Anda di halaman 1dari 15

HUKUM PAJAK PERTEMUAN 1

ASAS – ASAS HUKUM PAJAK


A. Asas Pemungutan Pajak
Ada beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang asas pemungutan pajak,
diantaranya:

- Adam Smith

Ia mengemukakan konsep The Four Maxims , dimana ia menyebutkan bahwa terdapat 4 asas
pemungutan pajak, yakni :

1. Asas Equality , pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus adil , sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak , tanpa memihak – mihak dan diskriminatif.

2. Asas Certainly, kepastian hukum dimana setiap pungutan pajak yang dilakukan harus
berdasarkan UU dan tidak boleh ada penyimpangan

3. Asas Convinience of Payment , pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak
(saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau
disaat wajib pajak menerima hadiah.

4. Asas Eficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan dilakukan seefisien mungkin , jangan
sampai terjadi biaya pemungutan yang lebih besar dari hasil pemungutan pajak

- Adolph Wanger
1. Asas Politik Finansial : Asas politik finansial berarti pemungutan pajak yang dilakukan oleh
negara harus memadai sehingga dapat membiayai pembangunan dan mendorong
perekonomian negara
2. Asas Ekonomi : Asas ini mengemukakan bahwa penentuan objek pajak harus tepat sasaran,
seperti pada penetapan pajak pendapatan dan pajak barang mewah
3. Asas Keadilan : Pemungutan Pajak harus berlaku secara umum, adil dan tidak diskriminatif
4. Asas Administrasi : mengatur segala permasalahan yang berhubungan dengan perpajakan
seperti bagaimana cara membayar pajak, besar biaya pajak dan dimana tempat membayar
pajak
5. Asas Yuridis : segala pungutan harus berdasarkan UU

- W. J. Langen
1. Asas Daya Pikul : penyesuaian besar pungutan pajak terhadap penghasilan wajib pajak.
Seorang yang berpenghasilan besar maka akan membayar pajak yang lebih besar juga
daripada wajib pajak yang berpenghasilan lebih kecil
2. Asas Manfaat : pajak yang dipungut harus benar- benar dimanfaatkan untuk pembangunan dan
kepentingan umum
3. Asas Kesejahteraan Rakyat : digunakan sebesar – besarnya untuk mensejahterakan rakyat
4. Asas Kesamaan : setiap wajib pajak diberlakukan sama dalam hal tarif pemungutan pajak
5. Asas Beban Sekecil – kecilnya : Pemungutan pajak tidak boleh memberatkan wajib pajak,
maka dari itu nilai yang dikenakan harus rendah jika dibandingkan dengan nilai objek pajak
itu sendiri

B. Asas – asas menurut falsafah hukum

1. Teori Asuransi, dalam teori ini, pembayaran pajak disamakan dengan pembayaran premi.
Masyarakat dalam hal ini seakan mempertanggungjawabkan keselamatan dan keamanan
jiwanya kepada negara

2. Teori Kepentingan, dalam teori ini, negara melakukan pemungutan pajak untuk melindungi
kepentingan jiwa dan harta benda warganya. Besarnya pajak harus sama dengan besar
kepentingan wajib pajak yang dilindungi.

3. Teori Bakti / Kewajiban Mutlak, dalam teori ini, negara merupakan satu kesatuan yang di
dalamnya setiap warga negaranya terikat. Negara yang memberi hidup kepada warganya ,
maka dapat membebani warganya dengan kewajiban – kewajiban.

4. Teori Gaya Beli, dalam teori ini, pajak lebih di titikberatkan pada fungsi mengatur. Fungsi
pemungutan pajak disamakan dengan fungsi pompa. Mengambil gaya beli dari masyarakat
untuk negara dan menyalurkan kembali ke masyarakat.
5. Teori Gaya Pikul, dalam teori ini, tiap orang dikenakan pajak dengan bobot yang sama (adil)
sesuai gaya pikul dengan ukuran besarnya penghasilan dan pengeluaran seseorang.

6. Teori Pancasila, dalam teori ini, pajak dianggap sebagai salah satu bentuk gotong royong yang
tidak perlu dipersyaratkan. Pungutan pajak dapat dibenarkan karena pembayaran pajak
dipandang sebagai uang yang tidak keluar dari masyarakat tempat wajib pajak hidup.

HUKUM PAJAK PERTEMUAN 2

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Unsur – Unsur pajak terdiri dari :

- Iuran wajib

- Perikatan yang timbul berdasarkan UU

- Untuk guna biaya produksi, barang – barang , jasa kolektif

- Ada daya paksa

- Tidak memberikan imbalan secara langsung

Pajak tanpa kontraprestasi langsung : Masyarakat bersedia antri membayar tagihan listrik,
telepon dari PAM (adanya kontribusi ), karenan masyarakat merasakan sendiri, telah
memperoleh kontraprestasi langsung , berupa arus listrik dan air minum dalam kehidupan sehari
– hari.

Retribusi, yaitu adanya timbal balik secara langsung, paksaannya berdasarkan ekonomis,
mendapatkan kontraprestasi langsung, contoh : retribusi parkir, retribusi sampah, dan retribusi
perizinan.

Wajib pajak diberikan kepercayaan untuk : mendaftarkan diri, menghitung, membayar,


melaporkan pajaknya sendiri
HUKUM PAJAK PERTEMUAN 3
Sistem Pemungutan dan Tarif Pajak
System menurut Thomas RD: terdiri dari input, proses, dan output dan ada feedback. Semuanya
dipengaruhi oleh lingkungan baik link social, ekonomi, politik. Dari input yg bagus maka akan
ada proses yg cepat dan akan menghasilkan output yg bagus juga. Namun dlm implementasinya
akan dipengaruhi oleh dinamika yang berkembang di masyarakat. Sejak input sampe output pun
akan dipengaruhi oleh lingkungan. Bisa jadi dalam penentuan tarif yg berpengaruh disitu politik,
dalam prosses pun akan dipengaruhi karna pasti melalui proses politik. Dalam pelaksanaanya
juga akan dipengaruhi lingkungan tadi, contoh akan dipengaruhi karena seorang wajib pajak
merasa tdk mampu sehingga meminta dispensasi, nah ini pengaruh dlm praktek. Jadi meskipun
sudah menjadi produk hukum yg tetap namun tetap bisa dipengaruhi
Dalam badan usaha juga sering meminta banyak keringanan.
Keringanan ini dibedakan menjadi 2 :
1). Badan usaha yang profit oriented
Biasanya pengurangannya tidak banyak
2). Badan usaha yang non profit oriented
Bisa sampai pembebasan tarif pajak
Dalam sistem, sejak dari input, proses, output , feedback. Kapan menjadi feedback ? Ketika
misalnya seperti tadi tarif. Yang terbaru bea materai itu sudah ditetapkan lain dari 6000 menjadi
10.000 untuk 5 juta ke atas. Artinya kalau sekarang Saudara menyimpan materai 6000 siap – siap
digunakannya menjadi 12.000 karena harus menggunakan materai dobel karena min. kan 10.000
Ketika bea materai diatur di dalam sebuah undang – undang , maka ketika proses itu pun
dipengaruhi oleh politik.
Sistem apapun akan dipenggaruhi oleh lingkungan.
Bagaimana dengan sistem perpajakan?
Sistem perpajakan adalah cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib pajak
dapat mengalir ke kas negara
Norman Novak
Sistem perpajakan suatu negara terdiri dari 3 unsur :
- Tax policy : kebijakan perpajakan
Setiap pajak itu ada kebijakan – kebijakan akan menjadi pajak, ada penghapusan pajak. Zaman
dahulu itu TV kena pajak , sekarang TV gabisa dikenai pajak, radio dulu dikenai pajak, sepeda
juga dulu dikenai pajak. Tetapi yang dulu tidak dikenai pajak sekarang juga ada yang dikenai
pajak.
- Tax law : hukum perpajakan
Peraturan perundang – undangan di bidang perpajakan, misal : PBB, PPh, Pajak Pendapatan,
PPN, Pajak Barang Mewah, Pajak Bea Materai.
- Tax Administrattion : administrasi perpajakan
Administrasi perpajakan sekarang ini ada perubahan dari negara yang menghitung menjadi
menghitung sendiri ( dari official assessment system menjadi self assessment system ). Dulu
manual sekarang menjadi digital.

Sistem Pemungutan
- Sistem Pemugutan Pajak
a. Withoulding tax system
Di dalam withoulding tax system ini kewenangan berada pada pihak ketiga, selain fiscus dan
wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang / menghitung pajak ; memotong atau
memungut suatu prosentase tertentu, misal : 20 %, 15 %, 10 %, 5 % terhadap jumlah
pembayaran atau transaksi yang dilakukannya dengan penerima penghasilan wajib pajak
b. Self assessment system
Di dalam self assessment system ini, wajib pajak menghitung sendiri ( jadi aturannya, tata
caranya sudah ada tinggal menghitung sendiri ) ; tidak hanya itu wajib pajak juga
mendaftarkan sendiri, menyetor sendiri, melapor sendiri. Jadi wajib pajak itu diberi kekuasaan
untuk mengetahui apa yang memang diwajibkan untuk membayar pajak. Ini memiliki makna
lain : 1). Di Indonesia, wajib pajak itu sudah masuk kategori kesadaran hukumnya tinggi, 2).
Di lain sisi, pemerintah dengan SDM yang terbatas maka tidak perlu lagi harus mencek satu
persatu kepada wajib pajak dan ini membutuhkan kejujuran dari wajib pajak karena
menghitung sendiri, 3). Fiscus tidak ikut campur, dalam hal ini hanya melakukan pengawasan
saja. Konsekuensinya adalah tanggung jawab pemungutan pajak sepenuhnya pada wajib
pajak. Meskipun pemerintah hanya mengawasi tetapi pemerintah sudah memiliki backup data
– data wajib pajak
c. Official assessment system
Kewenangan pada fiscus untuk menentukan pajak , wajib pajak pasif , hutang pajak timbul
sesudah ada surat ketetapan pajak Dalam hal ini wajib pajak pasif. Utang pajak timbul setelah ada
surat ketetapan pajak. Contoh pajak provinsi : pajak kendaraan bermotor, reklame.
Cara / stelsel pemungutan pajak:
Fiktif (pph pasal 25), riil (pph ps 21,23), campuran (pph ps 29).

- Tarif Pajak
a. Tarif tetap
b. Tarif proporsional
c. Tarif progresif
d. Tarif degresif

Perbedaan Sistem Pemungutan Pajak


Official Assesment Self Assesment Withoulding System
Wewenang berada di tangan Wewenang berada di tangan Wewenang berada di pihak
pemerintah (fiscus) untuk wajib pajak untuk ketiga yang ditetapkan
menentukan besarnya pajak menentukan pajaknya Peraturan Perpajakan untuk
yang terutang sendiri melaksanakan pemotongan
dan pemungutan pajak
Wajib pajak bersifat pasif Wajib pajak bersifat aktif Utang pajak timbul tanpa
(hanya menunggu ) (menghitung, menunggu surat ketetapan
memperhitungkan, pajak
membayar dan melaporkan
sendiri besarnya pajak yang
harus di bayar)
Utang pajak timbul setelah Utang pajak timbul tanpa
dikeluarkan surat ketetapan menunggu surat ketetapan
pajak pajak

PERTEMUAN IV
Satjipto Raharjo mendefinisikan penegakan hukum ini merupakan suatu proses. Jadi, sampai ke
penegakan hukum itu ada satu proses yang dilalui sejak dari peraturan itu sendiri, implementasi
peraturannya, sampai bagaimana implementasi peraturan itu “ sesuai atau tidak dengan substansi
yang dimaksud “. Oleh karena itu Prof. Satjipto Raharjo menyebutkan satu proses untuk
mewujudkan keinginan – keinginan hukum.
Kalau hukum diartikan secara sempit sebagai peraturan perundang – undangan, maka kandungan
yang ada di dalam peraturan perundang – undangan itu bisa diwujudkan, diimplementasikan.
Keinginan – keinginan hukum itu merupakan pikiran – pikiran dari pembentuk undang – undang
yang dirumuskan di dalam peraturan hukum. Jadi, norma – norma yang ada di dalam peraturan
perundang – undangan itu adalah norma yang di samping digali dari nilai – nilai yang hidup di
dalam masyarakat dikristalisasikan menjadi norma yang ada di dalam peraturan perundang –
undangan , norma – norma itu diimplementasikan. Kalau implementasi itu sesuai dengan
keinginan pembuat peraturan perundang – undangan yang baik itu sesuai maupun tidak sesuai
itulah penegakan hukum. Penegakan hukum benar : sesuai dengan keinginan; Penegakan hukum
tidak benar ; tidak sesuai dengan keinginann.
Penegakan hukum juga memiliki arti yang luas bisa dipandang dari sisi preventif juga dari sisi
represif.
Prof. Siti Sundari Rangkuti ( Guru Besar FH Unair ), mengemukakan bahwa dalam penegakan
hukum preventif berarti pengawasan yang dilakukan terhadap kepatuhan. Kepada peraturan
tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa konkrit dan menimbulkan sehingga
menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum itu telah dilanggar. Jadi kalau kita lihat definisi
ini maka peraturan yang telah terbentuk ketika itu diimplementasikan maka akan dilakukan
pengawasan. Kalau di dalam implementasi itu ada sangkaan/dugaan bahwa peraturan hukum itu
dilanggar, maka harus segera dilakukan suatu pencegahan. Karena memang fungsi dari
penegakan hukum preventif itu adalah pencegahan terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan
hukum.
Sedangkan penegakan hukum represif dalam hal terdapat perbuatan yang melanggar peraturan.
Jadi kalau dilihat disini merupakan suatu penanggulangan dalam bentuk penyelesaian sengketa
atau memulihkan keadaan. ( bahasan Prof. Siti Sundari lebih ke arah lingkungan karena
menggunakan kosakata “memulihkan keadaan” ).
Bagaimana penegakan hukum dalam hukum pajak ?
Djafar Saidi mengemukakan bahwa penegakan hukum pajak dapat diartikan sebagai usaha untuk
melaksanakan hukum termasuk memulihkan hukum yang terlanggar agar ditegakkan kembali.
Kalau dilihat dari definisi tersebut, di dalamnya ada dua pandangan yang dimaksud : pertama,
untuk melaksanakan hukum pajak adalah preventif ; kedua, memulihkan hukum yang terlanggar
adalah penegakan hukum represif
Di dalam pajak, lebih banyak mengutamakan tindakan preventif. Karena negara itu lebih
menghendaki si wajib pajak itu membayar ke kas negara, kalau mengutamakan represif maka
uang akan sangat sulit untuk masuk ke kas negara yang akan menyebabkan banyak wajib pajak
yang dipenjarakan , lebih lanjut karena pajak digunakan untuk penyelengaraan kenegaraan. Jadi
bagaimana caranya secara preventif masyarakat itu mampu memenuhi pembayaran pajaknya.
Penegakan hukum menurut Djafar Saidi merupakan satu hal yang mutlak dilakukan karena
penegakan hukum pajak itu dapat diwujudkan tujuan hukum (keadilan, kemanfaatan, kepastian
hukum ).
Keadilan : semua wajib pajak itu akan terkena pajak
Kemanfaatan : hasil pajak itu dipergunakan untuk kepentingan negara
Kepastian hukum : ketentuan pajak diatur di dalam peraturan perundang – undangan nantinya
ada jaminan kepastian hukumnya
Karena tanpa adanya penegakan hukum pajak, maka hukum pajak hanya sekedar tulisan di atas
kertas dalam bentuk norma – norma saja, tidak memiliki arti, tidak memiliki makna bagi si wajib
pajak, pejabat pajak dan juga pengadilan pajak. Ketiga komponen ini tidak akan berfungsi
apabila tidak ada penegakan hukum.
Syarat – syarat penegakan hukum
Baharuddin Lopa menyampaikan bahwa syarat – syarat penegakan hukum itu ada 3, yaitu :
1. Adanya peraturan hukum yang sesuai dengan aspirasi masyarakat
Hukum yang baik itu yang norma – normanya itu diambil dari nilai – nilai yang hidup dalam
masyarakat, kalau norma – normanya diambil dari nilai – nilai hidup yang ada di masyarakat
maka akan menimbulkan kepatuhan, menimbulkan tanggung jawab
2. Adanya aparat penegak hukum yang professional
Penegak hukum itu misalnya harus independent, memiliki mental jujur, memiliki integritas
moral yang terpuji sehingga akan menimbul kepercayaan masyarakat
3. Adanya kesadaran hukum masyarakat yang memungkinkan dilaksanakannya penegakan
hukum

Mengapa sampai sekarang sulit untuk melakukan penegakan hukum ?


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yang menyebakan sulitnya
pengakan hukum , yaitu :
1. Hukumnya itu sendiri
2. Pihak – pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum, termasuk didalamnya adalah
penegak hukum
3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Masyarakatnya
5. Kebudayaan
Penegakan hukum pajak represif itu adalah penegakan hukum pajak yang dilakukan dalam
bentuk sanksi terhadap pelanggar hukum pajak untuk membayar pajak
Siklus : Dari wajib pajak masuk ke kas negara, dipergunakan negara untuk penyelenggaraan
kenegaraan akan dinikmati masyarakat secara tidak langsung. Maka disini berarti untuk
melindungi kepentingan negara untuk memperoleh pembiayaan dari sektor pajak. Karena
memang hukum pajak tidak hanya melindungi wajib pajak , tetapi juga melindungi sumber
pendapatan negara yang terfokus pada pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk membayar lunas
yang terutang. Membayar pajak itu melindungi wajib pajak karena sudah ditentukan di dalam
undang – undang, membayar pajak berarti melindungi negara karena dipergunakan untuk
penyelenggaraan kenegaraan.
Kalau begitu apa bentuk penegakan hukum pajak ?
Bentuk penegakan hukum pajak itu ada 2, yaitu :
1. Penegakan hukum pajak di luar peradilan pajak
1).Penegakan hukum pajak di luar peradilan pajak yaitu pelanggaran hukum pajak
diselesaikan oleh pejabat pajak dengan berpedoman pada hukum pajak , 2). Bukan
merupakan upaya cara mediasi atau arbitrase sebagaimana yang dimaksud di dalam UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa, 3). Bahwa hakekat
penegakan hukum di luar pengadilan pajak dilakukan oleh pejabat pajak dengan cara
penagihan pajak, jadi penagihan merupakan satu bentuk penegakan hukum pajak diluar
peradilan pajak, 4). Ada dasar penagihan pajak dengan Surat Penagihan Pajak ( Surat
Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPB ), Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT ) atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan (Putusan Banding) ).
Bentuk tagihan itu ada 2, yaitu :
- Penagihan pajak secara biasa : tindakan pejabat pajak kepada wajib pajak karena tidak
membayar lunas pajaknya , pengecualian : penagihan pajak seketika dan sekaligus ( dapat
dilaksanakan tanpa ada syarat hukum penagihan seperti biasa dan tidak menunggu tanggal
jatuh tempo ). Dasar hukum dari penagihan pajak secara seketika dan sekaligus itu dapat
dilihat pada Pasal 6 ayat 1 UU No. 19 Tahun 1997
- Penagihan pajak dengan surat paksa : wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak secara
sukarela membayar lunas, sudah diberikan surat teguran tetapi diabaikan
2. Penegakan hukum pajak melalui peradilan pajak

Pertemuan 6

Bentuk penegakan hukum pajak itu ada 2 :


1. Penegakan hukum pajak melalui peradilan pajak. Ada pejabat pajak, ada pemungut pajak, dan
ada wajib pajak. Ketiga ini bisa terjadi sengketa.
Perbuatan aparat pajak yang dapat menimbulkan sengketa :
• Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
• Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2. Penegakan hukum pajak di luar peradilan pajak
• Yaitu pelanggaran hukum pajak diselesaikan oleh pejabat pajak dengan berpedoman pada
hukum pajak
• Bukan merupakan upaya cara mediasi atau arbitrase sebagaimana dimaksud di dalam UU No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa
• Dilakukan oleh pejabat pajak dengan cara penagihan pajak. Jadi penagihan itu merupakan
suatu bentuk penegakan hukum pajak di luar peradilan pajak. Cara nya yaitu dilakukan
dengan penagihan. Ada dasar penagihan pajak, dengan surat tagihan pajak, yaitu ;
STP (Surat Tagihan Pajak), ini kalau wajib pajak itu memang belum membayar pajak secara
keseluruhan.
SKPKB (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar), ini sudah membayar, tetapi ternyata masih
kurang. Mengapa bisa terjadi seperti ini? Kita kembali melihat bahwa pembayaran sistem
perpajakan di Indonesia telah beralih dari Self Official System ke Self Assesment System
(menghitung sendiri) jadi ini tentu sangat mungkin antara satu dengan yang lainnya tidak
meng-cover secara keseluruhan, atau ada yang terlewat.
SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan), ini berarti ada benda atau barang
yang mestinya kena pajak itu belum dibayarkan, ada tambahan.
Surat Keputusan Pembenturan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Jadi tagihan ini
karena ada pembetulan, pembetulan STP misalnya. Atau karena wajib pajak ini mengajukan
keberatan.
Bentuk Penagihan itu ada 2, yaitu :
Penagihan pajak secara biasa dan ada penagihan pajak dengan surat paksa.
1. Penagihan pajak secara biasa, itu tindakan pejabat pajak pada wajib pajak karena tidak
membayar lunas pajaknya yang tertuang tanpa paksaan secara nyata, jadi prosedur biasa.
Kalau penagihan pajak seketika dan sekaligus ini merupakan pengecualian dari penagihan pajak
biasa, ini dapat dilaksanakan tanpa ada saran hukum penagihan seperti biasa dan tidak
menunggu tanggal jatuh tempo. Dapat dilihat di dalam Pasal 6 ayat 1 UU No. 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa.
Apa saja isi dari Pasal 6 ayat 1 yang sudah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2000, yaitu :
• Wajib pajak atau penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau
berniat untuk itu. Ini bisa orang Indonesia, bisa orang asing yang tadinya menetap di
Indonesia sama-sama menjadi wajib pajak, maka diketahui bahwa wajib pajak itu akan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
• Wajib pajak atau penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai
dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia.
• Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara, ini pemerintah pasti tau akan memvonis pailit,
maka sebelum divonis pailit bisa dilakukan penagihan pajak secara paksa.
• Terjadi penyitaan atau barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda
kepailitan. Ini bahwa wajib pajak ini bermasalah, sehingga diketahui bahwa badan usaha nya
itu akan diambil oleh pihak ketiga, maka tentu pihak pajak juga akan bisa melakukan sebelum
jatuh tempo.
2. Penagihan pajak dengan surat paksa, ini alasannya yaitu karena wajib pajak atau penanggung
pajak yang tidak secara sukarela membayar secara lunas. Juga sudah diberikan surat teguran
atau dilakukan penagihan pajak seketika dan sekaligus, maka sudah ada alasan untuk
mengeluarkan atau menerbitkan surat paksa. Unsur Paksaan dalam penagihan pajak :
• Berupa penerbitan surat paksa terhadap wajib pajak atau penanggung pajak. Surat paksa
sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 20 Undang-undang KUP adalah surat perintah
membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak dalam jangka waktu tertentu. Jadi ini
menekankan pada surat perintah membayar utang pajak.
• Biaya penagihan pajak dalam jangka waktu tertentu. Ini rambu-rambu nya tentang unsur
paksaan dalam penagihan pajak.
• Surat Paksa dalam hukum pajak adalah suatu ketetapan hukum pajak tertulis dari pejabat
pajak yang mempunyai title eksekutorial, ini sebetulnya biasa dipakai di peradilan, tetapi ini
bisa dilakukan oleh pejabat pajak. Ada beberapa poin isi dari surat paksa yang perlu digaris
bawahi, disini tertulis perintah kepada wajib pajak atau penanggung pajak yang namanya
tertulis dalam surat paksaana, jadi wajib pajak namanya dituliskan disitu, lantas jangan lupa
harus diberi jangka waktu, setelah penandatanganan, misalnya 2 bulan setelah
penandatanganan.
• Klausul tentang ancaman sita yang sudah ditentukan, misalnya 2 atau 3 bulan ke depan akan
diberikan klausul pokoknya sampai jangka waktu sekian. Jadi Langkah-langkah
administrative mengapa Panjang tahapan-tahapan nya, kembali ketika materi awal, bahwa
negara itu sangat membutuhkan biaya dari pajak. Kalau yang mangkir-mangkir, lantas
penyelesaiannya dilakukan secara represif, pelakunya memang iya bisa dijerat pidana, tetapi
negara akan rugi karena tidak ada pemasukan pajak. Maka disini, kalau kita lihat isi surat
paksa mengandung perintah kepada wajib pajak atau penanggung pajak yang namanya tertulis
dalam surat paksa itu, untuk dalam jangka waktu yang sudah ditentukan dalam surat paksa itu
membayar lunas hutang yang disebutkan dalam surat paksa tersebut dengan ancaman sita
apabila pembayaran tidak dilakukan.
Selanjutnya adalah Tindakan bersifat memaksa dalam Penagihan Pajak, terdiri dari :
1. Penyitaan. Tindakan juru sita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak. Yang pada
nantinya adalah dari pihak pajak langsung segera menguasai barang, baik itu yang bergerak
ataupun yang tidak bergerak. Jadi juru sita menguasai itu landasan nya adalah Pasal 1 angka
14 Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Dasar penyitaan didasarkan pada
surat keputusan penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat pajak. Hal ini terjadi karena, ada
pejabat pajak, ada pemungut pajak, dan ada wajib pajak.
Bagaimana dengan pencegahan?
Upaya pencegahan merupakan upaya paksa dalam melaksanakan surat paksa, ini tertuang di
dalam Pasal 1 angka 17, disebutkan tentang pencegahan itu adalah larangan yang bersifat
sementara. Artinya, kalau yang dilarang itu sudah dicukupi berarti tercakup kesementaraanya.
Syarat Pencegahan : Upaya pencegahan hanya boleh dilakukan terhadap wajib pajak atau
penanggung pajak yang mempunyai hutang, sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,- tidak
hanya itu, tetapi memang dilakukan karena itikad baiknya untuk membayar lunas pajaknya,
karena disini disebutkan kumulatif. Jadi kalau Rp 100.000.000,- itu memiliki itikad baik,
maka tidak dilakukan pencegahan, tetapi kalau Rp 100.000.000,- itu disertai dengan tidak ada
itikad baik, maka terkena pencegahan.
2. Dasar Penyitaan

Pertemuan 7
Merupakan upaya hukum yg dilakukan oleh wajib pajak dalam rangka mencari keadilan terhadap surat
ketetapan pajak yg diterbitkan oleh:

- Direktur jenderal pajak: pajak pusat


Contohnya: SKPKB, yg kurang bayar
- Kepala daerah: pajak2 daerah.
Contoh: Surat ketetapan pajak daerah atau SKPD
Peradilan administrasi terdiri dari:

o Peradilan administrasi tidak murni: yg hanya melibatkan dua pihak yaitu wajib
pajak dan fiskes (negosiasi). Fiskes juga sebagai pihak yg mengambil keputusan
Contohnya: tentang pengajuan keberatan yang diatur dalam pasal 25 dan pasal 26
UU No 6 th 1983, dirubah dg UU No 28 th 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan. Wajib pajak mengajukan keberatan (doleansi) krn adanya
perselisihan terkait jumlah utang pajak. Baik official asses dan self ass system
memiliki kemungkinan untuk selisih. Yang harus kita lihat:
 Suatu keberatan yg masuk ke fiskes harus diberi keputusan
 Pihak yg mengambil keputusan ialah aparatur pajak (dirjen pajak, ka
kanwil pajak atau yg disebut dg hakim doleansi)
o Peradilan administrasi murni: peradilan yg melibatkan pihak ketiga dimana wajib
pajak yaitu fiskes, dan hakim yang mengadili.
SENGKETA PAJAK:

Timbul di bidang perpajakan antara wajib pajak dengan pejabat yg berwenang.

Dalam kekuasaan kehakiman Pengadilan pajak tidak masuk dalam 4 peradilan yang ada di Indonesia
yaitu peradilan agama, TUN, Militer, umum. Dan bila melihat ke konstitusi ps 24 ayat 2 peradilan pajak
juga tidak termasuk, namun ada didalam UU. Sehingga banyak yg berpendapat peradilan pajak ini
bertentangan dgn konstitusi.

PERADILAN PAJAK TIDAK TERINTEGRASI DLM MA sehingga hal ini bertolak belakang dgn UU
kekuasaan kehakiman, yang mengamanatkan bahwa pengadilan itu semuanya satu atap dibawah
mahkamah agung.

Oleh karena itu akibat lain bahwa patut diduga ini akan menghambat independensi para hakim yg
memiliki indepedensi untuk memutuskan sengketa pajak dgn hakim, karena MA ragu untuk melakukan
fungsi pembinaan dan pengawasan.

Nah ada juga yg mengatakan bahwa peradilan pajak ini merupakan sub system dalam hukum pajak bukan
merupakan sub system dalam kekuasaan kehakiman, sehingga tidak disebutkan dalam konstitusi.

Semestinya kedepanya peradilan pajak ini harus disertaakan dalam salaah satu kekuasaan kehakiman
(merubah konstitusi) agar kedudukanya lebih kuat.

Ada juga yang mengatakan peradilan pajak ini termasuk dibawah TUN karna objek sengketany sama dgn
obj sengketa TUN (surat ketetapan), kalo spt itu makan pengadilan pajak tunduk pada jenjang
pengawasan scr teknis yuridis dlm bentuk upaya hukum biasa, banding, kasasi.

Secara organisasi, adm, dan finansial pengadilan pajak harus ada di pengawasan yg berjenjang yaitu lebih
tinggi dr mahkamah agung. Bandingnya ke PTUN.
Peradilan pajak timbul krn Sengketa pajak antara wajib pajak dengan kepala daerah/direkrtur jenderal
pajak.

UPAYA HUKUM untuk emnyelesaikan sengketa pajak:

1. Keberatan: asal mulanya krn wajib pajak merasa kurang puas atas ketetapan pajak, maka
wajib pajak dapat mengajukan keberatan, tergantuk apakah pajak pusat atau daaerah.
Keberatanya masih ada di instasi yg sama (dinas pajak). Kuasi peradilan (peradilan
doleansi) (peradilan adm tdkk murni). Krn peradilan adm tdk murni maka yg harus
diperhatikan:
 Tdk ada sidang pengadilan
 Tdk ada panitera sidang
 Tdk ada saksi/saksi ahli
 Tdk mempertemukan pihak2 yg bersengketa
 Tdk ada pembacaan keputusan
 Keputusan dibuat pejabat yg menerbitkan surat ketetapan
Ketentuan mengenai hal ini diatur dlm ps 25 UU KUP dan peraturan Menteri keuangan

Pihak yg mengajukan keberatan:

o Diwakili Pengurus (wajib pajak badan)


o Pribadi Yg bersangkutan (wajib pajak pribadi)
o Pihak yg dipotong/dipungut
o Kuasa yg ditunjuk
Syarat pengajuan keberatan:

o Ditulis dgn bhs undo


o Menerakan jml pajak yg dipotong
o Satu surat keberatan hanya untuk satu surat keputusan
o Diajukan dlm jangka wajtu 3 bln sejak dikirimnya surat ketetapan pajak. Kalo
surat ketetapan diserahkan lgsg oleh APP mk sjk diberi, misal dipotong berarti
sejak dipotongnya, melalui POS maka sejak tgl dikirim SK pajaknya.
o
o Surat keberatan yg di ttd oleh wajib pajak
Keputusan atas keberatan yang diminta harus diberikan dlm jangka waktu….

 Keputusan menolak: maka bagi wajib pajak ada dua pillihan, tetap
melunasi atau mengajukan banding ke Pengadilan pajak. Banding ini
hanya diajukan pada badan peradilan pajak atas surat keputusan keberatan.
Dasarnya ps 27 UU KUP No 28 Th 2007.
2. GUGATAN: upaya hukum atas keputusan yg dapat diajukan gugatan berasarkan UU,
diatur dalam pasal 22 UU KUP yang menyatakan bahwa gugatan pajak itu dari
pelaksanaan surat paksa, keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak,
keputusan yg berkaitan dg keputusan perpajakan.
Syarat pengajuan gugatan:
3. PENINJAUAN KEMBALI: upaya hukum luarbiasa diatur dalam pasal 21 UU Pajak, PK
dapat diajukan atas 5 alasan;
 Keputusan pengadilan pajak didasarkan kebohongan
 Terdapat bukti tertulis baru
 Telah dikabulkan satu hal yg tidak dituntut atau lebih (yg bukan
dituntutkan malah dikabulkan) selain yg diatur dlm pasal 81 UU Peradilan
pajak
 Mengetahui suatu bagian dari tuntutan blm diputus tanpa dipertimbangkan
sebab – sebabnya
 Terdapat satu putusan yg nyata2 tdk sesuai dgn peraturan perundang –
undangan.
MA dalam memutus dan menimbang permohonan PK itu 6 bulan sejak permohonan diterima bila
menggunakan pemeriksaan biasa, 1 bulan sejak diterima telah mengambil keputusan bila
menggunakan pemeriksaan cepat.

Anda mungkin juga menyukai