REFERAT
Oleh:
Oleh:
Referat ini telah diujikan dan dipresentasikan di depan dokter pembimbing SMF
THT-KL kepaniteraan klinik RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo kota Mojokerto
pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaMu
kami dapat menyelesaikan referat yang berjudul “rhinitis alergi dan dampaknya
pada asma” sesuai dengan waktu yang ditentukan. Referat ini dibuat berdasarkan
data dan informasi serta pengetahuan yang diperoleh selama kepanitraan klinik
di SMF THT-KL
Penyusun
4
Daftar Isi
Halaman
Judul …...…………………………………………………………... 1
Halaman Pengesahan ..………..……………....….……………........2
Kata pengantar...................................................................................3
Daftar Isi ………………………………………………………….......4
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang.…………….……………….……… 5
BAB II Tinjauan Pustaka........................................................8
BAB III Kesimpulan................................................................31
Daftar Pustaka ...................................................................32
5
BAB 1
PENDAHULUAN
tahun 2012 didapatkan 17,65% penderita asma disertai rinitis alergi. Alergi
pada saluran pernapasan adalah alergi yang sering terjadi pada semua penduduk
di seluruh dunia. Studi epidemiologi yang diperoleh dari berbagai negara
menunjukan prevalens alergi pada saluran pernapasan sekitar 15-30% (Sundaru,
2014).
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 ASMA
2.2.1 Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik jalan napas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi dan elemennya yang berhubungan
dengan hipereaktivitas bronkus, sehingga menyebabkan episodik
berulang berupa mengi, sesak napas, rasa berat di dadadan batuk
terutama malam atau dini hari, episodik perburukan tersebut berkaitan
dengan luasnya peradangan, variabilitas, beratnya obstruksi jalan napas
yang bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan.=
(PDPI, 2015).
Menurut Global Initiation of Asthma (GINA) tahun 2018, asma
merupakan penyakit yang bersifat heterogen, yang biasanya
dikarakteristikan oleh inflamasi saluran napas kronik, ditentukan melalui
riwayat gejala respiratorik seperti mengi, sesak nafas, dada terasa
terhimpit (chest tightness), dan batuk yang bervariasi dari waktu dan
9
c. Gejala biasanya lebih sering terjadi dan lebih berat pada malam
hari dan pada saat bangun tidur
d. Gejala sering dipicu olahraga, pada saat tertawa, alergen, atau
udara dingin
e. Gejala sering muncul dan lebih berat bila disertai dengan infeksi
virus
2. Terdapat keterbatasan aliran udara ekspirasi
a. Variabilitas fungsi paru yang besar DAN keterbatasan aliran
udara, makin besar variasi / makin sering, makin sering kemungkinan
Terdapat penurunan FEV1 ( forced expiratory volum in 1
second), sehingga rasio FEV1/FVC (force vital capacity)
berkurang
Nilai normal FEV1/FVC > 0,75-0,80 pada dewasa dan > 0,90
pada anak.
b. Uji reversibilitas bronkhus positif
Terdapat variasi fungsi paru yang lebih besar dibandingkan
orang normal, misalnya
1. FEV1 meningkat lebih dari 12% dan 200 ml ( pada anak >
12% nilai prediksi) setelah inhalasi dengan
bronchodilator. Hal ini disebut sebagai uji reversibilitas
bronkhus positif.
2. Rata-rata variasi diurnal PEF (peak expiratory flow) atau
arus puncak ekspirasi > 10% ( pada anak > 13%)
3. FEV1 meningkat lebih dari 12% dan 200 ml ( pada anak >
12% nilai prediksi) setelah 4 minggu pemberian anti
inflamasi (diluar infeksi saluran napas)
Semakin besar variasi dan semakin sering gejala muncul lebih
meyakinkan untuk menegakkan diagnosis asma
Pemeriksaan ulang diperlukan pada saat gejala muncul pada
pagi hari atau setelah pemberian bronchodilator
Reversibilitas bronchodilator akan hilang pada saat
eksaserbasi dengan gejala yang berat atau akibat infeksi virus.
14
Tabel 2. Kriteria Diagnosis Asma untuk Dewasa, Remaja, Anak 6-11 tahun
(GINA, 2016).
inhalasi. Tes ini cukup sensitif untuk diagnosis asma tapi kurang
spesifik karena bisa juga disebabkan oaleh penyakit lain seperti
rhinitis alergika, fibrosis kistik, dysplasia bronkhopulmoner, dan
PPOK. Jadi bila hasil negatif pada pasien yang tidak mengkonsumsi
ICS dapat mengekslusi asma akan tetapi hasil positif tidak selalu
menandakan bahwa pasien menderita asma, sehingga anamnesis
perlu diperhatikan (GINA, 2016).
3. Tes alergi
Riwayat atopi meningkatkan probabilitas pasien dengan
gejala pernapasan menderita asma alergika tetapi hal ini tidak
spesifik. Riwayat atopi dapat diperiksa dengan skin prick test dan
pemeriksaan IgE serum. Skin prick tes dengan bahan yang mudah
ditemukan di lingkungan sekitaradalah tes yang cepat, murah, dan
sensitif jika dikerjakan dengan benar (GINA, 2016).
4. Ekshalasi Nitrit Oksida
Fractional concentration of exhaled nitric oxide (FENO)
dapatdiperiksa di beberapa tempat. FENO dapat meningkat pada
asma eosinofilik dan pada keadaan non asma misalnya rhinitis alergi
dan belum dipastikan bermanfaat untuk diagnosis asma. FENO
menurun pada perokok dan saat terjadi bronkhokonstriksi, dan
meningkat jika terjadi infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus.
Kadar FENO > 50 ppb terkait dengan respons jangka waktu yang
singkat terhadap ICS. Saat ini pemeriksaan FENO belum
direkomendasikan (GINA, 2016).
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut diata
2.3.4 Patofisiologi
2.3.5.1 Anamnesis
Riwayat klinis penyakit sangat penting untuk mendiagnosis rinitis
alergi, mengukur tingkat beratnya penyakit serta respons pengobatan.
Anamnesis dimulai dengan menanyakan riwayat penyakit secara umum
dan dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih spesifik
meliputi gejala di hidung termasuk keterangan mengenai tempat tinggal,
tempat kerja dan pekerjaan pasien. Gejala-gejalas rinitis alergi yang perlu
ditanyakan adalah bersin berulang dengan frekuensi lebih dari 5 kali
setiap kali serangan, rinore, hidung tersumbat baik menetap atau hilang
timbul, rasa gatal dihidung, tenggorok, daerah langit-langit atau telinga,
mata gatal, berair atau kemerahan, penurunan atau hilangnya ketajaman
penciuman (hiposmia/anosmia)dan terdapat ingus di belakang hidung
(post nasal drip/PND). Ditanyakan juga adakah variasi diurnal (serangan
yang memburuk pada pagi sampai siang hari dan membaik saat malam
hari), frekuensi serangan, beratnya penyakit, lamanya sakit, intermiten
atau persisten dan pengaruh terhadap kualitas hidup (Bousquet, 2016).
Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan
rinitis, seperti asma, dermatitis atopi di keluarga, urtikaria dan alergi
makanan. Ditanyakan juga riwayat atopi keluarga apakah ada anggota
keluarga dari ayah atau ibu yang pernah menderita salah satu penyakit
alergi tersebut diatas, faktor pemicu timbulnya gejala, lingkungan
dirumah, tempat kerja, sekolah, kegemaran atau hobi yang dapat memicu
timbulnya gejala. Riwayat pengobatan dan hasil ditanyakan apakah
efektifitas obat yang dipergunakan sebelumnya dan macam pengobatan
yang sudah diterima serta bagaimana kepatuhan penderita (Bousquet,
2016).
22
2.3.5.3Pemeriksaan penunjang
Pemerikaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dipertimbangkan
sesuai dengan fasilitas yang ada, antara lain: (Bousquet, 2016).
a. Uji cukit kulit (skin prick tests)
Uji cukit kulit dengan menggunakan ekstrak alergen merupakan
alat diagnostik terbaik yang membuktikan telah terjadinya fase sensitisasi
oleh alergen tertentu pada seseorang individu. Hasil yang positif
menunjukan reaksi hipersensitifitas tipe 1.
23
Cara kerja alat ini ialah pada saat pasien menarik napas melalui
hidung sehingga udara akan tertarik melalui skala meter, kursor pada
skala bergerak sepanjang skala untuk menunjukan kecepatan inhalasi.
Angka kecepatan aliran udara dapat dinilai dengan melihat posisi kursor
di skala yang tertera. Nilai normal pada orang Eropa yang ditetapkan
dengan alat ini adalah antara 100-300 liter/menit, dengan keakuratan 10
persen. Akan tetapi nilai normal untuk orang Indonesia khususnya,
belum ada ketetapannya saat ini.
2.3. 6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Penatalaksanaan dengan medikamentosa bertujuan untuk
mengatasi faktor etiologi dan sumbatan hidung dengan cara
memperkecil ukuran konka. Sinus venosus akan mengalami
pengisian pada kasus pembesaran konka akut. Pemberian
dekongestan topikal dapat mengurangi pembesaran konka. Terapi
medikamentosa lain yang dapat diberikan antara lain
kortikosteroid,sel mast stabilizer, antihistamin, dan imunoterapi
(Ellwood,2015).
Pemberian dekongestan baik secara lokal maupun
sistemik efektif dalam mengobati sumbatan hidung karena
hipertropi konka, namun penggunaan dekongestan sistemik oral
dapat menimbulkan efek samping berupa palpitasi dan kesulitan
tidur.
Penggunaandekongestan topikal dalam jangka waktu
panjang dapat menyebabkan terjadinya rinitis medikamentosa
(rebound nasal congestion) dan takifilaksis.
Pemberian kortikosteroid juga efektif dalam mengobati
sumbatan hidung, namun dapat menyebabkan terjadinya hidung
berdarah, krusta dan mukosa hidung mengering. Kortikosteroid
juga dapat mengurangi hiperresponsif saluran respirasi dan
26
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bousquet J., et al. 2016. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA)
Guidelines 2016 Revision. The Journal of Allergy and Clinical
Immunology.Hal 950-958.
Ellwood, P., Asher, M., Beasley, R., Clayton, T., Stewart, A. 2015. ISAAC
International Study of Asthma and Allergies in Childhood Phase Three
Manual. New Zealand: ISAAC International Data Centre
Global Initiative for Asthma (GINA). (2016). Global Strategy for Asthma
Management and Prevention.
GINA.Global Initiative for Asthma. Global strategy for asthma and prevention.
2018.
Krouse JH. Immunology and Allergy. In: Lee KJ, Essential Otolaryngology
Head and Neck Surgery, 11th ed, McGraw-Hill Company, USA, 2016;
1022-9
Tamay Z, et al. (2017). Prevalence and risk factors for allergic rhintis allergy in
primary school children. Turkey: International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. Hal 463-471