Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ISLAM DAN EKONOMI

Resume Materi Larangan Gharar Dan Barang/Jasa Haram

Dosen Pengampu: Atik Emilia Sula, S.E., M.Ak.

KELOMPOK 11

NAMA ANGGOTA :

1. Sarhofa Tillah (200221100195)


2. Moh. Dony Setiawan (200221100204)
3. Desty Miya Mary (200221100207)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

BANGKALAN

2020 – 2021
A. PENGERTIAN GHARAR
Beberapa Ulama fiqih memberikan pandangannya terhadap Gharar, adapun
Ulama-Ulama tersebut antara lain:
a. Imam As-Sarakhsi, dari mazhab Hanafi, menyatakan Gharar yaitu sesuatu yang
tersembunyi akibatnya.
b. Imam Al-Qarafi, dari mazhab Maliki, mengemukakan bahwa Gharar adalah suatu
yang tidak diketahui apakah ia akan diperoleh atau tidak.
c. Imam Shirazi, dari mazhab Syafi’i, mengatakan Gharar adalah sesuatu yang
urusannya tidak diketahui dan akibatnya tersembunyi.
d. Ibnu Taimiyah menyatakan Gharar tidak diketahui akibatnya.
e. Ibnul Qoyyim berkata bahwa Gharar adalah sesuatu yang tidak dapat diukur
penerimaannya baik barang tersebut ada ataupun tidak ada, seperti menjual kuda
liar yang belum tentu bisa di tangkap meskipun kuda tersebut wujudnya ada dan
kelihatan.
f. Ibnu Hazm mendefinisikan Gharar dengan suatu keadaan dimana ketika pembeli
tidak tahu apa yang dia beli atau penjual tidak tahu apa yang dia jual.
Dari pengertian beberapa tokoh tersebut maka dapat disimpulkan bahwa gharar
adalah suatu transaksi yang didalamnya terdapat unsur ketidak jelasan atau spekulasi
sehingga mengakibatkan adanya ketidakrelaan dalam kegiatan transaksi atau jual beli.
Dampak dari transaksi yang mengandung Gharar adalah adanya pendzaliman atas salah
satu pihak yang bertransaksi sehingga hal ini dilarang dalam Islam.
B. KONSEP GHARAR
Konsep gharar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pertama, unsur risiko yang mengandung keraguan, probabilitas dan ketidakpastian
secara dominan.
2. Kedua, unsur meragukan yang dikaitkan dengan penipuan atau kejahatan oleh
salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
C. DASAR LARANGAN GHARAR
1. Landasan Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an tidak ada nash secara khusus yang mengatakan
tentang hukum gharar akan tetapi secara umum dapat dimasukan dalam surat Al-
Baqarah ayat 188 yang berbunyi :
Artinya : Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian dari yang lain
diantara kamu dengan yang batil. (Q.S. Al-Baqarah : 188).
Kemudian surat An-Nisa ayat 29 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan batil kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka
sama suka diantara kamu. (Q.S. An-Nisa : 29).
Dengan demikian apa yang disebut dengan jual beli (transaksi) gharar
termasuk dalam kategori memakan harta dengan cara yang batil dan terlarang atau
tidak termasuk jual beli (transaksi) yang diperbolehkan.
2. Landasan Sunnah
Sunan Ibnu Majah menyebutkan suatu riwayat :

Artinya : Dari Ibnu Abbas berkata : Rasullulah SAW telah melarang jual beli
gharar. Dengan demikian maka jelaslah larangan akan jual beli gharar dalam
Islam.
D. Bentuk Gharar
1. Gharar dalam Kuantitas
Misalnya seorang petani tembakau sudah membuat kesepakatan jual beli
dengan pabrik rokok atas tembakau yang bahkan belum panen. Pada kasus ini,
pada kedua belah pihak baik petani tembakau maupun pabrik rokok mengalami
ketidakpastian mengenai berapa pastinya jumlah tembakau yang akan panen.
Sehingga terdapat gharar atas barang yang ditransaksikan.
2. Gharar dalam Kualitas
Misalnya seorang pembeli sudah membuat kesepakatan untuk membeli
anak kambing yang masih berada di dalam kandungan. Pada kasus ini, baik
penjual maupun pembeli tidak mengetahui dengan pasti apakah nantinya anak
kambing ini akan lahir dengan sehat, cacat, atau bahkan mati. Sehingga terdapat
ketidakpastian akan barang yang diperjualbelikan.
3. Gharar dalam Harga
Misalnya Tn. A menjual motornya kepada Tn. B dengan harga
Rp8.000.000 jika dibayar lunas dan Rp10.000.000 jika dicicil selama 10 bulan.
Pada kasus ini, tidak ada kejelasan mengenai harga mana yang dipakai.
Bagaimana jika Tn. B dapat melunasi motornya dalam waktu kurang dari 10
bulan? Harga mana yang akan dipakai? Hal inilah yang menjadi suatu
ketidakpastian dalam transaksi.
4. Gharar Menyangkut Waktu Penyerahan
Misalnya Basti sudah lama menginginkan handphone milik Miro.
Handphone tersebut bernilai Rp4.000.000 di pasaran. Suatu saat, handphone
tersebut hilang. Miro menawarkan Basti untuk membeli handphone tersebut
seharga Rp1.500.000 dan barang akan segera diserahkan begitu ditemukan.
Dalam kasus ini, tidak ada kepastian mengenai kapan handphone tersebut akan
ditemukan, dan bahkan mungkin tidak akan ditemukan. Hal ini menimbulkan
gharar dalam waktu penyerahan barang transaksi.
E. PEMBAGIAN GHARAR
a. Gharar Dalam Sighat Akad
Gharar dalam sighat akad (bentuk transaksi) artinya dalam kegiatan
transaksi yang terjadi didalamnya terdapat gharar.
1. Dua Jual Beli Dalam Satu Jual Beli
Artinya satu akad yang mengandung dua bentuk jual beli, baik itu
yang disempurnakan salah satunya atau tidak. Contoh : Bagas menjual
rumah kepada Roni jika Roni menjual mobil kepadanya juga.
2. Jual Beli Urban
Artinya dimana seorang membeli barang dagangan dan pembeli
telah membayar kepada penjual dengan sejumlah harga dengan dasar
bahwa pembeli jadi mengambil barang dagangannya maka jumlah uang
tersebut adalah harganya atau jika tidak jadi maka jumlah uang tersebut
milik penjual.
3. Jual Beli Munabazah
Yaitu jual beli dimana kedua belah pihak yang bertransaksi
melemparkan barang yang ada padanya dan mereka menjadikan cara
tersebut sebagai ijab untuk suatu jual beli tanpa adanya kerelaan ijab dari
keduanya. Dan juga dengan tanpa memberikan kejelasan tentang barang
yang ditransaksikan tersebut.
4. Jual Beli Hasah
Artinya model jual beli yang pernah dilakukan pada masa jahiliyah
oleh orang-orang arab. Mereka melakukan jual beli tanah yang tijak jelas
luasnya dengan cara melemparkan hasah (batu kecil), pada tempat akhir
batu tersebut maka itulah luas tanah yang dijual. Oleh karena itu jual beli
dengan cara seperti ini dinamakan jual beli hasah atau lemparan batu. Dan
karena jual beli dengan cara ini mengandung ketidakjelasan maka jual beli
tersebut termasuk yang dilarang.
5. Jual Beli Mulamasah
Artinya jual beli dengan cara penjual dan pembeli menyentuh baju
salah satu seorang mereka atau menyentuh barangnya.
6. Akad yang Digantungkan dan Akad yang Disandarkan
Artinya akad yang keberadaannya tergantung pada ada tidaknya
sesuatu. Contoh : Bagas menjual kepada Roni rumahnya dengan harga
sekian jika Roni menjual rumahnya juga kepada Bagas.
b. Gharar Dalam Benda yang Berlaku Pada Akadnya
1. Ketidakjelasan Pada Dzat Benda yang Ditransaksikan
Artinya jenis barang yang dijual diketahui tapi yang mana dari
jenis tersebut yang dijual tidak jelas. Dari sini ketidakjelasan barang yang
dijual dapat menjadikan sebab perselisihan dan fasidnya jual beli.
2. Ketidakjelasan Pada Jenis Barang yang Ditransaksikan
Artinya mengetahui jenis barang yang ditransaksikan itu menjadi
sahnya suatu jual beli. Jadi jika terdapat ketidakjelasan jenis barang yang
ditransaksikan termasuk kategori gharar yang besar sehingga
menyebabkan jual beli tidak sah.
3. Ketidakjelasan Pada Macam Barang yang Ditransaksikan
Artinya termasuk hal yang menghalangi sahnya jual beli seperti
pada ketidakjelasan benda. Contoh : Ani menjual buah kepada Ami
dengan harga sekian tetapi tanpa menjelaskan buah apa yang dijualkan.
4. Ketidakjelasan Pada Sifat Benda yang Ditransaksikan
Artinya jual beli menjadi tidak sah jika sifat-sifat benda yang
ditransaksikan tidak dijelaskan atau disebutkan.
5. Ketidakjelasan Pada Kadar Benda yang Ditransaksikan
Artinya ketidakjelasan kadar barang yang dijual atau
ditransaksikan tersebut. Contoh : Ani menjual 1 kantong gandum. Apabila
seperti contoh tersebut masih bisa dikatakan sah dijual tetapi jika menjual
barang tanpa diketahui kadar atau ukuran barang tersebut itu tidak sah
dalam jual beli.
6. Ketidakjelasan Pada Tempo Penentuan Harga
Tidak ada perbedaan pendapat antara para fuqaha dalam hal
dibolehkanya mengetahui tempo penetapan harga untuk jual beli yang
ditangguhkan harganya, dan ketidakjelasan pada tempo tersebut termasuk
gharar yang terlarang dalam jual beli. Menurut beberapa penafsiran jual
beli semacam ini adalah jual beli dengan harga hingga waktu yang tidak
diketahui hingga waktu tersebut dijadikan batas untuk menentukan harga.
Tidak adanya kemampuan menyerahkan benda yang ditransaksikan.
7. Transaksi Pada Benda yang Tidak Ada
Artinya apabila pada waktu transaksi barang tersebut tidak pasti
ada atau tidaknya dimasa yang akan datang dalam arti kadang-kadang
tidak ada maka jual beli seperti ini adalah batal. Seperti jual beli buah-
buahan kadang ada atau tidak ada buahnya, artinya ini tidak ada kepastian
tentang ada tidaknya barang yang akan dijual. Al-Nawawi mengatakan
bahwa jual beli tersebut adalah batal secara ijma’ karena terdapatnya unsur
gharar dalam jual beli tersebut yaitu tidak jelasnya barang dan akibatnya.
8. Tidak Bisa Melihat Benda yang Ditransaksikan
Ada kemungkinan barang yang ditransaksikan telah jelas jenisnya,
sifatnya, kadar ukurannya, tempo serta bisa diserah terimakan, akan tetapi
menurut sebagian ahli fiqih mengandung gharar karena tidak bisa dilihat
mata oleh salah satu dari mereka yang bertransaksi, atau benda yang dijual
tidak ada ditempat transaksi, atau ada ditempat transaksi tetapi terbungkus
rapat, atau salah dari yang bertransaksi buta mata.
F. JUAL BELI YANG SIFATNYA GHARAR
1. Bila kuantitasnya banyak, hukumnya dilarang berdasarkan ijmâ’. Seperti menjual
ikan yang masih dalam air dan burung yang masih di udara.
2. Bila jumlahnya sedikit, hukumnya dibolehkan menurut ijmâ’. Seperti pondasi
rumah (dalam transaksi jual beli rumah).
3. Bila kuantitasnya sedang-sedang saja, hukumnya masih diperdebatkan. Namun
parameter untuk mengetahui banyak sedikitnya kuantitas, dikembalikan kepada
kebiasaan.
G. TINGKATAN GHARAR
Menurut para ulama tingkatan gharar itu ada dua, yaitu :
1. Gharar Berat
Gharar yang sering terjadi pada akad hingga menjadi sifat akad tersebut.
Contoh : menjual buah-buahan yang belum tumbuh sepenuhnya. Gharar jenis ini
hukumnya haram, karena dapat menimbulkan perselisihan antar pelaku bisnis dan
akad yang disepakati menjadi tidak sah.
2. Gharar Ringan
Gharar yang tidak bisa dihindarkan dalam setiap akad dan dimaklumi
sehingga pihak-pihak yang bertransaksi tidak dirugikan dengan gharar tersebut.
Contoh : menjual sesuatu yang hanya bisa dilihat jika sudah dipecahkan atau
dirobek. Gharar jenis ini dibolehkan dan akad yang disepakati tetap sah.
H. GHARAR DALAM TRANSAKSI EKONOMI
Transaksi perdagangan umumnya pasti mengandung untung dan rugi. Hal yang
wajar bila setiap penjual selalu mangharapkan keuntungan, tetapi belum tentu dalam
semua usaha atau dagangan yang dijual menghasilkan keuntungan. Risiko untung dan
rugi adalah kondisi yang tidak pasti dalam setiap usaha. Dapat ditekankan bahwa Islam
tidak melarang suatu akad yang hanya terkait dengan risiko atau ketidakpastian. Hanya
bila risiko tersebut sebagai upaya untuk membuat satu pihak mendapatkan keuntungan
atas pengorbanan pihak lain, maka hal tersebut menjadi gharar. Yang menjadikan gharar
dilarang adalah karena keterkaitannya dengan memakan harta orang lain dengan cara
tidak benar, jadi bukan semata-mata adanya unsur risiko, ketidakpastian ataupun disebut
pula dengan game of chance. Karena hal ini akan mengakibatkan merugikan bagi pihak
lain.
Dalam transaksi modern, banyak ditemukan model transaksi yang termasuk dalam
kategori gharar. Terutama transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan. Umum
terjadi, lembaga keuangan modern merupakan lembaga usaha yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan. Gharar dalam lembaga keuangan modern terdapat pada cara
mereka melakukan usaha dan mendapatkan keuntungan.
I. Transaksi yang Dilarang Dalam Islam
Dalam Islam terdapat transaksi-transaksi yang dilarang untuk dilakukan.
Transaksi yang disebabkan oleh dua faktor :
a. Haram Zatnya (Objek Transaksinya)
Suatu transaksi dilarang karena objek (barang dan/atau jasa) yang
ditransaksikan merupakan objek yang dilarang (haram) dalam hukum agama
islam. Seperti memperjualbelikan alkohol, bangkai, babi, narkoba, organ manusia,
dll.
b. Haram Selain Zatnya (Cara Bertransaksi)
Transaksi dilarang karena ada masalah pada proses/cara transaksinya yang
tidak dibenarkan dalam hukum islam. Seperti
 Riba
Pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Juga sering dikenal dengan bunga dalam hutang atau penambahan jumlah
pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah
pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam atau orang yang
berhutang.
 Gharar
Suatu transaksi yang didalamnya terdapat unsur ketidak jelasan
atau spekulasi sehingga mengakibatkan adanya ketidakrelaan dalam
kegiatan transaksi atau jual beli.
 Bay’u Najasy
Gambarannya seperi jika terdapat sekelompok orang bersepakat
dan bertindak sebagai pembeli lalu berpura-pura menawar barang dipasar
dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar
menawar tersebut. Sehingga dari permintaan palsu tersebut dapat
menaikkan harga jual suatu produk dan orang ketiga akhirnya terpancing
jadi ikut membeli produk tersebut.
 Iḥtikār
Menumpuk barang ataupun jasa yang diperlukan masyarakat dan
kemudian si pelaku mengeluarkannya sedikit-sedikit dengan harga jual
yang lebih mahal dari harga biasanya dengan tujuan untuk mendapatkan
keuntungan lebih cepat dan banyak. Sehingga memaksa para konsumen
yang membutuhkan barang tersebut untuk membeli dengan harga yang
jauh lebih mahal akibat kelangkaan tersebut. Rasulullah SAW bersabda :

Artinya : Barangsiapa yang menimbun (barang & jasa kebutuhan pokok)


maka telah melakukan suatu kesalahan (dosa).
 Talaqqi Al-Jalab atau Talaqqi Rukbān
Al-Jalab adalah barang yang diimpor dari tempat lain. Sedangkan
Rukbān yang dimaksud adalah pedagang dengan menaiki tunggangan.
Talaqqi Al-Jalab atau Talaqqi Rukbān adalah sebagian pedagang
menyongsong kedatangan barang dari tempat lain dari orang yang ingin
berjualan di negerinya, lalu ia menawarkan harga yang lebih rendah atau
jauh dari harga di pasar sehingga barang para pedagang luar itu dibeli
sebelum masuk ke pasar dan sebelum mereka mengetahui harga
sebenarnya. Dari Abu Hurairah, ia berkata:

Artinya : Rasulullah SAW. melarang dari Talaqqi Al-Jalab.


 Risywah (Suap)
Risywah menurut bahasa adalah pemberian yang diberikan kepada
seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu. Sedangkan menurut
istilah risywah berarti pemberian yang bertujuan membatalkan yang benar
atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah. Rasulullah SAW
bersabda :

Artinya : Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap.


 Maysir atau qimār
Biasa diistilahkan dengan judi, seperti taruhan uang pada
permainan kartu, pertandingan sepak bola, pacuan kuda, dan semisalnya.
Judi dilarang dalam islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman
allah dalam QS. Al-baqarah/2: 219.

Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.


Katakanlah, ‘pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat
bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya’… (QS.
Al-baqarah : 219).
DAFTAR PUSTAKA
Hosen, M. N. (2009). Analisis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi. Al-Iqtishad: Jurnal
Ilmu Ekonomi Syariah, 1(1). https://doi.org/10.15408/aiq.v1i1.2453
Ii, B. A. B., & Gharar, A. P. (n.d.). sesuatu yang tertutup akibatnya (tidak ada kejelasanya). 3.
14–26.
Nur, E. R. (2015). Suatu Tinjauan Hukum Dan Etika. Al-Adalah, 12(1), 647–662.
Rafi, I. (2019). Larangan Allah dalam Berekonomi yang Batil. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/15688/
Shohih, H., Hukum, F., & Diponegoro, U. (2021). PERSPEKTIF HUKUM ISLAM MENGENAI
PRAKTIK GHARAR. 12(April), 69–82.
https://stebisigm.ac.id/berita342-Transaksi-yang-dilarang-dalam-Islam.html

Anda mungkin juga menyukai