Anda di halaman 1dari 41

EFEKTIFITAS PENGARUH LATIHAN BRANDT DAROFF

TERHADAP KEJADIAN VERTIGO PADA LANSIA


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAMONJI

PROPOSAL

ELIS DIYANTI
201601062

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2020

1
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua adalah proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Penuaan akan terjadi hampir pada semua sistem tubuh, namun tidak semua
system tubuh mengalami kemunduran fungsi pada waktu yang sama, lanjut
usia ada empat kriteria yaitu lanjut usia (pertengahan) yang usianya 45
sampai 59, lanjut usia (elderly) yang usianya diantara 60 sampai 74 tahun,
lanjut usia tua (old) yang usianya 75 sampai 90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) yang usianya diatas 90 tahun. 1 Indonesia merupakan peringkat ke
lima negara dengan jumlah Lanjut usia (Lansia) terbanyak di dunia sebanyak
9,03% atau 25 juta jiwa, peringkat ke satu negara Jepang dengan jumlah
lansia 32,2% atau 300 juta, peringkat ke dua yaitu negara China dengan
jumlah 23% atau 200 juta jiwa, peringkat ke tiga negara Amerika Serikat
dengan jumlah 23% 100 juta jiwa, dan peringkat ke empat negara India
dengan jumlah 21% atau 70 juta jiwa.2 Di Provinsi Sulawesi Tengah, total
seluruh lansia usia lebih 60 tahun, dari 13 Kabupaten/ Kota tahun 2018
sebanyak 238.707 jiwa, sedikit meningkat di banding tahun 2017 yaitu
228.359 jiwa, Sedangkan diprovinsi Nusa Tenggra Timur pada tahun 2018
dengan jumlah lansia tertinggi sebanyak 408.348 jiwa.3
Salah satu permasalahan penyakit yang paling banyak terjadi pada lansia
adalah Vertigo. Vertigo merupakan keluhan yang paling sering dialami oleh
lansia yang merupakan adanya sensasi gerakan dari tubuh seperti rotasi
(berputar) tanpa adanya sensasi berputar yang sebenarnya, dapat sekeliling
yang dirasakan berputar ataupun badan yang dirasakan berputar. Keluhan
yang paling dinyatakan yaitu : pusing, sempoyongan, rasa seperti melayang
atau dunia terasa seperti terbalik. 4
Dari data yang di dapatkan di Negara Amerika Serikat, sekitar 8 juta
orang dengan prevelensi 50% dari usia 40 tahun sampai orang tua yang
3

berumur 75 tahun merasakan pusing secara permanen maupun sementara


yang disebabkan oleh vertigo .5 Dan menurut studi di Jerman, satu dari lima
orang tua menderita pusing atau vertigo selama setahun, diperkirakan
sebanyak 45% terjadi karena gangguan vestibular dan disebabkan oleh
berbagai macam gangguan kesehatan lain .6
Di Indonesia prevelensi angka kejadian vertigo pada tahun 2013 paling
sering dikeluhkan oleh usia >55 tahun sekitar 50%, Prevelensi tertinggi
ditemukan di Sulawesi selatan sebesar 12,8% dan prevelensi terendah
ditemukan di Bangka Belitung sebesar 0,8%, Insiden kejadian vertigo terus
meningkat seiring dengan meningkatnya umur, pasien yang paling sering
mendapat rujukan adalah diatas umur 65 tahun .7 Dari data kasus di RSUP
Dr Kariadi Semarang, vertigo berada pada urutan kelima dari penyakit
yang dirawat di bangsal saraf.8
Terapi yang telah dilakukan untuk mengatasi vertigo meliputi terapi
farmakologi dan nonfarmakologi. Terapi farmakologi untuk penderita vertigo
dengan mengkonsusmsi obat seperti Antihistamin untuk hal memberi efek
seperti peningkatan kontraksi otot polos dan permeabilitas pembuluh darah
dan Cinnarizine untuk menekan fungsi vestibular dan dapat mengurangi
respons terhadap akselerasi angular dan linier untuk dapat meringankan
vertigo, namun obat yang dikonsumsi tentu saja memiliki banyak efek
samping seperti mulut dan tenggorokan kering, sembelit, sakit kepala, pusing,
mual, dan parasomnia.9 Padahal ada terapi nonfarmakologi yang bisa
diberikan tetapi masih jarang dilakukan seperti terapi rehabilitasi vestibular
yaitu epley maneuver, semounth maneuver dan brandt daroff exercise, tetapi
terapi epley maneuver dan semounth maneuver hanya bisa dilakukan di
Rumah sakit dengan didampingi oleh ahli fisioterapi. Sedangkan metode
latihan Brandt daroff ini sangat mudah dan dapat dilakukan secara mandiri di
rumah oleh penderita vertigo.10
Dalam penelitian ini, peneliti lebih memilih menggunakan metode
Brandt daroff karena metode ini sangat mudah dan dapat dilakukan secara
mandiri di rumah oleh penderita vertigo. Brandt daroff merupakan sebuah
4

latihan penyesuaian yang tujuannya untuk melatih adaptasi lansia terhadap


meningkatnya respon gravitasi yang dapat menimbulkan pusing saat terjadi
perubahan posisi kepala. Latihan Brandt daroff dilakukan sesuai dosis yang
benar akan mengurangi bahkan menghilangkan gejala vertigo dalam jangka
panjang. Latihan brandt daroff memiliki manfaat untuk melancarkan aliran
darah ke otak yang mana dapat memperbaiki tiga sistem sensori yaitu sistem
penglihatan (visual), sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan
sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi.11
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Sumarliyah pada tahun
2011 di Jawa timur yang penelitiannya menekankan terapi kepada responden
wanita 64% dan laki-laki 36%, mendapatkan hasil bahwa senam vertigo
dengan menggunakan metode Brandt Daroff dapat memaksimalkan kinerja
tiga system, yaitu : memperbaiki tiga sistem sensori yaitu sistem penglihatan
(visual), sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan sistem sensori
umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi.12
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan dengan
pengambilan data awal di Puskesmas Kamonji Palu didapatkan masalah yaitu
banyak lansia mengalami vertigo dengan jumlah kasus 111 Orang dengan
jenis kelamin Laki-laki dan perempuan. Keluhan yang paling sering dirasakan
pusing berputar (rotasi). Dampak dari masalah vertigo tersebut mempunyai
pengaruh besar pada aktivitas keseharian lansia. Terapi penanganan yang
telah diberikan untuk mengatasi vertigo hanya menggunakan terapi
farmakologi (obat-obatan) dan belum ada penanganan nonfarmakologi yang
diberikan. Sehingga dari permasalah tersebut peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh pemberian terapi latihan brandt daroff
sebagai terapi fisik untuk dapat mengatasi gejala vertigo yang dialami oleh
lanjut usia karna terapi ini dapat dilakukan secara mandiri dirumah.
Dari penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Efektifitas pengaruh latihan Brandt Daroff terhadap kejadian vertigo
pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kamonji.
5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka pertanyaan dalam penelitian ini yaitu :
”Bagaimanakah efektifitas pengaruh latihan Brandt Daroff terhadap kejadian
vertigo pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kamonji. ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis Efektifitas pengaruh latihan Brandt Daroff
terhadap kejadian vertigo pada lansia di wilayah kerja Puskesmas
Kamonji.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kejadian vertigo pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Kamonji sebelum diberikan Latihan Brandt Daroff
b. Untuk Mengetahui kejadian vertigo pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Kamonji sesudah diberikan Latihan Brandt Daroff
c. Untuk menganalisa Efektifitas pengaruh pemberian latihan Brandt
Daroff dengan kejadian vertigo pada lansia di wilayah kerja
Puskesmas Kamonji.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Pendidikan STIKes Widya Nusantara Palu
Manfaat pendidikan keperawatan khususnya Ilmu Keperawatan
STIKes Widya Nusantara diharapkan penelitian ini dapat memperkaya
bahan pengetahuan dan sumbangan pemikiran tentang cara
mengembangkan kemampuan dalam metode eksperimen di bidang ilmu
keperawatan khususnya yang berhubungan dengan informasi tentang
6

Efektifitas pengaruh latihan Brandt Daroff dengan kejadian vertigo pada


lansia di wilayah kerja Puskesmas Kamonji.

2. Tempat Penelitian
Penelitian tentang Efektifitas pengaruh latihan Brandt Daroff dengan
kejadian vertigo pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Kamonji di
harapkan dapat memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan,
khusunya dalam bidang kesehatan bahwa Brandt Daroff Exercise sebagai
salah satu alternatif dan metode nonfarmakologi yang dapat mengurangi
keluhan pusing pada penderita vertigo.

3. Peneliti selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan agar penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan dan dijadikan tolak ukur tentang Efektifitas
pengaruh latihan Brandt Daroff dengan kejadian vertigo pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Kamonji atau referensi terbaru yang dapat
diberikan untuk mengembangkan penelitian berikutnya dalam bidang ini.
Dan saran untuk peneliti selanjutnya bisa menggunakan terapi
nonfarmakologi yang bisa diberikan seperti terapi rehabilitasi vestibular
lainnya.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Lanjut Usia


1. Definisi Lanjut Usia

Secara umum lanjut usia dapat didefinisikan apabila seseorang


usianya telah lebih dari 40 tahun sampai 60 tahun ke atas,baik pria
maupun wanita.13
Lanjut usia merupakan seseorang yang berusia lanjut usia dimulai
dari usia 55 tahun keatas dengan pengelompokan sebagai berikut :masa
persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa , usia lanjut
dini yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini, danlansia
berisiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif (usia >65
tahun).14
Lansia adalah kelompok umur pada manusia yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupannya yang telah memasuki usia 60 tahun
keatas.15

2. Batasan Umur Lanjut Usia


Batasan-batasan umur yang mencakup batasan umur lansia,yaitu:
1) Pengelompokan Batasan-batasan usia lansia:
a) Usia pertengahan : 45-59 tahun
b) Lanjut usia : 60 – 74 tahun
c) Lanjut usia tua : 75- 90 tahun
d) Usia sangat tua : diatas 90 tahun 16

3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik,intlektual, dan keagamaan.
1) Perubahan fisik

8
a) Sel, saat seseorang memasuki lanjut usia keadaan sel
dalam tubuh pasti akan berubah, seperti ukuran lebuh besar
dan jumlahnya yang menurun, sehingga mekanisme
perbaikan sel akan terganggu dan proposi protein di otak,
otot, ginjal, darah dan hati berkurang.
b) Sistem persyarafan, keadaan system persyarafan pada
lansia akan mengalami perubahan, seperti mengecilnya
syaraf panca indra. Pada indra pendengaran akan terjadi
gangguan pendengaran salah satunya adalah hilangnya
kemampuan pendengaran pada telinga. Pada indra
penglihatan akan terjadi gangguan seperti kekeruhan pada
kornea, hilangnya daya akomodasi penglihatan dan
menurunnya lapang pandang. Pada indra peraba akan
terjadi seperti menurunnya respon terhadap nyeri dan
berkurangnya kelenjar keringat. Pada indra pembau akan
terjadinya gangguan seperti menurunnya kekuatan otot
pernafasan, yang menyebabkan kemampuan membau atau
mencium juga berkurang.
c) Sistem gastrointestinal, gangguan yang akan terjadi pada
seperti menurunya selara makan , seringnya terjadi
gangguan konstipasi, menurunya produksi air liur (Saliva)
dan menurunnya gerak peristaltic usus.
d) Sistem genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami
gangguan pengecilan sehingga terjadi aliran darah ke ginjal
menurun.
e) Sistem musculoskeletal, pada lansia tulang akan kehilangan
cairan dan mengalami kerapuh, keadaan postur tubuh akan
lebih pendek, persendian menjadi kaku dan tendon
mengkerut.
f) Sistem Kardiovaskuler, gangguan kardiovaskuler pada
lansia yaitu: penurunan pompa jantung akan mengakibatkan
penurunan pompa darah, ukuran jantung secara keseluruhan
menurun dengan tidaknya penyakit klinis, denyut jantung
mengalami penurunan , akibat adanya akumulasi lipit
menyebabkan katup jantung pada lansia akan lebih tebal
dan kaku. Hilangnya distensibility pada arteri menyebabkan
Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia dan Tekanan
darah diastolic biasanya akan tetap sama atau sedikit
meningkat.17

2) Perubahan intelektual
Akibat proses penuaan juga akan terjadi penurunan pada
kemampuan otak seperti perubahan intelegenita Quantion ( IQ)
yaitu fungsi pada otak kanan mengalami penurunan sehingga
mengakibatkan lansia akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi nonverbal, mengatasi suatu masalah, berkonsentrasi
dan kesulitan untuk dapat mengenali wajah seseorang. Perubahan
yang lain adalah perubahan pada ingatan , penurunan kemampuan
otak menyebabkan seorang lansia menjadi kesulitan untuk
menerima rangsangan yang diberikan kepadanya sehingga
kemampuan untuk dapat mengingat pada lansia juga menjadi
menurun. 18

3) Perubahan keagamaan
Pada umumnya pada lanjut usia akan semakin teratur dan
semakin dekat dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut
bersangkutan dengan keadaan lansia yang merasakan akan
meninggalkan kehidupan dunia.19

4. Sistem Keseimbangan Lansia


Lanjut usia sebagai populasi yang sangan berisiko memiliki
gangguan keseimbangan yang disebabkan oleh gangguan pada fungsi
muskuloskeletal terutama terdapat pada daerah lutut ekstremitas bawah.
Keseimbangan tubuh merupakan aktivitas menyeluruh antara sistem saraf
dan muskuluskeletal.20

5. Perubahan Keseimbangan Tubuh Dalam Proses Menua


Proses menua adalah perubahan yang berkaitan dengan berjalanya
waktu dan bersifat universal, intrinsik dan progresif. Perubahan tersebut
mengakibatkan terjadinya penurunan kemampuan sel dan jaringan
beradaptasi dengan lingkungan dan bertahan hidup. Perubahan pada fungsi
fisiologis yaitu terjadi perubahan pada sensori, neurologis dan sistem saraf
pusat, motorik dan muskuluskeletal.21
Sistem vestibular memberikan informasi ke sistem saraf pusat
terhadap posisi dan gerakan kepala serta pandangan mata), proses
degenerative yang terjadi di dalam otolit vestibular sehingga menyebabkan
vertigo yang berdampak pada pengaturan keseimbangan tubuh terutama
pada saat lansia berjalan.22 Sistem preprioseptif berkaitan dengan orientasi
dan posisi segmen tubuh. Sistem preprioseptif memberikan informasi ke
saraf pusat terhadap posisi tubuh melalui sendi, tendon, otot, ligamen dan
kulit karena berkaitan dengan gangguan keseimbangan.23

B. Tinjauan Umum Vertigo


1. Definisi Vertigo
Vertigo adalah suatu gejala berupa rasa atau sensasi berputar seolah-
olah sedang bergerak, yang dapat menyebabkan kehilangan keseimbangan
yang biasanya disertai dengan mual dan muntah pada penderita sehingga
memperngaruhi aktivitas sehari-hari dan menyebabkan terhambatnya tugas
fungsional pada penderita.24
Vertigo merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dalam
praktik, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar,rasa oleng,tak
stabil (giddiness, unsteadiness ), atau rasa pusinh (dizziness). Deskripsi
keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri
kepala atau sefalgia, terutama karena dikalangan awam kedua istilah
tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.25
Vertigo berasal dari bahasa latin, yaitu “vertere” yang dapat berarti
berputar, dan igo yang artinya kondisi, sehingga vertigo adalah kondisi
dimana seseorang mengalami sensasi berputar. Vertigo merupakan tipe
dari “dizziness” yang dapat didefinisikan sebagai ilusi dari gerakan, dan
yang paling sering terjadi adalah sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya. Kasus vertigo yang paling sering ditemukan
adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) termasuk gangguan keseimbangan dengan
gejala pusing, rasa seperti melayang, pening, dan sempoyongan. 26
8

2. Klasifikasi Vertigo
Vertigo terbagi menjadi 2 yaitu vertigo vestibular dan vertigo
nonvestibular. Vertigo vestibular memiliki kriteria sebagai berikut:
perasaan dirinya berputar atau objek yang berputar, pusing permanen
dengan mual dan gangguan keseimbangan lainnya. Sedangkan Vertigo non
vestibular mencakup vertigo karena gangguan pada visual dan
sistem proprioseptif. 27
Klasifikasi Vertigo vestibular dapat dibagi menjadi dua bagian
berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu:
1) Vertigo sentral
Vertigo sentral terjadi karena adanya kelainan dibatang otak yaitu
daerah percabangan otak dan serebelum. Gejala yang sering menyertai
vertigo sentral adalah berupa penglihatan ganda, kesulitan mendalam
elan, kelemahan otot-otot wajah, sakit kepala yang sangat berat,
gangguan kesadaran, tidak mampu berbicara, hilangnya kordinasi,
serta mual dan muntah.
2) Vertigo perifer
Vertigo yang terjadi karena adanya gangguan pada saluran yang
disebut kanalis semisirkularis , yaitu di telinga bagian dalam yang
fungsinya untuk mengatur keseimbangan tubuh. Gejala yang serring
dirasakan yaitu pusing, pandangan menjadi gelap, berkeringat, mual
dan muntah, kelemahan dalam berkonsentrasi, dan jantung berdebar-
debar.

3. Anatomi Dan Fisiologi


Telinga merupakan salah satu pancaindra yang memiliki fungsi
sebagai alat pendengaran dan keseimbangan yang letaknya berada di
samping kepala. Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian: telinga
luar, telinga tengah, dan telinga dalam.28
9

a. Telinga luar (auris externa) terdiri atas : daun telinga (auricula/pinna),


liang telinga (meatus acusticus externus) sampai gendang telinga
(membrana tympanica) bagian luar. Telinga luar terletak pada pars
tympanica ossis temporalis dan pada bagian belakang berbatasan
dengan processus mastoideus. Telinga luar memiliki fungsi sebagai
penyalur suara dan sebagai proteksi telinga tengah. Fungsi telinga
luar sebagai penyalur suara tergantung dari intensitas, frekuensi, arah,
dan ada atau tidaknya hambatan dalam penyaluran suara ke gendang
telinga. Sedangkan fungsinya sebagai proteksi telinga tengah yaitu
utuk dapat menahan atau mencegah benda asing dapat masuk ke
dalam telinga dengan memproduksi serumen , menstabilkan
lingkungan dari dalam yang masuk ke telinga tengah, dan untuk
menjaga telinga tengah dari efek angin dan trauma fisik.29
b. Telinga tengah yang disebut auris media berada di sebelah dalam
gendang telinga sekitar 3-6 mm. Atap rongga telinga tengah adalah
tegmen tympani dari pars petrosa ossis temporalis yang berbatasan
dengan cavitas cranii. Dinding lateral telinga tengah berbatasan
dengan gendang telinga beserta tulang di sebelah atas dan bawahnya.
Dinding depannya berbatasan dengan canalis caroticus yang di
dalamnya terdapat arteri karotis interna. Dinding medial telinga
tengah ini berbatasan dengan tulang pembatas telinga dalam yang
terlihat menonjol karena terdapat prominentia canalis facialis di
bagian posterior atas. Telinga tengah ini juga secara langsung
berhubungan dengan nasofaring yaitu melalui tuba eustachius.30

c. Organ vestibular telinga bagian dalam terdiri atas tiga bagian yaitu:
Urikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis. Kanalis semisirkularis
berfungsi sebagai pendeteksi gerakan rotasi. Setiap kanal
semisirkularis ini terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasar terdapat
gelombang yang disebut dengan ampula, ampula ini mengandung
kupula, kupula adalah suatu masa gelatin yang memiliki massa jenis
10

yang sama dengan endolimfe serta melekat pada sel rambut telinga.
Selain itu kupula juga memiliki peran sebagai sensor gerak untuk
kanal semisirkularis dan akan aktif oleh defleksi yang disebabkan oleh
aliran endolimfe. Kemudian utrikulus dan sekulus juga mempunyai
peran sebagai pendeteksi gravitasi. Organ reseptor dari keduannya
adalah macula. Macula utrikulus terletak dididasar utrikulus kira-kira
dibagian kanalis semisirkularis horizontal. Sedangkan macula sakulus
terletak didinding medial sakulus. Pada setiap makula terdapat sel
rambut yang mengandung endapan kalsium disebut otokonia.31
Fungsi keseimbangan diatur oleh beberapa organ-organ penting di
tubuh yang input sensoriknya akan diolah oleh susunan saraf pusat
(SSP). Fungsi ini diperantarai beberapa reseptor, yaitu: 32
a) Reseptor vestibular
b) Reseptor visual
c) Reseptor somatik
Reseptor vestibular sebagai pengatur keseimbangan diatur oleh
organ aparatus vestibularis (labirin) yang berada di telinga dalam.
Labirin ini dilindung oleh tulang yang paling keras. Labirin terbagi
atas 2 bagian, yaitu labirin tulang dan labirin membran. Di antara
labirin tulang dan labirin membran ini terdapat suatu cairan yang
disebut perilimfa sedangkan di dalam labirin membran terdapat cairan
yang disebut endolimfa. Labirin berfungsi untuk menjaga
keseimbangan, mendeteksi perubahan pada posisi, dan gerakan kepala
Labirin terdiri dari :
a) Labirin kinetik: Tiga kanalis semisirkularis
b) Labirin statis: Organ otolit (sakulus dan utrikulus) yang
terdapat sel-sel reseptor keseimbangan pada tiap
pelebarannya.33

4. Patofisioligi
11

Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis, posisi ketig


bagian terebut pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain. Pada
bagian awal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar
yaitu ampula. Kupula terdapat dibagian dalam ampula, kupula merupakan
alat untuk mendeteksi gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis akibat
adanya gerakan kepala. Apabila seseorang menggerakan kepalanya ke arah
kanan, maka cairan dibagian dalam kanalis semisirkularis kanan akan
tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke arah ampula.
Defleksi ini diartikan sebagai sinyal yang akan diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya debris atau
partakel - partikel dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau
bahkan menimbulkan defleksi kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan
kepala yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan sinyal yang tidak sesuai
dengan arah gerakan kepala, sehingga menimbulkan sensasi berupa
vertigo.
Vertigo akan timbul jika terdapat gangguan pada alat-alat vestibular
atau pada serabut-serabut yang menghubungkan ke alat/nuklei vestibular
dengan pusat-pusat di cerebellum dan korteks cerebri. Vertigo ini akan
timbul bila terdapat kekeliruan dalam informasi yang oleh susunan-
susunan aferen disampaikan kepada kesadaran kita. Sususnan aferen yang
terpenting dalam hal ini adalah susunan vestibular atau keseimbangan
yang secara terus menerus menyampaikan impuls-impuls ke serebellum.
Namun demikian susunan-susunan lain, seperti misalnya susunan optik
dan susunan proprioseptif dalam hal ini pula memegang peranan yang
sangat penting. Susunan yang mrnghubungkan nuklei vestibularis dengan
nuklei N.III, IV, dan VI, sususnan vestibulo-retikularis susunan
vestibulospinalis.34

C. Tinjauan Umum tentang Brandt Daroff


1. Definisi Brandt Daroff
12

Brandt daroff merupakan latihan fisik yang tujuannya untuk


melakukan penyesuaian terhadap sistem vestibuler sentral. Selain itu,
sebagian ahli berpendapat bahwa gerakan pada latihan brandt daroff
memiliki manfaat untuk melepaskan otokonia dari kupula.35
Brandt daroff exercise dapat memberikan efek meningkatkan aliran
darah ke otak sehingga dapat memperbaiki fungsi dari alat keseimbangan
tubuh dan memaksimalkan kerja dari sistem sensori, brandt daroff
dilakukan untuk mengadaptasikan atau menyesuaikan diri terhadap
gangguan keseimbangan.36
Metode brandt daroff dapat memaksimalkan kinerja tiga sistem yang
berfungsi sebagai alat keseimbangan, tiga sistem sensori yaitu sistem
penglihatan (visual), sistem keseimbangan telinga dalam (vestibular) dan
sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak, tekanan dan posisi dan
memiliki kelebihan yaitu mengurangi respon yang berupa perasaan tidak
nyaman dan sensasi berputar pada otak, dan juga membantu mereposisi
kristal yang berada pada kanalis semisirkularis.37

2. Manfaat Brandt Daroff


Latihan brandt daroff memiliki berapa manfaat38, yaitu:
a) Untuk membantu pasien mengurangi gejala – gejala vertigo yang
dirasakan seperti mual dan muntah, latihan ini juga akan
meningkatkan keseimbangan dan menurunkan risiko jatuh pada lansia.
b) Untuk penyesuaian atau habituasi, yaitu membangkitkan kerja otak
untuk merasakan sensasi berulang sehingga kemudian dapat
menyesuaikan sampai pusing reda
c) Untuk mengurangi respon yang berupa perasaan tidak nyaman dan
sensasi berputar pada otak.

3. Teknik Metode Brandt Daroff


Teknik pelaksanaan brandt daroff terbagi menjadi empat tahap39, yaitu:
13

a) Tahap pertama : pasien duduk dipinggir bed/tempat tidur dengan


kepala sedikit memutar kesisi kiri sekitar 45 derajat.
b) Tahap kedua : pasien berbaring dengan cepat ke sisi Kenan (kepala
bagian depan sedikit terangkat dan kepala bagian belakang berada
diatas bed/tempat tidur), tunggu sampai 20-30 detik sampai pusing
mereda.
c) Tahap ketiga : pasien diminta untuk duduk tegak selama 20-30
detik atau sampai pusing dirasakan berkurang.
d) Tahap keempat : kepala pasien sedikit menoleh ke sisi kanan
sekitar 45 derajat, berbaring dengan cepat pada sisi kiri (posisi
kepala bagian depan sedikit terangkat dan kepala bagian belakang
menempel pada bed/tempat tidur). Tunggu hingga 20-30 detik atau
sampai pusing berkurang.

Gambar 2.1 Tehnik Metode Brandt Daroff

4. Frekuensi Pemberian Brandt Daroff


Latihan Brandt Daroff harus dilakukan setiap hari berturut-turut
selama 5 hari atau sampai bebas dari gejala.40 Dengan waktu latihan yang
dianjurkan sebagai berikut :

Waktu Latihan Durasi

Pagi 5 kali pengulangan 10 menit


14

Siang 5 kali pengulangan 10 menit


Sore 5 kali pengulangan 10 menit

Table 2.1 Frekuensi Pemberian Brandt Daroff

5. Pengaruh Latihan Brandt Daroff Terhadap Kejadian Vertigo


Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat (SSP).
Salah satu bentuk terapi fisik non farmakologi yang dapat mengurangi atau
menghilangkan gejala vertigo adalah dengan menggunakan metode Brandt
Daroff, terapi fisik ini dilakukan untuk mengadaptasikan atau
membiasakan diri terhadap gangguan keseimbangan dengan system kerja
yaitu mengurangi respon stimuli yang berupa perasaan tidak nyaman dan
sensasi berputar pada otak, dan juga membantu mereposisi Kristal yang
berada pada kanalis semisirkularis yang dapat memaksimalkan kinerja tiga
sistem yang berfungsi sebagai alat keseimbangan. Sehingga meningkatkan
efek adaptasi dan habituasi system vestibular dan jika pengulangan
dilakukan lebih sering pada latihan Brandt Daroff dapat berpengaruh
dalam proses adaptasi pada tingkat integrasi sensorik yang bekerja dalam
penataan kembali ketidakseimbangan input antara sistem organ vestibular
dan persepsi sensorik lainnya. Tahapan gerakan pada latihan Brandt
Daroff mendispersikan gumpalan otolit menjadi partikel yang kecil
sehingga dapat menurunkan keluhan vertigo.41
15

D. Kerangka Konsep
Kerangka konsep yaitu justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang
dilakukan dan memberi landasan topik yang dipilih sesuai dengan
identifikasi masalahnya.42 Dalam penelitian ini peneliti mengambil
variabel bebas adalah Brandt Daroff sedangkan variabel terikat yaitu
Vertigo pada lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji. Gambaran yang
lebih jelas dan terarah alur penelitian ini digambarkan dalam rangka
konsep seperti berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Latihan Brandt Daroff Vertigo


Keterangan :

: Variable Independen

: Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

E. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat Efektifitas
pengaruh latihan Brandt Daroff terhadap kejadian vertigo pada lansia di
wilayah kerja Puskesmas Kamonji.”.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu menggunakan desain analitik Pre
Esperimental one group pre and post test. Observasi dilakukan dua kali yaitu
sebelum diberikan perlakuan (01) disebut pretest, dan sesudah eksperimen
(02) disebut dengan posttest.

Pretest Perlakuan Posttest

01 X 02

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :
01 : pretest sebelum dilakukan latihan brandt daroff kepada kelompok
Perlakuan
X : Perlakuan yang diberikan latihan brandt daroff
2 posttest setelah dilakukan brandt daroff terhadap kelompok perlakuan

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni 2020

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek
atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan.43

18
19

Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang memiliki riwayat


vertigo diwilayah kerja puskesmas kamonji dengan jumlah populasi
sebanyak 111 orang lansia.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut.44 Besar sampel dihitung berdasarkan
rumus Sopiyudin Dahlan 45 , yaitu:
Zα = Nilai standar alpha 5%, ditetapkan 1,96
Zβ = Nilai standar beta 20%, ditetapkan 0,84
x 1−x 2 = Selisih yang dianggap bermakna, ditetapkan 1,84
s = Simpangan baku selisih perbedaan kadar asam urat sebelum dan
sesudah dibekam, berdasarkan kepustakaan = 2,76. 46

2
[ Zα+ Zβ ] s
n= ( x 1−x 2 ) 2
[ 1,96+0,84 ] 2,76
n= ( 1,84 )
n=( 5,6 )2
n=18,54=18 orang

Jadi, besar sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 18


sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu


menggunakan teknik non random sampling dengan cara consecutive
sampling yaitu memilih sampel yang memenuhi kriteria penelitian
sampai kurun waktu tertentu sehingga jumlah sampel terpenuhi.47
Sampel yang akan diteliti harus diperhatikan agar tidak
menyimpang. Maka sebelum pengambilan sampel perlu ditentukan
dengan kriteria inklusi (penerimaan) dan eksklusi (penolakan):
1) Kriteria Inklusi
a) Responden bersedia diberikan perlakuan
20

b) Responden lansia dimulai dari usia >40 tahun


c) Responden memiliki riwayat vertigo
d) Mampu berkomunikasi, tidak harus bisa membaca atau
menulis tetapi responden mampu memahami dan menjawab
pertanyaan peneliti. Karna akan diberi pertanyaan
menggunakan lembar visual vertigo analogue scale (VVAS)
untuk dapat mengetahui seberapa besar intensitas pusing
yang dirasakan penderita.

2) Kriteria Eksklusi
a) Responden yang tidak bersedia diteliti
b) Responden memiliki gangguan (gangguan
jantung,peningkatan intrakranial dan gangguan pernapasan)
c) Riwayat pernah operasi leher
d) Tuli

D. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat dan nilai dari objek
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.48 Dalam penelitian ini
menggunakan dua variabel yaitu :
1) Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahan dan timbulnya variabel dependen.49
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah
Latihan Brandt Daroff
2) Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena adanya variabel independen.50 Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel dependen adalah Vertigo.
21

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah karakteristik yang diamati dari sesuatu yang
didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati atau diukur itulah
yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan bagi peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran
secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat
diulangi oleh orang lain.51
1. Latihan Brandt Daroff
Definisi : Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang
bertujuan untuk melakukan adaptasi terhadap sistem
vestibuler sentral, dilakukan dengan 4 tahap gerakan
selama 5 hari pada waktu pagi,siang, dan sore.
Alat ukur : Lembar SOP Latihan fisik Brandt Daroff
Cara ukur : Pemberian latihan fisik Brandt daroff

2. Vertigo
Definisi : Merupakan rasa berputar yang mengacu pada
sensasi dimana penderitanya merasa bergerak dan
berputar
Alat ukur : Lembar Visual vertigo scale (VVAS)
Cara ukur : Pengisian Visual vertigo scale (VVAS)
Skala : Nominal
Hasil ukur : Selisih (rerata ± s.b)

F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
SOP Latihan Brandt daroff dan pengisian lembar Visual vertigo scale
(VVAS)52 untuk mengetahui skala vertigo yang dirasakan oleh responden
sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Kemudian penggunaan alat tulis
dan kamera dalam penelitian ini sebagai media dalam pencatatan hasil ukur
dan kamera sebagai pendokumentasian kegiatan penelitian ini.
22

G. Teknik Pengumpulan Data


1. Tehnik Pengumpulan Data53
a) Pra intervensi
Memberikan penjelasan tentang tujuan,manfaat dan
prosedur-prosedur dalam penelitian ini, kemudian responden
melakukan pengisian lembar Visual Vertigo Analogue Scale
(VVAS) untuk mengetahui skala vertigo.

b) Intervensi
Pemberian latihan brandt daroff dilakukan 3 kali pada
pagi,siang,dan sore kepada responden yang bersedia selama 5
hari lamanya.

c) Post Intervensi
Setelah 5 hari dilakukan latihan brandt daroff tersebut
maka akan dilakukan kembali pengisian Visual Vertigo
Analogue Scale (VVAS) untuk mengetahui skala vertigo.

2. Jenis data yang dikumpulkan


a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dengan
menggunakan cara pengisian lembar Visual Vertigo Analogue
Scale (VVAS) untuk mengetahui tingkat skala vertigo yang
dibagikan pada responden pada pre-test dan post-test pemberian
perlakuan latihan brandt daroff.

b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data lansia yang menderita vertigo
di Wilayah kerja puskesmas kamonji.
23

H. Analisis Data
Analisa data merupakan upaya atau cara untuk mengolah data menjadi
informasi sehingga karakteristik data tersebut bisa di pahami dan bermanfaat
sebagai solusi permasalahan, terutama permasalahan yang ada di dalam
penelitian.54 Adapun analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis
univariat dan bivariat yang diolah dalam komputer menggunakan software
analisis yaitu SPSS.
1. Analisa Univariat
Data dianalisa secara univariat. Menganalisa data dapat
dilakukan terhadap setiap variabel penelitian. Analisa data biasanya
dilakukan dengan formulasi distribusi frekuensi dengan rumus sebagai
berikut55:
Rumus :
F
P= x 100%
N

Keterangan :
P : Persentase
F : Jumlah Subjek yang ada pada kategori tertentu
N : Keseluruhan responden

Dalam penelitian ini variable Independen (pemberian latihan


Brandt Daroff) dan variable dependen (Vertigo).

2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisa yang dapat dilakukan
terhadap dua variabel yang di duga ada berhubungan atau
berkolerasi..metode analisa statistik yang akan digunakan ini adalah
uji paired T-Test. Uji Paire T-Test (uji T- berpasangan) dilakukan
karena data yang akan dikumpulkan dari dua sampel yang saling
berhubungan itu, artinya adalah salah satu sampel akan mempunyai
dua data. Mau ada tidaknya perbedaan yang bermakna sebelum dan
24

juga sesudah dilakukannya intervensi dapat diketahui juga melalui dua


cara. Cara ini juga digunakan nilai probalitas yang berdasarkan
dengan tingkat kemaknaan 95% (α= 0,05). Dikatakan ada perbedaan
bermakna sebelum dan juga sesudah perlakuan bila p ≤0,05 maka Ho
ditolak dan, jika p≥0,05 Ho diterima.56
Beberapa syarat penggunaan dependen t-test, yaitu :
a. Data berdistribusi normal
b. Data berskala numeric
c. Kedua kelompok dipilik secara nonrandom
(dipasang/matcing)
Jika data pada penelitian tidak bisa memenuhi atau tidak dapat
berdistribusi normal maka alternative uji yang bias dilakukan adalah uji
Wilcoxon (signed Rank Test). Sedangkan juga untuk varian data boleh
homogeny ataupun tidak, hal itu bukanlah merupakan permasalahn dala uji
Praired.
25

I. Bagan Alur penelitian

Indentifikasi Masalah
Pengaruh latihan Brandt Daroff dengan kejadian vertigo
pada lansia

Survei Pendahuluan Studi Pustaka

Perumusan Masalah

Desain Penelitian
Jenis penelitian kuantitatif desain preexperimental design
dengan pendekatan One Grup Pretest Postest design

Populasi
Semua lansia yang menderita vertigo di wilayah kerja Puskesmas Kamonji

Sampel
Lansia yang menderita vertigo yang sesuai dengan kriteria inklusi

Tehnik sampling
Pusposive sampling

Proses Penelitian

Pengelolahan data dan analisa data


Analisis univariat dan anilisis bivariat
26

Hasil Penelitian dan pembahasan

Hasil
Ada pengaruh pemberian latihan Brandt Daroff terhadap
lansia yang mengalami Vertigo
Gambar Skema Alur Penelitian

Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA
1 Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik .3rd ED. Jakarta
(ID) : EGC

2 Ministry. 2005.Ministry of Internal Affair and Communication. Japan


(JO) : foreign Affair of Japan

3 Badan Pusat Statistik. 2006. Stastistik Penduduk Lanjut Usia Tahun


2016. Jakarta (ID): Badan Pusat Stastistik
4 Badan Pusat Statistik. 2006. Stastistik Penduduk Lanjut Usia Tahun
2016. Jakarta (ID): Badan Pusat Stastistik
5 Aboe Amar.2012. Neuro-Ontologi Klinis Vertigo. Sidoarjo:
Airlangga University Press
6 Sumarliyah. 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo
Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti
Khodijah Sepanjang . Jurnal Universitas Muhammadiyah Surabaya.
Available from:http://fik.um-surabaya.ac.id/id/content/jurnal-
penelitian-pengaruh-senam-vertigo -terhadap-keseimbangan-tubuh-
pada-pasien-vertigo-di
7 Laake. 2015. Research in Medical and Biological Sciences . San
Diego, United States (US): Elsevier Science Publishing Co Inc
8 Badan Penelitian Dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI.
2013. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013: RISKESDAS. Available
From: https://www.litbang.kemkes.go.id/laporan-riset-kesehatan-
dasar-riskesdas/
9 Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi
Kesehatan Topik utama : Gambaran kesehatan lanjut usia
diindonesia . Jakarta (ID): Kemenkes
10 Benecke et al. 2010. Effect of Betahistine on Patient – Reported
Outcomes in Routine Practice in Patient with Vestibular Vertigo and
Appraisal of Tolerability: Experience in the OSVaLD Study .
International Tinnitus Journal . 16 (1) : 14-
24.AvailableFrom:http://www.tinnitusjournal.com/articles/effects-of-
betahistine-on-patientreported-outcomes-in-routine-practice-in-
patients-with-vestibular-vertigo-and-appraisal-of-tolera.pdf

11 Bahrudin. 2013. Nyeri Kepala, Neurologi Klinis . 1st ed. Jakarta


(ID): UMM Press. hal 190-218

12 Sjahrir.2012. Nyeri Kepala dan Vertigo . Jakarta (ID): Pustaka


Cendekia Press

13 Sumarliyah. 2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo


Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti
Khodijah Sepanjang . Jurnal Universitas Muhammadiyah
Surabaya. Available from:http://fik.um-
surabaya.ac.id/id/content/jurnal-penelitian-pengaruh-senam-vertigo
-terhadap-keseimbangan-tubuh-pada-pasien-vertigo-di

14 Kushariyadi.2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien lanjut Usia.


Jakarta (ID) : Salemba Medika

15 Kemenkes.2018. Hasil Riset Kesehatan Dasar.Kementruan


Kesehatan Republik Indonesia. 109 . Available From :
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-
riskesdas-2018.pdf

16 World Health Organization. 2015. World Report On Ageing And


Health. Switzerland (CH) : WHO Library Cataloguing
17 Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik Dan Geriatrik .3rd
ED.Makassar (ID) : EGC
18 Mujahidullah. 2012. Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia
Dengan Cinta Dan Kasih Sayang. Yogyakarta (ID) : Pustaka
Pelajar

19 Benjamin J. Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. 2nd ed.


Tangerang (ID) : Buku kedokteran EGC

20 Mulyono.2008. Psikologi Agama Dalam Perspektif Islam. Malang


(ID) : UIN-Malang Press

21 Setiati. 2009. Gangguan keseimbangan, jatuh, dan fraktur. Dalam


Ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta (ID) :Interna Publishing

22 Achmadnagara.2012.Hubungan faktor internal dan eksternal


dengan keseimbangan lansia di desa Pamijen Sokaraja Banyumas.
Jakarta: Jurnal Universitas Indonesia.;19. Available from:
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314857-T%2031232-
Hubungan%20faktor-full%20text.pdf

23 L.Mauk. 2014. Gerentological Nursing: Competencies For


Care.3rd ed. Sudbury United States: Burlington Jones and Bartlett
Publishes

24 Setiaharja. 2005. Penilaian Keseimbangan dengan Aktivitas


Kehidupan Sehari-hari di Panti Werdha Pelkris Elim Semarang.
Diponegoro: Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.
Availablefrom:http://eprints.undip.ac.id/12804/1/2005PPDS4437.p
df
25 Yan Edward. 2014. Laporan Kasus Diagnosis dan Tatalaksana
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Jurnal Kesehatan Andalas.
3(1):77–82.Availablefrom:http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php
/jka/article/download/31/26

26 Mardjono. 2009. Neurologi klinis dasar. 5th ed. Jakarta(ID): Dian


Rakyat

27 Setiati. 2009. Gangguan keseimbangan, jatuh, dan fraktur. Dalam


Ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta(ID):Interna Publishing

28 Melly S. 2016. Diagnosis dan Tata laksana Vertigo. Jurnal


Histologi Universitas Lampung.5(4).Available from: https://juke.
kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/891/799

29 Putu P. 2013. Diagnosis and Management Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV). Jurnal Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran.Availablefrom: https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/a
rticle/view/5625/4269

30 Daniel S. 2009. Anatomi Tubuh Manusia. Graha Ilmu . Yogyakarta


(ID): Graha Ilmu

31 Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan. 2nd ed. Jakarta: Salemba Medika

32 Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula..Jakarta


(ID) : EGC

33 Bashiruddin. 2017. Gangguan Keseimbangan. Dalam Buku Ajar


Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher.
5th ed. Jakarta (ID): EGC
34 Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. 2nd ed.
Jakarta (ID) : EGC

35 Thomas Brandt, Marianne Dieterich, Michael S. 2013. Vertigo and


Dizziness: Common Complaints .2nd ed. London (GB): Springer

36 Kusumaningsih W. 2015. Pengaruh Latihan Brandt Daroff Dan


Modifikasi Manuver Epley Pada Vertigo Posisi Paroksismal Jinak.
Jurnal Universitas Indonesia.; 45(1):43.Available from :
http://orli.or.id/index.php/orli/article/view/105/110

37 Sumarliyah.2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo


Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti
Khodijah Sepanjang . Jurnal Universitas Muhammadiyah
Surabaya. 55.Available from : http://fik.um-surabaya.ac.id
/id/content/jurnal-penelitian-pengaruh-senam-vertigo-terhadap-
keseimbangan-tubuh-pada-pasien-vertigo-di

38 Tika. 2015. Pengaruh Penggunaan Metode Brandt Daroff Terhadap


Perubahan Intensitas Pusing Pada Penderita Vertigo .Jurnal
Universitas Muhammadiyah Malang. Available from :
http://eprints.umm.ac.id/23445/

39 Putra. 2005. Manfaat latihan metoda Brandt Daroff pada penderita


Benin Paroxysmal Positional Vertigo. Kedokteran Fisik dan
Rehabilitasi [Thesis] . Jakarta (ID): Universitas Indonesia
40 Khor. 2010. Management In General Practice Clinical Practice.
Reprinted .6th Ed. Australian (AU): Churchill Livingstone; hal 37

41 Sumarliyah.2010. Jurnal Penelitian Pengaruh Senam Vertigo


Terhadap Keseimbangan Tubuh pada Pasien Vertigo di RS Siti
Khodijah Sepanjang . Jurnal Universitas Muhammadiyah
Surabaya: hal 55. Available from : http://fik.um-
surabaya.ac.id/id/content/jurnal-penelitian-pengaruh-senam-
vertigo-terhadap-keseimbangan-tubuh-pada-pasien-vertigo-di

42 Mamahit. 2012. Pengaruh latihan Brandt Daroff dan Modifikasi


Manuver Epley Pada Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Jurnal
Universitas Indonesia

43 Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan


R&D. Jawa Timur (ID): Alfabeta

44 Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan


R&D. Jawa Timur (ID): Alfabeta

45 Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan


R&D. Jawa Timur (ID): Alfabeta

46 M. Sopiyudin Dahlan. 2016. Besar Sampel Dalam Penelitian


Kedokteran dan Kesehatan. 4th ed. Jakarta (ID): Epidemiologi
Indonesia: hal 109–119.

47 Aditya KP. 2014. Pengaruh Terapi Akupresur Terhadap Vertigo di


Klinik Sinergy Mind Heart Surakarta. Jurnal Stikes Kusuma
Husada
48 Nursalam.2016. Metodologi penelitian ilmu keperawatan . 4th ed.
Jakarta (ID) : Salemba Medika

49 Sugiyono. 2018. Statistika Untuk Penelitian.1st ed. Bandung


(ID) :Alfabeta
50 Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitaif,Kualitatif dan
R&D .Jawa Timur (ID) : Alfabeta

51 Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian.1st ed. Bandung


(ID) :Alfabeta

52 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitaif,Kualitatif dan


R&D .Jawa Timur (ID) : Alfabeta

53 Longridge.2012 Visual vestibular mismatch in patients treated


with intrtympanic gentamicin for Ménière’s disease: J Otolaryngol;
31:5-8

54 Arikunto. 2011. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik . 7th ed.


Jakarta (ID) : PT. Rineka Cipta

55 Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta (ID)


: Rineka Cipta

56 Dahlan.2012. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran Dan Kesehatan 2nd ed. Jakarta (ID) : Segung Seto
LAMPIRAN

Lampiran 1. SOP Latihan Brandt Daroff

A. Definisi Latihan Brandt Daroff


Latihan Brandt Daroff merupakan latihan fisik yang ditambahkan
pada pasien dengan vertigo setelah menjalani terapi medis. Latihan Brandt
Daroff ini dapat dilakukan sendiri oleh pasien, sehingga pasien bisa
mengulanginya setiap hari di rumah.

B. Manfaat Latihan Brandt Daroff


Latihan Brandt Daroff memiliki manfaat untuk melancarkan aliran
darah ke otak yang mana dapat memperbaiki tiga sistem sensori yaitu
sistem penglihatan (visual), sistem keseimbangan telinga dalam
(vestibular) dan sistem sensori umum yang meliputi sensor gerak, tekanan
dan posisi.

C. Indikasi
Latihan Brandt Daroff sangat dianjurkan untuk dilakukan pada pasien
yang memiliki riwayat vertigo

D. Kontraindikasi
1) Pasien yang memiliki gangguan (gangguan jantung,peningkatan
intrakranial dan gangguan pernapasan)
2) Pasien yang memiliki Riwayat pernah operasi leher
3) Pasien yang memiliki gangguan Tuli

E. Tahapan latihan Brandt Daroff


Jadwal yang dianjurkan untuk latihan Brandt Daroff selama 5 hari
dan bebas dari gejala.
Waktu Latihan Durasi
Waktu Latihan Durasi
Pagi 5 kali pengulangan 10 menit
Siang 5 kali pengulangan 10 menit
Sore 5 kali pengulangan 10 menit

F. Langkah-langkah latihan Brandt Daroff


Langkah-langkah dari latihan Brandt Daroff

1) Tahap pertama : pasien duduk dipinggir bed/tempat tidur dengan


kepala sedikit memutar kesisi kiri sekitar 45 derajat.
2) Tahap kedua : pasien berbaring dengan cepat ke sisi Kenan (kepala
bagian depan sedikit terangkat dan kepala bagian belakang berada
diatas bed/tempat tidur), tunggu sampai 20-30 detik sampai pusing
mereda.
3) Tahap ketiga : pasien diminta untuk duduk tegak selama 20-30 detik
atau sampai pusing dirasakan berkurang.
4) Tahap keempat : kepala pasien sedikit menoleh ke sisi kanan sekitar
45 derajat, berbaring dengan cepat pada sisi kiri (posisi kepala
bagian depan sedikit terangkat dan kepala bagian belakang
menempel pada bed/tempat tidur). Tunggu hingga 20-30 detik atau
sampai pusing berkurang.

Sumber : Adrian Putradinata Chandra,


2016
Lampiran 2. Lembar Observasi

Nama :
Umur :
Alamat :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan Terakhir :

Visual Vertigo Analogue Scale (VVAS)


Pengukuran derajat pusing yang anda alami dengan berbagai situasi, penilaian
menggunakan neraca dibawah ini. Lingkari nilai pusing yang dirasakan dengan
rentang nilai 1-10.

Nilai 0 = Tidak pusing

Nilai 10 = Sangat pusing

1. Merasakan pusing pada saat berjalan dilorong

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2. Merasakan pusing pada saat didalam mobil

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3. Merasakan pusing pada saat berada dibawah lampu terang

01 2 3 4 5 6 7 8 9 10

4. Merasakan pusing pada saat berada dikeramaian

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

5. Merasakan pusing pada saat di pusat perbelanjaan


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

6. Merasakan pusing pada saat di keramaian lalu lintas

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

7. Merasakan pusing pada saat turun dari tangga

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

8. Merasakan pusing pada saat melihat gambar/tulisan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

9. Merasakan pusing pada saat berjalan dilantai yang bermotif

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

10. Merasakan pusing pada saat menonton TV

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10

Keterangan Hasil :
0 sampai 3 : Pusing ringan
4 sampai 6 : Pusing sedang
7 sampai 10 : Pusing berat

Sumber : Longridge, 2002

Anda mungkin juga menyukai