Anda di halaman 1dari 17

Nama : Aninditya Sekar Wardani

NIM : M0319009
Kelompok 5

Resume Praktikum Kimia Organik I


Isolasi Kafein dari Daun Teh

Kafein adalah obat stimulan SSP psikoaktif yang ditemukan oleh ahli kimia Jerman Friedrich
Ferdinand Runge pada tahun 1819. Dia menciptakan istilah 'Kaffein' yang kemudian menjadi Caffeine.
Kafein tidak melawan efek alkohol dan merupakan stimulan saraf pusat, yang memiliki efek sementara
menangkal rasa kantuk dan memulihkan kewaspadaan. Bersama dengan nikotin dan alkohol, kafein
adalah salah satu dari tiga obat yang mempengaruhi suasana hati yang paling banyak digunakan di dunia.
Kafein larut dalam sebagian besar pelarut polar tetapi sangat larut dalam pelarut yang kurang polar. Titik
lelehnya adalah 234 ° C -239 ° C dan rumus kimianya adalah C 8H10N4O2. Kafein adalah bubuk putih
yang sangat pahit dalam keadaan murni. Kafein adalah alkaloid dari keluarga methylxanthine, yang juga
termasuk senyawa serupa theophylline dan theobromine. Berikut ini adalah struktur kafein (Pradeep dkk.,
2015).

Gambar 1. Struktur Kafein


Kafein (1,3,7‑trimethylxanthine) adalah salah satu alkaloid yang paling sering dikonsumsi yang
secara alami ditemukan dalam biji kopi, daun teh dan biji / daun kakao dan secara tradisional digunakan
setiap hari, terutama karena efek stimulasinya. Kafein murni memiliki rasa pahit dan tidak berbau. Kafein
dikenal sebagai stimulan sistem saraf pusat dan dapat meningkatkan kewaspadaan atau menyebabkan
sakit kepala dan kegugupan. Oleh karena itu, penentuan dan pengukuran kafein yang akurat dalam sampel
makanan, tumbuhan, biologi dan farmasi merupakan tantangan besar. Sejumlah metode analisis berbeda
telah dikembangkan untuk pemisahan dan/atau penentuan kafein dalam berbagai sampel. Beberapa
metode yang bisa digunakan yaitu pektrofotometri UV/Vis, kromatografi lapis tipis, kromatografi ion,
Fourier transform-Raman, kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC), spektrometri inframerah transformasi
Fourier, elektroforesis kapiler, spektrometri mobilitas ionisasi elektrospray ionisasi (ESI-IMS) dan
kromatografi gas-spektrometri massa (Amini dan Hashemi, 2018).
Daun teh mengandung 1-4% kafein, sedangkan kopi mengandung 1-2% kafein. Secangkir kopi
seduh mengandung sekitar 100-150 mg kafein, sedangkan secangkir teh mengandung 60-75 mg kafein.
Minuman ringan biasanya mengandung 10-15 mg kafein per porsi. Terlalu banyak kafein dapat
menyebabkan keracunan kafein, yang ditandai dengan gugup, lekas marah, gelisah, gemetar, otot
berkedut, insomnia, sakit kepala, alkalosis pernapasan, dan jantung berdebar-debar. Kafein bertindak
sebagai stimulan SSP, diuretik ringan, meningkatkan detak jantung dan tekanan darah serta merangsang
sekresi lambung. Ini juga bertindak sebagai pestisida alami yang melumpuhkan dan membunuh serangga
tertentu yang memakan tanaman. Kafein dengan UV dapat membunuh beberapa jenis alga dan terbukti
meningkatkan mutasi pada bakteri dan virus serta menyebabkan kerusakan kromosom (Bhattarai
dkk.,2019).
Percobaan isolasi kafein dari daun teh ini bertujuan untuk mengisolasi dan memurnikan kafein yang
terdapat dalam daun teh. Percobaan dilakukan dengan melarutkan bubuk teh dalam 35 ml akuades
terlebih dahulu. Kemudian dipanaskan hingga mendidih untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Setelah
itu, larutan didinginkan dalam bak es hingga mencapai suhu ruang. Kafein merupakan salah satu alkaloid
sehingga dapat diikat dan digumpalkan oleh tannin yang terkandung dalam larutan tersebut. Oleh karena
itu, ditambahkan 1 gram natrium karbonat (Na 2CO3) ke dalam larutan sehingga akan bereaksi dengan
tannin membentuk garam natrium yang larut dalam air. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut:
ArOH + Na2CO3 → ArONa + NaHCO3
Proses selanjutnya yang dilakukan yaitu mengekstrak kafein dalam larutan dengan metode ekstraksi
cair-cair. Ekstraksi cair-cair merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan
kelarutan antara zat terlarut dalam larutan yang akan dipisahkan dengan pelarut pengekstrak (solven).
Prinsip dasar metode ini yaitu melibatkan pengontakan suatu larutan dengan pelarut lain yang tidak saling
melarutkan, perbedaan densitas yang dimiliki oleh kedua pelarut tersebut menyebabkan terbentuknya dua
fasa setelah beberapa saat penambahan solven. Hal ini menyebabkan terjadinya perpindahan massa dari
pelarut asal ke pelarut pengekstrak yang disebabkan oleh adanya daya dorong yang muncul akibat adanya
beda potensial kimia antara kedua pelarut (Mirwan, 2010). Metode ini dilakukan dengan memasukkan
larutan yang telah ditambahkan dengan Na2CO3 ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan dengan 30 mL
diklorometana sebagai pelarut dan dikocok hingga bercampur rata. Diklorometana dipilih sebagai pelarut
organik untuk ekstraksi kafein karena kafein lebih larut dalam diklorometana dibandingkan dalam air.
Diklorometana tidak larut dalam air dan jauh lebih padat daripada itu dan dapat dipisahkan dari fase air
berdasarkan perbedaan kepadatannya (Amini dan Hashemi, 2018).
Proses ekstraksi cair-cair menghasilkan dua lapisan dalam larutan karena perbedaan densitas.
Larutan dengan densitas lebih besar akan berada di bawah, lapisan atas yang berwarna lebih gelap
merupakan tannin sedangkan lapisan bawah yang berwarna lebih terang merupakan emulsi yang
terbentuk dari kafein dan pelarut. Emulsi yang terdapat pada lapisan bawah dipindahkan ke tabung
sentrifus dan dilakukan proses sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan proses pemisahan antara endapan dan
larutan yang memiliki arah putaran yang cepat sehingga menyebabkan partikel-partikel menuju dinding
tabung dan terakumulasi membentuk endapan. Penggunaan metode ini lebih cepat dibandingkan dengan
teknik biasa, kecepatan pengendapan dengan gaya sentrifugasi jauh lebih baik dan hasil pemisahan suatu
larutan yang diperoleh lebih sempurna. Sentrifugasi dilakukan dengan menggunakan beberapa tabung
sentrifus yang diletakkan saling berhadapan dengan berisi larutan untuk pemisahan, prinsip kerja dari alat
sentrifugasi yaitu dengan memutar larutan tersebut sehingga dapat menghasilkan dua lapisan pada
larutan dengan kecepatan tinggi (Pramushinta, 2016).
Terbentuk dua lapisan pada proses sentrifugasi, lapisan bagian bawah yang berwarna kuning cerah
bening dipindahkan ke gelas beaker dan ditambahkan dengan Na2SO4. Hal tersebut bertujuan untuk
mengikat dan menggumpalkan residu yang terdapat pada larutan. Setelah itu dilakukan penyaringan
supaya residu tertinggal pada kapas, sedangkan larutan diproses ke pemisahan berikutnya menggunakan
rotary evaporator sehingga pelarut menguap dan diperoleh padatan kafein berwarna putih. Kemudian
padatan ditimbang dan diuji kemurniannya menggunakan FTIR. Prinsip dari FTIR yaitu jika senyawa
organik dikenai sinar inframerah dengan frekuensi tertentu (400-4000 cm -1), maka beberapa frekuensi
diserap oleh senyawa tersebut. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa tersebut diukur sebagai
persentasi transmisi (percentage transmittance). Setiap fekuensi sinar (termasuk inframerah) memiliki λ
tertentu yang dapat menunjukkan pembentukkan ikatan antar atom tertentu (Frestika dkk., 2017). Pada
proses ini diperoleh spektra kafein hasil yang mirip dengan kafein murni berdasarkan teori.
Proses selanjutnya yaitu rekristalisasi padatan dengan menggunakan pelarut etanol. Prinsip
rekristalisasi yaitu berdasarkan perbedaan kelarutan zat yang akan dimurnikan dengan kelarutan pelarut.
Setelah ditambahkan pelarut, larutan dipanaskan untuk mempercepat reaksi yang terjadi. Setelah itu
didinginkan dalam bak es dan disaring menggunakan buchner sehingga dihasilkan padatan kafein yang
berwarna putih. Padatan ditimbang dan diperoleh massa kafein sebesar 46 mg.
Berdasarkan data yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa isolasi kafein dari daun teh dapat
dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu ekstraksi cair-cair, sentrifugasi, evaporasi, rekristalisasi, dan
filtrasi dengan corong buchner. Ekstraksi cair-cair untuk mengekstrak kafein dari daun teh, sentrifugasi
untuk memisahkan emulsi pada larutan, evaporasi untuk meguapkan pelarut, sedangkan filtrasi
menggunakan corong buchner untuk memperoleh padatan kafein yang bebas dari pengotor. Hasil
percobaan diperoleh kafein sebesar 46 mg dari total sampel 110 mg. kemudian kemurnian dari padatan
kafein yang diperoleh dapat diuji menggunakan FTIR.

Daftar Pustaka
Amini, T., dan Hashemi, P. 2018. Preconcentration and GC–MS Determination of Caffeine in Tea and
Coffee Using Homogeneous Liquid–Liquid Microextraction Based on Solvents Volume Ratio
Alteration. Journal of Chromatography B, 1092(, 252-257.
Bhattarai, S., Kumari, N., Pradhan, M., Pandey, S., Upreti, B., dan Nath, D. 2019. Isolation and
Characterization of Caffeine from Camellia sinensis Collected from Eastern Himalayan Region of
India. European Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences ejbps, 6(1): 305-315.
Frestika, M. Y., Mayasari, R. D., Masmui, M., Agustanhakri, A., Purawiardi, R. I., Yuliasari, Y.,
Muslimin, A. N., Dani, M., Budi, A.S., dan Nuryadi, R. 2017. Investigasi Pembentukan Ikatan
Zn-O Rods di atas Permukaan Mikrokantilever dengan Uji Karakterisasi FTIR. Spektra: Jurnal
Fisika dan Aplikasinya, 2(2): 91-98.
Mirwan, A. 2010. Keberlakuan Model Hb-gft Sistem N-heksana–Mek–Air Pada Ekstraksi Cair-cair
Kolom Isian. INFO-TEKNIK, 11(1): 11-20.
Pradeep, S., Rameshaiah, G. N., dan Ashoka, H. 2015. Caffeine Extraction and Characterization.
International Journal of Current Research and Review, 7(9), 16-19.
Pramushinta, I. A. K. 2016. Pembuatan Minyak Biji Bunga Matahari menggunakan Metode
Sentrifugasi. STIGMA: Jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Unipa, 9(2): 8-11.

Lampiran
1. Sitasi jurnal

Surakarta, 18 November 2020


Mengetahui,
Asisten Pembimbing Praktikan

Diana Inas Utami Aninditya Sekar Wardani


Journal of Chromatography B 1092 (2018) 252–257

Contents lists available at ScienceDirect

Journal of Chromatography B
journal homepage: www.elsevier.com/locate/jchromb

Preconcentration and GC–MS determination of caffeine in tea and coffee T


using homogeneous liquid–liquid microextraction based on solvents volume
ratio alteration

Tooraj Amini, Payman Hashemi
Department of Chemistry, Faculty of Sciences, Lorestan University, Khoramabad, Iran

A R T I C LE I N FO A B S T R A C T

Keywords: A simple, fast and green homogeneous liquid–liquid microextraction (HLLME) method based on solvents volume
Homogeneous liquid–liquid microextraction ratio alteration (SVRA) combined with gas chromatography–mass spectrometry (GC–MS) was developed for the
Gas chromatography–mass spectrometry preconcentration and determination of caffeine in tea and coffee samples. In the proposed HLLME-SVRA method,
Caffeine the primary extraction from solid samples was achieved by a 2:1 ethanol-water mixture. A micro-volume of
Tea
dichloromethane (DCM) formed a homogeneous solvent with this mixture after choosing an appropriate volume
Coffee
ratio between the three solvents. After vigorous shaking, an extra volume of water was added that resulted in
Solvent volume ratio alteration
phase separation due to the solvents volume ratio alteration. As a result, complete extraction of caffeine was
achieved after centrifugation. The sedimented dichloromethane phase was then injected into GC–MS for the
analysis. The influence of a number of parameters influencing the efficiency of the extraction was investigated
and optimized. Under the optimal conditions, an enrichment factor of 11, a limit of detection of 0.05 μg mL−1
and a limit of quantification of 0.16 μg mL−1 were obtained for caffeine. A linear dynamic range of 0.16 to
50 μg mL−1 and a determination coefficient (R2) of 0.9980 were achieved. The precision of the method, ex-
pressed as relative standard deviation, was 4.8% for six replicated measurements. The method was successfully
applied to the determination of caffeine in tea and coffee samples.

1. Introduction liquid chromatography [8, 9], Fourier transform infrared spectrometry


[10], capillary electrophoresis [11], electrospray ionization ion mobi-
Caffeine (1,3,7‑trimethylxanthine) is one of the most frequently lity spectrometry (ESI-IMS) [12] and gas chromatography–mass spec-
consumed alkaloids that is naturally found in coffee beans, tea leaves trometry (GC–MS) [13, 14] are among these methods. In some of the
and cocoa beans/leaves and is traditionally used on a daily basis, methods mentioned, preconcentration and isolation of caffeine from the
especially because of its stimulatory effects. Pure caffeine has a bitter matrix is a requirement in order to increase sensitivity or reduce matrix
taste and is odorless. interferences. Therefore, prior to the final analysis of caffeine, various
Because of the extensive use of caffeine and its wide consumption by separation and/or preconcentration techniques such as solid-phase ex-
all groups of people, the interest for the study of its health effects have traction [13], solid-phase microextraction [14] and dispersive li-
been increased in recent years [1]. The investigations have been fo- quid–liquid microextraction [15] have been reported.
cused on the study of the effects of caffeine on heart rate, cardiac ar- Homogeneous liquid–liquid extraction (HLLE) is an efficient method
rhythmia, blood pressure and serum cholesterol [2]. Caffeine is known that proceeds the extraction of desired solutes present in a homo-
as a stimulant of the central nervous system and can increase alertness geneous solution into a water-immiscible phase after performing a kind
or cause headaches and nervousness [3]. Therefore, the determination of phase separation technique [16]. Since in this method, the donor and
and accurate measurement of caffeine in food, plants, biological and the acceptor phases form a homogeneous mixture at the initial condi-
pharmaceutical samples is a major challenge. tions, favorable conditions are provided for the transfer of the analyte.
A number of different analytical methods have been developed for The separation of phases is achieved, in the next step, with different
the separation and/or determination of caffeine in various samples. methods such as pH change [17], salting-out effect [18], temperature
UV/Vis spectrophotometry [4], thin-layer chromatography [5], ion change [19], addition of perfluorooctanoate anion (PFOA−) [20] and
chromatography [6], Fourier transform-Raman [7], high performance addition of an auxiliary solvent [21].


Corresponding author.
E-mail address: hashemi.p@lu.ac.ir (P. Hashemi).

https://doi.org/10.1016/j.jchromb.2018.06.020
Received 16 March 2018; Received in revised form 23 May 2018; Accepted 6 June 2018
Available online 12 June 2018
1570-0232/ © 2018 Published by Elsevier B.V.
T. Amini, P. Hashemi Journal of Chromatography B 1092 (2018) 252–257

solvents, pH, centrifugation time and vortex time were carefully studied 70
and optimized. A spectrophotometric method was used during the op-
timization using absorbance measurements at 272 nm for caffeine. 65

60

Recovery (%)
3.1. The extraction solvent and effect of its volume 55

DCM was selected as the organic solvent for the extraction of caf- 50
feine. Caffeine is more soluble in DCM (140 mg mL−1) than in water 45
(22 mg mL−1). DCM is insoluble in water and much denser than it and
can be separated from the aqueous phase on the basis of their different 40
densities. DCM has been used in some studies for caffeine extraction
with satisfactory results [22] and it is compatible with GC–MS as the 35
analysis method. 30
The volume of DCM as the organic solvent was an important para- 350 450 550 650 750
meter to be studied in the caffeine extraction process with the SVRA-
Ethanol volume (µL)
HLLME method. Applying constant volumes of 600 μL for the disperser
solvent (ethanol) and 300 μL for the aqueous solvent, different volumes Fig. 3. Effect of disperser solvent volume on the extraction efficiency (recovery)
of DCM were tested based on the proposed procedure. For lower vo- of caffeine. Experimental conditions: volume of water, 300 μL; volume of DCM,
lumes, preconcentration of caffeine was not complete whereas for too 150 μL; pH, 7; vortex time, 30 s; centrifugation time, 5 min (5000 rpm); tem-
high volumes the volume ratio between the three solvents were not perature, 25 °C.
appropriate for the formation of a homogeneous mixture. The results of
the experiments (Fig. 2) showed that a volume of 150 μL DCM was most 100
appropriate to fulfill both requirements. 90
80
3.2. Influence of disperser solvent type and volume 70
Recavery (%)

60
The disperser solvent had two roles in the proposed method. Its first
50
role was the initial extraction of caffeine from the sample (in its mixture
with water), and its second role was acting as an intermediate solvent 40
between water and DCM for the formation of a homogeneous mixture. 30
A disperser solvent should be miscible with both organic (extraction
20
solvent) and aqueous (sample) phases. Therefore, methanol, ethanol
and acetone were examined for this purpose. 10
The results of some experiments indicated that ethanol and me- 0
thanol are equally appropriate for the extraction procedure but a lower 1 3 5 7 9
efficiency is obtained for acetone. However, ethanol was selected as the pH
disperser solvent because of its lower toxicity.
Various volumes of ethanol, between 400 and 800 μL, were tested in Fig. 4. Effect of sample pH on the extraction recovery of caffeine. Experimental
the extraction procedure. As the results represent in Fig. 3, the max- conditions: volume of water, 300 μL; volume of ethanol, 600 μL; volume of
DCM, 150 μL; vortex time, 30 s; centrifugation time, 5 min (5000 rpm); tem-
imum efficiency was achieved for a volume of 600 μL of ethanol. For the
perature, 25 °C.
lower volumes, the mixture was not homogeneous any more, implying
to be not appropriate for the extraction procedure.
120

80 100
70
80
60
Recovery ( %)

50 60
Recovery (%)

40
40
30

20 20

10 0
0 10 20 30 40 50
0
100 150 200 250 300 Vortex time (s)
DCM volume (µL) Fig. 5. Effect of vortex mixing time on the extraction recovery of caffeine.
Experimental conditions: volume of water, 300 μL; volume of ethanol, 600 μL;
Fig. 2. Effect of extraction solvent (DCM) volume on the extraction efficiency of
volume of DCM, 150 μL; pH, 2.5; centrifugation time, 5 min (5000 rpm); tem-
caffeine. Experimental conditions: volume of water, 300 μL; volume of ethanol,
perature, 25 °C.
600 μL; pH, 7; vortex time, 30 s; centrifugation time, 5 min (5000 rpm); tem-
perature, 25 °C.

254
ejbps, 2019, Volume 6, Issue 1, 305-315. Research Article SJIF Impact Factor 4.918

Dipankar et al. European Journal


Europeanof Biomedical
Journal
ISSN 2349-8870
of Biomedical and Pharmaceutical Sciences
Volume: 6
AND Pharmaceutical sciences Issue: 1
305-315
http://www.ejbps.com Year: 2019

ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF CAFFEINE FROM CAMELLIA


SINENSIS COLLECTED FROM EASTERN HIMALAYAN REGION OF INDIA

Sulav Bhattarai, Nitu Kumari, Manita Pradhan, Samiksha Pandey, Bibeshna Upreti and Dipankar Nath*

Department of Pharmaceutical Analysis and Quality Assurance. Himalayan Pharmacy Institute, Majhitar, East Sikkim,
India.

*Corresponding Author: Dipankar Nath


Department of Pharmaceutical Analysis and Quality Assurance. Himalayan Pharmacy Institute, Majhitar, East Sikkim, India.

Article Received on 29/10/2018 Article Revised on 19/11/2018 Article Accepted on 09/12/2018

ABSTRACT
Caffeine (3,7-dihydro-1,3,7-trimethyl-1H-purine-2,6-dione or1,3,7-trimethyl xanthine) is a well-known compound
that occurs in nature in coffee, tea, cola nuts, mate leaves and other related natural products. Caffeine at sub milli
molar concentrations exerts a wide variety of pharmacological effects on different organisms and has long been
known to have numerous actions, including inhibition of phosphodiesterase’s, thereby increasing intracellular
cAMP, direct effects on intracellular calcium concentrations, indirect effects on intracellular calcium
concentrations via membrane hyperpolarization. Our study mainly focused on to isolate caffeine from Tea
Leaves/Powder collected from different Eastern Himalayan Region of India and characterized by different
Physicochemical, Chromatographic and Spectroscopical technique by comparing them with a standard caffeine
which was available commercially.

KEYWORDS: Caffeine, Isolation, Chromatography, Infrared spectroscopy, Retention factor.

INTRODUCTION Caffeine is common organic molecule found in many


Alkaloids are a class of organic compound of plant origin beverages such as coffee, tea, energy and cola which
which are basic in nature. They possess one or more make the drinks addictive. It used in both recreationally
nitrogen heterocyclic ring on the structural unit. Most of and medically to reduce physical fatigue and restore
them are optically active. Except for few exception mental alertness when unusual weakness or drowsiness
alkaloids are usually colourless, crystalline powder, occurs.
insoluble in water but soluble in organic solvents, bitter
and taste and for insoluble precipitates with picric acid, Too much caffeine can result in caffeine intoxication,
potassium mercuric iodide, phosphomolybdic acid which is characterised by nervousness, irritability,
reagent etc. Alkaloids are isolated from nearly all parts anxiety, tremulousness, muscle twitching, insomnia,
of plant chiefly from Apocyanaceae, Papaveraceace, headache, respiratory alkalosis and heart palpitations.
Rubiaceaeand Papilionaceae family plant. Since they are Caffeine act as a CNS stimulant, mild diuretic, it
basic in nature, they occur largely as salt of malic, increases the heart rate and blood pressure and stimulate
tartaric, citric and aromatic acid etc. They are also known gastric secretion. It also acts as natural pesticides that
to occur in the form of their glycoside, ester or as acid paralyzes and kill certain insects feeding on the plant.
amide. Though alkaloids have complex structure but they Caffeine with UV can kill some kinds of algae and there
exhibit pronounced pharmacological activity which make are evidences that it enhances mutation in bacteria n
them medicinally very important for e.g. quinine is an viruses and also induce the chromosome damage.
important antimalarial agent and morphine is powerful Caffeine is an ingredient of several dozen proprietary
analgesic.[1] Caffeine is a known as 1, 3, 7-trimethyl products, for most part, these combinations with acetyl
xanthine or 3, 7dihydro-1, 3, 7-trimethyl-1Hpurine-2, 6- salicylic acid, ascorbic acid, codeine, paracetamol, and
Dione. Caffeine is a purine base present along with other other analgesics and anti-pyretic. Tea leaves contain 1-
bases like theophylline and theobromine in coffee, tea 4% caffeine, while coffee 1-2% yet a cup of brewed
etc. Tea leaves contains 1-40% of caffeine whereas coffee contain about 100-150 mg caffeine while a cup tea
coffee seeds contain 1-2% caffeine. Caffeine is extracted contain 60-75 mg. Soft drink typically contain 10-15mg
from the plant coffee Arabica. It is a CNS stimulant ad of caffeine per serving. Many analytical methods have
comes under the category of xanthine alkaloids. [2] been developed for the determination of caffeine and the
quality control of products containing caffeine. For the
determination of caffeine in beverages, various analytical

www.ejbps.com 305
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya Volume 2 Nomor 2, p-ISSN: 2541-3384
http://doi.org/10.21009/SPEKTRA Agustus 2017 e-ISSN: 2541-3392

DOI: doi.org/10.21009/SPEKTRA.022.01

INVESTIGASI PEMBENTUKKAN IKATAN Zn-O


RODS DI ATAS PERMUKAAN MIKROKANTILEVER
DENGAN UJI KARAKTERISASI FTIR
Mia Yuliana Frestika1,2,a), Rina Dewi Mayasari2,b), Masmui2,c), Agustanhakri2,d),
R. Ibrahim Purawiardi3,e), Yuliasari3,f), Ahmad Novi Muslimin3,g),
Muhammad Dani4,h), Agus Setyo Budi1,i), Ratno Nuryadi2,j)
1
Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, Jl. Rawamangun
Muka No 1 , Jakarta 13220
2
Pusat Teknologi Material, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Gedung 224, Kawasan
Puspiptek,Tangerang Selatan 15314
3
Pusat Penelitian Fisika,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Gedung 441-442, Kawasan Puspiptek,
Tangerang Selatan 15314
4
Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Gedung 71, Kawasan Puspiptek,
Tangerang selatan 15314

Email: a)miayuliana60@yahoo.com, b)rina.dewi@bppt.go.id,c)masmui@bppt.go.id, d)agustanhakri@bppt.go.id,


e)
rade026@lipi.go.id, f)zulfa_yulia@yahoo.com, g)ahmadnovimuslimin@hotmail.com, h)mdani@batan.go.id,
i)
agus_sb@unj.ac.id, j)ratno.nuryadi@bppt.go.id

Abstrak

Pada riset ini, batang ZnO (Zinc Oxide rods) yang merupakan material pendeteksi objek gas
ditumbuhkan di atas permukaan mikrokantilever dengan teknik hidrotermal. Sintesis ZnO rods ini
meliputi dua proses, yaitu proses pelapisan lapisan benih (seed layer) menggunakan Zinc Asetate
Dihydrate dengan metode dip-coating dan proses penumbuhan ZnO rods menggunakan Zinc Nitrate
Tetrahydrate pada suhu 95 °C dengan variasi waktu 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Kondisi pengeringan baik
untuk lapisan benih dan penumbuhan ZnO rods dilakukan pada suhu 120 °C selama 2 jam. ZnO rods
dikarakterisasi dengan teknik Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk mengetahui pembentukan
ikatan Zn-O. Hasil karakterisasi memperlihatkan bahwa korelasi logam oksida (metal oxide) ditunjukkan
pada spektrum bilangan gelombang 540 cm-1 untuk waktu penumbuhan 2 jam, sementara ditunjukkan
pada spektrum gelombang masing-masing 548 cm-1 dan 547 cm-1 untuk waktu penumbuhan ZnO rods 4
jam dan 6 jam. Spektrum bilangan gelombang sekitar 540-548 cm-1 tersebut diprediksi merupakan
absorpsi dari pembentukan ikatan Zn-O.

Kata-kata kunci: Mikrokantilever, ZnO rods, dip-coating, hidrotermal, waktu penumbuhan

Abstract

In this work, ZnO (Zinc Oxide) rods, which is a sensitive material for gas detection, are grown on a
microcantilever surface by hydrothermal technique. Synthesis of ZnO rods consists of two processes, i.e.,
a formation of seed layer using Zinc Acetate Dihydrate by a dip-coating and a growth of the ZnO rods
using Zinc-Nitrate-Tetrahydrate at a temperature 95°C for time variations of 2 hours, 4 hours and 6
hours. Drying condition for both seed layer and growth of ZnO rods was done at a temperature of 120 oC
for 2 hours. The ZnO rods were then characterized by Fourier Transform Infrared (FTIR) in order to
investigate the formation of Zn-O bond. The characterization results indicate that the metal oxide

91
Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya Volume 2 Nomor 2, p-ISSN: 2541-3384
http://doi.org/10.21009/SPEKTRA Agustus 2017 e-ISSN: 2541-3392

hidrotermal dan analisa pembentukan ikatan Zn-O dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform
Infrared).
FTIR menggunakan prinsip spektro inframerah yang jika senyawa organik dikenai sinar
inframerah dengan frekuensi tertentu (400-4000 cm-1), maka beberapa frekuensi diserap oleh senyawa
tersebut. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa tersebut diukur sebagai persentasi transmisi
(percentage transmittance). Setiap fekuensi sinar (termasuk inframerah) memiliki  tertentu yang
dapat menunjukkan pembentukkan ikatan antar atom tertentu.[10]

METODE PENELITIAN

Proses penumbuhan ZnO rods pada penelitian ini menggunakan metode hidrotermal yang terdiri
dari dua proses yaitu pelapisan seed layer dan proses penumbuhan ZnO rods. Secara detail proses
penumbuhan dijelaskan sebagai di bawah ini.

Proses pelapisan benih (seed layer) di atas permukaan mikrokantilever

Bahan yang digunakan pada proses pelapisan benih (seed layer) di atas permukaan
mikrokantilever yaitu Diethylamine (C4H11N), Etylene Glycol Monomethyl (C4H10O2), dan Zinc
Acetate Dihydrate (Zn(O2CH3)2(H2O)2) dengan konsentrasi 0,3 M . Mikrokantilever yang memiliki
ukuran kecil (mikrometer) menyebabkan proses sintesis tidak mudah untuk dilakukan (gambar 1).
Oleh karena itu, dilakukan pembuatan holder penjepit untuk mempermudah melakukan proses dip-
coating. Holder penjepit dibuat dengan beberapa bahan yaitu akrilik, magnet, alumunium dan baut
yang berbahan dasar besi. Pada gambar 2 dapat dilihat desain holder penjepit yang telah dibuat.
Akrilik dilubangi kemudian magnet ditanam di dalamnya untuk menarik alumunium yang akan
digunakan sebagai penjepit mikrokantilever. Pada gambar 2, dilakukan proses pencelupan (dip-
coating) holder yang telah disiapkan dan mikrokantilever yang telah dipasang. Proses dip-coating
dilakukan dengan cara mencelupkan holder beserta mikrokantilever ke dalam larutan kemudian
dipindahkan ke gelas beaker kosong dalam waktu masing-masing 5 menit dengan pengulangan
selama tiga kali. Setelah proses dip-coating, dilakukan pengeringan (drying) dengan suhu 120oC
selama 2 jam.

Gambar 2. Holder penjepit yang digunakan untuk proses dip-coating

93
INFO – TEKNIK
Volume 11 No. 1, Juli 2010 (11 - 20)

KEBERLAKUAN MODEL HB-GFT SISTEM n-HEKSANA – MEK – AIR


PADA EKSTRAKSI CAIR-CAIR KOLOM ISIAN

Agus Mirwan
Program Studi Teknik Kimia
Fakultas Teknik – Universitas Lambung Mangkurat
Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714 Telepon & Faks. (0511) 4773858
email: agusmirwan@yahoo.com ; agus.mirwan@ft.unlam.ac.id

Abstrak
Ekstraksi cair-cair dalam kolom isian merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan
perbedaan kelarutan suatu zat. Tipe ekstraksi ini termasuk kedalam tipe ekstraksi kolom vertikal
tanpa berpengaduk (unagitated) selain kolom semprot (spray) dan kolom pelat. Operasi ekstraksi
cair-cair yang baik sangat dipengaruhi oleh karakteristik perpindahan zat terlarut (solute).
Karakteristik ini dapat dikuantifikasikan dengan suatu nilai yang disebut dengan koefisien
perpindahan massa. Koefisien perpindahan massa ini sangat penting untuk diketahui dalam
perancangan kolom ekstraksi cair-cair dan nilainya dapat dicari dengan menggunakan model-
model estimasi koefisien perpindahan massa baik di fasa dispersi maupun fasa kontinyu.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keberlakuan model Handloss-Baros – Garner-Foord-
Tayeban (HB-GFT) pada proses ekstraksi cair-cair menggunakan prototipe kolom transparan dan
jenis isian berupa bola-bola kecil dengan variasi laju alir fasa kontinyu dan fasa dispersi pada
rentang tetesan bersirkulasi (Re = 10 – 200). Dari penelitian ini didapatkan bahwa jenis isian,
ukuran tetesan, dan laju alir fasa kedua (dispersi dan kontinyu) memberikan pengaruh yang cukup
signifikan terhadap proses perpindahan massa yang dinyatakan dengan koefisien perpindahan
massa keseluruhan (KOD). Data laju alir dan komposisi masing-masing fasa di aliran masuk dan
keluar kolom dianalisis dengan menggunakan alat kromatografi gas (GC) yang ditunjukan dengan
makin besar laju alir fasa dispersi (Qd), koefisien perpindahan massa keseluruhan (KOD) makin
kecil. Hal ini disebabkan bahwa ukuran diameter tetesan disepanjang kolom isian dianggap sama.
Dan keberlakuan model HB-GFT untuk dinamika tetesan sirkulasi internal (170<Re<200)
merupakan kombinasi terbaik dalam penentuan KOD dengan standar deviasi sebesar 3,2%.

Kata kunci : ekstraksi, kolom isian, perpindahan massa.

Liquid-liquid extraction in packed column is a process of liquid phase separation in which a liquid
solution (the feed) is contacted with an immiscible or nearly immiscible liquid (solvent). This type
of extraction is a kind of vertical column extraction type without agitator (unagitated column)
besides spray column and plate column. Good operation of liquid-liquid extraction hardly
influenced by solute transfer characteristic. This characteristic can be quantification with a value
so-called with mass transfer coefficient. Mass transfer coefficient is importance in order to be
known in scheme of liquid-liquid extraction column and the values can be searched by using
estimation models of mass transfer coefficient either in dispersion phase and also continue phase.
The aim of this research is to prove model applying Handloss-Baros - Garner-Foord-Tayeban
(HB-GFT) at liquid-liquid extraction process using transparent column prototype and packing
type of small sphere with various of flow rate continue phase and dispersion phase at circulation
drop spread (Re = 10 - 200). From this research got that packing type, droplet size, and flow rate
phase (dispersion and continue) gives influence that is enough significant to mass transfer process
that expressed with overall mass transfer coefficient (KOD). Flow rate and composition each
phase in inlet and outlet column data are analyzed by using gas chromatography equipment (GC)
that showed more and more big dispersion phase (Qd) flow rate, mass transfer coefficient (KOD)
more and more small. This caused that drop diameter measure along the length of packing column
assumed to be same. And model applying HB-GFT for internal circulation drop dynamics
(170<Re<200) is best combination in determination of KOD with deviation standard equal to
3,2%.

Key words: extraction, packing column, mass transfer


12 INFO TEKNIK, Volume 10 No. 1, Juli 2010

PENDAHULUAN

Ekstraksi cair-cair atau yang dikenal dengan ekstraksi solvent merupakan


proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat terlarut
yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak (solvent).
Aplikasi ekstraksi cair-cair terbagi menjadi dua kategori yaitu aplikasi yang
bersaing langsung dengan operasi pemisahan lain dan aplikasi yang tidak
mungkin dilakukan oleh operasi pemisahan lain. Apabila ekstraksi cair-cair
menjadi opersai pemisahan yang bersaing dengan operasi pemisahan lain, maka
biaya akan menjadi tolak ukur yang sangat penting.
Distilasi dan evaporasi merupakan operasi pemisahan yang produknya
berupa senyawa-senyawa murni sedangkan operasi ekstraksi cair-cair
menghasilkan campuran senyawa-senyawa sebagai produk. Campuran ini harus
dipisahkan lagi dengan operasi pemisahan lain seperti distilasi ataupun evaporasi.
Hal inilah yang menyebabkan ekstraksi relatif lebih mahal dibandingkan dengan
operasi pemisahan lain. Akan tetapi ekstraksi cair-cair menjadi operasi pemisahan
yang unggul ketika larutan-larutan yang akan dipisahkan mempunyai kemiripan
sifat-sifat fisikanya yaitu titik didih yang perbedaannya relatif kecil. Keunggulan
lain dari ekstraksi cair-cair ini adalah dapat beroperasi pada kondisi ruang, dapat
memisahkan sistem yang memiliki sensitivitas terhadap temperatur, dan
kebutuhan energinya relatif kecil.
Proses ektraksi cair-cair berlangsung pada suatu alat yang dirancang
sedemikian rupa sehingga mempunyai luas permukaan yang cukup untuk
terjadinya proses kontak antar fasa-fasa yang terlibat (fasa kontinyu yang berisi
zat terlarut dan fasa dispersi) sehingga distribusi komposisi dalam kedua fasa
menjadi lebih sempurna dan berhasil dengan baik. Pada proses pemisahan
ekstraksi cair-cair yang terjadi dalam kolom isian (packing column) menggunakan
larutan umpan sebagai fasa kontinyu yang dialirkan dari bagian atas kolom dan
pelarut sebagai fasa dispersi dialirkan dari bagian bawah kolom. Karena adanya
perbedaan kelarutan antara kedua fasa baik fasa dispesi maupun fasa kontinyu,
maka salah satu fasanya akan membentuk tetesan dan mengalami kontak
perpecahan dan/atau penggabungan antar tetesan disepanjang kolom. Hal ini
disebabkan karena tetesan tersebut menabrak isian yang berada didalam kolom.
Proses terjadinya kontak ini menyebabkan luas permukaan kontak semakin besar
dan waktu kontaknya semakin lama sehingga proses perpindahan massanya
menjadi lebih baik.
Banyaknya korelasi-korelasi untuk mencari koefisien perpindahan masa
fasa dispersi maupun fasa kontinyu khususnya untuk kondisi tetesan yang
bersikulasi, namun belum ada petunjuk tentang kombinasi korelasi-korelasi yang
paling sesuai.
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan keberlakuan model Handloss-
Baros – Garner-Foord-Tayeban (HB-GFT) pada proses ekstraksi cair-cair
menggunakan prototipe kolom transparan dan jenis isian berupa bola-bola kecil
dengan variasi laju alir fasa kontinyu dan fasa dispersi pada rentang tetesan
bersirkulasi (Re = 10 – 200).
Agus Mirwan, Keberlakuan Model HB-GFT…13

KAJIAN TEORITIS

Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan


dengan pelarut (solvent) lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut
asal yang mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa
beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak (solvent). Perpindahan
zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan, disebabkan oleh adanya daya
dorong (dirving force) yang muncul akibat adanya beda potensial kimia antara
kedua pelarut. Sehingga proses ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan
massa yang berlangsung secara difusional (Laddha dan Degaleesan, 1978).
Proses ekstraksi cair-cair berlangsung pada suatu alat yang dirancang
sedemikian rupa sehingga mempunyai luas permukaan yang mencukupi untuk
terjadinya kontak antar fasa-fasa yang terlibat (fasa kontinyu yang berisi zat
terlarut dan fasa dispersi) sehingga distribusi komposisi dalam kedua fasa menjadi
lebih sempurna dan berhasil dengan baik (Ariono et al, 2006). Dinamika tetesan
yang terjadi disepanjang kolom isian (packing column) akan mengalami
perpecahan dan/atau penggabungan antar tetesan sebagai akibat tetesan menabrak
isian yang ada didalam kolom. Pada prosesnya, tetesan bergerak mendekati isian,
menabrak isian dan pecah menjadi tetesan dengan diameter yang lebih kecil
kemudian bergerak disela-sela unggun isian, ada yang terperangkap disela-sela
isian, terakumulasi sesaat selanjutnya meninggalkan unggun isian dengan
diameter yang lebih besar. Peristiwa terperangkapnya tetesan ini disebabkan oleh
laju alir dari tetesan yang tidak cukup kuat mendorong tetesan keluar dari unggun
isian (Ariono et al, 2006).
Berdasarkan bilangan Reynold (Re), keadaaan suatu tetesan dapat
dikelompokan menjadi tiga keadaan, yaitu: (1) Tetesan diam, dimana tetesan
mempunyai Re kurang dari 10 sehingga tetesan bergerak dibawah kecepatan
turbulennya dan dinamika atau pergerakan tetesan ke atas juga diam tidak
bergerak baik berotasi maupun berosilasi, (2) Tetesan bersirkulasi, dimana tetesan
mempunyai Re antara 10 – 200. Laju pergerakan tetesan dibawah kecepatan
maksimumnya dan gerakannya disertai dengan rotasi terhadap porosnya, dan (3)
Tetesan berosilasi, dimana tetesan mempunyai Re lebih dari 200 sehingga dalam
pergerakannya ke atas mengalami kembang kempis. Hal ini disebabkan adanya
gerakan ke arah θ (vortex). Proses osilasi yang normal tidak menyebabkan tetesan
menjadi pecah dan kecepatannya tidak berdampak pada frekuensi osilasi. Pada
fasa dispersi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap osilasi, terkecuali jika
viscositasnya sangat tinggi.
Koefisien perpindahan massa merupakan tingkat kemudahan suatu massa
senyawa untuk berpindah dari suatu larutan ke larutan lain. Koefisien perpindahan
massa ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu koefisien perpindahan massa
keseluruhan (overall), koefisien perpindahan massa fasa kontinyu, dan koefisien
perpindahan massa fasa terdispersi. Koefisien perpindahan massa keseluruhan
merupakan fungsi kompleks dari koefisien perpindahan massa fasa kontinyu dan
koefisien perpindahan massa fasa terdispersi. Dan juga fungsi kompleks dari
difusivitas, viskositas, densitas, tegangan permukaan dan turbulensi.
Koefisien perpindahan massa keseluruhan dapat ditentukan dengan dua
cara, yaitu dari perhitungan dan percobaan ekstraksi cair-cair. Cara perhitungan
Research Article
CAFFEINE EXTRACTION AND
CHARACTERIZATION
IJCRR
Section: General
Science
Sci. Journal Pradeep S.1, G. N. Rameshaiah2, Hadagali Ashoka1
Impact Factor
4.016
Department of Biotechnology, 2Department of Chemical Engineering BMS College of Engineering, Bull Temple Road, Bangalore- 560019,
1

Karnataka, India.

ABSTRACT
Caffeineextracted and characterised from tea (black) leaves and coffee beans. Isolation was done by liquid-liquid extraction us-
ing di-chloromethane as an extracting agent. This extraction was done in four steps: steeping, evaporation, liquid-liquid extrac-
tion and recrystallization. The recrystallization was done using anhydrous sodium sulphate.The technique used for purity analy-
sis and characterisation were: High performance liquid chromatography, Differential scanning calorimeter, Fourier transform
infrared spectroscopyand Melting point. First, the analysis was done using melting point analysis. The melting point of caffeine
extracted from coffee beans and tea leaves was found to be 238°C. The absorption bands were compared with that available
in literature and were found to be similar. Further, the purity check was done using High performance liquid chromatography
method.Effective characterization of caffeine was achieved by determining Infrared spectrum, and employing a melting point ap-
paratus and differential scanning calorimeter. The purity showed that the results that the extracted coffee was 90% pure. Further
improvements in extraction efficiency will increase the yield and minimize wastage.
Key Words: Caffeine, Methyl xanthine, Theophylline, Differential scanning calorimeter, Fourier transform infrared spectroscopy,
High performance liquid chromatography

INTRODUCTION 3. To develop an easily adaptable method for the qualita-


tive or purity analysis of caffeine
Caffeine is a psychoactive CNS stimulant drug discovered
by German chemist Friedrich Ferdinand Runge in 1819.
He coined the term ‘Kaffein’ which became Caffeine5.Caf- PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES
feine is a methyl xanthine along with theophylline and
theobromine.It is a natural pesticide.Caffeine does not Caffeine is sparingly soluble in most polar solvents but
counteract the effects of alcohol. Caffeine is a xanthine is highly soluble in less polar solvents. The melting point
alkaloid compound that acts as a stimulant in humans. It is 234°C-239°C and the chemical formula is C8H10N4O2 .It
is a central nervous stimulant, having the effect of tem- is an intensely bitter, white powder in its pure state. Caf-
porarily warding off drowsiness and restoring alertness.2 feine is an alkaloid of the methylxanthine family, which
Every time we drink tea, coffee, cocoa, chocolate or cola also includes the similar compounds theophylline and
we are giving our body a “hit” of caffeine. Along with theobromine2.The structure of caffeine is
nicotine and alcohol, caffeine is one of the three most
widely used mood – affecting drugs in the world5.

OBJECTIVES
1. To extract caffeine from tea leaves and coffee beans by
liquid-liquid extraction method. ADMET OF CAFFEINE
2. To characterize the obtained caffeine by melting
Absorption & Distribution
point, Infrared spectroscopy and Differential scanning
Caffeine is absorbed orally with a max blood peak af-
calorimetermethod.
ter 120 mins spreading quickly in all tissues.Caffeine is

Corresponding Author:
Corresponding Author: of Biotechnology BMS College of Engineering, Bull Temple Road, Bangalore- 560019, Karnataka, India
Pradeep S., Department
Anil Pawar, Assistant Professor, Department of Zoology, D.A.V. College for Girls, Yamunanagar (Haryana); Mobile:919467604205;
E-mail: padees@gmail.com
Email: sumanil27@yahoo.co.in
Received: 13.02.2015 Revised: 11.03.2015 Accepted: 10.04.2015
Received: 16.6.2014 Revised: 11.7.2014 Accepted: 29.7.2014

Int J Cur Res Rev | Vol 7 • Issue 9 • May 2015 16


I.A.K. Pramushinta: Pembuatan Minyak Biji Bunga Matahari Menggunakan Metode Sentrifugasi

PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE


SENTRIFUGASI

I.A.K. Pramushinta
Staf Pengajar Prodi Biologi Universitas PGRI Adi Buana Surabaya

ABSTRAK
Penelitian ini pembuatan biji bunga matahari dengan menggunakan sentrifugasi dengan melakukan
perendaman biji bunga matahari dengan berbagai variasi perlakuan. Pada hasil rendaman dengan perbandingan
1:5 tidak berpengaruh secara signifikan (P>0,05) dengan lama waktu menggunakan sentrifugasi. Sedangkan
perlakuan dengan perbandingan 1:10 berpengaruh secara signifikan (P<0,05) dengan lama waktu menggunakan
sentrifugasi. Sentrifugasi menggunakan perlakuan waktu perputaran 5,10,15,20, dan 25 menit dengan perputaran
1000, 2000 dan 3000 rpm. Hasil penelitian ini semakin tinggi perputaran dan waktu perputaran maka akan
berpengaruh terhadap pemisahan biji bunga matahari.

Kata kunci : Minyak biji bunga matahari, Sentrifugasi

PENDAHULUAN
Minyak biji bunga matahari salah untuk menentukan kualitas minyak adalah
satu bahan alami yang dipergunakan untuk kadar air, kadar asam lemak bebas dan
mencegah penyakit kanker. Adapun bilangan peroksida (Katja, 2012).
manfaat terbesar dari biji bunga matahari
terdapat di selenium yang merupakan MATERI DAN METODE PENELITIAN
kandungan memiliki manfaat terdapat di Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
selenium, selenium digunakan Biologi Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
sebagaiperbaikan DNA, menjaga kesehatan Pengambilan biji bunga matahari
jantung serta mempercepat penyembuhan Pengambilan biji bunga matahari
luka (Gandhi et al., 2005). dilakukan dengan melepaskan biji bunga
Biji bunga matahari salah satu jenis dari mahkota bunga yang berada di tengah-
minyak nabati yang masi sangat terbatas tengah bunga matahari. Pengambilan biji
perkembangannya di Indonesia, Impor biji bunga matahari dilakukan dengan sangat
dan minyak matahari umumnya untuk hati-hati karena biji bunga matahari
pembuatan makanan, obat-obatan dan berukuran kecil. Biji bunga matahari
bahan industri. dijemur dahulu dibawah sinar matahari
Kandungan biji bunga matahari sampai biji menjadi kering, biji bunga
kaya akan protein, lemak dan matahari yang digunakan yaitu biji yang
karbohidrat.Minyak biiji bunga matahari berumur 3 bulan.
mempunyai kandungan asam lemak tak
jenuh mencapai 91% lebih banyak Pengilingan dan perendaman biji bunga
dibandingkan oleat dan linoleat yang matahari
terdapat pada minyak kedelai, kacang Biji bunga matahari yang sudah
tanah, jagung, kelapa sawit sehingga baik kering digiling halus dengan menggunakan
untuk kesehatan (Suprapto dan Supanjani, mesin penggiling, setelah biji bunga
2009). matahari digiling halus dilakukan
Kerusakan minyak dan lemak perendaman dengan menggunakan akuades
terjadi karena adanya bau dan rasa tengik dengan waktu perendaman selama 60
yang disebut ketengikan. Hal ini menit. Biji bunga matahari ditimbang
disebabkan oleh proses hidrolisis dan sebesar 1 gram : 5 mL akuades dan 1 gram
oksidasi sehingga membentuk senyawa : 10 mL akuades. Perbandingan antara berat
yang dapat menurunkan kualitas dari : air pada biji bunga matahari dan akuades.
minyak dan lemak. Parameter dipakai

8
Stigma Journal of science 9 (2): 8-11; September 2016 ISSN: 1412 – 1840
© 2016 Prodi Biologi FMIPA UNIPA Surabaya

Penyaringan biji bunga matahari HASIL PENELITIAN


Penyaringan dari hasil perendaman Penelitian ini dilakukan pemisahan
biji bunga matahari dengan menggunakan minyak biji bunga matahari dengan akuades
kertas saring whattman, air rendaman yang yang dilakukan melalui proses perendaman
sudah terpisahkan dengan biji bunga biji bunga matahari selama 60 menit
matahari tersebut dilakukan uji analisis dengan perbandingan biji bunga matahari :
dengan menggunakan alat sentrifugasi yang akuades sebesar 1 gram : 5 mL dan 1 gram
digunakan untuk memisahkan antara air : 10 mL. Analisis pada proses perendaman
dan minyak. biji bunga matahari dan akuades di sajikan
dalam lampiran 1. Hasil rendaman 1 gram :
Sentrifugasi 5 mL dapat dilihat pada Grafik 1 dan hasil
Sentrifugasi dilakukan dengan ANNOVA dapat dilihat pada Gambar 2.
menggunakan beberapa tabung reaksi yang 5 4.5 4.5 4.5
diletakkan saling berhadapan dengan berisi 4.5 4 4 4.2 3.8 4 4 3.8
larutan untuk pemisahan, prinsip kerja dari 4 3.5 3.5
3.5 3 3
alat sentrifugasi yaitu dengan memutar 3 2.5
larutan tersebut sehingga dapat 2.5
menghasilkan dua lapisan pada larutan hasil
2
dengan kecepatan tinggi. Lapisan yang 1.5
1
didapat yaitu berupa air dan minyak biji 0.5
bunga matahari, lapisan minyak diambil 0
untuk dilakukan analisis selanjutnya 5 menit 10 15 20 25
dengan menggunakan variasi kecepatan menit menit menit menit
putaran dengan waktu. lama sentrifugasi
SSE df MS F Sig
Variasi kecepatan putaran (rpm) Kecepatan 2,981 2 1,491 8,138 0,012
Waktu 0,491 4 0,123 0,670 0,631
Kecepatan arah putaran (rpm) Error 1,465 8 0,183
divariasi dengan waktu yang berbeda, Total 4,937 14
kecepatan 1000 ; 2000 dan 3000 rpm
dengan menggunakan variasi waktu lama Hasil penelitian dengan rendaman 1
putaran 5 ; 10 ; 15 ; 20 dan 25 menit. Dari gram : 5 mL menunjukkan bahwa lama
hasil variasi kecepatan tersebut maka akan waktu sentrifugasi tidak berpengaruh secara
terlihat adanya pengaruh kecepatan putaran signifikan (P>0,05) terhadap pengujian
(rpm) dan waktu setelah menginput data minyak biji bunga matahari dengan
dengan menggunakan SPSS. menggunakan metode sentrifugasi. Pada
Grafik 1. menunjukkan bahwa rata-rata hasil
Kecepatan Optimum minyak biji bunga matahari yang dipisahkan
Dari hasil variasi kecepatan dan menggunakan metode sentrifugasi diberi
waktu tersebut maka dapat menghitung % perlakuan waktu perputaran 5 menit, 10
rendemen, dari hasil perhitungan tersebut menit, 15 menit, 20 menit dan 25 menit,
maka dapat disimpulkan bahwa nilai % tetapi berpengaruh secara signifikan
rendemen yang tertinggi dapat dikatakan (P<0.05) terhadap kecepatan sentrifugasi
hasil yang optimum . yang diberi perlakuan perputaran sebesar
1000 rpm ( merah ), 2000 rpm ( ungu ) dan
% Rendemen =

x 100 % 3000 rpm ( biru ). Hasil rendaman 1 gram :
10 mL dapat dilihat pada Grafik 3 dan hasil
ANNOVA dapat dilihat pada Gambar 4.

9
I.A.K. Pramushinta: Pembuatan Minyak Biji Bunga Matahari Menggunakan Metode Sentrifugasi

8.5 Kecepatan Waktu % %


9 8 8 8 8 8.58.5 8 Rendemen Rendemen
8 7.5 7.5
7 1:5 1 : 10
7 6.5 6.5
6 6 1000 rpm 5 93,3 96,9
6 10 94,2 96,6
5
hasil

15 92 96,9
4 20 93,3 97,1
3 25 94,7 96,6
2 2000 rpm 5 93,3 96,4
10 92,5 96,2
1
15 92,1 96,2
0 20 92,5 96,4
5 menit 10 15 20 25 25 93,3 96,2
menit menit menit menit 3000 rpm 5 87,5 93,3
lama sentrifugasi 10 88 93,7
15 87,5 93,7
20 88,8 94,1
SSE df MS F Sig 25 85,7 93,3
Kecepatan 9,3 2 4,650 69,750 0
Waktu 1,167 4 0,292 4,375 0,036
Error 0,533 8 0,067 Dari hasil penelitian ini bahwa lama
Total 11 14 waktu saat sentrifugasi dapat meningkatkan
Hasil penelitian dengan rendaman 1 pemisahan antara minyak biji bunga
gram : 10 mL menunjukkan bahwa lama matahari dengan air. Dengan lama waktu
waktu sentrifugasi berpengaruh secara sentrifugasi 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20
signifikan (P<0,05) terhadap pengujian menit dan 25 menit dengan kecepatan 1000
minyak biji bunga matahari dengan metode rpm, 2000 rpm, 3000r pm. Pada kecepatan
sentrifugasi. Pada Grafik 3 menunjukkan 3000 rpm dapat menghasilkan pemisahan
bahwa rata-rata minyak biji bunga matahari antara minyak biji bunga matahari dan air.
yang dipisahkan menggunakan metode
sentrifugasi diberi perlakuan waktu Minyak Biji Bunga Matahari
perputaran 5 menit, 10 menit, 15 menit, 20 Komposisi minyak bunga matahari
menit dan 25 menit tetapi berpengaruh berkisar 23–45%, kandungan minyak biji
secara signifikan (P<0.05) terhadap bunga matahari mengandung asam linoleat
kecepatan pada sentrifugasi yang diberi sebesar 44-72% dan asam oleat 11,7%.
perlakuan perputaran sebesar 1000 rpm ( Minyak bunga matahari digunakan sebagai
merah ), 2000 rpm ( ungu ), 3000 rpm ( biru berbagai kebutuhan manusia sehari-hari
). misalnya minyak goreng, pembuatan
Penelitian ini menunjukkan bahwa margarine, bahan baku kosmetik dan obat-
semakin tinggi kecepatan perputaran obatan. Minyak bunga matahari
sentrifugasi akan berpengaruh terhadap mempunyai kandungan minyak yang
pemisahan minyak biji bunga matahari. rendah kolesterol apabila dibandingkan
Pada kecepatan perputaran 3000 rpm dan minyak jagung. Hasil pemerasan bunga
perendaman 10 mL berpengaruh terhadap matahari mengandung 13-20% protein
pemisahan minyak biji bunga matahari yang umumnya digunakan sebagai pakan
tetapi tidak berpengaruh pada rendaman 5 ternak (Rukmana, 2004).
mL. Dari hasil perendaman biji bunga Metode Sentrifugasi
matahari tersebut maka dapat dihitung % Sentrifugasi merupakan proses
rendemen yang didapat merupakan hasil pemisahan antara endapan dan larutan yang
optimum. Hasil % rendemen dapat dilihat membutuhkan waktu lama karena adanya
pada Tabel 5. gaya gravitasi yang dibutuhkan akan
dilawan oleh gaya difusi dan gerak Brown
dari globula-globula dalam suspensi
(Wijaya, 2008). Sentrifugasi memiliki arah
putaran yang cepat sehingga menyebabkan

10
Stigma Journal of science 9 (2): 8-11; September 2016 ISSN: 1412 – 1840
© 2016 Prodi Biologi FMIPA UNIPA Surabaya

partikel-partikel menuju dinding tabung Katja, G, Dewa, 2012, Kualitas minyak


dan terakumulasi membentuk endapan. bunga matahari komersial dan
Menggunakan sentrifugasi merupakan minyak hasil ekstraksi biji bunga
proses pengendapan suatu bahan yang lebih matahari (Halianthus annuus L.)
cepat dibandingkan dengan teknik biasa, Vol 2 No 1, Universitas Sam
kecepatan pengendapan dengan gaya Ratulangi, Manado
sentrifugasi jauh lebih baik dan lebih Rukmana, 2004, Budidaya bunga matahari,
sempurna hasil pemisahan suatu larutan, Aneka Ilmu, Malang
percepatan dengan gaya sentrifugasi Suprapto dan Supanjani, 2009, Analisis
mencapau 500 hingga 1000 kali percepatan genetik kuantitatif dan
gravitasi bumi (gaya berat) yang bisa kompatibilitas sendiri dan bunga
meningkatkan kecepatan pengendapan matahari di lahan ultisol, Vol 12
hingga 30 kali. (Wijaya, 2008). No 1, Universitas Bengkulu,
Bengkulu
KESIMPULAN DAN SARAN Suryanto, A., et al, 2011, Aplikasi pada
Kesimpulan tanaman bunga matahari
1. Hasil minyak biji bunga matahari dapat (Helianthus annuus L. Cv. Teddy
dipisahkan dengan air menggunakan Bear) sebagai upaya
metode sentrifugasi dengan kecepatan menciptakan tanaman hias pot.,
1000rpm, 2000rpm, 3000rpm sangat Universitas Brawijaya, Malang
berpengaruh terhadap perlakuan pada Wijarnako, W. dan Oktarian, A., 2006,
rendaman 5 ml dan 10 ml selama 1 jam. Pembuatan Virgin coconut oil
2. Pada perlakuan lama pemisahan dengan dengan metode sentrifugasi,
menggunakan metode sentrifugasi Universitas Sriwijaya,
berpengaruh terhadap perlakuan pada Palembang
rendaman 10 ml. Wijaya, V.F., 2008, Modifikasi kepala
mangkuk mesin pemurni Minyak
Saran menjadi mesin pemisah susu
1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut sistem sentrifugasi, Skripsi, ITB,
mengenai lama waktu perendaman. Bandung
2. Menambah refrensi tentang penggunaan Yuwono, T., 2007, Biologi Molekular,
metode sentrifugasi terhadap pemisahan Erlangga, Jakarta
minyak dan air pada hasil rendaman biji
bunga matahari.

DAFTAR PUSTAKA
Gandhi S, A. Heesacker, C. Freeman, J.
Argyris, K.J. Bradford, and S.J.
KnappJ. 2005. The self-
incompatibility locus (S) and
quantitative trait loci for self-
pollination and seed dormancy in
sunflower. Theor. And Applied
Gen. 15 : 57-64
Herlina, Ginting , 2005, Pabrik asam lemak
dari biji bunga matahari dengan
proses hidrolisis continuous
countercurrent. Institute
teknoogi Sepuluh November,
Surabaya

11

Anda mungkin juga menyukai