Disusun Oleh:
KEFIN INDRASYAFRI
IX.3
Guru Pembimbing:
SMN 21 PADANG
2020/2021
1. Ma’nene di Tana Toraja, Sulawesi Selatan
Tradisi Ma’nene merupakan cara masyarakat Toraja menghormati para leluhur. Menurut mereka,
roh mereka tidak pernah meninggalkan keluarga. Maka dari itu, mereka punya tradisi untuk
mendandani dan mengganti pakaian untuk dibawa pulang ke rumah.
Biasanya Ma'nene dilakukan setelah panen besar pada Agustus. Meski demikian, ada pula yang
melakukannya pada September, setahun setidaknya ada tiga kali.
Kebo-keboan digelar untuk memohon kesuburan sawah dan hasil panen yang melimpah. Tradisi
ini dijalankan masyarakat Banyuwangi, khususnya Suku Osing. Setiap tahunnya, kamu bisa
melihat Kebo-keboan di Desa Alasmalang dan Aliyan pada 10 Muharram atau Suro.
Acara dimulai dengan mengarak orang yang kerasukan roh gaib untuk dibawa ke Rumah
Kebudayaan Kebo-keboan. Terakhir, akan ada Dewi Kesuburan dan Dewi Sri yang menaburkan
benih padi kepada para petani dan kebo.
3. Omed-omedan di Bali
Omed-omedan menjadi tradisi pemuda Banjar Kaja, Desa Pakraman Sesetan, Denpasar, dalam
menyambut pergantian Tahun Baru Caka. Acara ini sudah dilakukan sejak abad ke-18 Masehi.
Omed-omedan bukan tradisi ciuman seperti yang terlihat di media sosial, melainkan saling tarik-
menarik. Tradisi ini hanya boleh dilakukan anggota baru masuk perguruan tinggi hingga yang
belum menikah. Bagi yang sedang berhalangan dilarang untuk ikut serta.
4. Ikipalin di Papua
Suku Dani di Lembah Baliem, Papua, punya cara cukup ekstrem dalam mengungkapkan
kesedihannya. Ketika ada anggota keluarga atau kerabat yang meninggal, mereka akan
memotong jarinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah malapetaka yang membuat nyawa hilang
terulang kembali.
Ikipalin dilakukan menggunakan benda tajam, seperti pisau, kapak, parang, atau lainnya.
Untungnya, seiring dengan terbukanya Suku Dani, kini mulai banyak orang yang
meninggalkannya.
5. Tatung di Singkawang, Kalimantan Barat
Layaknya debus, kamu yang belum terbiasa akan ngeri melihat tradisi Tatung di Singkawang.
Dalam meramaikan Cap Go Meh Singkawang, ada ratusan orang yang melakukan tradisi
tersebut. Tatung sendiri punya makna roh dewa dari bahasa Hakka.
Dalam menjaga kesaktiannya, mereka diharuskan melakukan beberapa ritual. Salah satunya
puasa makan daging setiap tanggal satu dan 15 setiap bulannya dalam penanggalan Tiongkok
Keturunan Tionghoa di Bagan Siapiapi, Riau, punya tradisi spesial setiap Juni bernama Bakar
Tongkang. Awalnya, tradisi ini menjadi bentuk keputusasaan masyarakat Tionghoa untuk
menetap di sebuah wilayah.
Seiring perkembangan zaman, tradisi ini menjadi pengingat masyarakat Bagan Siapiapi untuk tak
lupa dengan kampung halamannya. Ritual ini diadakan dengan cara membuat kapal layar yang
nantinya akan dibakar.
Sebelumnya, kelenteng yang ada di sekitarnya melakukan upacara pemanggilan roh. Setelah itu,
roh akan dimasukkan ke dalam orang yang bersedia menjadi medium.
7. Pasola di Sumba, Nusa Tenggara Tim
Pasola terus berkembang menjadi sebuah tradisi turun-temurun bagi masyarakat Kecamatan
Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Acara ini merupakan sebuah
permainan ketangkasan melempar lembing kayu sambil menunggang kuda.
Pasola digelar dalam menyambut masa tanam. Zaman dahulu, mereka percaya bahwa dengan
adanya kecelakaan saat acara berlangsung, hal ini menjadi pertanda baik bagi hasil pertanian.
Hingga kini, mereka tetap bertarung saat Pasola guna menjaga tradisi leluhur.
Tana Toraja memang punya banyak tradisi unik, apalagi yang berhubungan dengan kematian.
Bagi mereka, Rambu Solo menjadi ritual yang harus dilakukan saat ada yang meninggal.
Kalau tidak dilakukan, mereka percaya arwahnya akan memberikan kemalangan kepada orang
yang ditinggalkan. Sebelum ritual dimulai, orang yang meninggal hanya akan dianggap sakit.
Mereka akan merawatnya dengan memberikan sesaji, seperti makanan, minuman, rokok, sirih,
atau lainnya. Biasanya, Rambu Solo akan diadakan pada Juli dan Agustus.
9. Titi di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat
Suku Mentawai punya tradisi menato tubuhnya yang disebut Titi. Menato tubuh di sana tidak
semudah seperti kebanyakan di kota besar. Persiapannya membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Mereka akan mengadakan ritual upacara yang dipimpin dukun adat. Selanjutnya, tuan rumah
harus mengadakan pesta dengan menyembelih babi dan ayam.
Motif tatonya juga tak sembarangan, karena fungsinya sebagai identitas dan jati diri Suku
Mentawai. Mereka melakukannya secara tradisional dengan cara menusuk dengan jarum
bertangkai kayu. Jarumnya terbuat dari tulang hewan atau kayu karai yang diruncingka
Tak jauh dari kota modern, Suku Baduy Dalam tetap menjaga tradisinya berjalan kaki tanpa
kendaraan. Bahkan, setiap tahunnya, mereka punya tradisi Seba. Tradisi berjalan kaki dari
Rangkasbitung sejauh 100 kilometer untuk bersilaturahmi.
Pada 4-6 Mei lalu, Seba dilakukan dengan bertemu beberapa kepala daerah. Di setiap pertemuan,
pemangku adat akan menyampaikan pesan-pesan penting.