Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

OBSTERI

Disusun oleh:
Nama: Lydia Alessia W. T.
NIM: 0107320002

Penguji:
dr. Dyana Safitri Velies, Sp.OG(K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN


DAN KANDUNGAN
SILOAM HOSPITALS LIPPO VILLAGE – RUMAH SAKIT UMUM
SILOAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA
HARAPAN
PERIODE FEBRUARI 2021 – MEI 2021
TANGERANG
BAB I
STATUS LENGKAP

I. Identitas Pasien

i. Nama : Ibu M
ii. Jenis Kelamin : Perempuan
iii. Usia : 28 Tahun
iv. Status Perkawinan : Sudah Menikah
v. Agama : Islam
vi. Alamat : Parung Panjang
vii. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
viii. Tanggal Masuk RS : 22 April 2021 (jam 07.30)
ix. Tanggal Pemeriksaan : 22 April 2021 (jam 10.00)

Anamnesis
i. anamnesis dilakukan secara autoanamnesis

II. Riwayat Klinis


i. Keluhan Utama
Kontrol Antenatal Care
ii. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0, usia kehamilan 37 – 38 minggu tidak ada keluhan. Datang
dengan tujuan melakukan kontrol antenatal care rujukan dari RS Mitra
Keluarga dikarenakan memiliki riwayat HIV dan putus obat ARV selama
1 tahun SMRS karena alasan biaya. Pasien mengetahui memiliki penyakit
HIV sejak melakukan pemeriksaan darah lengkap setelah kelahiran anak
pertama di RSUS Siloam Tangerang pada tahun 2017. Pasien kurang
disiplin dalam melakukan ANC, terhitung selama kehamilan hanya pernah
melakukan ANC 2 kali SMRS. ANC pertama dilakukan di Puskesmas
Parung pada usia kehamilan 35-36 minggu, ANC kedua dilakukan di RS
Mitra Keluarga pada usia kehamilan 37 minggu. Pada ANC kedua
dilakukan USG dan diberikan vitamin zat besi & kalsium. Status gizi
pasien baik, kenaikan berat badan sesuai anjuran kenaikan berat badan ibu
dengan BMI normal yaitu 12 kg. Selama kehamilan ini pasien tidak
memiliki keluhan seperti batuk, sesak napas, muntah & mual berlebih,
keluarnya flek atau perdarahan, maupun keluhan BAB & BAK selama
kehamilan.

iii. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat penyakit HIV

iv. Riwayat Haid


i. Menarche : 15 tahun
ii. Frekuensi : Normal ≥ 24 sampai dengan ≤ 38 hari
iii. Durasi : Normal ≤ 8 hari
iv. Regularitas : Reguler
v. Volume : Normal, ganti pembalut 2 – 3x/ hari
vi. Dismenorrhea : Tidak ada
vii. Riwayat Perdarahan Abnormal: Tidak ada

v. Riwayat Obstetri
Gravida Tahun Cara Usia Jenis Berat Komplikasi
Persalinan Persalinan Kehamilan Kelamin Lahir
1 2017 Sectio 38 – 39 Perempuan 3200 Tidak ada
minggu gram
vi. Riwayat Kehamilan Sekarang
i. HPHT : 4 Agustus 2020
ii. Usia Kehamilan : 37 minggu
iii. Taksiran Persalinan : 11 Mei 2021

vii. Riwayat Ginekologi


Teradapat keputihan
i. Warna : Putih
ii. Konsistensi : Kental
iii. Bau : Tidak berbau
iv. Karakteristik : Gatal

viii. Riwayat Seksual & Marital


i. Dispaerunia : Tidak Ada
ii. Post-coital bleeding : Tidak Ada
iii. Jumlah Pasangan Seksual: 1
iv. Riwayat Kontrasepsi : Kondom, namun tidak rutin menggunakan

ix. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

x. Riwayat Sosial
Pasien saat ini tidak merokok & minum alkohol
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
• Keadaan Umum : Tidak tampak sakit
• Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital
• Tekanan Darah : 100/80 mmHg
• Denyut Nadi : 87x/ menit
• Suhu : 36.7 oC
• Pernapasan : 24x/ menit
• Tinggi Badan/ Berat Badan : 148 cm/ 62 kg
• Berat Badan Sebelum Hamil : 50 kg
o BMI : 22,83 kg/m2

Kepala Normosefali, deformitas (-), luka (-)


Wajah Normofasies, simetris, deformitas (-), luka (-)
Mata Konjungtiva (-/-) anemis, sklera (-/-) ikterik
Leher Pembesaran KGB (-)
Thorax Jantung
S1/S2, Murmur (-), Gallop (-)
Paru
Suara paru vesikuler ( +/ +) simetris, Rhonci (-),
Wheezing (-)
Mammae Inspeksi
• Simetri: Tidak dilakukan.
• Papila: Tidak dilakukan
• Areola: Tidak dilakukan
• Kulit Tidak dilakukan
Palpasi
• Palpasi massa: Tidak dilakukan
Abdomen Inspeksi
• Tampak cembung
• Terlihat bekas luka operasi insisi
pfannenstiel
• Linea nigra (+), Striae gravidarum (+)
Auskultasi
• Tidak dilakukan
Perkusi
• Tidak teraba pembesaran organ
Palpasi
• Tidak terdapat nyeri tekan
Ekstremitas • CRT < 2 detik, akral teraba hangat
• Edema ekstremitas atas (-/-)
• Edema ekstremitas bawah (-/-)

IV. Pemeriksaan Obstetri


i. Tinggi Fundus Uteri (TFU) : 38 cm
ii. Taksiran Berat Janin (TBJ) : 4185 gram
iii. Leopold I : Teraba bokong
iv. Leopold II : Teraba punggung (kanan),
teraba ekstremitas (kiri)
v. Leopold III : Teraba kepala
vi. Leopold IV : 5/5 Konvergen
vii. Denyut Jantung Janin : Tidak dilakukan
viii. Gerakan Janin : Aktif
V. Pemeriksaan Pelvis
Tidak dilakukan

VI. Pemeriksaan Penunjang


Ultrasonografi
• Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala
• Usia gestasi : 37 minggu
• Biometri
o BPD : 9,37 cm
o AC : 30,6 cm
o FL : 6,71 cm
• Placenta : Corpus posterior
• Ketuban : Cukup, utuh & baik
• Jenis kelamin : Perempuan

VII. Diagnosis Kerja


G2P1A0 gravid 37 – 38 minggu dengan resiko tinggi et causa riwayat HIV
putus pengobatan ARV.

VIII. Rencana Terapi


i. Observasi & Konsultasi
Dilakukan observasi & konsultasi ke TS spesialis penyakit dalam agar dimulai
kembali pengobatan ARV sebelum dilakukan rencana persalinan sectio
caesarea

ii. Diagnostik
Ultrasonografi
Pemeriksaan laboraturium viral load CD4+
iii. Terapeutik
Suplemen Zat Besi 60 mg/ hari
Suplemen Kalsium 1,5 – 2 gr/ hari
Anti-retroviral yang direkomendasikan pada ibu hamil;
Tenofovir (300 mg) + Lamivudin (300 mg) + Efavirens (600 mg)

iv. Bedah
Dilakukan persalinan sectio caesarea untuk mencegah penularan virus HIV dari
ibu ke bayi

v. Edukasi
i. Melakukan edukasi SADAR kepada pasien tentang pentingnya
mengontrol dan melanjutkan kembali pengobatan ARV1
- Tujuan terapi ARV untuk mencegah kerusakan system dan jaringan.
Dengan demikian, resiko infeksi oportunistik dapat dicegah dan jumlah
CD4 dapat dipertahankan untuk tetap tinggi. Setelah pengobatan patuh
ARV minimal 6 bulan, VL dapat mencapai level tidak terdeteksi (
<1000 copy/mL) sehingga resiko penularan vertical rendah.

Pemberian ARV pada ibu hamil dikenal dengan singkatan SADAR,


yaitu sebagai berikut1:
- Siap; menerima ARV dan mengetahui dengan benar efek ARV terhadap
infeksi HIV
- Adherence; kepatuhan minum obat
- Disiplin; minum obat dan kontrol ke dokter
- Aktif; bertanya dan diskusi dengan dokter mengenai terapi
- Rutin; memeriksakan diri sesuai anjuran dokter
ii. Melakukan edukasi kepada pasien tentang rencana kehamilan
berikutnya dan program KB/ penggunaan kontrasepsi sehingga
dapat melakukan pencegahan kehamilan tidak direncanakan pada
perempuan terinfeksi
• Pada perempuan dengan HIV, perencanaan kehamilan harus dilakukan
dengan lebih hati-hati dan matang akibat terdapatnya resiko transmisi
vertikal dari ibu ke janin.
• Perencanaan kehamilan yang baik harus mempertimbangkan faktor-
faktor berikut, antara lain:
- Sosial ekonomi
- Pendidikan
- Kesehatan
- Kasih sayang
• Pasien mengaku masih ingin untuk memiliki anak satu lagi dengan
alasan usianya yang masih muda. Hal ini perlu pertimbangan lebih
dalam dengan melihat faktor sosial ekonomi pasien dan faktor kesehatan
pasien dengan riwayat HIV yang sangat penting untuk diprioritaskan.
• Salah satu metode perencanaan kehamilan adalah dengan menggunakan
kontrasepsi. Dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan pasien,
pilihan kontrasepsi yang dapat dipakai oleh pasien cukup beragam.
Dengan catatan, penggunaan kontrasepsi kondom tetap wajib digunakan
walaupun bersamaan dengan menggunakan metode kontrasepsi lainnya.
Hal ini bertujuan untuk selain sebagai bentuk program perencanaan
kehamilan, tetapi juga mencegah penularan virus HIV kepada suami
pasien yang hingga saat ini masih negatif dari virus HIV.

Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih


pilihan alat kontrasepsi untuk pasien:
- Pasien memiliki riwayat HIV
- Pasien tidak disiplin dalam mengonsumsi obat harian dikarenakan
alasan biaya

Terdapat beberapa pilihan metode kontrasepsi yang dapat digunakan


dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan pasien, antara lain:
- AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Copper
Pilihan AKDR menjadi pilihan yang paling tepat bagi pasien mengingat
penggunaan AKDR tidak membutuhkan kedisiplinan pasien untuk
meminum obat. Selain itu AKDR juga baik dan efektif bagi pasien
karena dapat bertahan hingga 10 tahun. Dengan catatan, penggunaan
AKDR dibarengi dengan kedisiplinan untuk menjaga kebersihan diri
terutama organ reproduksi, mengonsumsi obat ARV, menggunakan
kondom, dan berhubungan seksual dengan satu pasangan saja karena
penggunaan AKDR akan meningkatkan faktor resiko infeksi saluran
reproduksi.
- Suntik Progestin Jangka Panjang/ DMPA
DMPA dapat digunakan bagi perempuan dengan HIV yang sedang
dalam terapi obat ARV, karena metabolisme DMPA tidak dipengaruhi
oleh obat ARV sehingga tidak menurunkan efektivitas kontrasepsi.1
Keuntungan bagi pasien adalah penggunaan KB suntik tidak
memberatkan pasien akibat menambah jenis obat rutin yang diminum
setiap hari karena KB suntik dilakukan setiap 3 bulan sekali. Namun,
pertimbangan lainnya adalah, pasien diwajibkan untuk kembali ke
rumah sakit secara rutin untuk mendapatkan injeksi. Padahal, pasien
mengaku salah satu alasan menghentikan pengobatan ARV-nya adalah
akibat keterbatasan biaya.
- Pil KB Kombinasi/ COC
Karena pasien tidak menyusui, penggunaan metode kontrasepsi pil KB
kombinasi langsung dapat dilakukan pasca persalinan. Namun hal ini
dapat menjadi keuntungan atau kerugian bagi pasien. Pasien memiliki
riwayat tidak disiplin dalam mengonsumsi obat rutin ARV. Walaupun
jenis obat yang diminum bertambah, jika pasien berkeinginan untuk
berubah, pasien bisa menjadikan konsumsi obat rutin ARV dan KB
diminum secara bersamaan setiap hari sehingga mengurangi
kemungkinan lupa dan malas dalam minum obat rutin.
- Steril/ Tubektomi dan Vasektomi
Pilihan untuk melakukan sterilisasi adalah pilihan terbaik pada
perempuan dengan HIV karena dapat benar-benar menurunkan resiko
penularan virus dari ibu ke anak. Pilihan ini dapat dilakukan oleh pasien
jika sudah benar-benar matang mempertimbangkan bahwa sudah
memiliki jumlah anak yang cukup dan tidak berencana untuk memiliki
anak lagi.

Bila pasien dan pasangan ingin merencanakan kehamilan, maka1:


- Pasien wajib melakukan konsultasi untuk program hamil dengan dokter
spesialis kebidanan dan kandungan
- Pastikan status HIV pasien dan pasangan diketahui positif atau negatif
- Melakukan pemeriksaan viral load:
Apabila VL tidak terdeteksi atau < 1000 copy/mL maka senggama tanpa
kondom dapat dilakukan pada masa subur
Apabila VL masih terdeteksi maka disarankan untuk tetap terus
menggunakan kondom selama senggama dan minum ARV secara
teratur dan disiplin sampai viral load tidak terdeteksi
iii. Melakukan edukasi tentang pelayanan kesehatan pada masa nifas
bagi ibu terinfeksi HIV1
Perawatan masa nifas ibu terinfeksi pada dasarnya sama dengan
perawatan masa nifas ibu normal/ tidak terinfeksi, yakni dilakukan
sedikitnya tiga kali, yaitu:
- 1 (satu) kali pada periode 6 jam sampai dengan 3 hari pasca persalinan
- 1 (satu) kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari pasca persalinan
- 1 (satu) kali pada periode 29 hari sampai dengan 42 hari pasca
persalinan

Kegiatan pelayanan kesehatan ibu, meliputi:


- Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu
- Pemeriksaan tinggi fundus uteri
- Pemeriksaan lochia dan perdarahan
- Pemeriksaan jalan lahir
- Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI atau PASI
- Pemberian kapsul vitamin A
- Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan
- Konseling
- Penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada masa nifas

iv. Melakukan edukasi mengenai rencana pemberian nutrisi bagi bayi


setelah bayi lahir dengan mempertimbangkan syarat AFASS
(Affordable/ terjangkau, Feassible/ mampu laksana, Acceptable/
dapat diterima, Sustainable/ berkesinambungan, dan Safe/ aman)1
Pemenuhan syarat AFASS ditandai dengan adanya:
- Rumah tangga dan masyarakat memiliki akses terhadap jaringan air
bersih serta sanitasi yang baik
- Ibu atau keluarganya sepenuhnya mampu menyediakan susu formula
dalam jumlah cukup untuk mendukung tumbuh kembang anak
- Ibu dan keluarganya mampu mempersiapkan susu formula dalam
keadaan bersih dengan frekuensi yang cukup sehingga bayi aman dan
terhindar dari diare dan malnutrisi
- Ibu dan keluarganya dapat memenuhi kebutuhan susu formula secara
terus menerus sampai bayi berusia 6 bulan
- Keluarga mampu memberikan dukungan dalam pemberian susu
formula yang baik
- Ibu atau keluarganya dapat mengakses pelayanan kesehatan yang
komprehensif bagi bayinya

Jika bayi, telah diketahui HIV positif, maka:


- Ibu dianjurkan untuk tetap memberikan ASI ekslusif sampai bayi
berusia enam bulan.
- Mulai usia enam bulan, bayi diberikan makanan pendamping ASI dan
ASI tetap dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun
- Ibu dan bayi harus mengonsumsi obat ARV
- Tidak boleh melakukan mixed feeding (selang seling) ASI eksklusif dan
PASI eksklusif
BAB II
DISKUSI KASUS

Pasien G2P1A0 dengan usia kehamilan 37 minggu, datang dengan tujuan untuk
melakukan kontrol ANC setelah dirujuk dari RS Mitra Keluarga akibat memiliki
riwayat penyakit HIV yang putus pengobatan ARV selama 1 tahun. Hal ini menjadikan
kehamilan pada pasien dikategorikan sebagai kehamilan resiko tinggi.
Pencegahan penularan infeksi virus HIV dari ibu ke anak (PPIA), didefinisikan
sebagai intervensi pencegahan infeksi virus HIV dari ibu kepada bayi yang meliputi
penanganan komprehensif dan berkelanjutan pada perempuan dengan HIV sejak
sebelum kehamilan hingga setelah kehamilan serta termasuk pelayanan bayi lahir dari
ibu HIV. Pada pasien ini, pilar pendekatan pasien komprehensif untuk mencegah
transmisi vertikal HIV atau yang dikenal dengan Prong, yang dapat dilakukan adalah;
Prong 1, yaitu pencegahan penularan HIV pada wanita, Prong 2, yaitu perencanaan
kehamilan, Prong 3, yaitu pencegahan transmisi vertikal HIV dari ibu ke bayi dan
Prong 4, yaitu penyediaan terapi, perawatan, dan dukungan yang baik bagi ibu dengan
HIV serta anak dan keluarganya.1
Resiko penularan HIV dari ibu ke anak tanpa upaya pencegahan atau intervensi
berkisar antara 20 – 50%. Sedangkan dengan upaya pencegahan penularan HIV yang
baik, resiko penularan dapat diturunkan hingga < 2%. Rantai penularan ini dapat terus
terjadi jika kita tidak segera melakukan kontrol dan pencegahan terhadap faktor resiko
penularan selama kehamilan, persalinan, dan setelah bayi lahir. Penularan virus HIV
dari ibu hamil ke janinnya dapat terjadi melalui plasenta selama kehamilan (5-10%),
jalan lahir selama persalinan (8-9% pada persalinan pervaginam dan 2-4% pada
persalinan sectio caesarea), dan pemberian ASI pada masa menyusui (15-20%).2
Faktor resiko penularan dari ibu ke anak dapat dipengaruhi oleh tiga komponen,
yaitu1; faktor ibu, faktor bayi, dan faktor obstetri.
Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obstetri
• Nilai viral load virus • Prematuritas • Jenis persalinan
HIV di dalam darah • BBBLR • Lama persalinan
• Nilai CD4+ di dalam • Lama menyusu, bila • Ketuban pecah dini
darah tanpa pengobatan > 4 jam sebelum
• Status gizi selama • Luka pada mulut persalinan
kehamilan bayi, jika bayi meningkatkan
• Penyakit infeksi menyusu resiko 2x lipat
selama kehamilan • Tindakan
• Masalah payudara, episiotomi, ekstraksi
jika menyusui vakum, dan forsep
Selama kehamilan, plasenta dapat melindungi janin dari infeksi HIV. Namun, bila
terjadi peradangan, infeksi, atau kerusakan barrier plasenta, virus HIV dapat menembus
plasenta sehingga terjadi penularan dari ibu ke anak.
Pada pasien ini, terdapat faktor resiko penularan ibu ke bayi yang tinggi dari
faktor ibu akibat penyakit HIV-nya yang tidak terkontrol yang ditunjukkan dengan ibu
tidak tahu jumlah dan tidak rutin memeriksakan nilai viral load & CD4+ nya, serta
pengobatan ARV yang sudah berhenti selama 1 tahun. Dua pertiga transmisi vertikal
infeksi virus HIV pada bayi terjadi pada masa akhir kehamilan hingga persalinan.1 Oleh
karena itu, pasien diminta untuk secepat mungkin melakukan konsultasi kepada TS
dari departemen penyakit dalam agar pasien dapat menerima dan melanjutkan
pengobatan ARV segera sebelum dilakukan persalinan dengan metode bedah sesar
elektif. Prosedur bedah sesar elektif menurunkan resiko transmisi virus HIV sebesar
50% bila dibandingkan dengan metode persalinan lainnya. Bedah sesar elektif
dilakukan pada ODHA hamil dengan jumlah viral load > 1000 copy/mL pada usia
gestasi 38 minggu atau bila jumlah viral load tidak diketuahui pada trimester ketiga
kehamilan. Hal ini bertujuan untuk dapat melakukan intervensi pencegahan transmisi
dengan persiapan sebaik dan semaksimal mungkin dengan harapan transmisi ibu ke
anak dapat benar-benar dihindari.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Pedoman Program


Pencegahan Penularan HIV, Sifilis, dan Hepatitis B dari Ibu ke Anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
2. POGI Cabang Surabaya. "HIV on Pregnancy – Dr. M. Alamsyah Aziz, dr.,
SpOG(K), MKes, KIC" Youtube. YouTube, 22 April 2020. Web. 22 April
2021. < https://youtu.be/4vwGROev7EQ>.

Anda mungkin juga menyukai