Anda di halaman 1dari 33

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

“Terapi Bercerita dengan Boneka Tangan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6

Tahun) di Ruang Kronis Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang 2019”

(SIKLUS KEPERAWATAN ANAK)

Disusun Oleh
Kelompok J’18

Dini Novita Sari, S.Kep


Tuti Anggraini, S.Kep
Mimi Afnita Sari S.Kep
Silvika Sari, S.Kep
Desy Putri Anggi S., S.Kep
Izzah Farisa, S.Kep
Mistati Novita Sari, S.Kep
Sandra Merza Aranti, S.Kep
Hani Octavia Rahayu S.Kep
Rifka Aulia Rahmi, S.Kep
Rahmi Wulandari, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019

1
SATUAN ACARA PENGAJARAN TERAPI BERMAIN

Pokok Bahasan : Stimulasi Tumbuh Kembang Anak


Sub Pokok Bahasan : Terapi aktivitas kelompok bercerita dengan boneka
tangan
Sasaran : Anak usia prasekolah usia 3 sampai 6 tahun
Tempat : Ruang Bermain Bangsal Anak RSUP DR M.djamil
Padang
Waktu : 35 menit

A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena satu alasan yang
berencana dan darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Saat
dirawat di rumah sakit, anak harus menghadapi lingkungan yang asing, pemberi
asuhan yang tidak dikenal, baik itu medis ataupun keperawatan. Sering kali
mereka harus mengalami prosedur yang mengalami nyeri, kehilangan
kemandirian dan berbagai hal yang tidak mereka ketahui.
Anak sering menganggap prosedur medis invasif dengan ketakutan dan
kecemasan, sehingga dapat menyebabkan anak kurang kooperatif terhadap
perawat. Kondisi tersebut akan menyebabkan cemas dan takut pada anak yang
akibatnya dapat menyebabkan gagalnya prosedur perawatan yang akan mereka
dapatkan. Jika rasa takut tersebut berlangsung lama dan tidak teratasi maka akan
menimbulkan reaksi kekecewaan pada orang tua yang menimbulkan sikap
pelepasan pada anak sehingga anak mulai tidak peduli dengan ketidakhadiran
orang tuanya dan lebih memilih untuk berdiam diri (apatis), menolak untuk
diberikan tindakan dan yang paling parah akan menimbulkan trauma pada anak
setelah keluar dari rumah sakit (Pravitasari, 2012).
Lingkungan fisik rumah sakit seperti bangunan atau ruang rawat, alat- alat,
bau yang khas, pakaian putih petugas rumah sakit maupun lingkungan sosial
seperti sesama pasien anak dan sikap petugas kesehatan itu sendiri sering
menimbulkan perasaan cemas, tegang, nyeri, perasaan tidak menyenangkan dan
rasa takut pada anak (Yusuf, 2013). Rasa takut anak- anak usia prasekolah
2
terhadap keamanan tubuhnya lebih tinggi dibandingkan ketika pada usia sekolah.
Ketakutan mereka tidak hanya berasal dari kurangnya pemahaman mereka akan
tubuh, tetapi juga dilipat gandakan oleh imajinasi aktif mereka pada usia
prasekolah.
Terapi bermain merupakan salah satu teknik yang akan membantu
menurunkan ketegangan emosional yang dirasakan anak. Secara bertahap respon
psikis maupun fisiologis kecemasan dan ketakutan akan berkurang dan
kepercayaan diri anak akan berkembang optimal. Melalui bermain, anak akan
belajar tentang dunia dan kehidupan serta berhubungan dengan orang lain.
Kesempatan bermain bagi anak seharusnya didapatkan dimana saja, termasuk
ketika anak dirawat di rumah sakit (Fatmawati, 2013).
Terapi bermain boneka tangan berdampak terapeutik pada peningkatan
komunikasi anak dan merupakan media untuk mengekspresikan perasaan yang
mereka alami selama di rumah sakit. Seringkali anak terlalu takut untuk
mengungkapkan perasaannya pada saat mengalami perawatan medis. Penggunaan
boneka tangan pada anak- anak bertujuan untuk mengidentifikasi ketakutan dan
kesalahpahaman tentang apa yang terjadi pada mereka (Mulyaningrum, 2013).
Berdasarkan uraian diatas kami merasa penting untuk mengadakan terapi
bermain dengan sasaran usia prasekolah, dimana berdasarkan hasil survei satu
minggu terakhir pasien dengan usia prasekolah yang terdapat di ruangan kronis
rawat inap anak lantai 3 RSUP Dr.M. Djamil Padang yaitu 10 orang. Dari data
tersebut kami mengambil 5 orang anak untuk ikut dalam terapi bermain. Kami
berharap dengan diadakannya terapi bermain ini, anak yang dirawat tetap dapat
tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai tahap tumbuh kembangnya.

B. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya,
mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain
dan beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
b. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak diharapkan:
- Dapat meningkatkan keterampilan berbicara pada anak dengan metode
bercerita dengan menggunakan boneka tangan
3
- Dapat meningkatkan kemampuan bersosialisasi pada anak dengan
teman sebaya yang dirawat di ruang yang sama
- Dapat mengurangi kecemasan pada anak selama perawatan.

C. Manfaat Terapi Bercerita


1. Meningkatkan kemampuan anak dalam pembelajaran keterampilan
berbicara.
2. Meningkatkan keterampilan anak berkomunikasi dengan teman sebaya dan
orang di sekitar.
3. Anak akan merasakan pembelajaran yang menyenangkan dan inovatif
dengan bercerita.

D. Sasaran
Peserta dalam TAK ini berjumlah ± 5 orang anak
Kriteria inklusi pada TAK ini adalah:
1) Anak usia prasekolah
2) Anak yang dirawat di ruang kronis RSUP Dr.M.Djamil Padang
3) Anak dalam kondisi yang memungkinkan untuk diajak keluar dari kamar
rawat inap
4) Anak yang kooperatif
Kriteria eksklusi pada TAK ini adalah :
1) Anak yang bukan usia prasekolah
2) Anak dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk diajak keluar dari
kamar rawat inap
3) Anak yang tidak kooperatif

E. Kegiatan Bermain
1. Jenis Program Bermain
 Bermain dan bercerita dengan boneka tangan
2. Karakteristik Bermain
 Melatih persepsi sensori : pendengaran dan imajinasi anak
 Melatih komunikasi anak
3. Karakteristik Peserta

4
 Usia pra sekolah
 Anak dengan keadaan umum yang mulai membaik
 Anak yang kooperatif
4. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
 Hari/ tanggal : Selasa, 16 April 2019
 Waktu : 10.00 – 10.35 WIB
 Tempat : Ruang bermain bangsal kronis RSUP DR
M.Djamil Padang
5. Metode
 Boneka tangan dan audio (musik)
6. Alat – alat yang digunakan (Media)
 Laptop
 Speaker
 Boneka tangan
7. Orientasi dan uraian tugas
Leader : Sandra Merza Aranti
Co Leader : Mistati Novita Sari
Observer Umum : Mimi Afnita Sari
Observer Khusus : Tuti Angraini, Dini Novita Sari, Silvika Sari,
Desy Putri Anggi, Izzah Farisa
Fasilitator : Hani Octavia Rahayu, Rifka Aulia Rahmi,
Rahmi Wulandari
a. Uraian tugas sebagai berikut:
1) Leader, tugasnya:
a) Membuka acara permainan
b) Memperkenalkan diri dan anggota kelompok
c) Menjelaskan tujuan dari kegiatan
d) Kontrak waktu dan acara
e) Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan
sampai selesai.
f) Mengarahkan permainan.
g) Memandu proses permainan.
2) Co Leader, tugasnya :

5
a) Menyampaikan pelaksanaan dari TAK yang akan
dilakukan
3) Fasilitator, tugasnya:
a) Membimbing anak bermain.
b) Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam
mendengarkan cerita
c) Memperhatikan respon anak dalam mendengarkan cerita
d) Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan perawat dan
keluarganya.
4) Observer, tugasnya:
a) Mengawasi jalannya permainan.
b) Mencatat proses kegiatan dari awal hingga akhir
permainan.
c) Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses
bermain.
d) Mengevaluasi kegiatan
e) Menyusun laporan dan menilai hasil permainan

Strategi Pelaksanaan
Kegiatan TAK Kegiatan Waktu PJ Media
o Peserta
Fase Orientasi
Membuka acara dan  Menjawab salam 5 menit Leader Speker
memberikan salam
 Mendengarkan
Memperkenalkan dan
semua anggota
memperhatikan
kelompok
 Mendengar dan
Menjelaskan topik
memperhatikan
dan tujuan TAK
 Mendengarkan
Menjelaskan kontrak
dan
waktu dan bahasa
memperhatikan
Fase Kerja
 Memperkenalkan  Menyebutkan 20 menit Leader Boneka
boneka tangan nama Co Leader tangan.

6
dan mendorong  Mendengar dan Fasilitator
peserta untuk memperhatikan
menyebutkan dan
namanya memberikan
umpan balik

 Memberikan  Mendengarkan
cerita dan
menggunakan memperhatikan
boneka tangan serta ikut serta
dan mengajak dalam bermain
anak untuk boneka tangan
berpartisipasi  Mendengar dan
dalam cerita memperhatikan
 Menjelaskan
pesan dari cerita
boneka tangan

Penutup
 Mengevaluasi  Mengungkapkan 10 Menit Leader
respon anak dan perasaan dan Observer
Mendorong anak menyebutkan
untuk Pesan Yang
mengungkapkan disampaikan
perasaannya dalam cerita
setelah  Menerima
Mendengarkan reinforcement
cerita serta positif
meminta anak  Menjawab salam
untuk mengulang  Bersalam-
kembali pesan salaman Dengan
yang peserta lain dan
disampaikan dengan Perawat
dalam cerita

7
 Memberikan
reinforcement
positif kepada
anak
 Menutup
pertemuan dan
memberi salam
 Bersalam-
salaman antara
anak dengan
anak dan perawat
dengan anak
 Membagikan
hadiah kenang-
kenangan dari
kelompok untuk
peserta TAK

F. Skema Penatalaksanaan Terapi Bermain atau Setting Tempat

Pembimbing
Leader Co Leader

Anak 10
Anak 1
Fasilitator
Fasilitator
Anak 9
Anak 2
Anak 8
Anak 3
Fasilitator
Fasilitator
Anak 7
Anak 4

Anak 5 Fasilitator Anak 6

Obsever

8
G. Proses Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a. Evaluasi apakah jumlah peserta sesuai dengan rencana awal yaitu ± 5
orang
b. Evaluasi apakah settingan tempat sudah sesuai dengan rencana dan
apakah TAK berjalan tepat waktu atau tidak
c. Evaluasi apakah anggota kelompok hadir semua dan menepati tempat
masing-masing sesuai dengan settingan tempat yang direncanakan
2) Evaluasi Proses
a. Evaluasi apakah peserta dapat mengikuti aturan yang telah ditetapkan
dan apakah ada peserta yang keluar masuk selama TAK berlangsung
b. Evaluasi bagaimana partisipasi peserta dalam kegiatan yang dilakukan
c. Evaluasi apakah anggota kelompok sudah sesuai dengan tugas masing-
masing
3) Evaluasi Hasil
a. Apakah anak dapat meningkatkan keterampilan berbicara
dengan menjelaskan kembali pesan yang terdapat pada kegiatan
permainan
b. Apakah anak mampu bersosialisasi dengan teman sebaya
yang dirawat di ruang yang sama
c. Apakah anak dapat mengekspresikan bahwa perasaan
kecemasannya berkurang setelah permainan

H. Dokumentasi
Catat semua hasil kegiatan terapi aktifitas kelompok (TAK) yang telah
dilakukan pada sesi 1 dengan lengkap, lampiran foto pelaksanaan TAK dan
daftar absensi peserta.

9
Lampiran Materi
I. Bermain
A. Pengertian Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktekkan ketrampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz A,
2005).
             Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang secara sukarela
untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan, tanpa mempertimbangkan hasil
akhir (Suhendi, 2001).
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi
kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berpilaku dewasa. (aziz alimul,
2009)

B. Tujuan Bermain
Tujuan bermain pada anak yaitu memberikan kesenangan maupun
mengembangkan imajinsi anak. Sebagai suatu aktifitas yang memberikan stimulus
dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif sehingga anak akan selau
mengenal dunia, maupun mengembangkan kematangan fisik, emosional, dan
mental sehingga akan membuat anak tumbuh menjadi anak yang kreatif, cerdas
dan penuh inovatif (Soetjiningsih, 2007)
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat
melanjutkan fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal,
mengembangkan kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap
stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak
seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada
saat anak sakit atau anak di rumah sakit.
Tujuan bermain boneka tangan sambil bercerita adalah anak memiliki
kehidupan fantasi aktif, menunjukkan eksperimentasi dengan ketrampilan baru
10
dan permainan, peningkatan aktifitas bermain, anak dapat menggunakan dan
mengendalikan dirinya sendiri. Menurut Marjorie mengatakan bahwa anak
prasekolah merupakan masa antusiasme, bertenaga, aktivitas, kreativitas,
otonomi, sosial tinggi dan independen.
C. Cara Pelaksanaan
Perawat akan menceritakan sebuah kisah cerita kepada anak dengan menggunakan
boneka tangan sebagai pemeran dalam tokoh cerita. Perawat juga menggunakan
suara yang berbeda-beda untuk setiap tokoh boneka tangan.

D. Karakteristik Bermain
1. Merangsang daya imajinasi anak
2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi
3. Memperluas wawasan dan cara berfikir anak
4. Memacu kemampuan verbal anak
E. Usia
Usia 3 sampai 6 tahun

F. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain
sebagai terapi (Hurlock, E B., 2009)
1. Perkembangan Sensoris – Motorik
Pada saat melakukan permainan, aktivitas sensoris-motorik merupakan
komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting
untuk perkembangan fungsi otot. Misalnya, alat permainan yang digunakan
untuk bayi yang mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dan alat
permainan untuk anak usia toddler dan prasekolah yang banyak membantu
perkembangan aktivitas motorik baik kasar maupun halus.
2. Perkembangan Intelektual
Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap
segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna,
bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak
akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Pada saat anak bermain mobil-
11
mobilan, kemudian bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya maka ia
telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dan
untuk mencapai kemampuan ini, anak menggunakan daya pikir dan
imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan
eksplorasi seperti ini akan semakin terlatih kemampuan intelektualnya.
3. Perkembangan Social
Perkembangan social ditandai dengan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak untuk
mengembangkan hubungan social dan belajar memecahkan masalah dari
hubungan tersebut. Pada saat melakukan aktivitas bermain, anak belajar
berinteraksi dengan teman, memahami bahasa lawan bicara, dan belajar
tentang nilai social yang ada pada kelompoknya. Hal ini terjadi terutama pada
anak usia sekolah dan remaja. Meskipun demikian, anak usia toddler dan
prasekolah adalah tahapan awal bagi anak untuk meluaskan aktivitas sosialnya
dilingkungan keluarga.
4. Perkembangan Kreativitas
Berkreasi adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu dan
mewujudkannya kedalam bentuk objek dan/atau kegiatan yang dilakukannya.
Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya. Misalnya, dengan membongkar dan memasang satu
alat permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang.
5. Perkembangan Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuannya dalam
mengatur mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan menguji
kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan mengetahui dampak
tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya, jika anak mengambil mainan
temannya sehingga temannya menangis, anak akan belajar mengembangkan
diri bahwa perilakunya menyakiti teman. Dalam hal ini penting peran orang
tua untuk menanamkan nilai moral dan etika, terutama dalam kaitannya
dengan kemampuan untuk memahami dampak positif dan negatif dari
perilakunya terhadap orang lain
6. Perkembangan Moral
12
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama
dari orang tua dan guru. Dengan melakukan aktivitas bermain, anak akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga
dapat diterima di lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Melalui kegiatan bermain
anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, serta belajar bertanggung-jawab atas segala
tindakan yang telah dilakukannya. Misalnya, merebut mainan teman
merupakan perbuatan yang tidak baik dan membereskan alat permainan
sesudah bermain adalah membelajarkan anak untuk bertanggung-jawab
terhadap tindakan serta barang yang dimilikinya. Sesuai dengan kemampuan
kognitifnya, bagi anak usia toddler dan prasekolah, permainan adalah media
yang efektif untuk mengembangkan nilai moral dibandingkan dengan
memberikan nasihat. Oleh karena itu, penting peran orang tua untuk
mengawasi anak saat anak melakukan aktivitas bermain dan mengajarkan nilai
moral, seperti baik/buruk atau benar/salah.
7. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai
perasaan yang sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih,
dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang
dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan
rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan terlepas dari
ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan melakukan permainan
anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan
relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan. Dengan demikian,
permainan adalah media komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk
dengan perawat atau petugas kesehatan dirumah sakit.Perawat dapat mengkaji
perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang ditunjukkan
selama melakukan permainan atau melalui interaksi yang ditunjukkan anak
dengan orang tua dan teman kelompok bermainnya.

G. Kategori Bermain
Bermain harus seimbang, artinya harus ada keseimbangan antara bermain
aktif dan yang pasif yang biasanya disebut hiburan. Dalam bermain aktif
13
kesenangan diperoleh dari apa yang diperbuat oleh mereka sendiri, sedangkan
bermain pasif kesenangan didapatkan dari orang lain (Soetjiningsih, 2007)
1. Bermain aktif
 Bermain mengamati /menyelidiki (Exploratory play)
Perhatikan pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut.Anak memperhatikan alat permainan, mengocok-
ngocok apakah ada bunyi mencuim, meraba, menekan, dan kadang-
kadang berusaha membongkar.
 Bermain konstruksi (construction play)
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun puzzle-puzzle
menjadi rumah-rumahan.Dll.
 Bermain drama (dramatik play)
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-
saudaranya atau dengan teman-temannya.
 Bermain bola, tali, dan sebagainya
2. Bermain pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar.
Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lelah bermain aktif dan
membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contohnya:
 Melihat gambar- gambar dibuku- buku/ majalah
 Mendengarkan cerita atau music
 Menonton televisi
 Dll

H. Klasifikasi Permainan
Klasifikasi Bermain Menurut Isi (Wong, Donna L. ,2003)
a. Social affective play
Anak belajar memberi respon terhadap respon yang diberikan oleh lingkungan
dalam bentuk permainan, misalnya orang tua berbicara memanjakan anak
tertawa senang, dengan bermain anak diharapkan dapat bersosialisasi dengan
lingkungan.

14
b. Sense of pleasure play
Anak memperoleh kesenangan dari satu obyek yang ada di sekitarnya, dengan
bermain anak dapat merangsang perabaan alat, misalnya bermain air atau
pasir.
c. Skill play
Memberikan kesempatan bagi anak untuk memperoleh ketrampilan tertentu
dan anak akan melakukan secara berulang-ulang misalnya mengendarai
sepeda.
d. Dramatika play role play
Anak berfantasi menjalankan peran tertentu misalnya menjadi ayah atau ibu.
Klasifikasi Bermain Menurut Karakteristik Sosial
a. Solitary play
Jenis permainan dimana anak bermain sendiri walaupun ada beberapa orang
lain yang bermain disekitarnya. Biasa dilakukan oleh anak balitaToddler.
b. Paralel play
Permaianan sejenis dilakukan oleh suatu kelompok anak masing-masing
mempunyai mainan yang sama tetapi yang satu dengan yang lainnya tidak ada
interaksi dan tidak saling tergantung, biasanya dilakukan oleh anak pre school.
Contoh : bermain puzzle
c. Asosiatif play
Permainan dimana anak bermain dalam keluarga dengan aktivitas yang sama
tetapi belum terorganisasi dengan baik, belum ada pembagian tugas, anak
bermain sesukanya.
d. Cooperatif play
Anak bermain bersama dengan sejenisnya permainan yang terorganisasi dan
terencana dan ada aturan tertentu. Biasanya dilakukan oleh anak usia
sekolah Adolesen.

I. Hal-hal yang Harus Diperhatikan


1. Bermain/alat bermain harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
2. Permainan disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak.

15
3. Ulangi suatu cara bermain sehingga anak terampil, sebelum meningkat pada
keterampilan yang lebih majemuk.
4. Jangan memaksa anak bermain, bila anak sedang tidak ingin  bermain. Jangan
memberikan alat permainan terlalu banyak atau sedikit

J. Bentuk-bentuk Permainan Menurut Usia


1. Usia 0 – 12 bulan
Tujuannya adalah :
· Melatih reflek-reflek (untuk anak bermur 1 bulan), misalnya mengisap,
menggenggam.
· Melatih kerjasama mata dan tangan.
· Melatih kerjasama mata dan telinga.
· Melatih mencari obyek yang ada tetapi tidak kelihatan.
· Melatih mengenal sumber asal suara.
· Melatih kepekaan perabaan.
· Melatih keterampilan dengan gerakan yang berulang-ulang.
Alat permainan yang dianjurkan :
·         Benda-benda yang aman untuk dimasukkan mulut atau dipegang.
·         Alat permainan yang berupa gambar atau bentuk muka.
·         Alat permainan lunak berupa boneka orang atau binatang.
·         Alat permainan yang dapat digoyangkan dan keluar suara.
·         Alat permainan berupa selimut dan boneka.
2. Usia 13 – 24 bulan
Tujuannya adalah :
·    Mencari sumber suara/mengikuti sumber suara.
· Memperkenalkan sumber suara.
· Melatih anak melakukan gerakan mendorong dan menarik.
· Melatih imajinasinya.
· Melatih anak melakukan kegiatan sehari-hari semuanya dalam bentuk
kegiatan yang menarik
Alat permainan yang dianjurkan:
· Genderang, bola dengan giring-giring didalamnya.
· Alat permainan yang dapat didorong dan ditarik.

16
· Alat permainan yang terdiri dari: alat rumah tangga(misal: cangkir yang
tidak mudah pecah, sendok botol plastik, ember, waskom, air), puzzle-
puzzle besar, kardus-kardus besar, buku bergambar, kertas untuk dicoret-
coret, krayon/pensil berwarna.
3. Usia 25 – 36  bulan
Tujuannya adalah ;
· Menyalurkan emosi atau perasaan anak.
· Mengembangkan keterampilan berbahasa.
· Melatih motorik halus dan kasar.
· Mengembangkan kecerdasan (memasangkan, menghitung, mengenal dan
membedakan warna).
· Melatih kerjasama mata dan tangan.
· Melatih daya imajinansi.
· Kemampuan membedakan permukaan dan warna benda.
Alat permainan yang dianjurkan :
· Alat-alat untuk menggambar.
· Lilin yang dapat dibentuk
· Pasel (puzzel) sederhana.
· Manik-manik ukuran besar.
· Berbagai benda yang mempunyai permukaan dan warna yang berbeda.
· Bola
4. Usia 32 – 72 bulan
Tujuannya adalah  :
· Mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan.
· Mengembangkan kemampuan berbahasa.
· Mengembangkan pengertian tentang berhitung, menambah, mengurangi.
· Merangsang daya imajinansi dsengan berbagai cara bermain pura-pura
(sandiwara).
· Membedakan benda dengan permukaan.
· Mengembangkan kepercayaan diri.
· Mengembangkan kreativitas.
· Mengembangkan koordinasi motorik (melompat, memanjat, lari, dll).
· Mengembangkan kemampuan mengontrol emosi, motorik halus dan kasar.

17
· Mengembangkan sosialisasi atau bergaul dengan anak dan orang diluar
rumahnya.
· Memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan, misal :
pengertian mengenai terapung dan tenggelam.
· Memperkenalkan suasana kompetisi dan gotong royong
Alat permainan yang dianjurkan :
· Berbagai benda dari sekitar rumah, buku bergambar, majalah anak-anak,
alat gambar & tulis, kertas untuk belajar melipat, gunting, air, dll.
· Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.
5. Usia 6 – 12 tahun
Tujuannya adalah  :
· Mengembangkan imajinasi dan mengingat peraturan permainan
· Dapat  mengatur strategi dan kecermatan pada anak.
· Melatih kemampuan anak bersosialisasi
· Menumbuhkan sportivitaspada anak
· Dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan pada anak
Alat permainan yang dianjurkan :
· Berbagai benda dari sekitar rumah, kartu, boneka, robot, buku, alat olah
raga, alat untuk melukis, pekerjaan tangan,alat gambar & tulis, kertas untuk
belajar melipat, gunting, air, ular tangga, puzzle dll.
· Teman-teman bermain : anak sebaya, orang tua, orang lain diluar rumah.

K. Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Bermain


1. Tahap perkembangan, tiap tahap mempunyai potensi / keterbatasan
2. Status kesehatan, anak sakit perkembangan psikomotor kognitif terganggu
3. Jenis kelamin
4. Lingkungan  lokasi, negara, kultur
5. Alat permainan  senang dapat menggunakan
6. Intelegensia dan status sosial ekonomi

L. Tahap Perkembangan Bermain


1. Tahap eksplorasi
Merupakan tahapan menggali dengan melihat cara bermain
2. Tahap permainan
18
Setelah tahu cara bermain, anak mulai masuk dalam tahap permainan
3. Tahap bermain sungguhan
Anak sudah ikut dalam permainan
4. Tahap melamun
Merupakan tahapan terakhir anak membayangkan permainan berikutnya.
(Markum, dkk., 2005)
M. Prinsip Bermain Di Rumah Sakit
1. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
2. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
3. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
4. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
5. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
6. Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan

N. Hambatan Yang Mungkin Muncul


1. Usia antar pasien tidak dalam satu kelompok usia
2. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
3. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan.

O. Antisipasi Hambatan
1. Mencari pasien dengan kelompok usia yang sama
2. Libatkan orang tua dalam proses terapi bermain
3. Jika anak tidak kooperatif, ajak anak bermain secara perlahan-lahan
4. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
5. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya. (Markum, dkk., 2005).
II. Bercerita dengan Boneka Tangan
A. Bercerita
Bercerita juga merupakan proses kreatif anak-anak. Dalam proses
perkembangannya, cerita tidak hanya mengaktifkan aspek-aspek intelektual tapi
juga aspek kepekaan, kehalusan budi, emosi, seni, fantasi, dan imajinasi,yang
tidak hanya mengutamakan otak kiri saja. Cerita menawarkan kesempatan
kepada anak untuk menginterpretasikan pengalaman langsung yang dialami
19
anak. Aktifitas bercerita dapat membantu anak untuk melatih imajinasi dan
keterampilan berbahasa melalui aktifitas menceritakan kembali. Anak juga
Aprianti Yofita Rahayu, Menumbuhkan Kepercayaan Diri melalui Kegiatan
Bercerita, mengembangkan episode-episode atau versi-versi baru dengan
gambaran dan imajinasi yang berdasarkan cerita aslinya. (Jakarta: PT. Indeks,
2013).
B. Manfaat Bercerita dengan Boneka Tangan
Daryanto (2013: 33) mengungkapkan boneka merupakan benda tiruan
dari bentuk manusia dan atau binatang. Boneka dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran dengan cara dimainkan dalam sebuah pertunjukan. Penggunaan
boneka sebagai media pendidikan dapat dilihat di berbagai wilayah di Indonesia.
Penggunaan media boneka sebagai media pembelajaran dapat dibuat dengan
menyesuaikan perkembangan zaman, tujuan penggunaan dan keadaan sosio-
kultural masing-masing.
Daryanto (2013: 33) mengklasifikasikan boneka menjadi lima jenis
sebagai berikut.:
1. Boneka jari, dimainkan dengan jari tangan
2. Boneka tangan, satu tangan memainkan satu boneka
3. Boneka tongkat seperti wayang-wayangan
4. Boneka tali (marionet), cara menggerakkan melalui tali yang
menghubungkan kepala, tangan, dan kaki
5. Boneka bayang-bayang (shadow puppet), dimainkan dengan cara
mempertontonkan gerak bayang-bayangnya.
Kelebihan menggunakan boneka sebagai media pembelajaran menurut
Daryanto (2013: 33) adalah sebagai berikut.
1. Efisien terhadap waktu, tempat, biaya, dan persiapan.
2. Tidak memerlukan keterampilan yang rumit.
3. Dapat mengembangkan imajinasi dan aktivitas anak dalam suasana
gembira.
Sudarmadji (2010: 21) mengungkapkan berdasarkan pemanfaatan alat peraga,
bercerita dapat dibedakan dengan alat peraga dan bercerita tanpa alat
peraga. Bercerita dengan alat peraga yaitu menggunakan boneka tangan,
boneka jari, flannel, wayang, dan lain-lain. Bercerita tanpa menggunakan alat
peraga lebih mengoptimalkan seluruh anggota tubuh, mimik muka, ekspresi,
20
suara, dll.Membelajarkan menyimak dongeng pada anak prasekolah dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai media sebagai pendukung dalam
mendongeng. Jenis media yang dapat menambah variasi pada cerita adalah dengan
media gambar papan flanel, wayang atau boneka dan objek.
Berdasarkan pengertian di atas, media boneka tangan dapat membantu
siswa mengenal segala aspek yang berkaitan dengan benda dan memberikan
pengalaman tentang tokoh dalam dongeng. Isi cerita dan situasi yang
diajarkan kepada anak akan lebih mudah dipahami bila objek tersebut ada di
hadapan mereka. Penggunaan media boneka tangan menolong anak untuk
bernalar, berimajinasi dan membentuk konsep tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan objek. Menggunakan boneka tangan sebagai alat bantu
mendongeng akan membuat suasana lebih berkonsentrasi pada cerita yang akan
disampaikan.

21
Lampiran Skenario Cerita

KATAK DAN KELINCI


Alkisah di sebuah hutan kecil di pinggir desa, hiduplah seekor kelinci yang
sombong. Dia suka mengejek hewan-hewan lain yang lebih lemah. Kelinci suka
mengejek katak yang berjalan melompat.
Kelinci : “Hei, katak, jalan kamu hanya melompat…lari dong, biar cepat
sampai.”
Katak : “Biarlah kelinci, memang jalanku lambat, yang penting aku sampai
dengan selamat ke tempat tujuanku, daripada cepat-cepat nanti jatuh
dan terluka.”
Kelinci : “Sampai saat ini, akulah pelari yang paling cepat di hutan ini. Hei
katak, bagaimana kalau kita adu lari. Kalau kau bisa menang, aku akan
berikan hadiah apapun yang kau mau.”
Katak : “kalau kau mau, aku akan mencobanya!” (dengan suara lembut)
Kelinci : (tertawa senang) “ha ha ha…baiklah, kalau begitu besok pagi aku
tunggu kau di pintu gerbang. Aku akan memberitahukan kepada yang
lain untuk datang melihat, dan merayakan kemenanganku!”
Kedua hewan itu pun sepakat berlomba lari, dengan meminta singa sebagai
wasitnya.
Keesokan harinya, si kelinci sudah menunggu dengan sombongnya di pintu
gerbang. Tampak hewan-hewan lain yang juga datang ingin menyaksikan perlombaan
itu. Setelah terlihat katak datang, kelinci mengejeknya di depan hewan yang lain.
Kelinci : “Akhirnya kamu datang juga katak. Kamu tak mungkin bisa menang
berlomba denganku, apa kamu yakin kita masih perlu berlomba?”
Katak : (menganggukkan kepalanya pelan-pelan) “Tentu saja kelinci, aku
yakin akan kemampuanku!“

22
Singa : “Baiklah, kalau begitu perlombaan ini kita mulai. Siapa yang paling
cepat tiba duluan ke tepi hutan di sebelah sana, dialah pemenangnya!”
Setelah kedua hewan itu sudah bersiap, singa pun mengaum, tanda
dimulainya pertandingan. Dengan sigap kelinci berlari kencang melewati pohon-
pohon. Katak masih melompat, dan kelinci sudah tidak kelihatan lagi.
Tupai : “Aku heran, mengapa kau masih mau berlomba katak? Semua hewan
tahu bahwa kelincilah yang akan menang!”

Katak hanya tersenyum mendengar perkataan tupai, dan melanjutkan melompat.


Dengan gesit kelinci berlari melewati pohon-pohon, menyelinap di antara
tanaman-tanaman perdu, melompati potongan kayu tua yang berserakan. Sesudah
beberapa saat berlari, ia berhenti sebentar dan mendengarkan. Tak ada suara
apapun yang mengikutinya. Tak ada tanda-tanda dari si katak. Kelinci tertawa
sendiri. Ia telah berlari jauh melampaui katak.
Kelinci : “Aku masih mempunyai waktu untuk makan beberapa wortel
sebelum katak bisa mengejar sampai ke sini”
Kelinci pun memetik beberapa wortel, lalu sambil duduk di bawah pohon
rindang, ia memakan semua wortel itu.
Kelinci : “Sebaiknya aku menunggu sebentar di sini, sampai hewan-hewan lain
datang agar ada yang menyaksikan kemenanganku.”
Sambil menunggu iapun berbaring di bawah pohon. Dan tempat itu sangat
nyaman untuk beristirahat dan memejamkan mata sebentar.. Kelinci pun akhirnya
tertidur.
Katak yang terus melompat dengan tekun dan bersemangat, akhirnya sampai
ke tempat kelinci yang sedang tertidur. Dengan tenang, katak melewati kelinci yang
tengah tidur terlelap.
Sore hari barulah kelinci terbangun, didengarnya suara hewan-hewan lain
tak jauh dari tempatnya berada.
Kelinci : “Sepertinya mereka sudah datang untuk menyaksikan kemenanganku.
Katak malang, ia pasti masih tertinggal jauh di belakang.” (sambil
tersenyum sendiri).
Kelinci tidak tahu, bahwa selama ia tertidur pulas, dengan bersusah payah
tapi mantap, katak terus melompat melewati hutan. Dan kelinci telah tertidur lama

23
sekali, cukup lama, sehingga katak dapat dengan perlahan-lahan berjalan
melewatinya dan sedikit lagi tiba di garis finish.
Dan ketika kelinci melihat katak, ia terkejut dengan apa yang telah terjadi.
Kelinci lari sekencang-kencangnya. Tetapi malang baginya karena katak telah
berhasil mencapai garis finish terlebih dahulu. Bahkan katak mendapatkan sorakan
gembira dari penghuni hutan yang lain.
Kelinci harus mengakui kekalahannya dalam lomba lari tersebut.
Kelinci : “Hei katak, kau menang, hadiah apa yang kau mau dariku?” (sambil
menunduk).
Katak : “Kelinci, hanya ini yang kuinginkan darimu. Kamu tidak boleh
sombong dan suka mengejek lagi.” (berbicara dengan lembut).
Kelinci pun memberikan ucapan selamat kepada katak dan berjanji untuk
tidak sombong dan suka mengejek lagi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz .2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Anggani Sudono, 2000. Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta. Grasindo

Champbell. (2015). Psikologi Anak. Jakarta: PT Indeks

Erlita., 2006, Pengaruh Permainan Pada Perkembangan Anak. Terdapat

Padahttp://info.balitacerdas.com. Diakses pada tanggal 5 Maret 2018

Foster and Humsberger., 2000, Family Centered Nursing Care of Children. WB

sauders Company, Philadelpia USA

Hayati, Nur. 2012. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. EGC : Jakarta

Hurlock, E B., 2009, Perkembangan Anak Jilid III., Erlangga : Jakarta.

Kliegman, Robert M., 2000, Ilmu Keshatan Anak Nelson Vol 3, Editor Bahasa

Indonesia: A. Samik Wahab-Ed.15 EGC : Jakarta

Lanni, D. 2014. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba

Medika.

Markum, dkk., 2005, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak., IDI : Jakarta

Potter, P. A, Perry. (2013). Fundamental of Nursing (edisi 4). Jakarta: EGC

Soetjiningsih, 2007, Tumbuh Kembang Anak, EGC: Jakarta

Staf Pengajar IKA FKUI. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 3.Jakarta :

25
FKUI.

Suherman. 2000. Buku Saku Perkembangan Anak. Jakarta : EGC

Supartini, Yupi. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Wong, Donna L. ,2003, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi-4., EGC:

Jakarta

Lembar Observasi Pelaksanaan Terapi Bermain

NO Aspek yang Dinilai Ya Tidak


I Struktur Terapi Bermain
1. Persiapan media terapi bermain
a. Boneka Tangan
2 Kelengkapan jumlah mahasiswa:
a. Leader (1)
b. Co-leader (1)
c. Fasilitator (3)
d. Observer umum (1)
e. Observer khusus (5)
3 Kegiatan berjalan tepat waktu
4 Jumlah peserta sesuai dengan rencana
5 Setting tempat sesuai rencana
II Proses Terapi Bermain
1. Pembukaan
Leader :
a. Membuka acara terapi bermain dengan mengucapkan
salam
b. Memperkenalkan diri dan anggota tim
c. Memperkenalkan peserta
d. Menjelaskan kontrak waktu
e. Menjelaskan permainan apa yang akan dilakukan dan
tujuan terapi bermain
f. Memimpin jalannya permainan dari awal sampai akhir
2. Pelaksanaan
Co-leader :
a. Membantu Leader menjelaskan cara bermain kepada
peserta
b. Membantu Leader bercerita kepada peserta
c. Memberikan kesempatan pada pesertauntuk ikut
memulai permainan
d. Mengatur waktu permainan
Fasilitator :

26
a. Mengarahkan peserta untuk bermain
b. Memotivasi peserta dalam menyelesaikan permainan
c. Membantu leader dalam mengkondisikan peserta agar
fokus pada jalannya permainan
Observer :
a. Memberikan Check list pada lembar observasi
pelaksanaan terapi bermain
b. Memberikan Check list pada lembar evaluasi
kemajuan peserta
c. Memberikan penilaian kemampuan anak berdasarkan
kriteria di lembar evaluasi kemajuan.
d. Mengisi format ddst per anak setelah permainan
berakhir

3. Terminasi :
a. Melakukan evaluasi dan validasi
b. Memberikan reward kepada peserta terbaik oleh
leader,dan fasilitator
c. Leader mengucapkan terimakasih
4. Pelaksanaan terapi berlangsung tepat waktu
5. Peserta berpartisipasi aktif selama kegiatan
III Hasil Terapi Bermain
1. Peserta Terapi Bermain :
a. Peserta terapi
bermain mampu meningkatkan keterampilan berbicara
dengan menjelaskan kembali pesan yang terdapat pada
kegiatan permainan
b. Peserta terapi
bermain mampu bersosialisasi dengan teman sebaya
yang dirawat di ruang yang sama
c. Peserta terapi
bermain dapat mengekspresikan bahwa perasaan
kecemasannya berkurang setelah permainan

27
28
LembarEvaluasiKemajuan

Kategori kemampuan anak Penilaian An... An... An... An... An... An... An... An... An... An...
Kognitif
- Anak dapat menjelaskan kembali pesan yang
terkandung dalam permainan
- Anak dapat menyimpulkan cerita yang
Total
disampaikan dalam permainan
Kriteria
- Anak mampu menyelesaikan tugas dalam
permainan
Sosial
- Anak mau memperkenalkan diri di depan
teman sepermainan
- Anak mampu berkomunikasi baik dengan Total
Kriteria
teman sebaya
- Anak mampu mengekspresikan perasaan
kecemasannya selama perawatan setelah
permainan
Afektif
Anak dapat mematuhi peraturan permainan
dengan kriteria :
- Anak tidak keluar masuk selama permainan Total
Kriteria
berlangsung
- Anak mendengarkan perawat dan
berpartisipasi selama permainan.
Jumlah akhir
Keterangan skor: Kriteria tiap kategori:
0 :Tidak dapat melakukan Baik : jumlah skor 17-24
1 :Dapat melakukan dengan bantuan Cukup : jumlah skor 9-16
2 :Dapat melakukan dengan motivasi Kurang : jumlah skor 0-8
3 :Melakukan dengan mandiri

Anda mungkin juga menyukai