Anda di halaman 1dari 5

C.

ANALISIS KASUS

Sampel darah seorang pasien laki-laki berusia 57 tahun dikirim dari ruang
rawat inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang ke Laboratorium Sentral
untuk pemeriksaan kimia klinik dan hematologi dengan keterangan klinis sirosis
hepatis stadium dekompensata dengan ensefalopati hepatikum grade I. Anamnesis
pasien didapatkan keluhan badan lemah dan letih sejak seminggu sebelum masuk
rumah sakit, disertai penurunan nafsu makan, mual dan nyeri ulu hati, demam
yang hilang timbul, gangguan tidur, dan penonjolan di umbilikus disertai
perembesan cairan perut melewati umbilikus. Pasien telah dikenal menderita
sirosis hepatis selama 1 tahun, beberapa kali dirawat dengan perut yang membesar
dan telah beberapa kali dilakukan tindakan parasintesis. Pasien memiliki riwayat
sakit kuning ketika remaja, dan riwayat DM tipe 2.
Pemeriksaan fisik pasien ditemukan ikterik pada sklera kedua mata, ronkhi
pada kedua paru, inspeksi perut tampak sedikit membuncit, dengan umbilikus
menonjol, tampak sedikit cairan keluar dari umbilikus, dan pemeriksaan undulasi
abdomen positif. Ikterik yang dapat ditemukan pada sklera mata dan jaringan
lainnya (membran mukosa) pada pasien sirosis hepatis terjadi akibat peningkatan
kadar bilirubin dalam darah. Gejala ikterik ringan dapat dilihat paling awal pada
kedua sklera mata jika kadar bilirubin sekitar 2-2,5 mg/dl. Ikterik dapat terlihat
dengan nyata apabila kadar bilirubin mencapai kadar 7 mg/dl (Sulaiman, 2014).
Pasien dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan bilirubin darah karena pada
pemeriksaan kimia klinik pasien tidak ditemukan pemeriksaan bilirubin. Bilirubin
akan meningkat pada pasien sirosis hepatis, dan pada tahap lanjut merupakan
prediksi penting terhadap mortalitas (Nurdjanah, 2014).
Ronkhi.........
Prevalensi asites pada sirosis hepatis sekitar 10% dan berhubungan dengan
prognosis yang buruk (Paredes dan Sanyal, 2015). Pemeriksaan cairan asites yaitu
pemeriksaan gambaran makroskopik, gradien nilai albumin serum dan asites
(Serum ascites albumine gradient/ SAAG), hitung sel, dan biakan kuman.
Pemeriksaan cairan asites pasien sirosis hepatis akan didapatkan gradien SAAG
yang tinggi (> 1,1 gram/dL). Peningkatan jumlah leukosit menunjukkan proses
inflamasi. Peningkatan sel PMN >250/mm3 pada pemeriksaan hitung sel cairan
asites menunjukkan peritonitis bakteri spontan, sedangkan peningkatan sel MN
lebih sering terjadi pada peritonitis tuberkulosa atau karsinomatosis. Biakan
kuman sebaiknya dilakukan pada pasien asites yang dicurigai terinfeksi seperti
pada pasien ini. Asites yang terinfeksi akibat perforasi usus akan menghasilkan
kuman polimikroba, sedangkan peritonitis bakteri spontan dengan hasil
monomikroba (Hirlan, 2014).
Pasien didiagnosis dengan sirosis hepatis stadium dekompensata dengan
ensefalopati hepatikum grade I, hernia umbilikalis, Community acquired
pneumonia (CAP), dan DM tipe 2 tidak terkontrol.
Diagnosis ensefalopati hepatikum grade I ditegakkan
berdasarkan..................................
Hernia umbilikalis dapat ditemukan pada 20% pasien sirosis hepatis yang
disertai asites, terjadi karena peningkatan tekana intraabdominal, penipisan otot
dan kelemahan fasia karena defisiensi nutrisi, disertai hipertensi portal yang dapat
menginduksi dilatasi vena umbilikus (Elshoura dan Elbedewy, 2018).
Diagnosis Community acquired pneumonia (CAP) ditegakkan berdasarkan
.......................
Hasil pemeriksaan kimia klinik didapatkan kesan hiperglikemia (gula
darah puasa 157 mg/dL dan gula darah 2 jam pp 201 mg/dL), peningkatan ureum
(90 mg/dL) dan kreatinin (2,0 mg/dL), penurunan total protein (6,2 g/dL) dan
albumin (1,6 g/dL), peningkatan globulin (4,6 g/dL), peningkatan enzim SGOT
(96 u/L) dan SGPT (55 u/L), penurunan natrium (126 mmol/L), dan peningkatan
klorida (6,8 mmol/L).
Hiperglikemia pada pasien terjadi karena adanya reistensi insulin pada
pasien karena pasien memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2 yang tidak
terkontrol. Sirosis hepatis juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi insulin
yang dikenal sebagai hepatogenous diabetes atau diabetes hati, sehingga pada
pasien sirosis hepatis dapat ditemukan dua gambaran diabetes yaitu diabetes
melitus tipe 2 dan diabetes hati seperti yang terjadi pada pasien ini. (Nunes dan
Pungpapong, 2015). Pasien sirosis hepatis sekitar 30-60% akan mengalami
kelainan metabolik. Patofisiologi yang mendasari diabetes hati adalah resistensi
insulin pada otot, hepar, dan jaringan adiposa. Faktor lain yang berkontribusi
seperti gangguan respons sel β pankreas dan resistensi insulin hepar. Diabetes
mempercepat fibrosis hepar dan inflamasi kemudian meningkatkan mortalitas
dengan peningkatan risiko infeksi bakteri pada pasien sirosis (Compean et al.,
2009).
Peningkatan ureum dan kreatinin menandakan terjadinya gangguan ginjal
pada pasien. Sekitar 20% pasien sirosis mengalami sindrom hepatorenal atau
gangguan fungsi ginjal. Kriteria diagnosis sindrom hepatorenal menurut
International Ascites Club yaitu sirosis dengan asites, kreatinin serum > 1,5
mg/dL, tidak shock, dan tidak adanya penyakit parenkim ginjal ( ditandai dengan
proteinuria, atau mikrohematuria, dan atau pemeriksaan USG ginjal yang normal)
(Moller et al., 2014).
Penurunan protein dan albumin terjadi karena berkurngnya fungsi
hepatosit dalam sintesis protein plasma termasuk albumin, protein C reaktif,
fibrinogen, komplemen, dan faktor koagulasi (Moller et al., 2014). Peningkatan
globulin terjadi karena............
Peningkatan enzim SGOT dan SGPT...
Hiponatremia merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada pasien
sirosis hepatis berkaitan dengan hipoalbuminemia dan hipertensi portal. Retensi
cairan pada sirosis terjadi karena peningkatan kadar arginine vasopressin (AVP),
penurunan sintesis prostaglandin ginjal, dan berkurangnya aliran filtrasi pada
cabang asendens lengkung Henle. Peningkatan AVP merupakan faktor penting
penyebab retensi cairan pada pasien sirosis dan asites (Tapper dan Cardenas,
2015). Hiponatremia pada pasien sirosis hepatis terdiri dari dua tipe yaitu
hiponatremia hipovolemik dan hiponatremia hipervolemik. Hiponatremia
hipovolemik disebabkan oleh hilangnya natrium dan cairan ekstraseluler yang
berlebihan melalui ginjal, seperti akibat penggunaan diuretik atau melalui saluran
cerna (muntah dan diare). Tipe kedua merupakan yang sering ditemukan pada
pasien sirosis hepatis yaitu hiponatremia hipervolemik, disebabkan oleh gangguan
ekskresi cairan yang free solute dari ginjal yang menyebabkan tidak sesuainya
antara retensi cairan dengan kadar natrium yang rendah (EASL, 2018).
Peningkatan klorida.........
Hasil pemeriksaan hematologi didapatkan kesan leukositosis (16.100/mm3)
dengan netrofilia shift to the right (netrofil segmen =73%). Peningkatan leukosit
dan neutrofil pada pasien ini berhubungan dengan adanya infeksi bakteri yang
dialami pasien yaitu Community accuired penumonia (CAP). Infeksi yang sering
ditemukan pada pasien sirosis hepatis adalah peritonitis bakterialis spontan dan
infeksi saluran kemih, selain itu dapat juga ditemukan pneumonia, infeksi kulit
dan jaringan lunak, infeksi yang berkaitan dengan pemasangan kateter dan
bakteremia spontan (Gustot & Moreau, 2015).
Hasil pemeriksaan homeostasis pada saat pasien masuk IGD didapatkan
kesan nilai APTT dan INR melebihi nilai rujukan. Nilai APTT pasien adalah 48,4
detik (normal = 28,4-38,4 detik) dan INR 3,90 detik (normal < 1,2 detik). Sel
parenkim hepar berperan dalam pembentukan fibrinogen (faktor I), Protrombin
(faktor II), faktor V, VII, IX, XI, XII, dan XIII (Mackavey dan Hanks, 2013).
Pada sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis protein prokoagulan II, VII, IX, X,
sama seperti faktor V dan XI, dapat dilihat dari pemanjangan nilai PT, INR dan
APTT. Pemanjangan nilai PT dan APTT yang umumnya ditemukan pada pasien
sirosis terjadi karena penurunan sintesis faktor koagulasi akibat terjadinya fibrosis
pada sel parenkim hepar (Rahajuningsih et al., 2019). Nilai PT dan INR
berhubungan dengan prognosis dan progresifitas penyakit hepar sehingga
digunakan dalam perhitungan skor mortalitas sirosis hepatis seperti pada skor
Child-Turcotte-Pugh dan skor Model for End-Stage Liver Disease (MELD) yang
sering digunakan oleh klinisi (Northup dan Caldwell, 2013). Nilai PT normal pada
pasien ini.....................
Hasil pemeriksaan urinalisis pasien didapatkan kesan dalam batas normal.
Urine pasien sirosis ..............
Riwayat pemeriksaan serologi pasien didapatkan kesan HBsAg reaktif.
Manifestasi klinis hepatitis B kronik dapat dikelompokkan manjadi dua yaitu
hepatitis B kronis yang masih aktif dan carrier virus hepatitis B inaktif. Hepatitis
B kronis aktif ditandai dengan HBsAg positif dengan DNA virus hepatitis B >105
kopi/mL, kenaikan ALT yang menetap atau intermiten, dan didapatkan tanda-
tanda penyakit hati kronis seperti pada pasien ini. Pasien carrier hepatitis B
inaktif ditemukan pemeriksaan HBsAg positif dengan titer DNA virus <105
kopi/mL, dengan konsentrasi ALT normal dan tidak didapatkan keluhan
Soemohardjo dan Gunawan, 2014).

Anda mungkin juga menyukai