Anda di halaman 1dari 13

Kepada Yth.

Rencana Dibacakan :

Journal Reading

DEFISIENSI IgA DAN RISIKO KANKER :


PENELITIAN KOHORT BERPASANGAN
BERBASIS POPULASI
(Diterjemahkan dari J.Clin Immunol (2015) 35: 182-188)

Oleh
dr. Mira Purwinanty

Pembimbing
Prof. Dr. dr. Ellyza Nasrul, SpPK(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


BAGIAN PATOLOGI KLINIK FK UNAND/
RSUP Dr. M. DJAMIL PADANG
2016

1
DEFISIENSI IgA DAN RISIKO KANKER :
PENELITIAN KOHORT BERPASANGAN
BERBASIS POPULASI

Abstrak
Tujuan Menyelidiki risiko kanker pada individu dengan defisiensi Imunoglobulin
A (IgA) dibandingkan dengan populasi umum.
Metode Penelitian kohort berbasis populasi nasional dengan metode prospektif.
Peneliti mengidentifikasi 2.320 individu dengan defisiensi IgA (kadar IgA < 0,07
g/L) yang didiagnosis antara tahun 1980 sampai 2010 pada enam rumah sakit
pendidikan di Swedia. Individu dengan defisiensi IgA dan 10 kontrol populasi
umum (n= 23.130) dicocokkan berdasarkan usia, jenis kelamin, tempat tinggal,
dan tahun diagnosis. Peneliti menghitung conditional hazard ratios (HRs) melalui
Swedish Cancer Register setelah pasien didiagnosis defisiensi IgA tanpa riwayat
kanker sebelumnya.
Hasil Individu dengan defisiensi IgA sebanyak 125 orang (61 kasus/10.000
penduduk pertahun) dan 984 kontrol (47 kasus/10.000 penduduk pertahun)
menderita kanker (HR 1,31; 95%CI= 1.09-1,58) selama pemantauan. Berdasarkan
analisis spesifik, peneliti menemukan peningkatan risiko kanker gastrointestinal
(HR= 1,64; 95%CI= 1.07- 2,50), tetapi tidak ada peningkatan untuk keganasan
limfoproliferatif (HR 1,68; 95% CI = 0,89-3,19). Perkiraan risiko relatif untuk
semua kanker sangat tinggi pada tahun pertama pemantauan (secara keseluruhan:
HR= 2,80; 95%CI= 1,74-4,49), tetapi gagal mencapai statistik yang signifikan
untuk pemantauan berikutnya. Defisiensi IgA yang telah didiagnosis pada masa
anak (n = 487) tidak berhubungan dengan kanker (HR = 3,26; 0,88-12,03).
Kesimpulan Pasien defisiensi IgA memiliki peningkatan risiko kanker pada
tingkat sedang, terutama kanker gastrointestinal. Derajat bias surveilans
memperlihatkan risiko ini lebih tinggi setelah diagnosis ditegakkan. Anak dengan
defisiensi IgA tidak memiliki peningkatan risiko kanker namun hal ini memiliki
keterbatasan pada subanalisis statistik.

Pendahulan
Defisiensi IgA merupakan kejadian imunodefisiensi paling sering di
negara barat, terjadi sekitar 1 dari 600 individu. Peneliti menemukan bahwa
individu dengan defisiensi IgA memiliki peningkatan risiko kematian (HR= 1,8;
95% interval kepercayaan [IK]= 1,6-2,1), dimana kanker menjadi penyebab
kematian utama pada pasien defisiensi IgA.
Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pasien defisiensi IgA memiliki
peningkatan risiko terutama limfoma dan kanker lambung. Mellemkjaer dkk
memeriksa 386 pasien dengan defisiensi IgA di Swedia dan Denmark yang
menemukan 5.4 kali peningkatan risiko relatif kanker lambung (95% IK= 0.7-

2
19,5), tetapi tidak ada peningkatan risiko kanker lainnya. Interval kepercayaan
(IK) 95% untuk beberapa kanker berkisar antara 0,5-1,7, hal ini tidak diabaikan
karena kasus yang jarang, walaupun 70% risiko kanker meningkat pada defisiensi
IgA.
Data Mellemkjaer dkk menyatakan peningkatan risiko limfoma dua kali
lipat (Standardized Incidence Ratio [SIR] = 2.1), namun karena keterbatasan,
peningkatan ini tidak bermakna secara statistik (p>0,05). Peneliti menyatakan
hipotesis bahwa individu dengan defisiensi IgA memiliki peningkatan risiko
kanker terutama LPM (Limphoproliverative Malignancy), mengingat kuatnya
hubungan antara defisiensi IgA dan penyakit autoimun lainnya, serta adanya bukti
awal hubungan limfoma dan keganasan limfoproliferatif (LPM) pada Arthritis
Reumatoid (AR) dan Celiac Disease (CD). Risiko kanker gastrointestinal yang
meningkat ditemukan pada CD, meskipun hanya terlihat di tahun pertama
pemantauan.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada
pasien defisiensi IgA dengan populasi yang besar. Peneliti mendapatkan data
lebih dari 2000 pasien defisiensi IgA dari pusat kanker nasional melalui Swedish
Cancer Register.

Metode
Subyek Penelitian
Peneliti mengidentifikasi individu dengan defisiensi IgA antara tahun 1980
sampai 2010 dari enam laboratorium rumah sakit pendidikan di Swedia (Rumah
Sakit Pendidikan di Stockholm, RS Pendidikan Sahlgrenska di Gothenburg, RS
Pendidikan di Lund, RS Pendidikan Linköping, RS Pendidikan di Umeå dan RS
Akademik di Uppsala). Cakupan area meliputi kota dan pedesaan.

Defisiensi IgA
Defisiensi IgA didefinisikan sebagai kadar IgA yang rendah yaitu <0,07
g/L, dengan IgM dan IgG normal, pada individu selama 4 tahun. Definisi ini
sesuai dengan rekomendasi The International Union of Immunological Societies
Expert Committee on Primary Immunodeficiencies. Definisi defisiensi IgA dalam

3
penelitian ini adalah saat kadar IgA menurun yang tercatat selama 10 tahun atau
lebih. Kadar IgA diukur dengan metode nefelometri.
Data awal menunjukkan bahwa >95% individu dengan defisiensi IgA
dalam kelompok ini terdiagnosis karena mengalami infeksi berulang atau gejala
gastrointestinal, sementara sebagian kecil terdiagnosis saat melakukan donor
darah (<5%).

Kontrol
Melalui lembaga statistik pemerintah Swedia, setiap pasien dengan
defisiensi IgA dicocokkan menurut usia, jenis kelamin, tempat tinggal, dan tahun
diagnosis dengan 10 kontrol populasi umum. Peneliti tidak memiliki data kadar
IgA kontrol.

Keluaran
Peneliti memperoleh data kanker antara tahun 1958 sampai 2010 dari
Swedish Cancer Register, dimulai tahun 1958. Sebanyak 99% kanker diverifikasi
secara morfologis dengan sensitivitas hampir 100%.
Semua kanker didefinisikan menurut International Classification of
Disease (ICD-7: 140-209; untuk Limphoproliverative Malignancies (LPM) (200-
204) dan kanker saluran pencernaan (140-157) yang termasuk kanker oro-faring,
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum, anus, hati, dan pankreas.
Pada analisis sensitivitas, kanker mulut dan faring dieksklusi dari kanker
gastrointestinal sesuai dengan ICD-7: 150-157.

Pemantauan
Pemantauan dimulai dari pertama kali defisiensi IgA didiagnosis (tanggal
pemantauan pasien dan kontrol bersamaan), atau pada kasus pengukuran IgA pada
masa anak, setelah 10 tahun sejak anak pertama kali didiagnosis dan masih
memiliki kadar IgA<0,07 g/L, maka hal ini dimasukkan sebagai inklusi penelitian.
Pemantauan berakhir jika kanker pertama kali, kematian, emigrasi, atau terjadi
pertama kali pada 31 Desember 2010.
Peserta penelitian dengan diagnosis kanker pada atau sebelum tanggal
penelitian ini (n=97) (kontrol (n=646)) dikeluarkan dari penelitian. Pemantauan

4
dimulai setelah 10 tahun diagnosis, hal ini berarti bahwa pasien yang didiagnosis
≤10 tahun dieksklusi dari penelitian.

Kovariat
Peneliti memperoleh data dari lembaga statistik Swedia. Data pendidikan
dikategorikan menjadi tiga kelompok: ≤9, 10-12, dan >12 tahun. Peneliti
mengidentifikasi pasien dengan diagnosis CD (Celiac Disease) melalui Swedish
National Patient Register. Celiac Disease (CD) diklasifikasikan menurut
klasifikasi kode penyakit internasional (ICD-8: 269,0; ICD-9: 579; ICD-10: K90)
karena penyakit ini berhubungan kuat dengan defisiensi IgA, serta hal ini juga
berguna untuk pengukuran outcome kanker.

Statistika
Peneliti pertama kali menghitung jumlah absolut kasus kanker pada pasien
defisiensi IgA dan kontrol populasi umum. Angka kejadian (kanker per10.000
penduduk/tahun) dan kurva Kaplan-Meier juga dimasukkan. Peneliti
memperkirakan conditional HRs untuk kanker secara keseluruhan melalui regresi
Cox, khususnya untuk LPM dan gastrointestinal yang menurut penelitian
sebelumnya memiliki hubungan dengan defisiensi IgA. Individu defisiensi IgA
masing-masing dibandingkan dengan kontrol melalui regresi cox bertingkat. Hal
ini memungkinkan peneliti untuk menghilangkan pengaruh faktor pencocokan
(jenis kelamin, usia, tahun diagnosis, dan tempat tinggal).
Peneliti meneliti proportional hazard assumption dengan menilai interaksi
antara waktu pemantauan dan diagnosis defisiensi. Peneliti menemukan bahwa
proportional hazard assumption berpengaruh (P= 0,014), peneliti menyajikan
HRs secara keseluruhan dan HRs berdasarkan pemantauan sejak defisiensi IgA
ditegakkan (0-0,9, 1-4,9, dan ≥5 tahun).
Peneliti akhirnya melakukan pemeriksaan semua kanker berdasarkan umur
saat defisiensi IgA ditegakkan (10-39, 40-59, dan ≥60 tahun), tahun diagnosis
(1980-2004 vs 2005-2010) dan jenis kelamin. Peneliti secara khusus meneliti
risiko semua kanker pada individu yang didiagnosis defisiensi IgA masa kanak-
kanak (10 - <18 tahun).

5
Interaksi dengan jenis kelamin, usia dan periode diagnosis diuji sesuai
dengan aturan interaksi.
Semua analisa statistik dilakukan dengan menggunakan SAS (versi 9.3)
dan grafik dibuat menggunakan Stata (versi 11). Nilai P<0,05 signifikan secara
statistik.

Hasil
Karakteristik Pasien
Sebanyak 2.320 individu defisiensi IgA, 1297 (56%) perempuan (Tabel 1).
Kontrol perempuan 12.930 (56%) dari 23.130 kontrol. Usia rata-rata diagnosis
defisiensi IgA adalah 35 tahun (kisaran interkuartil: 20-51 tahun). Tingkat
pendidikan antara defisiensi IgA dan kontrol populasi umum sama (Tabel 1).
Rata-rata waktu pemantauan pada pasien dan kontrol 7 tahun (Tabel 2). Lebih dari
100 individu dengan defisiensi IgA dipantau selama 25 tahun atau lebih
(Gambar.1) .
Tabel.1 Karakteristik Peserta Penelitian
IgAD Populasi Umum
(n=2320) (n=23.130)
Wanita, n (%) 1297 (56%) 12.930 (56%)
Umur saat identifikasi, tahun
Mean (SD) 37 (19) 37 (19)
Median (25th-75th percentile) 35 (20-51) 35 (20-51)
Minimum-Maximum 10-89 10-89
Kategori Umur, n (%)
10-39 tahun 1369 (59%) 13.556 (59%)
40-59 tahun 613 (26%) 6176 (27%)
≥60 tahun 338 (15%) 3398 (15%)
Tingkat Pendidikan, n (%)
≤9 tahun 531 (23%) 5510 (24%)
10-12 tahun 926 (40%) 9031 (39%)
≥12 tahun 684 (29%) 6827 (30%)
Tidak teridentifikasi 179 (8%) 1762 (8%)
Periode Diagnosis, n (%)
1980-2002 11 (48%) -
2003-2010 1209 (52%) -
Riwayat diagnosis Celiac Disease, n (%) 231 (10%) 96 (0,4%)

6
Gambar 1. Keganasan Pada Pasien IgAD (IgA defisiensi) dan Populasi Umum
Yang Dibandingkan Selama 25 Tahun Pemantauan

Kanker Secara Umum


Sebanyak 125 individu dengan defisiensi IgA (61/10.000 orang pertahun)
dan 984 kontrol (47/10.000 orang pertahun) mendapat kanker (HR 1,31; 95 %CI=
1,09-1,58; P=0,005) selama pemantauan. Sebanyak 22 individu dengan defisiensi
IgA berkembang menjadi kanker pada tahun pertama pemantauan. Hazard Ratio
(HR) untuk kanker pada pria adalah 1,47 dan pada wanita 1,18 (Tabel 2; Gambar
2), perbedaan secara statistik tidak signifikan (interaksi untuk jenis kelamin:
P=0,26). Risiko absolut kanker pada defisiensi IgA yang diamati selama 25 tahun
setelah diagnosis pada pria dan wanita didapatkan peningkatan yang sama. Risiko
relatif tertinggi terlihat pada tahun pertama setelah diagnosis defisiensi IgA,
peneliti tidak menemukan risiko yang signifikan secara statistik setelahnya (Tabel
2). Tidak ada perbedaan dalam risiko kanker secara keseluruhan menurut umur
pada awal diagnosis defisiensi IgA ditegakkan (interaksi untuk usia: P= 0.41)
(Tabel 2; Gambar 3). Peneliti menemukan risiko lebih dari 3x lipat pada defisiensi
IgA yang didiagnosis pada masa anak (n = 487) yang diamati secara khusus, tetapi
signifikan secara statistik pada tingkat borderline (HR= 3,26; 95% CI= 0,88-
12,03). Risiko kanker tidak berbeda menurut periode diagnosis (HR untuk kanker
pada 2003-2010: 1,36; 95% CI= 0,96-1,93; Tabel 2)
Hazard Ratio untuk kanker pada defisiensi IgA adalah 1,39 (95% CI=
1,15-1,67; p<0,001) saat peneliti mengeksklusi individu dengan diagnosis CD
seumur hidup.

7
Tabel.2. Keganasan dan Jumlah Per Tahun
IgAD Populasi
(n=2320) Umum
(n=23.130)
Jumlah- tahun
Median 6,9 7,1
Jumlah 20,574 210,808
Kasus Kanker 125 984 P=0,34
Gastrointestinala 25 (20%) 158 (16%)
LPMb 11 (9%) 67 (7%)
Lainnya 89 (71%) 759 (77%)
Kejadian per 10.000 PYR 61 47
Conditionalc Hazard Ratio 1,31 (1,09-1,58)
P=0,005
Eksklusi Pasien Celiac 1,39 (1,15-1,67)
Disease P<0,001
(122vs978 kejadian)
Tahun Pertama Eksklusi 1,17 (0,96-1,44)
(103vs905) P=0,12
Pemantauan
<1 tahun 2,80 (1,74-4,49)
22 vs 79 kasus P<0,001
1-4,9 tahun 1,22 (0,86-1,74)
35 vs 291 kasus P=0,26
≥5 tahun 1,15 (0,90-1,48)
68 vs 614 kasus P=0,27
Jenis Kelamin
Wanita 1,18 (0,91-1,53) Interaksi
64 vs 555 kasus P=0,20 P=0,26
Pria 1,47 (1,12-1,92)
61 vs 429 kasus P=0,005
Umur
10-39 tahun 1,75 (1,16-2,63) Interaksi
27 vs 156 kasus P=0,01 P=0,41
40-59 tahun 1,23 (0-91-1,66)
47 vs 409 kasus P=0,18
≥60 tahun 1,36 91,01-1,81)
51 vs 419 kasus P=0,04
Periode
1980-2002 1,32 (1,06-1,63) Interaksi
95 vs 747 P=0,01 P=0,14
2003-2010 1,28 (0,88-1,87)
30 vs 237 P=0,20
Jenis Kanker
Gastrointestinald 1,64 (1,07-2,50)
25 vs 158 kasus P=0,02
Gastrointestinale 1,61 (1,02-2,51)
22 vs 142 P=0,04
LPMf 1,68 (0,89-3,19)
11 vs 67 kasus P=0,11
Lainnya 1,21 (0,97-1,50)
89 vs 759 kasus P=0,10
a
ICD7 140-157; bICD7 200-204; Cox regressions conditioned on the matching set (consisting of 1
patient with IgAD and up to 10 controls matched by age, sex, place of residence and calendar year
of diagnosis); dICD7 140-157; eICD7 150-157; fICD7 200-204

8
Gambar 2. Keganasan Pada Pasien IgAD (Defisiensi IgA) dan Populasi Umum
Selama 25 Tahun Pemantauan (Menurut Jenis Kelamin)

Gambar 3. Keganasan Pada Pasien IgAD (Defisiensi IgA) dan Populasi Kontrol
Selama 25 Tahun Pemantauan (Menurut Umur)

LPM, Kanker Gastrointestinal, dan Kanker Lainnya


Sebanyak 11 individu dengan defisiensi IgA yang berkembang menjadi
LPM dibandingkan dengan 67 kontrol selama masa pemantauan. Hal ini sesuai
dengan 68% peningkatan risiko LPM pada defisiensi IgA tapi hal ini gagal
mencapai statistik yang signifikan (P= 0,11) (Tabel 2). Sebanyak 25 individu
dengan defisiensi IgA vs 158 kontrol memiliki diagnosis kanker gastrointestinal
sesudahnya (HR= 1,64, 95 % IK=1,07-2,50) (Tabel 2). Peneliti membatasi
outcome kanker gastrointestinal sesuai kode 150-157 (kanker GI tidak termasuk

9
mulut dan faring), peningkatan risiko tetap signifikan secara statistik (HR= 1,61;
95 % CI = 1,02-2,51; P= 0,04). HR untuk kanker lain pada defisiensi IgA adalah
1,21 (95% CI= 0,97-1,50) (Tabel.2).
Hazard Ratio (HR) tidak signifikan untuk kanker secara keseluruhan
setelah tahun pertama pemantauan, HR pada kanker tertentu juga gagal mencapai
signifikansi statistik ketika peneliti mengeksklusi pemantauan tahun pertama
(kanker GI: HR= 1,29, 95 % CI= 0.79-2.10, P= 0,31; LPM : HR = 0,68, 95 % CI=
0,25-1,86, P = 0,45; kanker lainnya: HR= 1,19, 95 % CI= 0,95-1,50, P= 0,13).
Peneliti mengeksklusi individu dengan CD, tetapi risiko kanker GI masih
meningkat (HR= 1,57, 95 % CI= 1,00-2,45, P= 0,048) sedangkan risiko LPM
tidak, meskipun risiko relatif hampir 2 kali lipat (HR = 1,82 , 95 % CI= 0,97-3,46,
P = 0,064).

Diskusi
Dalam studi kohort berbasis populasi nasional yang melibatkan lebih dari
2000 orang dengan defisiensi IgA (<0,07 g/L), peneliti menemukan peningkatan
risiko kanker. Risiko ini meningkat setelah diagnosis dan peneliti tidak bisa
menyingkirkan surveillance bias yang dilibatkan untuk meningkatkan HR
peneliti. Anak-anak dengan defisiensi IgA tidak memiliki peningkatan risiko
kanker.
Penelitian terbesar yang meneliti kanker pada defisiensi IgA hingga saat
ini dilakukan oleh Mellemkjaer dkk yang menemukan tidak ada peningkatan
risiko kanker secara keseluruhan, tetapi mengidentifikasi peningkatan risiko LPM
dan kanker lambung (walaupun tidak memiliki nilai statistik yang signifikan).
Salah satu penjelasan adalah karena keterbatasan dari segi statistik (Mellemkjaer
dkk. mengidentifikasi <400 pasien defisiensi IgA).
Penelitian ini enam kali lebih besar dari Mellemkjaer dan dilakukan
selama lebih dari 20 tahun pemantauan terhadap 125 individu defisiensi IgA yang
berkembang menjadi kanker. Sebagai catatan, 95% CI lebih luas dalam studi
sebelumnya di Swedia-Denmark (95% CI= 0,5-1,7) dan hal ini tidak mutlak
menyingkirkan peningkatan risiko kanker. Perkiraan risiko (1,31) pada penelitian
ini baik dengan CI 95% dibandingkan penelitian Swedia-Denmark sebelumnya.

10
Peneliti menemukan 31% peningkatan risiko relatif kanker pada defisiensi
IgA, angka ini harus dipertimbangkan dan peneliti ingin menekankan pada
rendahnya peningkatan risiko absolut kanker. Satu kasus tambahan kanker pada
defisiensi IgA (kohort) pada 7 tahun pemantauan.
Penelitian sebelumnya dengan judul biopsi untuk menegakkan CD
(peneliti menyajikan HR untuk LPM (2,82) dan kanker solid (1.11) secara
terpisah) tidak menghitung risiko relatif yang tepat untuk setiap kanker pada CD,
dari data penelitian ini dapat diperkirakan bahwa risiko kanker secara keseluruhan
sekitar 1,20 (non-LPM lebih banyak dari LPM dan karena itu memengaruhi HR
keseluruhan). Risiko kanker pada defisiensi IgA dan CD pada penelitian ini sama.
Banyak pasien dengan CD menjalani penyelidikan defisiensi IgA dan peneliti
sebelumnya telah menunjukkan bahwa kedua diagnosis sangat terkait. Namun hal
ini tidak menjelaskan temuan peneliti. Perkiraan risiko peneliti tidak dipengaruhi
dengan dieksklusinya diagnosis CD seumur hidup.
Peneliti menemukan peningkatan risiko kanker gastrointestinal. Hal ini
diharapkan memberikan peningkatan yang lebih terhadap risiko kanker ini pada
CD. Data sebelumnya dari kelompok peneliti menunjukkan bahwa risiko kanker
gastrointestinal pada CD sangat tinggi pada tahun pertama, kemudian turun secara
drastis menjadi normal pada 1 tahun setelah diagnosis celiac, peneliti tidak bisa
menyingkirkan peningkatan risiko awal karena bias surveillance. Penurunan kadar
HP-spesifik IgA telah memperbesar risiko kanker gastrointestinal. Data dari
Swedia menunjukkan bahwa kejadian adenokarsinoma distal kardia lambung
menurun sedangkan kejadian kanker kardia lambung stabil.
Meskipun defisiensi IgA selektif ditemukan pada individu dengan
defisiensi IgA tanpa defisiensi imunoglobulin lainnya, Common Variable Immune
Deficiency (CVID) yang memiliki dasar genetik dapat berkembang dari waktu ke
waktu. Common Variable Immune Deficiency (CVID) telah dikaitkan dengan
kelainan limfoproliferatif dan kanker lambung. Peneliti tidak bisa menyingkirkan
bahwa peningkatan prevalensi CVID pada pasien defisiensi IgA dalam kelompok
kohort meningkatkan risiko kanker.

11
Kekuatan/Kelemahan
Penelitian ini memiliki beberapa kekuatan dan kelemahan. Diagnosis
defisiensi IgA yang diminta peneliti adalah <0,07 g/L selama 10 tahun. Kadar IgA
bervariasi pada anak-anak dan menurut konsensus internasional, diagnosis tidak
dapat ditegakkan sebelum usia 4 tahun. Peneliti memilih untuk menggunakan
kriteria diagnostik yang lebih ketat untuk meningkatkan spesifisitas lebih lanjut.
Penelitian kohort berbasis populasi pada individu dengan defisiensi IgA
berasal dari enam rumah sakit pendidikan di Swedia, dan lebih dari 2.300 pasien
dipantau selama rata-rata 7 tahun. Kekuatan statistik yang tinggi memungkinkan
peneliti untuk memantau HRs spesifik, yang menunjukkan bahwa risiko tertinggi
didapat setelah diagnosis defisiensi IgA ditegakkan.
Besarnya jumlah individu dengan IgA yang rendah dapat memerkirakan
risiko relatif kanker pada tiap kelompok. Peneliti menyatakan adanya kelemahan
pada subanalisis. Risiko LPM 68% secara statistik tidak signifikan dan peneliti
tidak dapat menyingkirkan bahwa defisiensi IgA masa anak juga terkait dengan
peningkatan risiko kanker secara keseluruhan.
Penelitian ini diambil dari National Swedish Registries. Individu dapat
dilacak dari rekam medis tanpa kehilangan pemantauan. Peneliti menggunakan
daftar kanker nasional Swedia dan daftar penyebab kematian untuk setiap kanker.
Daftar ini memiliki tingkat cakupan mendekati 100%. Melalui register lain
(Swedish Education Register) peneliti memiliki akses data pendidikan. Hal ini
penting karena status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pola kesehatan.
Tingkat pendidikan antara individu defisiensi IgA dan kontrol sama.
Defisiensi IgA berhubungan dengan sejumlah penyakit imun, terutama CD
yang dikaitkan dengan LPM dan kanker gastrointestinal. Untuk menyingkirkan
bahwa risiko subtipe kanker ini bersamaan dengan CD, peneliti melakukan
analisis stratifikasi dengan mengeluarkan individu dengan diagnosis CD seumur
hidup. Peneliti melihat hubungan positif antara defisiensi IgA, semua kanker,
kanker gastrointestinal dan LPM meskipun HR untuk LPM secara statistik tidak
signifikan karena kelemahan dalam analisis statistik (HR= 1,82).

Peneliti juga tidak bisa menyingkirkan bahwa individu dengan defisiensi


IgA yang tidak terdiagnosis diklasifikasikan sebagai kontrol. Swedia tidak

12
memiliki skrining IgA nasional pada individu tanpa gejala dan karenanya negatif
palsu dapat terjadi. Hal ini mungkin memengaruhi perkiraan risiko negatif palsu
jumlah kontrol sehat melebihi individu defisiensi IgA.

Kesimpulan
Studi berbasis populasi ini menemukan peningkatan risiko kanker pada
individu dengan defisiensi IgA.

13

Anda mungkin juga menyukai