Anda di halaman 1dari 37

Meeting with Company A JUNE 15, 2021 - 18H

JULY 11, 2021 - 11H Meeting with Company A


Meeting with Company A JUNE 15, 2021 - 15H
AUGUST 8, 2021 - 16H Meeting with Company A
// OCTOBER
Meeting with Company A 2022 JUNE 15, 2021 - 15H
RIL 15, 2021 - 15H Meeting with Company A
ing with Company A

KEUANGAN DESA DAN


ASET DESA
Kelompok 7
JUNE 15, 2021 - 18H
Meeting with Company A
MEETING DATE & TIME JUNE 15, 2021 - 15H
Main subject to discuss Meeting with Company A
JUNE 15, 2021 - 15H
Meeting with Company A
MARCH 22, 2021 - 15H
ANGGOTA KELOMPOK :

01 200221100132 02 200221100207
Moch. Haris Desty Miya Mary

03 200221100218 04 200221100222 05 200221100230


Shavira Amalina Cintara Firdaus Faricha Royani
Nurizzati Salsabila Musafa
Alokasi Dana Desa

Alokasi Dana Desa (ADD) menurut Pasal 1 PP Nomor 43 Tahun 2014 adalah dana perimbangan yang diterima
kabupaten/kota dalam APBD kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Tujuannya :
• Menanggulangi kemiskinan.
• Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan
masyarakat.
• Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan.
• Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan
sosial.
• Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
• Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan
ekonomi masyarakat.
• Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.
• Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui BUMDES.
• Peraturan bupati/walikota wajib disampaikan paling lambat bulan Oktober
tahun anggaran berjalan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan dengan tembusan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pemerintahan dalam negeri
dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pembangunan desa, pembangunan kawasan perdesaan dan pemberdayaan
masyarakat desa untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangannya.
• Ketentuan cara pengalokasian ADD telah diatur dengan peraturan
bupati/walikota.
• Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya besumber dari ADD dalam
APB Desa, sepenuhnya dilaksanakan oleh tim pelaksanaa desa dengan mengacu
pada peraturan bupati/walikota.
Bantuan Keuangan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Serta
Kota/Kabupaten

● Berdasarkan Pasal 98 PP Nomor 43 Tahun 2014 pemerintah daerah provinsi


dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan yang bersumber
dari APBD provinsi dan kabupaten/kota kepada desa.
● Bantuan keuangan yang diberikan bersifat umum dan khusus.
● Bantuan umum, diperuntukkan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya
kepada desa penerima bantuan dalam rangka membantu pelaksanaan tugas
pemerintah daerah di desa.
● Bantuan khusus, diperuntukkan dan pengelolaannya ditetapka oleh
pemerintah daerah pemberi bantuan dalam rangka percepatan
pembaungan desa dan pemberdayaan masyarakat.
• Bantuan keuangan bersifat khusus dikelola dalam APB Desa tetapi
tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan paling sedikit 70% dan
paling banyak 30%.
• Bantuan keuangan desa merupakan bantuan langsung yang
menyentuh masyarakat desa dalam skala prioritas utnuk mewujudkan
visi dan misi pemerintah daerah provinsi dengan meingkatkan sarana
dan prasarana insfrastruktur desa untuk percepatan pembangunan
desa.
• Bantuan keuangan desa dimaksudkan untuk mempercepat akselerasi
pembangunan perekonomian wilayah melalui pembangunan dan
peningkatan insfrastruktur perdesaan.
• Tujuan bantuan keuangan desa :
a. Mendorong pemerataan dan perkembangan wilayah dengan membuka akses
hasil produksi dan penyediaan saran dan prasarana infrastruktur perdesaan.
b. Meingkatkan pemberdayaan dan menumbuhkan perekonomian masyarakat
peredesaan.
c. Mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
• Pelaksanaan bantuan keuangan desa akan memberikan dampak secara langsung
bagi pembangunan kualitas hidup masyarakat desa dalam menjalankan
perekonomian, pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
• Apabila bantuan keuangan desa tidak dapat dilaksanakan pada tahun anggaran
yang bersangkutan, pelaksanaannya pada tahun anggaran yang berikutnya sebagai
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) dengan jenis kegiatan tidak berubah yang
mengikuti ketentuan serta mekanisme yang berlaku dalam APB Desa.
Hibah dan Sumbangan yang Tidak Mengikat Pihak Ketiga

• Hibah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari


pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota
atau pihak lain kepada pemerintah desa yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat
serta tidak secara terus menerus yag bertujuan untuk menunjang
penyelenggaraan urusan pemerintah desa dan dilakukan melalui
perjanjian.
• Hibah dapat berbentuk uang, barang, dan/atau jasa serta tenaga
ahli.
Lain-Lain Pendapatan Desa yang Sah

• Pendapatan desa di luar pendapatan asli desa, alokasi APBN, bagian hasil
pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, alokasi dana, bantuan
keuangan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, hibah, dan
sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga.
• Lain-lain pendapatan desa seperti hasil dari kerjasama pihak ketiga, hasil
penjualan kekayaan desa yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan
bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian desa, pungutan desa,
bantuan perusahaan yang berlokasi di desa dan lain-lain.
Belanja Desa
● Berdasarkan Pasal 12 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, belanja desa
meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yan merupakan kewajiban
desa dalam 1 tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya
kembali oleh desa.
● Belanja desa dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan desa sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
● Belanja desa harus mencerminkan strategi pengeluaran yang rasional, baik
kuantitatif maupun kualitatif, sehingga akan terlihat adanya
pertanggungjawaban atas pungutan sumber-sumber pendapatan desa oleh
pemerintah desa serta hubungan timbal balik antara pungutan pendapatan
dan pelayanan kepada masyarakat.
• Belanja desa diarahkan sebagai upaya untuk meningkatkan proporsi
belanja yang berpihak kepada kepentingan masyarakat.
• Belanja desa harus memperhatikan urgensi kebutuhan dan kemampuan
keuangan desa.
• Berdasarkan Pasal 13 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, klasifikasi
belanja desa terdiri atas kelompok :
a. Penyelenggaraan pemerintahan desa.
b. Pelaksanaan pembangunan desa.
c. Pembinaan kemasyarakat desa.
d. Pemberdayaan masyarakat desa.
e. Belaja tak terduga.
• Kelompok belanja dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan desa
yang dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa.
• Kegiatan tersebut terdiri atas jenis : belanja pegawai, belanja barang dan
jasa, dan belanja modal.
• Berdasarkan Pasal 14 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, jenis belanja
pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap dan
tunjangan bagi kepala desa dan perangkat desa serta tunjangan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD).
• Belanja pegawai dianggarkan dalam kelompok Penyeleggaraan
Pemerintah Desa, kegiatan pembayaran penghasilan tetap dan
tunjangan.
• Belanja pegawai pelaksaanannya dibayarkan setiap bulan.
• Berdasarkan Pasal 15 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, belanja barang dan jasa
digunakan pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua
belas) bulan. Belanja barang dan jasa antara lain:
a. Alat tulis kantor;
b. Benda pos;
c. Bahan/material;
d. Pemeliharaan, dst.
• Berdasarkan Pasal 16 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Belanja Modal digunakan
untuk pengeluaran dalam rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang
nilai manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan.
• Berdasarkan Pasal 17 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dalam keadaan darurat
dan/atau Keadaan Luar Biasa (KLB) Pemerintah Desa dapat melakukan belanja yang
belum tersedia anggarannya, Keadaan darurat dan/atau KLB merupakan keadaan
yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang dan/atau mendesak.
• Berdasarkan Pasal 100 PP Nomor 43 Tahun 2014, Belanja Desa yang ditetapkan dalam
APB Desa digunakan dengan ketentuan:
a. Paling sedikit 70% dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
Anggaran belanja Desa tersebut digunakan untuk:
1. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil.
2. Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUM Desa
3. Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan.
b. Paling banyak 30% dari jumlah anggaran belanja Desa digunakan untuk:
1. Penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa dan perangkat desa;
2. Operasional pemerintah desa;
3. Tunjangan dan operasional BPD;
Pembiayaan Desa

Berdasarkan Pasal 18 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, Pembiayaan Desa meliputi
semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima
kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya. Pembiayaan Desa meliputi semua transaksi keuangan untuk
menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Surplus/defisit adalah selisih antara
pendapatan dan belanja. Pembiayaan Desa terdiri dari penerimaan pembiayaan dan
pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan Desa mencakup:
• Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) tahun sebelumnya.
• Pencairan dana cadangan.
• Hasil kekayaan Desa yang dipisahkan.
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) adalah selisih realisasi penerimaan dan pengeluaran
anggaran selama 1 periode anggaran. SILPA antara lain berasal dari pelampauan
penerimaan pendapatan terhadap belanja, penghematan belanja dan sisa dana kegiatan
lanjutan. SILPA tersebut merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
1. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi
belanja.
2. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan.
3. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum
diselesaikan.
Pencairan dana cadangan digunakan untuk menganggarkan pencairan dana cadangan ke
rekening kas Desa dalam tahun anggaran berkenaan. Berdasarkan Pasal 19 Permendagri
Nomor 113 Tahun 2014, pengeluaran pembiayaan mencakup:
a. Pembentukan dana cadangan.
b. Modal penyertaan,
Pembentukan dana cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai
kegiatan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam
1 tahun anggaran. Pembentukan dana cadangan tersebut dapat bersumber dari
penyisihan atas penerimaan Desa, kecuali dari penerimaan yang
penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Penyertaan modal Pemerintah Desa adalah pengalihan kekayaan yang tidak
dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai
modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik (BUM) Desa, Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) atau Badan Hukum lainnya yang dimiliki oleh Desa atau
daerah.
Aset Desa

Berdasarkan Pasal 1 ayat (19) Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, Aset Desa adalah
barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. Barang Milik Desa (BMD) berdasarkan Pasal
1 PP Nomor 43 Tahun 2014 adalah kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang
tidak bergerak. Berdasarkan Pasal 76 UU Nomor 6 tahun 2014, Aset Desa dapat berupa
tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa,
pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa,
pemandian umum, dan aset lainnya milik Desa
Aset lainnya milik Desa, antara lain:
1. Kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN, APBD serta APB Desa.
2. Kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis.
Sumbangan termasuk tanah wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3. Kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Hasil kerja sama Desa.
5. Kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa


yang ada di Desa dapat dihibahkan kepemilikannya kepada Desa. Kekayaan Desa menjadi
milik Desa, Kekayaan Desa dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama
Desa.
//lampiran I

TATA CARA
PENYUSUNAN
INDEKS KESULITAN
GEOGRAFIS DESA
I. Pendahuluan
II. Tahapan penyusunan indeks kesulitan
geografis
III. Ilustrasi sederhana penghitungan IKG
//lampiran I /PENDAHULUAN

Tingkat kesulitan geografis Desa dipresentasikan oleh Indeks Kesulitan Geografis


(IKG) dengan rentang nilai 0 – 100. Semakin tinggi nilai indeks menunjukkan tingkat
kesulitan geografis yang semakin tinggi. Mengacu pada Peraturan Pemerintah
mengenai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, IKG Tahun 2014
disusun berdasarkan 3 faktor, yaitu:
1. Ketersediaan Pelayanan Dasar yang meliputi pelayanan dasar yang terkait
pendidikan dan kesehatan.
2. Kondisi Infrastruktur yang meliputi infrastruktur yang terkait dengan fasilitas
kegiatan ekonomi dan ketersediaan energi.
3. Aksebilitas/Transportasi yang meliputi aksesibilitas jalan dan sarana transportasi.
//lampiran I/TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS

Secara umum, IKG disusun dalam 3 tahap, yaitu:


1. Pemilihan dan Pembentukan Variabel Penyusuna IKG
Desa yang aksesibilitasnya mudah (jaraknya dekat, waktu tempuh singkat, dan
biaya murah) memiliki skor variabel yang rendah. Sebaliknya, desa yang tidak ada
fasilitas atau jarak akses ke fasilitas terdekat relatif jauh, maka akan memiliki skor yang
relatif tinggi.
a) Faktor Ketersediaan Pelayanan Dasar
Pada faktor ini terdiri dari ketersediaan atau akses ke fasilitas pendidikan dan
kesehatan. Terdapat 12 variabel untuk mengukur faktor ketersediaan pelayanan dasar:
■ Ketersediaan dan akses ke TK/RA/BA.
■ Ketersediaan dan akses ke SD/MI/Sederajat.
■ Ketersediaan dan akses ke SMP/MTS/Sederajat. Dst
//lampiran I/TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS

b) Faktor Kondisi Infrastruktur


Pada faktor ini terdiri dari fasilitas ekonomi, (kelompok pertokoan, pasar, rumah
makan, warung/kedai makanan, hotel, penginapan, dan bank). Terdapat 8 variabel
untuk mengukur faktor kondisi infrastruktur:
■ Ketersediaan dan akses ke kelompok pertokoan.
■ Ketersediaan dan akses ke pasar.
■ Akses ke restoran, rumah makan atau warung/kedai makan. Dst
c) Faktor Aksebilita/Transportasi
Pada faktor ini terdiri dari jenis dan kualitas jalan, aksesibilitas jalan, keberadaan dan
operasional angkutan umum serta transportasi dari kantor Desa ke kantor camat dan
kantor bupati/walikota. Terdapat 8 variabel untuk mengukur faktor
aksesibilitas/transportasi:
■ Lalu lintas dan kualitas jalan.
■ Asesibilitas jalan.
■ Ketersediaan angkutan umum. Dst
//lampiran I/TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS

2. Penentuan Penimbang Setiap Variabel Penyusun IKG


Setiap variabel harus memiliki kontribusi terhadap IKG, besarnya kontribusi setiap
variabel menggambarkan besarnya pengaruh variabel tersebut terhadap faktor dan
IKG. Untuk mendapatkan kontribusi setiap variabel digunakan metode analisis
komponen utama (principal component analysis).
Selanjutnya, nilai kontribusi setiap variabel digunakan sebagai penimbang atau
pembobot masing-masing variabel untuk menghasilkan nilai IKG.
//lampiran I/TAHAPAN PENYUSUNAN INDEKS KESULITAN GEOGRAFIS

3. Penghitungan IKG
Nilai IKG diperoleh dari penjumlahan secara tertimbangterhadap setiap variabel penyusun IKG.
Nilai yang dijumlahkan adalah skor setiap variabel yang sudah ditimbang/dikalikan dengan bobot masing-
masing variabel. Penghitungan IKG setiap Desa diformulasikan sebagai berikut.
IKG = (V1 x B1 + V2 x B2 + V3 x B3 + …… V28 x B28) x 20
Keterangan:
IKG = Nilai Indeks Kesulitan Geografis setiap Desa (bernilai 0 – 100)
V1 = Skor variabel ke-1 (ketersediaan dan akses ke TK/RA/BA)
V2 = Skor variabel ke-2 (ketersediaan dan akses ke SD/MI/Sederajat)
V3 = Skor variabel ke-3 (ketersediaan dan akses SMP/MTS/Sederajat)
V28 = Skor variabel ke-28 (akses ke bahan bakar)
B1 = Penimbang/pembobot variabel ke-1
B2 = Penimbang/pembobot variabel ke-2
B3 = Penimbang/pembobot variabel ke-3
B28 = Penimbang/pembobot variabel ke-28
//lampiran I/ILUSTRASI SEDERHANA PENGHITUNGAN IKG

Untuk memahami cara penghitungan IKG tersebut, berikut diberikan ilustrasi


sederhana penghitungan IKG untuk Desa sebagai berikut:
1. Menghitung variabel menggunakan formula seperti dijelaskan pada penyusunan
indikator setiap faktor. Dari proses ini akan diperoleh nilai atau skor dari 28
variabel penyusunan IKG.
2. Skor tersebut kemudian dikalikan dengan penimbang setiap variabel yang sesuai.
3. Indeks Kesulitan Geografis (IKG) adalah penjumlahan dari hasil perkalian antara
skor dengan penimbang masing-masing variabel.
//lampiran I/ILUSTRASI SEDERHANA PENGHITUNGAN IKG

Proses penghitungan IKG dapat diringkat menjadi tabel berikut:


//lampiran I/ILUSTRASI SEDERHANA PENGHITUNGAN IKG

Proses penghitungan IKG dapat diringkat menjadi tabel berikut:


// lampiran II

Pedoman dan Contoh Penghitungan Dana


Desa Setiap Desa

I. Dasar penghitungan
II. Tata cara penghitungan
// lampiran II/DASAR PENGHITUNGAN

Dalam melaksanakan penghitungan Dana Desa setiap Desa Pemerintah Kabupaten/Kota


mengacu pada ketentuan sebaga berikut:
1. Ketentuan terkait sumber dana, model perhitungan, variabel dan bobot yang
digunakan dalam penghitungan Dana Desa setiap Desa dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Pasal 1, Pasal 8, dan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015,
yaitu:
a. Sumber Dana Desa yang digunakan dalam penghitungan Dana Desa setiap Desa
berasal dari rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN/APBN-P.
b. Dana Desa setiap Desa dihitung berdasarkan :
• Alokasi Dasar yang merupakan alokasi yang dibagi secara merata kepada setiap
Desa sebesar 90% dari Dana Desa setiap kabupaten/kota; dan
// lampiran II/DASAR PENGHITUNGAN

• Alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas
wilayah, dan tingkat kesulitan geografis setiap Desa (yang selanjutnya dalam pedoman ini
disebut "Bagian Formula") dengan perhitungan berikut:
a) 25% untuk jumlah penduduk;
b) 35% untuk jumlah penduduk miskin;
c) 10 % untuk luas wilayah, dan
d) 30% untuk tingkat kesulitan geografis.

2. Ketentuan terkait rumus atau formulasi yang digunakan dalam perhitungan sebagaimana
diatur dalam ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.07/2015,
yaitu Dana Desa setiap Desa = (Dana Desa kabupaten/kota-Aloka Dasar) x ((25% x rasio
jumlah penduduk setiap Desa terhadap total penduduk Desa kabupaten/kota yang
bersangkutan) - penduduk miskin Desa kabupaten/kota yang bersangkutan) + (35% x rasio
jumlah penduduk miskin setiap Desa terhadap total (10% x rasio luas wilayah setiap Desa
terhadap luas wilayah Desa kabupaten/kota yang bersangkutan) + (30% x rasio IKG setiap
Desa terhadap total IKG Desa kabupaten/kota yang bersangkutan)]
// lampiran II/TATA CARA PENGHITUNGAN

Agar penghitungan Dana Desa setiap Desa berjalan tertib, transparan dan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan, maka diperlukan langkah-langkah operasional (tahapan) sebagai
berikut:
1. TAHAP PERSIAPAN
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi penyiapan dokumen dan data terkait
serta file excel kertas kerja (worksheet) penghitungan.
2. TAHAP PELAKSANAAN
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi menginput data terkait dan menghitung
alokasi.
3. TAHAP AKHIR
Pada tahap ini, kegiatan yang dilakukan meliputi memverifikasi kebenaran/validitas data
yang diinput, menguji hasil penghitungan dan menandatangani kertas kerja (worksheet) hasil
penghitungan serta menyimpan dokumen dan data komputer terkait.
// lampiran II/TATA CARA PENGHITUNGAN/TAHAP PERSIAPAN

Rincian kegiatan pada tahap persiapan, meliputi:


a. Mengumpulkan dokumen, data dan informasi yang diperlukan dalam proses penghitungan,
yaitu:
1) Dokumen rincian Dana Desa setiap kabupaten/kota (Pagu Dana Desa kabupaten/kota)
sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN/APBN-P.
2) Dokumen yang berisikan informasi jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas
wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis yang direpresentasikan dalam bentuk
data indeks kesulitan geografis.
b. Menyiapkan kertas kerja (worksheet) dalam bentuk file excel.
c. Menyiapkan folder penyimpanan dokumen, data dan informasi terkait serta cetakan kerja
(worksheet) dan file excel hasil perhitungan.
d. Kertas kerja (worksheet) penghitungan Dana Desa setiap Desa disusun dengan format.
// lampiran II/TATA CARA PENGHITUNGAN/TAHAP PELAKSANAAN

Rincian kegiatan pada tahap pelaksanaan meliputi:


a. Mengimput data-data terkait pada baris dan kolom kertas kerja (worksheet) dengan urutan sebagai berikut:
1) Nama kabupaten/kota pada baris (a);
2) Tahun anggaran pada baris (b):
3) Pagu Dana Desa Kabupaten/Kota pada baris (c);
4) Jumlah Desa pada baris (f);
5) Bobot Jumlah Penduduk Desa sebesar 25% pada baris (g); dst
b. Menghitung Dana Desa setiap Desa pada baris dan kolom kertas kerja (worksheet) dengan urutan sebagai
berikut:
1) Menghitung variabel pembagi alokasi sebagai berikut:
a) Pagu Alokasi Dasar pada baris (d), dengan rumus:
Pagu Alokasi Dasar = 90% x Pagu Dana Desa Kabupaten/Kota
b) Pagu Bagian Formula pada baris (e), dengan rumus:
Pagu Bagian Formula = 10% x Pagu Dana Desa Kabupaten/Kota
2) Menghitung bagian alokasi formula Dana Desa setiap Desa ( Alokasi Dasar) pada kolom(3), dengan rumus:
Alokasi Dasar = Pagu alokasi dasar : Jumlah Desa di Kab. Kota yang Bersangkutan.
// lampiran II/TATA CARA PENGHITUNGAN/TAHAP PELAKSANAAN

3) Menghitung bagian alokasi formula Dana Desa setiap Desa dengan urutan sebagai berikut:
a) Rasio jumlah penduduk Desa (Rasio JP) pada kolom seting (5), dengan rumus:
Rasio JP= jumlah penduduk Desa :Total penduduk Desa kab.kota yg bersangkutan
b) Bobot jumlah penduduk Desa (bobot JP) pada kolom (6), dengan rumus:
Bobot JP = 25% x Rasio JP total
c) Rasio jumlah penduduk miskin Desa (Rasio JPM) pada kolom (8), dengan rumus:
Rasio JP = jumlah penduduk miskin Desa : total penduduk Desa miskin kab.kota yg
bersangkutan
d) d) Bobot jumlah penduduk miskin Desa (Bobot JPM) pada kolom (9), dengan rumus:
Bobot JPM= 35% x Rasio JPM
e) Rasio luas wilayah Desa (Rasio LW) pada kolom (11), dengan rumus:
Rasio LW = luas wilayah Desa : total luas wilayah Desa kab. yang bersangkutan
f) Bobot luas wilayah Desa (bobot LW) pada kolom (12), dengan rumus:
Bobot LW = 10% x Rasio LW
g) Rasio indeks kesulitan geografis Desa (Rasio IKG) pada kolom (14), dengan rumus:
Rasio IKG= IKG : Desa kab.kota yang bersangkutan
// lampiran II/TATA CARA PENGHITUNGAN/TAHAP AKHIR

Rincian kegiatan pada tahap akhir meliputi:


a. Mencetak kertas kerja (worksheet) hasil dari proses pengisian data dan penghitungan alokasi.
b. Memverifikasi kebenaran pengisian data dan kebenaran hasil penghitungan dengan cara
membandingkan setiap item data isian pada kertas kerja (worksheet) terhadap dokumen
sumber dan menguji hasil penghitungan. Bila ditemukan kesalahan pengisian data maupun
kesalahan penghitungan, maka pada item data bersangkutan ditandai dengan tanda centang
(V) untuk selanjutnya dilakukan proses perbaikan pada item tersebut.
c. Membubuhkan tanda tangan pada cetakan kertas kerja (worksheet) hasil dari proses
pengisian data dan penghitungan alokasi:
• Bagi petugas yang melakukan proses penghitungan pada baris (k); dan
• Bagi pejabat yang berwenang/bertanggung jawab atas proses penghitungan pada baris.
d. Menyimpan seluruh dokumen terkait dan cetakan kertas kerja (worksheet) serta file excel
hasil perhitungan pada folder yang telah disediakan.
TERIMA KASIH

APAKAH ADA PERTANYAAN ?

Anda mungkin juga menyukai