderita meningkat
serta hasil terapi memuaskan, artinya pharmaceutical care
dilaksanakan dengan Good Pharmacy Practice
Lanjutan Peran Apoteker......
• Hal yang dapat menunjang terhadap kesuksesan pelaksanaan
pharmaceutical care di rumah sakit maupun di apotek adalah
peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, yaitu apoteker di rumah
sakit dan di apotek.
• Di rumah sakit, apoteker memiliki dua peran yaitiu apoteker secara
struktural dan fungsional.
• Kompetensi apoteker yang harus dimiliki untuk memenuhi standar
pelayanan farmasi di rumah sakit adalah :
1. Sebagai pemimpin (peran
struktural)
• Mempunyai kemampuan :
• a. Untuk memimpin
• b. Dan kemauan dalam mengembangkan pelayanan farmasi
• c. Mengembangkan diri
• d. Bekerja sama dengan staf profesional di rumah sakit
• e. Melihat masalah, menganalisis dan mencegah masalah yang
berkaitan dengan obat.
2. Sebagai tenaga fungsional
• Mampu :
• a. Memberikan pelayanan kefarmasian
• b. Melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian
• c. Mengelola manajemen praktis farmasi
• d. Berkomunikasi tentang kefarmasian dalam pelaksanaan kefarmasian
• e. Melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan
• f. Memahami dan dapat mengoperasikan computer
• g. Melaksanakan penelitian dan pengembangan terutama bidang farmasi
klinik dan farmasi praktis
Selain kemampuan dasar tersebut, apoteker juga harus memiliki
kemampuan klinis untuk menunjang peran apoteker sendiri dalam
melaksanakan pharmaceutical care.
PERAN LAIN DARI APOTEKER : KEMAMPUAN KLINIS

• A. Menilai Penderita
• B. Mengadakan Edukasi dan Konseling Terhadap Penderita
• C. Merencanakan Pelayanan Yang Spesifik Terhadap Penderita.
• D. Protokol Perlakuan Pengobatan
• E. Pengaturan Dosis
• F. Pemilihan Cara Pengobatan
• G. Kemampuan Untuk Memutuskan
• H. Memberikan Pelayanan Pencegahan
• I. Kemampuan Manajerial
Kondisi SDM Apoteker yang masih harus ditingkatkan agar pelaksanaan
pharmaceutical care berhasil, antara lain adalah :

• 1. Kurangnya pengetahuan teknis


• 2. Kurangnya kemampuan berkomunikasi
• 3. Tekanan kelompok kerja/ketidaknyamanan kerja
• 4. Kurangnya Motivasi dan keinginan Untuk Berubah
• 5. Kurangnya Percaya diri
• 6. Kurangnya pelatihan dalam alur kerja yang sesuai
• 7. Peningkatan persepsi tentang tanggungjawab
• 8. Staf di Instalasi farmasi belum memadai
NINE STARS
PHARMACIST
Program Profesi Apoteker Angkatan XXXVI Tahun 2018
LATAR BELAKANG ********

• Standar Kompetensi Apoteker Indonesia (Sembilan


Kompetensi)
1. Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian Secara Profesional dan
Etik.
2. Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait Dengan Penggunaan
Sediaan Farmasi.
3. Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan.
4. Mampu Memformulasi dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan Sesuai Standar Yang Berlaku
Lanjutan Latar Belakang..........

5. Mempunyai Ketrampilan Dalam Pemberian Informasi Sediaan


Farmasi dan Alat Kesehatan
6. Mampu Berkontribusi Dalam Upaya Preventif dan Promotif
Kesehatan Masyarakat
7. Mampu Mengelola Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan Sesuai
Dengan Standar Yang Berlaku
8. Mempunyai Ketrampilan Organisasi dan mampu membangun
Hubungan Interpersonal Dalam Melakukan Praktik Kefarmasian
9. Mampu Mengikuti Perkembangan IPTEK Yang Berhubungan Dengan
Kefarmasian
SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

• Pelayanan kefarmasian sebagai bagian integral dari pelayanan


kesehatan mempunyai peran penting dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang bermutu dimana Apoteker sebagai bagian dari tenaga
kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
mewujudkan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.
NINE STAR PHARMACIST *
Adalah 7 (tujuh) peran yang semula harus dilakukan seorang
apoteker sesuai dengan tingkat kompetensinya yang digariskan oleh
WHO dan kemudian dikembangkan dengan penambahan 2 (dua)
peran tambahan yang akhirnya dikenal dengan istilah “NINE STAR
PHARMACIST ”. Dalam melakukan pelayanan kefarmasian, seorang
apoteker harus memiliki dan memelihara tingkat kompetensi sesuai
dengan standar kompetensi yang berlaku dan menjalankan peran
sebagai :
1. Care – giver (pemberi layanan)
2. Decision-maker (pengambil keputusan)
3. Communicator (Komunikator)
4. Leader (Pemimpin)
5. Manager (Pengelola)
6. Life-long-leaner (Pembelajar seumur hidup)
7. Teacher (Pengajar)
8. Researcher (Peneliti)
9. Entepreneur (Wirausahawan)
1. Care-giver (Pemberi Layanan)

Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk


pelayanan klinis, analitis, teknis, sesuai peraturan
perundang-undangan. harus berinteraksi dengan pasien
baik individu maupun kelompok dan harus
mengintergrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan dan dilakukan
dengan kualitas tertinggi.
2. Decision-marker (Pengambilan Keputusan)
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam
mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh
sumber daya yang ada (manusia, obat, bahan kimia,
peralatan, prosedur, dll) secara efektif dan efisien.
Untuk mencapai tujuan tersebut kemampuan dan
ketrampilan Apoteker perlu dievaluasi dan hasil
evaluasi tersebut menjadi dasar dalam penentuan
pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan.
3. Communicator (Komunikator)

Apoteker harus mampu berkomunikasi


dengan pasien maupun profesi kesehatan
lainnya sehubungan dengan terapi pasien.
Oleh karena itu seorang apoteker harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang
baik. Baik meliputi verbal, non verbal,
mendengar dan kemampuan menulis.
4. Leader (Pemimpin)

Apoteker diharapkan memiliki kemampuan


untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan
yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan
efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
5. Manager (Pengelola)
Apoteker harus mampu mengelola
sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan
informasi secara efektif,. Apoteker harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi
tentang obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan obat.
6. Life-long-learner (Pembelajaran seumur hidup)
Apoteker harus terus meningkatkan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan profesi
melalui pendidikan berkelanjutan. senang belajar
sejak dari kuliah dan semangat belajar harus
selalu di jaga walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya
selalu baru (up-date) dalam melakukan praktek
profesi dan juga mempelajari cara belajar yang
efektif .
8. Research (Peneliti)

Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah


ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan
farmasi dan pelayanan kerfarmasian dan
memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
9. Entrepreneur (Wirausahawan)
Seorang farmasi/apoteker diharapkan terjun
menjadi wirausaha dalam mengembangkan
kemandirian serta membantu mensejahterakan
masyarakat, misalnya dengan mendirikan
perusahaan obat, kosmetika, makanan, minuman,
alat kesehatan, dsb baik skala kecil maupun skala
besar.
KESIMPULAN

• Konsep NINE STAR menjadi gambaran profil masa depan


farmasis, sedangkan filosofi farmasis yaitu Pharmaceutical
care secara luas identik dengan Good Pharmacy Practice,
sehingga dapat dikatakan bahwa Good Pharmacy Practice
adalah jalan untuk mengimplementasikan pharmaceutical
care melalui Nine Star

Anda mungkin juga menyukai