Sebelum kita bahas aturan tersebut diatas marilah kita ulas sejenak tentang Bagaimana
penghitungan PPh bagi Wajib Pajak, sebelum berlakunya PP & PMK diatas?
II. Badan
Yang disebut Badan menurut UU PPh adalah Badan usaha termasuk di dalamnya Badan
Hukum.
Seperti : Firma, CV, koperasi, yayasan, kongsi, PT, BUMN/BUMD, Dana Pensiun, dlsb.
Penghitungan Pajak Penghasilannya berdasarkan pembukuan atau Laba Rugi usaha
(tidak bersifat final).
Siapa?
Yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, adalah:
a. Orang Pribadi;
b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang
tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sesuai PP Nomor 46 Tahun 2013, adalah:
Pajak Penghasilan yang diatur oleh PP Nomor 46 Tahun 2013 bersifat FINAL.
Sehingga di akhir tahun tidak ada PPh kurang bayar/lebih bayar.
Tatacara penyetoran pajak final tersebut dilakukan setiap bulan berdasarkan
jumlah omzet atau peredaran bruto per bulan
Contoh perhitungan :
1. Pada tahun 2014 koperasi ABC memperoleh omzet /peredaran
bruto/pendapatan atas penjualan kotor Rp. 1.000.000.000,00, Tingkat
margin (laba) yang diperoleh sebesar 5% atau Rp. 50.000.000,00. ( asumsi
laba = laba fiscal)
Apabila PPh dihitung dengan PP 46/2013, maka pajak penghasilannya
sebesar = 1% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Apabila dihitung dengan aturan lama tarif Pasal 17 UU PPh
Pajak penghasilannya = 12,5% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 6.250.000,00
2. Contoh yang sama dengan contoh nomor 1 diatas tetapi tingkat margin (laba)
yang diperoleh 10% atau sebesar Rp. 100.000.000,00.
Apabila PPh dihitung sesuai PP 46/2013, maka
Pajak penghasilannya = 1% x Rp. 1.000.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Apabila PPh dihitung dengan cara lama (tarif pasal 17 UU PPh), maka
pajak penghasilannya = 12,5% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 12.500.000,00
KESIMPULAN :
Tata cara Perhitungan PPh berdasarkan PP 46 Tahun 2013 yang wajib bagi Wajib Pajak
orang pribadi usahawan dan badan (termasuk koperasi) yang beromzet sampai dengan Rp. 4,8
miliar dalam 1 tahun. Ternyata ada beberapa kelebihan dan kelemahannya.
A. Kelebihan :
Perhitungan PPh menjadi lebih sederhana karena Wajib Pajak cukup mencatat omzet
bulanan sebagai dasar perhitungan pajak Penghasilan.
Bersifat final sebagai Wajib Pajak tidak perlu lagi menghitung PPh akhir tahun (SPT
cukup dilaporkan Nihil) dan tidak ada PPh kurang bayar/lebih bayar.
Apabila tingkat laba tinggi ( diatas 5% ) maka jumlah PPh akan kecil bila dibandingkan
dengan cara perhitungan lama. (lihat contoh perhitungan nomor 2)
B. Kelemahan :
Apabila tingkat laba rendah maka Peraturan baru tersebut (PP 46/2013) ternyata lebih
memberatkan Wajib Pajak, bila dibanding dengan Perhitungan PPh dengan cara lama.
(lihat contoh perhitungan nomor 1)
Pengenaan PPh final tersebut, telah mengingkari penerapan “ self assesment system”
dengan kata lain kita kembali ke “official assessment system”.
PP 46 tahun 2013 terkesan hanya mengejar fungsi Budgetair.
Dalam kondisi rugi pun UMKM tetap dikenai pajak.