Anda di halaman 1dari 54

Keperawatan Kritis

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Oleh
Kelas B
Kelompok 5 :

VIKRIYANTO R. IMAN 841418051


ADELIA HASAN 841418060
RAMLIA A. NUSI 841418061
REGITA PRATIWI THAIB 841418063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Stroke”
dengan baik dan tepat waktu.Adapun pembuatan makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan
nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan Kritis. Selain itu, pembuatan makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan manfaat yang berguna bagi pengetahuan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dan
membantu dalam pembuatan makalah sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan
lancar.Selain itu, kami juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
terhadap kekurangan dalam makalah agar selanjutnya kami dapat memberikan karya yang
lebih baik dan sempurna.Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pengetahuan para pembaca.

Gorontalo, Mei 2021

Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................
BAB I.........................................................................................................................
PENDAHULUAN.....................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan......................................................................................................................
BAB II........................................................................................................................
STROKE....................................................................................................................
A. Konsep Medis..........................................................................................................
B. Konsep Keperawatan................................................................................................
BAB V........................................................................................................................
PENUTUP..................................................................................................................
A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembukuh darah otak)
karena kematian jaringan otak (infark serebral).Penyebab stroke yaitu
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak dikarenakan adanya
sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti,
2011).
Stroke menjadi salah satu masalah kesehatan utama bagi masyarakat.
Hampir di seluruh dunia stroke menjadi masalah yang serius dengan
angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
angka kejadian penyakit kardiovaskuler. Serangan stroke yang
mendadak dapat menyebabkan kecacatan fisik dan mental serta
kematian, baik pada usia produktif maupun lanjut usia (Dewi & Pinzon,
2016).
Stroke dapat dibedakan menjadi dua yaitu Stroke Hemoragik dan
Stroke Non Hemoragik. Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang
terjadi karena tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. Hampir 83% pasien
mengalami stroke jenis ini. Stroke Non Hemoragik dibedakan menjadi
tiga yaitu Stroke Trombotik adalah proses terbentuknya thrombus
hingga menjadi gumpalan. Stroke Embolik adalah pembuluh arteri yang
tertutup oleh bekuan darah. Hipoperfusion Sistemik adalah gangguan
denyut jantung yang disebabkan oleh aliran darah ke seluruh bagian
tubuh berkurang (Pudiastuti, 2011).
Setiap tahunnya di dunia, terdapat sekitar 795.000 kasus stroke, baik
itu kasus baru maupun rekuren. 610.000 diantaranya adalah kasus yang
baru dan 185.000 adalah kasus rekuren. Setiap 40 detik, seseorang di
Amerika Serikat terkena serangan stroke dan setiap 4 menit seseorang
di Amerika meninggal akibat stroke. Sebanyak 8,7% kasus stroke yang
terjadi merupakan stroke iskemik (Stroke Non Hemoragik) yang terjadi
akibat tersumbatnya aliran darah menuju ke otak. Pasien stroke iskemik
memiliki risiko kematian 20%. Angka kelangsungan hidup setelah
stroke iskemik pertama sekitar 65% pada tahun pertama, sekitar 50%
pada tahun kelima, 30% pada tahun ke delapan dan 25% pada tahun ke
sepuluh (Eka & Wicaksana, 2017).
Masalah keperawatan yang muncul akibat stroke non hemoragik
sangat bervariasi tergantung dari luas daerah otak yang mengalami
infark atau kematian jaringan dan lokasi yang terkena.Salah satu
masalah keperawatan yang muncul pada pasien stroke non hemoragik
yaitu gangguan kamunikasi verbal.Pasien stroke non hemoragik yang
mengalami gangguan komunikasi verbal berarti otak sebelah kiri pasien
mengalami gangguan (Johan & Susanto, 2018).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah konsep medis dari stroke?
2. Apakah konsep keperawatan dari stroke?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari stroke.
2. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari stroke.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Medis
1. Pengertian

Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan defisit


neurologis serebral fokal atau global yang berkembang secara cepat dan
berlangsung selama minimal 24 jam yang disebabkan oleh kejadian
vaskular, baik perdarahan spontan pada otak (stroke hemoragik) maupun
suplai darah inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai akibat
aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan
penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung dan darah (Ropper &
Samuel dalam Setiati et al., 2015).

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan


perubahan neurologis yang disebabkan oleh adanya gangguan suplai
darah ke bagian otak dengan jenis utama yaitu iskemik dan hemoragik
(Black & Hawks, 2014).

Stroke (Cerebral Vascular Accident, CVA atau serangan otak)


adalah kondisi kedaruratan ketika terjadi defisit neurologis akibat dari
penurunan tiba-tiba aliran darah ke area otak yang terlokalisasi,
penyebabnya dapat iskemik (suplai darah ke otak terganggu oleh
trombus, embolus, atau stenosis vaskular), atau hemoragik (ketika
pembuluh darah mengalami ruptur) (LeMone et al., 2016).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa stroke


adalah suatu kondisi kedaruratan dimana terjadi perubahan neurologis
akibat gangguan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak disebabkan
oleh iskemik serebral atau hemoragik serebral selama minimal 24 jam
yang dapat menyebabkan disabilitas bahkan kematian sehingga harus
ditangani di fasilitas pelayanan kesehatan dengan cepat dan tepat.
2. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab stroke dibagi menurut Black dan Hwaks (2014) sebagai


berikut :
a. Trombosis.
Penggumpalan (trombus) mulai terjadi dari adanya kerusakan
pada bagian garis endothelial pembuluh darah.Aterosklerosis
menyebabkan zat lemak tertumpuk dan membentuk plak pada
dinding pembuluh darah.Plak ini terus membesar dan menyebabkan
penyempitan (stenosis) pada arteri. Stenosis menghambat aliran darah
akibatnya darah akan berputar-putar dibagian permukaan yang
terdapat plak, menyebabkan penggumpalan dimana darah akibatnya
sirkulasi akan terhambat lama kelamaan terjadi iskemik jaringan.
b. Embolisme.
Embolus terbentuk di bagian luar otak, kemudian terlepas dan
mengalir melalui sirkulasi serebral sampai embolus tersebut melekat
pada pembuluh darah dan menyumbat arteri.Embolus yang sering
terjadi adalah plak.Trombus dapat terlepas dari arteri karotis bagian
dalam pada bagian luka plak dan bergerak ke dalam sirkulasi
serebral.Sumber-sumber penyebab emboli lainnya adalah tumor,
lemak, bakteri, dan udara.
c. Perdarahan Hemoragik
Perdarahan intraserebral paling banyak disebabkan oleh adanya
ruptur aterosklerotik dan penyakit hipertensi menyebabkan
perdarahan ke dalam jaringan otak. Akibat lain dari perdarahan
adalah aneurisma, pelebaran pembuluh darah abnormal terlokalisasi
disebabkan oleh melemahnya dinding pembuluh darah dan sering
terjadi pada pembuluh darah arteri. Diperkirakan 6% stroke
disebabkan oleh ruptur aneurisma.
d. Penyebab lain.
Spasme arteri serebral yang disebabkan oleh infeksi
menurunkan aliran darah ke arah otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang menyempit dan hiperkoagulasi. Tekanan pada pembuluh
darah serebral bisa disebabkan oleh tumor, gumpalan darah yang
besar, pembengkakan pada jaringan otak, perlukaan pada otak, atau
gangguan lain.
Kejadian stroke dan kematian karena stroke secara perlahan menurun
di negara-negara maju dalam beberapa tahun terakhir ini, sebagai akibat
dari adanya peningkatan dalam mengenali dan mengobati fakor-faktor
risiko (Black & Hawks, 2014).
Arboix (2015) menjelaskan faktor risiko yang dapat dimodifikasi,
antara lain :
a. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi.
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama penyakit
serebrovaskular.Seseorang dengan hipertensi (tensi ≥ 140/90
mmHg) berisiko 4x lebih besar terhadap stroke.Pengaruh hipertensi
kronis pada pembuluh darah dan jaringan juga mendukung
fisiopatologis stroke.
2) Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium (FA) merupakan bentuk gangguan irama
jantung, yang sering disebut aritmia.Ketidakteraturan denyut
jantung yang berbahaya ini menyebabkan ruang atas jantung
(atrium) bergetar dan tidak berdenyut sebagaimana mestinya,
sehingga darah tidak terpompa sepenuhnya, menyebabkan
penggumpalan darah.Gumpalan ini bila terbawa ke otak,
menyumbat dan mengganggu pasokan darah ke otak.Seseorang
dengan aritmia berisiko 2-4% per tahun mengalami stroke.
3) Diabetes Melitus
Dislipidemia, hipertensi dan obesitas merupakan faktor risiko
aterogenik yang sering ditemukan pada pasien DM tipe 2.Pengaruh
diabetes terhadap peningkatan risiko stroke lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria.Kombinasi hiperkolesterolemia dan
hipertensi meningkatkan frekuensi komplikasi vaskular pada
pasien diabetes.
4) Merokok
Perokok aktif berisiko 2x lebih besar mengalami stroke
iskemik. Merokok akan meningkatkan pembentukan thrombus
pada pembuluh darah kecil dan plak. Merokok meningkatkan
viskositas darah (kekentalan), fibrinogen dan agregasi platelet,
menurunkan HDL (high density lipoprotein) yang akan merusak
endotelium dan meningkatkan tekanan darah.
5) Sindrom metabolik
Sindrom metabolik terjadi apabila ditemukan 3 atau lebih
keadaan berikut : (1) Obesitas, bila lingkar pinggang > 102 cm
pada pria dan > 88 cm pada wanita; (2) Trigliserida ≥ 150 mg/dL;
(3) Kolesterol HDL < 40 mg/dL untuk pria dan < 50 mg/dL untuk
wanita; (4) Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg; dan (5) Gula darah
puasa (GDP) ≥ 110 mg/dL. Sindrom metabolik menjadi penyebab
penyakit kardiovaskuler (PJK, stroke) dan penyebab kematian
lainnya.
6) Migrain
Terjadi penurunan aliran darah pada area posterior.Pada
pemeriksaan lab, terjadi peningkatan platelet-leukosit agregasi dan
risiko pembentukan emboli bila menyumbat pembuluh darah kecil
di otak menyebabkan hipoksia jaringan bahkan nekrosis jaringan.
7) Obesitas.
Seseorang dengan BMI ≥ 30 kg/m2 dikategorikan obesitas
karena ketidakseimbangan jumlah kalori dengan proses metabolik
tubuh yang meningkatkan risiko resistensi insulin dan penyakit
vaskuler lainnya.
8) Penyalahgunaan obat (narkotika)
Termasuk heroin, kokain, amphetamine teridentifikasi berisiko
menyebabkan stroke dengan mekanisme terjadi peningkatan
tekanan darah, platelet agregasi dan viskositas darah.
9) Penyalahgunaan alkohol
Penggunaan alkohol (>60 g/d) meningkatkan risiko 1,6 kali
terjadinya stroke iskemik dan 2,18 kali stroke hemoragik. Etanol
merupakan neurotoksin yang mempercepat proses
neurodegeneratif termasuk demensia.
10) Hiperkolesterol
Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan
kolesterol dapat berpengaruh pada pembentukan aterosklerosis.
Nilai kolesterol total > 240-270 mg/dL meningkatkan risiko
terjadinya stroke iskemik.
11) Penggunaan Kontrasepsi Oral
Stroke juga dapat terjadi pada wanita pengguna kontrasepsi oral
(estrogen dosis rendah) diatas usia 35 tahun, perokok aktif, dengan
hipertensi, diabetes, sakit kepala, riwayat tromboemboli.
b. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (Black & Hawks, 2014)
antara lain :
1) Usia
Penuaan adalah salah satu dari faktor risiko signifikan dari
stroke. Risiko menjadi dua kali lipat untuk setiap dekade setelah
usia 55 tahun, dan dua per tiga kejadian stroke terjadi pada usia
lebih dari 65 tahun (lansia).
2) Jenis Kelamin
Kejadian stroke lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita,
yaitu (133:99/100.000 orang pertahun).Namun, tidak menutup
kemungkinan wanita juga bisa terkena stroke.
3) Riwayat orang tua dengan stroke
Serangan TIA sebelumnya, juga meningkatkan risiko terjadinya
stroke.Framingham Heart Study menyatakan anak dari orangtua
yang pernah mengalami stroke berisiko tiga kali untuk menderita
stroke.
4) Suku dan ras
Orang hispanik berisiko dua kali lipat mengalami stroke seperti
orang kulit putih.Sementara di Indonesia, suku Jawa banyak
menderita stroke hal ini dilihat pada jumlah penderita stroke
tertinggi berada di Pulau Jawa.

3. Manifestasi Klinis
Black & Hawks (2014) menjelaskan peringatan dini tanda gejala
stroke berhubungan dengan penyebabnya.Manifestasi dari stroke iskemik
yang terjadi termasuk hemiparesis transient (tidak permanen), kehilangan
kemampuan bicara dan kehilangan sensori setengah. Manifestasi karena
trombosis berkembang dalam hitungan menit ke hitungan jam sampai
hari. Serangan yang lambat terjadi karena ukuran trombus terus
meningkat.Stroke hemoragik juga terjadi sangat cepat, dengan
manifestasi berkembang dalam beberapa menit sampai jam.Manifestasi
yang terjadi yaitu sakit kepala dari bagian belakang leher, vertigo, atau
kehilangan kesadaran karena hipotensi, parastesia, paralisis sementara,
epistaksis, dan perdarahan pada retina.

Tanda gejala stroke menurut Kemenkes RI (dalam Infodatin


Kemenkes 2014) :
a. Rasa lemas bahkan mati rasa secara tiba-tiba pada wajah, lengan atau
kaki seringkali terjadi pada salah satu sisi tubuh.
b. Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan.
c. Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata
d. Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan
e. Sakit kepala hebat tanpa penyebab, dapat terjadi penurunan kesadaran.

4. Patofisiologi
Black & Hawks (2014) menjelaskan otak sangat sensitif terhadap
kondisi berkurangnya suplai darah sebab otak diperfusi dengan jumlah
yang cukup banyak dibanding organ lain untuk mempertahankan
metabolisme serebral.
LeMone et al., (2016) menjelaskan ketika aliran darah dan oksigenasi
neuron serebral menurun akibat stroke, patofisiologi berubah pada tingkat
seluler yang berlangsung 4-5 menit. Setiap menit selama stroke, 2 juta sel
otak mati.Kematian sel dimulai karena suplai darah berkurang ke otak,
menyebabkan iskemik di area inti jaringan otak yang terlibat.Anoksia dan
kurang nutrien ke sel mengenai mitokondria sehingga menjadi rusak,
kemudian mitokondria melepaskan radikal bebas berupa glutamat ke
dalam sitoplasma dan menghancurkan struktur intrasel. Saluran membran
sel terbuka, memungkinkan kalsium, natrium, dan kalium masuk ke sel.
Pada saat yang sama, sel yang terkena melepaskan asam amino eksitatori
ke dalam ruang intrasel. Homeostatis hilang dan air masuk ke sel (edema
sitotoksik) sehingga secara cepat terjadi infark dan nekrotik. Proses ini
dimulai dalam waktu 4-5 menit dan dapat berlangsung selama 2 hingga 3
jam. Sel di area kerusakan awal, memiliki suplai darah yang cukup untuk
tetap hidup selama beberapa jam.Jika suplai darah disimpan kembali ke sel
ini dalam 2 hingga 3 jam, beberapa sel dapat hidup dan berfungsi. Jika
aliran darah tidak direperfusi, terjadi kerusakan yang tidak dapat
diperbaiki pada jaringan otak dan dalam waktu singkat pasien akan
mengalami manifestasi dari gangguan neurologis sesuai lokasi kerusakan
dan biasanya mengenai sisi tubuh yang berlawanan dengan sisi otak yang
rusak. Efek ini dikenal sebagai defisit kontralateral.
Merokok Obesitas DM Hipertensi

Nikotin Memicu peningkatan Peningkatan dan Hiperglikemia Sintesis prostassiklin Rusaknya


produksi fibrinogen penumpukan lemak menurun dinding
dalam tubuh pembuluh darah
Vasokontriksi pada Viskositas (kekentalan)
pembuluh darah Menimbulkan darah meningkat
Peningkatan dan Terjadi ruptur
(arteri) banyaknya trombus
penumpukan kadar (robeknya)
kolesterol Peningkatan pembentukan pembuluh darah
trombus dan plak pada
pembuluh darah
Stroke
Hemoragik
(perdarahan)
Aterosklerosis

Peredarahan
Sehingga dinding pembuluh darah menjadi kaku menyebar ke sel
otak dan medula
spinalis
Terjadi penyempitan pada pembuluh darah Terganggunya
sistem Herniasi jaringan
otak & menekan TIK meningkat
Resiko Perfusi Serebral pernepasan pada
Suplai darah ke otak menurun saraf fernikus batang otak
Tidak Efektif
Pelepasan
mediator kimia
Iskemik jaringan otak Merangsang Meningkat
inspirasi dengan penggunaan otot
kontrasi bantu pernapasaan Dan lain-lain
Stroke Iskemik
diafragma

Pola Napas
Penurunan sirkulasi darah ke otak Tidak Efektif
Penurunan aktivitas otot, rangka, dan Terjadinya gangguan Hipoksia jaringan di
keseimbangan tubuh kesadaran otak

Konfusi Akut Metabolisme


Sulit Penurunan anaerob
Kekuatan otot
menggerakkan mengunyah dan kontrol otak Melemahnya tonus otot-
ekstremitas menelan terhadap otot otot pernapasan Menghasilkan asam
menurun pada bagian laktat
wajah
Gangguan Sekret berkumpul pada
Mobilitas Fisik Kesulitan makan jalan napas Penumpukan asam
sehingga asupan Terjadi laktat
makanan kekakuan pada
rahang Sputum berlebih
menurun
Nyeri kepala

Resiko Defisit Gangguan Obstruksi jalan napas


Nutrisi Komunikasi Nyeri Akut
Verbal
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif
5. Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan patologi serangan menurut LeMone et al. (2016) dan
Brunner & Suddarth (2014) meliputi:
a. Stroke Iskemik.
Sumbatan dapat terjadi dari bekuan darah (trombus maupun embolus) atau
stenosis pembuluh darah akibat plak.Sumbatan pembuluh darah besar biasanya
akibat trombus.Stroke pembuluh darah kecil hingga sangat kecil menimbulkan
infark di pembuluh dalam. Klasifikasi dibedakan menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya:
1) Serangan Iskemik Transien (Transient ischemic attack, TIA), terkadang disebut
stroke kecil karena periode iskemik singkat, terlokalisasi dan secara klinis
kembali normal dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.
2) Stroke Pembuluh Darah Besar (Trombosis), disebabkan oleh oklusi trombus
pada pembuluh darah serebral besar dan sering terjadi pada lansia yang
istirahat/tidur dikarenakan menurunnya tekanan darah turun dan darah tidak
mampu melalui lumen arteri yang telah sempit. Stroke ini biasanya mengenai
arteri serebral tunggal yang menyuplai korteks serebral, menyebabkan afasia,
sindrom pengabaian, dan hemianiopia.
3) Stroke Pembuluh Darah Kecil (Infark Lakunar), terjadi di bagian terdalam otak
atau batang otak dari oklusi cabang kecil arteri serebral besar. Manifestasi
mencakup hemiplegia dan disartria.
4) Stroke Embolik Kardiogenik, terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi atrial,
trombi ventrikel, infark miokard, penyakit jantung kongestif, aterosklerosis
masuk dan menyumbat sistem sirkulasi serebral.
b. Stroke Hemoragik.
Perdarahan jaringan otak sering terjadi pada pasien hipertensi dan
aterosklerosis serebral yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah.Perdarahan
dapat terjadi akibat patologi arteri, tumor otak dan penggunaan obat seperti
antikoagulan oral.Perdarahan sering terjadi pada lobus serebral, basal ganglia,
talamus, pons, dan serebelum (Hickey dalam Brunner & Suddarth, 2014).
Klasifikasi stroke hemoragik, antara lain:
1) Perdarahan Intraserebral, merupakan dilatasi dinding arteri serebral yang
berisiko mudah rapuh. Penyebab aneurisma belum diketahui pasti, namun
mungkin disebabkan oleh aterosklerosis. Peningkatan TIK yang terjadi cepat
dapat mengakibatkan kematian mendadak.
2) Perdarahan Sub Arakhnoid (PSA), merupakan perdarahan dalam ruang
subarakhnoid) berasal dari AVM (Arteriovenous Malformations), aneurisma
intrakranial, trauma atau hipertensi. Penyebab tersering adalah pecahnya
aneurisma pada sekitar sirkulasi Willis.
6. Komplikasi
LeMone et al. (2016) menjelaskan komplikasi atau gangguan khusus setelah stroke
dapat bergantung pada derajat iskemia dan nekrosis dan juga waktu terapi. Komplikasi
yang terjadi melibatkan sistem tubuh yang berbeda, sebagai berikut:

a. Defisit sensoripersepsi.
Stroke dapat melibatkan perubahan patologis pada jaras neurologis yang
mengganggu kemampuan untuk mengintegrasikan, menginterpretasikan, dan
menghadirkan data sensori.Kehilangan kemampuan sensori ini meningkatkan risiko
cedera. Defisit dapat mencakup:
1) Gangguan persepsi visual (Hemianopia): kehilangan seluruh lapang penglihatan
pada satu atau kedua mata.
2) Agnosia: ketidakmampuan untuk mengenali satu benda atau lebih yang
sebelumnya familiar. Agnosia dapat visual, auditoria tau taktil.
3) Apraksia: ketidakmampuan untuk melakukan beberapa pola motorik (misal
berpakaian) walaupun kekuatan dan koordinasi adekuat.
b. Perubahan kognitif dan perilaku.
1) Perubahan pada kesadaran, rentang dari konfusi ringan hingga koma, merupakan
manifestasi stroke yang lazim. Perubahan kesadaran juga dapat menjadi akibat
edema serebral atau peningkatan TIK.
2) Perubahan perilaku mencakup kelabilan emosi (pasien dapat tertawa atau
menangis pada kondisi yang tidak sesuai), kehilangan kontrol diri, dan penurunan
toleransi terhadap stress (marah atau depresi).
3) Perubahan intelektual mencakup kehilangan memori, penurunan perhatian,
penilaian yang buruk, dan ketidakmampuan berpikir secara abstrak.
c. Gangguan Komunikasi.
Komunikasi adalah proses kompleks, melibatkan fungsi motorik, bicara,
bahasa, memori, alasan dan emosi.
Gangguan komunikasi biasanya akibat stroke yang mengenai hemisfer
dominan. Di antara gangguan ini adalah sebagai berikut :
1) Disartria: semua gangguan dalam pengendalian otot bicara akibatnya artikulasi
yang diucapkan menjadi tidak sempurna dan kesulitan dalam berbicara.
2) Afasia: ketidakmampuan untuk menggunakan atau memahami bahasa. Afasia
mungkin ekspresif (afasia motorik/afasia Broca); dapat memahami apa yang
dikatakan, tetapi merespon hanya dalam frase pendek, Afasia reseptif (afasia
sensorik/afasia Wernicke); dapat memahami kata yang diucapkan, bicara fasih
tetapi dengan konten yang tidak tepat, dan Afasia global/campuran; disfungsi
bahasa dalam hal memahami maupun ekspresi.
d. Defisit Motorik
Gerakan tubuh hasil dari interaksi yang kompleks antara otak, korda spinal,
dan saraf perifer.Stroke dapat mengganggu komponen SSP dalam sistem interaksi ini
dan menghasilkan efek pada sisi kontralateral dengan rentang kelemahan hingga berat.
Defisit mencakup hal berikut ini: Hemiplegia (paralisis setengah tubuh kanan atau
kiri). Hemiparese (kelemahan setengah tubuh kanan atau kiri).Flasiditas (tidak adanya
tonus otot) dan Spatisitas (peningkatan tonus otot).
e. Gangguan Eliminasi
Gangguan eliminasi kandung kemih dan usus lazim terjadi.Stroke dapat
menyebabkan kehilangan sebagian sensasi yang memicu eliminasi kandung kemih,
sering berkemih, urgensi, atau inkontinensia. Pengendalian urinasi dapat berubah
sebagai akibat defisit kognitif, imobilitas dan dehidrasi.
7. Pemeriksan Penunjang
Menurut Bahrudin (2012), pemeriksaan penunjang untuk ketepatan dan kecepatan
diagnosis stroke yang dapat dilakukan diantaranya :
a. CT scan.
CT scan dapat memberikan informasi tentang lokasi, ukuran infark, perdarahan
dan apakah perdarahan menyebar ke ruang intravesikuler, serta dapat membantu
perencanaan operasi.
b. MRI.
MRI dapat menunjukkan infark pada fase akut dalam beberapa saat setelah
serangan yang dengan pemeriksaan CT scan belum tampak.Pemeriksaan ini cukup
rumit sert amemerlukan waktu yang lama sehingga kurang bijaksana dilakukan pada
pasien stroke perdarahan akut.
c. EKG
Iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung lainnya sebagai penyebab
stroke, maka pemeriksaan EKG harus dilakukan pada semua penderita stroke akut
d. Kadar gula darah.
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena diabetes melitus adalah
salah satu faktor risiko utama terjadinya stroke. Tingginya Kadar gula darah pada
stroke akut berkaitan pula dengan tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu,
pemeriksaan kadar gula darah ini dapat mengetahui adanya hipoglikemia yang
memberikan gambaran klinik menyerupai stroke.
e. Elektrolit serum dan faal ginjal.
Pemeriksaan ini diperlukan terutama berkaitan dnegan pemberian obat
osmoterapi pada penderita stroke yang disertai peningkatan tekanan intracranial, dan
keadaan dehidrasi.
f. Darah lengkap.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan keadaan hematologik yang dapat
mempengaruhi terjadinya stroke iskemik, misalnya anemia, polisitemia, dan keganasan.
g. Faal hemostatis.
Pemeriksaan jumlah trombosit, waktu protrombin (PT) dan tromboplastin
(aPTT) diperlukan terutama berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan
trombolitik.
8. Penatalaksaan Fase Akut
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat berdasarkan Guideline Strokes
(PERDOSSI, 2011) sebagai berikut :
a. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat pendek, maka
evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat, sistematik, dan cermat.
Evaluasi gejala dan klinik stroke akut meliputi:
1) Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat
serangan, gejala seperti nyeri kepala, mual, muntah, rasa berputar, kejang,
cegukan, gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko stroke
(hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
2) Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu
tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher dan tanda-tanda distensi vena jugular.
3) Pemeriksaan neurologis meliputi kesadaran, 12 saraf kranialis, dan skala stroke
menggunakan NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale).
b. Terapi umum

1) Pemantauan jantung direkomendasikan untuk mengetahui fibrilasi atrial dan


penyakit lainnya dalam 24 jam pertama.
2) Untuk mendapatkan terapi rtPA, pasien dengan tekanan darah tinggi harus
diturunkan dengan hati-hati ke angka sistolik < 185 dan diastolik < 110 dan
dipertahankan dibawah 180/105 mmHg setidaknya selama 24 jam pertama setelah
pemberian rtPA melalui intravena.
3) Oksigen tambahan harus diberikan untuk mempertahankan SaO2 > 95%
4) Pasien dengan tekanan darah sistolik > 220 dan diastolik > 120 mmHg tidak dapat
diberikan fibrinolisis sehingga harus diturunkan sebesar 15% selama 24 jam
pertama.
5) Hipovolemia dan aritmia jantung harus dikoreksi
6) Pertahankan kadar gula darah antara 140 - 180 mg/dL.
2.2. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas Klien
Nama :Tidak Terkaji
Umur :Tidak Terkaji
Jenis Kelamin :Tidak Terkaji
Status Perkawinan :Tidak Terkaji
Agama :Tidak Terkaji
Suku Bangsa :Tidak Terkaji
Pekerjaan :Tidak Terkaji
Tanggal Masuk :Tidak Terkaji
Tanggal Pengkajian:Tidak Terkaji
Ruangan :Tidak Terkaji
Diagnose Medis : Stroke
2) Pengkajian Segera (QuickAssesment)
1. Airway
Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).Napas
berbunyi stridor, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).(Andra W
& Yessie P, 2013).
Masalah Kep : Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Breathing
Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau mengi, pernapasan
diatas dua puluh empat kali per menit.(Andra W & Yessie P, 2013).
Masalah Kep : Pola napas tidak efektif
3. Circulation
Adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi
jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi disritmia).(Andra
W & Yessie P, 2013).
Masalah Kep :
4. Disability / Drugs (Obat-obatan yang saat ini dipakai termasuk apakah ada alergi
terhadap obat atau makanan tertentu)
Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kasadaran bisa sampai koma.(Andra W & Yessie P, 2013).
Masalah Kep : resiko perfusi serebral tidak efektif
5. Equipment(Adakah alat yang terpasang pada pasien)
Biasanya terpasang ventilator dikarenakan gangguan pada sistem saraf yang
menyebabkan kelemahan otot pernapasan pada pasien koma, atau stroke.
Masalah Kep : Tidak Terkaji.
Pengkajian Lengkap (Comprehensive Assesment)
1. Riwayat Kesehatan yang lalu : Pada klien Adanya riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
2. Pemeriksaan Fisik :
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis, sopor,
soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke.
Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b. Nadi Biasanya nadi normal
c. Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d. Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ada masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V (Trigeminal) :
biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika
diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan menutup kelopak mata.
Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan
pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung
lokasi lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak mata
tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas pandang baik
90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm,
pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika
pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat
mengikuti arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya
hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan cuping
hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang bisa
menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada nervus VIII
(akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat
melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mutul dan Gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan mengalami
masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada pemeriksaan nervus VII
(facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan
dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX (glossofaringeal) :
biasanya ovule yang terangkat tidak simetris, mencong kearah bagian tubuh yang
lemah dan pasien dapat merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII
(hipoglasus) : biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke
kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari perawat
tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik mengalami
gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1
(+)
10) Thorax
a. Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler
b. Jantung
Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores biasanya
pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a. Atas
Biasanya terpasang infus bagian dextra/sinister. CRT biasanya normal yaitu < 2
detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) : biasanya pasien stroke
hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat.
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada respon apa-apa
dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan
tricep respon tidak ada fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada
pemeriksaan reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b. Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeliksaan bluedxensky I kaki kiri
pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores biasanya jari
tidak mengembang (reflek babinsky (+)).Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)). Pada saat tulang
kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi
(reflek openheim (+)) dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella
biasanya femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
3. Tes diagnostik
1) Radiologi
a. Angiografi Serebri
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti stoke
perdarahan arterioven atau adanya ruptur. Biasnaya pada stroke perdarahan
akan ditentukan adanya aneurisma.
b. Lumbal Pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan lumbal maka
terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak darah. Ha itu akan menujukkan
adanya hemoragik pada subrachnoid atau pada intracranial.
c. CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasnya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar
ke permukaan otak
d. Macnetic resonance imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.Hasil
pemeriksaan biasnaya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat
dari hemoragik.
e. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arterivena (masalah system karotis)
f. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunnya implus listrik dalam jaringan otak.
2) Labolatorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, leukosit, trombosit eritrosit.Hal ini
berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia. Sedangkan leukosit
untuk melihat system imun pasien. Bila kadar leukosit diatas normal, berarti
ada penyakit infeksi yang sedang menyerang pasien.
b. Test Dara Koagolasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu : prothrombin time, partial
thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR) dan agregasi
trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien
menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah.Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat pengencer
darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu
diberikan dalam dosis yang benar.Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati
heparin, PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
c. Test Kimia Darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolestrol, asam urat, dll.
Apabila kadar gula darah atau kolestrol berlebih, bisa menjadi pertanda pasien
sudah menderita diaetes dan jantung. Kedua penyakit ini termasuk kedalam
salah satu pemicu stroke. (Robinson,2014)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Respirasi
b. Pola Napas Tidak Efektif (D.0005)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Respirasi

c. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009)


Kategori : Fisiologis
Subkategori : Sirkulasi
d. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Nutrisi dan Cairan
e. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0024)
Kategori : Fisiologis
Subkategori :Aktivitas/Istirahat
f. Konfusi Akut (D.0064)
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Neurosensori
g. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori :Psikologis
Subkategori :Nyeri dan Kenyamanan
h. Gangguan Komunikasi Verbal (D.0119)
Kategori :Relasional
Subkategori :Interaksi Sosial
3. Intervensi

No SDKI SLKI SIKI Rasional


1. Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Manajemen Jalan Napas Manajemen Jalan Napas
Efektif (D.0001) Setelah melakukan tindakan Definisi : Observasi :
Kategori : Fisiologis keperawatan selama 3x24 jam Mengidetifikasi dan mengelola 1. Berguna dalam evaluasi
Subkategori : Respirasi maka bersihan jalan napas kepatenan jalan napas. derajat diststres
Definisi : pasien dapat meningkat, dengan Observasi : pernapasan dan /
Ketidakmampuan Kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kronisnya proses penyakit
membersihkan secret atau 1.Batuk efektif cukup membaik kedalaman, usaha napas)
2. Berapa derajat spasme
obstruksi jalan napas untuk 2.Produksi sputum cukup
2. Monitor bunyi napas bronkus terjadi dengan
mempertahankan jalan napas menurun
tambahan (mis. gurgling, obstruksi jalan napas dan
tetap paten. 3.Mengi, wheezing cukup
mengi, wheezing, ronkhi dapat/tidak
Penyebab : menurun
kering) dimanifestasikan adanya
- Fisiologis 4.Dispnea dan ortopnea cukup
bunyi napas tambahan.
1. Spasme jalan napas menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
2. Hipersekresi jalan napas 5.Frekuensi napas cukup warna, aroma) 3. Untuk mengetahui jumlah,
3. Disfungsi membaik warna, dan aroma sputum
Terapeutik :
neuromuskuler 6.Pola napas cukup membaik
1. Lakukan penghisapan lendir Terapeutik :
4. Benda asing dalam jalan
kurang dari 15 detik 1. Untuk mempertahankan
napas
jalan napas
5. Adanya jalan napas 2. Berikan oksigen, jika perlu
buatan 2. Agar kadar oksigen pasien
Edukasi :
6. Sekresi yang tertahan 1. Ajarkan teknik batuk efektif terpenuhi
7. Hyperplasia dinding
Kolaborasi : Edukasi :
jalan napas
Kolaborasi pemberian 1. Agar pasien bisa
8. Proses infeksi
bronkodilator, ekspektoran, mengetahui bagaimana
- Situasional
mukolitik, jika perlu teknik batuk efektif
1. Terpajan polutan
Gejala dan Tanda Mayor : Kolaborasi :
- Subjektif Merilekskan otot halus dan
(tidak tersedia) menurunkan kongesti lokal,
- Objektif menurunkan spasme jalan
1. Batuk tidak efektif napas, mengi dan produksi
2. Sputum berlebih mukosa
3. Mengi, wheezing,
dan/atau ronkhi kering
Gejala dan Tanda Minor :
- Subjektif
1. Dyspnea
2. Sulit bicara
3. Ortopnea
- Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi napas menurun
4. Frekuensi napas
berubah
5. Pola napas berubah
Kondisi Klinis Terkait
1. Gullian barre syndrome
2. Sclerosis multiple
3. Myasthenia gravis
4. Prosedur diagnostic
5. Depresi system saraf
pusat
6. Cedera kepala
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Infeksi saluran napas
10. Asma
2. Pola Napas Tidak Efektif 1. Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi Pemantauan Respirasi
(D.0005) Definisi : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan
Kategori : Fisiologi Mengumpulkan dan menganalisis 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 3x24 jam,
Subkategori : Respirasi data untuk memastikan kepatenan frekuensi, irama
maka pola napas membaik.
Definisi : jalan napas dan keefektifan kedalaman dan upaya
Dengan kriteria hasil:
Inspirasi dan/atau ekspirasi pertukaran gas. napas
yang tidak memberikan Observasi :
2. Untuk mengetahui pola
ventilasi adekuat. 1. Dispnea cukup menurun 1. Monitor frekuensi, irama napas (seperti bradipnea,
Penyebab : 2. Penggunaan otot bantu kedalaman dan upaya napas takipnea, hiperfentilasi,
4. Depresi pusat pernapasan napas cukup menurun kussmaul, cheyne-stokes,
2. Monitor pola napas (seperti
5. Hambatan upaya napas 3. Frekuensi napas cukup biot, ataksik)
bradipnea, takipnea,
6. Gangguan neurologis membaik
hiperfentilasi, kussmaul, 3. Untuk mengetahui
(cedera kepala)
cheyne-stokes, biot, ataksik) kemampuan batuk efektif
Gejala dan Tanda Mayor : 2. Status Neurologis (L. 06053)
pasien
Subjektif : 3. Monitor kemampuan batuk
Setelah dilakukan tindakan
1. Dispnea efektif 4. Untuk mengetahui adanya
keperawatan selama 3x24 jam,
Objektif : produksi sputum pasien
maka status neurologis 4. Monitor adanya produksi
1. Pola napas abnormal
membaik. Dengan kriteria hasil: sputum 5. Untuk mengetahui adanya
(hiperventilasi)
sumbatan jalan napas pada
Gejala dan Tanda Minor : 1. Tekanan darah sistolik 5. Monitor adanya sumbatan
pasien
Subjektif : membaik jalan napas
Objektif : 2. Frekuensi nadi cukup 6. Gangguan pertukaran gas
6. Auskultasi bunyi napas
membaik tidak efektif dapat
Kondisi klinis terkait : 3. Pola napas cukup membaik 7. Monitor saturasi oksigen dimanifestasi dengan
1. Cedera kepala adanya bunyi napas
8. Monitor nilai AGD
tambahan
Terapeutik :
7. Untuk mengetahui saturasi
1. Atur interval pemantauan
oksigen pasien
respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil 8. PaCO2 biasanya meningkat
pemantauan dan PO2 secara umum
menurun, sehingga
Edukasi :
hipoksia terjadi dengan
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
derajat lebih kecil atau
pemantauan
lebih besar
2. Informasikan hasil
Terapeutik :
pemantauan, jika perlu
1. Untuk mengetahui interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi klien

2. Dokumentasi sangat
diperlukan setelah
melakukan tindakan

Edukasi :
1. Agar pasien mengetahui
tujuan dan prosedur
pemantauan yang
dilakukan perawat

2. Agar pasien mengetahui


informasi hasil
pemantauan yang telah
dilakukan pasien

3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen Peningkatan 1. Untuk mengetahui apa-
Efektif (D.0017) Definisi Tekanan Intrakranial (I.06194) apa saja yang dapat
Kategori : Fisiologis Keadekuatan aliran darah Definisi : menyebabkan
Subkategori : Sirkulasi serebral untuk menunjang fungsi Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan TIK pada
Definisi : otak. peningkatan tekanan dalam rongga pasien
Beresiko mengalami penurunan Setelah dilakukan tindakan kranial. 2. Untuk mengetahui
sirkulasi darah ke otak. keperawat 3x24 jam maka Tindakan: tanda dan gejala yang
Faktor Risiko : kriteria hasil yang didapatkan : observasi : ada pada pasien terkait
1. Penurunan kinerja 1. Tingkat kesadaran 1. Identifikasi penyebab dengan peningkatan
ventrikel kiri meningkat peningkatan TIK (mis. TIK sehingga tindakan
2. Aterosklerosis aorta 2. Kognitif meningkat Lesi, gangguan yang akan diberikan
3. Diseksi arteri 3. Sakit kepala menurun metabolisme, edema sesuai dengan keadaan
4. Fibrilasi atrium 4. Gelisah menurun serebral) dari pasien
5. Tumor otak 5. Kecemasan menurun 2. Monitor tanda dan gejala 3. Untuk mengetahui
6. Stenosis karotis 6. Agitasi menurun peningkatan TIK ( mis. tekanan darah rata-rata
7. Miksoma atrium 7. Demam menurun Tekanan darah meningkat, dari pasien sehingga
8. Aneurisma serebri 8. Tekanan arteri rata-rata tekanan nadi melebar, tindakan yang akan
9. Dilatasi Kardiomiopati membaik bradikardi, pola nafas diberikan sesuai dengan
10. Embolisme 9. Tekanan intrakranial ireguler, kesadaran keadaan dari pasien
11. Cedera kepala membaik menurun) 4. Untuk mengetahui CVP
12. Hiperkolesteronemia 10. Tekanan darah sistolik 3. Monitor MAP dari pasien sehingga
13. Hipertensi membaik 4. Monitor CVP , jika perlu tindakan yang akan
14. Endokardetis infektif 11. Takanan darah diastolic 5. Monitor PAWP diberikan sesuai dengan
15. Stenosis mitral membaik 6. Monitor ICP keadaan dari pasien
16. Neplasma otak Refkeks saraf membaik 7. Monitor CPP 5. Untuk mengetahui
17. Infark miokard akut 8. Monitor status pernafasan PAWP dari pasien
Kondisi Klinis Terkait : 9. Monitor intake dan output sehingga tindakan yang
1. Stroke cairan akan diberikan sesuai
10. Monitor cairan serebro- dengan keadaan dari
spinalis (mis. Warna, pasien
konsistensi) 6. Untuk mengetahui
Terapeutik : tekanan intrakranial dari
1. Minimalkan stimulus pasien sehingga
dengan menyediakan tindakan yang akan
lingkungan yang tenang diberikan sesuai dengan
2. Berikan posisi semifowler keadaan dari pasien
3. Cegah terjadinya kejang 7. Untuk mengetahui
Kolaborasi : tekanan perfusi serebral
1. Kolaborasi pemberian dari pasien, sehingga
diuretik osmosis, jika perlu tindakan yang akan
diberikan sesuai dengan
keadaan dari pasien
8. Untuk mengetahui
status pernafasan dari
pasien sehingga ketika
ada kelainan pada status
pernafasan pasien,
perawat dapat
melakukan tindakan
sesuai dengan
kebutuhan pasien
9. Untuk mengetahui
intake dan output cairan
dari pasien
10. Untuk mengetahui
karakteristik dari cairan
serebrospinalis
sehingga jika
mengalami kelainan
maka perawat dapat
memberikan tindakan
yang sesuai dengan
keadaan pasien
11. Untuk meminimalisir
kemungkinan yang
dapat menyebabkan
kondisi pasien menjadi
lebih buruk
12. Mengurangi
kemungkinan tekanan
pada tubuh akibat posisi
yang menetap
13. Untuk menghindari
kemungkinan yang
dapat memperburuk
keadaan pasien
14. meningkatkan jumlah
cairan tubuh yang
disaring keluar oleh
ginjal, sekaligus
menghambat
penyerapan cairan
kembali oleh ginjal
4. Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119) Observasi
(D.0032) Setelah dilakukan intervensi Definisi : 1) Untuk mengetahui
Kategori: Fisiologis selama 3 jam maka Status kekurangan nutrisi klien
Subkategori: Nutrisi dan Nutrisimeningkat, denga kriteria Observasi 2) Untuk menegtahui masukan
Cairan hasil: 1) Identifikasi status nutrisi oral selama 24 jam dan
Definisi: beresiko mengalami 1. Porsi makanan yang riwayat makan klien
asupan nutrisi tidak cukup dihabiskan meningkat 2) Monitor asupan makanan 3) Untuk mengertahui
untuk memenuhi kebutuhan 2. Kekuatan otot mengunyah perkembangan klien
metabolisme. meningkat 4) Untuk mengetahui keadaan
Faktor Risiko 3. Kekuatan otot menelan umum klien
1. Ketidakmampuan menelan meningkat 3) Monitor berat badan Terapeutik
makanan 4. Berat badan membaik 1. Untuk mengajarkan kepada
2. Ketidakmampuan mencerna 5. Indeks Masa Tubuh 4) Monitor hasil pemeriksaan klien kebiasaan untuk
makanan membaik laboratorium menjaga kebersihan mulut
3. Ketidakmampuan 6. Frekuensi makan membaik Terapeutik sebelum dan sesudah makan
mengabsorbsi nutrien 7. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygiene sebelum 2. Untuk mencegah konstipasi
4. Peningkatan kebutuhan makan, jika perlu
metabolisme 3. Ketika asupan nutrisi dapat
5. Faktor ekonomi (mis. dilakukan melalui oral maka
Finansialtidak mencukupi) penggunaan selang
6. Faktor psikologis (mis. 2. Berikan makanan tinggi serat nasogastrik tidak diperlukan
Strees, keengganan untuk untuk mencegah konstipasi lagi, karena asupan nutrisi
makan) 3. Hentikan pemberian makan klien sudah bisa diberikan
Kondisi Klinis Terkait melalui selang nasogastrik jika melalui oral atau bisa
1. Stroke asupan oral dapat ditoleransi dilakukan secara mandiri
2. Parkinson tanpa menggunakan alat
3. Mobius syndrome bantu.
4. Cerebral palsy Edukasi
5. Cleft lip 1. Untuk memudahkan proses
6. Cleft palate menelan dan menurunkan
7. Amyotropic lateral resiko terjadinya aspirasi
sclerosis Kolaborasi
8. Kerusakan Edukasi 1. Untuk pemenuhan nuitrisi
neuromuskular 1. Anjurkan posisi duduk, jika yang sesuai
9. Luka bakar mampu
10. Kanker
11. Infeksi Kolaborasi
12. AIDS 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
13. Penyakit crohn’s untuk menentukan jumlah kalori
14. Enterokolitis dan jenis nutrien yang
15. Fibrosis kistik dibutuhkan, jika perlu

5. Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan ambulasi ( I. 06171) 1. Untuk mengetahui apa
(D.0054) Definisi : Definisi : pasien merasakan nyeri
Definisi : Kemampuan dalam gerakan fisik Memfasilitasi pasien untuk atapun keluhan fisik
Keterbatasan dalam pergerakan dari satu atau lebih ekstremitas meningkatkan aktivitas berpindah lainnya sehingga
fisik dari satu atau lebih secara mandiri. Tindakan : tindakan keperawatan
ekstremitas secara mandiri. Setelah dilakukan tindakan Observasi: yang diberikan sesuai
Penyebab : keperawat 3x24 jam maka 1. Identifikasi adanya nyeri dengan kondisi dan
1. Penurrunan kendali otot kriteria hasil yang didapatkan : atau keluhan fisik lainnya kebutuhan pasien
2. Penurunan masa otot 1. Pergerakan ekstremitas 2. Monitor frekuensi jantung 2. Agar perawat
3. Penurunan kekuatan meningkat dan tekanan darah sebelum mengetahui frekuensi
otot 2. Kekuatan otot meningkat memulai ambulasi jantung pasien sehingga
4. Kekakuan sendi 3. Rentang gerak 3. Monitor keandaan umum setalah melakukan
5. Kontraktur meningkat (ROM) selama melakukan ambulasi perawat dapat
6. Gangguan 4. Nyeri menurun ambulasi mengetahui apakah
neuromuskular 5. Kecemasan menurun Terapeutik : terdapat peningkatan
7. Indeks masa tubuh di 6. Kaku sendi menurun 1. Fasilitasi ambulasi dengan dari tekanan darah
atas persentil ke 75 7. Gerakan tidak alat bantu (mis. Tongkat, pasien atau tidak
sesuai usia terkoordinasi menurun kruk) 3. Agar perawat
8. Efek agen farmakologis 8. Gerakan terbatas 2. Fasilitasi melakukan mengetahui keadaan
9. Nyeri menurun mobilisasi fisik,jika perlu umum dari pasien
10. Gangguan kongnitif 9. Kelemahan fisik 3. Libatkan keluarga untuk sehingga jika terdapat
11. Gangguan melakukan menurun membantu pasien dalam tanda-tanda tertentu
pergerakan meningkatkan ambulasi seperti keaadaan umum
Gejala dan Tanda Mayor Edukasi : pasien menurun perawat
Subjektif : 1. Jelaskan tujuan dan dapat memberikan
1. Mengeluh sulit untuk prosedur ambulasi tindakan yang sesuai
menggerakan ekstremitas 2. Anjurkan melakukan dengan kebutuhan
Objektif : ambulasi dini pasien
1. Kekuatan otot menurun 3. Anjurkan ambulasi 4. Untuk membantu pasien
2. Rentang gerak menurun sederhana yang harus saat melakukan
Gejala dan Tnda Minor dilakukan (mis. Berjalan ambulasi
Subjektif : dari tempat tidur ke kursi 5. Untuk meningkatkan
1. Nyeri saat bergerak roda, berjalan dari tempat kondisi pasien
2. Enggan tidur ke kamar mandi, 6. Agar pasien lebih
melakukanpergerakan berjalan sesuai toleransi) termotivasi untuk
3. Merasa cemas saat bergerak melakukan tindakan
Objektif : ambulasi sehingga
1. Sendi kaku kondisi pasien semakin
2. Gerakan tidakterkoordinasi membaik
3. Gerakan terbatas 7. Agar pasien mengetahui
4. Fisik lemah rujuan serta prosedur
Kondisi Klinis Terkait apa saja yang akan
1. stroke dilakukan untuk
meningkatkan kondisi
pasien
8. Untuk meningkatkan
kondisi pasien
9. Sehingga pasien dapat
melakukan tehnik
ambulasi sederhana dan
kondisi pasien dapat
meningkat.
6. Konfusi Akut (D.0064) Tingkat Konfusi (L.06054) Manajemen Delirium (I.06189) 1. Mengidentifikasi faktor
Kategori : Fisiologi Definisi : Kesadaran, perhatian, Definisi : Mengidentifikasi dan risiko delirium untuk
Subkategori : Neurosensori kognitif dan persepsi yang mengelola lingkungan terapeutik mengetahui terjadinya
Definisi : Gangguan terganggu. dan aman pada status konfusi akut. disfungsi kognitif,
kesadaran, perhatian, kognitif Setelah melakukan tindakan Tindakan : gangguan pada pengelihatan
dan persepsi yang reversibel, keperawatan selama 3x24 jam Observasi : atau pendengaran,
berlangsung tiba-tiba dan maka tingkat konfusi pada 1. Identifikasi factor risiko mengetahui penurunan
singkat. pasien dapat menurun, dengan delirium (mis. usia >75 tahun, kemampuan fungsional,
Penyebab : Kriteria hasil : disfungsi kognitif, gangguan atau untuk mngetahui
1. Delirium 1. Fungsi kognitif meningkat penglihatan/pendengaran, terjadinya infeksi,
2. Demensia 2. Tingkat kesadaran penurunan kemampuan hipo/hipertemia, hipoksia,
3. Fluktuasi siklus tidur- meningkat fungsional, infeksi, malnutrisi, efek obat, toksin
bangun 3. Aktivitas psikomotorik hipo/hipertermia, hipoksia, dan gangguan tidur.
4. Usia lebih dari 60 tahun meningkat malnutrisi, efek obat, toksin, 2. Untuk mengidentifikasi tipe
5. Penyalahgunaan zat 4. Motivasi gangguan tidur, stres) delirium seperti hipoaktif,
Gejala dan Tanda Mayor memulai/menyelesaikan 2. Identifikasi tipe delirium (mis. hiperaktif, campuran.
Subjektif : perilaku terarah meningkat hipoaktif, hiperaktif, 3. Untuk memonitor status
1. Kurang motivasi untuk 5. Memori jangka pendek campuran) neurologis dan tingkat
memulai/menyelesaikan meningkat 3. Monitor status neroligis dan delirium dimana sebagai
perilaku berorientasi 6. Memori jangka panjang tingkat delirium tindak lebih lanjut mengenai
tujuan. meningkat Terapeutik : hubungan tingkat keparahan
2. Kurang motivasi untuk 7. Perilaku halusinasi menurun 1. Berikan pencahayaan yang dengan kejadian delirium
memulai/menyelesaikan 8. Gelisah menurun baik pada pasien stroke.
perilaku terarah. 9. Interpretasi membaik 2. Sediakan jam dan kalender Terapeutik
Objektif : 10. Fungsi sosial membaik yang mudah terbaca 1. Untuk memberikan
1. Fluktuasi fungsi kognitif 11. Respons terhadap stimulus 3. Hindari stimulus sensorik pencahyaan yang baik pada
2. Fluktuasi tingkat kesadaran membaik berleihan (mis. televisi, pasien
3. Fluktuaasi aktivitas 12. Persepsi membaik pengumuman interkom) 2. Untuk menyediakan jam
psikomotorik 13. Fungsi otak membaik 4. Lakukan pengekangan fisik, dan kalender yang mudah
Gejala dan Tanda Minor sesuai indikasi terbaca agar pasien terbantu
Subjektif : 5. Sediakan informasi tentang apa saat melihat jam dan
1. Salah presepsi yang terajadi dan apa yang kalender.
Objektif : dapat terjadi selanjutnya 3. Untuk menghindari
1. Halusinasi 6. Batasi pembuatan keputusan stimulus sensorik
2. Gelisah 7. Hindari memvalidasi berlebihan agar pasien bisa
Kondisi Klinis Terkait mispersepsi atau interpretasi memilki waktu istirahat
1. Cedera kepala realita yang tidak akurat (mis. yang maksimal.
2. Stroke halusinasi, waham) 4. Untuk melalukan
3. Penyakit Alzheimer 8. Nyatakan persepsi dengan cara pengekangan atau
4. Penyalahgunaan zat tenang, meyakinkan, dan tidak pembatasan fisik pada
5. Demensia argumentatif pasien. Sesuai dengan
6. Delirium 9. Fokus pada apa yang dikenali indikasi yang dialami pasien
dan bermakna saat interaksi 5. Untuk menyediakan
personal informasi tentang apa yang
10. Lakukan reorientasi terajadi dan apa yang akan
11. Sediakan lingkungan fisik dan terjadi selanjutnya agar
rutinitas harian yang konsisten meminimalisir risiko yang
12. Gunakan isyarat lingkungan tidak diinginkan
untuk stimulus memori, 6. Untuk menghindari
reorientasi, dan meningkatkan memvalidasi mispersepsi
perilaku yang sesuai (mis. atau interpretasi realita yang
tanda, gambar, jam, kalender, tidak akurat agar tidak salah
dan kode warna pada dalam menentukan langkah
lingkungan) selanjutnya.
13. Berikan informasi baru secara 7. Untuk menyatakan persepsi
perlahan, sedikit demi sedikit, dengan cara tenang,
diulang-ulang meyakinkan, dan tidak
Edukasi : argumentatif agar pasien
1. Anjurkan kunjungan keluarga, dapat memahami penjelasan
jika perlu dengan jelas.
2. Anjurkan penggunaan alat 8. Untuk menyediakan
bantu sensorik (mis. kacamata, lingkungan fisik dan
alat bantu dengar, dan gigi rutinitas harian yang
palsu) konsisten agar pasien
Kolaborasi : merasa tidak jenuh karena
1. Kolaborasi pemberian obat berdiam diri.
ansietas atau agitasi, jika perlu 9. Untuk menggunakan isyarat
lingkungan agar stimulus
memori, reorientasi, dan
meningkatkan perilaku
pasien yang sesuai misalnya
tanda, gambar, jam,
kalender, dan kode warna
pada lingkungan
10. Untuk pemberian informasi
baru diberikan secara
perlahan, sedikit demi
sedikit, diulang-ulang agar
pasien memahami apa yang
di jelaskan.
Edukasi
1. Berikan kunjungan keluarga
agar pasien tidak merasa
sendiri, dan membuat
pasien lebih dukungan dari
keluarga.
2. Pemakaian penggunaan alat
bantu sensorik misalnya
kacamata, alat bantu dengar,
dan gigi palsu. Untuk
membantu aktivitas pasien.
Kolaborasi
Untuk pemberian obat ansietas
atau agitasi agar membantu
pasien saat mengalami masalah
7. Nyeri akut (D.0077) Tingkat Nyeri (08066) Manajemen Nyeri 2. Mengidentifikasi lokasi,
Setelah melakukan tindakan karakteristik, durasi,
Definisi :
Kategori : Psikologis keperawatan selama 3x24 jam frekuensi, kualitas,
Mengidentifikasi dan mengelola
intensitas nyeri
maka tingkat nyeri pada pasien
pengalaman sensorik atau 3. Mengidentifikasi skala
Subkategori : Nyeri dan dapat menurun, dengan Kriteria
emosional yang berkaitan dengan nyeri
Kenyamanan hasil : 4. Mengidentifikasi respon
kerusakan jaringan atau fungsional
Definisi : nyeri non verbal
dengan onset mendadak atau 5. Mengidentifikasi factor
Pengalaman sensorik atau 1. Kemampuan menuntaskan
lambat dan berintensitas ringan yang memperberat dan
emosional yang berkaitan aktivitas meningkat
memperingan nyeri
hingga berat dan konstan.
dengan kerusakan jaringan 6. Mengidentifikasi
2. Keluhan nyeri menurun Observasi :
aktual atau fungsional, dengan pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
onset mendadak atau lambat 3. Meringis dan kesulitan
1. Identifikasi lokasi, 7. Mengidentifikasi
dan berinteritas rungan hingga tidur menurun pengaruh nyeri pada
karakteristik, durasi,
berat yang berlangsung kurang kualitas hidup
4. Frekuensi nadi membaik frekuensi, kualitas,
8. Memonitor efek
dari 3 bulan intensitas nyeri samping penggunaan
Penyebab : 5. Pola napas membaik analgetik
2. Identifikasi skala nyeri
1. Agen pencedara 3. Identifikasi respon nyeri
fisiologis (mis. 6. Fungsi berkemih membaik non verbal Terapeutik
Inflamasi, 4. Identifikasi factor yang
1. untuk mengurangi rasa
iskemia,neoplasma) memperberat dan nyeri
2. Agen pencedera memperingan nyeri 2. Agar pasien terasa
kimiawi (mis. Terbakar, 5. Identifikasi pengetahuan nyaman sehingga pasien
bisa beristirahat
bahan kimia iritan ) dan keyakinan tentang Fasilitasi istirahat dan
3. Agen pencedera fisik nyeri tidur
(mis. Abses, amputasi, 6. Identifikasi pengaruh nyeri 3. Agar mengetahui jenis
dan sumber nyeri agar
terbakar, terpotong, pada kualitas hidup
bisa memodifikasi nyeri
mengangkat 7. Monitor efek samping dari sumber nyeri
berat,prosedur operasi, penggunaan analgetik
Edukasi
trauma, latihan fisik
berlebihan 2. Menjelaskan penyebab,
Terapeutik periode, dan pemicu
Gejala dan tanda mayor
nyeri
Subjektif 1. Berikan teknik non 3. Menjelaskan strategi
1. Mengeluh nyeri meredakan nyeri
farmakologis untuk
4. Menganjurkan
Objektif mengurangi rasa nyeri (mis. memonitor nyeri secara
1. Tampak meringis TENS, hypnosis, mandiri
2. Bersikap protektif (mis. akupresusr, terapi music, 5. Menganjurkan
menggunakan analgetik
Waspada, posisi biofeedback, terapi pijat, secara tepat
menghindari nyeri) aromaterapi, teknik 6. Mengajarkan teknik
3. Gelisah imajinasi terbimbing, nonfarmakologis untuk
4. Frekuensi nadi mengurangi rasa nyeri
compress hangat/dingin,
meningkat
terapi bermain)
5. Sulit tidur Kolaborasi :
2. Control lingkungan yang
Gejala dan tanda minor
memperberat rasa nyeri 1. Mengkolaborasi
Subjektif pemberian analgetik,
(mis. Suhu ruangan,
(tidak tersedia) jika perlu
pencahayaan, kebisingan)
Objektif
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
1. Nafsu makan berubah
4. Pertimbangkan jenis dan
2. Berfokus pada diri
sumber nyeri dalam
sendiri
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

1. Jelaskan penyebab, periode,


dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
8. Gangguan Komunikasi Komunikasi Verbal (L.13118) Promosi Komunikasi : Defisit Observasi :
Verbal (D.0119) Setelah dilakukan tindakan Bicara (I. 13492) 1. Untuk mengetahui
Kategori : Relasional keperawat 3x24 jam maka Definisi : kecepatan, tekanan,
Subkategori : Interaksi Sosial komunikasi verbal pasien Menggunakan tehnik komunikasi kuantitas, volume, dan
Definisi : meningkat, dengan kriteria hasil: tambahan pada individu dengan diksi bicara dari pasien
Penurunan, perlambatan, atau 1. Kemampuan bicara gangguan bicara 2. Untuk mengetahui proses
ketiadaan kemampuan untuk meningkat Tindakan : kognitif, anatomis, dan
menerima, memproses, 2. Kemampuan mendengar Observasi : fisiologis yang berkaitan
mengirim, dan/atau meningkat 1. Monitor kecepatan, tekanan, dengan bicara dari pasien
menggunakan sistem simbol. 3. Kesesuaian ekspresi kuantitas, volume , dan diksi Terapeutik :
Penyebab : wajah/tubuh meningkat bicara 3. Hal ini dilakukan untuk
1. Penurunan sirkulasi 4. Kontak mata meningkat 2. Monitor proses kognitif, mempermudah
serebral 5. Afasia menurun anatomis, dan fisiologis yang komunikasi antara
2. Gangguan neuromuskuler 6. Disfasia menurun berkaitan dengan bicara perawat dan pasien
3. Gangguan pendengaran 7. Apraksia menurun (mis. Memori, mendengar, 4. Untuk menghindari
4. Gangguan 8. Disleksia menurun dan bahasa) misskomunikasi
muskuloskeletal 9. Diartria menurun Terapeutik : 5. Mencegah dan
5. Kelainan palatum 10. Afonia menurun 3. Gunakan metode komunikasi mengurangi dampak
6. Hambatan fisik (mis. 11. Dislalia menurun alternatif (mis. Menulis, negatif dari suatu
terpasang trakheostomi, 12. Pelo menurun mata berkedip, papan masalah sekaligus
intubasi, 13. Gagap menurun komunikasi dengan gambar menunjang proses
krikotiroidektomi) 14. Respon perilaku membaik dan huruf, isyarat tangan dan pemulihan psikologis
7. Hambatan individu (mis. 15. Pemahaman komunikasi komputer) Edukasi :
ketakutan, kecemasan, membaik 4. Sesuaikan gaya komunikasi 6. Agar apa yang ingin
merasa malu, emosional, dengan kebutuhan ( mis. disampaikan oleh pasien
kurang privasi) Berdiri didepn pasien, dapat kita pahami
8. Hambatan psikologis dengarkan seksama, Kolaborasi :
(miss gangguan psikotik, tunjukkan satu gagasan atau 7. Untuk menunjang
gangguan konsep diri, pemikiran sekaligus, tindakan yang diberikan
harga diri rendah, bicaralah dengan perlahan sehingga tujuannya dapat
gangguan emosi). sambil menghindari dicapai
9. Hambatan lingkungan teriakkan, gunakan
(mis. ketidakcukupan komunikasi tertulis, atau
informasi, ketiadaan meminta bantuan keluarga
orang terdekat, untuk memahami ucapan
ketidaksesuaian budaya, pasien
bahasa asing) 5. Berikan dukungan spikologis
Gejala dan Tanda Mayor Edukasi :
Subjektif : 6. Anjurkan berbicara secara
(tidak tersedia) perlahan
Objektif : Kolaborasi :
1. Tidak mampu berbicara 7. Rujuk ke ahli patologi
atau mendengar
2. Menunjukkan respon
tidak sesuai
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
(tidak tersedia)
Objektif :
1. Afasia
2. Disfasia
3. Apraksia
4. Disleksia
5. Disartria
6. Afonia
7. Dislalia
8. Pelo
9. Gagap
10. Tidak ada kontak mata
11. Sulit memahami
komunikasi
12. Sulit mempertahankan
komunikasi
13. Sulit menggunakan
ekspresi wajah atau tubuh
14. Tidak mampu
menggunakan ekspresi
wajah atau tubuh
15. Sulit menyusun kalimat
16. Verbalisasi tidak tepat
17. Sulit mengungkapkan
kata-kata
18. Disorientasi orang,
ruang, waktu
19. Defisit penglihatan
20. Delusi
Kondisi Klinis Terkait :
1. Stroke
BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Stroke adalah sindrom klinis yang ditandai dengan defisit neurologis serebral
fokal atau global yang berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam
yang disebabkan oleh kejadian vaskular, baik perdarahan spontan pada otak (stroke
hemoragik) maupun suplai darah inadekuat pada bagian otak (stroke iskemik) sebagai
akibat aliran darah yang rendah, trombosis atau emboli yang berkaitan dengan penyakit
pembuluh darah (arteri dan vena), jantung dan darah.
Penyebab stroke dibagi menurut Black dan Hwaks (2014) adalah Trombosit,
Embolisme, Perdarahan Hemoragik dan Penyebab lain.Manifestasi dari stroke iskemik
yang terjadi termasuk hemiparesis transient (tidak permanen), kehilangan kemampuan
bicara dan kehilangan sensori setengah. Manifestasi karena trombosis berkembang dalam
hitungan menit ke hitungan jam sampai hari. Serangan yang lambat terjadi karena ukuran
trombus terus meningkat.Stroke hemoragik juga terjadi sangat cepat, dengan manifestasi
berkembang dalam beberapa menit sampai jam.Manifestasi yang terjadi yaitu sakit
kepala dari bagian belakang leher, vertigo, atau kehilangan kesadaran karena hipotensi,
parastesia, paralisis sementara, epistaksis, dan perdarahan pada retina.

3.2. Saran
Asuhan Keperawatan diatas diharapkan dapat digunakan sebagai bacaan atau
referensi untuk perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang dilakukan, dan
bagi klien dan keluarga dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesehatan serta
pemanfaatan fasilitas – fasilitas kesehatan yang ada sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Andra W & Yessie P. (2013).Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Nuha Medika.

Arboix, A. (2015). Cardiovaskular Risk Factors Dor Acute Stroke: Risk Profiles In The Different
Subtypes Of Ischemic Stroke. World Journal of W J C C Clinical Cases.Volume 3. Issue 5

Ariani, TU. (2012). Sistem Neurobehaviour.Jakarta: Salemba Medika.


Black, J dan Hawks, J. (2014).Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk Hasil
Yang Diharapkan.Edisi 8. Jakarta: Salmeba Emban Patria.

Brunner & suddarth.(2014). Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 8.Volume 2. Jakarta: EGC.

Eka, I., & Wicaksana, D. (2017).Perbedaan Jenis Kelamin Sebagai Faktor Risiko Terhadap
Keluaran Klinis Pasien Stroke Iskemik.Jurnal Kedokteran Diponegoro, 6(2), 655–662.

Junaidi, Iskandar. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI


LeMone, Burke, & Bauldoff.(2016). Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: EGC.

PERDOSSI.(2011). Pedoman Penatalaksanaan Stroke.Himpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia.

Pudiastuti.(2011). Penyakit Pemicu Stroke.Yokyakarta : Nuha Medika

Robinson, J.M., & Saputra, L. 2014. Visual Nursing (Medikal-Bedah) Jilid 1 (Martha Ardiaria,
Penerjemah). Tangerang: Binarupa Aksara

SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan indikator
diagnositk. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.VI.
Jakarta: InternaPublishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2015, h. 2014-1134

SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan tindakan
keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan kriteria hasil
keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan pengurus pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai