Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Agency (Teori Keagenan)

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori agency. Teori keagenan

menyangkut hubungan kontraktual antara anggota-anggota di perusahaan. Jensen dan

Meckling (1976) menjelaskan bahwa hubungan agensi terjadi ketika satu orang atau

lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan

kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan. Yang disebut

principal adalah pemegang saham atau investor dan yang dimaksud agent adalah

manajemen yang mengelola perusahaan. Inti dari hubungan keagenan adalah adanya

pemisahan fungsi antara kepemilikan di pihak investor dan pengendalian di pihak

manajemen.

Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010) teori agensi menggunakan tiga asumsi

sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self

interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak

opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya, Haris (2004). Pihak

agent termotivasi untuk memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarana

dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Sebaliknya, pihak

principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau memaksimalkan returns dari

sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu


meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak

dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja

sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya, agent sendiri memiliki

lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan

perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya

ketidakseimbangan informasi antara principal dan agent. Kondisi ini dinamakan

dengan asimetri informasi.

Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk

diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan

dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka

investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Manajer memiliki

kewenangan untuk mengelola perusahaan dan dengan demikian manajer memiliki hak

dalam mengelola dana investor, Ujiantho (2007). Manajer sebagai pengelola

perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di

masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer

berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.

Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi

seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi pengguna eksternal

terutama karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar

ketidakpastiannya, Ali (2002).

Adanya pemisahan antara pemilik perusahaan (principal) dan pengelolaan oleh

manajemen (agent) cenderung menimbulkan konflik keagenan di antara prinsipal dan

agen. Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen

tidak selalu berbuat sesuai dengan keinginan prinsipal, sehingga menimbulkan biaya

keagenan (agency cost), Ujiyantho dan Pramuka (2007). Agency cost merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk biaya pengawasan terhadap agen,

pengeluaran yang mengikat oleh agen, dan adanya residual loss, Jensen dan Meckling

(1976). Adanya penyimpangan antara keputusan yang diambil agen dan keputusan

yang akan meningkatkan kesejahteraan prinsipal akan menimbulkan kerugian atau

pengurangan kesejahteraan prinsipal, nilai uang yang timbul dari adanya

penyimpangan tersebut disebut residual loss, Jensen dan Meckling (1976).

Adanya kecurangan dalam pelaporan keungan dapat mendorong agen untuk

menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui prinsipal untuk

memaksimalkan keuntungan bagi agen. Agen dapat termotivasi untuk melaporkan

informasi yang tidak sebenarnya

Menurut Eisenhardt dalam Bayu (2010) teori agensi menggunakan tiga asumsi

sifat manusia yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self

interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk

averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut, manusia akan bertindak

opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya, Haris (2004). Pihak

agent termotivasi untuk memaksimalkan fee kontraktual yang diterima sebagai sarana

dalam pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya. Sebaliknya, pihak

principal termotivasi untuk mengadakan kontrak atau memaksimalkan returns dari

sumber daya untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu

meningkat. Konflik kepentingan ini terus meningkat karena pihak principal tidak

dapat memonitor aktivitas agent sehari-hari untuk memastikan bahwa agent bekerja

sesuai dengan keinginan para pemegang saham. Sebaliknya, agent sendiri memiliki

lebih banyak informasi penting mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan

perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang memicu timbulnya kecurangan dalam
laporan keuangan yang mengakibatkan laporan keuangan yang dilaporkan tidak

sesuai pada kenyataan dan membuat kerugian untik pihak principal.

Hak pengendalian yang dimiliki oleh manajer memungkinkan untuk

diselewengkan dan dapat menimbulkan masalah keagenan yang dapat diartikan

dengan sulitnya investor memperoleh keyakinan bahwa dana yang mereka

investasikan dikelola dengan semestinya oleh manajer. Manajer memiliki

kewenangan untuk mengelola perusahaan dan dengan demikian manajer memiliki hak

dalam mengelola dana investor, Ujiantho (2007). Manajer sebagai pengelola

perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di

masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer

berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.

Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi

seperti laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut penting bagi pengguna eksternal

terutama karena kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar

ketidakpastiannya, Ali (2002).

Ali dalam Bayu (2010) mengatakan bahwa manajer yang telah diberi wewenang

untuk mengelola perusahaan bertanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan

prinsipal dan melaporkan tanggung jawabnya melalui media laporan keuangan. Atas

kinerja manajer tersebut, kompensasi manajemen diberikan sesuai dengan kontrak

yang yang telah disepakati. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda

di dalam perusahaan untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang

dikehendaki.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat

dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik di antara


pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dibuat manajemen,

prinsipal dapat menilai kinerja manajemen untuk melaporkan keuangannya sesuai

kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi maka akan mengakibatkan rendahnya

kualitas laporan keuangannya.

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan kelonggaran (flexibility

principles) dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan

laporan keuangan. Dengan kelonggaran ini, perusahaan dapat menghasilkan kualitas

laporan keuangan yang andal , sebenar benarnya dan transparansi.

Hubungan keagenan mewajibkan agen memberikan laporan periodik pada

principal tentang usaha yang dijalankan dan principal akan menilai kinerja agennya

melalui laporan keuangan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu, dalam

hubungan keagenan tersebut laporan keuangan merupakan sarana transparansi dan

akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya.

2.1.2 Leverage

Rasio leverage atau rasio utang yang biasa dikenal dengan rasio solvabilitas,

menurut para pakar adalah sebagai berikut:

Menurut Agnes Sawir (2000:13) menjelaskan rasio leverage sebagai berikut:

“Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini


menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya
seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti
kemampuan perusahaan untuk membayar utang – utangnya, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.”
Menurut Brigham dan Houston (2010:140) rasio leverage adalah“Rasio leverage
merupakan “rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan
melalui utang (financial leverage).”
Menurut Horne dan Wachoviz (1998:425) mendefinisikan
“leverage The use of fixed costs in an attempt to increase (or lever up)
profitability”. Leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan
keuntungan dari suatu perusahaan.
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian rasio leverage

atau rasio utang adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

panjang dan jangka pendek. Hal ini umumnya sangat penting bagi seorang kreditur

karna akan menunjukan posisi keuangan perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka

semakin pula risiko yang akan dialami oleh kreditur untuk menanamkan modalnya di

perusahaan tersebut

Dengan demikian perusahaan akan senantiasa melaporkan tingkat rasio leverage

nya untuk memenuhi kualitas laporan keuangan yang baik , terhindar dari

kecurangan , andal dan dapat dibandingkan serta perusahaan dapat tepat waktu dalam

melaporkan laporan keuangannya.

2.1.2.1 Jenis-jenis Leverage

2.1.2.2 Leverage Operasi (Operating Leverage)

Timothy dan Joseph (2000:30) memberikan pengertian tentang leverage operasi

sebagai berikut:

“operating leverage refers to phenomenon where by a small change in sales


triggers a relatively large change in operating income or earning before interest and
tax”.

Menurut Brigham dan Houston (2006) ”Operating Leverage adalah tingkat

sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi suatu perusahaan”.

Operating leverage juga dapat diartikan penggunaan dana dengan biaya tetap dengan

harapan pendapatan yang dihasilkan dari penggunaan dana tersebut dapat menutup

biaya tetap dan biaya variabel serta dapat meningkatkan profitabilitas.


2.1.2.3. Leverage Keuangan (Financial Leverage)

Financial leverage berasal dari keberadaan biaya finansial tetap dalam arus

pendapatan perusahaan. Financial leverage diukur dengan persentase dari total hutang

terhadap ekuitas perusahaan pada suatu periode yang disebut juga Debt to Equity

Ratio (DER). DER mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh

kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal sendiri yang digunakan

untuk membayar hutang. Selain itu DER juga dapat memberikan gambaran mengenai

struktur modal yang dimiliki perusahaan (Husnan, 2008).

Menurut Agnes Sawir (2000-13) ada dua jenis rasio leverage yaitu rasio utang

terhadap asset dan rasio utang terhadap modal.

1. Rasio Utang terhadap Aktiva atau Debt to Tottal Asset Ratio

Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh

kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya cenderung semakin besar

risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham.

2. Rasio Utang terhadap Modal atau Debt to Equity Ratio

Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan

perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk

memenuhi seluruh kewajibannya.


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio utang terhadap aktiva atau debt

to total asset ratio yang memperlihatkan kekayaan yang dimiliki dan kemampuan

perusahaan dalam membayar hutangnya .

2.1.2.4. Rasio Utang terhadap Aktiva atau Debt to Tottal Asset Ratio

Merupakan rasio yang mengukur seberapa besar aktiva yang dibiayai dengan

hutang. Semakin tinggi rasio, maka resiko yang akan dihadapi perusahaan akan

semakin besar. DAR dihitung dengan membagi total hutang (liability) dengan total

aset. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva yang dibiayai dengan

hutang. Semakin tinggi rasio, berarti semakin besar aktiva yang dibiyayai dengan

hutang dan hal itu semakin beresiko bagi perusahaan.

Rasio ini menggambarkan berapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang

dibelanjai dengan hutang, atau berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk

menjamin hutang. Total hutang mencakup baik utang lancar maupun utang jangka

panjang.

2.1.3 Ukuran Perusahaan (Firm Size)

Ukuran secara umum dapat diartikan sebagai perbandingan besar kecilnya suatu

objek. Sedangkan perusahaan adalah suatu organisasi yang didirikan oleh seseorang

atau sekelompok orang atau badan lain yang kegiatannya adalah melakukan produksi

dan distribusi guna memenuhi kebutuhan ekonomi manusia. Menurut Sawir (2001)

ukuran perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan. Ukuran

perusahaan adalah suatu skala atau nilai dimana perusahaan dapat diklasifikasikan

besar kecilnya berdasarkan total aktiva, log size, nilai saham, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan
besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small

firm).

Salah satu tolok ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah total

aset atau aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aset besar

menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana

dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek

yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu aset perusahaan yang besar

akan membuat perusahaan lebih stabil dibandingkan perusahaan kecil, karena

memiliki kontrol yang lebih baik terhadap kondisi pasar, kurang rentan terhadap

fluktuasi ekonomi, sehingga mampu menghadapi persaingan ekonomi.

Banyak penelitian terdahulu yang menggunakan ukuran perusahaan sebagai

variabel untuk menguji pengaruhnya dengan tingkat pendapatan perusahaan. Hasilnya

menunjukkan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap luas pendapatan perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, maka

semakin tinggi tingkat pengungkapan pendapatan perusahaan, karena perusahaan

besar harus memenuhi public demand atas pengungkapan yang lebih luas. Hal ini

mengindikasikan bahwa perusahaan besar cenderung akan mengungkapkan lebih

banyak informasi daripada perusahaan kecil (Halim et al., 2007).

Ukuran perusahaan dapat diukur dengan menggunakan Nilai total aset suatu

perusahaan yang besar dimana sahamnya tersebar sangat luas setiap perluasan modal

hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap hilangnya kontrol dari pihak

dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Sebaliknya perusahaan yang kecil

dimana hanya tersebar di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan

mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak


dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian maka pada

perusahaan besar dengan sahamnya tersebar sangat luas akan berani mengeluarkan

saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan

pendapatan, dibanding dengan perusahaan kecil.

2.1.3.1 Klasifikasi Ukuran Perusahaan

Menurut undang-undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil menjelaskan bahwa

perusahaan yang memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000

digolongkan kedalam kelompok usaha kecil. Dengan adanya ketentuan ini, maka

dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp

1.000.000.000 dapat dikelompokan kedalam industry menengah dan besar. Selain itu

ukuran perusahaan yang didasarkan pada total assets yang dimiliki oleh perusahaan

diatur dengan ketentuan BAPEPAM NO. 1/PM/1997, yang menyatakan bahwa:

‘’perusahaan menengah atau kecil adalah perusahaan yang memiliki jumlah

kekayaan (total asset) tidak lebih dari 1.000.000.000.000’’.

Berdasarkan undang-undang No.9 tahun 1995, ukuran perusahaan dikelompokan atas:

a. Perusahaan kecil, asset kurang dari Rp 200.000.000 diluar tanah dan bangunan

b. Perusahaan menengah, asset lebih besar dari Rp 200.000.000 dan lebih kecil dari Rp

5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan

c. Perusahaan besar, asset lebih dari Rp 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan
Classification of Business by Size

Employment Size Assets Size Sales Size

Size

Small Business 0-500 $0-$25 million $0-$50 million


employment

Medium Business 500-900 $25-$100 $50-$250 million


employment million

Large Business 1.000 or more $100 million or $100 million or


more more

Sumber: Office of Economics Research, U.S Small Business Administration

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa suatu perusahaan dalam digolongkan

kedalam kelompok usaha kecil apabila memiliki jumlah karyawan antara 0-50

karyawan, total asset sebesar $0-$25 juta dan memiliki total penjualan dikisaran angka

$0-$50 juta, sedangkan apabila suatu perusahaan memiliki karyawan 500-999

karyawan, total asset sebesar $25-$100 juta dan memiliki total penjualan sebesar $50-

$250 juta, maka perusahaan tersebut digolongkan kedalam perusahaan sedang.

Untuk perusahaan yang tergolong kedalam perusahaan besar apabila memiliki

jumlah karyawan lebih dari 1.000 karyawan, total asset lebih dari $100 juta dan

jumlah penjualan lebih dari $250 juta. Pada umumnya, perusahaan yang besar

mengungkapkan lebih banyak informasi dibanding perusahaan kecil.

2.1.4 Profitabilitas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba melalui

semua kemampuan dan sumber daya yang ada seperti kegiatan penjualan kas, modal

dan sebagainya seperti yang diungkapkan oleh Gitman (2003) dalam Dewi Agustina

(2006). Profitabilitas merupakan kemampuan dan keefisienan pihak manajemen


dalam menggunakan assetnya untuk menghasilkan laba (White, 2003 dalam Dewi

Agustina, 2006).

Profitabilitas bertujuan untuk mengukur efisiensi aktivitas perusahaan dan

kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dan untuk memperoleh

keuntungan tersebut pengelola perusahaan harus mampu bekerja secara efisien serta

kinerja perusahaan harus senantiasa ditingkatkan. Untuk mengukur profitabilitas

dapat digunakan rasio Return on Asset. Rasio Return on Total Asset mengukur

kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat asset yang

tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset, yang berarti

efisiensi manajemen, (Mamduh M. Hanafi dan Abdul Halim, 2000).

2.1.4.1 Rasio Profitabilitas Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Keuangan

Penilaian profitabilitas adalah proses untuk menentukan seberapa baik aktivitas-

aktivitas bisnis dilaksanakan untuk mencapai tujuan strategis, mengeliminasi

pemborosan-pemborosan dan menyajikan informasi tepat waktu untuk melaksanakan

penyempurnaan secara berkesinambungan (Supriyono, 1999). Profitabilitas keuangan

perusahaan dideskripsikan dalam bentuk laporan laba-rugi yang merupakan bagian

dari laporan keuangan korporasi, yang dapat digunakan oleh semua pihak yang

berkepentingan untuk membuat keputusan ekonomi. Berdasarkan laporan keuangan

yang diterbitkan perusahaan, selanjutnya dapat digali informasi mengenai posisi

keuangan perusahaan, struktur permodalan, aliran kas, kinerja keuangan dan informasi

lain yang mempunyai relevansi dengan laporan keuangan perusahaan.

Shapiro (1991), yang menunjukkan bahwa profitabilitas sangat cocok untuk

mengukur efektivitas manajemen dan pengevaluasian kinerja manajemen dalam

menjalankan bisnis dan produktivitasnya dalam mengelola aset-aset perusahaan


secaram keseluruhan seperti yang nampak pada pengembalian yang dihasilkan oleh

penjualan dan investasi, serta untuk mengevaluasi kinerja ekonomi dari bisnis. Secara

umum profitabilitas merupakan pengukuran dari keseluruhan produktivitas dan

kinerja perusahaan yang pada akhirnya akan menunjukkan efisiensi dan produktivitas

perusahaan tersebut.

Dwi Prastowo (2008), menyatakan bahwa informasi kinerja perusahaan, terutama

profitabilitas diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi

yang mungkin dikendalikan di masa depan, sehingga dapat memprediksi kapasitas

perusahaan dalam menghasilkan kas (dan setara kas) serta untuk merumuskan

efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan tambahan sumber daya.

Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar

perusahaan (Dwi Pratowo, 2008), yaitu;

1. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu

periode tertentu;

2. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun

sekarang;

3. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu;

4. Untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;

5. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

modal pinjaman maupun modal sendiri;

6. Untuk mengukur produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan

baik modal sendiri;


7. Dan tujuan lainnya.

Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk mengetahui besarnya tingkat

laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode;

a. Mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang;

b. Mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu;

c. Mengetahui besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri;

d. Mengetahui produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

modal pinjaman maupun modal sendiri;

e. Manfaat lainnya.

Analisis ini kemudian bisa diproyeksikan ke masa depan untuk melihat

kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa mendatang. ROA

digunakan untuk mengukur tingkat kembalian perusahaan atau efektifitas perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan total aset yang dipunyai

perusahaan setelah disesuaikan dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut.

Teori ini menunjukkan bahwa kenaikan ROA berarti terjadi kenaikan laba bersih dari

perusahaan yang bersangkutan. Kenaikan tersebut kemudian akan menaikkan harga

saham sehingga return saham yang diperoleh investor peusahaan akan semakin besar

pula begitu juga sebaliknya. ROA dianggap sebagai suatu ukuran efisiensi

pengelolaan total aset (kekayaan) yang dimiliki perusahaan, jika rasio ini meningkat

manajemen cenderung dipandang lebih efisien dari sudut total aset (kekayaan) yang

dimiliki perusahaan.

2.1.5 Likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban

finansial jangka pendek tepat pada waktunya (Sartono, 2001). Likuiditas perusahaan

dapat ditunjukkan oleh besar kecilnya aset lancar yaitu aset yang mudah untuk diubah

menjadi kas yang meliputi kas, surat berharga, piutang, persediaan. Likuiditas

merupakan salah satu faktor yang nantinya dapat mempengaruhi ketepatan waktu

pelaporan keuangan. Weston dan Brigham (1993) mendefinisikan likuiditas sebagai

rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendek yang jatuh tempo. Perusahaan yang mempunyai cukup kemampuan untuk

membayar utang jangka pendek disebut sebagai perusahaan yang likuid.

Tingkat likuiditas yang tinggi pada sebuah perusahaan menunjukkan bahwa

perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan baik,

sedangkan tingkat likuiditas yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat

memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan baik. Perusahaan yang mempunyai

tingkat likuiditas yang tinggi menunjukkan kabar baik (good news) bagi perusahaan,

hal ini nantinya akan mempengaruhi perusahaan untuk menyampaikan laporan

keuangannya dengan tepat waktu karena akan membuat reaksi pasar menjadi positif

terhadap perusahaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan rasio lancar (

current ratio). Rasio ini dinyatakan sebagai berikut:

Rasio Lancar (CR) =


Hutang Lancar
Asset Lancar
Rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang lancar dapat dipenuhi dengan aset

lancar sehingga rasio ini yang paling lazim digunakan. Berarti, semakin tinggi rasio

lancar maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar

tagihannya/kewajibannya.
2.1.6 Umur Perusahaan

2.1.7 Konsentrasi pasar

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu tentang penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.1

dibawah ini :

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti Judul objek Variabel Hasil


& Tahun Penelitian
Zaenal Fanani Kualitas  Siklus
(2009) laporan Operasi
keuangan : perusahaan
Berbagai  Volatilitas
Faktor Penentu penjualan
dan perusahaan
Konsekuensi  Ukuran
Ekonomis Perusahaan
 Umur
perusahaan
 Kinerja
perusahaan
 Likuiditas
 Leverage
 Kualitas
laporan
keuangan
Lisa Oktavia, Pengaruh  Leverage Dalam penelitian ini
Dandes Rifa, struktur financial variabel leverage
Mukhlizul perusahaan  Ukuran financial, ukuran
Hamdi (2013) dan kinerja perusahaan perusahaan, dan Total
perusahaan (Firm Size) assets TurnOver
terhadap  Likuiditas memiliki pengaruh
laporan  Porsi positif terhadap
keuangan. Kepemilikan profitabilitas.
saham Publik Sedangkan Suku Bunga
 Profitabilitas Bank Indonesia
 Kualitas memiliki pengaruh
pelaporan negatif terhadap
keungan Profitabilitas

Widi Hidayat Faktor-faktor  Corporate Menurut penelitian ini


Dan Elisabet yang Governance TATO mempunyai
(2013) mempengaruhi  Indepedensi pengaruh positif
kualitas Auditor terhadap profitabilitas
laporan  Growth bank umum syariah.
keuangan pada  Age
perusahaan  Leverage
manufaktur financial
 Operating
Cycle
 Ukuran
Perusahaan
(Size firm)
 Kualitas
Laporan
Keuangan

Sri Nurul Fajri


Pengaruh  Ukuran Hasil analisis
(2013) Ukuran perusahaan membuktikan
Perusahaan ,  Struktur bahwa secara bersama-
Struktur Kepemilikan sama variabel leverage,
Kepemilikan  Konsentrasi ukuran perusahaan dan
dan Pasar pertumbuhan
Konsentrasi  Kualitas perusahaan berpengaruh
Pasar terhadap Laporan terhadap profitabilitas
Kualitas Keuangan
Laporan
keuangan
Ayu Yanita Analisis  Suku bunga Hasil dari penelitian ini
Sahara pengaruh BI dapat ditarik
(2013) inflasi, suku  Profitabilitas kesimpulan bahwa
bunga BI, dan suku bunga BI
produk berpengaruh negatif
domestik bruto terhadap profitabilitas.
terhadap
profitabilitasba
nk syariah di
Indonesia.

Alim Sumarno Pengaruh  Suku bunga Hasil penelitian dapat


(2011) tingkat Inflasi, BI disimpukan bahwa
Suku Bunga,  profitabili tingkat inflasi, suku
nilai tukar tas bunga, nilai tukar rupiah
rupiah secara simultan
terhadap berpengaruh signifikan
profitabilitas terhadap profitabilitas
Bank Umum yang diwakili oleh
Syariah di ROA.
Indonesia

2.8 Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

2.8.1 Pengaruh Leverage Financial terhadap profitabilitas

Penggunaan leverage financial merupakan salah satu keputusan penting dari manajer

pendanaan dalam rangka meningkatkan profitabilitas perusahaan. Pengaruh leverage

terhadap profitabilitas pada berbagai penggunaan modal (utang), secara teori dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dengan

menggunakan modal, maka penggunaan modal yang lebih besar akan meningkatkan

profitabilitas.

Menurut Hanafi dan Halim (2007) utang sering diidentikkan dengan leverage yang

artinya pengungkit laba, artinya utang digunakan untuk meningkatkan keuntungan yang

mampu dihasilkan dari penggunaan sumber modal sendiri. Perusahaan yang menggunakan

hutang lebih banyak juga akan memperoleh peningkatan profitabilitas yang lebih besar.

Penggunaan hutang bisa dibenarkan sejauh penggunaan hutang tersebut diharapkan

memberikan profitabilitas yang lebih besar dari bunga hutang tersebut. Financial Leverage

terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber dana yang menimbulkan beban tetap.

Apabila perusahaan menggunakan hutang, maka perusahaan harus membayar bunga. Bunga

ini harus dibayar, berapapun keuntungan operasi perusahaan. Bagi perusahaan yang

menggunakan hutang, mereka tentu berharap untuk bisa memperoleh laba operasi dari

penggunaan hutang tersebut yang lebih besar dari biaya bunganya (Husnan 1998).
Selain itu, hal ini juga akan meyebabkan terjadinya penghematan pajak, analisis

leverage financial memusatkan perhatian pada perubahan laba setelah pajak sebagai akibat

perubahan laba akuntansi. Menurut Singapurwoko dan El-Wahid (2011) Leverage Financial

berpengaruh positif terhadap Profitabilitas karena perusahaan mengahasilkan Profitabilitas

yang baik tergantung pada kinerja perusahaan itu sendiri, seberapa baik perusahaan

mengelola utang untuk meningkatkan keuntungan. Bahkan meskipun hasilnya menunjukkan

bahwa dalam industri yang berbeda menghasilkan hubungan yang berbeda, salah satu hal

penting adalah bahwa hubungan antara utang dan profitabilitas. Adanya pengaruh positif

antara Leverage financial terhadap Rasio profitabilitas terjadi karena Profitabilitas suatu

perusahaan akan dihasilkan jika perusahaan itu sendiri bisa mengelola modal dari aktiva yang

dimilikinya secara baik dan efisien sehingga tingkat proitabilitasnya juga meningkat (Aini,

2013).

Dalam mempertimbangkan penggunaan dana yang berasal dari hutang perlu

memperhatikan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban tetapnya. Semakin besar

jumlah hutang dan semakin pendek jangka waktu pelunasannya maka semakin besar beban

tetap perusahaan. Selain itu perlu diperhatikan antara manfaat yang diperoleh dengan

pengorbanan yang diambil sehingga penggunaan hutang bisa meningkatkan nilai perusahaan

dan akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan (Husnan, 2002). Leverage

financial merupakan sumber dana yang berasal dari pihak internal atau dari pihak eksternal

contohnya dari hutang, perusahaan akan mendapatkan profitabilitas jika penggunaan modal

digunakan secara baik, karena perusahaan akan mengahasilkan Profitabilitas yang baik

tergantung pada kinerja perusahaan itu sendiri, seberapa baik perusahaan mengelola utang

mereka untuk meningkatkan keuntungan atau laba dari operasi perusahaan itu sendiri. Dari

penyataan diatas maka penulis akan menguji apakah leverage financial berpengaruh positif

terhadap profitabilitas perbankan yang diukur menggunakan rasio ROA, Jika pengaruh
leverage financial positif maka akan efisien. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis

yang diajukan penulis adalah:

H1 : Leverage Financial berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan.

2.8.2 Pengaruh Total Asset TurnOver (TATO) tehadap profitabilitas

Total assets turnover merupakan rasio perputaran aktiva, Rasio ini merupakan ukuran

seberapa jauh aktiva yang telah dipergunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali

aktiva berputar dalam periode tertentu. Apabila dalam menganalisis rasio ini selama beberapa

periode menunjukkan suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa

semakin efisien penggunaan aktiva sehingga meningkat (Sawir, 2001). Perputaran aktiva bisa

menjadi semakin tinggi karena, tingkat perputaran aktiva yang tinggi bisa menjadi salah satu

indikator bahwa kinerja bank tersebut semakin baik. Sedangkan TATO dipengaruhi oleh

besar-kecilnya penjualan dan total aktiva, baik aktiva lancar maupun aktiva tetap. Karena itu,

TATO dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan pada sisi lain diusahakan

agar pendapatan dapat meningkat relatif lebih besar dari peningkatan aktiva (Helmia, 2011).

Menurut Nahdi, dan Najmudin (2011) menyimpulkan bahwa TATO mempunyai pengaruh

positif terhadap profitabilitas bank umum syariah. Oleh karenanya, diharapkan pihak bank

bisa lebih memperhatikan tingkat perputaran aktiva menjadi semakin tinggi. Karena, tingkat

perputaran aktiva yang tinggi bisa menjadi salah satu indikator bahwa kinerja bank tersebut

semakin baik. Perusahaan mampu meningkatkan nilai TATO dengan meningkatkan

perputaran aktiva sehingga ROA perusahaan meningkat, sehingga perusahaan itu sendiri

dapat dikatakan dalam kondisi baik dan mampu untuk menghasilkan profitabilitas yang baik,

anyak sedikitnya proporsi hutang yang digunakan oleh bank tidak mempengaruhi

profitabilitas bank. Karena pada dasarnya, sebagian besar modal bank itu sendiri juga berasal

dari hutang (Jaryono, 2011).


TATO merupakan angka perputaran aktiva, semakin tinggi angka perputaran aktiva maka

semakin efektif perusahaan mengelola asetnya. Maka semakin besar TATO akan semakin

baik karena semakin efisien seluruh aktiva yang digunakan untuk menunjang kegiatan

operasi untuk mengahasilkan profitabilitas, Jadi profitabilitas perusahaan meningkat akibat

adanya pengaruh dari TATO, serta banyak sedikitnya proporsi hutang yang digunakan oleh

bank tidak mempengaruhi profitabilitas bank. Karena pada dasarnya, sebagian besar modal

bank itu sendiri juga berasal dari hutang. Rasio ini merupakan ukuran seberapa jauh aktiva

yang telah dipergunakan dalam kegiatan atau menunjukkan berapa kali aktiva berputar dalam

periode tertentu. Apabila dalam menganalisis rasio ini selama beberapa periode menunjukkan

suatu trend yang cenderung meningkat, memberikan gambaran bahwa semakin efisien

penggunaan aktiva sehingga meningkat (Sawir, 2001). Sedangkan TATO dipengaruhi oleh

besar kecilnya pendapatan dan total aktiva, baik lancar maupun aktiva tetap. Karena itu,

TATO dapat diperbesar dengan menambah aktiva pada satu sisi dan pada sisi lain diusahakan

agar pendapatan dapat meningkat relatif lebih besar dari peningkatan aktiva ,

Dengan demikian hubungan antara TATO dengan ROA adalah positif. Jika pengaruh TATO

positif maka semakin baik dan semakin efisien seluruh aktiva yang digunakan dalam

melakukan kegiatan operasi untuk menghasilkan profitabilitas. Berdasarkan argumen di

atas, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah:

H2: Total Assets Turnover berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan.

2.8.3 Pengaruh Ukuran perusahaan terhadap profitabilitas

Ukuran Perusahaan dapat di definisikan suatu skala atau nilai dimana perusahaan

dapat diklasifikasikan besar kecilnya berdasarkan total aktiva, log size, nilai saham, dan lain

sebagainya. Jadi semakin besar ukuran suatu perusahaan maka semakin besar pula modal

yang ditanamnya pada berbagai jenis usaha, lebih mudah dalam memasuki pasar modal,
memperoleh penilaian kredit yang tinggi dan sebagainya, yang kesemuanya ini akan

mempengaruhi keberadaan total aktivanya. Ukuran perusahaan yang besar diharapkan dapat

meningkatkan skala ekonomi dan mengurangi biaya pengumpulan dan pemrosesan informasi.

Hal senada juga diungkapkan Sawir (2001), dimana perusahaan besar yang

mempunyai sumber daya yang besar pula akan melakukan pengungkapan pendapatan lebih

luas dan mampu membiayai penyediaan informasi untuk keperluan internal. Informasi

tersebut sekaligus menjadi bahan untuk keperluan pengungkapan informasi kepada pihak

eksternal seperti investor dan kreditor, sehingga tidak memerlukan tambahan biaya yang

besar untuk melakukan pengungkapan lebih luas. Dengan demikian, perusahaan yang besar

mempunyai biaya produksi informasi yang lebih rendah daripada perusahaan kecil.

Elfanika (2012) menyebutkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap

profitabilitas hal ini karena perusahaan menunjukkan nilai asset yang dimiliki oleh

perusahaan. Ketika sebuah perusahaan memiliki asset lebih dari perusahaan lain tetapi hal ini

tidak hanya menunjukkan bahwa lebih besar dari yang lain, tetapi juga memiliki kapasitas

yang lebih baik, semakin besar ukuran perusahaan maka akan semakin tinggi tingkat

profitabilitasnya. Ukuran perusahaan akan mempengaruhi skala ekonomi suatu perusahaan,

dimana dengan adanya skala ekonomi akan membuat perusahaan besar lebih efisien karena

lebih mampu menjalankan usahanya dengan baik, dengan jumlah yang besar dan biaya yang

lebih kecil, sehingga perusahaan besar mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi.

Perusahaan yang sudah mapan kondisi keuangannya juga sudah stabil. Selain itu, ukuran

bank yang besar lebih diinginkan karena memungkinkan bank menyediakan menu jasa

keuangan yang lebih luas (Santoso & Juniarti 2014).

Suatu perusahaan besar dan mapan akan mudah untuk menuju ke pasar modal. Karena

kemudahan untuk berhubungan dengan pasar modal maka berarti fleksibilitas lebih besar dan
tingkat kepercayaan investor atau nasabah juga lebih besar karena mempunyai kinerja

operasional yang lebih besar. Perusahaan besar mampu menarik minat investor yang lebih

besar dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena mempunyai fleksibilitas penempatan

investasi yang lebih baik. Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis yang diajukan penulis

adalah:

H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan.

2.8.4 Pengaruh suku bunga Bank Indonesia terhadap profitabilitas

Pengertian dasar dari teori tingkat suku bunga (secara makro) yaitu harga dari penggunaan

uang untuk jangka waktu tertentu. Bunga merupakan imbalan atas ketidaknyamanan karena

melepas uang, dengan demikian bunga adalah harga kredit. Tingkat suku bunga berkaitan

dengan peranan waktu didalam kegiatan kegiatan ekonomi, tingkat suku bunga muncul dari

kegemaran untuk mempunyai uang sekarang. Suku bunga bank Indonesia merupakan suku

bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh bank nIndonesia secara periode yang

berfungsi sebagai sinyal kebijakan moneter. Secara sederhana, suku bunga ban Indonesia

merupakan indikasi tingkat suku bunga jangka pendek yang diinginkan bank Indonesia dalam

upaya mencapai target inflasi (Nuryazni, 2008).

Suku bunga Bank Indonesia mempengaruhi profitabilitas bank, ketika suku bunga Bank

Indonesia naik, maka akan diikuti oleh naiknya suku bunga deposito yang berakibat langsung

terhadap penurunan sumber dana pihak ketiga . Penurunan dana pihak ketiga ini sebagai

akibat dari pemindahan dana masyarakat ke bank konvensional untuk mendapat imbalan

bunga yang lebih tinggi. Apabila dana pihak ketiga turun, maka profitabilitas bank juga akan

mengalami penurunan (Herman, 2003).


Bank dalam kegiatan operasionalnya tidak lepas dari pengaruh kondisi

perekonomian. Dalam penelitian ini digunakan dari luar perusahaan yaitu dengan

menggunakan analisis lingkungan makro ekonomi. Variable makro ekonomi yang digunakan

adalah inflasi, suku bunga BI (BI Rate), dan Produk Domestik Bruto, dimana ketiga faktor ini

merupakandampak dari krisis finasial global tahun 2008, dan sangat mempengaruhi kondisi

perekonomian Indonesia. Menurut linda(2009), suku bunga BI merupakan salah satu

instrument konvensional untuk mengendalikan laju inflasi dimana inflasi yang tinggi

menyebankan menurunnya profitabilitas perusahaan. Menurut Suardani (2009) yang

menyatakan bahwa suku bunga Bank Indonessia berpengaruh negatif terhadap profitabilitas

perusahaan. Peningkatan suku bunga Bank Indonesia bagi perusahaan yang memiliki hutang

besar akan membayar bunga bertambah besar sehingga profitabilitas perusahaan menurun.

Meningkatnya sukubunga BI akan diikuti peningkatan suku bunga tabungan, sehingga akan

mengakibatkan nasabah memindahkan danaya ke bank konvensional, untuk memperoleh

pengembalian yang lebih tinggi, Semakin tinggi suku bunga Bank Indonesia, maka

profitabilitas perusahaan akan semakin kecil, begitu pula sebaliknya jika suku bunga bank

Indoneisia menurun maka tingkat profitabilitas perusahaan akan meningkat (Sahara, 2013).

Tingkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh terhadap kondisi perkonomian perusahaan,

semakin banyak hutang, maka akan semakin tinggi tingkat suku bunganya, dan jika tingkat

suku bunga Bank Indonesia tinggi maka profitabilitas perusahaan akan menurun.

Berdasarkan argumen di atas, maka hipotesis yang diajukan penulis adalah:

H4 : Suku bunga Bank Indonesia negatif terhadap profitabilitas perusahaan.

2.9 Model Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan beberapa penelitian terdahulu, penelitian ini menguji

pengaruh Leverage Financial, Total Assets TurnOver, Ukuran perusahaan (Firm Size) dan
Suku Bunga Bank Indonesia terhadap Profitabilitas. Oleh karena itu dapat penulis simpulkan

model penelitiannya sebagai berikut:

Gambar 2.1

Model Penelitian
LEVERAGE FINANCIAL
H1+

H2+
TOTAL ASSET TURN
PROFITABILITAS
OVER

H3+

UKURAN
PERUSAHAAN

SUKU BUNGA BANK


INDONESIA
4-

Sumber :Singapurwoko dan El-Wahid (2011)

Anda mungkin juga menyukai