Anda di halaman 1dari 579

Penulis:

Drs. Agus Sambodo, SH.,MSA.,BKP


Editor:
Drs. Yusran, MM.
TENTANG PENULIS

1. Nama : Drs. Agus Sambodo, SH, MSA, BKP


2. Tempat/tanggal lahir : Trenggalek, 12 Agustus 1959

3. Pendidikan Formal : ~ D3 Akuntansi FE UNIBRAW Malang Tahun


1986
~ S1 Hukum FH UNIBRAW Malang Tahun 1987
~ S1 Akuntansi FE Univ. Gajayana Malang
Tahun 1989
~ S2 (Magister Sains Akuntansi)
Universitas Brawijaya Malang Tahun 2005

4. Pendidikan Informal ~ Verfikasi Lapangan PPN & PPnBM DJP


Tahun 1993
~ Penyetaraan Mutu Konsultan Pajak 2006
~ Brevet A & B Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak
DJP Tahun 2005

5. Seminar/simposium : ~ Seminar tentang modernisasi Direktorat


Jenderal Pajak di KANWIL Direktorat Jenderal
Pajak III Jawa Timur
~ Up Dating PPh & PPN oleh Direktorat
Jenderal Pajak Pusat
~ Sosialisasi perubahan/amandemen UU Pajak
dari Direktorat Jenderal Pajak Pusat

6. Pekerjaan Sekarang :
a. Mengajar : ~ Staf pengajar di berbagai Perguruan Tinggi
Negeri dan Swasta di Malang & Surabaya
b. Kerja Profesi : ~ Konsultan Pajak & Internal Auditor di berbagai
perusahaan
~ Project Manager Kantor Akuntan Publik A.
Ghonie Abubakar
~ Pimpinan Pusat Pelatihan Pajak CIPTA
JASATAMA, Malang
~ Managing Partner Kantor Konsultan Pajak
terdaftar Drs. Agus Sambodo & Rekan.
c. Penelitian : ~ “Pengaruh Pemahaman Perpajakan terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak Pengusaha
Kecil di Wilayah KANWIL Direktorat Jenderal
Pajak Jawa Bagian Timur III”
d. Pembawa Makalah : ~ Pemateri seminar pajak di PT. Philip Morris
Indonesia
~ Pemateri seminar pajak pada PT. Bentoel
Prima
~ Narasumber Workshop tentang PSAK 46 di
acara seminar & workshop di hotel Kartika
Graha Malang
~ Pemateri/Narasumber seminar Modernisasi
Direktorat Jenderal Pajak kerjasama dengan
DISNAKER kota Surabaya di hotel Satelit
Surabaya
~ Pemateri seminar tentang PPh, PPN dan PBB
di PEMKAB Situbondo-Jatim
~ Pemateri pada berbagai seminar perpajakan
di tingkat regional maupun nasional
e. Tim Konsultan : ~ Tim Konsultan Mitra Produksi Sigaret (MPS)
PT. HM Sampoerna, Tbk.
~ Konsultan Perpajakan pada beberapa
perusahaan di Indonesia
f. Pengabdian pada : ~ Sosialisasi perpajakan bagi Koperasi &
Masyarakat Pengusaha Kecil
~ Assesor LKS SMK se-Malang Raya
~ Tim Uji Kompetensi SMK di Jawa Timur
~ Narasumber/Pemateri Pelatihan Akuntansi &
Pajak di beberapa SMK di Jawa Timur
g. Penulisan Buku Teks : “Kewajiban Perpajakan untuk Wajib Pajak
Badan dan Orang Pribadi”
Penerbit BPFE UGM Yogyakarta

7. Pengalaman Kerja : ~ KAP Hadori & Rekan Tahun 1985-1997


~ PT. Sumber Saran Sempurna Jakarta Tahun
1993-1994

8. Organisasi Profesi : ~ Anggota IKPI (Ikatan Konsultan Pajak


Indonesia) Cabang Malang sebagai Wakil
Ketua Bidang Pendidikan & Pelatihan
~ Ijin Praktik Sebagai Konsultan Pajak dari Dep-
Keu / Direktorat Jenderal Pajak No. SI-
1290/PJ/2007
Seperti kita ketahui bersama bahwa pajak merupakan tulang punggung penerimaan
negara dan pemerintah terus melakukan upaya maksimal agar penerimaan pajak bisa
tercapai. Langkah pemerintah dalam memaksimalkan penerimaan pajak tersebut
antara lain:
¾ Melakukan pembaharuan Undang-Undang Perpajakan dan peraturan
pelaksanaannya.
¾ Melakukan sosialisasi kepada masyarakat termasuk juga ke sekolah-sekolah.
¾ Menerapkan sanksi yang tegas kepada wajib pajak yang melanggar peraturan
pajak.

Self Assessment System menuntut wajib pajak untuk memahami dan menerapkan
peraturan pajak. Sistem ini bisa berjalan jika wajib pajak paham dan sadar akan
kewajiban pajaknya.

Dalam rangka memberikan pemahaman kepada masyarakat (guru & siswa SMK)
buku ini diharapkan bisa menambah wawasan tentang pajak yang dihadapi oleh
DU/DI. Pembahasan dimulai dari jenis-jenis pajak yang dihadapi oleh DU/DI, tarif dan
cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan, serta pembukuan atau perlakuan
akuntansinya.

Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya buku ini penulis
meyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Dr. Joko Sutrisno, MM, Direktur Pembinaan SMK DEPDIKNAS.
2. Dr. Rosidi, MM.,Ak, Rektor Universitas Gajayana Malang.
3. Drs. Sugiharto, Tim Penulis Buku dan PNS pada Direktorat Jenderal Pajak.
4. Drs. Acob Achmadi, Ak, Tim Penulis Buku dan Tim Penyuluh PBB DJP.
5. Drs. Anwar Made, M.Si, Tim penulis Buku dan Sekretaris Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Gajayana Malang.
6. Drs. A. Dahlan, MSA.,Ak.,BKP, Konsultan Pajak dan Dosen Universitas Gajayana
Malang.
7. Drs. Ali Irfan, MSA.,Ak.,BKP, Konsultan Pajak dan Dosen Universitas Gajayana
Malang.
8. Drs. Kohar Adi Setya, M.Si, Tim penulis dan Dosen Universitas Gajayana Malang.
9. Semua staf dan karyawan Cipta Jasatama Management & Tax Consultants
Malang.
10. Generasi Penerusku Ima, Raka, Dika, Aji.

Akhirnya semoga buku ini bisa bermanfaat bagi peningkatan kualitas SDM di
Indonesia khususnya para guru dan siswa SMK.

Malang, ‘Desember 2007

Penulis

i
Pengantar Penulis................................................................................... i
Pengantar Direktur Pembinaan SMK..................................................... ii
Daftar Isi................................................................................................... iii
Lembar Pengesahan............................................................................... viii
Daftar Istilah/Glosari............................................................................... ix
Sinopsis................................................................................................... xiv
Deskripsi Isi Penulisan........................................................................... xv
Peta Kompetensi.................................................................................... xvi

Bab 1 Pendahuluan...................................................................... 1
Definisi Pajak & Hukum Pajak............................................ 3
Penggolongan Pajak........................................................... 4
Sistem Pemungutan Pajak................................................. 6
Istilah-Istilah Dalam Undang-Undang Perpajakan (UU No.
28 Tahun 2007).................................................................. 7

Bab 2 Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yang


Diatur Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 dan
Peraturan Pelaksanaannya............................................. 13
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)................................... 15
Surat Pemberitahuan (SPT).............................................. 33
Jatuh Tempo & Tata Cara Pembayaran........................... 45
Tata Cara Pemindahbukuan............................................. 47
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak................... 49
Penetapan & Ketetapan Pajak........................................... 58
Pembukuan & Pencatatan................................................. 65
Penagihan Pajak................................................................ 71
Keberatan & Banding......................................................... 75
Pemeriksaan & Penyidikan................................................ 77
Ketentuan Pidana.............................................................. 87
Wakil dan Kuasa Wajib Pajak, Rahasia Jabatan &
Kewajiban Pihak Ketiga.................................................... 89
Hak & Kewajiban Serta Sanksi Perpajakan...................... 94
Peninjauan Kembali.......................................................... 105
Pokok-Pokok Perubahan UU KUP (UU No. 28 Tahun
2007)................................................................................ 107

iii
Bab 3 PPh Pasal 21...................................................................... 117
Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemotong............................. 119
Penghasilan yang Bukan Merupakan Objek Pemotongan.. 120
Penghasilan yang Merupakan Objek Pemotongan............ 120
Hak & Kewajiban Pemotong.............................................. 122
Hak & Kewajiban Penerima Penghasilan yang Dipotong... 123
Cara Penghitungan............................................................ 124
Tarif, Penerapan & Perlakuan Akuntansi........................... 126
Contoh Penghitungan (Lampiran PER 15 Tahun 2006).... 132

Bab 4 PPh Pasal 22..................................................................... 167


Ketentuan yang Mengatur.................................................. 169
Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemungut........................... 169
Jenis PPh Pasal 22............................................................ 170
Tata Cara Penghitungan, Pencatatan, Penyetoran dan
Pelaporannya..................................................................... 170
Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22........................... 179

Bab 5 PPh Pasal 23/26............................................................... 182


Ketentuan yang Mengatur................................................. 184
Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemotong........................... 184
Objek & Tarif .................................................................... 184
Contoh & Perlakuan Akuntansi......................................... 188
Pengecualian Pengenaan PPh 23................................... 190

Bab 6 PPh Pasal 24.................................................................... 194


Ketentuan yang Mengatur................................................ 196
Penggabungan Penghasilan yang Berasal dari Luar
Negeri............................................................................... 196
Mekanisme Pengkreditan................................................. 197
Contoh Penghitungan....................................................... 199
Perlakuan Akuntansi........................................................ 207

Bab 7 PPh Pasal 25.................................................................... 210


Cara Penghitungan........................................................... 212
Angsuran Bulanan PPh Pasal 25 Apabila Diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Atas Tahun Pajak yang Lalu................... 213
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak
Atas Kompensasi Kerugian............................................... 214
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang
Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur........................... 214
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang
Mengalami Perubahan Keadaan Usaha........................... 215
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang
Menyampaiakn SPT Lewat Batas Waktu.......................... 216
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru............... 217
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Bank atau SGU
dengan Hak Opsi............................................................... 217
PPh Pasal 25 Bagi BUMN/D............................................. 217

iv
PPh Pasal 25 Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu.......................................................... 218
Perlakuan Akuntansi......................................................... 218

Bab 8 PPh Pasal 26.................................................................... 220


Ketentuan yang Mengatur................................................. 222
Pemotong PPh Pasal 26.................................................. 222
Objek & Tarif.................................................................... 222
Perlakuan Akuntansi........................................................ 225

Bab 9 PPhTB & BPHTB............................................................. 226


Ketentuan yang Mengatur................................................ 228
Definisi............................................................................. 228
Objek Pemotongan.......................................................... 228
Tarif Pemotongan............................................................ 229
Pengecualian Pemotongan............................................. 229
Tata Cara Pembayaran................................................... 230
Perlakuan Akuntansi....................................................... 250

Bab 10 Fiskal Luar Negeri.......................................................... 252


Mekanisme Fiskal Luar Negeri........................................ 254
Bank Penerima Pembayaran.......................................... 254
Pengkreditan Fiskal Luar Negeri..................................... 255
Pembebasan dari Pembayaran Fiskal Luar.................... 256
Pembatalan Kepergian ke Luar Negeri........................... 259
Pembebasan Fiskal Luar Negeri Secara Langsung........ 259
Pembebasan Fiskal Luar Negeri Melalui SKBFLN dari
UPFLN............................................................................. 261
Perlakuan Akuntansi....................................................... 262

Bab 11 Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang Pada Akhir


Tahun Pajak & Rekonsiliasi Fiskal................................ 264
Ketentuan yang Mengatur................................................ 266
Rekonsiliasi Fiskal............................................................ 269
Jenis Objek Pajak Penghasilan........................................ 272
Objek Pajak BUT.............................................................. 277
Bukan Objek Pajak Penghasilan...................................... 278
Harta yang Dapat Disusutkan........................................... 279
Harga Perolehan Aktiva Tetap.......................................... 280
Metode Penyusutan Aktiva Tetap..................................... 281
Harta tak Berwujud yang Dapat Diamortisasi................... 283
Pengelompokan Aktiva Tetap Berdasarkan KMK No.
138/KMK.03/2002............................................................ 285
Biaya yang Dapat Dikurangkan....................................... 289
Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan............................. 292
Penilaian Persediaan...................................................... 294
Selisih Kurs Mata Uang Asing......................................... 296
Cadangan yang Boleh Dibebankan Sebagai Biaya........ 297
Contoh Kasus Penghitungan PPh Akhir Tahun &
Perlakuan Akuntansi serta Pelaporannya....................... 301

v
Bab 12 PPh Pasal 4 Ayat (2)....................................................... 342
Jenis PPh Pasal 4 Ayat (2)............................................... 344
Penyerahan Jasa Konstruksi............................................ 344
Hadiah Undian.................................................................. 346
PPh Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan atau
Bangunan.......................................................................... 347
PPh Atas Bunga Deposito, Tabungan & Sertifikat Bank
Indonesia........................................................................... 348
PPh Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di
Bursa Efek........................................................................ 350
Perlakuan Akuntansi........................................................ 352

Bab 13 PPh Pasal 15................................................................... 353


Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak yang Bergerak di Bidang Usaha
Penerbangan Dalam Negeri............................................. 355
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak yang Bergerak di Bidang Usaha Pelayaran
Dalam Negeri................................................................... 356
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar
Negeri.............................................................................. 358

Bab 14 PPh Pasal 19.................................................................. 359


Ketentuan yang Mengatur.............................................. 361
Subjek & Objek................................................................ 361
Syarat Wajib Pajak Melakukan Revaluasi....................... 362
Tarif & Dasar Pengenaan Pajak...................................... 363
Cara Menghitung.............................................................. 364
Perlakuan Akuntansi........................................................ 365

Bab 15 PPN & PPnBM.................................................................. 367


Karakteristik PPN di Indonesia.......................................... 369
Mekanisme PPN di Indonesia........................................... 371
Subjek............................................................................... 372
Objek................................................................................ 373
Barang, BKP, Jasa, JKP, Non-BKP, Non-JKP................. 375
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)....................................... 380
Faktur Pajak.................................................................... 383
Pengkreditan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan
Berikut Pelaporannya...................................................... 391
Perlakuan Akuntansi....................................................... 403

Bab 16 PBB................................................................................... 427


Objek PBB......................................................................... 429
Objek PBB yang Dikecualikan............................................ 433
Subjek & Wajib Pajak........................................................ 434
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)......................................... 434
Cara Penghitungan........................................................... 437
Tahun Pajak, Saat & Tempat Terutang Pajak ................. 438

vi
Pendaftaran & Pendataan Objek Pajak............................. 438
Penagihan PBB................................................................. 445
Keberatan & Pengurangan............................................... 447
Cotoh Penghitungan PBB Atas Bumi dan Bangunan 448
Perlakuan Akuntansi......................................................... 449

Bab 17 Bea Meterai Atas Dokumen Bisnis................................ 451


Definisi Bea Meterai.......................................................... 453
Terminologi Bea Materai................................................... 453
Objek & Tarif Bea Meterai................................................. 454
Yang Dikecualikan Sebagai Objek Bea Meterai............... 455
Saat & Pihak yang Terutang Bea Meterai......................... 456
Cara Pelunasan Bea Meterai............................................ 456
Bea Meterai Atas Dokumen yang Dibuat di Luar Negeri.. 457
Ketentuan Khusus............................................................. 458
Daluwarsa ........................................................................ 458
Ketentuan Pidana.............................................................. 458
Pelunasan Bea Meterai dengan Pemeteraian Kemudian.. 459
Perlakuan Akuntansi......................................................... 461

Bab 18 Pajak Daerah & Retribusi Daerah................................... 462


Reformasi Perpajakan....................................................... 464
Pengertian Pajak & Pajak Daerah..................................... 465
Fungsi Pajak Daerah......................................................... 465
Kriteria Struktur Pajak Daerah yang Baik.......................... 466
Reformasi Pajak Daerah................................................... 467
Jenis-Jenis Pajak Daerah................................................. 468
Perda Tentang Pajak Daerah............................................ 471
Kriteria Pajak Daerah yang Baik........................................ 472
Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa................ 473
Keberatan, Banding dan Gugatan..................................... 477
Antisipasi........................................................................... 478
Beberapa Contoh Pungutan Daerah yang Berdampak
pada Biaya ekonomi Tinggi............................................... 480
Perlakuan Akuntansi......................................................... 483

Bab 19 Latihan Soal.................................................................... 485

Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran:
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP-
536/PJ./2000 Tentang NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN
NETO BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG DAPAT
MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN MENGGUNAKAN
NORMA PENGHITUNGAN

vii
Akuntan Publik. Profesi akuntan yang BPSP (Badan Penyelesaian Sengketa
menjual keahlian kepada Pajak). Suatu Badan yang dibentuk
masyarakat, harus mempunyai ijin oleh pemerintah untuk
praktik dari DepKeu dan tergabung menyelesaikan sengketa antara
dalam organisasi profesi Ikatan wajib pajak dengan fiskus,
Akuntan Indonesia (IAI). sekarang BPSP ini sudah diganti
All Taxes. Keseluruhan pajak yang dengan Pengadilan Pajak.
dihadapi oleh Wajib Pajak. Branch Profit Tax. Pajak yang
API (Angka Pengenal Impor). Suatu dikenakan atas laba perusahaan
sertifikasi yang diberikan kepada cabang.
importir. Importir yang mempunyai Brevet. Sertifikasi yang diberikan oleh
API akan mendapat fasilitas tarif Depkeu/Dirjen Pajak kepada
PPh Pasal 22 yang lebih rendah. seseorang yang telah lulus Ujian
Badan. Salah satu subjek pajak yang Sertifikasi Konsultan Pajak (USKP).
ditetapkan oleh Undang-Undang, Brevet ini menjadi syarat mutlak
dalam praktek sering pula disebut bagi seseorang untuk menjadi
badan usaha, seperti : PT, CV, konsultan pajak.
Firma, Koperasi, kongsi, yayasan, Bulan Takwim. Periode untuk
perkumpulan, BUMN, BUMD, dan pelaporan pajak masa/bulanan.
bentuk persekutuan lainnya. Capital Lease. Klasifikasi leasing yang
Badan Hukum. Badan usaha yang memberikan hak opsi kepada
dimata hukum dianggap mampu lessor di akhir periode leasing.
melakukan perbuatan di bidang CIF (Cost, Insurance and Freight).
hukum (subjek hukum). Badan Disebut juga nilai impor yang terdiri
hukum ini hanya terdiri dari : PT, dari harga barang (cost), Biaya
Koperasi, Yayasan, BUMN/D. aasuransi (Insurance) dan Ongkos
Bank Devisa. Bank yang ditunjuk untuk angkut (Freight) ditambah biaya
menerima setoran pajak dan bea masuk dan pungutan lain yang sah.
masuk yang terkait dengan Closing Conference. Tahapan dalam
ekspor/impor. pemeriksaan pajak dimana Wajib
Bank Persepsi. Bank yang ditunjuk Pajak diberi kesempatan untuk
oleh pemerintah untuk menerima menyanggah atau menyetujui hasil
setoran pajak. pemeriksaan pajak.
Bea Masuk. Bea yang harus dilunasi Deductible Expense. Biaya-biaya wajib
oleh wajib pajak yang memasukkan pajak yang boleh dikurangkan
barang dari luar daerah pabean ke terhadap penghasilan.
dalam daerah pabean (impor). Deemed Profit. Wajib Pajak yang
Bonus. Imbalan yang diberikan kepada dikenakan pajak dengan
pengurus dan karyawan yang menggunakan norma penghitungan
sifatnya insidentil. Umumnya khusus. Contoh : Pelayaran dan
besarnya bonus disesuaikan Penerbangan
dengan perolehan laba Delivery Order (DO). Order pengiriman
perusahaan. yang terkait dengan PPh pasal 22
PERTAMINA. Pihak pembeli baru

ix
bisa menebus delivery order karyawan yang statusnya honorer
apabila PPh pasal 22 PERTAMINA (masa percobaan)
tersebut telah dilunasi. Jasa ekspedisi. Jasa yang bergerak di
bidang pengiriman barang (kurir).
Direktur PPh. Bagian dalam struktur Jasa produksi. Imbalan yang diberikan
organisasi di Direktorat Jenderal kepada pegawai yang sifatnya
Pajak yang khusus membidangi insidentil. Umumnya didasarkan
Pajak Penghasilan. atas produktifitas karyawan.
Direktur PPN. Bagian dalam struktur Joint Operation. Bentuk kerjasama
organisasi di Direktorat Jenderal operasi yang melibatkan dua atau
Pajak yang khusus membidangi lebih wajib pajak dalam
Pajak Pertambahan Nilai. menyelesaikan suatu pekerjaan.
Direktur PTLL. Bagian dalam struktur Kadaluwarsa (lewat waktu). Lewat
organisasi di Direktorat Jenderal waktu dalam hal penyimpanan
Pajak yang khusus membidangi dokumen selama 10 tahun dan
Pajak Tidak Langsung Lainnya. dalam hal penetapan & penagihan
Direktur Teknis. Bagian dalam struktur pajak selama 5 tahun.
organisasi di Direktorat Jenderal Kantor Administrasi. Lembaga yang
Pajak yang khusus membidangi melayani/membantu wajib pajak
pajak secara teknis. dalam rangka menertibkan
Ditjen Bea Cukai. Salah satu direktorat administrasinya.
yang dipimpin oleh Dirjen Bea & Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
Cukai yang tugasnya mengelola Bagian dari Ditjen Pajak yang
penerimaan bea & cukai. melayani wajib pajak di daerah.
Dividen. Bagian keuntungan yang Kenikmatan. Imbalan yang diterima
dibayarkan oleh PT untuk oleh karyawan dalam bentuk
pemegang saham. fasilitas.
Dokumen Ekspor. Dokumen-dokumen KEP. Surat Keputusan Ditjen Pajak.
yang harus dilengkapi oleh para KMK. Surat Keputusan Menteri
eksportir yang terkait dengan Keuangan.
ekspor barang ke luar daerah Kode Etik. Aturan tentang kode etik
pabean. yang dibuat oleh Dirjen Pajak yang
Dokumen Impor. Dokumen-dokumen sifatnya mengikat kepada semua
yang harus dilengkapi oleh para pegawai dilingkungan Dirjen Pajak.
importir yang terkait dengan impor Konsultan Pajak. Pihak Independen
barang ke dalam daerah pabean. yang membantu atau menerima
DPP (Dasar Pengenaan Pajak). Nilai kuasa dari wajib pajak untuk
yang akan digunakan untuk menyelesaikan semua
menghitung besarnya pajak permasalahan di bidang pajak.
dengan cara mengalikan dengan Konsultan pajak harus memiliki ijin
tarif pajak yang berlaku. dari Dirjen Pajak.
e-SPT. Surat Pemberitahuan secara KP Bea & Cukai (Kantor Pelayanan
elektronik. Bea & Cukai). Kantornya Dirjen
Expatriate. Wajib pajak orang pribadi Bea & Cukai yang melayani wajib
pendatang dari luar negeri (WNA). pajak di bidang kepabeanan dan
Faktur Pajak. Dokumen formal yang cukai.
terkait dengan pemungutan Pajak KPP Besar (Large Tax Payer Office).
Pertambahan Nilai dan Pajak Kantor Pelayanan Pajak yang
Penjualan atas Barang Mewah. khusus melayani wajib pajak yang
Gaji. Imbalan yang diberikan kepada skala usahanya besar. KPP Besar
pegawai tetap. bertempat di Jakarta.
Gratifikasi. Imbalan yang diberikan KPP Domisili. Kantor Pelayanan Pajak
kepada pegawai yang sifatnya yang dipakai untuk mendaftarkan
insidentil. diri wajib pajak sesuai dengan
Honorarium. Imbalan yang diberikan domisili si wajib pajak.
kepada bukan karyawan atau

x
KPP Lokasi. Kantor Pelayanan Pajak Laba Rugi komersial (Laba Rugi
yang dipakai untuk mendaftarkan Akuntansi). Laporan laba rubi
diri wajib pajak sesuai dengan yang disusun berdarkan kaidah
lokasi usahanya. akuntansi yang berlaku umum.
KPP Madya (Medium Tax Payer Laporan Keungan Konsolidasi.
Office). Kantor Pelayanan Pajak Laporan keuangan hasil
yang khusus menangani wajib penggabungan laporan–laporan
pajak yang skala usahanya dari anak perusahaan atau cabang.
menengah. Di setiap Kanwil DJP Lex Generalis. Bahasa latin yang
minimal ada 1 KPP Madya. artinya hukum umum atau
KPP Pratama (Small Tax Payer peraturan yang sifatnya umum.
Office). Kantor Pelayanan Pajak Lex Specialist. Bahasa latin yang
yang khusus menangani wajib artinya hukum khusus atau
pajak yang tidak masuk ke KPP peraturan yang sifatnya khusus
besar dan KPP Madya. atau peraturan yang mengatur
Kredit Pajak. Pajak yang dibayar dalam tentang bagaimana hukum umum
tahun berjalan melalui pemotongan dilaksanakan.
pihak lain atau dibayar sendiri yang Long Form Report. Laporan keuangan
boleh dikurangkan terhadap utang bentuk panjang yang mencakup
pajak di akhir tahun. laporan keuangan beserta
KIK-EBA. Kriteria Investasi Kolektif penjelasan dan lampirannya serta
Efek Beragun Aset. Semacam analisisnya.
kerjasama operasi dengan agunan Multi Level Marketing (MLM). Pola
aset dengan jangka waktu yang kegiatan marketing yang
ditentukan. melibatkan banyak pihak dengan
Kuasa Wajib Pajak. Wajib pajak bisa sistem berjenjang.
memberikan kuasa untuk mewakili Natura. Imbalan yang diberikan kepada
atau menyelesaikan masalah karyawan dalam bentuk barang.
perpajakannya kepada konsultan Neraca Likuidasi. Neraca yang harus
pajak. dibuat oleh wajib pajak pada saat
KUHAP (kitab Undang-Undang melakukan pembubaran usahanya.
Hukum Pidana). Kitab Undang- Non Deductible Expense. Biaya Wajib
Undang yang dipakai sebagai pajak yang tidak boleh dikurangkan
acuan untuk memutus perkara di dari penghasilan.
bidang pidana pajak. Non Taxable Income. Penghasilan
Kurs KMK. Kurs khusus yang wajib pajak yang bukan merupakan
digunakan untuk menghitung objek pajak.
besarnya pajak atas transaksi yang Nota Retur. Dokumen yang harus
menggunakan valuta asing yang dibuat oleh pihak pembeili pada
ditetapkan dalam KMK. saat mengembalikan barang
Kurs konversi. Kurs yang digunakan kepada penjual.
untuk menetukan besarnya nilai Notaris. Tenaga ahli yang mempunyai
transaksi dalam rupiah dan keahlian khusus di dalam membuat
keuntungan atau kerugian dari akte perjanjian dan pendirian
valuta asing. usaha.
Kurs Tengah BI. Kurs yang digunakan Novum. Bukti baru yang didapat oleh
untuk menetukan besarnya nilai pihak fiskus yang belum terungkap
transaksi dalam rupiah dan pada saat melakukan pemeriksaan.
keuntungan atau kerugian dari Ordinary Credit Methode. Metode
valuta asing yang ditentukan oleh pengkreditan pajak luar negeri.
Bank Indonesia. Objek Pajak. Sesuatu yang akan
Laba Rugi Fiskal. Laporan laba rugi dikenakan pajak (penghasilan).
yang disusun berdasarkan P3B (Perjanjian Penghindaran
ketentuan fiskal dan kaidah Pengenaan Pajak Berganda).
akuntansi yang berlaku umum. Perjanjian yang dibuat oleh

xi
Indonesia dengan negara lain di Real Estate (Pengembang/Developer).
bidang pajak (Tax Treaty) Perusahaan yang bergerak di
Pailit. Keadaan wajib pajak yang sudah bidang properti.
tidak bisa menyelesaikan Reksadana. Wadah yang dipergunakan
kewajibannya. Keputusan pailit untuk menghimpun dana dari
dijatuhkan oleh pengadilan niaga. masyarakat pemodal untuk
Pasar Modal. Tempat transaksi jual beli selanjutnya diinvestasikan dalam
efek (surat berharga). portofolio efek oleh manajer
Pbk (Pemindahbukuan). Langkah investasi.
yang bisa ditempuh wajib pajak Restitusi. Pengembalian kelebihan
apabila ada kesalahan dalam pembayaran pajak.
pengisian SSP. Retribusi. Iuran yang dibayar oleh
Pengampuan. Orang atau badan yang masyarakat kepada pemerintah
dinyatakan tidak cakap melakukan karena pemerintah menyediakan
perbuatan di bidang hukum atau fasilitas tertentu.
orang/badan yang berada di bawah Royalti. Penghasilan yang bersumber
perwalian (Lihat Pasal 1320 BW) dari pemanfaatan suatu hak atas
Pengembalian pendahuluan kekayaan intelektual.
pembayaran kelebihan pajak. RUPS (Rapat Umum Pemegang
Fasilitas yang diberikan kepada Saham). Organ tertinggi dalam PT.
wajib pajak sebagai wajib pajak Semenda. Hubungan keluarga yang
patuh akan diberikan pengembalian timbul akibat pernikahan.
di depan. Sedarah. Hubungan keluarga yang
Penyidik. Pegawai Ditjen Pajak yang timbul karena keturunan.
diberi tugas untuk melakukan Soft Copy. Laporan/data dalam bentuk
penyidikan di bidang tindak pidana elektronik yang harus disediakan
perpajakan. oleh wajib pajak.
Per Country Limitation. Kredit pajak SPPB. Surat Perintah Pengeluaran
luar negeri yang harus dihitung per Barang yang dikeluarkan oleh
negara sumber penghasilan. PERTAMINA/BULOG surat ini
Perjanjian pisah harta. Perjanjian yang setara dengan Faktur Pajak
dilakukan oleh wajib pajak orang Standar.
pribadi suami istri untuk pemisahan SSPCP/BPPCP. Surat Setoran Cukai
hartanya yang berdampak pada Pabean dan Pajak Dalam Rangka
penghitungan paak untuk masing- Impor/Bukti Pemotongan Pajak
masing. Cukai dan Pabean.
Perusahaan Efek. Perusahaan yang Stelsel Kas (Dasar tunai). Pengakuan
berkaitan dengan perdagangan pendapatan dan beban pada saat
surat berharga di pasar modal. terjadinya penerimaan atau
PIB. Pemberitahuan Impor Barang. pengeluaran uang.
PIUD. Pemberitahuan Impor untuk Stelsel Akrual (Dasar waktu).
Dipakai. Pengakuan pendapatan dan beban
Post Audit. Pemeriksaan yang berdasarkan waktu terjadinya
dilakukan oleh pihak fiskus kepada pendapatan dan beban.
wajib pajak patuh yang mendapat Subjek Pajak. siapa yang mempunyai
fasilitas pengembalian kewajiban di bidang pajak, terdiri
pendahuluan pembayaran dari: orang pribadi, warisan yang
kelebihan pajak. belum terbagi, badan, dan Bentuk
PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah). Usaha Tetap.
Pejabat yang mempunyai Sunset Policy. Kebijakan yang
kualifikasi untuk membuat akta ditentukan oleh fiskus sebelum
perpindahan hak atas tanah berlakunya suatu Undang-Undang.
dan/atau bangunan. Tahun Takwim disebut juga tahun
Rapel. Penghasilan yang diterima oleh kalender. Rentang waktu yang
karyawan karena adanya kenaikan digunakan untuk menentukan
gaji yang berlaku surut. penghasilan dan pajak yang

xii
terutang. 1 tahun takwim = 12 Treaty Partner. Negara yang ikut
bulan/masa. menandatangan/meratifikasi
Take Home Pay. Jumlah penerimaan perjanjian pajak antar negara.
bersih yang dibawa pulang oleh Tunjangan. Imbalan yang diberikan
karyawan. kepada karyawan dalam bentuk
Tanda tangan eletronik/digital. Tanda uang dan merupakan objek PPh
tangan dalam dokumen perpajakan 21.
dalam bentuk soft copy. TUP. Tata Usaha Perpajakan. Bagian di
Tanda tangan basah. Tanda tangan Kantor Pelayanan Pajak yang
yang diperbolehkan oleh fiskus melayani penatausahaan.
untuk menandatangani dokumen Upah. Imbalan yang diberikan kepada
pajak dengan menggunakan tinta. karyawan lepas.
Tanggung renteng. Tanggung jawab Wajar tanpa pengecualian. Opini
secara hukum yang melekat akuntan publik yang telah
kepada wajib pajak, pengurus, melakukan pemeriksaan terhadap
karyawan, dan pihak ketiga yang suatu perusahaan.
ikut membantu dan mengetahui Wajib pajak Go Public. Wajib pajak
tindak pidana pajak. yang menjual sahamnya ke
Tantiem. Penghasilan yang diberikan masyarakat melalui Bursa Efek.
kepada pemegang saham diluar Wajib Pajak Non Efektif. Wajib pajak
dividen. Tantiem terutang PPh 21 yang ber-NPWP tetapi dibebaskan
dan non deductible expense bagi dari kewajiban melapor karena
pemberi kerja. usahanya vacum.
Taxable Income. Penghasilan yang
merupakan objek pajak.

xiii
Reformasi perpajakan di Indonesia dimulai pada tahun 1983 dan efektif berlaku 1
Januari 1987. Perubahan mendasar dari reformasi tersebut adalah berubahnya sistem
pemungutan pajak dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System.
Ciri mendasar dari Self Assessment System ini adalah Pemerintah (fiscus)
memberikan kepercayaan kepada masyarakat (wajib pajak) untuk : Menghitung
sendiri, Memperhitungkan sendiri, Menyetorkan sendiri, dan Melaporkan sendiri (4M)
kewajiban pajaknya.

Dampak penerapan sistem tersebut Wajib Pajak ditutuntut untuk memahami dan
menerapkan peraturan perpajakan dengan benar dan penuh kejujuran. Pemahaman
tentang peraturan pajak tersebut akan menjadi kunci suksesnya penerapan Self
Assessment System.

Buku ini akan mencoba memberikan pemahaman tentang perpajakan kepada


siswa/siswi SMK dan diharapkan akan menambah keterampilan di bidang perpajakan
dan akuntansinya yang saat ini masih sangat dibutuhkan oleh DU/Di (Wajib Pajak).

Pembahasan buku ini meliputi semua jenis pajak yang dihadapi oleh DU/DI yang
terdiri:
) Kewajiban DU/DI berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan seperti: NPWP, PKP, Pembukuan,
Penyetoran dengan SSP, Pelaporan dengan SPT Masa/SPT Tahunan, dan lain
sebagainya.
) Kewajiban DU/DI memotong Pajak Penghasilan kepada karyawan/pegawainya
(PPh pasal 21). Meliputi: Cara menghitung, menyetor, melapor, dan
membukukan.
) Kewajiban DU/DI memotong/memungut dan menyetor PPh pasal 23, PPh pasal
4 ayat (2), PPh pasal 25, PPhTB, BPHTB, Fiskal Luar Negeri. Meliputi: Cara
menghitung, menyetor, melapor, dan membukukan.
) Kewajiban DU/DI menghitung sendiri PPh di akhir tahun, meliputi: menyajikan
rekonsiliasi fiskal, menghitung dan memperhitungkan kredit pajak, mengisi SPT
Tahunan PPh Badan dan Orang Pribadi (form 1770, 1770S, 1771).
) Kewajiban DU/DI di bidang PPN dan PPnBM. Meliputi: penghitungan, tarif,
dasar pengenaan pajak, penyetoran, pelaporan dengan SPT masa PPN dan
PPnBM (Form. 1107) dan membukukan PPN dan PPnBM.
) Kewajiban DU/DI di bidang pajak lainnya seperti: PBB, Bea Materai, Pajak
Daerah, yang meliputi: Cara penghitungan, penyetoran dan pelaporannya serta
pembukuannya.

Buku ini juga dilengkapi dengan contoh-contoh kasus yang bisa dipakai oleh guru
sebagai latihan untuk siswa dan lampiran peraturan yang terkait dengan kewajiban
DU/DI.

xiv
Dalam menghadapi reformasi perpajakan dan self assessment system wajib
pajak (DU/DI) diharapkan mampu menyelesaikan semua kewajiban & hak-
hanya di bidang pajak secara mandiri. Kondisi saat ini masih banyak DU/DI
yang belum memahami perpajakan. Sehingga DU/DI masih banyak
membutuhkan tenaga-tenaga terampil di bidang pajak yang diharapkan bisa
diiisi oleh lulusan SMK.

Disisi lain peran konsultan pajak terdaftar masih sangat minim, sehingga profesi
konsultan pajak juga berharap akan tersedianya tenaga siap pakai dari lulusan
SMK.

Buku Perpajakan Untuk SMK ini akan membahas tuntas segala aspek
perpajakan yang dihadapi oleh DU/DI. Tujuan pengajaran buku ini adalah agar
para siswa dapat :
a. Memahami semua kewajiban wajib pajak (DU/DI) di bidang administrasi
perpajakan, seperti: Pendaftaran NPWP, PKP, Pembukuan & Pencatatan,
serta kewajiban menyetor & melaporkan pajak.
b. Mengetahui batas waktu (jatuh tempo) penyetoran & pelaporan pajak serta
sanksi-sanksi perpajakan.
c. Memahami semua jenis pajak yang terkait dengan transaksi bisnis.
d. Mengisi formulir penyetoran & pelaporan pajak (SSP & SPT Masa dan
Tahunannya).
e. Menyajikan Laporan Keuangan (L/R) Fiskal di akhir tahun untuk Wajib
pajak badan.
f. Menghitung pajak di akhir tahun dengan menggunakan Norma
Penghitungan, Norma Penghitungan Khusus dan tanpa menggunakan
norma.
g. Membuat perencanaan pajak.

Buku ini juga dilengkapi dengan latihan soal agar bisa dipakai sebagai bahan
latihan untuk siswa.

xv
1. Peta Kompetensi
K1. Bekerja dengan teman, pelanggan dan fiskus
K2. Bekerja dengan alat bantu komputer/software
K3. Memahami transaksi keuangan yang terkait dengan pajak
K4. Memahami peraturan yang mendasari (Objek, Tarif, DPP, Sifat)
K5. Mengisi dokumen pajak (Faktur Pajak, Nota Retur, Bukti Potong)
K6. Mengisi formulir penyetoran dan pelaporan pajak (SSP dan SPT
Masa/Tahunan)
K7. Melakukan proses penjurnalan semua jenis pajak
K8. Menghitung pajak masa dan akhir tahun

2. Jenis Pekerjaan yang ada di DU/DI


P1. Petugas penyetor dan pelapor pajak
P2. Petugas pembuat dokumen pajak
P3. Petugas pembukuan pajak (Pencatat Transaksi)
P4. Petugas penyaji laporan keuangan fiskal
P5. Petugas pengisi SPT Masa/Tahunan

Analisis Relevansi Kompetensi Terhadap Jenis Pekerjaan


Kompetensi Skor Tingkat Relevansi Kompetensi Σ
Pekerjaan K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
P1 4 2 1 3 2 3 1 1 17
P2 2 4 3 4 4 4 3 3 27
P3 2 4 4 4 4 4 4 4 30
P4 3 4 4 4 4 4 4 4 31
P5 3 4 4 4 4 4 3 4 30
14 18 16 19 18 19 15 16

Keterangan Skor:
- Skor 4 = jika kompetensi tersebut sangat relevan
- Skor 3 = Jika kompetensi tersebut relevan
- Skor 2 = Jika kompetensi tersebut kurang relevan
- Skor 1 = Jika kompetensi tersebut tidak relevan

xvi
PROG. KEAHLIAN PROG. KEAHLIAN PROG. KEAHLIAN
VERIFIKATOR, PEMBUAT PELAPOR DAN PEMBUKUAN &
DOKUMEN & PENYETOR SPT & SSP PENYAJIAN LAP. KEU.
PENGHITUNGAN PAJAK FISKAL
K5 Mengisi dokumen pajak K6. Mengisi formulir K5 Mengisi dokumen
(Faktur Pajak, Nota Retur, penyetoran dan pajak (Faktur Pajak, Nota
Bukti Potong) pelaporan pajak (SSP Retur, Bukti Potong)
dan SPT
Masa/Tahunan)
K6. Mengisi formulir
penyetoran dan
pelaporan pajak (SSP
dan SPT Masa/Tahunan)
K7. Melakukan proses
penjurnalan semua jenis
pajak

K8. Menghitung pajak


masa dan akhir tahun

K2. Bekerja dengan K1.Bekerja dengan K4.Memahami K3.Memahami


alat bantu komputer teman, pelanggan peraturan yang transaksi
/software dan fiskus mendasari keuangan yang
(Objek, Tarif, terkait dengan
DPP, Sifat) pajak

CLUSTERISASI KOMPETENSI BIDANG PERPAJAKAN

xvii
PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang :

; Definisi Pajak & Hukum Pajak


; Penggolongan Pajak
; Sistem Pemungutan Pajak
; Istilah-Istilah Dalam Undang-Undang Perpajakan
(UU No. 28 Tahun 2007)
PAJAK PUSAT
PPh, PPN & PPnBM, PBB,
BM, PPhTB, BPHTB, FLN

S
O Fiskus Wajib Pajak
F
E
F L
I F
C
I
A
A
L S
S
A E
S
S
S
E S
S M
S E
M
E
N
N T
T

PAJAK DAERAH
) Pajak Propinsi
) Pajak
Kabupaten/Kota

Pajak bisa dipelajari dalam ilmu hukum pajak. Self Assessment System
sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun 1984 namun Official Assessment
System dan Witholding System masih tetap dipertahankan.
Perpajakan untuk SMK

1. DEFINISI PAJAK & HUKUM PAJAK

Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007


pasal 1 berbunyi sebagai berikut:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Ciri-ciri yang ada dalam pengertian pajak tersebut adalah:
a. Pajak merupakan kontribusi wajib dari masyarakat kepada
Negara
b. Dipungut berdasarkan UU & aturan pelaksanaanya,
sehingga sanksinya tegas dan bisa dipaksakan.
c. Tanpa kontra prestasi secara langsung
d. Dipungut oleh pemerintah pusat (negara) maupun oleh
pemerintah daerah (propinsi, kabupaten/kota)
e. Digunakan untuk membiayai pelaksanaan pemerintahan-
kemakmuran masyarakat.

Hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur


hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak (fiscus)
dan rakyat sebagai pembayar pajak (Wajib Pajak).

Hukum pajak sering juga disebut hukum fiskal yang merupakan


bagian dari hukum publik/hukum administrasi negara.

3
Perpajakan untuk SMK

Hukum Pajak dibedakan menjadi:

a. Hukum Pajak Materiil

Adalah peraturan yang mengatur tentang pajak yang


sifatnya umum. Disebut juga hukum pajak umum (Lex
Generalis).

Hukum Pajak Materiil ini wujudnya berupa Undang-


undang Perpajakan, seperti: UU No. 28 Tahun 2007
tentang KUP, UU No. 17 tahun 2000 tentang PPh, UU No.
18 tahun 2000 tentang PPN & PPnBM, dsb.

b. Hukum Pajak Formil

Adalah Peraturan yang mengatur bagaimana Hukum


Pajak Materiil dilaksanakan. Disebut juga hukum pajak
khusus atau hukum acara perpajakan (Lex-Specialist).

Hukum Pajak Formil ini disebut juga Peraturan-peraturan


Pelaksanaan dari Undang-undang Perpajakan yang
berupa: Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan, Kep. Dirjen. Pajak, Surat
Edaran Dirjen Pajak, dan lain sebagainya.

Dalam ilmu hukum termasuk juga hukum pajak berlaku


ketentuan yang menyatakan “Lex Specialist derogat Lex
Generalis” yang artinya hukum khusus bisa meniadakan
hukum umum. Jadi hukum formil dalam kondisi tertentu bisa
meniadakan hukum materiil.

Dengan demikian untuk bisa mamahami pajak dan


menerapkan dengan benar tentunya kita harus memahami
Undang-Undang Perpajakan dan yang lebih teknis adalah
peraturan pelaksanaannya.

2. PENGGOLONGAN PAJAK

Banyak sekali jenis pajak yang kita hadapi, namun secara garis
besar pajak dapat dikelompokkan sbb:

4
Perpajakan untuk SMK

a) Pajak Pusat (Pajak Negara)

Pajak ini dipungut oleh pemerintah pusat/negara sehingga


hasilnya masuk ke kas negara, dasarnya Undang-Undang
dan Peraturan Pelaksanaannya. Pengelolanya adalah
Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai
dan dipungut dengan sistem pemungutan Self Assesment
System dan Witholding System.

Contoh Pajak Pusat :

9 PPh (Pajak Penghasilan)


9 PPN & PPnBM (Pajak Pertambahan Nilai & Pajak
Penjualan atas Barang Mewah)
9 PBB (Pajak Bumi & Bangunan)
9 BM (Bea Materai)
9 PPhTB (PPh atas Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan)
9 BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan)
9 Fiskal Luar Negeri
9 Pajak Ekspor,dll.

b) Pajak Daerah

Pajak ini dipungut oleh Pemerintah Daerah (Propinsi,


Kabupaten/Kota) sehingga hasilnya masuk ke kas daerah.
Dasarnya UU & Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Daerah, pengelolaannya oleh Dinas Pendapatan Daerah.
Sistem pemungutannya Official Assesment System &
Witholding System.

Contoh Pajak Daerah:

o Pajak Propinsi
9 Pajak Kendaraan Bermotor & Kendaraan Diatas Air
(PKB – KAA)
9 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor & Kendaraan
Diatas Air (BBNKB – KAA)
9 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)
9 Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan air Permukaan (P3BT & AP)

5
Perpajakan untuk SMK

o Pajak kabupaten/kota
9 Pajak Hotel
9 Pajak Restoran
9 Pajak Hiburan
9 Pajak Reklame
9 Pajak Penerangan Jalan
9 Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
(Pajak yang dikenakan atas penggalian bahan seperti:
pasir, batu, koral, dan sejenisnya).
9 Pajak Parkir

Selain pajak daerah tersebut Pemerintah kabupaten/kota juga


berwenang memungut retribusi serupa dengan pajak, namun
bedanya terletak pada kontra prestasinya yang bisa dinikmati
langsung oleh si pembayar retribusi.

Contoh retribusi antara lain:

9 Retribusi pelayanan kesehatan


9 Retribusi pelayanan pasar
9 Retribusi pengujian kendaraan bermotor
9 Retribusi IMB
9 Retribusi izin trayek
9 Retribusi tempat khusus parkir
9 Dsb

3. SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK

Sistem pemungutan pajak di Indonesia ada 3 (tiga), yaitu:

a) Self Assessment System


Sistem ini digunakan dalam memungut pajak pusat/pajak
negara, arti dari sistem ini adalah: wajib pajak diberi
kepercayaan untuk menghitung sendiri, memperhitungkan
sendiri, menyetor & melaporkan sendiri kewajiban pajaknya
(4 M).

Sistem ini tercermin dalam perhitungan PPh di akhir tahun.


Keberhasilan sistem ini sangat tergantung dari kesadaran
masyarakat, kejelasan UU, dan profesionalisme aparat.

6
Perpajakan untuk SMK

b) Official Assessment System


Sistem ini masih digunakan dalam memungut pajak daerah.
Dalam sistem ini yang menentukan besarnya pajak adalah
aparat pajak (fiscus), Wajib Pajak pasif, keberhasilan sistem
ini sangat tergantung dari keaktifan dan profesionalisme
aparat (fiscus).

c) Witholding System
Sistem ini masih digunakan dalam pemungutan pajak pusat
maupun pajak daerah. Pengertian sistem ini adalah dalam
pemungutan dan penyetoran pajak pemerintah (fiscus)
melibatkan wajib pajak yang lain.

Sistem ini kontribusinya terhadap penerimaan pajak masih


sangat dominan.

Contoh :
9 Pemerintah Daerah memungut pajak hotel melalui
pengusaha hotel.
9 Pemerintah Pusat memungut PPh 21 melalui pemberi
kerja.

4. ISTILAH-ISTILAH DALAM UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 menguraikan


tentang istilah-istilah yang harus dipahami dalam mempelajari
pajak antara lain:

- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi


pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak,
yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan .

- Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang


merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun
yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
7
Perpajakan untuk SMK

lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya


termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

- Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan dalam bentuk


apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud di luar Daerah Pabean, melakukan
usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah
Pabean.

- Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan


penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenai Pajak berdasarkan Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

- Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan


kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.

- Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi


Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan
pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

- Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun kalender


kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun takwim.

- Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu satu


Tahun Pajak.

- Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada


suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau
dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan
perundang undangan perpajakan.

- Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak


digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak dan atau
pembayaran pajak, objek Pajak dan atau bukan objek pajak

8
Perpajakan untuk SMK

dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan


perundang-undangan perpajakan.

- Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan


untuk suatu Masa Pajak.

- Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan


untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

- Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau


penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan
menggunakan formulr atau telah dilakukan dengan cara lain
ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan.

- Surat ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan


pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak,
jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih
harus dibayar.

- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah


surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.

- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan


pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak
karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang.

- Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak


yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan
tidak ada kredit pajak.

- Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan


pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau
denda.
9
Perpajakan untuk SMK

- Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak


dan biaya penagihan pajak.

- Kredit pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak


Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah
dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.

- Kredit pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang


dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok
pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena
Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau
dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di Luar Negeri, dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang.

- Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh


orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai
usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh
suatu hubungan kerja.

- Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan


mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain
dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

- Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti


berupa keterangan, tulisan atau benda yang dapat adanya
dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak
pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja
yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara

- Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang


bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil
yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib

10
Perpajakan untuk SMK

Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan


perpajakan.

- Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan


secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.

- Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan
dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan penghitungannya.

- Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah


serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.

- Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di


lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang
khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidik tindak
pidana di bidang perpajakan sesuai dengan ketetuan
peraturan perundang-undangan.

- Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang


membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam surat
ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak
benar atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan Pemberian Imbalan
Bunga.

- Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas


keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap

11
Perpajakan untuk SMK

pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang


diajukan oleh Wajib Pajak.

- Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas


banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan
oleh Wajib Pajak.

- Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak


atas gugatan terhadap hal-hal yang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diajukan
gugatan.

- Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah


Agung atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan
oleh Wajib Pajak atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap
Putusan Banding atau Putusan Gugatan dari badan
peradilan pajak.

- Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan


Pajak adalah surat keputusan yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib
Pajak tertentu.

- Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat


keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang
diberikan kepada Wajib Pajak.

- Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman,


tanggal faksimili, atau dalam hal disampaikan secara
langsung adalah tanggal pada saat surat keputusan atau
putusan disampaikan secara langsung.

- Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman,


tanggal faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung
adalah tanggal pada saat surat keputusan atau putusan
disampaikan secara langsung.

12
KETENTUAN UMUM DAN TATACARA PERPAJAKAN YANG
DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2000
DAN PERATURAN PELAKSANAANNYA

Bab ini membahas tentang :

; Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)


; Surat Pemberitahuan (SPT)
; Jatuh Tempo & Tata Cara Pembayaran
; Tata Cara Pemindahbukuan
; Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
; Penetapan & Ketetapan Pajak
; Pembukuan & Pencatatan
; Penagihan Pajak
; Keberatan & Banding
; Pemeriksaan & Penyidikan
; Ketetentuan Pidana
; Wakil dan Kuasa Wajib Pajak, Rahasia Jabatan & Kewajiban Pihak Ketiga
; Hak & Kewajiban Serta Sanksi Perpajakan
; Peninjauan Kembali
; Pokok-Pokok Perubahan UU KUP (UU No. 28 Tahun 2007)
FISKUS

PEMERIKSAAN PENYIDIKAN
PAJAK PAJAK

NPWP & PKP

KEBERATAN & PELAPORAN


BANDING SPT
WAJIB PAJAK

KAS NEGARA

PENYETORAN PAJAK RESTITUSI

Ketentuan Umum & Tata Cara Perpajakan mengatur tentang Hak &
Kewajiban Wajib Pajak maupun fiskus (UU No. 28 tahun 2007)
Perpajakan untuk SMK

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN YANG


DIATUR DALAM UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2000 DAN
PERATURAN PELAKSANAANNYA

Undang-Undang No. 16 tahun 2000 secara umum mengatur tentang hak


dan kewajiban Wajib Pajak maupun fiskus. Dalam pelaksanaannya
Undang-Undang tersebut memerlukan peraturan yang lebih teknis
(peraturan pelaksanaan). Berikut ini uraian mengenai hak dan kewajiban
yang tertuang dalam UU No. 16 tahun 2000 serta peraturan
pelaksanaannya.

1. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana


dalam administrasi perpajakan; yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakan.

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terdiri dari 15 Digit, misalnya ;

XX.XXX.XXX.X.XXX.XXX

Apabila Wajib Pajak berstatus kantor pusat (Wajib Pajak Domisili),


maka 3 digit terakhirnya adalah :000
Apabila Wajib Pajak berstatus kantor cabang/perwakilan (Wajib
Pajak Lokasi), maka 3 digit terakhirnya adalah : urutan terakhir dari
jumlah cabang yang ada di KPP Lokasi tersebut.
NPWP Kantor Pusat dan NPWP Cabang/Perwakilan adalah sama
untuk 8 digit pertamanya.

15
Perpajakan untuk SMK

Fungsi NPWP berdasarkan Undang-Undang No. 16 tahun 2000


adalah sbb:

1. Untuk mengetahui identitas Wajib Pajak.


2. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
dalam pengawasan administrasi perpajakan.
3. Untuk keperluan yang berhubungan dengan dokumen
perpajakan, sehingga semua yang berhubungan dengan
dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP.
4. Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perpajakan misalnya
dalam surat setoran pajak (SSP)
5. Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi-instansi tertentu
yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen-
dokumen yang diajukan. Misal:
- Dokumen Import (PPUD/PIUD)
- Dokumen Eksport (PEB)
- Dan lain-lain.
Untuk keperluan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
masa atau tahunan.

 KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI (KEP-516/PJ/2000)

Yang Wajib mendaftarkan diri:

a) Wajib Pajak Badan :


Setiap Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan diri pada
Kantor Pelayanan Pajak/Kantor Penyuluhan Pajak di tempat
badan tersebut berkedudukan.

b) Wajib Pajak Orang Pribadi :


Yaitu bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya
telah melebihi PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak), yang
besarnya sbb:

- Diri Wajib Pajak Rp 13.200.000


- Tambahan untuk Wajib Pajak kawin Rp 1.200.000
- Tambahan untuk setiap orang Rp 1.200.000
keluarga sedarah dan semenda
dalam garis keturunan lurus, serta
anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang untuk setiap

16
Perpajakan untuk SMK

keluarga.
- Tambahan untuk seorang isteri yang Rp 13.200.000
mempunyai penghasilan dari usaha
atau dari pekerjaan yang tidak ada
hubungannya dengan suami atau
anggota keluarga lain.

c) Bentuk Usaha Tetap (BUT)


BUT (Bentuk Usaha Tetap) yaitu bentuk usaha yang
dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha secara
teratur di Indonesia oleh badan atau perusahaan yang tidak
didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

d) Wajib Pajak sebagai pemungut/pemotong pajak (Wajib


Pajak Non Subjek)
seperti : Bendaharawan dan Badan-badan tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

e) Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak adalah orang pribadi atau Badan
dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,
mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud di luar Daerah Pabean,
melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
Daerah Pabean yang melakukan penyerahan Barang Kena
Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil
yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

 TEMPAT PENDAFTARAN

1. Di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak)


yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal (orang pribadi),
tempat kedudukan (badan) atau tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak yang bersangkutan.
2. Tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada
pada 2 atau lebih Wilayah kerja Kantor Direktorat Jenderal

17
Perpajakan untuk SMK

Pajak, Direktur Jenderal Pajak menetapkan tempat tinggal atau


tempat kedudukan Wajib Pajak.

 TEMPAT PENDAFTARAN BAGI WAJIB PAJAK TERTENTU


(KEP-67/PJ/2004)

Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak tertentu adalah :


a. badan usaha milik negara
b. penanaman modal asing
c. bentuk usaha tetap dan orang asing, dan
d. perusahaan masuk bursa.
e. perusahaan besar tertentu.

Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib


Pajak orang pribadi yang mempunyai tempat usaha tersebar di
beberapa tempat.

Wajib Pajak Baru adalah wajib pajak yang mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan melaporkan usahanya sebagai
pengusaha kena pajak pada saat atau setelah berlakunya
Keputusan Dirjen Pajak ini.

Tempat pendaftaran dan pelaporan usaha bagi Wajib Pajak


tertentu dan Pengusaha Kena Pajak tertentu (KEP-67/PJ/2004)
adalah :

a. Kantor Pelayanan Pajak Badan Usaha Milik Negara, termasuk


anak perusahaan BUMN yang penyertaan modal anak
perusahaan baik langsung maupun tidak langsung lebih dari
50% (lima puluh persen).

b. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing I, untuk


seluruh Wajib Pajak penanaman modal asing yang tidak masuk
bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang industri kimia
dan barang galian non logam kecuali yang selama ini telah
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
berkedudukan;

c. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing II, Untuk


seluruh wajib pajak Penanaman Modal Asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang industri

18
Perpajakan untuk SMK

logam dan mesin, kecuali yang selama ini telah terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berkedudukan;

d. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing III, untuk


seluruh Wajib Pajak Pananaman Modal Asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang
pertambangan dan perdagangan, kecuali yang selama ini telah
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
berkedudukan;

e. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing IV, untuk


seluruh Wajib Pajak Pananaman Modal Asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang industri
tekstil, makanan dan kayu kecuali yang selama ini telah
terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
berkedudukan;

f. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing V, untuk


seluruh Wajib Pajak Pananaman Modal Asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang
agribisnis dan jasa kecuali yang selama ini telah terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berkedudukan;

g. Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing VI, untuk


seluruh Wajib Pajak Pananaman Modal Asing yang tidak
masuk bursa dan melakukan kegiatan usaha di bidang Jasa
dan perdagangan kecuali yang selama ini telah terdaftar pada
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak berkedudukan;

h. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Satu, untuk


Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang berkedudukan di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dan orang asing yang bertempat
tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau di wilayah kerja
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat I
dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian
Barat III kecuali Kota/Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Kuningan
Yang berasal dari negara-negara di benua Asia dan Afrika,
termasuk Maldives, Cape Verde, Comoros, Mauritius, Mayotte,
Saint Helena, Seychelles, Sao Tome dan Principe;

i. Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing Dua, untuk


Wajib Pajak bentuk usaha tetap yang berkedudukan di Daerah
19
Perpajakan untuk SMK

lbukota Jakarta dan orang asing yang bertempat tinggal di


Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau di wilayah kerja Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat I dan
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bagian Barat
III, kecuali Kota/Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka,
dan Kabupaten Indramayu, Kabupaten Kuningan, yang berasal
dari negara-negara selain negara sebagaimana dimaksud pada
huruf h;

j. Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa, untuk


Wajib Pajak yang pernyataan pendaftaran emisi saham telah
dinyatakan efektif oleh Badan Pengawasan Pasar Modal,
termasuk badan khusus (Self Regulatory Organization) yang
didirikan dan beroperasi di bursa berdasarkan Undang-undang
nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Perusahaan Efek
non bank, Reksa Dana, serta Kontrak Investasi Kolektif Efek
Beragun Aset (KIK-EBA), kecuali Wajib Pajak emiten yang
selama ini telah terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak berkedudukan dan Wajib Pajak emiten badan
usaha Milik Negara;

k. Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar untuk perusahaan


besar tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak;

l. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi:


1. tempat kedudukan Wajib Pajak bentuk usaha tetap Wajib
Pajak bentuk usaha tetap yang berkedudukan di luar
Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
2. tempat tinggal Wajib Pajak orang asing untuk wajib pajak
orang asing, yang bertempat tinggal di luar;
i Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
ii seluruh wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Bagian Berat I;
iii sebagian wilayah kerja Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak Jawa Bagian I Barat III, yaitu di luar :
Kota/Kabupaten Bekasi; Kabupaten Karawang;
Kabupaten Purwakarta; Kabupaten Subang;
m. Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
pusat, cabang, perwakilan, atau kegiatan usaha dilakukan yang
lokasinya berada di luar Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk

20
Perpajakan untuk SMK

Wajib Pajak badan usaha milik Negara penaraman modal


asing, bentuk usaha tetap dan orang asing, perusahaan masuk
bursa dan perusahaan besar tertentu, terbatas dalam hal
sebagai pemotong dan atau pemungut Pajak Penghasilan.

Tempat pendaftaran dan tempat pelaporan usaha untuk


dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak bagi Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 huruf b adalah
Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana pada ayat (1) huruf b, huruf
c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g berdasarkan Klasifikasi
Lapangan Usaha Wajib Pajak.

Tempat pendaftaran pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 angka 2 adalah Kantor Pelayanan Pajak Yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha Wajib
Pajak.

 JANGKA WAKTU PENDAFTARAN ATAU PELAPORAN


KEGIATAN USAHA ( KEP-516/PJ/2000 )
• Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan wajib mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan
setelah saat usaha mulai dijalankan.

• Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau


pekerjaan bebas, apabila sampai dengan suatu bulan
memperolah penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak setahun, wajib mendaftarkan
diri untuk memperoleh NPWP paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.

• Wajib Pajak orang pribadi yang penghasilannya belum melebihi


PTKP dapat mengajukan permohonan untuk memperolah
NPWP.

• Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau


pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan yang memenuhi
ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

21
Perpajakan untuk SMK

sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau


Jasa Kena Pajak.

• Wajib Pajak yang termasuk Pengusaha Kecil sebagaimana


dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983
tentang PPN Barang dan Jasa dan PPn BM sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 TAHUN
2000 yang :

a. memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib mengajukan


pernyataan tertulis untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
b. tidak memilih sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu tahun buku
nilai penyerahan BKP dan/atau JKP-nya telah melampaui
batasan Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak paling
lambat akhir masa pajak berikutnya. ( 522/KMK.04/2000 )

• Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di


beberapa tempat, juga wajib mendaftarkan diri ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat
kegiatan usaha Wajib Pajak. Jadi kalau punya dua tempat
usaha berbeda maka mendaftarkan diri juga di kedua Kantor
Pelayanan Pajak tersebut.

 TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NPWP SERTA


PELAPORAN DAN PENGUKUHAN PKP ( KEP-516/PJ/2000 )

Cara mendaftarkan diri:


a. Wajib Pajak yang akan mendaftarkan diri wajib mengisi
Formulir Pendaftaran Wajib Pajak.
b. Pengisian dan penandatanganan formulir dapat dilakukan
oleh Wajib Pajak sendiri atau oleh orang lain yang diberi
kuasa Khusus.
c. Penyampaian formulir pendaftaran Wajib Pajak yang telah
diisi dan ditandatangani, dapat dilakukan oleh Wajib Pajak
sendiri atau orang lain yang diberi kuasa penuh.

22
Perpajakan untuk SMK

Lampiran yang diperlukan pada Formulir Pendaftaran :


a. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas:
Fotokopi KTP/Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia atau
Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari
instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau
kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing.
b. Untuk Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas:
1. Fotokopi KTP/Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia
atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah
atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing.
2. Surat keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa.
c. Untuk Wajib Pajak Badan:
1. Fotokopi Akte Pendirian dan Perubahan terakhir atau
surat keterangan penunjukan dari Kantor Pusat bagi
Bentuk Usaha Tetap;
2. Fotokopi KTP/Kartu Keluarga bagi penduduk Indonesia
atau Paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal
dari instansi yang berwenang sekurang-kurangnya lurah
atau kepala desa bagi Wajib Pajak Orang Asing dari
salah seorang pengurus aktif;
3. Surat keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi
yang berwenang sekurang-kurangnya lurah atau kepala
desa;
4. Surat persetujuan penanaman modal asing dari Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk Wajib
Pajak PMA;
5. Fotokopi Akte Pendirian.
d. Untuk Bendaharawan sebagai Wajib Pajak Pemungut/
Pemotong:
1. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendaharawan;
2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bendaharawan.
e. Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut /
Pemotong:
1. Fotokopi Perjanjian Kerjasama sebagai Joint Operation;
2. Fotokopi Kartu NPWP masing-masing anggota Joint
Operation;

23
Perpajakan untuk SMK

3. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk


Indonesia, atau Paspor ditambah surat keterangan
tempat tinggal dari instansi yang berwenang sekurang-
kurangnya lurah atau kepala desa bagi Wajib Pajak
Orang Asing, dari salah seorang pengurus Joint
Operation.

Catatan:
a. Bagi pemohon yang berstatus cabang, orang pribadi
pengusaha tertentu, atau wanita kawin tidak pisah harta,
wajib melampirkan fotokopi Surat Keterangan Terdaftar
Kantor Pusat atau domisili atau suami.
b. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain,
harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus.
c. Dalam formulir dan persyaratannya belum lengkap
dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk dilengkapi.
d. Dalam hal Wajib Pajak tersebut berstatus sudah
terdaftar, maka kepadanya tidak diberikan NPWP lagi.
e. Untuk Wajib Pajak berstatus cabang, orang pribadi
pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta
diberikan surat Keterangan Terdaftar.
f. Dalam hal Wajib Pajak pernah terdaftar, maka
kepadanya diberikan NPWP yang sama dengan NPWP
semula.

 TATA CARA PENDAFTARAN DAN PEMBERIAN NPWP ORANG


PRIBADI YANG BERSTATUS KARYAWAN (KEP-338/PJ./2001)

Pengertian-pengertian yang perlu dipahami :

a. WP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan adalah


karyawan tetap yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan yang jumlahnya
di atas PTKP
b. Pemberi kerja adalah Orang Pribadi, Badan, ataupun Kerja
Sama Operasi (KSO), yang merupakan induk, cabang,
perwakilan atau unit perusahaan, termasuk badan yang
dikecualikan sebagai Pemotong Pajak sesuai ketentuan yang
berlaku, yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan,
honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apapun
kepada karyawan, sebagai imbalan sehubungan dengan
24
Perpajakan untuk SMK

pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan termasuk


organisasi internasional
c. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi lainnya dan
Kedutaan Besar RI di Luar Negeri yang membayar gaj, upah,
tunjangan, honorarium dan pembayaran lain sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
d. KPP Lokasi, adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat kegiatan usaha Pemberi Kerja/Bendaharawan
Pemerintah terdaftar
e. KPP Domisili adalah KPP yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal/domisili WP Orang Pribadi yang berstatus
sebagai karyawan

Sarana-sarana yang digunakan untuk pendaftaran NPWP


Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan adalah
sbb :

a. Surat permintaan bantuan pendaftaran WP Orang Pribadi


Yang Berstatus Sebagai Karyawan
b. Daftar karyawan yang memenuhi syarat sebagai WP Orang
Pribadi
c. Surat permintaan keterangan data WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan
d. Surat himbauan pendaftaran NPWP
e. Surat Tugas Pencarian Data WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan
f. Surat Pemberitahuan tetang pencarian data WP Orang
Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan
g. Laporan hasil pencarian data WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan
h. Surat Pemberitahuan pemberian NPWP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan

Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian NPWP Orang Pribadi


yang Berstatus Sebagai Karyawan

1. WP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan


mengajukan permohonan ke KPP Domisili atau KPP Lokasi

25
Perpajakan untuk SMK

2. Dalam hal permohonan dilakukan ke KPP Lokasi dapat


dilayani melalui Pemberi Kerja atau Bendaharawan
Pemerintah

3. Kepala KPP dapat memberikan NPWP secara jabatan yang


didahului dengan kegiatan pencarian data WP Orang Pribadi
Yang Berstatus Sebagai Karyawan

4. Kegiatan yang dilakukan oleh KPP Lokasi adalah sbb :

Melakukan inventarisasi Pemberi kerja dan


Bendaharawan Pemerintah
Mengirim Surat Permintaan Bantuan Pendaftaran WP
Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan
kepada pemberi kerja/Bendaharawan Pemerintah dan
apabila dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal surat
tidak diterima atau diterima tapi tidak lengkap maka KPP
segera mengirimkan :
a. Surat Permintaan keterangan data WP Orang
Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan (dilampiri
dengan daftar karyawan yang memenuhi syarat
sebagai WP Orang Pribadi )
b. Surat Himbauan pendaftaran NPWP
c. Formulir permohonan pendaftaran dan perubahan
data WP (KP.PDIP.4.1-00) kepada pemberi
kerja/Bendaharawan Pemerintah. Apabila dalam
jangka waktu 7 hari KPP belum menerima atau
menerima tapi belum lengkap, maka KPP dapat
melakukan pencarian data WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan.
Menerima daftar karyawan yang memenuhi syarat
sebagai WP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai
Karyawan yang telah diisi oleh Pemberi
Kerja/Bendaharawan Pemerintah
Meneliti kelengkapan permohonan pendaftaran dan
perubahan data WP dan mencocokannya dengan Daftar
karyawan yang memenuhi syarat sebagai WP Orang
Pribadi
Mengelompokkan permohonan pendaftaran WP Orang
Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan yang sudah
lengkap maupun berkas karyawati kawin yang tidak
dapat diberikan NPWP dan mengirimkannya ke KPP

26
Perpajakan untuk SMK

Domisili paling lambat 3 hari kerja setelah diterimanya


permohonan pendaftaran secara lengkap.
Mengirimkan data pemberian NPWP secara jabatan ke
KPP Domisili paling lambat 3 hari kerja setelah
diterimanya permohonan pendaftaran
Memberikan NPWP bagi WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan yang berdomisili di wilayah
kerjanya
Menerima Surat Pemberitahuan Pemberian NPWP
Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan dari
KPP Domisili
Mensortir Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00)
dan Kartu NPWP (KP.PDIP.4.4-00) dan mengirimkannya
per Pemberi kerja/Bendaharawan Pemerintah ke
masing-masing Pemberi Kerja/Bendaharawan
Pemerintah untuk diteruskan ke WP yang bersangkutan.

5. Kegiatan yang dilakukan oleh KPP Domisili adalah sbb :

Menerima permohonan pendaftaran dan perubahan data


WP (KP.PDIP.4.1-00) beserta lampiran yang disyaratkan
dan berkas karyawati kawin yang tidak dapat diberikan
NPWP dari KPP Lokasi
Menerima data permohonan pemberian NPWP secara
jabatan dari KPP Lokasi
Memberikan NPWP bagi WP Orang Pribadi Yang
Berstatus Sebagai Karyawan yang berdomisili di wilayah
kerjanya
Mensortir Surat Keterangan Terdaftar (KP.PDIP.4.2-00)
dan Kartu NPWP (KP.PDIP.4.4-00) yang diterbitkan per-
KPP Lokasi
Mengirim surat pemberitahuan pemberian NPWP Orang
Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan, Surat
Keterangan Terdaftar, Kartu NPWP ke KPP Lokasi
paling lambat 3 hari kerja setelah diterimanya
permohonan pendaftaran secara lengkap dan atau data
permohonan pemberian NPWP secara jabatan.

6. Kegiatan yang dilakukan oleh Pemberi Kerja atau


Bendaharawan Pemerintah adalah:

27
Perpajakan untuk SMK

Menerima surat permintaan bantuan pendaftaran WP


Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan yang
dilampiri dengan daftar karyawan yang memenuhi syarat
sebagai WP Orang Pribadi dan formulir permohonan
perndaftaran dan perubahan data WP
Melengkapi pengisian daftar karyawan yang memenuhi
syarat sebagai WP Orang Pribadi yag diterima dari KPP
Menyerahkan formulir permohonan pendaftaran daan
perubahan data WP kepada karyawan untuk diisi dan
dilengkapi
Meminta dan mengumpulkan fotocopi kartu NPWP
kepada karyawan yang sudah ber-NPWP, suami dan
fotocopi kartu keluarga kepada karyawati kawin tidak
pisah harta yang telah ber-NPWP dan kepada mereka
tidak perlu diberikan formulir Permohonan Pendaftaran
dan Perubahan data WP
Menyampaikan daftar karyawan yang telah memenuhi
syarat sebagai WP Orang Pribadi ke KPP dimana
pemberi kerja atau Bendaharawan Pemerintah terdaftar
atau seharusnya terdaftar
Memberikan data WP Orang Pribadi Yang Berstatus
Sebagai Karyawan ke KPP sebagaimana dimaksud
dalam Surat Permintaan Keterangan data WP Orang
Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan
Memberikan keterangan, data, dan dokumen lainnya
yang diperlukan di dalam pelaksanaan pencarian data
WP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan
Menerima surat keterangan terdaftar, dan kartu NPWP
dari KPP Lokasi dan menyampaikannya ke masing-
masing karyawan yang bersangkutan

 TATA CARA PERUBAHAN DATA WAJIB PAJAK KEP-


516/PJ/2000

Yang dimaksud dengan perubahan data Wajib Pajak meliputi


perubahan identitas Wajib Pajak, pemindahan Wajib Pajak
dan/atau Pengusaha Kena Pajak, serta penghapusan NPWP
dan/atau pencabutan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.

28
Perpajakan untuk SMK

Pembetulan data wajib pajak dapat dilakukan dengan mengisi


dan menyampaikan formulir perubahan data wajib pajak :
a. Formulir dapat diperoleh dengan cara mengambil langsung
atau meminta melalui pos dari Kantor Pelayanan Pajak.
b. Penyampaian formulir dapat disampaikan secara langsung
atau melalui pos tercatat.
c. Setiap perubahan data Wajib Pajak yang meliputi
penggantian nama, perubahan alamat, perubahan NPWP,
perubahan status usaha Wajib Pajak, perubahan jenis
usaha, perubahan bentuk badan dan perubahan jenis
pajak. Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kartu NPWP
yang baru dan mengirimkan ke alamat Wajib Pajak melalui
pos atau dapat diambil langsung.

Perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak ( KEP-161/PJ/2001)


- Mulai tanggal 1 April sampai dengan selesainya data
dikonversi oleh Direktorat Informasi Perpajakan pemberian
NPWP dilakukan dengan menambahkan tiga digit terakhir
secara manual.
- Untuk Wajib Pajak yang berstatus pusat atau tunggal pada
NPWP ditambahkan tiga digit terakhir dengan angka 000
- Untuk Wajib Pajak yang berstatus cabang pada NPWP
ditambahkan tiga digit terakhir dengan angka yang sesuai
dengan urutan terakhir dari jumlah cabang yang ada di KPP
- Kepada Wajib Pajak diberikan bukti pendaftaran sementara
berupa formulir KP.PDIP.4.5-00 dan atau bukti pelaporan
pengusaha kena pajak berupa formulir KP.PDIP.4.9-00.

Perpindahan Wajib Pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak


meliputi
a. Perubahan alamat Wajib Pajak karena perpindahan tempat
tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha
ke wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak lain;
b. Perubahan status modal Wajib Pajak yang mengakibatkan
Kantor Pelayanan Pajak yang mengelola berubah.

Tata Cara Pindah ( KEP-516/PJ/2000 )


Dalam hal Wajib Pajak yang telah terdaftar dalam tata usaha DJP
(KPP) dan telah diberikan NPWP, Karena sesuatu hal pindah
tempat tinggal/tempat kedudukan ke wilayah kerja KPP lain atau

29
Perpajakan untuk SMK

berubah status perusahaan yang mengakibatkan KPP yang


mengelolanya berubah, maka Wajib Pajak tersebut diwajibkan
mengisi Surat Pemberitahuan Pindah yang diajukan ke KPP
Lama.
Kemudian KPP Lama menerbitkan Surat Pindah untuk diberikan
kepada Wajib Pajak tersebut guna diserahkan ke KPP Baru.
Dalam hal Wajib Pajak tersebut mengajukan surat Pemberitahuan
Pindah langsung ke KPP Baru, maka tindasan surat
pemberitahuan pindah wajib dikirim oleh Wajib Pajak tersebut ke
KPP Lama.

Catatan :
Apabila Wajib Pajak telah resmi terdaftar pada Kantor Pelayanan
Pajak yang baru, berkas dan uraian singkat dikirim dari Kantor
Pelayanan Pajak Lama ke Kantor Pelayanan Pajak baru. Dalam
uraian singkat yang dianggap perlu diketahui KPP baru adalah :
a. Jumlah tunggakan pajak yang masih harus ditagih.
b. Sampai di mana tindakan penagihan.
c. Apakah masih ada permohonan restitusi atau surat
keberatan Wajib Pajak yang belum diselesaiakan.

 TATA CARA PENGHAPUSAN NPWP KEP-516/PJ/2000

Penghapusan NPWP dari administrasi Kantor Pelayanan Pajak


harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak


meninggalkan warisan syaratnya ialah adanya
pemberitahuan tertulis dari ahli waris, dilampiri fotokopi akte
kematian;
b. Wanita Kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan syaratnya fotokopi surat nikah atau akte
perkawinan;
c. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai
Subjek Pajak sesudah selesai terbagi syaratnya surat
pernyataan dari ahli waris;
d. Wajib Pajak Badan yang telah dibubarkan secara resmi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku syaratnya akte pembubaran dan neraca likuidasi;

30
Perpajakan untuk SMK

e. Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangan


statusnya sebagai bentuk usaha tetap syaratnya surat atau
dokumen lain yang mendukung hal tersebut;
f. Wajib Pajak orang pribadi lainnya yang tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Wajib Pajak yaitu berdasarkan laporan
Pemeriksaan Lapangan yang menyatakan bahwa Wajib
Pajak tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak.

Pencabutan Pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak


dilakukan dalam hal :
1. Pengusaha Kena Pajak pindah ke KPP lain.
2. Pengusaha Kena Pajak bubar.
3. Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi syarat lagi sebagai
PKP.
4. Pengusaha Kena Pajak yang jumlah peredaran dalam satu
tahun pajak tidak melebihi batasan Pengusaha Kecil PPN,
dengan ketentuan :
¾ mengajukan permohonan pencabutan PKP.
¾ Diajukan setelah lewat jangka waktu 3 bulan setelah
akhir tahun pajak.

Catatan :
DJP harus memberi keputusan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
permohonan diterima (dengan pemeriksaan). Jika lewat jangka
waktu tersebut keputusan tidak diberikan maka permohonan
dianggap dikabulkan dan surat pencabutan NPPKP harus
diterbitkan dalam waktu selambat-lambatnya satu bulan setelah
jangka waktu tersebut berakhir.

Dalam pelaksanaan Penghapusan NPWP dan / atau NPPKP,


selain ada persyaratan administratif juga harus dipenuhi syarat
sebagai berikut :
- Utang pajak yang ada telah dilunasi.
- Telah dilaksanakan PSL (Pemeriksaan Sederhana Lapangan)
yang hasilnya ditemukan adanya utang pajak yang tidak
dapat / tidak mungkin dapat ditagih lagi karena :
- Wajib Pajak orang pribadi telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan warisan.
- Wajib Pajak tidak ditemukan lagi.
- Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi.

31
Perpajakan untuk SMK

 PENGHAPUSAN NPWP WANITA KAWIN ( PASAL 12 KEP-


516/PJ./2000 )

1. Suami harus telah terdaftar sebagai wajib pajak.


2. Berkas Wajib Pajak Wanita Kawin dikirim ke KPP dimana
suaminya terdaftar untuk digabungkan.
3. Jika suami & isteri berada pada satu wilayah KPP, berkas
Wajib Pajak Wanita Kawin digabungkan dengan berkas
suaminya.
4. Penghapusan NPWP baru dapat dilakukan pada awal tahun
berikutnya setelah tahun perkawinan.

Setelah persyaratan administrasi dan persyaratan lainnya


dipenuhi maka penghapusan NPWP dan NPPKP dilakukan
dengan sarana Formulir Pemutakhiran Data Wajib Pajak yang
pengisiannya dilakukan oleh :

1. Wajib Pajak / Kuasanya.


2. Petugas KPP dalam hal :
a. Wajib Pajak meninggal dunia tanpa meninggalkan
warisan;
b. BUT atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak
memenuhi syarat lagi.

 TATA CARA PENCARIAN DATA WP ORANG PRIBADI YANG


BERSTATUS SEBAGAI KARYAWAN (KEP-338/PJ./2001)

Kegiatan pencarian data WP Orang Pribadi Yang Berstatus


Sebagai Karyawan dilakukan oleh KPP Lokasi dengan cara-cara
sbb :

a. Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Tugas bersamaan


dengan Surat Pemberitahuan tentang pencarian data WP
Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan apabila
setelah 7 hari sejak dikirimkan surat permintaan keterangan
data WP Orang Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan

b. Dengan Surat Tugas Petugas yang ditunjuk mendatangi


pemberi kerja atau Bendaharawan Pemerintah untuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan tersebut dan
melaksanakan pencarian data-data

32
Perpajakan untuk SMK

c. Petugas membuat Laporan Hasil Pencarian Data WP Orang


Pribadi Yang Berstatus Sebagai Karyawan dilampiri data
karyawan yang harus selesai selambat-lambatnya dalam
waktu 7 hari kerja terhitung sejak tanggal diterbitkannya
Surat Tugas

d. Petugas mengisi dan menandatangani formulir permohonan


pendaftaran dan perubahan data WP sesuai dengan
Laporan hasil pencarian data dengan melampirkan
persyaratan yang diperoleh, dan menyalurkannya ke Sub-
Seksi Pendaftaran WP paling lambat 3 hari kerja sejak
tanggal laporan

e. Sub-Seksi Pendaftaran WP mengelompokan permohonan


pendaftaran dan perubahan data WP tersebut berdasarkan
wilayah kerja KPP Domisili sesuai dengan alamat WP dan
mengirimkannya ke KPP Domisili paling lambat 3 hari kerja
setelah diterimanya formulir tersebut dari petugas pencari
data.

f. Seksi TUP Memberikan NPWP secara jabatan apabila WP


ternyata berdomisili di wilayah kerjanya.

2. SURAT PEMBERITAHUAN (SPT)

Î PENGERTIAN SPT ( PASAL 1 UU NOMOR 16 TAHUN 2000 )

Surat Pemberitahuan Tahunan adalah surat yang oleh Wajib


Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan
pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan
atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Î SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) TERDIRI DARI :

- Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) yaitu Surat


Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
- Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) yaitu Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun
Pajak.

33
Perpajakan untuk SMK

Î FUNGSI SPT (PASAL 3 AYAT (1) UNDANG-UNDANG


NOMOR 16 TAHUN 2000)

1. Bagi Wajib Pajak PPh adalah untuk melaporkan dan


mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau
pemungutan pihak lain dalam 1 tahun pajak atau bagian
tahun Pajak.
- Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau
bukan objek pajak;
- Harta dan kewajiban;
- Penyetoran dari pemotong atau pemungut pajak orang
pribadi atau badan lain dalam 1 masa pajak.

2. Mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan


PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan
tentang :
- Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
- Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah
dilaksanakan sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan
atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak.

3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, sebagai sarana untuk


melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang
dipotong atau dipungut dan disetorkannya.

Î PENGAMBILAN DAN PENYAMPAIAN SPT

a. Pengambilan SPT ( KEP-517/PJ./2000 )

Surat Pemberitahuan (SPT) dapat diambil di :

- Kantor Pelayanan Pajak;


- Kantor Penyuluhan Pajak;
- Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
- Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;
- Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak; atau
- Melalui sistem komputer dengan alamat situs internet
atau Homepage Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:

34
Perpajakan untuk SMK

http://www.pajak.go.id atau mencetak/menggandakan/


fotokopi sendiri dengan bentuk dan isi yang sama
dengan aslinya.

b. Penyampaian SPT

SPT di sampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat


Wajib Pajak terdaftar. Penyampaian SPT bisa langsung
atau melalui Kantor Pos dengan Pos tercatat. Tanda bukti
dari kantor pos dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal
penerimaan SPT, sepanjang SPT tersebut telah lengkap.

Penyampaian SPT selain melalui Kantor Pos dapat


dilakukan dengan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau
jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir harus memenuhi
syarat sbb:

a. Berbentuk badan
b. Memiliki izin usaha jasa ekspedisi atau jasa kurir
c. Mempunyai NPWP dan telah dikukuhkan sebagai PKP
d. Bersedia menandatangani perjanjian dengan Direktorat
Jenderal Pajak.

Perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang memenuhi


syarat diatas dapat mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak agar ditunjuk sebagai perusahaan
jasa ekspedisi atau jasa kurir yang dapat menerima SPT
untuk disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.

Tanda bukti dan tanggal penerimaan untuk penyampaian


SPT melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir yang
telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan SPT,
sepanjang SPT tersebut telah lengkap.
Apabila SPT Tidak lengkap, Kepala KPP mengirimkan
pemberitahuan kepada Wajib Pajak untuk melengkapi,
sedangkan tanda bukti dan tanggal penerimaan
kelengkapan SPT dianggap sebagai tanda bukti dan
tanggal penerimaan SPT.

35
Perpajakan untuk SMK

Î BENTUK, ISI DAN KELENGKAPAN SPT Kep Men Keu :


534/KMK.04/2000

Surat Pemberitahuan terdiri dari :

a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21


dan Pasal 26
b. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;
c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23
dan Pasal 26
d. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25
e. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2)
f. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15
g. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
h. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi
pemungut
i. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang
menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
j. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang
Mewah
k. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan
l. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan
pembukuan dalam bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat
m. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi
n. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21

Surat Pemberitahuan diatas paling sedikit berisi :

a. Nama, NPWP, dan alamat Wajib Pajak;


b. Masa Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan;
c. Tanda tangan Wajib Pajak atau kuasanya

SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26, 22, 23/26, dan 25


harus juga berisi data tambahan antara lain :
a. Jumlah objek Pajak, kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 25
b. Jumlah Pajak yang terutang
c. Tanggal pembayaran atau penyetoran
36
Perpajakan untuk SMK

Untuk SPT Masa PPN juga harus berisi data tambahan tentang :

a. Jumlah penyerahan
b. Jumlah Pajak Keluaran
c. Jumlah pajak yang dapat diperhitungkan
d. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
e. Tanggal penyetoran

Untuk SPT Masa PPN bagi Pemungut harus berisi data


tambahan tentang :

a. Jenis usaha dan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak


b. Jumlah dasar pengenaan pajak
c. Jumlah pajak yang dipungut
d. Jumlah pajak yang disetor
e. Tanggal pemungutan
f. Tanggal penyetoran

Untuk SPT Masa PPN bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang


Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan
Pajak harus juga ditambah dengan data tentang :
a. Jumlah penyerahan barang dagangan
b. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
c. Tanggal penyetoran

Untuk SPT Masa PPn BM harus juga ditambah dengan data


tentang :

a. Jumlah penyerahan
b. Tarif
c. Jumlah pajak yang terutang
d. Jumlah pajak yang disetor
e. Tanggal penyetoran

Untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan, Badan dengan US


Dollar, Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 harus juga ditambah
dengan data tentang :

a. Jenis usaha dan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak


b. Jumlah penghasilan
c. Jumlah kompensasi kerugian
37
Perpajakan untuk SMK

d. Jumlah pajak yang terutang


e. Jumlah kredit pajak
f. Jumlah kekurangan atau kelebihan pajak
g. Tanggal pembayaran PPh Pasal 29
h. Bukan objek pajak
i. Jumlah harta dan kewajiban

SPT terdiri dari SPT Induk dan lampirannya yang merupakan


satu kesatuan

Î HAL-HAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN SPT

- Setiap wajib pajak harus mengambil sendiri SPT ke Kantor


Pelayanan Pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh
Direktur Jenderal Pajak seperti diatas.
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dengan benar, jelas,
lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, kemudian menandatangani dan
menyampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak atau tempat lain
yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Untuk Wajib Pajak badan, Surat Pemberitahuan harus
ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
- Apabila Surat Pemberitahuan yang mengisi dan
menandatangani orang lain bukan Wajib Pajak, harus
melampirkan surat kuasa khusus.
- Surat Pemberitahuan Wajib dilengkapi dengan lampiran
yang ditentukan menurut perundang-undangan perpajakan
yang berlaku, termasuk neraca dan perhitungan rugi laba
(bagi wajib pajak yang wajib melakukan pembukuan).
- Setelah Surat Pemberitahuan tersebut diatas telah diisi
lengkap beserta lampiran-lampirannya, diserahkan kembali
ke Kentor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah
ditentukan dengan tanda bukti penerimaan. Jika SPT
disampaikan tidak lengkap, dianggap SPT tidak
disampaikan.
- Kalau dikirim melalui pos, harus tercatat dan bukti tercatat
tersebut adalah bukti penerimaan.
- Tidak/terlambat menyampaikan SPT Masa dikenakan
denda sebesar Rp 50.000 dan SPT Tahunan sebesar RP
100.000

38
Perpajakan untuk SMK

- Angsuran PPh Pasal 25 nihil, tetap wajib menyampaikan


SPT Masa PPh Pasal 25.

Î PELAPORAN SPT

Tempat Pemasukan SPT ( Pasal 3 UU Nomor 16 TAHUN


2000 )

- Surat Pemberitahuan disampaikan ke Kantor Direktorat


Jenderal Pajak tempat wajib Pajak terdaftar atau
dikukuhkan.
- Disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat, dan tanda
bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti
dan tanggal penerimaan SPT.

Batas waktu Penyampaian SPT (Pasal 3 UU Nomor 16


TAHUN 2000)

• Untuk SPT Masa :

- PPh Pasal 21, yang menyampaikan Pemotong PPh Pasal


21, disampaikan Paling lambat tanggal 20 setelah akhir
masa pajak.
- PPh Pasal 22, yang menyampaikan Bea Cukai,
disampaikan Paling lambat 7 hari setelah penyetoran.
- PPh Pasal 22 Bendaharawan, yang menyampaikan
bendaharawan, disampaikan paling lambat tanggal 14
setelah akhir masa pajak.
- PPh Pasal 23/26, yang menyampaikan Pemotong PPh
Pasal 23/26, disampaikan paling lambat tanggal 20
setelah akhir masa pajak.
- PPN dan PPnBM, yang menyampaikan Pengusaha Kena
Pajak, disampaikan paling lambat tanggal 20 setelah akhir
masa pajak.
- PPN dan PPnBM Bea Cukai, yang menyampaikan Bea
Cukai, disampaikan paling lambat 7 hari setelah
penyetoran.

39
Perpajakan untuk SMK

• Untuk SPT Tahunan :

- SPT Tahunan PPh Badan (Formulir 1771), yang


menyampaikan Wajib Pajak, disampaikan paling lambat
tanggal 30 April tahun berikutnya atau 4 bulan setelah
akhir tahun pajak.
- SPT Tahunan Pasal 21 (Formulir 1721), yang
menyampaikan Pemotong PPh Pasal 21, disampaikan
paling lambat 31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan
setelah akhir tahun pajak.
- SPT Tahunan PPh Perseorangan (Formulir 1770), yang
menyampaikan Wajib Pajak, disampaikan paling lambat
31 Maret tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir
tahun pajak.
- SPT Tahunan PPh Badan dengan US $ (Formulir 1771/$),
yang menyampaikan Wajib Pajak yang diizinkan
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang dollar
Amerika Serikat, disampaikan paling lambat 31 Maret
tahun berikutnya atau 3 bulan setelah akhir tahun pajak.

Penundaan Penyampaian SPT Tahunan (Pasal 3 UU Nomor


16 TAHUN 2000)

Syarat permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian


SPT Tahunan Pajak Panghasilan :

- Permohonan diajukan sebelum batas waktu penyampaian


SPT Tahunan Pajak Penghasilan berakhir dan menyebut
alasan-alasannya.
- Menyampaikan penghitungan sementara pajak penghasilan
yang terutang dan dilampiri Laporan Keuangan sementara
tahun pajak yang bersangkutan.
- Melampirkan bukti pelunasan atas kekurangan pajak yang
terutang apabila menurut penghitungan sementara Kurang
Bayar.
- Permohonan menggunakan formulir 1770Y / 1771Y / 1721Y.

Atas permohonan Wajib Pajak dapat diberikan penundaan


penyampaian SPT Tahunan pajak penghasilan paling lama 3
bulan sejak saat batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
berakhir. Yang berhak memberikan keputusan atas permohonan

40
Perpajakan untuk SMK

perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh


adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak wajib memberikan keputusan
persetujuan/penolakan atas permohonan Wajib Pajak selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari sejak permohonan diterima lengkap.
Apabila Kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak memberikan
keputusan sesuai jangka waktu diatas, maka permohonan Wajib
Pajak dianggap diterima.

Cara Pengisian SPT

- Setiap Wajib Pajak terlebih dahulu membaca buku petunjuk


pengisian SPT Tahunan dengan cemat.
- Setelah dibaca, lampiran SPT diisi terlebih dahulu sebelum
mengisi Induk SPT.
- Seandainya diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan
disamping lampiran yang sudah ditentukan.
- Kemudian Induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua:
- Satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak.
- Satu lembar untuk arsip Wajib Pajak.
- Angka-angka rupiah dalam SPT Tahunan berikut
lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh.

Pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan (Pasal 8 UU


Nomor 16 TAHUN 2000)

- Wajib Pajak dapat membetulkan sendiri SPT dengan


menyampaikan pernyataan tertulis sepanjang Direktur
Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
- Jika pembetulan SPT mengakibatkan hutang pajak menjadi
lebih besar, dikenakan sanksi berupa 2% sebulan atas jumlah
pajak yang kurang dibayar, dihitung mulai saat penyampaian
SPT Tahunan berakhir sampai dengan tanggal pembayaran.
- Sekalipun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, sepanjang
belum dilakukan penyidikan terhadap ketidakbenaran
perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan tindakan
penyidikan, apabila wajib Pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran pajak
yang sebenarnya terhutang beserta denda administrasi
sebesar 2 kali jumlah pajak yang kurang dibayar. Bila telah
41
Perpajakan untuk SMK

dilakukan tindakan penyidikan maka kesempatan untuk


membetulkan sendiri sudah tertutup.

Sanksi Berkenaan dengan SPT

Denda administrasi (Pasal 7 UU Nomor 16 TAHUN 2000),


adalah sebesar :
1) Rp 50.000,00 untuk SPT masa;
2) Rp 100.000,00 untuk SPT tahunan ;

Bunga ( Pasal 8 dan Pasal UU Nomor 16 TAHUN 2000),


dalam hal :

1. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan yang


mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan atas jumlah pajak kurang bayar, dihitung
sejak saat penyampaian SPT berakhir berakhir sampai
dengan tangal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
2. Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya
dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan atas jumlah pajak kurang bayar, dihitung
sejak saat penyampaian SPT berakhir berakhir sampai
dengan tangal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.

Kenaikan (Pasal 13 ayat 3 UU Nomor 16 TAHUN 2000),


yaitu dalam hal SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu
yang telah ditentukan dalam surat teguran Î sanksinya
berupa kenaikan sebesar 50% (untuk PPh Badan/Orang
Pribadi), 100% (untuk PPh Pemotongan/Pemungutan),
100% (untuk PPN ) dari jumlah pajak yang kurang/tidak
dibayar.

Sanksi Pidana :

1. Karena kealpaan, SPT Tahunan tidak disampaikan atau


disampaikan tapi isinya tidak benar, dipidana dengan pidana
kurungan paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun dan
atau denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang dan

42
Perpajakan untuk SMK

paling banyak sebesar 2 kali jumlah pajak yang terutang.


(Pasal 38 UU Nomor 16 TAHUN 2000)
2. Karena sengaja, SPT Tahunan tidak disampaikan atau
disampaikan tapi isinya tidak benar dipidana dengan pidana
kurungan paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan
atau denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang dan
paling banyak sebesar 4 kali jumlah pajak yang terutang. (
Pasal 39 UU Nomor 16 TAHUN 2000)

Wajib Pajak Tertentu yang dikecualikan dari menyampaikan


SPT ( 535/KMK.04/2000 )

1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan netonya tidak


melebihi jumlah Penghasilan Tidak Kena Pajak, tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan PPh maupun SPT Masa PPh
Pasal 25.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha
atau melakukan pekerjaan bebas, tidak wajib menyampaikan
SPT Masa PPh Pasal 25.

Wajib Pajak tertentu yang dikecualikan dari pengenaan


sanksi administrasi berupa denda karena tidak
menyampaikan SPT dalam jangka waktu yang ditentukan
(537/KMK.04/2000 )

Yang dimaksud Wajib Pajak tertentu disini adalah Wajib Pajak


Non Efektif, yaitu :
a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia yang
belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi dari ahli
warisnya sehingga masih terdaftar dalam administrasi
Direktorat Jenderal Pajak
b. Wajib Pajak badan yang tidak lagi melakukan kegiatan usaha
tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
c. Wajib Pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya

Dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat


Pemberitahuan

1. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

43
Perpajakan untuk SMK

• Neraca dan Laporan Rugi Tahun Pajak yang


bersangkutan beserta rekonsiliasi laba rugi fiskal
• Daftar penghitungan penyusutan dan atau amortisasi
fiskal
• Penghitungan kompensasi kerugian dalam hal terdapat
sisa kerugian tahun - tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan
• SSP PPh pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat
kekurangan pajak yang terutang

2. SPT Tahunan PPh wajib Pajak Orang Pribadi yang


menyelenggarakan pembukuan
• Neraca dan Laporan Laba Rugi tahun yang bersangkutan
beserta rekonsiliasi fiskal
• Daftar penghitungan penyusutan dan atau amortisasi
fiskal.
• SSP PPh pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat
kekurangan pajak yang terutang
• Fotocopy formulir 1721- A1 dan atau 1721# A2, dalam hal
wajib pajak menerima penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan yang sudah dipotong pajaknya oleh pemberi
kerja.
• Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan Wajib
Pajak.

3. SPT Tahunan PPh wajib Pajak Orang Pribadi yang


menyelenggarakan pencatatan
• Jumlah peredaran atau penerimaan bruto setiap bulan
selama setahun.
• SSP PPh pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat
kekurangan pajak yang terutang
• Fotocopy formulir 1721- A1 dan atau 1721 # A2, dalam hal
wajib pajak menerima penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan yang sudah dipotong pajaknya oleh pemberi
kerja.
• Daftar susunan keluarga yang menjadi tanggungan Wajib
Pajak.

4. SPT Tahunan PPh pasal 21


• SSP PPh pasal 29 yang seharusna dalam hal terdapat
kekurangan pajak yang terutang.

44
Perpajakan untuk SMK

• Laporan Keuangan atas kegiatan kerjasama operasi bagi


Wajib Pajak Kerjasama Operasi.

5. SPT Masa PPh pasal 21 dan 26


• SSP PPh pasal 21 dan 26 yang harus disetor.
• Daftar bukti pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 dan
pasal 26
• Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 dan pasal
26

6. SPT Masa PPh pasal 23 dan 26


• SSP PPh pasal 23 dan 26 yang harus disetor.
• Daftar bukti pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 dan
pasal 26
• Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 dan pasal
26
• Fotokopi Surat Keterangan Domisili yang masih berlaku,
dalam hal PPh pasal 26 dihitung berdasarkan tarif
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

3. JATUH TEMPO & TATA CARA PEMBAYARAN

Jatuh tempo pembayaran adalah batas akhir pembayaran pajak


harus dilakukan. Artinya, jika pembayaran pajak tersebut dilakukan
setelah melampaui jatuh temponya, maka wajib pajak akan
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan
maksimum 24 bulan.

Pembayaran/penyetoran pajak harus disetorkan ke kas negara


melalui Kantor Pos dan Giro serta Bank Persepsi dengan
menggunakan blangko/ formulir SSP (Surat Setoran Pajak) dengan
batas waktu sebagai berikut:

No Jenis Pajak Paling Lambat


1. Pajak Penghasilan Pasal Tanggal 25 bulan ketiga
29 (PPh Tahunan setelah tahun pajak sebelum
Badan/Orang Pribadi) SPT disampaikan.

2. PPh Pasal 21 Tahunan Tanggal 25 Maret Tahun


Takwim berikutnya sebelum
SPT disampaikan.
45
Perpajakan untuk SMK

3. Pajak Penghasilan Pasal tanggal 15 bulan takwim


25 (angsuran bulanan) berikutnya.

4. PPN/PPn BM s.d.a
5. Pajak Penghasilan Pasal Tanggal 10 bulan takwim
21 Masa berikutnya.

6. PPh Pasal 23/26. s.d.a

7. PPh Pasal 22 dan bersamaan dengan saat


PPN/PPn BM Import pembayaran Bea Masuk,
apabila pembayaran Bea
Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22,
PPN & PPnBM atas import,
harus dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen
import

8. Pajak Penghasilan Pasal harus disetor dalam jangka


22, PPN & PPnBM atas waktu sehari setelah
impor yang pemungutan dilakukan.
pemungutannya
dilakukan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai

9. Pajak Penghasilan Pasal Pada hari yang sama


22 yang pemungutannya dengan pembayaran atas
dilakukan oleh penyerahan barang yang
Bendaharawan dibiayai dari belanja negara,
dengan SSP yang diisi oleh
dan atas nama rekanan
serta ditandatangani oleh
Bendaharawan.
10. Pajak Penghasilan Pasal harus dilunasi sendiri oleh
22 dari penyerahan oleh Wajib Pajak sebelum
Pertamina atas hasil penebusan Delivery Order
produksinya, dari (DO).
penyerahan bahan bakar
minyak dan gas oleh
badan usaha lain, dan
dari penyerahan gula

46
Perpajakan untuk SMK

pasir dan tepung terigu


oleh Badan urusan
Logistik
11. Pajak Penghasilan Pasal paling lambat tanggal 10
22 yang pemungutannya (sepuluh) bulan takwim
dilakukan oleh badan berikutnya.
tertentu sebagai
Pemungut Pajak selain
badan tersebut pada
nomor 10 diatas

12. PPN & PPn BM yang selambat-lambatnya tanggal


pemungutannya 7 bulan takwim berikutnya.
dilakukan oleh
Bendaharawan
Pemerintah

13. PPN & PPnBM yang selambat-lambatnya tanggal


pemungutannya 15 bulan takwim berikutnya.
dilakukan oleh pemungut
PPN selain
Bendaharawan
Pemerintah

14. PPN dari penyerahan harus dilunasi sendiri oleh


gula pasir dan tepung Pengusaha Kena Pajak
terigu oleh BULOG sebelum penebusan
Delivery Order (DO).
15. Untuk STP, SKPKB dan paling lambat 1 (satu) bulan
SKPKBT, SK sejak tanggal diterbitkan.
Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan
banding

4. TATA CARA PEMINDAH BUKUAN

Dasar dilakukan Pemindahbukuan

- Adanya Kelebihan Pembayaran pajak yang besarnya


dinyatakan dalam SKPLB;

47
Perpajakan untuk SMK

- Telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak


terutang yang besarnya dinyatakan dalam SKPLB atas pajak
yang seharusnya tidak terhutang.
- Adanya surat keputusan lainnya yang menyebabkan timbulnya
kelebihan pembayaran pajak yaitu antara lain ; Surat
Keputusan atas permohonan keberatan/banding yang
mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak.
- Adanya pembayaran yang lebih besar dari pajak terhutang
dalam surat ketetapan pajak yang mengakibatkan kelebihan
pembayaran pajak.
- Adanya pemberian bunga terhadap Wajib Pajak akibat
keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
- Adanya kesalahan dalam mengisi SSP baik yang menyangkut
Wajib Pajak Sendiri maupun Wajib Pajak lain.
- Adanya pemecahan setoran pajak yang berasal dari SSP
menjadi beberapa jenis pajak atau setoran dari beberapa Wajib
Pajak.

Syarat Formal :

1. Diajukan kepada Kepala KPP yang berwenang


melaksanakan pemindahbukuan

2. Diajukan secara tertulis dengan melampirkan :

a. Asli SSP yang akan dipindahbukukan


b. Asli PIUD dalam hal Pbk dilakukan untuk pembayaran
PPh Pasal 22 atau PPN Impor.
c. Daftar Nominatif Wajib Pajak yang menerima Pbk untuk
pemecahan SSP oleh Bendaharawan / Pemotong /
Pemungut
d. Fotokopi SPT Masa/Tahunan yang setorannya diajukan
pemindahbukuan beserta pembetulannya
e. Bukti potong asli PPh Pasal 23 dan surat pernyataan
tidak pernah membuat bukti potong PPh Pasal 23
dalam hal bukti potong tersebut belum pernah dibuat
f. Alasan pengajuan Pbk secara jelas disertai bukti-bukti
pendukung lain yang diperlukan.

3. Dalam hal nama dan pemegang asli SSP (yang mengajukan


Pbk) tidak sama dengan nama dan NPWP yang tercantum
dalam SSP, maka pada permohonan disamping harus
48
Perpajakan untuk SMK

dilampiri tersebut pada huruf a sampai dengan f juga harus


dilampiri surat pernyataan dari wajib pajak yang nama dan
NPWP-Nya tercantum dalam SSP bahwa SSP tersebut
sebenarnya bukan pembayaran pajak untuk kepentingan
sendiri dan tidak keberatan dipindahbukukan kepada wajib
pajak yang mengajukan Pbk.

5. PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pada prinsipnya apabila Wajib Pajak kelebihan pembayaran pajak


maka wajib pajak mempunyai hak untuk meminta pengembalian
(restitusi). Sebelum pengembalian tersebut diterima oleh wajib
pajak maka pihak fiscus akan melakukan pemeriksaan.

Dalam hal tertentu Wajib Pajak dapat diberikan pengembalian


pendahuluan kelebihan pembayaran pajak tanpa diperiksa terlebih
dahulu (pemeriksaan dilakukan setelah pengembalian
diterima/post audit) dalam hal memenuhi persyaratan/kriteria
sebagai berikut:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan untuk


semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir.
2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak
kecuali telah memperoleh ijin untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak.
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun
terakhir.
4. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan harus dengan
pendapat wajar tanpa pengecualian atau dengan pendapat
wajar dengan pengecualian sepanjang pengecualian tersebut
tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

Syarat laporan yang diaudit :


- Disusun dalam bentuk panjang (long form report)
- Menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

Dalam hal Laporan Keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik,


wajib dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai
Wajib Pajak Kriteria Tertentu sepanjang memenuhi syarat-syarat
pada angka 1 s.d. 3 di atas.
49
Perpajakan untuk SMK

Permohonan sebagaimana dimaksud diajukan paling lambat 3


bulan sebelum tahun buku berakhir.
Penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu ditentukan Direktur
Jenderal Pajak setiap bulan Januari.

Wajib Pajak dimaksud diatas tidak dapat diberikan pengembalian


pendahuluan kelebihan pembayaran pajak apabila :

- Terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan


tindak pidana di bidang perpajakan , atau:
- Dalam suatu masa pajak PPN ternyata tidak memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2),
atau ayat (3), sejak Masa Pajak yang bersangkutan.

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud di


atas tetapi tidak menghendaki diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat menyatakan
keinginannya dalam surat tersendiri sebagai lampiran Surat
Pemberitahuan yang bersangkutan.

 JENIS-JENIS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK


(538/KMK.04/2000 )

a. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam


Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 UU NOMOR 16 TAHUN 2000;

b. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam


Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17B UU NOMOR 16 TAHUN 2000 ;

c. Pajak yang lebih dibayar sebagaimana tercantum dalam


Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C UU
NOMOR 16 TAHUN 2000 ;

d. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan


Keberatan atau Putusan Banding sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 dan Pasal 27 UU NOMOR 16 TAHUN
2000;

50
Perpajakan untuk SMK

e. Pajak yang lebih dibayar karena diterbitkan Keputusan


Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a UU
NOMOR 16 TAHUN 2000 sebagai akibat diterbitkan
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang
menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.

 TATA CARA PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN


PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PAJAK
(KEP-406/PJ./2001)

a. Yang dimaksud dengan :


Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak (SKPPKP) adalah surat keputusan
yang menyatakan jumlah pengembalian pendahuluan
kelebihan pembayaran pajak untuk WP patuh yang
melaporkan jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak
yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang dalam SPT Tahunan
PPh atau Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih
besar dari Pajak Keluaran dalam SPT Masa PPN

Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan


untuk menilai kelengkapan pengisian Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya yang
dilaporkan oleh WP patuh, termasuk penilaian tentang
kebenaran penulisan dan penghitungannya.

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar


termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau
kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak
atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan

Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar


pada suatu saat, dalam Masa Pajak, daalam Tahun
Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Surat Pemberitahuan (SPT) Lebih bayar yang dapat


diproses melalui pengembaliian pendahuluan kelebihan

51
Perpajakan untuk SMK

pembayaran pajak adalah SPT LB yang dilaporkan oleh


WP Patuh yang telah diterima secara lengkap
c. Tata cara penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah sbb :

1. Meneliti apakah WP patuh mengajukan surat


pernyataan tidak menghendaki diterbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak (SKPPKP);

WP melampirkan surat pernyataan maka SPT


LB diproses seperti prosedur biasa
WP tidak melampirkan surat pernyataan maka
SPT LB diproses sesusi dengan prosedur ini.

2. Memastikan SPT LB yang dilaporkan WP patuh sudah


dilakukan proses penelitian (editing ) dan direkam
dalam Aplikasi Sistem Informasi Perpajakan;

3. Membuat Nota Penghitungan SKPPKP sesuai SPT LB


WP Patuh yang telah diedit dan direkam. Apabila SPT
LB belum dapat direkam maka Nota penghitungan
SKPPKP dibuat berdasarkan hasil penilitian (editing)
dengan syarat SPT LB harus segera direkam apabila
komputer sudah dapat merekam.

4. Menerbitkan SKPPKP paling lambat 3 bulan untuk PPh


dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima
secara lengkap

5. Memproses SKPPKP sebagaimana proses SKPLB

6. Melakukan konfirmasi atas kredit pajak yang


diperhitungkan daalam SPT LB dengan ketentuan sbb :

Proses konfirmasi tidak menunda penerbitan


SKPPKP
Apabila jawaban konfirmasi diterima setelah
terbit SKPPKP dan menyatakan tidak sesuai
dengan data yang dilaporkan WP, maka kepala
KPP harus segera mengusulkan Pemeriksaan
Khusus terhadap WP tersebut
52
Perpajakan untuk SMK

d. Berdasarkan SKPPKP maka diterbitkan SKPKPP ( Surat


Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak )
dengan tata cara sbb :

1. Seksi TUP berdasarkan Nota Penghitungan SKPPKP


menerbitkan 5 lembar SKPPKP
2. Seksi Penerimaan dan Keberatan berdasarkan
SKPPKP melakukan konfirmasi atas utang pajak dan
memperhitungkannya dengan melakukan
pemindahbukuan
3. Apabila utang pajak jumlahnya sama atau lebih besar
dari jumlah yang akan diberikan pengembalian
pendahuluan sesuai SKPPKP maka SKPKPP/SPMKP
tidak perlu diterbitkan
4. Apabila utang pajak jumlahnya lebih kecil dari jumlah
yang akan diberikan pengembalian pendahuluan sesuai
SKPPKP dan kelebihan tersebut disumbangkan kepada
negara maka SKPKPP/SPMKP tidak perlu diterbitkan.
5. Apabila utang pajak jumlahnya lebih kecil dari jumlah
yang akan diberikan pengembalian pendahuluan sesuai
SKPPKP maka SKPKPP diterbitkan sebagai dasar
penerbitan SPMKP.

 BATAS WAKTU PENGEMBALIAN ( 538/KMK.04/2000 )

Kelebihan pembayaran pajak yang masih tersisa (setelah


diperhitungkan dengan utang-utang pajak lainnya),
dikembalikan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak :

• Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU Nomor 9
TAHUN 1994 diterima;
• Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan; atau
• Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak diterbitkan; atau
• Keputusan Keberatan diterbitkan atau Putusan Banding
diterima; atau
• Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi diterbitkan.

53
Perpajakan untuk SMK

 TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PENGEMBALIAN


KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

a. SPT Lebih Bayar Dengan Permohonan Restitusi


(Pasal 17B UU NOMOR 16 TAHUN 2000)

• Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan


pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak selain
• Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C harus
menerbitkan surat ketetapan pajak paling lambat 12
(dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima,
kecuali untuk kegiatan tertentu ditetapkan lain dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
• Apabila setelah lewat jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) Direktur Jenderal Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar harus diterbitkan
dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan setelah
jangka waktu tersebut berakhir.
• Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat
diterbitkan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), maka kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) sampai dengan saat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

b. SPT Lebih Bayar Tanpa Permohonan Restitusi (Pasal


17 UU NOMOR 9 TAHUN 1994)

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan


menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah

54
Perpajakan untuk SMK

dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya


terutang.

c. SPT Lebih Bayar Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu


(Pasal 17C UU NOMOR 16 TAHUN 2000)

• Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian


atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria
tertentu, menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 (tiga)
bulan sejak permohonan diterima untuk Pajak
Penghasilan dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima untuk Pajak Pertambahan Nilai.
• Kriteria tertentu tersebut ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 544/KMK.04/2000
• Wajib Pajak dengan kriteria tertentu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
• Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu dan
menerbitkan surat ketetapan pajak, setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
• Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pembayaran pajak.

Kelebihan pembayaran pajak harus diperhitungkan


terlebih dahulu dengan utang pajak, baik di pusat maupun
cabang-cabangnya.

Atas dasar persetujuan Wajib Pajak yang berhak atas


kelebihan pembayaran pajak, kelebihan tersebut dapat
diperhitungkan dengan pajak yang akan terutang atau
dengan utang pajak atas nama Wajib Pajak lain.
Perhitungan tersebut dilakukan dengan pemindahbukuan
atau cara lain yang berlaku juga sebagai bukti
pembayaran pengembalian kelebihan pajak

55
Perpajakan untuk SMK

Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak ( SPMKP )

Apabila Direktur Jenderal Pajak menyetujui Surat


Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
dari Wajib Pajak maka segera dibuatkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak ( SPMKP ).

IMBALAN BUNGA ( 540/KMK.04/2000 )

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan


Pemberian Imbalan Bunga atas:

a. Keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran


pajak,
b. Keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar,
c. Kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan
keberatan atau permohonan banding diterima
sebagian atau seluruhnya,
d. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi Pasal 14
ayat (4) dan atau Pasal 19 ayat (1) karena
pengurangan sebagai akibat diterbitkan Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding,

• Imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian


kelebuhan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a di atas, dihitung sebesar
2% (dua persen) sebulan dengan masa imbalan
bunga mulai akhir jangka waktu 1 (satu) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak atau diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau
diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak sampai dengan
tanggal diterbitkannya Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak dan dasar penghitungan imbalan
bunganya adalah jumlah kelebihan pembayaran
pajak yang dikembalikan.

• Imbalan bunga atas keterlambatan sebagaimana


dimaksud dalam huruf b di atas, dihitung sebesar

56
Perpajakan untuk SMK

2% (dua persen) sebulan dengan masa imbalan


bunga dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 1
(satu) bulan, setelah lewatnya 12 (dua belas) bulan
sejak permohonan diterima atau jangka waktu lain
yang ditetapkan untuk kegiatan tertentu, sampai
dengan saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar, dan dasar penghitungan imbalan
bunganya adalah jumlah kelebihan pembayaran
pajak yang tercantum pada Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.

• Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran pajak


sebagaimana dimaksud dalam huruf c di atas,
dihitung sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

• Imbalan bunga atas kelebihan pembayaran sanksi


administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf d
di atas, dihitung sebesar 2% (dua persen) sebulan
untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan pembayaran sanksi administrasi sampai
dengan diterbitkannya Keputusan Pengurangan
atau Penghapusan Sanksi Administrasi.

• Masa imbalan bunga dihitung dengan satuan


bulan, dan kurang dari 1 (satu) bulan dihitung
sebagai 1 (satu) bulan penuh.

• Imbalan bunga di atas diperhitungkan terlebih


dahulu dengan utang pajak.

• Sisa imbalan bunga setelah dilakukan perhitungan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dibayar
kepada Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak
dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar
Imbalan Bunga.

57
Perpajakan untuk SMK

• Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga hanya


berlaku untuk tahun anggaran diterbitkannya surat
yang bersangkutan.

Bank operasional membayar imbalan bunga kepada Wajib


Pajak setelah menerima Surat Perintah Membayar
Imbalan Bunga dengan cara memindahbukukan ke
Rekening Bank Wajib Pajak atau secara tunai.

6. PENETAPAN & KETETAPAN PAJAK

Macam-macam Penetapan & Ketetapan Pajak adalah:


- Surat Tagihan Pajak ( STP )
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB )
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ( SKPKBT )
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB )
- Surat ketetapan Pajak Nihil ( SKPN )
Semuanya mempunyai ketetapan hukum yang penagihannya dapat
dilakukan dengan menerbitkan Surat Paksa.

 SURAT TAGIHAN PAJAK

Pengertian STP ( Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN


2000)

- Merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/ atau


sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

- Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama


dengan surat ketetapan pajak.

Fungsi STP :
- Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut
SPT Wajib Pajak,
- Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.

58
Perpajakan untuk SMK

- Sarana untuk menagih pajak.

Sebab Dikeluarkannya STP :

o Pajak penghasilan dalam tahun berja1an tidak atau kurang


dibayar .
o Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat
kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan
atau salah hitung.
o Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda
dan/atau bunga.
o Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-
Undang PPN tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
o Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi
membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan
sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau
membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi selengkapnya faktur pajak.

Sanksi Administrasi STP :


o Sanksi administrasi berupa denda Rp 50.000 ,- jika Wajib
Pajak tidak atau terlambat penyampaian SPT Masa dan Rp
100.000,- jika tidak atau terlambat menyampaikan SPT
Tahunan.
o Sanksi administrasi berupa denda 2% dari Dasar Pengenaan
Pajak dalam hal Pengusaha yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi tidak melaporkan
kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP atau
Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi
membuat faktur pajak atau pengusaha te1ah dikukuhkan
sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak atau
membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi selengkapnya faktur pajak.
o Sanksi administrasi berupa bunga dalam hal Wajib Pajak
membetulkan sendiri SPTnya, dimana hasil pembetulan
tersebut menyatakan kurang bayar.

59
Perpajakan untuk SMK

o Sanksi administrasi berupa bunga apabila Wajib Pajak


terlambat/ tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo
pembayarannya.

Contoh Penghitungan Sanksi Administrasi atas STP :

Hasil penelitian Surat Pemberitahuan :


Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun
2001 yang disampaikan tanggal 31 Maret 2002 setelah dilakukan
penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan
Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar Rp 2.000.000,-. Atas
kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat Tagihan
Pajak tanggal 14 Juni 2002 dengan penghitungan sebagai
berikut:
- Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Rp 2.000.000,-
- Bunga = 3 x 2% x Rp 2.000.000,- Rp 120.000,-
- Jumlah yang harus dibayar Rp 2.120.000,-

 PENGERTIAN SURAT KETETAPAN PAJAK/SKP:


- Surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Nihil.
- Berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak kewenangan
mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak, dilimpahkan kepada
KPP.
- Surat Ketetapan Pajak timbul berdasarkan hasil pemeriksaan.

 JENIS SURAT KETETAPAN PAJAK :


- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar ( SKPKB )
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar ( SKPLB )
- Surat Ketetapan Pajak Nihil ( SKPN )
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

60
Perpajakan untuk SMK

 SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR

- SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan


besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan
jumlah yang masih harus dibayar.
- SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 tahun.
- Berdasarkan hasil pemeriksaan/keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang dibayar. Atas pajak yang
tidak/kurang dibayar tersebut ditambah sanksi administrasi
bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (berlaku
baik atas PPh, PPN, maupun PPn BM).
- SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam Surat Teguran. Atas jumlah pajak yang terutang
dikenakakan sanksi kenaikan sbb :

1. PPh Sendiri (Badan/Orang Pribadi/BUT), kenaikan


sebesar 50%
2. PPh Pemotongan/Pemungutan, kenaikan sebesar 100%
3. PPN/PPn BM, kenaikan sebesar 100%.
- Berdasarkan hasil pemeriksaan PPN/PPn BM disimpulkan
bahwa ; terdapat PPN yang seharusnya tidak
dikompensasikan atau tidak dikenakan tarif 0%. Atas jumlah
pajak yang terutang dikenakan sanksi kenaikan sebesar
100%.
- Kewajiban Pasal 28 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000
(perihal pembukuan) dan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 16
TAHUN 2000 (berkenaan dengan pemeriksaan) tidak
dipenuhi. Atas jumlah pajak yang terutang dikenakan sanksi
kenaikan sebesar :
a) 100% untuk PPh sendiri (PPh Orang Pribadi/Badan/BUT).
b) 50% untuk PPh Pemotongan/Pemungutan.

- SKPKB dapat diterbitkan meskipun jangka waktu 10 tahun


telah lewat, dalam hal wajib pajak dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan oleh pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Atas jumlah pajak
yang terutang dikenakan sanksi bunga 48% dari jumlah pajak
yang tidak atau kurang dibayar.

61
Perpajakan untuk SMK

Contoh :
PT X mempunyai tahun buku sama dengan tahun takwin
memasukkan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun pajak
2001 tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran
akhir.
Pada bulan April 2003 dikeluarkan SKPKB yang menunjukkan
kekurangan pajak yang terutang sebesar Rp 2.000.000,- (dua
juta rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas maka atas
kekurangan tersebut dikenakan sanksi bunga 2% (dua
persen) per bulan.
Walaupun SKPKB tersebut diterbitkan lebih dari 2 (dua) tahun
sejak berakhirnya tahun pajak, sanksi bunga yang dikenakan
atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua tahun
dengan perhitungan sebagai berikut :
- Kekurangan pajak yang terutang Rp 2.000.000,-
- Bunga 2 tahun
= 2% x 2 x 12 x Rp 2.000.000,- Rp 960.000,-
Masih harus dibayar Rp 2.960.000,-

Seandainya Surat Ketetapan Pajak tersebut diterbitkan bulan


Juni 2002 maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
- Kekurangan pajak yang terutang
Rp 2.000.000.-
- Bunga 18 bulan
= 2% x 18 x Rp 2.000.000.- Rp 720.000.-
Masih harus dibayar Rp 2.720.000.-

 SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR :

- SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan


jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak
seharusnya terutang.
- SKPLB diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan
baik atas SPT LB yang diajukan restitusi, SPT LB yang tidak
diajukan restitusi, SPT Nihil, maupun SPT KB.
- Dalam hal SPT LB diajukan restitusi, Ditjen Pajak harus
menerbitkan surat ketetapan pajak (SKPLB atau SKPN atau

62
Perpajakan untuk SMK

SKPKB) dalam jangka waktu 12 bulan. Dan apabila dalam


jangka waktu 12 bulan tersebut belum diterbitkan SKPLB,
maka permohonan restitusi wajib pajak dianggap dikabulkan,
dan SKPLB harus diterbitkan selambat-lambatnya dalam
jangka waktu 1 bulan setelah 12 bulan tersebut terlewati. Atas
pajak yang lebih dibayar ini (sama dengan lebih bayar pada
SPT) ditambah bunga 2% per bulan.
- Dalam hal permohonan restitusi atas SPT LB tersebut
diajukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, Dirjen
Pajak setelah melakukan penelitian harus menerbitkan Surat
Keputusan Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPKP) paling
lambat 3 bulan sejak permohonan diterima (untuk PPh) dan
paling lambat 1 bulan sejak permohonan diterima (untuk
PPN).
- Setelah menerbitkan SKPKP tersebut di atas, Dirjen Pajak
masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak
dimaksud dan menerbitkan surat ketetapan pajak. Dan
apabila hasil pemeriksaan tersebut berupa SKPKB, jumlah
kekurangan pajaknya dikenakan sanksi kenaikan 100%.
- Hasil pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar tanpa permohonan
restitusi, SPT Nihil, maupun SPT Kurang Bayar yang hasilnya
menunjukkan jumlah kredit pajak (jumlah pajak yang telah
dibayar) lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang
atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak
seharusnya terutang.
- Hasil pemeriksaan atas SPT Lebih Bayar dengan
permohonan restitusi

 SURAT KETETAPAN PAJAK :

- SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah


pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang atau tidak ada kredit pajak.
- SKPN diterbitkan sehubungan dengan hasil pemeriksaan baik
atas SPT Nihil, SPT Kurang Bayar, maupun SPT Lebih Bayar.

 SURAT KETETAPAN PAJAK KURANG BAYAR TAMBAHAN

- SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan


tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam
surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya).
63
Perpajakan untuk SMK

- SKPKBT dapat diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam jangka 10


tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak,
bagian tahun pajak atau tahun pajak, apabila ditemukan data
baru (novum) dan/atau data yang semula belum terungkap
yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang
terutang.
- Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan
pajak tersebut.
- Kenaikan sebesar 100% tersebut tidak dikenakan apabila
SKPKBT tersebut diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis
dari wajib pajak atas kehendak sendiri, dengan syarat Dirjen
Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.
- Apabila jangka waktu 10 tahun tersebut telah lewat, SKPKBT
tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi bunga sebesar 48%
dari jumlah yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal Wajib
Pajak setelah lewat 10 tahun tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.

 PENGURANGAN ATAU PEMBATALAN KETETAPAN PAJAK

- Dirjen Pajak karena jabatannya atau atas permohonan Wajib


Pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak
yang tidak benar.
- Permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
diajukan untuk suatu surat ketetapan pajak.
- Setiap permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan
pajak yang tidak benar harus menyebutkan jumlah pajak yang
menurut penghitungan WP seharusnya terhutang.
- Dirjen pajak harus memberi keputusan atas permohonan
pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak paling lama 12
bulan sejak tanggal permohonan diterima.
- Apabila jangka waktu tersebut lewat dan Dirjen Pajak tidak
memberi suatu keputusan maka permohonan yang diajukan
tersebut dianggap diterima.
- Terhadap keputusan Dirjen Pajak yang berkaitan dengan SKP
dapat diajukan permohonan kembali kepada Dirjen Pajak
paling lama 3 bulan sejak tanggal diterbitkan keputusan
tersebut.
64
Perpajakan untuk SMK

7. PEMBUKUAN & PENCATATAN

PENGERTIAN PEMBUKUAN ( PASAL 1 ANGKA 26 UNDANG-


UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2000 ) :
- Suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur
- Untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
- Yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa
neraca dan laporan laba rugi pada setiap tahun pajak berakhir.

KETENTUAN POKOK PEMBUKUAN ( PASAL 28 UNDANG-


UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2000 )
- Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia, wajib
menyelenggarakan pembukuan.
- Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib melakukan pencatatan adalah wajib pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan netto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto, dan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
- Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia
atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
- Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan
dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
- Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan
dan pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang
terutang.
- Pencatatan sebagaimana tersebut di atas terdiri data yang
dikumpulkan secara teratur tentang ; peredaran atau
penerimaan bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar

65
Perpajakan untuk SMK

untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk


penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan yang
dikenakan pajak yang bersifat final.
- Buku-buku , catatan-catatan, dokumen-dokumen lain wajib
disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan
atau di tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, atau di
tempat kedudukan Wajib Pajak Badan.
- Wajib Pajak yang tidak wajib melakukan pembukuan dan
pencatatan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak wajib
menyampaikan SPT Tahunan PPh.
- Bahasa asing yang dimaksud adalah bahasa Inggris. (Lihat KMK
No. 543/KMK.04/2000 )

 PENCATATAN ( KEP-520/PJ./2000 ) :
- Pencatatan wajib dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang diperbolehkan menghitung Penghasilan Neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal
14 Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000 ) dan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
- Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12
bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
- Pencatatan harus dapat menggambarkan jumlah peredaran
atau penerimaan bruto dan atau jumlah penghasilan bruto,
serta penghasilan yang bukan obyek pajak atau penghasilan
yang dikenakan PPh Final, sehingga dapat dihitung besarnya
pajak yang terutang.
- Bagi wajib pajak yang memiliki lebih dari satu jenis usaha dan
atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan
jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing
jenis usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan.
- Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
(Lampiran I KEP-520/PJ./2000) adalah sbb :
Peredaran atau Penerimaan Bruto

66
Perpajakan untuk SMK

Jenis Usaha : ########


Tempat Usaha : #######
Bulan : ##########
Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan
1 2 3 4

Penghasilan Lainnya
Tahun : ####
Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan
1 2 3 4

- Bentuk (Format) Pencatatan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi


yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
adalah sbb :

Penghasilan Bruto
Tahun : ###
Tanggal Uraian Jumlah Bruto Keterangan
1 2 3 4

 NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETTO ( PASAL


14 UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 )

- Yaitu pedoman untuk menentukan penghasilan neto wajib


pajak, karena wajib pajak tersebut tidak wajib melakukan
pembukuan.
- Wajib Pajak yang boleh menggunakan norma penghitungan
adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat-
syarat berikut :
67
Perpajakan untuk SMK

- Peredaran bruto dalam 1 tahun tidak mencapai Rp


1.800.000.000,00.
- Memberitahukan kepada Dirjen Pajak dalam jangka waktu 3
bulan pertama dari tahun buku.
- Menyelenggarakan Pencatatan .
- Dalam hal wajib pajak tersebut tidak menyampaikan
pemberitahuan kepada Dirjen Pajak seperti tersebut di atas,
dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
- Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan
pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan
pencatatan atau pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya,
maka penghasilan netonya dihitung berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

 PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG


SELAIN RUPIAH ( LIHAT KMK NO. 533/KMK.04/2000 )

Persyaratan Yang Harus Dipenuhi :

Wajib Pajak yang dapat menyelenggarakan pembukuan dalam


bahasa asing dan mata uang selain Rupiah adalah :
- Wajib pajak dalam rangka penanaman modal asing
- Wajib pajak dalam rangka kontrak karya pertambangan
- Wajib pajak dalam rangka kontrak bagi hasil
pertambangan/pengeboran
- Bentuk Usaha Tetap. (BUT)
- Wajib Pajak yang berafiliasi dengan perusahaan induk di
luar negeri.

Syarat-Syarat :
• Bahasa asing dan mata uang selain Rupiah yang boleh di
pergunakan adalah bahasa Inggris dan mata uang Dollar
Amerika Serikat.
• Mendapat izin dari Menteri Keuangan

68
Perpajakan untuk SMK

• Permohonan izin kepada Menteri Keuangan harus dilampiri


dengan :
- WP yang telah berdiri lebih dari 1 tahun : Fotokopi SPT
Tahunan PPh Badan tahun terakhir
- WP yang baru berdiri dalam tahun berjalan : Fotokopi
NPWP
• Fotokopi Akta Pendirian, atau dokumen lain yang serupa
(bagi WP BUT)
Jika telah memenuhi syarat, Direktur Jenderal Pajak atas
nama Menteri Keuangan akan menerbitkan surat
Keputusan Menteri Keuangan dalam jangka waktu 30 hari
sejak permohonan diterima.

 KURS KONVERSI UNTUK BEBERAPA HAL TERKAIT


(LIHAT KMK NO. 533/KMK.04/2000 )

No Uraian Kurs Konversi ke US $


1 Sisa Kerugian fiskal dalam Kurs KMK *) akhir tahun
rupiah buku/pajak terjadinya
kerugian fiskal
2 Penghitungan PPh Terutang Masing - masing lapisan
sesuai Tarif Pasal 17 UU penghasilan kena pajak
Nomor 16 TAHUN 2000 dikonversikan ke US$
dengan kurs KMK akhir
tahun buku/tahun pajak
yang bersangkutan
3 PPh 25, Pokok Pajak STP PPh Kurs KMK pada tanggal
25, Fiskal LN, Penghasilan Pembayaran
atas pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan
dalam rupiah
4 PPh 22 ,23 dan 24 Kurs KMK pada tgl
pemotongan/ pemungutan
atau pembayaran
5 - Pada awal tahun buku/tahun Penyelenggaraan
pajak: pembukuan dalam mata
uang Dollar Amerika
Serikat untuk pertama kali
dilakukan dengan bertitik
tolak dari Neraca akhir
69
Perpajakan untuk SMK

tahun buku/tahun pajak


sebelumnya (dalam mata
uang Rupiah) yang
dikonversikan ke mata
uang Dollar Amerika
Serikat dengan
menggunakan kurs yang
berlaku pada akhir tahun
buku/tahun pajak
sebelumnya.
- Dalam tahun berjalan : a) Untuk transaksi yang
dilakukan dengan mata
uang Dollar Amerika
Serikat, pembukuannya
dicatat sesuai dengan
dokumen transaksi
yang bersangkutan;
b) Untuk transaksi, baik
dalam negeri maupun
luar negeri, yang
menggunakan mata
uang selain Dollar
Amerika Serikat,
dikonversikan ke mata
uang Dollar Amerika
Serikat menggunakan
kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat
terjadinya transaksi
yang bersangkutan.

Angka-angka mata uang rupiah disajikan dalam ribuan rupiah


sedangkan angka-angka mata uang US$ dalam satuan penuh.

 ANGSURAN PPh PASAL 25 DALAM MATA UANG US


DOLLAR ( LIHAT KMK NO. 533/KMK.04/2000 )

Angsuran PPh yang masih dihitung berdasarkan SPT atau


ketetapan pajak tahun sebelumnya yang masih dalam rupiah
dikonversikan ke US Dollar sesuai kurs KMK yang berlaku

70
Perpajakan untuk SMK

pada awal masa pajak ditetapkannya jumlah angsuran PPh


Pasal 25 tersebut.

Contoh Penghitungan Kompensasi Kerugian Fiskal :

Rugi Fiskal tahun 2004 Rp ( 10.000.000 )


Laba Fiskal 2005 Rp 5.000.000
Rugi Fiskal 2006 Rp ( 8.000.000 )
Kurs KMK 31-12-04 Rp 10.000 / USD
Kurs KMK 31-12-06 Rp 8.000 / USD

Kompensasi Kerugian Fiskal 2007 :

Sisa Rugi Fiskal 2004 = Rp 5.000.000 : 10.000 = US $ 500


Rugi Fiskal 2006 = Rp 8.000.000 : 8.000 = US $ 1.000

8. PENAGIHAN PAJAK

DASAR PENAGIHAN
Dasar yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan
Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan, dan Putusan Banding.

Pada dasarnya besarnya utang pajak dihitung sendiri oleh Wajib


Pajak, kemudian apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam
penghitungan pajak terhutang tersebut, maka Direktur Jenderal
Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan. Dalam hal tagihan pajak tersebut tidak dibayar pada
tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan Surat
Paksa.

BUNGA PENAGIHAN
Apabila Wajib Pajak Kurang/Tidak membayar tagihan pajak pada
waktunya, mengangsur atau menunda pembayaran, maka
dikenakan bunga sebesar 2 persen sebulan

71
Perpajakan untuk SMK

Contoh :

- Atas jumlah pajak yang kurang dibayar. Surat Ketetapan


Pajak Penghasilan (SKP PPh)

Pajak yang terutang atau ditagih sebesar Rp 200.000 . SKP


diterbitkan tanggal 10 Oktober 2006. Harus dilunasi paling lambat
tanggal 10 November 2006, tetapi baru dibayar sejumlah Rp
120.000 pada tanggal 1 November 2006 Sampai tanggal batas
waktu pembayaran (10 November 2006) terakhir sisa tagihan
tidak dibayar lagi oleh Wajib Pajak
Pada tanggal 18 November 2006 diterbitkan Surat Tagihan Pajak
oleh Direktur Jenderal Pajak (Kepala KPP) sebagai berikut:

Pajak terutang 200.000


Dibayar pada waktunya 120.000
Kurang dibayar 80.000

Bunga :
Dihitung 1 bulan = 1 x 2% x Rp 80.000= Rp 1.600
(Bunga tersebut ditagih dengan STP).

- Atas jumlah pajak yang terlambat dibayar

Dasarnya sama dengan contoh diatas (a)


Dibayar penuh tapi terlambat, misalnya dibayar tanggal 20
November 2006 . Tanggal 24 November 2006 diterbitkan STP.
Bunga terutang dalam Surat Tagihan Pajak dihitung satu bulan.
= 1 x 2 % x 200.000 = 4.000

- Atas jumlah pajak yang kurang dan terlambat dibayar

Dasarnya sama dengan contoh (a)


Dibayar sejumlah 120.000 pada tanggal 20 November 2006.
tanggal 24 November 2006 diterbitkan STP.
Bunga terhitung satu bulan = 1 x 2 % x 200.000 = 4.000

¾ Dalam hal Wajib Pajak mengangsur jumlah pajaknya juga


dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan.

¾ Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda


penyampaian SPT dan ternyata perhitungan sementara pajak
72
Perpajakan untuk SMK

yang terutang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (5)


kurang dari jumlah pajak sebenarnya terutang, maka atas
kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenakan bunga 2%
sebulan yang dihitung dari saat berakhirnya kewajiban
menyampaikan SPT sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (3) huruf b sampai dengan hari dibayarnya kekurangan
pembayaran tersebut.

 PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS


Pengertian
- Penagihan seketika dan sekaligus adalah penagihan yang
dilakukan segera tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
pembayaran untuk seluruh jenis pajak termasuk biaya
penagihan .
- Penagihan seketika dan sekaligus terhadap utang pajak
berdasarkan STP, SKPKB, SKBKBT, SK Pembetulan, SK
Keberatan, Putusan Banding dilakukan dalam hal:
o Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia
untuk selama-lamanya ataupun berniat untuk itu.
o Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata
mengecilkan kegiatan perusahaannya. Atau pekerjaan
yang dilakukannya di Indonesia ataupun
memindahkan barang bergerak atau tidak bergerak
yang dimilikinya atau dimasukinya.
o Pembubaran badan atau niat untuk membubarkannya,
pernyataan pailit, begitu pula dalam hal terjadi
penyitaan barang bergerak atau barang tidak bergerak
milik Wajib Pajak atau wakilnya.

 HAK MENDAHULU PIUTANG PAJAK


- Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak
atas barang Wajib Pajak begitu pula atas barang-barang
milik wakil yang menurut peraturan perpajakan
bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng.
- Ketentuan tentang hak mendahulu, meliputi pokok pajak,
bunga, dan denda administrasi, kenaikan dan biaya
penagihan.

Pengecualian
Hak mendahulu lebih kuat dari segala hak lainnya kecuali
terhadap :

73
Perpajakan untuk SMK

‚ Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena


suatu penghukuman untuk melelang suatu barang
bergerak maupun tidak bergerak.
‚ Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan
suatu barang
‚ Biaya perkara yang semata-mata disebabkan karena
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan, biaya ini
didahulukan daripada gadai dan hipotek.

 PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK


• Piutang pajak yang dihapuskan adalah piutang pajak yang
jumlahnya masih harus ditagih sebagaimana tercantum
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, yang meliputi pokok pajak
kenaikan bunga dan atau denda.

• Syarat-syarat piutang pajak yang dihapuskan adalah:


- Piutang tersebut tercantum dalam STP, SKPKB,
SKPKBT
- Sudah dilakukan upaya tindakan penagihan sampai
dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
- Wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak
meninggalkan harta warisan tidak mempunyai ahli waris
dengan bukti surat keterangan dari instansi yang terkait.
- Wajib Pajak tidak dapat ditemukan lagi karena pindah
alamat
- Wajib Pajak tidak mempunyai kekayaan lagi
- Penagihan pajak telah kadaluwarsa.

 DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Pada dasarnya pelaksanaan penagihan pajak akan daluwarsa


dalam waktu 10 tahun tetapi dapat saja melebihi 10 tahun
apabila:
• Telah dikeluarkan Surat Teguran dan Surat Paksa.
• Adanya pengakuan Wajib Pajak secara langsung, atau
tidak langsung antara lain:
- Dilakukan pembayaran utang pajak itu
- Diajukan permohonan penundaan pembayaran
- Diadakan pengangsuran pembayaran
- Diterbitkan sesuai pasal 13 (5) dan 15 (4)

74
Perpajakan untuk SMK

9. KEBERATAN & BANDING

Syarat-syarat mengajukan keberatan :


• Keberatan diajukan kepada Dirjen Pajak atas suatu:
- SKPKB
- SKPKBT
- SKPLB
- SKPN
• Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
• Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
dengan menyatakan alasan-alasan yang jelas.
• Keberatan diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak
tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan,
kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenui karena keadaan di luar
kekuasaannya.
• Tanda penerimaan Surat Keberatan yang diberikan
Direktorat Jenderal Pajak atau melalui pos tercatat menjadi
bukti penerimaan Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan
Wajib Pajak.
• Apabila diminta Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
keberatan, maka Dirjen Pajak wajib memberikan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan,
atau pemungutan pajak.
• Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak.

 JANGKA WAKTU KEPUTUSAN KEBERATAN

• Dirjen Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak


tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan
atas keberatan yang diajukan.
• Sebelum Surat Keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat
menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
• Keputusan Dirjen Pajak dapat berupa :
- Menerima seluruhnya
- Menerima sebagian

75
Perpajakan untuk SMK

- Menolak
- Menambah jumlah pajak terutang.
• Apabila Wajib Pajak mengajukan keberatan atas ketetapan
pajak yang ditentukan dalam pasal 13 ayat ( 1 ) huruf b dan
huruf d UU Nomor 16 TAHUN 2000, maka Wajib Pajak yang
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran
ketetapan pajak tersebut.
• Apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan Dirjen
Pajak tidak memberikan jawaban,maka keberatan dianggap
diterima.
• Apabila surat keberatan tidak lengkap atau tidak memenuhi
persyaratan maka tidak dianggap sebagai surat keberatan.

 PENINJAUAN KEMBALI ATAS KEPUTUSAN KEBERATAN


YANG PERMOHONAN BANDINGNYA DITOLAK

a. Yang dimaksud dengan :


Putusan Banding adalah Putusan BPSP (Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak) atas permohonan
banding WP yang isi putusannya bahwa permohonan
banding WP yang tidak dapat diterima karena tidak
memenuhi persyaratan formal antara lain WP belum
melunasi jumlah pajak yang terutang menurut
keputusan keberatan
Direktorat Teknis adalah Direktorat PPh dan Direktorat
PPN dan PTLL (Pajak Tidak Langsung Lainnya).

b. Tata cara Peninjauan kembalinya adalah sbb :


WP mengajukan permohonan ke Direktorat Teknis
sesuai dengan jenis pajaknya
Dalam penyelesaian permohonan Peninjauan Kembali
ini Direktorat teknis dapat mengundang :
1. Kepala Bidang PPh atau Kepala Bidang PPN &
PTLL
2. Kepala Seksi Penerimaan dan Keberatan
3. Wajib Pajak
Apabila WP berdomisili diluar wilayah DKI Jakarta,
maka Direktorat Teknis memperhatikan risalah
keberatan dari WP atau minta pendapat dari Direktorat
lain.

76
Perpajakan untuk SMK

c. Bentuk Keputusan penyelesaian permohonan Peninjauan


Kembali
Dapat diterima sebagian atau seluruhnya
Dipertimbangkan melalui proses pemeriksaan
ulang;atau
Ditolak

 BANDING

- Wajib Pajak mengajukan banding hanya kepada BPSP atas


keberatan yang diajukannya dalam jangka waktu 3 bulan
sejak tanggal keputusan ditetapkan.
- Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan disertai alasan yang jelas.
- Putusan BPSP bersifat final dan tetap.
- Permohonan Banding tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
- Atas kelebihan pembayaran pajak diberikan imbalan bunga
2% per bulan selama-lamanya 24 bulan dalam hal keberatan
banding diterima sebagian atau seluruhnya.

10. PEMERIKSAAN & PENYIDIKAN PAJAK

 PENGERTIAN PEMERIKSAAN PAJAK

a. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,


mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan
lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b. Pemeriksa Pajak adalah PNS dilingkungan DJP atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang diberi
tugas wewenang, dan tanggungjawab untuk melaksanakan
pemeriksaan dibidang perpajakan
c. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan
informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan

77
Perpajakan untuk SMK

menyusun laporan keuangan berupa neraca dan


perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.
d. Pembahasan Akhir Pemeriksaan (Closing Conference)
adalah pembahasan yang dilakukan antara pemeriksa
pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan,
dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui
maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara
Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa
Pajak dan Wajib Pajak.
e. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan
jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak
mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian
yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan
dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan
pelaksanaan pemeriksaan.
f. Laporan pemeriksaan pajak adalah laporan terutang hasil
pemeriksaan yang disusun oleh pemeriksa pajak secara
ringkas, dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan
tujuan pemeriksaan.
g. Bukti permulaan adalah keadaan dan atau bukti-bukti, baik
berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda
yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak
pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara
h. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak
untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya
dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

 TUJUAN PEMERIKSAAN

a. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam


rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan
pembinaan kepada Wajib Pajak

Pemeriksaan ini dilakukan dalam hal :


1) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan
pembayaran pajak, temasuk yang telah diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;
2) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
menunjukan rugi;
3) Surat pemberitahuan tidak disampaikan atau
disampaikan tidak pada waktu yang telah ditetapkan
78
Perpajakan untuk SMK

4) Surat pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi


yang ditentukan oleh Dirjen Pajak
5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban
penyampaian surat pemberitahuan yang tidak dipenuhi

b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan

Pemeriksaan ini dilakukan dalam hal :

1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan;


2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak
3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak
4) Wajib pajak mengajukan keberatan;
5) Pengumpulan bahan guna penyusunan norma
penghitungan penghasilan neto
6) Pencocokan data dan atau alat keterangan
7) Penentuan WP berlokasi didaerah terpencil
8) Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN
9) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan untuk tujuan lain selaian tujuan di atas

 JENIS DAN PRIORITAS PEMERIKSAAN

1. Jenis Pemeriksaan

a. Pemeriksaan rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin


dilakukan terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya;
b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang
dilakukan terhadap Wajib Pajak tertentu berdasar skor
otomatis secara komputerisasi
c. Pemeriksaan khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan
terutama terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan
adanya keterangan atau masalah yang berkaitan
dengannya;
d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan
yang dilakukan atas cabang perwakilan, pabrik dan atau
tempat usaha dari Wajib Pajak lokasi;
e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan
terhadap Wajib Pajak yang dilakukan dalam tahun
79
Perpajakan untuk SMK

berjalan untuk jenis-jenis pajak tertentu atau seluruh


jenis pajak (all taxes) dan untuk mengumpulkan data
atau keterangan atas kewajiban pajak lainnya;
f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang
perpajakan
g. Pemeriksaan Lapangan, yaitu pemeriksaan yang
dilakukan di tempat WP seperti kantor, pabrik, tempat
usaha, tempat tinggal atau tempat lain yang diduga ada
kaitannya dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
WP atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur
Jenderal Pajak;
h. Pemeriksaan Kantor, yaitu pemeriksaan yang dilakukan
di Kantor Direktorat Jenderal Pajak;
i. Pemeriksaan Terintegrasi, yaitu pemeriksaan yang
dilaksanakan dengan pertukaran data dan informasi dari
para WP terperiksa yang terdapat hubungan yang
terintegrasi seperti WP Domisili dengan WP Lokasi atau
dari WP-WP terperiksa yang ada hubungan usaha dan
finansial.

2. Prioritas Pemeriksaan

a) Pemeriksaan rutin terhadap SPT Tahunan PPh Wajib


Pajak orang pribadi atau Badan yang berdasarkan
sistem kriteria seleksi memperoleh skor 700 atau lebih
(menyatakan lebih bayar) dan atau SPT Tahunan PPh
Pasal 21 yang menyatakan lebih bayar dan atau SPT
Masa PPN yang menyatakan meminta pengembalian
kelebihan pembayaran pajak
b) Pemeriksaan Bukti permulaan
c) Pemeriksaan Wajib Pajak lokasi
d) Pemeriksaan khusus
e) Pemeriksaan rutin selain pemeriksaan rutin di poin a
f) Pemeriksaan tahun berjalan

 RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN


a. Ruang lingkup pemeriksaan meliputi pemeriksaan untuk
semua jenis pajak (all taxes) dan satu atau beberapa
jenis pajak. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan

80
Perpajakan untuk SMK

lapangan (lengkap atau sederhana) dan pemeriksaan


kantor.

b. Pemeriksaan Lapangan, dilakukan atas satu, beberapa


atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan atau
tahun-tahun sebelumnya dan atau untuk tujuan lain,
yang terdiri dari :

Pemeriksaan Lengkap (PL) adalah Pemeriksaan


Lapangan yang dilakukan terhadap WP, termasuk
kerjasama operasi dan konsorsium, untuk seluruh
jenis pajak (all taxes), termasuk Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), untuk
tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya,
yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-
teknik pemeriksaan yang secara umum lazim
digunakan dalam rangka mencapai tujuan
pemeriksaan.

Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL) adalah


Pemeriksaan Lapangan yang dilakukan untuk satu,
beberapa atau seluruh jenis pajak (all taxes), untuk
tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya,
yang dilaksanakan dengan menerapkan teknik-
teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut
keadaan dalam rangka mencapai tujuan
pemeriksaan

c. Pemeriksaan Kantor, dilaksanakan atas satu jenis pajak


tertentu dalam tahun berjalan dan atau tahun-tahun
sebelumnya. Pemeriksaan Kantor hanya dapat
dilaksanakan dengan Pemeriksaan Sederhana Kantor
(PSK).

 PENYIDIKAN PAJAK

1. Pengertian

Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah


serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan
81
Perpajakan untuk SMK

yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Sedangkan


penyidik pajak adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan,
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum
acara pidana yang berlaku.

Penyidikan merupakan proses kelanjutan dari hasil


pemeriksaan yang mengindikasikan adanya bukti
permulaan tindak pidana perpajakan. Berdasarkan KEP-
02/PJ.7/1990, 24-12-1990, bukti permulaan adalah
keadaan dan/atau bukti-bukti baik berupa keterangan,
tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat
memberi petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang
atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
dapat menimbulkan kerugian pada negara

2. Tugas dan Wewenang Penyidik

a. Tugas Penyidik
Tugas penyidik adalah mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya

b Wewenang Penyidik
• menerima, mencari, mengumpulkan, dan
meneliti keterangan atau laporan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih
lengkap dan jelas;
• meneliti, mencari, dan mengumpulkan
keterangan mengenai orang pribadi atau badan
tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;

• meminta keterangan dan bahan bukti dari orang


pribadi atau badan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;

82
Perpajakan untuk SMK

• memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan


dokumen dokumen lain berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;

• melakukan penggeledahan untuk mendapatkan


bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan
dokumen-dokumen lain, serta melakukan
penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

• meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka


pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan;

• menyuruh berhenti dan atau melarang


seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung
dan memeriksa identitas orang dan atau
dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud
pada huruf e;

• memotret seseorang yang berkaitan dengan


tindak pidana di bidang perpajakan;

• memanggil orang untuk didengar keterangannya


dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

• menghentikan penyidikan;

• melakukan tindakan lain yang perlu untuk


kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.

3. Kegiatan Penyidikan

1) Penyidikan tindak pidana perpajakan dilaksanakan


berdasarkan surat perintah penyidikan yang
ditandatangani oleh Dirjen Pajak atau Kepala kantor
Wilayah DJP

83
Perpajakan untuk SMK

2) Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan dan


menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut
Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang
diatur undang-undang hukum acara pidana yang
berlaku

3) Untuk menambah atau melengkapi petunjuk dan


bukti permulaan yang sudah ada, penyidik pajak
berwenang memanggil tersangka, saksi, atau saksi
ahli melalui surat panggilan. Dalam hal yang
dipanggil tidak ada di tempat maka surat panggilan
diterimakan kepada keluarganya atau ketua RT atau
ketua RW atau Kepala Desa atau orang lain yang
dapat menjamin bahwa surat panggilan tersebut akan
disampaikan kepada yang bersangkutan

4) Apabila tersangka atau saksi atau saksi ahli tidak


memenuhi panggilan tanpa alasan yang patut dan
wajar atau menolak untuk menerima dan
menandatangani surat panggilan, kepadanya
diterbitkan dan disampaikan panggilan kedua.
Apabila masih bersikap sama maka penyidik pajak
dapat meminta bantuan Polri untuk menghadirkan
yang bersangkutan

5) Sebelum penyidikan dimulai, penyidik pajak harus


memberitahukan kepada tersangka hak untuk
mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum
serta menjelaskan apa yang disangkakan kepadanya
dengan jelas dan dalam bahasa yang dimengerti

6) Apabila Saksi diperkirakan tidak dapat hadir pada


saat persidangan maka pemeriksaan terhadapnya
dilakukan terlebih dahulu diambil sumpahnya oleh
penyidik pajak

7) Apabila tersangka atau saksi dikhawatirkan akan


meninggalkan wilayah Indonesia maka penyidik pajak
dapat segera meminta bantuan kepada Kejaksaan
Agung untuk melakukan pencekalan

84
Perpajakan untuk SMK

8) Dalam melakukan penyidikan penyidik pajak harus


memperhatikan asas hukum dan norma penyidikan
yang berlaku

4. Asas-asas Hukum dan Norma Penyidikan

4.1 Asas-asas Hukum

Asas-asas hukum yang berlaku termasuk :

a. Asas Praduga Tak Bersalah adalah bahwa


setiap orang yang disangka dituntut atau
dihadapkan dimuka sidang pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sampai adanya
putusan pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap
b. Asas persamaan di muka hukum adalah
bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dimuka hukum tanpa
perbedaan
c. Asas Hak memperoleh bantuan/penasehat
hukum adalah bahwa setiap tersangka
perkara tindak pidana di bidang perpajakan
wajib diberi kesempatan memperoleh bantuan
hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas
dirinya sejak dilakukan pemeriksaan
terhadapnya

4.2 Norma Penyidikan

a. Dalam melakukan tugasnya penyidik pajak


harus berlandaskan kepada ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, KUHAP dan
hukum pidana yang berlaku

b. Penyidik pajak sebagai penegak hukum wajib


memelihara dan meningkatkan sikap terpuji
sejalan dengan tugas, fungsi, wewenang serta
tanggung jawabnya

85
Perpajakan untuk SMK

c. Penyidik pajak harus membawa tanda pengenal


pajak daan surat perintah penyidikan pada saat
melakukan penyidikan

d. Penyidik dapat dibantu oleh petugas pajak lain


atas tanggung jawabnya berdasarkan izin
tertulis dari atasannya

e. Penyidikan dilaksanakan berdasarkan Laporan


Bukti Permulaan dan Surat Perintah Penyidikan

f. Penyidik pajak dalam setiap tindakannya harus


membuat Laporan dan Berita Acara

5. Penghentian Penyidikan

Faktor-faktor yang menghentikan penyidikan :

a. tidak terdapat cukup bukti


b. peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana di bidang perpajakan
c. peristiwanya telah daluwarsa
d. tersangka meninggal dunia.
e. Perintah Jaksa Agung atas permintaan Menteri
Keuangan Untuk kepentingan penerimaan negara
apabila Wajib Pajak telah melunasi pajak yang tidak
atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya
dikembalikan, ditambah dengan sanksi administrasi
berupa denda sebesar empat kali jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak
seharusnya dikembalikan

Penghentian penyidikan pajak harus diberitahukan


kepada tersangka atau keluarganya dan Jaksa/penuntut
umum dan Kepolisian Negara RI setelah mendapat
petunjuk tertulis dari Penyidik Polri. Surat Ketetapan
Pajak masih dapat diterbitkan sepanjang masih ada
kewajiban perpajakan yang terkait yang masih belum
dipenuhi, kecuali karena peristiwanya telah daluwarsa
meskipun penyidikan pajak telah dihentikan

86
Perpajakan untuk SMK

11. KETENTUAN PIDANA

A. Pihak-pihak yang dapat dipidana dengan Pidana


perpajakan

a. Berdasarkan Pasal 38, 39, dan 43 UU No. 16 TAHUN


2000

1. Wajib Pajak
2. Wakil Wajib Pajak
3. Kuasa Wajib Pajak
4. Pegawai Wajib Pajak
5. Mereka yang yang menyuruh melakukan, yang turut
serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang
membantu melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan.

b. Berdasarkan Pasal 41 UU No. 16 TAHUN 2000

1) Pejabat atau petugas pajak


2) Tenaga ahli yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak yang
memberitahukan kepada pihak lain yang tidak
berhak segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak.

c. Berdasarkan Pasal 41A UU No. 16 TAHUN 2000

1) Bank, Akuntan Publik, Notaris, Konsultan pajak,


Kantor administrasi
2) Pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan
dengan Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik,
yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan
atau bukti yang diminta

3) Mereka yang menyuruh melakukan, yang


menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan

87
Perpajakan untuk SMK

d. Berdasarkan Pasal 41B UU No. 16 TAHUN 2000

1) Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi


atau mempersulit penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan
2) Mereka yang menyuruh melakukan, yang
menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan

B. Jenis Sanksi Pidana

Pasal-pasal dalam UU No. 16 TAHUN 2000 yang


mengatur tindak pidana di bidang perpajakan hanya
menyebutkan dua jenis pidana yaitu : (1) Pidana Penjara
(karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan
sengaja ); (2) Pidana kurungan (karena adanya tindak
pidana yang dilakukan karena kealpaan).

1). Pidana Penjara

a. Terhukum menjalani di gedung atau di rumah


penjara
b. Batas maksimum hukuman penjara ialah
seumur hidup
c. Pekerjaan yang harus dilakukan oleh para
tahanan penjara biasanya lebih banyak dan
lebih berat
d. Kebebasan para tahanan penjara amat terbatas
e. Dibagi atas kelas-kelas menurut kualitas dan
kuantitas kejahatan dari yang tergolong berat
sampai dengan yang teringan
f. Tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda

2). Pidana Kurungan

a. Selain dipenjara negara, dalam kasus-kasus


tertentu terhukum mungkin diizinkan
menjalaninya di rumah sendiri dengan
pengawasan yang berwajib
b. Batas maksimum hukuman kurungan ialah 1
(satu) tahun

88
Perpajakan untuk SMK

c. Pekerjaan yang harus dilakukan oleh para


tahanan kurungan biasanya lebih sedikit dan
lebih ringan
d. Kebebasan para tahanan kurungan lebih
banyak.
e. Pada dasarnya tidak ada pembagian atas kelas-
kelas
f. Dapat menjadi pengganti hukuman denda

C. Daluwarsa Tindak Pidana Perpajakan


Tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut
setelah lampau waktu 5 tahun sejak saat terhutangnya
pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya bagian
tahun pajak, berakhirnya tahun pajak. Ketentuan ini
untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak,
Penuntut Hukum, dan Hakim. Batas waktu 5 Tahun
untuk menyesuaikan dengan batas waktu penyimpanan
dokumen.

12. WAKIL DAN KUASA WAJIB PAJAK, RAHASIA JABATAN &


KEWAJIBAN PIHAK KETIGA

A. WAKIL DAN KUASA WAJIB PAJAK

(a) Yang dapat mewakili Wajib Pajak dalam memenuhi


hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan :

- Badan oleh pengurus.


Termasuk dalam pengertian pengurus. adalah
orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang
ikut menentukan kebijaksanaan dan atau
mengambil keputusan dalam menjalankan
perusahaan. Orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang dalam menentukan kebijaksanaan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka
menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya
berwenang menandatangani kontrak dengan pihak
ketiga, menandatangani cheque, dan sebagainya,
walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya

89
Perpajakan untuk SMK

dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte


pendirian maupun akte perubahan.

- Badan dalam pembubaran / pailit oleh orang atau


badan yang dibebani dengan pemberesan.

- Warisan yang belum terbagi oleh salah seorang


ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang
mengurus harta peninggalannya.

- Anak yang belum dewasa atau orang yang berada


dalam pengampuan oleh Wali atau pengampunya.
(b) Wakil Wajib Pajak tersebut bertanggungjawab secara
pribadi dan atau secara renteng atas pembayaran
pajak yang terutang, kecuali apabila dapat
membuktikan dan meyakinkan Direktur Jenderal
Pajak, bahwa mereka dalam kedudukannya benar-
benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab
atas pajak yang terutang tersebut
(c) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan
hak dan memenuhi kewajiban menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dan kuasa
tersebut harus memenuhi persyaratan sbb:
1) menyerahkan surat kuasa khusus yang asli; dan
2) menguasai ketentuan-ketentuan di bidang
perpajakan, yaitu apabila telah memperoleh
pendidikan di bidang perpajakan yang dibuktikan
dengan memiliki :
- brevet yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak; atau
- ijazah formal pendidikan di bidang perpajakan
yang diterbitkan oleh lembaga pendidikan
negeri atau swasta dengan status disamakan
dengan negeri; atau
3) tidak pernah dihukum karena melakukan tindak
pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana di
bidang keuangan negara.
(d) Kuasa yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam poin c tidak dapat
90
Perpajakan untuk SMK

diterima sebagai kuasa Wajib Pajak dalam


menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakan Wajib Pajak
(e) Seorang kuasa dilarang melimpahkan kuasa yang
diterima dari Wajib Pajak kepada orang lain

B. TANGGUNG RENTENG

Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena


Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya
bertanggungjawab secara renteng atas pembayaran pajak,
sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti pembayaran
pajak.

C. RAHASIA JABATAN

Pihak-pihak yang wajib merahasiakan keadaaan Wajib


Pajak :

a. Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak


lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
kecuali sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
pengadilan.
b. tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak
untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pihak-pihak yang dikecualikan merahasiakan keadaan


Wajib Pajak :

a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi


atau saksi ahli dalam sidang pengadilan.
b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan
kepada pihak lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.

91
Perpajakan untuk SMK

c. Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan


berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat dan
tenaga-tenaga ahli supaya memberikan keterangan,
memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib
Pajak kepada pihak yang ditunjuknya. Dalam surat izin
menteri keuangan harus dicantumkan nama Wajib
Pajak, nama pihak yang ditunjuk dan nama pejabat
atau ahli atau tenaga ahli yang diizinkan untuk memberi
keterangan atau memperlihatkan bukti tertulis dari atau
tentang Wajib Pajak.

d. Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan dalam


perkara pidana atau perdata atas permintaan Hakim
sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara
Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis
untuk meminta kepada pejabat dan tenaga ahli , bukti
tertulis dan keterangan Wajib Pajak yang ada padanya.
Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud, harus
menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat,
keterangan-keterangan yang diminta serta kaitan antara
perkara pidana atau perdata yang bersangkutan
dengan keterangan yang diminta tersebut

Pihak-pihak yang dapat diberikan Keterangan oleh


Pejabat dan Tenaga Ahli yag Ditunjuk

a. Pihak lain yang kepadanya dapat diberikan keterangan


oleh pejabat dan tenaga ahli mengenai segala sesuatu
yang diketahui atau diberitahukan oleh Wajib Pajak
dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk
menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan adalah pejabat dari lembaga negara atau
instansi pemerintah yang berwenang melakukan
pemeriksaan di bidang keuangan negara yang sedang
menjalankan tugas sesuai dengan surat tugas yang
diterima dan ditunjukan kepada pejabat atau tenaga ahli
tersebut. Surat tugas ini harus menyebutkan nama
Wajib Pajak dan keterangan yang ingin diketahui
tentang Wajib Pajak yang bersangkutan
b. Lembaga negara atau instansi tersebut adalah :
1. Badan Pemeriksa Keuangan
2. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan

92
Perpajakan untuk SMK

Kerahasiaan Perbankan

Sehubungan dengan kewajiban merahasiakan, Bank


mempunyai dua kedudukan yaitu Bank sebagai Wajib
Pajak, wajib pungut/potong, dan Bank sebagai pihak ketiga

a. Bank sebagai wajib pajak, wajib pungut/potong

1) Apabila Bank sebagai wajib pajak, wajib


pungut/potong sedang dilakukan pemeriksaan maka
berdasarkan Pasal 29 UU No 6 TAHUN 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No
16 TAHUN 2000 tentang KUP maka kewajiban
merahasiakan sehingga dapat dijadikan alasan oleh
bank untuk tidak memperlihatkan/meminjamkan
segala macam pembukuan/ pencatatan yang
diperlukan ditiadakan
2) Beberapa contoh peniadaan kerahasaiaan bank
adalah :
- untuk dapat menguji kelengkapan dan kebenaran
bunga yang dibayar atau diperoleh bank, maka
kerahasaiaan nama dan identitas deposan dan
nasabah penerima kredit ditiadakan untuk
keperluan pemeriksaan pajak
- Untuk dapat menguji kebenaran kerugian yang
diderita karena penghapusaan kreedit yang
macet, maka kerahasiaan, nama dan identitas
nasabah yang kreditnya macet dan dihapus
ditiadakan untuk keperluan pemeriksaan pajak
- untuk dapat menguji kelengkapan dan kebenaran
kewajiban pemungutan dan pemotongan pajak,
maka kerahasiaan nama dan identitas nasabah
atau pihak yang kena pemungutan atau
pemotongan pajak ditiadakan untuk keperluan
pemeriksaan
b. Bank sebagai pihak ketiga

Apabila dalam pemeriksaan Wajib Pajak lain diperlukan


keterangan atau bukti-bukti dari bank maka bank harus
memberikan keterangan atau bukti-bukti tersebut atas
perintah tertulis dari Menteri Keuangan kepada bank
yang bersangkutan.
93
Perpajakan untuk SMK

E. KEWAJIBAN PIHAK KETIGA

Pengertian pihak ketiga

Yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah bank, akuntan


publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan
pihak ketiga lainnya, yang mempunyai hubungan dengan
Wajib Pajak yang diperiksa atau disidik

Kewajiban Pihak ketiga

Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan


perundang-undangan perpajakan diperlukan keterangan,
atau bukti dari bank, akuntan publik, notaris, konsultan
pajak, kantor administrasi, dan pihak ketiga lainnya, yang
mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa
atau disidik, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal
Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan
atau bukti yang diminta, meskipun pihak-pihak tersebut
terikat oleh kewajiban merahasiakan karena untuk
keperluan pemeriksaan atau penyidikan pajak, kewajiban
merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank
kewajiban merahasiakan ditiadakan atas perintah tertulis
dari Menteri Keuangan.

13. HAK & KEWAJIBAN SERTA SANKSI PERPAJAKAN

 HAK WAJIB PAJAK

Adapun hak-hak Wajib Pajak berdasarkan UU No. 16 TAHUN


2000 adalah :
- Hak mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak setelah mendaftarkan
diri dan/atau melaporkan usahanya (Pasal 2 ayat 1,2 UU No.
16 TAHUN 2000).

- Atas permohonan, memperpanjang jangka waktu


penyampaian SPT Tahunan (Pasal 3 ayat 4 (Pasal 3 ayat 4
UU No. 16 TAHUN 2000 )

94
Perpajakan untuk SMK

- Menerima tanda bukti penerimaan penyampaian SPT


Tahunan yang disampaikan secara langsung ke KPP (Pasal
6 ayat 1 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Membetulkan SPT (Pasal 8 ayat 1 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Atas permohonan mengangsur atau menunda pembayaran


pajak (Pasal 9 ayat 4 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana


dimaksud dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sehubungan diterbitkannya Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, atau sejak diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau sejak diterbitkannya
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan
Pajak, dan apabila pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan,
Pemerintah memberikan bunga sebesar 2% (dua persen)
sebulan atas kelambatan pembayaran kelebihan
pembayaran pajak, dihitung dari saat berlakunya batas
waktu sampai dengan saat dilakukan pembayaran kelebihan
(pasal 11 ayat 2,3 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Kepastian besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan


oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan apabila dalam
jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak, tidak diterbitkan surat ketetapan pajak (Pasal
13 ayat (4) UU No. 16 TAHUN 2000 )

- Pembebasan pengenaan sanksi adminstrasi berupa


kenaikan sebesar 100% sehubungan dengan penerbitan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang
didasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas
kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan (Pasal 15
ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mengajukan permohonan membetulkan surat ketetapan


pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau
95
Perpajakan untuk SMK

Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat


Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak,
yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan
tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 16 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Nihil setelah dilakukan


pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada
pembayaran pajak. (Pasal 17A UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapatkan kedaluwarsaan penagihan pajak setelah


lampau waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan dan tidak
ada hal yang menangguhkan daluwarsa penagihan pajak

- Mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak (Pasal 25


ayat 1 UU 16 TAHUN 2000)

- Mengajukan perpanjangan jangka waktu pengajuan


keberatan dalam hal terdapat keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak (pasal 25 ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapatkan keterangan tertulis tentang hal-hal yang


menjadi dasar pengenaan pajak dalam rangka mengajukan
keberatan (Pasal 25 ayat 6 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapatkan keputusan atas keberatan yang diajukan


dalam jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima oleh KPP dan bila jangka waktu tersebut
telah lewat tidak ada keputusan, maka keberatan yang
diajukan dianggap diterima (Pasal 26 ayat 1,5 UU No. 16
TAHUN 2000)

- Menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis


sebelum surat keputusan atas keberatan diterbitkan (Pasal
26 ayat 2 UU No. 16 TAHUN 2000)

96
Perpajakan untuk SMK

- Mengajukan banding terhadap keputusan keberatan yang


dianggap masih tidak sesuai (Pasal 27 ayat (1) UU No. 16
TAHUN 2000)

- Memperoleh imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk


paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan
Keberatan atau Putusan Banding apabila pengajuan
keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak dan juga
imbalan bunga sebesar 2% atas pembayaran lebih sanksi
administrasi

- berupa dan atau bunga berdasarkan Keputusan


Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi,
sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau
Putusan Banding yang menerima sebagian atau seluruh
permohonan Wajib Pajak (Pasal 27A ayat 1,2 UU No. 16
TAHUN 2000)

- Menolak petugas pemeriksa yang tidak memiliki tanda


pengenal pemeriksaan dan tidak dilengkapi dengan Surat
Perintah Pemeriksaan dan tidak memperlihatkannya kepada
Wajib Pajak yang diperiksa (Pasal 29 ayat 2 UU No. 16
TAHUN 2000)

- Menunjuk surat kuasa dengan surat kuasa khusus untuk


menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
(Pasal 32 ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapat perlindungan kerahasiaan melalui rahasia jabatan


(Pasal 34 ayat 1,2 UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan


sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya dan apabila setelah lewat waktu 12 bulan
sejak permohonan diterima oleh KPP tidak ada suatu
keputusan, maka permohoanan pengurangan atau
97
Perpajakan untuk SMK

penghapusan dianggap dikabulkan (Pasal 26 ayat 1 hurf a


UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mengajukan permohonan untuk mengurangkan atau


membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar dan apabila
setelah lewat waktu 12 bulan tidak ada suatu keputusan,
maka permohonan dianggap dikabulkan (Pasal 36 ayat 1
huruf b UU No. 16 TAHUN 2000)

- Mendapatkan kedaluwarsaan tuntutan pidana di bidang


perpajakan setelah lampau waktu 10 tahun sejak saat
terhutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya
Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak ybs

- Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan


setelah Wajib Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan ditambah
dengan sanksi administrasi berupa denda sebesar empat
kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang
tidak seharusnya dikembalikan.

 KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

a. Mendaftarkan diri dan/atau melaporkan usahanya (Pasal 2


ayat (1), (2) UU No. 16 TAHUN 2000)

b. Mengambil dan mengisi SPT secara benar, lengkap, jelas


serta menandatangani dan menyampaikannya ke KPP
pada waktunya (Pasal 3 ayat (1), (2), (3), Pasal 4 ayat (1)
UU No. 16 TAHUN 2000)

c. Menyampaikan penghitungan sementara pajak terutang


dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak dalam
hal Wajib Pajak menyampaikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan (Pasal 3 ayat 5 UU No. 16
TAHUN 2000)

d. Dalam hal Wajib Pajak adalah badan, SPT harus


ditandatangani oleh pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2
UU No. 16 TAHUN 2000)

98
Perpajakan untuk SMK

e. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain


bukan Wajib Pajak, harus dilampiri surat kuasa khusus
(Pasal 4 ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000 )

f. SPT Tahunan harus dilengkapi dengan laporan keuangan


berupa neraca dan perhitungan rugi laba serta keterangan
lain bagi Wajib Pajak yang melakukan pembukuan (Pasal 4
ayat (4) UU No. 16 TAHUN 2000 )

g. Membayar sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%


sebulan atas jumlah pajak yang kurang bayar, dalam hal
Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar (Pasal 8 ayat 2 UU 16
TAHUN 2000)

h. Membayar kekurangan pembayaran jumlah pajak yang


sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa
denda sebesar dua kali jumlah pajak yang kurang dibayar,
dalam hal Wajib Pajak dengan kemauan sendiri
mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya yang
berkenaan dengan Pasal 38 kepada pemeriksa pajak
(Pasal 8 ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000 )

i. Membayar pajak yang kurang bayar yang timbul sebagai


akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
dari pajak yang kurang dibayar (Pasal 8 ayat (5) UU No. 16
TAHUN 2000 )

j. Membayar kekurangan pembayaran pajak yang terutang


berdasarkan SPT Tahunan selambat-lambatnya tanggal 25
bulan ketiga setelah tahun pajak (Pasal 9 ayat 2 UU No. 16
TAHUN 2000)

k. Melunasi surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang


bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan dan
surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan,
putusan banding yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah, dalam jangka waktu satu bulan
sejak tanggal diterbitkan (Pasal 9 ayat (3) UU No. 16
TAHUN 2000 )

99
Perpajakan untuk SMK

l. Membayar atau menyetor pajak yang terutang di Kas


Negara atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan (Pasal 10 ayat 1 UU No. 16 TAHUN 2000)

m. Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan


yang berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas di Indonesia (Pasal 28 ayat (1)
UU No. 16 TAHUN 2000)

n. Melakukan pencatatan bagi Wajib Pajak orang pribadi yang


menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungann Penghasilan Netto
(pasal 28 ayat 2 UU No. 16 TAHUN 2000)

o. Menyimpan buku-buku, catatan-catatan, dokumen-


dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain, di Indonesia selama 10 tahun (Pasal 28
ayat 6 UU No. 16 TAHUN 2000)

p. Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan harus


dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan
keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya (Pasal 28
ayat 3 UU No. 16 TAHUN 2000)

q. Meminta persetujuan kepala KPP atas perubahan terhadap


metode pembukan dan/atau tahun buku (Pasal 28 ayat 8
UU No. 16 TAHUN 2000)

r. Wajib Pajak yang diperiksa wajib :

1) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau


catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh,kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau obyek yang terutang pajak;
2) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau
ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan
guna kelancaran pemeriksaan;
3) memberikan keterangan yang diperlukan.

100
Perpajakan untuk SMK

s. Meskipun Wajib Pajak terikat oleh kewajiban untuk


merahasiakan wakil sebagaimana dimaksud pada pasal 32
ayat (1) UU No. 16 TAHUN 2000 bertanggungjawab secara
pribadi dan/atau renteng atas pembayaran pajak yang
terutang, kecuali apabila dapat dibuktikan (Pasal 32 ayat 2
UU No. 16 TAHUN 2000 )

t. Pembeli atau penerima jasa sebagaimana dimaksud dalam


UU PPN bertanggung jawab secara renteng atas
pembayaran pajak sepanjang tidak dapat menunjukan bukti
pembayaran pajak (Pasal 33 UU No. 16 TAHUN 2000)

 SANKSI-SANKSI PERPAJAKAN ( Pasal 36, 37 UU No. 16


TAHUN 2000 )
Sanksi perpajakan dapat dibagi sbb :
a. Sanksi Administrasi
a.1. Sanksi bunga
a.2. Sanksi denda
a.3. Sanksi kenaikan

b. Sanksi Pidana
b.1. Pidana Penjara
b.2 Pidana Kurungan

 PENGURANGAN ATAU PENGHAPUSAN SANKSI


ADMINISTRASI

a. Dirjen Pajak karena jabatannya atau atas permohonan


Wajib Pajak dan mengurangkan atau menghapus sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak
b. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan harus
memenuhi syarat-syarat sbb :
1. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang
jelas dan meyakinkan untuk mendukung
permohonannya

101
Perpajakan untuk SMK

2. disamakan oleh Wajib Pajak kepada Dirjen Pajak


melalui KPP yang mengenakan sanksi administrasi
tersebut
3. tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat
Ketetapan Pajak kurang Bayar, atau Surat Ketetapan
Pajak kurang Bayar Tambahan, kecuali apabila Wajib
Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu
tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya
c. Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi hanya boleh diajukan oleh Wajib Pajak yang
tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya dan
diajukan atas suatu Surat Tagihan Pajak, suatu Surat
Ketetapan Pajak kurang Bayar, atau suatu Surat Ketetapan
Pajak kurang Bayar Tambahan
d. Keputusan atas permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi dikeluarkan oleh Dirjen
Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
permohonan diterima sehingga apabila jangka waktu ini
telah lewat dan Dirjen Pajak tidak memberi suatu
keputusan maka permohonan yang diajukan tersebut
dianggap diterima.
e. Terhadap keputusan yang diterbitkan Dirjen Pajak yang
berkaitan dengan Surat Tagihan Pajak hanya dapat
diajukan gugatan kepada Badan Peradilan Pajak

 SANKSI BAGI WAJIB PAJAK YANG TIDAK MEMENUHI


KEWAJIBAN PPh

Pemungut/Pemotong PPh Final dapat dikenakan sanksi berupa


bunga, denda, atau kenaikan dalam hal :
a. Wajib Pajak terlambat menyetor diterbitkan STP (sanksi
bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU No. 16 TAHUN
2000 Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 16 TAHUN 2000
b. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan
bulanan diterbitkan STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal
7 UU No. 16 TAHUN 2000
c. Wajib Pajak tidak atau kurang memungut/memotong, tidak
atau kurang menyetor PPh Final yang terutang namun
menyampaikan laporan bulanan, diterbitkan SKPKB untuk
102
Perpajakan untuk SMK

bulan yang bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga


berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU No. 16 TAHUN
2000Wajib Pajak tidak atau kurang menyetor PPh final dan
tidak menyampaikan laporan bulanan walaupun telah
ditegor, diterbitkan SKPKB untuk bulan yang bersangkutan
ditambah sanksi berupa kenaikan berdasarkan Pasal 13
ayat (3) UU No. 16 TAHUN 2000
d. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum
terungkap, ternyata PPh Final yang seharusnya terutang
lebih besar daari SKPKB yang telah diterbitkan maka
diterbitkan SKPKBT ditambah sanksi administrasi berupa
kenaikan berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU No. 16 TAHUN
2000

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh


Finalnya dan wajib melaporkan secara bulanan (Misalnya
perusahaan real estate, perusahaan persewaan tanah
dan/atau bangunan, perusahaan pelayaran).
Wajib Pajak ini dapat dikenakan sanksi berupa bunga, denda,
kenaikan dalam hal :

1. Wajib Pajak terlambat membayar diterbitkan STP (sanksi


bunga) berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU No. 16 TAHUN
2000 Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 16 TAHUN 2000
2. Wajib Pajak tidak atau terlambat menyampaikan laporan
bulanan diterbitkan STP (sanksi denda) berdasarkan Pasal
7 UU No. 16 TAHUN 2000
3. Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final bulanan
diterbitkan STP untuk bulan yang bersangkutan
berdasarkan Pasal 14 ayat (1) huruf a UU No. 16 TAHUN
2000 Jo Pasal 19 ayat (1) UU No. 16 TAHUN 2000
4. Apabila dilakukan pemeriksaan ternyata kewajiban PPh
Final dalam satu tahun pajak kurang dibayar, diterbitkan
SKPKB untuk tahun yang bersangkutan ditambah sanksi
berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) UU No. 16
TAHUN 2000
5. Apabila ditemukan data baru atau data yang belum
terungkap, ternyata PPh Final yang terutang lebih besar
dari SKPKB yang telah diterbitkan maka diterbitkan
SKPKBT ditambah sanksi adminsitrasi berupa kenaikan
berdasarkan Pasal 15 ayat (2) UU No. 16 TAHUN 2000

103
Perpajakan untuk SMK

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran sendiri atas PPh


Finalnya tetapi tidak wajib melaporkan secara bulanan
Apabila Wajib Pajak terlambat membayar PPh FInal yang
terutang diterbitkan STP (sanksi bunga) berdasarkan Pasal 14
ayat (1) UU No. 28 TAHUN 2007 Jo Pasal 19 ayat (1) UU No.
16 TAHUN 2000

1. Apabila Wajib Pajak tidak atau kurang membayar PPh final


yang terutang diterbitkan SKPKB untuk tahun yag
bersangkutan ditambah sanksi berupa bunga berdasarkan
Pasal 13 ayat (2) UU No. 16 TAHUN 2000
2. Apabila ditemukan data baru dan atau yang belum
terungkap ternyata PPh Final yang terutang lebih besar dari
SKPKB yang telah diterbitkan, maka diterbitkan SKPKBT
ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan berdasarkan
Pasal 15 ayat (2) UU No. 16 TAHUN 2000

 WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI


PENGENAAN SANKSI ADMINISTRASI BERUPA DENDA
KARENA TIDAK MENYAMPAIKAN SURAT
PEMBERITAHUAN DALAM JANGKA WAKTU YANG
DITENTUKAN

a. Yang dimaksud Wajib Pajak tertentu adalah wajib pajak Non


Efektif
b. Wajib Pajak dapat digolongkan sebagai Wajib Pajak Non
Efektif adalah :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia
yang belum diterima pemberitahuan tertulis secara resmi
dari ahli warisnya sehingga masih terdaftar dalam
administrasi Direktorat Jenderal Pajak
2. Wajib Pajak Badan yang tidak lagi melakukan kegiatan
usaha tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
3. Wajib Pajak yang tidak diketahui lagi alamatnya
c. Wajib pajak yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak Non
Efektif tidak akan dikenakan sanksi denda karena tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu
yang ditentukan

104
Perpajakan untuk SMK

14. PENINJAUAN KEMBALI

Dalam UU No. 16 tahun 2000 tidak menganal istilah peninjauan


kembali. Istilah peninjauan kembali hanya ada dalam UU
Pengadilan Pajak atau BPSP. Yang dimaksud peninjauan
kembali dalam UU ini adalah wewenang fiscus (Direktur
Jenderal Pajak) untuk membetulkan Surat Ketetapan Pajak yang
diterbitkan olehnya yang ternyata keliru.

Secara rinci kekeliruan tersebut dapat berupa:

- Pasal 16 Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 , yaitu


pembetulan ketetapan pajak atau surat tagihan pajak karena
terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau
kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
- Pasal 36 ayat (1) a Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ,
yaitu pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terhutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam
hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak
atau bukan karena kesalahannya. Sanksi administrasi yang
dikurangkan atau dihapuskan tersebut dapat berasal dari
ketetapan pajak atau surat tagihan pajak.
- Pasal 36 ayat (1) b Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2000 ,
yaitu pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang
tidak benar.

Sifat dan Produk Hukum Pembetulan

Bersifat kesalahan yang manusiawi.

- Tidak mengandung sesuatu yang dipersengketakan atau


mengandung argumentasi yuridis.
- Terbatas pada hal-hal sbb:
- Kesalahan tulis
- Kesalahan hitung
- Kekeliruan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, yaitu dalam penerapan tarif,
prosentase, sanksi administrasi, Penghasilan Tidak Kena
Pajak, dan pengkreditan.

105
Perpajakan untuk SMK

- Pembetulan dilakukan secara jabatan oleh fiskus atau


permohonan Wajib Pajak.
- Bisa dilakukan lebih dari satu kali pembetulan.
- Dilakukan atas SKP ( SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN )
dan STP.

Syarat Pengajuan Permohonan dan Hasil Keputusan

- Diajukan tertulis dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal


SKP atau STP, melalui KPP tempat WP terdaftar.
- Harus dilampiri:
- Alasan pengajuan permohonan.
- Fotocopy STP, SKPKB, atau SKPKBT.
- SSP pelunasan pokok pajak atau sesuai persetujuan
pemberian angsuran / penundaan pembayaran pajak.
- Satu surat untuk satu ketetapan pajak atau STP.
- Wajib Pajak tidak keberatan atas ketetapan pajaknya atau
pokok pajak terutang.

Hasil Keputusan

- Diterima seluruhnya.
- Diterima sebagian
- Ditolak

Perlu diketahui bahwa UU No. 16 Tahun 2000 sudah ada perubahan


terakhir dengan UU No. 28 Tahun 2007 yang efektif berlaku 1 Januari
2008. Namun karena Peraturan Pelaksana dari UU tersebut belum terbit
maka penulis masih menggunakan Peraturan Pelaksanaan yang sudah
ada dan masih berlaku selama belum ada Peraturan Pelaksanaan yang
merubahnya.

106
Perpajakan untuk SMK

Berikut ini kami sajikan Pokok-pokok Perubahan Undang-Undang No. 28


Tahun 2007 tentang Ketetuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
sbb:

POKOK-POKOK PERUBAHAN UNDANG-UNDANG


KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

1. Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena


Pajak

a. Mempertegas bahwa kewajiban perpajakan adalah dimulai sejak


memenuhi persyaratan subjektif dan persyaratan objektif, bukan
karena diberi Nomor Pokok Wajib Pajak.

b. Wanita kawin dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor


Pokok Wajib Pajak atas namanya sendiri agar dapat
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah
dari hak dan kewajiban suaminya.

2. Surat Pemberitahuan (SPT)

a. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang


memungkinkan pengambilan atau penyampaian Surat
Pemberitahuan dapat dilakukan melalui media elektronik, maka
ketentuan mengenai pengambilan, pengisian, penandatanganan
dan penyampaian Surat Pemberitahuan perlu disesuaikan untuk
menampung :

1) Pengambilan formulir Surat Pemberitahuan secara


elektronik.
2) Penandatanganan Surat Pemberitahuan dengan
menggunakan tanda tangan stempel atau tanda tangan
elektronik/digital (tidak harus dengan tanda tangan
basah).
3) Penyampaian Surat Pemberitahuan secara elektronik.

b. Dalam rangka memberikan waktu yang cukup kepada Wajib


Pajak badan untuk mempersiapkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan, batas akhir penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan perlu dibedakan,
yaitu untuk Wajib Pajak orang pribadi tetap paling lambat 3 (tiga)
bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk Wajib Pajak
badan paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
107
Perpajakan untuk SMK

c. Wajib pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian


Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk paling
lama 2 (dua) bulan, dengan cara hanya menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis.

d. Wajib pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah


disampaikan sebelum daluwarsa penetapan, sepanjang belum
dilakukan pemeriksaan. untuk Surat Pemberitahuan yang rugi
atau lebih bayar, pembetulan harus disampaikan paling lama 2
(dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

e. Sanksi adsministrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang


dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatanya setelah dilakukan tindakan pemeriksaan tetapi
belum dilakukan tindakan penyidikan, diturunkan menjadi 200%
(dua ratus persen) menjadi 150% (seratus lima puluh persen).

f. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan tetapi belum diterbitkan


surat ketetapan pajak, Wajib pajak dengan kesadaran sendiri
dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah
disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya dengan melunasi
pajak yang harus dibayar beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen), sedangkan proses
pemeriksaan tetap dilanjutkan.

g. Laporan Keuangan yang wajib dilampirkan pada Surat


Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan adalah Laporan
Keuangan atas kegiatan usahanya sendiri, bukan Laporan
Keuangan Konsolidasi.

3. Sanksi Administrasi

a. Sanksi administrasi berupa denda bagi Wajib Pajak yang


terlambat menyampaikan Surat Pemberitahuan dinaikkan menjadi
sebagai berikut:

i. Rp500.000,00 untuk SPT masa PPN;


ii. Rp100.000,00 untuk SPT masa lainnya ;
iii. Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan ;
iv. Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi;
108
Perpajakan untuk SMK

b. Kealpaan tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau


menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan
pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen)
dari pajak yang kurang dibayar.

4. Pembayaran Pajak

a. Menegaskan bahwa pajak yang dibayar pada tempat


pembayaran yang ditentukan merupakan pembayaran pajak yang
sah apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima
pembayaran atau telah mendapatkan Validasi.

b. Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat


Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas sebelum Surat
Pemberitahuan disampaikan.

c. Pajak yang masih harus dibayar dalam ketetapan pajak harus


dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal
diterbitkan. Namun demikian untuk Wajib Pajak usaha kecil dan
Wajib Pajak di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan tersebut
dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan.

5. Penetapan Dan Ketetapan

a. Menyempurnakan beberapa ketentuan yang berhubungan


dengan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk menampung
bahwa:

i. Surat Pemberitahuan Lebih Bayar untuk Wajib Pajak tertentu


tidak dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu untuk
memberikan pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
Misalnya terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3
(tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk
pajak penghasilan, dan paling lambat 1 (satu) bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak
Pertambahan Nilai.

ii. Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan untuk


penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
109
Perpajakan untuk SMK

pembayaran pajak melalui Surat Pemberitahuan Lebih Bayar


tidak berlaku dalam hal kepada Wajib Pajak dilakukan
tindakan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di
bidang perpajakan.

b. Menambah ketentuan untuk menerbitkan Surat Tagihan Pajak,


dalam hal:
i. Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan Faktur Pajak.

ii. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah


diberikan pengembalian Pajak Masukan.

6. Pembetulan Ketetapan Pajak

a. Batas akhir penyelesaian pembetulan ketetapan pajak diubah dari


12 (dua belas) bulan menjadi 6 (eanm) bulan.

b. Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib


memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang
menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan Wajib Pajak.

7. Restitusi PPN atas Barang Bawaan bagi Turis Asing

Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam negeri yang


melakukan pembelian Barang di dalam negeri dan dibawa ke luar
negeri, dapat diberikan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang
telah dibayar.

8. Daluwarsa Penetapan dan Penagihan

a. Daluwarsa Penetapan
Daluwarsa penetapan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun
menjadi 5 (lima) tahun sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

b. Daluwarsa Penagihan
Daluwarsa penagihan pajak dipersingkat dari 10 (sepuluh) tahun
sejak berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak, menjadi 5 (lima) tahun sejak penerbitan ketetapan pajak.

110
Perpajakan untuk SMK

9. Hak Mendahulu

Hak mendahulu untuk melakukan penagihan pajak atas barang-


barang milik penanggung pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, yang selama ini dibatasi selama 2 (dua) tahun, diubah
menjadi sampai dengan daluwarsa penagihan pajak.

10. Gugatan

Menambah objek gugatan yang dapat diajukan gugatan oleh Wajib


Pajak ke badan peradilan pajak, yaitu :

a. Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak.


b. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan
Keberatan yang tidak sesuai dengan prosedur.

11. Keberatan

a. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak


surat ketetapan pajak dikirim.
b. Wajib Pajak wajib melunasi paling sedikit sejumlah yang telah
disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum
surat keberatan disampaikan.
c. Jangka waktu pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar
dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan
Keberatan.
d. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan
sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 50% (lima puluh persen). Sanksi administrasi tersebut
tidak dikenakan apabila Wajib Pajak mengadukan banding.
e. Wajib Pajak diberikan hak untuk hadir dan memberikan
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai permohonan
keberatannya.
f. Permohonan keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan
merupakan surat keberatan, sehingga tidak dapat
dipertimbangkan.
g. Jumlah pajak yang diajukan keberatan belum merupakan utang
pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh
dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

111
Perpajakan untuk SMK

12. Banding

a. Untuk Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu


pelunasan atas jumlah pajak yang kurang dibayar dalam Surat
Keputusan Keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Putusan Banding,
b. Dalam hal permohonan banding Wajib Pajak ditolak atau
dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 100% (seratus persen).
c. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan
permohonan banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan
keterangan secara tertulis terhadap hal-hal yang menjadi dasar
keputusan keberatan.
d. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan banding
belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan
Banding.
e. Jumlah pajak yang diajukan banding belum merupakan utang
pajak yang dapat ditagih dengan Surat Paksa dan belum boleh
dikompensasi dengan kelebihan pajak lainnya.

13. Imbalan Bunga

Kelebihan pembayaran akibat dari keberatan, banding, peninjauan


kembali, pembetulan, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

14. Pembukuan atau Pencatatan


Memperjelas dan mempertegas peraturan yang berkaitan dengan
kewajiban menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan antara
lain:

a. Wajib Pajak diwajibkan untuk menyelenggarakan dan menyimpan


pembukuan atau pencatatan di Indonesia.
b. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib
menyimpan soft copy di Indonesia selama 10 (sepuluh) tahun

112
Perpajakan untuk SMK

15. Pemeriksaan

a. Mempertegas dan memperjelas ketentuan yang mengatur


kewenangan pemeriksa pajak untuk melakukan penyegelan
terhadap barang bergerak atau barang tidak bergerak.

b. Tata cara pemeriksaan mengatur antara lain tentang penyampaian


pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak dan
pemberi kesepakatan Wajib Pajak untuk hadir dalam pembahasan
akhir temuan hasil pemeriksaan.

c. Wajib Pajak orang pribadi yang diperiksa tetapi tidak


memperlihatkan atau meminjamkan buku, catatan atau dokumen
yang diperlukan sehingga tidak dapat dihitung besarnya pajak,
maka pajaknya dapat dihitung secara jabatan.

d. Buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen, data,


informasi dan keterangan lain, ,dalam rangka pemeriksaan pajak
wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) bulan sejak
permintaan disampaikan.

16. Wajib Pajak “Go Public"

Wajib Pajak badan go public, khususnya yang Surat Pemberitahuan


Tahunan-nya menyatakan lebih bayar atau terpilih untuk diperiksa
berdasarkan analisis rasio, dan Surat Pemberitahuan-nya dilampiri
Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan
pendapat Wajar Tanpa Pengecualian , dapat dilakukan Pemeriksaan
Kantor.

17. Akses Data Perpajakan

Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya


wajib memberikan data dan informasi perpajakan. Dalam hal data
dan inforamasi tersebut tidak mencukupi, Derektorat Jenderal Pajak
berwenang menghimpun data dan informasi dengan Peraturan
Pemerintah. Di dalam menghimpun data ini tetap memperhatikan
kerahasiaan bank.

113
Perpajakan untuk SMK

18. Pengurangan dan Pembatalan

a. Atas permintaan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Derektur


Jenderal Pajak dapat :

i. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang


dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya.
ii. Mengurangkan atau membatalkan Surat Ketetapan Pajak
yang tidak benar.
iii. Mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak yang
tidak benar.
iv. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau Surat Ketetapan
Pajak yang dilaksanakan tanpa :
1. Penyampaian Surat Pemberitahuan hasil pemeriksaan,
atau
2. Pembahasan akhir dengan Wajib Pajak.
b. Batas akhir penyelesaian pengurangan atau pembatalan
diubah dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan.

19. Sunset Policy

a. Dalam rangka mendorong Wajib Pajak mengungkapkan


penghasilan yang belum dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum tahun
2007, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk
menyampaikan pembetulan dengan diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi, dengan syarat
pembetulan tersebut dilakukan pada tahun pertama
berlakunya Undang-Undang ini.
b. Paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang-
Undang ini, Wajib Pajak orang pribadi yang sukarela
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP diberikan
penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau
kurang dibayar. Disamping itu terhadap Wajib Pajak tersebut
tidak dilakukan pemeriksaan pajak, kecuali terhadap data
atau keterangan yang menyatakan bahwa Surat
Pemberitahuan Wajib Pajak tidak benar atau lebih bayar.

114
Perpajakan untuk SMK

20. Sanksi Bagi Petugas Pajak

a. Petugas pajak yang dengan sengaja menyalahgunakan


wewenang dan atau melanggar hak-hak perpajakan Wajib
Pajak, dapat diadukan ke unit internal Departemen Keuangan.
b. Pegawai pajak yang terbukti melakukan pemerasan dan
pengancaman terhadap Wajib Pajak diancam pidana pasal
368 KUHP tentang pengancaman.
c. Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri secara melawan hukum diancam pidana sesuai pasal
12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d. Pegawai pajak tidak dapat dituntut baik secara perdata atau
pidana apabila dalam melaksanakan tugasnya didasarkan
iktikad baik dan sesuai peraturan.

21. Kode Etik Bagi Petugas Pajak

a. Pegawai Direktorat Jenderal Pajak wajib mematuhi Kode Etik


Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan
pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh Komite Kode Etik.

22. Komite Pengawas Perpajakan

Dalam rangka pengawasan perpajakan, Menteri Keuangan


membentuk komite pengawasan dibidang perpajakan.

23. Ketentuan Pidana

Untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan kewjiban


perpajakan maka perlu menyempurnakan ketentuan yang
mengatur tentang tindak pidana dibidang perpajakan, atas:
a. Kealpaan/kesalahan yang kedua kali dan seterusnya dalam
menyampaikan Surat Pemberitahuan, yang merugikan
pendapatan negara.
b. Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan atau
tidak menyimpan pembukuan di Indonesia.
c. Setiap orang yang dengan sengaja menerbitkan, atau
menggunakan, atau menerbitkan dan menggunakan, Faktur
Pajak atau bukti pemungutan pajak atau bukti pemotongan
pajak, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya.

115
Perpajakan untuk SMK

d. Setiap orang dari asosiasi, instansi dan lembaga pemerintah,


dan pihak ketiga yang tidak melaksanakan kewajiban
memberikan data dan informasi kepada Direktorat Jenderal
Pajak, termasuk pihak yang menyebabkan tidak terpenuhinya
data dan informasi dimaksud.
Disamping itu, kontruksi pidana pajak yang sebelumnya hanya
mengatur ancaman pidana maksimal disesuaikan menjadi
ancaman pidana minimal dan maksimal.

24. Ketentuan Penyidikan

Penegasan dan penyempurnaan ketentuan yang mengatur


tentang penyidikan terutama dalam hal :

a. Wewenang penyidikan tidak pidana di bidang perpajakan


hanya dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
b. Penyitaan terhadap barang bergerak maupun tidak bergerak
termasuk rekening bank, piutang, dan surat berharga, milik
Wajib Pajak, Penanggung Pajak, atau pihak-pihak lainnya
yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
c. Batas waktu penetapan keputusan penghentian penyidikan
tindak pidana di bidang perpajakan oleh Jaksa Agung
berdasarkan permintaan Menteri Keuangan, paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal surat permintaan.
d. Dalam hal terdapat indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan yang menyangkut Direktorat Jenderal Pajak,
Menteri Keuangan dapat menugaskan unit pemeriksa internal
di lingkungan Departemen Keuangan untuk melakukan
pemeriksaan bukti permulaan.

116
PPh PASAL 21
(PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI
PEMBAYARAN GAJI, HONORARIUM, UPAH
DAN IMBALAN LAINNYA)

Bab ini membahas tentang :

; Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemotong


; Penghasilan yang Bukan Merupakan Objek Pemotongan
; Penghasilan yang Merupakan Objek Pemotongan
; Hak & Kewajiban Pemotong
; Hak & Kewajiban Penerima Penghasilan yang Dipotong
; Cara Penghitungan
; Tarif, Penerapan & Perlakuan Akuntansi
; Contoh Penghitungan (Lampiran PER 15 Tahun 2006)
PPh 21

UPAH

Ilustrasi gambar diambilkan dari


ITR (Indonesian Tax Review)

Atas penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai merupakan


objek PPh pasal 21. Pemberi kerja wajib memotong PPh pasal 21 tersebut
dan menyetorkan ke kas negara.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 21
(PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN ATAS TRANSAKSI
PEMBAYARAN GAJI, HONORARIUM, UPAH
DAN IMBALAN LAINNYA)

Peraturan pelaksanaan dari PPh pasal 21 ini adalah PERATURAN


DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR: 15/PJ/2006 TANGGAL 23
FEBRUARI 2006. Peraturan ini memberikan kewajiban kepada
pemberi imbalan untuk melakukan pemotongan PPh pasal 21. Lebih
rinci pemotongan PPh 21 ini diuraikan sbb:

1. PIHAK YANG DITUNJUK SEBAGAI PEMOTONG PPh PASAL 21

Pihak-pihak yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 21 adalah


sebagai berikut :

a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium,


tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai dan bukan
pegawai.
b. Bendaharawan pemerintah yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain, sehubungan
dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang
pensiun dan pembayaran lain dengan nama apapun dalam
rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran
sehubungan dengan pelaksanaan suatu kegiatan.

119
Perpajakan untuk SMK

2. PENGHASILAN YANG BUKAN MERUPAKAN OBJEK


PEMOTONGAN PPh PASAL 21

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,


asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea-siswa
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau diberikan oleh
wajib pajak yang dikenakan PPh bersifat final dari wajib pajak
yang dikenakan PPh berdasarkan Norma Penghitungan
Khusus (Deemed Profit)
c. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
dengan nama apapun yang diberikan pemerintah.
d. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menkeu dan Iuran Jaminan
Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang
dibayar oleh pemberi kerja.
e. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi
kerja.
f. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
badan atau lembaga amil-zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah.

3. JENIS PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21


YANG DIBAYARKAN KEPADA PEGAWAI SWASTA

) Pegawai Tetap
a. Penghasilan Teratur (gaji/upah dan tunjangan)
i. Dalam mata uang rupiah
ii. Dalam mata uang asing
iii. Terdapat pembayaran dalam bentuk natura

b. Penghasilan Tidak Teratur


i. Rapel gaji
ii. Tunjangan Hari Raya/Tahun Baru, bonus, jasa produksi

) Pensiunan

) Pegawai Tidak Tetap


a. Dibayarkan secara bulanan
(kepada Penerima Upah Bulanan dan Calon Pegawai)

120
Perpajakan untuk SMK

i. Penghasilan upah teratur (Upah Bulanan)


ii. Penghasilan tidak teratur (THR)

b. Tidak dibayarkan secara bulanan, kepada penerima:


i. Upah Mingguan
ii. Upah harian, borongan/satuan

) Bukan Pegawai
a. Tenaga ahli
(pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai, dan aktuaris).
b. Distributor Multi Level Marketing
c. Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
(Sebagaimana disebut dalam pasal 5 ayat (1) huruf e angka
2 s/d 12 Kep-545/PJ/2000)
i. Pemain musik, pembawa acara, penyayi, pelawak,
bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara,
crew film, foto model, peragawan.peragawati, pemain
drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
ii. Olahragawan.
iii. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh,
moderator.
iv. Pengarang, peneliti dan penerjemah
v. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik,
komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi,
elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial.
vi. Agen Iklan
vii. Pengawas, pengelola proyek, anggota & pemberi jasa
pada suatu kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan
tenaga lepas lainnnya dalam segala bidang kegiatan.
viii. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan
ix. Peserta lomba
x. Petugas penjaja barang
xi. Petugas dinas luar asuransi
xii. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota Dewan
Komisaris atau Dewan Pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
xiii. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima
atau diperoleh mantan pegawai.

121
Perpajakan untuk SMK

) Orang Pribadi dengan Status Subjek Pajak Luar Negeri


(imbalan dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan).

) Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan yang Diperoleh


dari Beberapa Event:
a. Pembagian uang pesangon, uang tebusan pensiun, dan
Tunjangan Hari Tua atau Jamunan Hari Tua yang dibayar
sekaligus
b. Dana pensiun yang dialihkan kepada perusahaan asuransi
jiwa dengan cara membeli anuitas seumur hidup
c. Uang pesangon yang dialihkan kepada pengelola dana
pesangon tenaga kerja
d. Penarikan iuran dari dana pensiun
e. Hadiah saham/hadiah penghargaan kepada pegawai

4. HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PPh PASAL 21

a. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri (untuk


memperoleh NPWP) ke KPP atau KP4 setempat

b. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir yang diperlukan


dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada
KPP atau KP4 setempat

c. Pemotong wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan


PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.

d. Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran


PPh pasal 21 (sekalipun Nihil) dengan menggunakan SPT
(Surat Pemberitahuan) Masa PPh pasal 21 ke KPP atau KP4
setempat, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim
berikutnya.

e. Pemotong pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh


pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap termasuk penerima
pensiun bulanan dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim
berakhir.

f. Dalam 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong


pajak berkewajiban menghitung kembali PPh pasal 21 yang
terutang menurut tarif sebagaimana dimaksud pasal 17
Undang-Undang PPh.

122
Perpajakan untuk SMK

g. Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan


menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke KPP atau
KP4 dimana pemotong pajak terdaftar selambat-lambatnya
tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya.
h. Dalam hal jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam satu
tahun takwim lebih besar dari PPh pasal 21 yang telah
disetor, kekurangannya harus disetor sebelum penyampaian
SPT Tahunan PPh pasal 21 selambat-lambatnya 25 Maret
tahun takwim berikutnya.

Sebaliknya, jika jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam


satu tahun takwim lebih kecil dari PPh pasal 21 yang telah
disetor, kelebihannya diperhitungkan dengan PPh pasal 21
yang terutang pada waktu dilakukan pengitungan Tahunan,
dan jika masih ada kelebihan maka diperhitungkan untuk
bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

i. Pemotong Pajak dapat mengajukan permohonan untuk


memperpanjang batas jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan pasal 21.

j. Pemotong pajak (dan Penerima Penghasilan) dapat


mengajukan keberatan dan banding sebagaimana dimaksud
pasal 25, 26 dan pasal 27 Undang-Undang tentang KUP.

5. HAK DAN KEWAJIBAN PENERIMA PENGHASILAN YANG


DIPOTONG PPh PASAL 21

1. Pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun,


untuk mendapatkan pengurangan PTKP, penerima
penghasilan harus menyerahkan surat pernyataan kepada
pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan
keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada
permulaaan menjadi Subjek Pajak dalam negeri.

2. Penerima penghasilan berkewajiban untuk mnyerahkan bukti


pemotongan PPh pasal 21 kepada:

a. Pemotong pajak Kantor cabang baru dalam hal yang


bersangkutan dipindahtugaskan
b. Pemotong pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang
bersangkutan pindah kerja

123
Perpajakan untuk SMK

c. Pemotong pajak dana pensiun dalam hal yang


bersangkutan mulai menerima pensiun dalam tahun
berjalan.

3. Jumlah PPh pasal 21 yang dipotong merupakan kredit pajak


bagi penerima penghasilan yang dikenakan pemotongan
untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh pasal 21
yang bersifat final.

6. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 21

) Cara menghitung PPh 21 atas Karyawan Tetap:

Untuk menghitung PPh pasal 21 karyawan tetap adalah sbb:

1. Penghasilan bruto (1 bulan) xxxx


2. Potongan yang diperbolehkan undang-undang (xxxx)
Penghasilan neto (1 bulan) xxxx
Penghasilan neto (1 tahun) xxxx
3. PTKP (xxxx)
PhKP xxxx

PPh pasal 21 terutang = Tarif PPh pasal 17 x PhKP xxxx

PPh pasal 21 sebulan 1/12 X PPh pasal 21 terutang xxxx

Keterangan:

1. Penghasilan Bruto
Penghasilan yang diterima karyawan dalam bentuk uang.

2. Potongan yang diperbolehkan undang-undang

a. Biaya Jabatan.
Biaya ini diartikan sebagai biaya untuk memperoleh,
menagih dan memelihara penghasilan. Besarnya 5% dari
Penghasilan Bruto dengan batasan maksimal:Rp
l08.000,00/bulan atau Rp l.296.000,00 per tahun (biaya
jabatan ini diberlakukan untuk karyawan tetap). Untuk
penerima pensiun bulanan besarnya biaya pensiun
sebesar 5% dari pensiun bruto atau maksimal Rp
36.000,00/bulan atau Rp 432.000,00/tahun.

124
Perpajakan untuk SMK

b. luran yang melekat/terikat pada gaji (ditanggung


karyawan) yang terdiri dari iuran pensiun dan iuran THT
atau iuran JHT.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP ini merupakan cerminan kebutuhan dasar untuk


hidup (basic need) si karyawan yang tidak boleh dikenakan
pajak.

Sejak 01 Januari 2005 (Peraturan Menteri Keuangan


No.564/KMK.03/2004) besarnya PTKP adalah sebesar :

PTKP
Status Tahunan Bulanan
(dibagi 12 bulan)
WP Rp 13.200.000,00 Rp 1.100.000,00
Kawin (Istri) Rp 1.200.000,00 Rp 100.000,00
Maksimum 3 orang
tanggungan keluarga
sedarah dan semenda
dalam garis keturunan
lurus keatas dan atau
kebawah
K/- Rp 14.400.000,00 Rp 1.200.000,00
K/1 Rp 15.600.000,00 Rp 1.300.000,00
K/2 Rp 16.800.000,00 Rp 1.400.000,00
K/3 Rp 18.000.000,00 Rp 1.500.000,00
Tambahan untuk seorang Rp 13.200.000,00 Rp 1.100.000,00
istri yang penghasilannya
digabung dengan
penghasilan suami

Catatan :
- Berlakunya jumlah tanggungan tersebut berdasarkan kondisi
Wajib Pajak pada awal tahun atau awal bagian tahun pajak.
- Keterangan Tambahan:
Tanggungan keluarga yang boleh masuk sebagai penambah
PTKP adalah:

Keluarga sedarah dalam garis keturunan Lurus :


ayah, ibu, anak, kakek, nenek

Keluarga semenda dalam garis keturunan Lurus :

125
Perpajakan untuk SMK

mertua, anak tiri

Anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya :


Anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh wajib pajak.

7. TARIF PPh 21 DAN PENERAPANNYA

Tarif Pasal 17 Ayat (1a) Untuk PPh Pasal 21

TARIF LAPISAN PhKP (RUPIAH)


5% 0 s/d 25.000.000
10% 25.000.001 s/d 50.000.000
15% 50.000.001 s/d 100.000.000
25% 100.000.001 s/d 200.000.000
35% 200.000.001 s/d Tidak terhingga

) Contoh Perhitungan PPh 21 untuk Karyawan Tetap

Tn. A (K/l) bekerja pada PT X dengan gaji Rp 1.000.000,00/bulan,


tunjangan transport Rp 200.000/bulan.
luran pensiun yang melekat pada gaji Rp 10.000,00/bulan.

PPh 21 yang harus dipotong oleh PT X atas penghasilan Tn. A


sebagai berikut:

Penghasilan bruto:
- Gaji Rp. 2.000.000,00
- Tunjangan Transport Rp. 200.000,00
Jumlah Penghasilan bruto Rp. 2.200.000,00

Potongan yang diperbolehkan:


- Biaya Jabatan 5% x Rp 2.200.000,00 Rp. 108.000,00
- luran Pensiun Rp. 10.000,00
Rp. 118.000,00
Jumlah Penghasilan neto Rp. 2.082.000,00

Jumlah Penghasilan Neto


12 x Rp. 2.082.000,00 Rp. 24.984.000,00

PTKP (K/l) :
WP sendiri Rp. 13.200.000,00
Istri Rp. 1.200.000,00

126
Perpajakan untuk SMK

I tanggungan keluarga Rp. 1.200.000,00


(Rp. 15.600.000,00)
PhKP setahun Rp. 9.384.000,00

Perhitungan PPh pasal 21 terutang:


5% X Rp. 9.384.000,00 Rp. 469.200,00
PPh Pasal 21 sebulan Rp. 39.100,00

Perhitungan Take Home Pay Tn. A dalam 1 bulan:


Gaji Rp. 2.000.000,00
Tunjangan transport Rp. 200.000,00
Jumlah penghasilan bruto Rp. 2.200.000,00

Potongan:
- PPh 21 Rp. 39.100,00
- Iuran pensiun Rp 10.000,00
Jumlah potongan (Rp. 49.100,00)
Jumlah Take home Pay Rp. 2.150.900,00

) Perlakuan Akuntansi PPh pasal 21:

Apabila PPh 21 tersebut dibebankan kepada karyawan (potong gaji)


maka perlakuan akuntansinya bagi PT. X atas pembayaran gaji sbb:

Beban gaji Rp. 2.200.000,00


Utang PPh 21 Rp. 39.100,00
Utang dana pensiun Rp. 10.000,00
Kas Rp. 2.150.900,00

Selanjutnya PT. X berkewajiban menyetorkan utang PPh 21 tersebut


ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dan
menyetor utang dana pensiun ke pengelola dana pensiun dengan
jurnal sbb:

Utang PPh pasal 21 Rp. 39.100,00


Utang dana pensiun Rp. 10.000,00
Kas Rp. 49.100,00

) Pengaruh luran Jamsostek (Premi asuransi dan iuran


pensiun) terhadap Perhitungan PPh 21 dan pengaruhnya
terhadap PPh-nya pemberi kerja

Program Jamsostek (PP Nomor 14 Tahun 1993)


1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

127
Perpajakan untuk SMK

Dikelompokkan berdasarkan resiko kecelakaan kerja, yaitu:


Kelompok I = Premi sebesar 0.24% X Gaji sebulan
Kelompok II = Premi sebesar 0.54% X Gaji sebulan
Kelompok III = Premi sebesar 0.89% X Gaji sebulan
Kelompok IV = Premi sebesar 1.27% X Gaji sebulan
Kelompok V = Premi sebesar 1.74% X Gaji sebulan

2. Jaminan Kematian (JKM) ditetapkan sebesar 0.30% X Gaji


sebulan

3. Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK)


- Pegawai berkeluarga = 6% X Gaji sebulan
(maksimum gaji Rp. 1.000.000,00)
- Pegawai bujangan = 3% X Gaji sebulan
(maksimum gaji Rp. 1.000.000,00)

4. Jaminan Hari Tua


- 3.7% X Gaji sebulan (jika dibayar pemberi kerja)
- 2% X Gaji sebulan (jika dibayar sendiri oleh karyawan)

Lebih jelasnya perlakuan iuran-iuran tersebut adalah sebagai


berikut:

a. luran JKK, JK dan JPK (Premi Asuransi Karyawan)

Suatu saat karyawan akan diasuransikan dan apabila


karyawan menerima santunan dari Perusahaan Asuransi tidak
akan terpotong pajak penghasilan tetapi pengenaannya pada
saat premi bulanan dibayarkan.

Pengenaan PPh atas premi tersebut bersamaan dengan


pengenaan PPh 21 karyawan sehingga apabila premi
ditanggung oleh perusahaan/pemberi kerja, maka premi
tersebut harus ditambahkan sebagai penghasilan karyawan
(objek PPh 21) dan merupakan beban perusahaan/pemberi
kerja.

Dan apabila premi asuransi ditanggung karyawan maka


dalam menghitung PPh 21 tidak boleh diakui sebagai
pengurang penghasilan karyawan/bukan potongan
penghasilan meskipun secara fisik gaji karyawan dipotong
untuk premi asuransi.

128
Perpajakan untuk SMK

b. luran JHT (iuran Pensiun/iuran THT)

Berkebalikan dengan premi asuransi karyawan, di mana saat


iuran pensiun dibayarkan tidak boleh dikenakan PPh 21
karena PPh 21 akan dikenakan nanti saat karyawan
menerima pensiun.

Sehingga bila iuran pensiun ditanggung perusahaan maka


untuk menghitung PPh 21 tidak boleh ditambahkan sebagai
penghasilan karyawan (bukan objek PPh 21) dan merupakan
beban bagi perusahaan/pemberi kerja.

Bila iuran pensiun ditanggung karyawan (dipotong dari gaji)


maka untuk menghitung PPh 21 karyawan harus dikurangkan
terhadap penghasilan karyawan atau diakui sebagai potongan
penghasilan karyawan.

) Contoh:

Tn. A (K/l) bekerja pada PT X dengan gaji sebesar Rp


2.000.000,00/bulan tunjangan transport Rp 200.000/bulan.
luran pensiun yang melekat pada gaji Rp 10.000,00/bulan. PT. X
mengikuti program Jamsostek dengan iuran JKK sebesar 0,24% dari
gaji pokok, JK sebesar sebesar 0,3% dari gaji pokok, JPK sebesar
6% dari gaji pokok ditanggung PT X. Iuran JHT sebesar 3,7%
ditanggung oleh perusahaan dan 2% ditanggung karyawan.
Berapakah PPh 21 atas penghasilan Tn. A yang harus dipungut oleh
PT ABC dalam 1 bulan?

Jawab:

Penghasilan bruto:
- Gaji Rp. 2.000.000,00
- Tunjangan Transport Rp. 200.000,00
- Iuran JKK (0.24% X 2.000.000) Rp. 4.800,00
- Iuran JK (0.3% X 2.000.000) Rp. 6.000,00
- Iuran JPK (6% X Maksimal gaji 1.000.000) Rp. 60.000,00
Jumlah Penghasilan bruto Rp. 2.270.800,00

Potongan yang diperbolehkan:


- Biaya Jabatan 5% x Rp. 2.270.800,00 Rp. 108.000,00
- luran Pensiun Rp. 10.000,00
- Iuran JHT (2% X 2.000.000) Rp. 40.000,00
Rp. 158.000,00

129
Perpajakan untuk SMK

Jumlah Penghasilan neto Rp. 2.112.800,00

Jumlah Penghasilan Neto


12 x Rp. 2.112.800,00 Rp. 25.353.600,00

PTKP (K/l) :

WP sendiri Rp. 13.200.000,00


Istri Rp. 1.200.000,00
I tanggungan keluarga Rp. 1.200.000,00
(Rp. 15.600.000,00)
PhKP setahun Rp. 9.753.600,00
Dibulatkan dalam ribuan penuh ke bawah Rp. 9.753.000,00

Perhitungan PPh pasal 21 terutang:


5% X Rp. 9.753.000,00 Rp. 487.650,00
PPh Pasal 21 sebulan Rp. 40.637,00

Perhitungan Take Home Pay Tn. A dalam 1 bulan:


Gaji Rp. 2.000.000,00
Tunjangan transport Rp. 200.000,00
Jumlah penghasilan bruto Rp. 2.200.000,00

Potongan:
- PPh 21 Rp. 40.637,00
- Iuran pensiun Rp 10.000,00
- Iuran JHT Rp. 40.000,00
Jumlah potongan (Rp. 90.637,00)

Jumlah Take home Pay Rp. 2.109.363,00

) Perlakuan Akuntansi PPh pasal 21:

Jurnal PT. X saat pembayaran gaji :

Beban gaji Rp. 2.200.000,00


Utang PPh 21 Rp. 40.637,00
Utang dana pensiun Rp. 10.000,00
Utang Iuran JHT Rp. 40.000,00
Kas Rp. 2.109.363,00

130
Perpajakan untuk SMK

Jurnal pada saat pengakuan Iuran Jamsostek yang ditanggung


PT. X (dengan asumsi setiap akhir bulan disajikan Laporan
Keuangan dan iuran-iuran belum disetor).

Beban Iuran JKK Rp. 4.800,00


Beban Iuran JK Rp. 6.000,00
Beban Iuran JPK Rp. 60.000,00
Beban Iuran JHT (3.7% X 2.000.000) Rp. 74.000,00
Utang Iuran JKK Rp. 4.800,00
Utang Iuran JK Rp. 6.000,00
Utang Iuran JPK Rp. 60.000,00
Utang Iuran JHT Rp. 74.000,00

Jurnal pada saat penyetoran PPh 21, Iuran Pensiun dan Iuran
Jamsostek di bulan berikutnya:

Utang PPh 21 Rp. 40.637,00


Utang dana pensiun Rp. 10.000,00
Utang Iuran JKK Rp. 4.800,00
Utang Iuran JK Rp. 6.000,00
Utang Iuran JPK Rp. 60.000,00
Utang Iuran JHT Rp. 114.000,00
Kas Rp. 235.437,00

Catatan:
Beban gaji dan beban iuran Jamsostek tersebut dari sisi fiskal boleh
dikurangkan terhadap penghasilan bruto PT. X (boleh
dibiayakan/deductible expense)

131
Perpajakan untuk SMK

á CONTOH PENGHITUNGAN PPh 21 UNTUK JENIS KARYAWAN


YANG LAIN BISA DILIHAT DI PER 15 TAHUN 2006 SEBAGAI
BERIKUT:

I. Penghitungan Pemotongan PPh pasal 21 Terhadap


Penghasilan Pegawai Tetap

I.1. DENGAN GAJI BULANAN


Contoh penghitungan :
1.1. Tommy Hakim bekerja pada perusahaan PT Mutiara Raya
dengan memperoleh gaji sebulan Rp 1.500.000,00 dan
membayar iuran pensiun sebesar Rp 75.000,00. Tommy menikah
tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya
adalah sebagai berikut :
Gaji sebulan Rp 1.500.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan :
5% X Rp 1.500.000,00 Rp 75.000,00
2. Iuran pensiun Rp 75.000,00
Rp 150.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.350.000,00
Penghasilan neto setahun adalah
12 x Rp 1.350.000,00 Rp 16.200.000,00
PTKP setahun
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00

Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 1.800.000,00

PPh Pasal 21 terutang :


5% x Rp 1.800.000,00 = Rp 90.000,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 90.000,00 : 12 = Rp 7.500,00

Catatan :
Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap
tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.

1.2. Once Dewo pegawai pada perusahaan PT Widha Utama,


menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp 2.000.000,00.
PT Widha Utama mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh

132
Perpajakan untuk SMK

pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30%


dari gaji. PT Widha Utama menanggung iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Once Dewo
membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap
bulan. Disamping itu PT Widha Utama juga mengikuti program
pensiun untuk pegawainya.
PT Widha Utama membayar iuran pensiun untuk Once Dewo ke
dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
keuangan, setiap bulan sebesar Rp 70.000,00, sedangkan Once
Dewo membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21:

Gaji sebulan Rp 2.000.000,00


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 10.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 6.000,00
Penghasilan bruto Rp 2.016.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan
5% x Rp 2.016.000,00 Rp 100.800,00
2. Iuran Pensiun Rp 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 40.000.00
Rp 190.800,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.825.200,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 1.825.200,00 Rp 21.902.400,00
PTKP:
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 7.502.400,00
Pembulatan Rp 7.502.000,00

PPh Pasal 21 terutang :


5% x Rp 7.502.000,00 = Rp 375.100,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 375.100,00 : 12 = Rp 31.258,00

1.3. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan pegawai yang


kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri
sudah ada sejak awal tahun takwim tetapi baru bekerja pada
pertengahan tahun.

133
Perpajakan untuk SMK

Contoh Penghitungan:

Budhi Prathama bekerja pada PT Diandra Sejahtera sebagai


pegawai tetap sejak 1 September 2006. Budhi menikah tetapi
belum punya anak. Gaji sebulan adalah sebesar Rp 4.000.000,00
dan iuran pensiun yang dibayar tiap bulan sebesar Rp 75.000,00.
Penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2006 adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00


Pengurangan :
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp 4.000.000,00 =
Rp 200.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00
Rp 183.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 3.817.000,00
Penghasilan neto setahun
4 x Rp 3.817.000,00 = Rp 15.268.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 868.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% x Rp 868.000,00 = Rp 43.400,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 43.400,00 : 4 = Rp 10.850,00

1.4. Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai yang


kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri
dimulai setelah permulaan tahun pajak atau berakhir dalam tahun
pajak.

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai


yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam
negeri baru dimulai setelah permulaan tahun pajak.
Ryan Thomas (K/3) mulai bekerja 1 September 2006. Ia bekerja
di Indonesia s.d. Agustus 2007. Selama Tahun 2006 menerima
gaji per bulan Rp 6.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 tahun 2006 adalah sebagai


berikut :

134
Perpajakan untuk SMK

Gaji sebulan Rp 6.000.000,00


Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% X Rp 6.000.000,00 = Rp 300.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 5.892.000,00
Penghasilan neto setahun :
12/4 x 4 x Rp 5.892.000,00 Rp 70.704.000,00

PTKP (K/3)
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan WP kawin Rp 1.200.000,00
- tambahan 3 orang anak
(3 x Rp 1.200.000,00) Rp 3.600.000,00
Rp 18.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 52.704.000,00

PPh Pasal 21 setahun


- 5% x Rp 25.000.000,00 Rp 1.250.000,00
- 10% x Rp 25.000.000,00 Rp 2.500.000,00
- 15% x Rp 2.704.000,00 Rp 405.600,00
Rp 4.155.600,00
PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2006
4/12 x Rp 4.155.600,00 = Rp 1.385.200,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan:
¼ x 4/12 x Rp 4.155.600,00 = Rp 346.300,00

Catatan:
Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk bagian tahun
pajak bagi
pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada
tahun berjalan (karena meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau meninggal dunia) sama dengan contoh tersebut di
atas.

1.5. Penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap


penghasilan karyawati kawin

Contoh penghitungan :

1.5.1 Dewi Rismawati adalah seorang karyawati dengan status


menikah tanpa anak, bekerja pada PT Agung Bhakti dengan gaji
sebulan sebesar Rp 2.500.000,00. Dewi Rismawati membayar
iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sebesar Rp 50.000,00 sebulan.

135
Perpajakan untuk SMK

Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Dewi


Rismawati berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja,
diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun.

Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp 2.500.000,00


Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 2.500.000,00 = Rp 125.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
2. Iuran pensiun Rp 50.000,00
Rp 158.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.342.000,00

Penghasilan neto setahun


12 x Rp 2.342.000,00 = Rp 28.104.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 13.704.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 13.704.000,00 = Rp 685.200,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 685.200,00 : 12 = Rp 57.100,00

1.5.2. Widha Mayla Sari karyawati dengan status menikah tetapi


belum mempunyai anak bekerja pada PT Duta Sekarini. Widha
Mayla Sari menerima gaji Rp 3.000.000,00 sebulan. PT Duta
Sekarini mengikuti program pensiun dan jamsostek. Perusahaan
membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp
40.000,00 sebulan.
Widha Mayla Sari juga membayar iuran pensiun sebesar Rp
30.000,00
sebulan, disamping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan
Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji,
sedangkan Widha Mayla Sari membayar iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Berdasarkan surat
keterangan Pemda tempat Widha Mayla Sari bertempat tinggal
diketahui bahwa suami Widha Mayla Sari tidak mempunyai
penghasilan apapun. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan

136
Perpajakan untuk SMK

Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah


masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp 3.000.000,00


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 30.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 9.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 3.039.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5% x Rp 3.039.000,00=Rp 151.950,00
Maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 30.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 60.000,00
Rp 198.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.841.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 2.841.000,00 = Rp 34.092.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak adalah Rp 19.692.000,00

PPh Pasal 21 setahun


5% x Rp 19.692.000,00 = Rp 984.600,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 984.600,00 : 12 = Rp 82.050,00

Catatan :
Apabila suami Widha Mayla Sari bekerja, besarnya PTKP Widha
Mayla Sari adalah PTKP untuk diri sendiri sebesar Rp
13.200.000,00.

I.2. DENGAN GAJI MINGGUAN DAN GAJI HARIAN


Contoh-contoh perhitungan berikut ini hanya berlaku bagi
pegawai tetap (bukan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja
lepas) yang gajinya dibayar secara mingguan atau harian.

Contoh penghitungan :

2.1. Koen Darmanto, menikah dengan satu anak, bekerja sebagai


pegawai tetap pada Perusahaan PT Citta Farmindo menerima
gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp 400.000,00

137
Perpajakan untuk SMK

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Gaji sebulan adalah
4 x Rp 400.000,00 Rp 1.600.000,00
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x Rp 1.600.000,00 Rp 80.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.520.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 1.520.000,00 Rp 18.240.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 1 anak Rp 1.200.000,00
Rp 15.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 2.640.000,00
PPh Pasal 21
5% x Rp 2.640.000,00 = Rp 132.000,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 132.000,00 : 12 = Rp 11.000,00

PPh Pasal 21 atas gaji/upah mingguan


Rp 11.000,00 : 4 = Rp 2.750,00

2.2. Susanto Agus Mulyawan pegawai pada perusahaan PT


Kereta Kentjana dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp
500.000,00. Susanto kawin dan mempunyai seorang anak. PT
Kereta Kentjana masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan
sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Kereta Kentjana
membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70%
dari gaji dan Susanto membayar iuran pensiun Rp 2.000,00 dan
Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji.

Penghasilan sebulan (4 x Rp 500.000,00) Rp 2.000.000,00


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 20.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 6.000,00
Penghasilan bruto Rp 2.026.000,00
Pengurangan :
1. Biaya jabatan
5% x Rp 2.026.000,00 Rp 101.300,00
2. Iuran pensiun Rp 2.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp 40.000,00
Rp 143.300,00
Penghasilan neto sebulan adalah Rp 1.882.700,00

138
Perpajakan untuk SMK

Penghasilan neto setahun


12 x Rp 1.882.700,00 Rp 22.592.400,00
PTKP
- untuk wajib pajak Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan seorang anak Rp 1.200.000,00
Rp 15.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 6.992.400,00
Pembulatan Rp 6.992.000,00
PPh Pasal 21 setahun
5% x Rp 6.992.000,00 = Rp 349.600,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 349.600,00 : 12 = Rp 29.133,00

PPh Pasal 21 mingguan


Rp 29.133,00 : 4 = Rp 7.283,00

I.3. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PEMBAYARAN UANG


RAPEL
Tommy Hakim sebagaimana tersebut dalam contoh nomor 1 di
atas pada bulan Juni 2006 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp
2.000.000,00 sebulan dan berlaku surut sejak 1 Januari 2006.
Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut tersebut maka
Tommy menerima rapel sejumlah Rp 2.500.000,00 (kekurangan
gaji untuk masa Januari s.d. Mei 2006). Untuk menghitung PPh
Pasal 21 atas uang rapel tersebut, terlebih dahulu dihitung
kembali PPh Pasal 21 untuk masa Januari s.d. Mei 2006 atas
dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian
penghitungan PPh Pasal 21 terutangnya adalah sebagai berikut :

Gaji Rp 2.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya jabatan
(5% x Rp 2.000.000,00) Rp 100.000,00
2. Iuran Pensiun Rp 75.000,00
Rp 175.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.825.000,00
Penghasilan neto setahun :
12 x Rp 1.825.000,00 Rp 21.900.000,00

PTKP
- untuk wajib pajak Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 7.500.000,00

139
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 setahun


5% x Rp 7.500.000,00 = Rp 375.000,00
PPh PasaI 21 sebulan
Rp 375.000,00 : 12 = Rp 31.250,00

PPh Pasal 21 Januari s.d Mei 2006 seharusnya adalah :


5 x Rp Rp 31.250,00 = Rp 156.250,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong
Januari s.d. Mei 2006 5 x Rp 7.500,00
(dari perhitungan contoh 1.1) = Rp 37.500,00
PPh Pasal 21 untuk uang rapel Rp 118.750,00

I.4. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP


PENGHASILAN BERUPA :
JASA PRODUKSI, TANTIEM GRATIFIKASI, TUNJANGAN HARI
RAYA ATAU TAHUN BARU, BONUS, PREMI, DAN
PENGHASILAN SEJENIS LAINNYA YANG SIFATNYA TIDAK
TETAP DAN PADA UMUMNYA DIBERIKAN SEKALI SAJA
ATAU SEKALI SETAHUN

Contoh Penghitungan
Agani Putra (tidak kawin) bekerja pada PT Artha Purna Sakti
dengan memperoleh gaji sebesar Rp 2.000.000,00 sebulan.
Dalam tahun yang bersangkutan Agani menerima bonus sebesar
Rp 5.000.000,00. Setiap bulannya Agani membayar iuran
pensiun ke dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan sebesar Rp60.000,00

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah :

A. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun):


Gaji setahun (12 x Rp 2.000.000,00) Rp 24.000.000,00
Bonus Rp 5.000.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 29.000.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 29.000.000,00 = Rp 1.450.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 1.296.000,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 60.000,00 Rp 720.000,00
Rp 2.016.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 26.984.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00

140
Perpajakan untuk SMK

Penghasilan Kena Pajak Rp 13.784.000,00


PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp Rp 13.784.000,00 = Rp 689.200,00

B. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun


Gaji setahun (12 x Rp2.000.000,00) Rp 24.000.000,00

Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 24.000.000,00 Rp 1.200.000,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 60.000,00 Rp 720.000,00
Rp 1.920.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 22.080.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 8.880.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 8.880.000,00 = Rp 444.000,00

C. PPh Pasal 21 atas Bonus


PPh Pasal 21 atas Bonus adalah :
Rp 689.200,00 - Rp 444.000,00 = Rp 245.200,00

4.2. Karyawati Artika Prasasti (tidak kawin) bekerja pada PT


Upaya Khasanah dengan memperoleh gaji sebesar Rp
2.750.000,00 sebulan. Perusahaan ikut dalam program
jamsostek. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dan iuran Jaminan Hari Tua dibayar oleh pemberi kerja
setiap bulan masing-masing sebesar 1,00%, 0,30% dan 3,70%
dari gaji. Artika membayar iuran Pensiun Rp 50.000,00 dan iuran
Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji untuk setiap bulan.
Dalam tahun berjalan dia juga menerima bonus sebesar Rp
4.000.000,00.

Cara menghitung PPh Pasal 21 atas bonus adalah sebagai


berikut :

A. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun)


Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00) Rp 33.000.000,00
Bonus Rp 4.000.000,00
Premi Jaminan Kec. Kerja
12 x Rp 27.500,00 Rp 330.000,00
Premi Jaminan Kematian
12 x Rp 8.250,00 Rp 99.000,00
Penghasilan bruto setahun Rp 37.429.000,00

141
Perpajakan untuk SMK

Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 37.429.000,00 = Rp 1.871.450,00
maksimum diperkenankan Rp 1.296.000,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00 Rp 600.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00 Rp 660.000,00
Rp 2.556.000,00
Penghasilan neto setahun Rp 34.873.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 21.673.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 21.673.000,00 = Rp 1.083.650,00

B. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun


Gaji setahun (12 x Rp 2.750.000,00) = Rp 33.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja
12 x Rp 27.500,00 = Rp 330.000,00
Premi Jaminan Kematian
12 x Rp 8.250,00 = Rp 99.000,00
Jumlah Rp 33.429.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 33.429.000,00 = Rp 1.671.450,00
maksimum diperkenankan Rp 1.296.000,00
2. Iuran pensiun setahun
12 x Rp 50.000,00 = Rp 600.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua
12 x Rp 55.000,00 = Rp 660.000,00
Jumlah Rp 2.556.000,00
Penghasilan neto setahun = Rp 30.873.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 17.673.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% x Rp 17.673.000,00 = Rp 883.650,00

C. PPh Pasal 21 atas Bonus


PPh Pasal 21 atas Bonus adalah :
Rp 1.083.650,00 - Rp 883.650,00 = Rp 200.000,00

142
Perpajakan untuk SMK

I.5. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


PENGHASILAN PEGAWAI YANG DIPINDAHTUGASKAN
DALAM TAHUN BERJALAN

Pada saat pegawai dipindahtugaskan, pegawai yang


bersangkutan tidak berhenti bekerja dari perusahaan tempat dia
bekerja. Pegawai yang bersangkutan masih tetap bekerja pada
perusahaan yang sama dan hanya berubah lokasinya saja.
Dengan demikian dalam penghitungan PPh Pasal 21 tetap
menggunakan dasar penghitungan selama setahun.

Contoh penghitungan:
Tommy Susanto yang berstatus belum menikah adalah pegawai
pada PT Raywon Izzatta di Jakarta. Sejak 1 Juni 2006
dipindahtugaskan ke kantor cabang di Bandung. Gaji Tommy
sebesar Rp 3.500.000,00 dan pembayaran iuran pensiun yang
dibayar sendiri sebulan sejumlah Rp 100.000,00.

A. Penghitungan PPh Pasal 21 :


1. Kantor Pusat di Jakarta

Gaji (Januari s.d. Mei 2006)


5 x Rp 3.500.000,00 Rp 17.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 17.500.000,00 = Rp 875.000,00
maksimum diperkenankan
5 x Rp 108.000,00 Rp 540.000,00
2. Iuran pensiun
5 x Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.040.000,00
Penghasilan neto 5 bulan adalah Rp 16.460.000,00
Penghasilan neto setahun :
12/5 x Rp 16.460.000,00 Rp 39.504.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 26.304.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 1.304.000,00 = Rp 130.400,00
Rp 1.380.400,00

PPh Pasal 21 terutang sebulan


Rp 1.380.400,00 : 12 = Rp 115.033,00

143
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong untuk masa Januari s.d.
Mei 2006 adalah:
5/12 x Rp 1.380.400,00 = Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa Januari s.d.
Mei 2006 adalah:
5 x Rp 115.033,00 = Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) di


Kantor Jakarta

Gaji (Januari s.d. Mei 2006)


5 x Rp 3.500.000,00 Rp 17.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 17.500.000,00 = Rp 875.000,00
Maksimum diperkenankan
5 x Rp 108.000,00 Rp 540.000,00
2. Iuran pensiun
5 x Rp 100.000,00 Rp 500.000,00
Rp 1.040.000,00
Penghasilan neto 5 bulan adalah Rp 16.460.000,00
Penghasilan neto setahun :
12/5 x Rp 16.460.000,00 Rp 39.504.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 26.304.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 1.304.000,00 = Rp 130.400,00
Rp 1.380.400,00
PPh Pasal 21 terutang untuk 5 bulan
5/12 x Rp 1.380.400,00 = Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa Januari s.d.
Mei 2006 adalah = 5 x Rp 115.033,00 = Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

2. Kantor Cabang Bandung

a. Penghasilan neto di Bandung


Gaji Juni s.d. Desember 2006
7 x Rp 3.500.000,00 Rp 24.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 24.500.000,00 = Rp 1.225.000,00

144
Perpajakan untuk SMK

Maksimum diperkenankan
7 x Rp 108.000,00 = Rp 756.000,00
2. Iuran pensiun
7 x Rp 100.000,00 = Rp 700.000,00
Rp 1.456.000 ,00
Penghasilan neto di Bandung Rp 23.044.000,00

b. Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.460.000,00


Jumlah penghasilan neto setahun Rp 39.504.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 26.304.000,00
PPh Pasal 21 terutang tahun 2006
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 1.304.000,00 = Rp 130.400,00
PPh Pasal 21 terutang tahun 2006 Rp 1.380.400,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 terutang di Bandung Rp 805.234,00

PPh Pasal 21 sebulan yang harus dipotong di Bandung


Rp 805.234,00 : 7 = Rp 115.033,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 – A1)


di Kantor Bandung

Penghasilan neto di Bandung


Gaji Juni s.d. Desember 2006
7 x Rp 3.500.000,00 Rp 24.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 24.500.000,00 = Rp 1.225.000,00
Maksimum diperkenankan
7 x Rp 108.000,00 = Rp 756.000,00
2. Iuran pensiun
7 x Rp 100.000,00 = Rp 700.000,00
Rp 1.456.000 ,00
Penghasilan neto di Bandung Rp 23.044.000,00
Penghasilan neto di Jakarta Rp 16.460.000,00
Jumlah penghasilan neto setahun Rp 39.504.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 26.304.000,00

PPh Pasal 21 terutang tahun 2006


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00

145
Perpajakan untuk SMK

10% x Rp 1.304.000,00 = Rp 130.400,00


PPh Pasal 21 terutang tahun 2006 Rp 1.380.400,00
PPh Pasal 21 terutang di Jakarta
sesuai dengan Form. 1721 - A1 Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 terutang di Bandung Rp 805.234,00
PPh Pasal 21 telah dipotong
( 7 x Rp 115.033,00) Rp 805.234,00
PPh Pasal 21 kurang dipotong NIHIL

I.6 PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


PENGHASILAN PEGAWAI YANG PINDAH KERJA DALAM TAHUN
BERJALAN

Contoh :
Freddy Sumaryanto yang berstatus belum menikah adalah pegawai
pada PT Harapan Sejahtera di Yogyakarta - DIY. Sejak 1 Juni 2006
pindah kerja pada PT Artha Delta Realty di Semarang. Gaji Freddy
pada waktu bekerja pada PT Harapan Sejahtera adalah sebesar Rp
3.500.000,00 dan naik menjadi Rp 4.000.000,00 setelah bekerja
pada PT Artha Delta Realty. Pada kedua perusahaan tersebut
Freddy membayar iuran pensiun sebulan sejumlah Rp 100.000,00.

A. Penghitungan PPh Pasal 21 :


1. PT Harapan Sejahtera di Yogyakarta - DIY
Gaji (Januari s.d. Mei 2006)
5 x Rp 3.500.000,00 Rp 17.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 17.500.000,00 = Rp 875.000,00
Maksimum diperkenankan:
5 x Rp 108.000,00 = Rp 540.000,00
2. Iuran pensiun
5 X Rp 100.000,00 = Rp 500.000,00
Rp 1.040.000,00
Penghasilan neto 5 bulan adalah Rp 16.460.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.260.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% x Rp 3.260.000,00 = Rp 163.000,00

PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong


untuk masa Januari s.d. Mei 2006 adalah : Rp 163.000,00

146
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 yang sudah dipotong masa


Jan. s.d. Mei 2006 adalah
5 x Rp 115.033,00 (perhitungan lihat contoh
Pegawai Pindah Cabang, di kantor Pusat)) = Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 lebih dipotong Rp 412.166,00

Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 412.166,00
dikembalikan oleh PT Harapan Sejahtera kepada yang bersangkutan
pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21.

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 A1) oleh


PT Harapan Sejahtera :

Gaji (Januari s.d. Mei 2006)


5 x Rp 3.500.000,00 Rp 17.500.000,00
Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 17.500.000,00 = Rp 875.000,00
Maksimum diperkenankan:
5 x Rp 108.000,00 Rp 540.000,00
2. Iuran pensiun
5 X Rp 100.000,00 = Rp 500.000,00
Rp 1.040.000,00
Penghasilan neto 5 bulan adalah Rp 16.460.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.260.000,00

PPh Pasal 21 terutang


5% x Rp 3.260.000,00 = Rp 163.000,00
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong Rp 575.166,00
PPh Pasal 21 lebih dipotong Rp 412.166,00

Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 412.166,00


tersebut sudah dikembalikan kepada pegawai yang bersangkutan
pada bulan berhentinya bekerja.

2. PT Artha Delta Realty di Semarang


a. Penghasilan neto di PT Artha Delta Realty
Gaji Juni s.d. Desember 2006
7 x Rp 4.000.000,00 Rp 28.000.000,00

147
Perpajakan untuk SMK

Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 28.000.000,00 = Rp 1.400.000,00
Maksimum diperkenankan
7 x Rp 108.000,00 = Rp 756.000,00
2. Iuran pensiun
7 x Rp 100.000,00 = Rp 700.000,00
Rp 1.456.000,00
Penghasilan neto 7 bulan di Semarang Rp 26.544.000,00

b. Penghasilan neto di PT Harapan Sejahtera


(sesuai dengan Form 1721 A1) Rp 16.460.000,00
Jumlah penghasilan neto setahun Rp 43.004.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 29.804.000,00
PPh Pasal 21 terutang tahun 2006
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 4.804.000,00 = Rp 480.400,00
Rp 1.730.400,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Harapan Sejahtera
sesuai dengan Form 1721 – A1 Rp 163.000,00
PPh Pasal 21 tahun 2006 terutang di PT Artha
Delta Realty Rp 1.567.400,00
PPh Pasal 21 sebulan di PT Artha Delta Realty
Rp 1.567.400,00 : 7 = Rp 223.914,00

Pengisian Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir 1721 – A1)


oleh PT Artha Delta Realty
Gaji Juni s.d. Desember 2006
7 x Rp 4.000.000,00 Rp 28.000.000,00

Pengurangan
1. Biaya Jabatan :
5% x Rp 28.000.000,00 = Rp 1.400.000,00
Maksimum diperkenankan
7 x Rp 108.000,00 = Rp 756.000,00
2. Iuran pensiun
7 x Rp 100.000,00 = Rp 700.000,00
Rp 1.456.000,00
Penghasilan neto 7 bulan Rp 26.544.000,00
Penghasilan neto di PT Harapan Sejahtera
(sesuai dengan Form 1721 A1) Rp 16.460.000,00
Jumlah penghasilan neto setahun Rp 43.004.000,00

148
Perpajakan untuk SMK

PTKP
- untuk WP sendiri Rp. 13.200.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 29.804.000,00

PPh Pasal 21 terutang tahun 2006


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 4.804.000,00 = Rp 480.400,00
Rp 1.730.400,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Harapan Sejahtera
sesuai dengan Form 1721 – A1 Rp 163.000,00

PPh Pasal 21 tahun 2006 terutang di PT Artha


Delta Realty Rp 1.567.400,00
PPh Pasal 21 telah dipotong:
7 x Rp 223.914 Rp 1.567.400,00
PPh Pasal 21 kurang/lebih dipotong NIHIL

I.7 PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


PENGHASILAN YANG SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA
DIPEROLEH DALAM MATA UANG ASING

Eureka Fischer adalah seorang karyawan memperoleh gaji pada


bulan Maret 2006 dalam mata uang asing sebesar US$ 2,000
sebulan. Kurs yang berlaku untuk bulan Maret 2006 berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 10.000,00 per US$ 1.00.
Eureka Fischer berstatus menikah dengan 1 anak.

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :


Gaji sebulan adalah :
US$ 2,000 x Rp 10.000,00 Rp 20.000.000,00
Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x Rp 20.000.000,00 = Rp 1.000.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 19.892.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 19.892.000,00 Rp 238.704.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 1 orang anak Rp 1.200.000,00
Rp 15.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 223.104.000,00

149
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 terutang setahun


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
25% x Rp 100.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
35% x Rp 23.104.000,00 = Rp 8.086.400,00
Rp 44.336.400,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 44.336.400,00 : 12 = Rp 3.694.700,00

I.8 PPh PASAL 21 SELURUH ATAU SEBAGIAN DITANGGUNG


OLEH PEMBERI KERJA

Dalam hal PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi
kerja, pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam
pengertian kenikmatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf
b dan bukan merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan.

Contoh penghitungan :
Rizal Budiman adalah seorang pegawai dari PT Sinar Mentari
dengan status menikah dan mempunyai 3 orang anak. Dia menerima
gaji Rp 4.000.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi
kerja. Tiap bulan ia membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp
150.000,00

Gaji sebulan Rp 4.000.000,00


Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 4.000.000,00 = Rp 200.000,00
Maksimum per bulan Rp 108.000,00
2. Iuran pensiun Rp 150.000,00
Rp. 258.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 3.742.000,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 3.742.000,00 Rp 44.904.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 3 orang anak Rp 3.600.000,00
Rp 18.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 26.904.000,00

150
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 setahun adalah


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 1.904.000,00 = Rp 190.400,00
Rp 1.440.400,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 1.440.400,00 : 12 = Rp 120.033,00

PPh Pasal 21 sebesar Rp 120.033,00 ini ditanggung dan dibayar


oleh pemberi kerja. Jumlah sebesar Rp 120.033,00 tidak boleh
mengurangi Penghasilan Kena Pajak dari pemberi kerja dan tidak
dikenakan pajak kepada Rizal Budiman sebagai Wajib Pajak PPh
Pasal 21.

Namun apabila pemberi kerja adalah bukan Wajib Pajak selain


pemerintah atau Wajib Pajak yang pengenaan pajaknya berdasarkan
PPh final atau berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit), maka kenikmatan berupa pajak ditambahkan ke dalam
penghasilan dari pegawai yang bersangkutan, dan penghitungan
pajaknya dilakukan sesuai contoh.

I.9 PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP


PEGAWAI TETAP YANG MENERIMA TUNJANGAN PAJAK

Dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak, maka


tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan pegawai yang
bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.

Contoh penghitungan :
Rianto Sianturi (status kawin dengan 3 orang anak) bekerja pada PT
Kartika Alam Sentosa dengan memperoleh gaji sebesar Rp
2.500.000,00 sebulan. Kepada Rianto Sianturi diberikan tunjangan
pajak sebesar Rp 25.000,00. Iuran pensiun yang dibayar oleh Rianto
adalah sebesar Rp 25.000,00 sebulan.

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :


Gaji sebulan Rp 2.500.000,00
Tunjangan pajak Rp 25.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 2.525.000,00
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan
5% x Rp 2.525.000,00 = Rp 126.250,00
Maksimum per bulan Rp 108.000,00
2. Iuran pensiun Rp 25.000,00
Rp 133.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.392.000,00
Penghasilan neto setahun

151
Perpajakan untuk SMK

12 x Rp 2.392.000,00 Rp 28.704.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 3 orang anak Rp 3.600.000,00
Rp 18.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 10.704.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah


5% x Rp 10.704.000,00 = Rp 535.200,00
PPh Pasal 21 sebulan adalah
Rp 535.200,00 : 12 = Rp 44.600,00

Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak adalah


Rp 44.600,00 – Rp 25.000.00 = Rp 19.600,00 dapat ditanggung oleh
pegawai tersebut yaitu dengan dipotongkan dari penghasilan bulan
yang bersangkutan atau ditanggung oleh pemberi kerja/pemotong
pajak.

Apabila selisih sebesar Rp 19.600,00 tersebut ditanggung oleh


pemberi kerja/pemotong pajak maka jumlah tersebut bukan
merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak pemberi kerja/pemotong pajak.

I.10 PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENERIMAAN


DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN LAINNYA YANG
DIKENAKAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 MENURUT
KETENTUAN PASAL 5 AYAT(2)

Contoh Penghitungan :
Agung Setyawan adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu
perwakilan dagang asing yang pengenaan pajaknya menggunakan
norma penghitungan khusus (deemed profit), memperoleh gaji
sebesar Rp 1.500.000,00 sebulan beserta beras 30 kg dan gula 10
kg. Agung Setyawan berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai
uang dari beras dan gula dihitung berdasarkan harga pasar yaitu :
Harga beras : Rp 4.000,00 per kg.
Harga gula : Rp 5.500,00 per kg.

Penghitungan PPh Pasal 21


Gaji sebulan Rp 1.500.000,00
Beras : 30 x Rp 4.000,00 Rp 120.000,00
Gula : 10 x Rp 5.500,00 Rp 55.000,00
Penghasilan bruto sebulan Rp 1.675.000,00

152
Perpajakan untuk SMK

Pengurangan :
Biaya Jabatan
5% x Rp 1.675.000.00 Rp 83.750,00
Penghasilan neto sebulan Rp 1.591.250,00
Penghasilan neto setahun
12 x Rp 1.591.250,00 Rp 19.095.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
34
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 1 orang anak Rp 1.200.000,00
Rp 15.600.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.495.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah


5% x Rp 3.495.000,00 = Rp 174.750,00
PPh Pasal 21 sebulan :
Rp 174.750,00 : 12 = Rp 14.562,00

II. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS UANG PENSIUN YANG


DIBAYARKAN SECARA BERKALA (BULANAN)

II.1. Penghitungan PPh Pasal 21 Pada Tahun Pertama


Dibayarkannya Uang Pensiun Secara Bulanan

II.1.1 Penghitungan PPh Pasal 21 di Tempat Pemberi Kerja


Sebelum Pensiun.

Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada


awal tahun, misalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat
pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia pegawai yang
bersangkutan, maka perhitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan
dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh
dalam periode dimana pegawai yang bersangkutan akan bekerja
dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.
Namun demikian, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui
dengan pasti pada waktu menghitung PPh Pasal 21 yang terutang
untuk setiap bulan, maka perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada
penghasilan neto yang disetahunkan, seperti pada Contoh II.6.
Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai
yang Pindah Kerja Dalam Tahun Berjalan.

Contoh:
Rizal Alhanif, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang
masih menjadi tanggungan, bekerja sebagai pegawai tetap pada PT

153
Perpajakan untuk SMK

Mumtaza Aljazirah dengan gaji sebulan sebesar Rp 5.000.000,00.


Rizal setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00
ke Dana Pensiun Dana Artha Kelola yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang
berlaku di PT Mumtaza Aljazirah terhitung mulai 1 Juli 2006, Rizal
Alhanif akan memasuki masa pensiun.

Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan:


Gaji sebulan Rp 5.000.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan = 5% X Rp 5.000.000,00 =
Rp 250.000,00,
maksimum diperkenankan Rp 108.000,00
2. Iuran pensiun Rp 250.000,00
Rp 358.000,00
Penghasilan Neto sebulan Rp 4.642.000,00
Penghasilan Neto 6 bulan
(masa bekerja Januari s.d. Juni 2006)
Rp 4.642.000,00 x 6 Rp 27.852.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak Rp 2.400.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.052.000,00
PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp 11.052.000,00 Rp 552.600,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan: Rp 552.600,00 : 6 Rp 92.100,00

Pada saat Rizal Alhanif berhenti bekerja dan memasuki masa


pensiun, maka pemberi kerja meberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 21 (Form 1721 A1) dengan data sebagai berikut:

Gaji selama 6 bulan : 6 x Rp 5.000.000,00 Rp 30.000.000,00

Pengurangan
1. Biaya jabatan = 5% X Rp 30.000.000,00
=Rp 1.500.000,00,
maksimum diperkenankan6 x Rp 108.000,00 Rp 648.000,00
2. Iuran pensiun: 6 x Rp 250.000,00 Rp 1.500.000,00
Rp 2.148.000,00
Penghasilan Neto selama 6 bulan Rp 27.852.000,00
PTKP:
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak Rp 2.400.000,00
Rp 16.800.000,00

154
Perpajakan untuk SMK

Penghasilan Kena Pajak Rp 11.052.000,00

PPh Pasal 21 terutang (5% x Rp 11.052.000,00) Rp 552.600,00


PPh Pasal 21 telah dipotong (6 x Rp 92.100,00) Rp 552.600,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

II.1.2 Penghitungan PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang


Membayarkan Uang Pensiun Bulanan.

Selanjutnya, mulai bulan Juli 2006 Rizal Alhanif memperoleh uang


pensiun dari Dana Pensiun Dana Artha Kelola sebesar Rp
3.000.000,00 sebulan.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas uang pensiun adalah


sebagai berikut.

Pensiun sebulan adalah Rp 3.000.000,00


Pengurangan :
Biaya pensiun 5% x Rp 3.000.000,00
= Rp 150.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 36.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.964.000,00
Penghasilan neto Juli s.d. Des 2006
6 x Rp 2.964.000,00 Rp 17.784.000,00
Penghasilan neto dari PT Mumtaza Aljazirah
sesuai dgn bukti pemotongan PPh Pasal 21
adalah Rp 27.852.000,00
Jumlah penghasilan neto tahun 2006 Rp 45.636.000,00

PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak Rp 2.400.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 28.836.000,00
PPh Pasal 21 terutang adalah :
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 3.836.000,00 = Rp 383.600,00
Rp 1.633.600,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Mumtaza Aljazirah
sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1) Rp 552.600,00
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Dana
Artha Kelola, selama 6 bulan adalah Rp 1.081.000,00

155
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 atas uang pensiun yang harus dipotong dari pensiun
bulanan adalah :
Rp 1.081.000,00 : 6 = Rp 180.166,00

Penghitungan kembali PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun Dana


Artha Kelola untuk dicantumkan dalam Form 1721 A1:

Pensiun selama 6 bulan: 6 x Rp 3.000.000,00 Rp 18.000.000,00

Pengurangan :
Biaya pensiun 5% x Rp 18.000.000,00 = Rp 900.000,00
Maksimum diperkenankan: 6 x Rp 36.000,00 Rp 216.000,00
Penghasilan neto 6 bulan Rp 17.784.000,00
Penghasilan neto dari PT Mumtaza Aljazirah
sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21
adalah Rp 27.852.000,00
Jumlah penghasilan neto tahun 2006 Rp 45.636.000,00
PTKP
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak Rp 2.400.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 28.836.000,00
PPh Pasal 21 terutang adalah :
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 3.836.000,00 = Rp 383.600,00
Rp 1.633.600,00
PPh Pasal 21 terutang di PT Mumtaza Aljazirah
sesuai dengan bukti pemotongan PPh Pasal 21
(Form 1721 A1) Rp 552.600,00
PPh Pasal 21 terutang pada Dana Pensiun Dana
Artha Kelola, selama 6 bulan adalah Rp 1.081.000,00
PPh Pasal 21 telah dipotong: 6 x Rp 180.166,00 Rp 1.081.000,00
PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong NIHIL

Catatan:
Dalam hal waktu pensiun belum dapat diketahui pada waktu
penghitungan PPh Pasal 21 terutang bulanan, maka cara
penghitungan PPh Pasal 21 sama dengan Contoh I.6. Penghitungan
Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pegawai yang Pindah
Kerja Dalam Tahun Berjalan dengan memperhatikan batas maksimal
biaya pensiun sebesar Rp 36.000,00 sebulan.

156
Perpajakan untuk SMK

II.2. Penghitungan PPh Pasal 21 Atas Pembayaran Uang Pensiun


Secara Bulanan Pada Tahun Kedua dan Seterusnya.

Dengan menggunakan contoh sebelumnya, penghitungan PPh Pasal


21 atas uang pensiun bulanan mulai Januari 2007 (tahun kedua yang
bersangkutan pensiun) adalah sebagai berikut.

Pensiun sebulan adalah Rp 3.000.000,00


Pengurangan :
Biaya pensiun
5% x Rp 3.000.000,00 = Rp 150.000,00
Maksimum diperkenankan Rp 36.000,00
Penghasilan neto sebulan Rp 2.964.000,00
Penghasilan neto disetahunkan
12 x Rp 2.964.000,00 Rp 35.568.000,00
PTKP :
- untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
- tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak Rp 2.400.000,00
Rp 16.800.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 18.768.000,00

PPh Pasal 21 setahun :


5% x Rp 18.768.000,00 = Rp 938.400,00
PPh Pasal 21 sebulan
Rp 938.400,00 : 12 = Rp 78.200,00

III. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


PENGHASILAN BERUPA UANG PESANGON, UANG TEBUSAN
PENSIUN DAN TUNJANGAN HARI TUA ATAU JAMINAN HARI
TUA YANG DITERIMA SEKALIGUS

Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang


pesangon Fahmi Widi Yulianto telah bekerja pada perusahaan kayu
lapis PT Rimba Buana selama 10 tahun. Pada bulan Maret 2006, ia
berhenti bekerja dan menerima uang pesangon sebesar Rp
80.000.000,00.

Penghasilan bruto Rp 80.000.000,00


Dikecualikan dari pemotongan Rp 25.000.000,00
Penghasilan dikenakan pajak Rp 55.000.000,00
PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
Rp 4.250.000,00
(Pemotongan PPh Pasal 21 tersebut bersifat final).

157
Perpajakan untuk SMK

Catatan :
Cara penghitungan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan berupa
uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua
yang diterima sekaligus adalah sama dengan contoh di atas.

IV. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 TERHADAP


PENGHASILAN PEGAWAI HARIAN, TENAGA HARIAN LEPAS,
PENERIMA UPAH SATUAN, DAN PENERIMA UPAH BORONGAN

IV.1. DENGAN UPAH HARIAN

Contoh penghitungan :

IV.1.1 Seto dengan status belum menikah. pada bulan Januari 2006
bekerja sebagai buruh harian pada PT Hanif Sejahtera. Ia bekerja
selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp 110.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:


Upah sehari Rp 110.000,00
Dikurangi batas upah harian tidak dilakukan
pemotongan PPh Rp 110,000,00
Penghasilan Kena Pajak Sehari Rp 0,00
PPh Pasal 21 dipotong atas Upah sehari: Rp 0,00

Sampai dengan hari ke-10, karena jumlah kumulatif upah yang


diterima belum melebihi Rp 1.100.000,00, maka tidak ada PPh Pasal
21 yang dipotong.

Misalkan Seto bekerja selama 11 hari, maka pada hari ke-11, setelah
jumlah kumulatif upah yang diterima melebihi Rp 1.100.000,00, maka
PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan upah setelah dikurangi
PTKP yang sebenarnya.

Upah s.d hari ke-11 (Rp 110.000,00 x 11) Rp 1.210.000,00


PTKP sebenarnya ( Rp 13.200.000,00 x 11/360) Rp 403.333,00
Penghasilan Kena Pajak s.d hari ke-11 Rp 806.667,00

PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-11


Rp 806.667 x 5% Rp 40.333,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong s.d hari ke-10 Rp 0,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-11 Rp 40.333,00
Sehingga pada hari ke-11, upah bersih yang diterima Seto sebesar:
Rp 110.000,00 – Rp 40.333,00 = Rp 69.667,00

158
Perpajakan untuk SMK

Misalkan Seto bekerja selama 12 hari, maka penghitungan PPh


Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-12 adalah sebagai
berikut:

Upah s.d hari ke-12 ( Rp 110.000,00 x 12) Rp 1.320.000,00


PTKP sebenarnya (Rp 13.200.000,00 x 12/360) Rp 440.000,00
Penghasilan Kena Pajak s.d hari 12 Rp 880.000,00
PPh Pasal 21 terutang s.d hari ke-12
Rp 880.000,00 x 5% Rp 44.000,00
PPh Pasal 21 telah dipotong s.d hari ke-11 Rp 40.333,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada
hari ke-12 Rp 3.667,00

Sehingga pada hari ke-12, Seto menerima upah bersih sebesar:


Rp 110.000,00 – Rp 3.667,00 = Rp 106.333,00

IV.1.2. Abdullah (tidak menikah) pada bulan Maret 2006 bekerja


pada perusahaan PT Gema Nusantara, menerima upah sebesar Rp
150.000,00 per hari.

Penghitungan PPh Pasal 21


Upah sehari Rp 150.000,00
Upah sehari di atas Rp 110.000,00 = Rp 150.000,00 - Rp 100.000,00
= Rp 40.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp 40.000,00 = Rp 2.000,00 (harian)

Pada hari kedelapan dalam bulan takwim yang bersangkutan,


Abdullah telah menerima penghasilan sebesar Rp 1.200.000,00,
sehingga telah melebihi Rp 1.100.000,00. Dengan demikian PPh
Pasal 21 atas penghasilan Abdullah pada bulan Maret 2006 dihitung
sebagai berikut :

Upah 8 hari kerja Rp 1.200.000,00


PTKP :
8 x (Rp 13.200.000,00/360) Rp 293.333,00
Upah harian terutang pajak Rp 906.667,00
Pembulatan Rp 906.000,00
PPh Pasal 21 = 5% x Rp 906.000,00 Rp 45.300,00
PPh Pasal 21 yang telah dipotong
7 x Rp 2.000,00 Rp 14.000,00
PPh Pasal 21 kurang dipotong Rp 31.300,00

Jumlah sebesar Rp 31.300,00 ini dipotongkan dari upah harian


sebesar Rp 150.000,00 sehingga upah yang diterima Abdullah pada
hari kerja kedelapan adalah Rp 150.000,00 - Rp 31.300,00 =
Rp 118.700,00

159
Perpajakan untuk SMK

Pada hari kerja ke 9 dan seterusnya dalam bulan takwim yang


bersangkutan, jumlah PPh Pasal 21 per hari yang dipotong adalah :

Upah sehari Rp 150.000,00


PTKP
- untuk WP sendiri
Rp 13.200.000,00 : 360 Rp 36.667,00
Upah harian terutang pajak adalah Rp 113.333,00
Pembulatan Rp 113.000,00

PPh Pasal 21 terutang adalah


5% x Rp 113.000,00 = Rp 5.650,00

IV.2. DENGAN UPAH SATUAN

Contoh penghitungan :
Mudjiman adalah seorang karyawan yang bekerja sebagai perakit TV
pada suatu perusahaan elektronika, dia tidak menikah. Upah yang
dibayar berdasarkan atas jumlah unit/satuan yang diselesaikan yaitu
Rp 25.000,00 per buah TV dan dibayarkan tiap minggu. Dalam waktu
1 minggu (6 hari kerja) dihasilkan sebanyak 30 buah TV dengan
upah Rp 750.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Upah sehari adalah Rp 750.000,00 : 6 Rp 125.000,00
Upah diatas Rp 110.000,00 sehari
Rp 125.000,00 - Rp 110.000,00 Rp 15.000,00
Upah seminggu terutang pajak
6 x Rp 15.000,00 Rp 90.000,00
PPh Pasal 21
5% x Rp 90.000,00 = Rp 4.500,00 (Mingguan)

IV.3. DENGAN UPAH BORONGAN

Contoh Penghitungan :
IV.3.1. Haris mengerjakan dekorasi sebuah rumah dengan upah
borongan sebesar Rp 300.000,00, pekerjaan diselesaikan dalam 2
hari.

Upah borongan sehari : Rp 300.000,00 : 2 = Rp 150.000,00


Upah sehari diatas Rp 110.000,00
Rp 150.000,00 - Rp 110.000,00 Rp 40.000,00

Upah borongan terutang pajak :


2 x Rp Rp 40.000,00 Rp 80.000,00

160
Perpajakan untuk SMK

PPh Pasal 21 = 5% x Rp 80.000,00 Rp 4.000,00

IV.3.2. PT Masa Baru memberikan pekerjaan dekorasi gedung


secara borongan kepada Djunaedi dengan upah Rp 6.000.000,00.
Djunaedi mempergunakan tenaga 5 orang pekerja dengan
membayarkan upah harian masing-masing sebesar Rp 150.000,00.
Upah harian yang dibayarkan untuk 5 orang selama melakukan
pekerjaan sebesar Rp 3.000.000,00

Penghitungan PPh:

I. Atas penghasilan yang diterima oleh Djunaedi dipotong PPh Pasal


23 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
II. Untuk pembayaran upah harian kepada masing-masing pekerja
wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh Djunaedi sebagai berikut :

a. atas pembayaran upah harian sampai dengan Rp 1.100.000,00


dalam satu bulan takwim. Upah sehari Rp 150.000,00, jumlah ini
di atas Rp 110.000,00

PPh Pasal 21 yang terutang adalah :


5% x (Rp 150.000,00 - Rp 110.000,00) = Rp 2.000,00

b.apabila pembayaran upah harian kepada masing-masing


pekerja telah melebihi Rp 1.100.000,00, maka penghitungan
PPh Pasal 21 untuk masing-masing pekerja adalah sama
seperti dalam contoh IV.1 di atas.

Catatan :
Penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium atau pembayaran lain
yang jumlahnya dihitung atas dasar banyaknya hari yang dipakai
untuk menyelesaikan jasa yang diberikan, misalnya uang saku
harian bagi pemagang sama dengan contoh penghitungan pada
angka 1 di atas.

IV.4. UPAH HARIAN/SATUAN/BORONGAN/HONORARIUM YANG


DITERIMA TENAGA HARIAN LEPAS TAPI DIBAYARKAN
SECARA BULANAN

Contoh penghitungan :

Nirwanto bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah


harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2006 Nirwanto
hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 75.000,00.
Nirwanto menikah tetapi belum memiliki anak.

161
Perpajakan untuk SMK

Penghitungan PPh Pasal 21


Upah Januari 2006 = 20 x Rp 75.000,00 = Rp 1.500.000,00
Penghasilan neto setahun
= 12 x Rp 1.500.000,00 = Rp 18.000.000,00
PTKP (K/-) adalah sebesar
untuk WP sendiri Rp 13.200.000,00
tambahan karena menikah Rp 1.200.000,00
Rp 14.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 3.600.000,00
PPh Pasal 21 setahun adalah sebesar :
5% x Rp 3.600.000,00= Rp 180.000,00
PPh Pasal 21 sebulan adalah sebesar :
Rp 180.000,00 : 12 = Rp 15.000,00

V. PENGHITUNGAN PPh PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG


DITERIMA OLEH DISTRIBUTOR PERUSAHAAN MULTILEVEL
MARKETING / DIRECT SELLING ATAU KEGIATAN SEJENIS
LAINNYA

Contoh penghitungan :
Erika Dewi adalah seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2
orang anak. Sebagai distributor Perusahaan Multilevel Marketing
Maxim Gold., pada bulan Maret 2006 memperoleh penghasilan
sebesar Rp 26.000.000,00. Suami Erika Dewi bekerja pada PT.
Sianturi Djaya.

Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Maret 2006 sebagai berikut :


Penghasilan bruto Maret 2006 Rp 26.000.000,00
PTKP (bulan Maret 2006)
- untuk Wajib Pajak (karena suami bekerja) Rp 1.100.000,00
Penghasilan Kena Pajak Rp 24.900.000,00
PPh Pasal 21 adalah :
5% x Rp 24.900.000,00 = Rp 1.245.000,00

VI. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


HONORARIUM YANG JUMLAHNYA TIDAK DIHITUNG ATAS
DASAR BANYAKNYA HARI YANG DIPERLUKAN UNTUK
MENYELESAIKAN JASA YANG DIBERIKAN, TERMASUK YANG
DITERIMA OLEH WAJIB PAJAK DALAM NEGERI SEBAGAIMANA
DIMAKSUD DALAM PASAL 5 AYAT (1) HURUF e ANGKA 2 s.d.
13, KOMISI AGEN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI, JASA
PRODUKSI YANG DITERIMA MANTAN PEGAWAI, HONORARIUM
KOMISARIS YANG BUKAN PEGAWAI TETAP DAN PENARIKAN
DANA PADA DANA PENSIUN

162
Perpajakan untuk SMK

1. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium penceramah.


Endang Sapatrini, MBA adalah seorang penceramah yang
memberikan ceramah pada suatu lokakarya sehari yang
diselenggarakan oleh suatu yayasan, honorarium yang dibayarkan
adalah sebesar Rp 2.500,000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang


= 5% x Rp 2.500.000,00 = Rp 125.000,00

2. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan


kepada penjaja barang dagangan dan petugas dinas luar asuransi.
Agung Budi Nugroho adalah seorang petugas dinas luar asuransi
yang bukan pegawai tetap dari PT Asuransi Raya Semesta. Dalam
bulan Januari 2006 menerima komisi sebesar Rp 15.000.000,00 dan
bulan Februari 2006 sebesar Rp 26.000.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang bulan Januari 2006:


5% x Rp 15.000.000,00 = Rp 750.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang bulan Februari 2006:
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 1.000.000,00 = Rp 100.000,00
Rp 1.350.000,00

3. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas hadiah atau


penghargaan sehubungan dengan perlombaan. Wyda Prakasya
adalah seorang petenis professional yang bertempat tinggal di
Indonesia. Ia menjuarai turnamen tenis Indonesia Terbuka dan
memperoleh hadiah sebesar Rp 30.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen Indonesia


Terbuka tersebut
adalah :
5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 5.000.000,00 = Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00

4. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan


kepada agen Wajib Pajak Orang Pribadi Gani Pahlevi, pemilik Toko
Sumber Turi, merupakan agen tunggal dari hasil produksi PT Surya
Jaya. Dalam bulan Januari 2006 menerima komisi sebesar Rp
40.000.000,00

Penghitungan PPh Pasal 21 :


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 15.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
Rp 3.750.000,00

163
Perpajakan untuk SMK

5. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada


mantan pegawai. Renny Dharmadi bekerja pada PT Sandra Kusuma.
Pada tanggal 1 Januari 2006 telah berhenti bekerja pada PT Sandra
Kusuma karena pensiun. Pada bulan Maret 2006 Renny Dharmadi
menerima jasa produksi tahun 2005 dari PT Sandra Kusuma sebesar
Rp 30.000.000,00.

Penghitungan PPh Pasal 21 :


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 5.000.000,00 = Rp 500.000,00
Rp 1.750.000,00

6. Contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas honorarium komisaris


yang bukan pegawai tetap Budiawan Sianipar adalah seorang
komisaris di PT Insan Sepakat, yang bukan sebagai pegawai tetap.
Dalam tahun 2006, yaitu bulan Desember 2006 menerima
honorarium sebesar Rp 60.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang adalah :


5% x Rp 25.000.000,00 = Rp 1.250.000,00
10% x Rp 25.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 10.000.000,00 = Rp 1.500.000,00
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 5.250.000,00

7. Contoh penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 atas


pengambilan dana pensiun oleh peserta pensiun yang dibayarkan
oleh penyelenggara program pensiun.
Perlakuan perpajakan atas penarikan dana pensiun ini adalah
dengan menerapkan tarif Pasal 17 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000. Apabila penarikan dana pensiun dilakukan
beberapa kali dalam satu tahun takwim maka pemotongan PPh
Pasal 21 dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Tarif 5% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif sampai


dengan Rp 25.000.000,00;
b. Tarif 10% diterapkan atas jumlah penarikan kumulatif di atas
Rp 25.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000,00;
c. Tarif 15% diterapkan atas jumlah kumulatif penarikan di atas
Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 100.000.000,00;
d. Tarif 25% diterapkan atas jumlah kumulatif penarikan di atas
Rp 100.000.000,00 sampai dengan Rp 200.000.000,00;
e. Tarif 35% diterapkan atas jumlah kumulatif penarikan di atas
Rp 200.000.000,00.

164
Perpajakan untuk SMK

Contoh penghitungan :

Rizal Karim adalah pegawai PT Faozar Kharisma menerima gaji Rp


2.000.000,00 sebulan. PT Faozar Kharisma mengikuti program
pensiun untuk para pegawainya. PT. Faozar Kharisma membayar
iuran dana pensiun untuk Rizal Karim sebesar Rp 100.000,00
sebulan ke Dana Pensiun Dana Amanah Bhakti, yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Rizal Karim membayar iuran
serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp 50.000,00 sebulan.
Bulan April 2006 Rizal Karim memerlukan biaya untuk perbaikan
rumahnya maka ia mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar
sendiri sebesar Rp 20.000.000,00. Kemudian bulan Juni 2006 untuk
biaya sekolah anaknya, ia menarik lagi dana sebesar Rp
15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober 2006 untuk keperluan
lainnya ia menarik lagi dana sebesar Rp 25.000.000,00.

PPh Pasal 21 yang terutang adalah :

1. atas penarikan dana sebesar Rp 20.000.000,00


5% x Rp 20.000.000,00 Rp 1.000.000,00

2. atas penarikan dana sebesar Rp 15.000.000,00


5% x Rp 5.000.000,00 Rp 250.000,00
10% x Rp 10.000.000,00 Rp 1.000.000,00
Rp 1.250.000,00

3. atas penarikan dana sebesar Rp 25.000.000,00


10% x Rp 15.000.000,00 Rp 1.500.000,00
15% x Rp 10.000.000,00 Rp 1.500.000,00
Rp 3.000.000,00

Jumlah PPh Pasal 21 atas seluruh penarikan dana Rp 5.250.000,00

VII. PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ATAS


HONORARIUM YANG DITERIMA TENAGA AHLI

Contoh penghitungan :
Ir. Iwan Kusuma, M.Arch adalah seorang arsitek, pada bulan Maret
2006 menerima fee sebesar Rp 50.000.000,00 dari PT D’Juz
Construction sebagai imbalan pemberian jasa yang dilakukannya.
Pada bulan Juli 2006 menerima pelunasan sisa fee sebesart Rp
50.000.000,00

165
Perpajakan untuk SMK

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Bulan Maret 2006:
• 15% x 50% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.750.000,00
Bulan Juli 2006:
• 15% x 50% x Rp 50.000.000,00 = Rp 3.750.000,00
Jumlah Rp 7.500.000,00

Catatan:
Perhitungan PPh Pasal 21 Tenaga Ahli orang pribadi lainnya (yang
memberikan jasa bukan atas nama persekutuan atau Firma) sama
dengan perhitungan di atas.

166
PPH PASAL 22
(PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DITAHUN BERJALAN MELALUI
PEMUNGUTAN/PEMOTONGAN PIHAK LAIN ATAS TRANSAKSI
TERTENTU)

Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemungut
; Jenis PPh Pasal 22
; Tata Cara Penghitungan, Pencatatan, Penyetoran
dan Pelaporannya
; Pengecualian Pengenaan PPh 22
Impor

Pembayaran dari Dana APBN/D

Industri Kertas
Produk PERTAMINA

Industri Semen

OBJEK
PPh
PASAL 22

Industri Baja

Hasil Pertanian

Industri Otomotif

PPh pasal 22 dikenakan atas penyerahan produk industri semen, rokok, kertas, baja,
otomotif, produk PERTAMINA, pembayaran yang dananya berasal dari APBN/D,
penyerahan hasil produksi pertanian, perkebunan, perhutanan, dan perikanan oleh
pedagang pengumpul serta impor barang.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 22
(PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DITAHUN BERJALAN
MELALUI PEMUNGUTAN/PEMOTONGAN PIHAK LAIN ATAS
TRANSAKSI TERTENTU)

1. KETENTUAN YANG MENGATUR


a. Pasal 22 Undang-Undang PPh
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.04/2001
sebagaimana telah disempurnakan dengan Nomor 392/KMK.04/2001
dan 236/KMK.03/2003
c. Keputusan Dirjen Pajak Nomor :
- Kep-417/PJ/2001
- Kep-529/PJ/2001
- Kep-01/PJ/1996
- Kep-32/PJ/1995 dan Kep-65/PJ/1995
- Kep-69/PJ/1995
- Kep-401/PJ/2001
- Kep-523/PJ/2001 dan Kep-525/PJ/2003

2. PIHAK YANG DITUNJUK SEBAGAI PEMUNGUT PPh PS.22


1. Bank Devisa dan Ditjen Bea dan Cukai, atas impor barang
2. Ditjen Anggaran, Bendaharawan di tingkat Pemerintah Pusat maupun
di tingkat Pemerintah Daerah, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang
3. BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang dengan dana
yang bersumber dari APBN dan APBD
4. Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT TELKOM, PT PLN, PT
GARUDA INDONESIA, PT INDOSAT, PT KRAKATAU STEEL,
PERTAMINA, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang bersumber dari APBN maupun non-APBN
5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha :
(industri semen,industri rokok,industri kertas,industri baja,industri
otomotif) yang ditunjuk oleh Kepala KPP
6. PERTAMINA serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang
BBM jenis Premix, Super TT, dan Gas

169
Perpajakan untuk SMK

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,


perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala
KPP atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri dan
ekspornya dari pedagang pengumpul

3. JENIS PPh PASAL 22


1. PPh 22 atas Pembelian Barang yang dananya berasal dari APBN/D
2. PPh 22 atas Impor Barang
3. PPh 22 atas Penjualan Produksi Tertentu di dalam negeri :
3.1. Rokok
3.2. Baja
3.3. Otomotif
3.4. Kertas
3.5. Semen
3.6. Bahan Bakar Minyak
4. PPh 22 atas Pembelian Bahan-bahan untuk keperluan industri dan
eksportir dan pedagang pengumpul

4. TATACARA PENGHITUNGAN, PENCATATAN, PEMUNGUTAN,


PENYETORAN, DAN PELAPORANNYA

) PPh 22 atas Pembelian Barang yang dananya berasal dari


APBN/D

Obyek : pembelian barang oleh bendaharawan


Tarif : 1,5 % dari harga pembelian

Contoh 1 :
Untuk keperluan pemeliharaan listrik, PT PLN membeli kabel dan
peralatan seharga Rp 70.000.000,- (tidak termasuk PPN) dari CV
Terang.

PPh Ps.22 yang harus dipungut oleh PT PLN atas Penghasilan


yang diperoleh CV Terang
= 1,5 % X Rp 70.000.000,-
= Rp 1.050.000,-

Jurnal bagi PT. PLN:


Persediaan kabel & peralatan Rp. 70.000.000,00
Utang PPh pasal 22 Rp. 1.050.000,00
Kas Rp. 68.950.000,00

170
Perpajakan untuk SMK

Catatan:
PT. PLN wajib menyetorkan PPh 22 yang telah dipotong tersebut
ke kas negara dengan SSP atas nama PT. PLN dan memberikan
bukti pemotongan ke CV. Terang

Jurnal yang harus dibuat pada saat penyetoran PPh 22:


Utang PPh 22 Rp. 1.050.000,00
Kas Rp. 1.050.000,00

Catatan:
Kewajiban berikutnya PT PLN wajib melaporkan SPT Masa PPh
22.

Jurnal yang harus dibuat CV. Terang :


Kas Rp. 68.950.000,00
Uang Muka PPh 22 Rp. 1.050.000,00
Penjualan Rp. 70.000.000,00

Catatan :
Uang Muka PPh 22 Rp. 1.050.000 bagi CV. Terang merupakan
cicilan/angsuran PPh di tahun berjalan yang nantinya di akhir
tahun akan mengurangi PPh terutang CV. Terang (PPh terutang
dihitung dari laba akhir tahun dikalikan tarif pasal 17)

Contoh 2:
Pemegang Kas Pemkot Batu membeli peralatan kantor dari PT
Sarana dengan harga Rp 11.000.000,- (termasuk PPN).

PPh Ps.22 yang harus dipungut oleh Pemegang Kas Pemkot


Batu atas penghasilan yang diterima PT Sarana
= 1,5 % X (100/110 X Rp 11.000.000,-)
= 1,5 % X Rp 10.000.000,-
= Rp 150.000,-

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. Sarana atas transaksi


penjualan tersebut adalah sbb:
Kas Rp. 9.850.000,00
Uang Muka PPh 22 Rp. 150.000,00
Penjualan Rp. 10.000.000,00

Catatan:
Uang Muka PPh 22 merupakan kredit pajak di akhir tahun bagi
PT. Sarana. PPN Keluaran oleh Pemkot Batu sudah disetor
bersamaan dengan pemungutan dan SSP atas nama PT. Sarana.

171
Perpajakan untuk SMK

Kewajiban Pemungut :
> menyetor PPh Ps.22 yang telah dipungut ke Kantor Penerima
Pembayaran
- pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran
bagi pemungut ke-1 :
Ditjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah,
BUMN dan BUMD yang melakukan pembelian
barang dengan dana yang berasal dari APBN
dan APBD

- paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya


bagi pemungut ke-2 :
Bank Indonesia, BPPN, BULOG, PT TELKOM, PT
PLN,PT GARUDA INDONESIA, PT INDOSAT, PT
KRAKATAU STEEL, PERTAMINA, dan bank-bank
BUMN yang melakukan pembelian barang dengan
dana yang bersumber dari APBN maupun non-
APBN)

> melaporkan pemungutan dan penyetoran PPh Ps.22 dengan


menggunakan SPT Masa PPh Ps.22 (dengan lampiran Daftar
Surat Setoran Pajak, dan SSP lembar ke-3) ke KPP di mana
pemungut terdaftar :

- paling lambat 14 hari setelah masa pajak berakhir, (bagi


pemungut ke-1)
- paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir, bagi
pemungut ke-2)

) PPh pasal 22 Impor

Obyek : atas Impor Barang


Tarif :
¾ yang menggunakan API : 2,5 % dari Nilai Impor
¾ yang tidak menggunakan API : 7,5 % dari Nilai Impor
¾ (Nilai impor merupakan nilai yang menjadi dasar
penghitungan Bea Masuk yaitu = CIF + Bea Masuk +
pungutan lain berdasarkan Undang-Undang Pabean)
¾ barang yang tidak dikuasai : 7,5 % dari harga lelang

Contoh :
PT. X mempunyai API mengimpor barang dengan nilai sbb:
- Harga barang Rp. 30.000.000,-
- Biaya asuransi Rp. 2.000.000,-
- Biaya angkut Rp. 8.000.000,-
Jumlah CIF (Cost, Investment & Freight) Rp 40.000.000,-

172
Perpajakan untuk SMK

- Bea Masuk 10 % Rp 4.000.000,-


- PPN Impor 10% X 44.000.000 Rp. 4.400.000,-
- PPn BM 10% X 44.000.000 Rp. 4.400.000,-

PPh pasal 22 yang harus dibayar PT. X adalah:


= 2,5% X Nilai Impor (CIF)
= 2,5% X 44.000.000 = Rp. 1.100.000,-

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. X sbb:


Pembelian/Persediaan Rp. 48.400.000,00
Uang Muka PPh 22 Rp. 1.100.000,00
PPN Masukan Rp. 4.400.000,00
Kas Rp. 53.960.000,00

Catatan:
- Uang Muka PPh 22 di akhir tahun akan mengurangi PPh
terutang (sebagai kredit pajak) .
- PPnBM dikapitalisasi (menambah nilai persediaan barang).
- PPN Masukan akan mengurangi PPN Keluaran/PPN yang
dipungut dari konsumen di bulan/masa yang sama.

Tatacara pelunasan :

PPh Ps.22 Impor dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran


Bea Masuk. Dalam hal Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh
Ps.22 Impor dilunasi pada saat pengurusan dokumen PIB melalui :

¾ Bank Devisa Persepsi


yang sekota/sewilayah kerja dengan KP Bea dan Cukai tempat
pemenuhan kewajiban pabean.
¾ KP Bea dan Cukai, dalam hal :
- tidak terdapat Bank Devisa Persepsi di kota/wilayah kerja KP
Bea dan Cukai tempat pemenuhan kewajiban pabean
- untuk impor barang penumpang, awak sarana pengangkut atau
pelintas batas
¾ PT Pos Indonesia, untuk barang-barang kiriman pos/pabean

Kewajiban Pemungut :
¾ memungut PPh Ps.22 Impor dengan memberikan bukti pungutan
PPh Ps.22 Impor (SSPCP/BPPCP)
¾ bagi Ditjen Bea dan Cukai sebagai pemungut, menyetor PPh
Ps.22 Impor yang dipungut selambat-lambatnya pada hari kerja
berikutnya, melalui :
o Bank Devisa yang sekota/sewilayah kerja dengan KP Bea
dan Cukai

173
Perpajakan untuk SMK

o Bank Persepsi, dalam hal di kota/wilayah kerja KP Bea dan


Cukai tidak terdapat Bank Devisa Persepsi
o PT Pos Indonesia,dalam hal di korta/wilayah kerja KP Bea
dan Cukai tidak terdapat Bank Devisa Persepsi maupun Bank
Persepsi

¾ melaporkan pemungutan dan penyetoran PPh Ps.22 Impor


dengan menggunakan SPT Masa PPh Ps.22 (dengan dilampiri
Daftar Surat Setoran Pajak dan SSPCP/BPPCP) Ke KPP dimana
pemungut terdaftar :
ƒ bagi KP Bea dan Cukai, dilaporkan secara mingguan paling
lambat 7 hari setelah batas waktu penyetoran PPh Ps.22
Impor berakhir
ƒ bagi Bank Devisa, paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir

) PPh Ps.22 atas Penjualan Produksi Tertentu di dalam negeri

a. PPh Ps.22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Rokok

Obyek : atas penjualan hasil produksi industri rokok di dalam


negeri
Tarif : 0,15 % dari harga bandrol (Kep-529/PJ/2001)

Contoh :
Pabrikan Rokok PT WW menjual rokok kepada beberapa
distributornya, salah satunya adalah CV RR dengan Harga Jual
Eceran. Harga bandrol keseluruhannya Rp 60.000.000,-
Sedangkan harga jual kepada CV RR keseluruhan sebesar Rp.
50.000.000,-.

PPh Ps.22 yang harus dipungut oleh PT WW kepada CV RR


= 0,15 % X Rp 60.000.000,-
= Rp 90.000,- (Final).

Jurnal yang dibuat oleh PT. WW (sebagai pemungut


PPh 22):
Kas Rp. 50.090.000,00
Utang PPh 22 Rp. 90.000,00
Penjualan Rp. 50.000.000,00

Jurnal PT. WW saat menyetorkan PPh 22 ke kas negara:


Utang PPh 22 Rp. 90.000,00
Kas Rp. 90.000,00

174
Perpajakan untuk SMK

Jurnal yang dibuat oleh CV. RR (sebagai pihak yang


terpungut):
Pembelian/Persediaan Rp. 50.000.000,00
Biaya PPh 22 Rp. 90.000,00
Kas Rp. 50.090.000,00

Catatan:
Bagi CV. RR PPh 22 tersebut dicatat sebagai biaya karena
bersifat final, yang artinya kewajiban pajak CV. RR diakhir tahun
nanti dianggap sudah lunas dan SPT Tahunannya dilaporkan
NIHIL.

Kewajiban pemungut :
> memungut PPh Ps.22 pada saat dilakukan penjualan kepada
distributor dan penjualan secara canvassing, memberikan Bukti
Pungutan PPh Ps.22
> menyetor PPh Ps.22 yang dipungut dengan secara kolektif
dengan SSP atas nama pabrikan/pemungut, paling lambat
tanggal 10 bulan takwim berikutnya
> melaporkan pemungutan dan penyetoran PPh Ps.22 ke KPP di
mana pemungut terdaftar dengan menggunakan SPT Masa
PPh Ps.22 paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
berakhir, disertai lampiran :
– Daftar Bukti Pemungutan PPh Ps.22
– Bukti Pemungutan PPh Ps.22 lembar ke-2
– SSP lembar ke-3
– Nota Retur, bila terjadi retur penjualan

Atas penjualan produksi rokok yang diretur setelah masa pajak


berakhir, PPh Ps.22 yang telah disetor dapat dikurangkan dari
PPh Ps.22 yang terutang pada masa pajak terjadinya retur.

b. Baja
Obyek : atas penjualan produksi baja di dalam negeri
Tarif : 0,3 % dari DPP PPN (Kep-01/PJ/1996)

c. Otomotif
Obyek : atas penjualan semua jenis kendaraan bermotor
roda- 2 atau lebih di dalam negeri
Tarif : 0,45 % dari DPP PPN (Kep-32/PJ1995 dan Kep-
65/PJ/1995)

d. Kertas
Obyek : atas penjualan semua jenis kertas di dalam negeri
Tarif : 0,1 % dari DPP PPN

175
Perpajakan untuk SMK

e. Semen
Obyek : atas penjualan semua jenis semen di dalam negeri
Tarif : 0,25 % dari DPP PPN

Contoh :
Pabrikan Semen PT XX menjual produksinya kepada
distributornya, UD. ZZ seharga Rp 200.000.000,- PPh Ps.22 yang
harus dipungut oleh PT XX kepada UD. ZZ.
= 0,25 % X Rp 200.000.000,-
= Rp 500.000,-

Jurnal yang dibuat oleh PT. XX (sebagai pemungut PPh 22):


Kas Rp. 200.500.000,00
Utang PPh 22 Rp. 500.000,00
Penjualan Rp. 200.000.000,00

Kewajiban berikutnya menyetorkan PPh 22 ke kas negara:


Utang PPh 22 Rp. 500.000,00
Kas Rp. 500.000,00

Jurnal yang dibuat oleh UD. ZZ (sebagai pihak yang


terpungut PPh 22):
Pembelian/Persediaan Rp. 200.000.000,00
Uang Muka PPh 22 Rp. 500.000,00
Kas Rp. 200.500.000,00

Catatan:
PPh 22 dicatat dalam rekening Uang Muka karena tidak final dan
diakhir tahun menjadi kredit pajak bagi UD. ZZ.

Kewajiban Pemungut :
¾ memungut PPh Ps.22 pada saat penjualan hasil produksi
kepada distributornya, dengan memberikan Bukti Pungutan
PPh Ps.22 (oleh badan usaha industri/eksportir tertentu).
¾ menyetor PPh Ps.22 yang dipungut ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan menggunakan SSP secara kolektif atas
nama pemungut, paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya
¾ melaporkan pemungutan dan penyetoran PPh Ps.22 ke KPP di
mana pemungut terdaftar dengan menggunakan SPT Masa
PPh Ps.22 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir
disertai lampiran :
– Daftar Bukti Pemungutan PPh Ps.22
– Bukti Pemungutan PPh Ps.22 lembar ke-2
– SSP lembar ke-3
– Nota Retur, bila terjadi retur penjualan

176
Perpajakan untuk SMK

Atas penjualan hasil produksi yang diretur setelah masa pajak


berakhir, PPh Ps.22 yang telah dipungut dapat dikurangkan dari
PPh Ps.22 yang terutang pada masa pajak terjadinya retur.

f. PPh Ps.22 atas Penyerahan BBM

Obyek : atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta


badan usaha lainnya yang bergerak di bidang BBM jenis Premix,
Super TT, dan Gas

Tarif :

Jenis SPBU Pertamina SPBU Swatanisasi


Produk
Premium, 0.25% X Harga Jual 0.3% X Harga Jual
Premix,
Solar
Minyak 0.3% X Harga Jual 0.3% X Harga Jual
Tanah
Gas LPJ 0.3% X Harga Jual 0.3% X Harga Jual
Pelumas 0.3% X Harga Jual 0.3% X Harga Jual

Sifat PPh 22 PERTAMINA ini adalah sbb:


- Apabila Pertamina menjual ke distributor (SPBU) maka PPh 22
bersifat final
- Apabila Pertamina menjual ke selain distributor dan penyalur
maka PPh 22 bersifat tidak final.

Contoh :
PT GG membeli solar seharga Rp 100.000.000,- dari suatu badan
usaha yang ditunjuk sebagai penyalur BBM.
Surat Perintah Pengeluaran Barang (SPPB/Delivery Order)
diterbitkan, setelah PT GG melunasi terlebih dulu PPh Ps.22
= 0,30 % X Rp 100.000.000,-
= Rp 300.000,-

(Contoh-contoh berikut jurnalnya bisa dibuat sebagai latihan


dengan mengacu pada contoh jurnal sebelumnya).

Tatacara pelunasan :
PPh Ps.22 atas penyerahan BBM dilunasi/dipungut pada saat
penerbitan SPPB/DO, dengan SSP atas nama Wajib Pajak sendiri ke
Kantor Penerima Pembayaran sebelum SPPB/DO diterbitkan
(Pemungutan PPh Ps.22 bersifat Final)

177
Perpajakan untuk SMK

Kewajiban PERTAMINA dan Badan Usaha Lainnya yang Ditunjuk:


Melaporkan pemungutan PPh Ps.22 atas penyerahan BBM ke KPP
di mana pemungut terdaftar dengan SPT Masa PPh Ps.22 paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir dengan disertai lampiran
sbb:
. Daftar Surat Setoran Pajak PPh atas Penjualan Migas
oleh Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina
. SSP lembar ke-3

) PPh Ps.22 atas Pembelian Bahan-bahan dari Pedagang


Pengumpul

Obyek : atas pembelian bahan-bahan dari Pedagang


Pengumpul untuk keperluan industri atau ekspor yang dilakukan
oleh industri atau eksportir yang bergerak di sektor Perhutanan,
Perkebunan, Pertanian, dan Perikanan.

Tarif : 0,5 % dari harga pembelian

Contoh :
PT F adalah industri pengolahan bahan makanan untuk diekspor,
membeli bahan baku dari para pedagang pengumpul :
CV A Rp 10.000.000,00
CV B Rp 20.000.000,00
CV C Rp 30.000.000,00

Atas pembelian bahan baku tersebut di atas, maka PT F


berkewajiban memungut PPh Ps.22 atas penghasilan yang
dibayarkan kepada CV A, CV B, dan CV C masing- masing
sebagai berikut :
PPh Ps.22 :
. atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV A
= 0,5 % X Rp 10.000.000,-
= Rp 50.000,-
. atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV B
= 0,5 % X Rp 20.000.000,-
= Rp 100.000,-
. atas penghasilan yang dibayarkan kepada CV C
= 0,5 % X Rp 30.000.000,-
= Rp 150.000,-

Kewajiban Pemungut :
• memungut PPh Ps.22 pada saat pembelian bahan-bahan dari
pedagang pengumpul, dengan memberikan Bukti
Pemungutan PPh Ps.22

178
Perpajakan untuk SMK

• menyetor PPh Ps.22 yang dipungut ke Kantor Penerima


Pembayaran dengan SSP secara kolektif atas nama
pemungut, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim
berikutnya.
• melaporkan pemungutan dan penyetoran PPh Ps.22 tersebut
ke KPP di mana pemungut terdaftar dengan SPT Masa PPh
Ps.22 selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir disertai lampiran :
- Daftar Bukti Pemungutan PPh Ps.22
- Bukti Pemungutan PPh Ps.22 lembar ke-2
- SSP lembar ke-3
- Nota Retur, jika terdapat bahan-bahan yang diretur

5 PENGECUALIAN PENGENAAN PPh PS.22 :

a. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan


peraturan perundang-undangan, tidak terutang PPh (SKB
PPh Ps.22 diterbitkan Ditjen Pajak).

b. Impor yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau


PPN (dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku) :

1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya


yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal-balik.

2. barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan


terdaftar pada Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor
Indonesia.

i barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum,


amal, sosial, atau kebudayaan.
ii barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan
tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum.
iii barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan
ilmu pengetahuan.
iv barang untuk keperluan khusus kaum tuna-netra dan
penyandang cacat lainnya.
v peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu
jenazah.
vi barang pindahan.
vii barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut,
pelintas batas,dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Pabean.

179
Perpajakan untuk SMK

viii barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau


Pemerintah Daerah, yang ditujukan untuk kepentingan
umum
ix persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer,
termasuk suku-cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara.
x barang dan bahan yang dipergunakan untuk
menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan
keamanan negara.
xi vaksin polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan
Imunisasi Nasional (PIN).
xii buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku
pelajaran agama.
xiii kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan
danau, dan kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda,kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku-cadang serta alat keselamatan
pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga
Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional.
xiv pesawat udara dan suku-cadang serta alat keselamatan
penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional.
xv kereta api dan suku-cadang serta peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang
diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
xvi peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas
dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.

c. Dalam hal impor sementara, jika pada waktu impornya


nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
(dilaksanakan oleh Ditjen Bea dan Cukai sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku).

d. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,-


dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah
(secara otomatis, tanpa SKB)

e. Pembayaran untuk pembelian BBM, Listrik, Gas, Air


Minum/PDAM, dan Benda-benda Pos (secara otomatis, tanpa
SKB)

180
Perpajakan untuk SMK

f. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan


barang perhiasan dan emas untuk tujuan ekspor (SKB PPh
Ps.22 diterbitkan Ditjen Pajak)

g. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS)


oleh KPKN (secara otomatis, tanpa SKB)

h. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang


telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang
sama, atau barang-barang yang telah diekspor untuk
keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah
memenuhi syarat yang ditentukan Ditjen Bea dan Cukai
(secara otomatis, tanpa SKB)

i. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh


BULOG (secara otomatis, tanpa SKB)

181
PPh PASAL 23/26
(PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI TAHUN BERJALAN MELALUI
PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PIHAK LAIN ATAS PENGHASILAN
YANG BERSUMBER DARI MODAL DAN JASA)

Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Pihak yang Ditunjuk Sebagai Pemotong
; Objek & Tarif
; Contoh & Perlakuan Akuntansinya
; Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 23
FOR RENT
SEWA KENDARAAN

BUNGA BANK/SBI

OBJEK PPh
PASAL 23

HADIAH & PERHARGAAAN

DIVIDEN& ROYALTI

IMBALAN JASA

PPh pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dibayar oleh Wajib Pajak Dalam
Negeri dan BUT dalam tahun berjalan yang dipotong oleh pihak lain atas
penghasilan dari modal, hadiah dan penghargaan serta imbalan jasa.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 23/26


(PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN DI TAHUN BERJALAN
MELALUI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PIHAK LAIN ATAS
PENGHASILAN YANG BERSUMBER DARI MODAL DAN JASA)

1. KETENTUAN YANG MENGATUR

) Pasal 23 Undang-Undang PPh


) Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-170/PJ/2002
) PP Nomor 140 Tahun 2000
) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000
) PER-70/PJ/2007

2. PIHAK YANG DITUNJUK SEBAGAI PEMOTONG PPh 23

ƒ Badan Pemerintah
ƒ Subyek Pajak Badan Dalam Negeri
ƒ Penyelenggara Kegiatan
ƒ Bentuk Usaha Tetap, atau
ƒ Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya,
ƒ Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk Kepala KPP sebagai
Pemotong PPh Ps.23 :
¤ akuntan, arsitek, dokter, notaries, PPAT (kecuali PPAT Camat),
pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas.
¤ Orang Pribadi yang menjalankan usaha dengan
menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa
sewa.

3. OBJEK & TARIF PEMOTONGAN PPh 23


1) Dikenakan PPh 23 Sebesar 15% dari Jumlah Bruto (tidak
final):
¤ dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis
sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf g UU No. 17
tahun 2000
¤ bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian hutang sebagaimana dimaksud
Pasal 4 ayat (1) huruf f UU No. 17 tahun 2000

184
Perpajakan untuk SMK

¤ royalti
¤ hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh
Ps.21 dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri atau
Bentuk Usaha Tetap.

2) Dikenakan PPh 23 Sebesar 15% dari Jumlah Bruto dan


bersifat final:
Atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.

3) Dikenakan PPh 23 Sebesar 15% dari Perkiraan Penghasilan


Neto (tidak final):
¤ Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta (tidak termasuk sewa tanah dan/atau bangunan, karena
telah dikenakan PPh final berdasarkan PP No. 140 tahun
2000).
¤ Imbalan sehubungan dengan: jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain (yang ditetapkan
oleh Dirjen Pajak PER-70/PJ./2007).

Perkiraan Penghasilan Neto dan Jenis-Jenis Jasa Lain yang


Dikenakan PPh pasal 23 (PER-70/PJ./2007):

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN


PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN
PENGGUNAAN HARTA

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN


PENGHASILAN
NETO
(1) (2) (3)
1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan 10% dari jumlah
dengan penggunaan harta khusus kendaraan bruto tidak
angkutan darat untuk jangka waktu tertentu termasuk PPN
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis
ataupun tidak tertulis.
2. Sewa dan penghasilan lain sehubungan 30% dari jumlah
dengan penggunaan harta, selain kendaraan bruto tidak
angkutan darat, untuk jangka waktu tertentu termasuk PPN
berdasarkan kontrak atau perjanjian tertulis
ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan
persewaan tanah dan atau bangunan yang

185
Perpajakan untuk SMK

telah dikenakan Pajak Penghasilan yang


bersifat final.

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO


ATAS IMBALAN JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA
KONSTRUKSI, JASA KONSULTASI DAN JASA LAIN

NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN


PENGHASILAN
NETO
I. 1. Jasa teknik 30% dari jumlah
2. Jasa manajemen imbalan jasa tidak
3. Jasa konsultasi kecuali konsultasi termasuk PPN
konstruksi
II. 1. Jasa pengawasan konstruksi 26 2/3 dari
2. Jasa perencanaan konstruksi jumlah imbalan
yang dibayarkan
seluruhnya
termasuk
pemberian jasa
dan pengadaan
material/barang
tidak termasuk
PPN.
III. Jasa lain:
1. Jasa penilai 30% dari jumlah
imbalan jasa tidak
termasuk PPN
2. Jasa aktuaris 30% dari jumlah
imbalan jasa tidak
termasuk PPN
3. Jasa akuntansi 30% dari jumlah
imbalan jasa tidak
termasuk PPN
4. Jasa perancang 30% dari jumlah
imbalan jasa tidak
termasuk PPN
5. Jasa pengeboran (jasa driling) di bidang
penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh
Bentuk Usaha Tetap.
6. Jasa penunjang di bidang penambangan
migas

186
Perpajakan untuk SMK

7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di


bidang penambangan selain migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan
dan bandar udara
9. Jasa penebangan hutan 30% dari jumlah
10. Jasa pengolahan limbah imbalan jasa tidak
11. Jasa penyedia tenaga kerja termasuk PPN
12. Jasa perantara
13. Jasa di bidang perdagangan surat-surat
berharga, kecualai yang dilakukan oleh
Bursa Efek, KSEI, dan KPEI
14. Jasa kustodian / penyimpanan / penitipan,
kecuali yang dilakukan oleh KSEI
15. Jasa pengisian suara
16. Jasa mixing film
17. Jasa sehubungan dengan software
komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan:
19. Jasa perawatan/pemeliharaan/perbaikan
20. Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk: 11 1/3 dari
• Jasa perawatan / pemeliharaan / jumlah imbalan
perbaikan bangunan yang dibayarkan
• Jasa instalasi / pemasangan seluruhnya
peralatan, mesin / listrik / telepon / air termasuk
/ gas / AC / TV Kabel: Sepanjang pemberian jasa
jasa tersebut dilakukan oleh Wajib dan pengadaan
Pajak yang mempunyai izin/sertifikasi material/barang
sebagai pengusaha konstruksi tidak termasuk
PPN.
21. Jasa maklon
22. Jasa penyelidikan dan keamanan 20% dari jumlah
23. Jasa penyelenggara kegiatan / event imbalan jasa tidak
organizer termasuk PPN
24. Jasa pengepakan
25. Jasa penyedia tempat dan/atau waktu 10% dari jumlah
dalam media massa, media luar ruang imbalan jasa tidak
atau media lain untuk penyampaian termasuk PPN
informasi
26. Jasa pembasmian hama 10% dari jumlah
27. Jasa kebersihan/cleaning service imbalan jasa tidak
termasuk PPN
28. Jasa catering 10% dari jumlah
imbalan yang
dibayarkan

187
Perpajakan untuk SMK

seluruhnya
termasuk
pemberian jasa
dan pengadaan
materian/barang
tidak termasuk
PPN.

Beberapa contoh PPh 23 dan 26 dalam tahun 2007 PT ABC


membayarkan dividen kepada pemegang saham sbb:

Contoh 1:

No. Penerima Dividen Jumlah Jumlah Dividen


Penyertaan
1 Tn. A 30% 30.000.000
2. Tn. B 5% 5.000.000
3. PT. X 25% 25.000.000
4. Koperasi Maju 10% 10.000.000
5. PT. C 15% 30.000.000
6. PT. Z 15% 15.000.000
Jumlah 100.000.000

PPh 23 yang harus dipotong oleh PT ABC adalah sbb:


~ Tn A. = 15% X 30.000.000
= Rp. 4.500.000,00
~ Tn. B = 5% X 5.000.000
= Rp. 750.000,00
~ PT. C = 15% X 30.000.000
= Rp. 4.500.000,00
~ PT. Z = 15% X 15.000.000
= Rp. 2.250.000,00

Catatan:
Lihat pengecualian tentang pemotongan PPh 23 di halaman
berikutnya.

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. ABC sebagai pemotong PPh
23 adalah sbb:
Dividen Rp. 100.000.000,00
Utang PPh 23 Rp. 12.000.000,00
Kas Rp. 88.000.000,00

188
Perpajakan untuk SMK

Jurnal PT. ABC saat menyetorkan PPh 23 ke kas negara:


Utang PPh 23 Rp. 12.000.000,00
Kas Rp. 12.000.000,00

Penyetoran tersebut menggunakan SSP atas nama PT. ABC dan


kepada penerima dividen akan diberikan bukti pemotongan PPh 23
oleh PT. ABC.

Jurnal bagi penerima dividen PPh 23 yang dipotong oleh PT. ABC
akan dicatat sebagai Uang Muka PPh pasal 23 yang diakhir tahun
akan diakui sebagai kredit pajak.

Contoh 2:
PT. Z menyewa kendaraan untuk mangangkut barang dagangan
yang dia beli dari PT. Y dengan nilai sewa sebesar Rp,
10.000.000,00

PPh 23 yang dipotong oleh PT. Z adalah:


= 15% X Perkiraan penghasilan neto (10% X Bruto)
= 15% X 10% X 10.000.000 = Rp. 150.000,00

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. Z (pemotong PPh 23):


Biaya sewa Rp. 10.000.000,00
Utang PPh 23 Rp. 150.000,00
Kas Rp. 9.850.000,00

(Selanjutnya kewajiban PT. Z adalah menyetor PPh 23 tersebut ke


kas negara dengan SSP atas nama PT. Z dan memberikan bukti
potong kepada PT. Y)

Jurnal bagi PT. Y adalah:


Kas Rp. 9.850.000,00
Uang Muka PPh 23 Rp. 150.000,00
Pendapatan sewa Rp. 10.000.000,00

(Uang muka tersebut merupakan kredit pajak bagi PT. Y).

Contoh 3:
PT. Prima Jaya membayar jasa maklon kepada PT. Maju dengan
harga Rp. 40.000.000,- .

PPh 23 yang dipotong oleh PT. Prima Jaya adalah:


= 15% X Perkiraan penghasilan neto (20% X Bruto)
= 15% X 20% X 40.000.000 = Rp. 1.200.000,-

189
Perpajakan untuk SMK

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. Prima Jaya (pemotong PPh
23):
Biaya Maklon Rp. 40.000.000,00
Utang PPh 23 Rp. 1.200.000,00
Kas Rp. 38.800.000,00

(Selanjutnya kewajiban PT. Prima Jaya adalah menyetor PPh 23


tersebut ke kas negara dengan SSP atas namanya dan
memberikan bukti potong kepada PT. Maju)

Jurnal bagi PT. Maju (sebagai pihak yang terpotong) adalah:


Kas Rp. 38.800.000,00
Uang Muka PPh 23 Rp. 1.200.000,00
Pendapatan jasa maklon Rp. 40.000.000,00

(Uang muka tersebut merupakan kredit pajak bagi PT. Maju)

4. PENGECUALIAN PEMOTONGAN PPh 23 (PASAL 23 UU NOMOR


17 TAHUN 2000)

¾ penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank.


¾ sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi (capital lease).
¾ dividen yang dibayarkan atau terutang kepada Perseroan
Terbatas (PT), koperasi, BUMN/BUMD dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia,
sepanjang :
o dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan, dan
o dalam hal penerima dividen adalah PT, BUMN, dan BUMD,
kepemilikan pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% dari jumlah modal yang disetor, dan harus
memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut.

¾ bunga obligasi yang dibayar atau terutang kepada perusahaan


reksadana selama 5 tahun sejak pendirian perusahaan atau
pemberian ijin usaha.
¾ sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya.
¾ bunga simpanan yang tidak melebihi batas tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Rp. 240.000,00) yang
dibayar oleh Koperasi kepada anggotanya.

190
Perpajakan untuk SMK

5. KEWAJIBAN PEMOTONG

¾ memotong PPh Ps.23 pada saat dilakukan pembayaran dengan


memberikan Bukti Pemotongan PPh Ps.23 atas nama Wajib
Pajak yang dipotong penghasilannya
¾ menyetor PPh Ps.23 yang telah dipotong ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan SSP kolektif atas nama Pemotong PPh
Ps.23, paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
¾ melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Ps.23 tersebut ke
KPP di mana pemotong PPh Ps.23 terdaftar dengan SPT Masa
PPh Ps.23 dan atau Pasal 26, paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir dengan dilampiri :
o Daftar Bukti Pemotongan PPh Ps.23/26
o Bukti Pemotongan PPh Ps.23/Ps.26 lembar ke-2
o SSP lembar ke-3

6. PEMOTONG PPh PASAL 26

Apabila penerima penghasilan seperti yang disebutkan dalam poin 3


adalah Wajib Pajak Luar Negeri maka atas penghasilan tersebut
dipotong PPh pasal 26. Yang bertindak selaku pemotong PPh 26 ini
adalah :

¾ Badan Pemerintah
¾ Subjek pajak dalam negeri
¾ Penyelenggara kegiatan
¾ Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.

7. OBJEK DAN TARIF PPh PASAL 26

1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan


wajib pajak luar negeri berupa :
- Dividen
- Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
- Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
- Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
- Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun
- Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan


Netto atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa :

191
Perpajakan untuk SMK

- Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang


diatur dalam pasal 4 ayat (2) yang diterima oleh Wajib Pajak
Luar Negeri (selain BUT)
- Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, yaitu :
- 20% x 50% x Premi yang dibayar tertanggung.
- 20% x 10% x Premi yang dibayar perusahaan asuransi
yang berkedudukan di DN kepada perusahaan asuransi
di Luar Negeri.
- 20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada
perusahaan asuransi DN oleh perusahaan asuransi
yang berkedudukan di Indonesia.
- Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994
Jo SE-23/PJ.4/1995

3. Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah


pajak dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax) atau 20% X
(Penghasilan Kena Pajak – Pajak suatu BUT), kecuali jika
ditanamkan kembali di Indonesia. (Pasal 26 ayat (4) Undang-
Undang PPh, 113/KMK.04/2002)

4. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak


Berganda (P3B) antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty
partner) ; penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada
Tax Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26
atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah).

Contoh :
Penghasilan Kena Pajak 17.500.000.000,-
PPh terutang :
- 10% X 50.000.000,- = 5.000.000,-
- 15% X 50.000.000,- = 7.500.000,-
- 30% X 17.400.000.000,- = 5.250.000.000,-
Jumlah PPh terutang 5.232.500.000,-
PhKP – PPh terutang 12.267.500.000,-

PPh Ps 26 (Branch Profit Tax) :


20% X 12.267.500.000,- 2.453.500.000,-

Penghasilan sebesar Rp. 12.267.500.000,- tidak dikenakan PPh


Ps 26 jika ditanamkan kembali di Indonesia :

¾ Penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan


modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia (sebagai pendiri atau peserta pendiri) dalam tahun

192
Perpajakan untuk SMK

berjalan, atau tahun berikutnya dari tahun pajak diterima atau


diperolehnya penghasilan tersebut.

¾ Menyampaikan secara tertulis kepada Dirjen Pajak tentang


penanaman kembali dimaksud
(sebagai lampiran SPT)
Tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
penghasilan tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka
waktu 2 tahun sesudah perusahaan tempat penanaman
dilakukan berproduksi secara komersiil.

193
PPh PASAL 24
(KREDIT PAJAK LUAR NEGERI ATAU PPh YANG DIBAYAR
ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI
ATAS PENGHASILAN YANG DIPEROLEH DARI LUAR NEGERI YANG
BISA DIKREDITKAN DI DALAM NEGERI)

Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Penggabungan Penghasilan yang Berasal
dari Luar Negeri
; Mekanisme Pengkreditan
; Contoh Penghitungan
; Perlakuan Akuntansi
Pajak yang dibayar/terutang
di Luar Negeri

Wajib Pajak Dalam Negeri


boleh mengkreditkan pajak luar
negeri tersebut dengan pajak
terutang dalam negeri

PPh Pasal 24 atau disebut juga kredit pajak luar negeri adalah pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan dengan pajak
terutang di dalam negeri di akhir tahun pajak.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 24
(KREDIT PAJAK LUAR NEGERI ATAU PPh YANG DIBAYAR
ATAU TERUTANG DI LUAR NEGERI
ATAS PENGHASILAN YANG DIPEROLEH DARI LUAR NEGERI
YANG BISA DIKREDITKAN DI DALAM NEGERI)

1. KETENTUAN YANG MENGATUR

¾ Pasal 24 UU PPh
¾ Keputusan Menteri Keuangan nomor 164/KMK.03/2002

2. PENGGABUNGAN PENGHASILAN PAJAK YANG BERASAL


DARI LUAR NEGERI

Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri


dilakukan sebagai berikut :
a. Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam
tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual
basic).
b. Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun
pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basic).
c. Untuk penghasilan berupa dividen, dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan dividen tersebut
(650/KMK.04/1994 Jo SE-22/PJ.4/1995 Jo SE-35/PJ.4/1995)

Apabila terjadi kerugian di luar negeri maka kerugian tersebut


tidak diperhitungkan dalam menghitung penghasilan kena pajak
dan tidak dapat dikompensasikan.

196
Perpajakan untuk SMK

3. MEKANISME PENGKREDITAN PPh YANG DIBAYAR DI LUAR


NEGERI

- Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di Luar Negeri


dapat dikreditkan (Tax Credit) dengan Pajak Penghasilan
yang terutang di Indonesia.
- Pengkreditan PPh yang dibayar di Luar Negeri (PPh Pasal
24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
- Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan maksimum
sebesar jumlah yang lebih rendah (Ordinary Credit Method) di
antara PPh yang dibayar atau terutang di Luar Negeri dan
jumlah yang dihitung menurut perbandingan antara
penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan Kena
Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas
seluruh Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri
mengalami kerugian (Penghasilan dari luar negeri lebih besar
dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).

Penghasilan Kena Pajak tersebut tidak termasuk penghasilan


yang dikenakan pajak bersifat final.

a. Pajak yang telah dipotong di LN

Penghasilan LN
b. X Jumlah PPh Terutang
Total Penghasilan (Tarif PPh pasal 17)

- Apabila penghasilan dari luar negeri berasal dari beberapa


negara, maka penghitungan PPh Pasal 24 dilakukan untuk
masing-masing Negara (Per Country Limitation).

- Dalam hal jumlah PPh yang dibayar atau terutang di luar


negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat dikreditkan,
kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun

197
Perpajakan untuk SMK

berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak


dapat direstitusi.

- Untuk melaksanakan prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib


pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan
dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan :

• Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar


negeri
• Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di
luar negeri
• Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.

- Atas permohonan wajib pajak, Kepala KPP dapat


memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-
lampiran di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan
wajib pajak.

- Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang


berasal dari luar negeri, wajib pajak harus melakukan
pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan
melampirkan dokumen-dokumen yang berkenaan dengan
perubahan tersebut.

- Dalam hal terjadi restitusi pajak yang telah dipotong di LN


maka, pengembalian pajak tersebut harus diserahkan kembali
di Indonesia melalui SPT Tahunan (SPT 1771 Induk no.5)
dengan menambahkan pajak terutang di tahun pajak restitusi
itu terjadi.

- Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan PPh


kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar tersebut tidak
dikenakan sanksi bunga.
Apabila karena pembetulan SPT tersebut menyebabkan lebih
bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan
kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang
pajak lainnya.

198
Perpajakan untuk SMK

4. CONTOH PENGHITUNGAN PPh PASAL 24

CONTOH I :

Contoh Perhitungan Pertama :

PT A (di Surabaya) menerima dan memperoleh penghasilan neto


dari luar negeri, sebagai berikut :
ƒ Hasil usaha di Jerman dalam tahun pajak 2004 seluruhnya
sebesar Rp. 500.000.000,-
ƒ Dividen sebesar Rp. 100.000.000,- dari X Ltd. (berasal dari
keuntungan tahun 2001 yang ditetapkan dalam RUPS tahun
2003) dan baru dibayar dalam tahun 2004
ƒ Dividen sebesar Rp. 80.000.000,- atas penyertaan saham
pada Y Corp di Hongkong (dari keuntungan tahun 2002,
sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek), berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan diperoleh tahun 2004
ƒ Bunga Kwartal-IV tahun 2004 sebesar Rp. 100.000.000,- dari
Z Bank Singapura, baru akan diterima bulan Juni 2005
Penggabungan penghasilan luar negeri tersebut diatas
dengan penghasilan dalam negeri PT A adalah :
Tahun Pajak 2004 : penghasilan ke-1, ke-2,
dan ke-3
Tahun Pajak 2005 : penghasilan ke-4

Contoh Perhitungan Kedua :

PT B (di Bandung) dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan


neto dari luar negeri, sebagai berikut :

Asal Jumlah (Rp) Pajak dipotong Maksimum


Penghasilan Neto di LN (% & Rp) Kredit Pajak

1. Negara X 1.000.000.000 40% = 400.000.000 297.812.500 1)


2. Negara Y 3.000.000.000 25% = 750.000.000 750.000.000 2)
3. Negara Z (2.500.000.000) - -

Jumlah Penghasilan
Neto Luar Negeri 4.000.000.000 1.150.000.000 1.047.812.000
4. Ph Neto DN 4.000.000.000

Jumlah Penghasilan
Neto LN & DN 8.000.000.000

199
Perpajakan untuk SMK

PPh terutang :
ƒ 10% x 50.000.000 ..................... 5.000.000
ƒ 15% x 50.000.000 ..................... 7.500.000
ƒ 30% x 7.900.000.000 ..................... 2.370.000.000
Jumlah PPh terutang ............................................ 2.382.500.000

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Ps 24) adalah


sebagai berikut:

1. Untuk penghasilan Neto dari Negara X


1.000.000.000 X 2.382.500.000 .............................. 297.812.500
8.000.000.000

2. Untuk penghasilan Neto dari Negara X


3.000.000.000 X 2.382.500.000 .............................. 893.437.500
8.000.000.000

yang diakui hanya sebesar 750.000.000

Contoh Perhitungan Ketiga :

PT C (di Jakarta) dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan neto dari


luar negeri, sebagai berikut :

Asal Jumlah (Rp) Pajak dipotong Maksimum


Penghasilan Neto di LN (% & Rp) Kredit Pajak

1. Negara X 1.000.000.000 20% = 200.000.000 200.000.000 1)


2. Ph Neto DN 1.000.000.000 - -

Jumlah Penghasilan
Neto LN & DN 2.000.000.000
PPh terutang :
ƒ 10% x 50.000.000 ..................... 5.000.000
ƒ 15% x 50.000.000 ..................... 7.500.000
ƒ 30% x 1.900.000.000 ..................... 570.000.000
Jumlah PPh terutang .................................. 582.500.000

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Ps 24) adalah


sebagai berikut:

200
Perpajakan untuk SMK

1.000.000.000 X 582.500.000 .............................. 291.250.000


8.000.000.000

yang diakui hanya sebesar 200.000.000

Contoh Perhitungan Keempat :

PT D (di Semarang) dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan neto


dari luar negeri, sebagai berikut :

Asal Jumlah (Rp) Pajak dipotong Maksimum


Penghasilan Neto di LN (% & Rp) Kredit Pajak

1. Negara X 1.000.000.000 40% = 400.000.000 222.500.000 1)


2. Rugi Usaha DN (200.000.000) - -

Jumlah Penghasilan
Neto LN & DN 800.000.000

PPh terutang :
ƒ 10% x 50.000.000 ..................... 5.000.000
ƒ 15% x 50.000.000 ..................... 7.500.000
ƒ 30% x 700.000.000 ..................... 210.000.000
Jumlah PPh terutang .................................. 222.500.000

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Ps 24) adalah


sebagai berikut:
1.000.000.000 X 222.500.000 .............................. 278.125.000
800.000.000

yang diakui hanya sebesar 222.500.000

Contoh Perhitungan Kelima:

PT E (di Malang) dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan neto dari


luar negeri, sebagai berikut :

201
Perpajakan untuk SMK

Asal Jumlah (Rp) Pajak dipotong Maksimum


Penghasilan Neto di LN (% & Rp) Kredit Pajak

1. Negara X 1.000.000.000 40% = 400.000.000 296.500.000 1)


2. Negara Y 2.000.000.000 30% = 600.000.000 593.000.000 2)

Jumlah Penghasilan
Neto Luar Negeri 3.000.000.000 1.000.000.000 889.500.000

Ph Neto DN 2.000.000.000
Jumlah Penghasilan
Neto LN & DN 5.000.000.000

PPh terutang :
ƒ 10% x 50.000.000 ..................... 5.000.000
ƒ 15% x 50.000.000 ..................... 7.500.000
ƒ 30% x 4.900.000.000 ..................... 1.470.000.000
Jumlah PPh terutang .................................. 1.482.500.000

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Ps 24) adalah


sebagai berikut:
1. Negara X
1.000.000.000 X 1.482.500.000 .............................. 296.500.000
5.000.000.000
2. 3.000.000.000 X 1.482.500.000 .............................. 593.000.000
8.000.000.000

Contoh Perhitungan Keenam:

PT F (di Probolinggo) dalam tahun 2004 memperoleh penghasilan neto


dari luar negeri, sebagai berikut :

Asal Jumlah (Rp) Pajak dipotong Maksimum


Penghasilan Neto di LN (% & Rp) Kredit Pajak

1. Negara X 2.000.000.000 30% = 600.000.000 593.000.000 1)


2. Penghasilan Neto Dalam Negeri :
ƒ Non final 3.000.000.000
ƒ Final 500.000.000

Jumlah Penghasilan
Neto LN & DN 5.000.000.000

202
Perpajakan untuk SMK

PPh terutang :
ƒ 10% x 50.000.000 ..................... 5.000.000
ƒ 15% x 50.000.000 ..................... 7.500.000
ƒ 30% x 4.900.000.000 ..................... 1.470.000.000
Jumlah PPh terutang........................... 1.482.500.000

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Ps 24) adalah


sebagai berikut:
2.000.000.000 X 1.482.500.000 .............................. 293.000.000
5.000.000.000

CONTOH II :

PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam


tahun 2001 adalah sbb :

Penghasilan neto dalam negeri Rp 8,000,000,000.00


Laba neto dari Singapura Rp 2,000,000,000.00
Pajak yanng dipotong di Singapura Rp 800,000,000.00
Laba neto dari Vietnam Rp 6,000,000,000.00
Pajak yang dipotong di Vietnam Rp 1,500,000,000.00
Rugi dari Malaysia Rp (5,000,000,000.00)

Perhitungan Kredit PPh luar negerinya adalah sbb :


Penghasilan neto dalam negeri Rp 8,000,000,000.00
Laba neto dari Singapura Rp 2,000,000,000.00
Laba neto dari Vietnam Rp 6,000,000,000.00
Jumlang Penghasilan Neto Rp 16,000,000,000.00

Rugi neto yang berasal dari negara Malaysia tidak boleh digabung
(tidak diakui).

203
Perpajakan untuk SMK

Perhitungan PPh Terutang :


10% X Rp 50.000.000,- Rp 5,000,000.00
15% X Rp 50.000.000,- Rp 7,500,000.00
30% X Rp 15.900.000.000,- Rp 4,770,000,000.00
Rp 4,782,500,000.00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :


- Singapura adalah (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =
Rp 597.812.500,00 PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp
597.812.500,00 meskipun secara nyata membayar PPh di Singapura
sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke
tahun berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya.

- Vietnam adalah (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =


Rp 1.793.437.500,00. PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp
1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata dibayar/terutang di
Vietnam).

CONTOH III :

PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam


tahun 2001 sbb :
- Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri Rp (600.000.000,00)
- Penghasilan neto dari usaha di Philipina Rp 3.000.000.000,00
Jumlah Rp 2.400.000.000,00

- PPh yang terutang di Philipina sebesar Rp 1.200.000.000,00.

Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :


Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)
Rp 2.400.000.000,00
PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00

15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00


30% x Rp 2.300.000.000,00 = Rp 690.000.000,00
Rp 702.500.000,00

204
Perpajakan untuk SMK

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :

Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada


Penghasilan Neto dari Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami
kerugian), maka maksimum Kredit Pajak Luar Negeri adalah sama
dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 702.500.000,00. PPh yang
telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp 1.200.000.000,00, sehingga
terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak dapat
dikompensasi ke tahun berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai
biaya.

CONTOH IV :

Bila koreksi fiskal di LN yg mengakibatkan pajak di luar negeri kurang


dibayar
Ž Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00
Ž Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
Ž Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp.
2.000.000.000,00
Ž Pajak yang dikenakan atas penghasilan di luar negeri 40%
Ž PPh pasal 22 dipotong pihak lain Rp 20.000.000,00
Ž PPh pasal 23 dipotong pihak lain Rp 35.000.000,00
Ž PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00
Ž Fiskal Luar Negeri telah dibayar Rp 10.000.000,00
Ž PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
sebagai berikut:

205
Perpajakan untuk SMK

SPT SPT PEMBETULAN


1. Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp. 2.000.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
3. Penghasilan Kena Pajak Rp. 3.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak Rp. 4.000.000.000,00

4. PPh Terutang Rp 882.500.000,00 4. PPh Terutang Rp 1.182.500.000,00

5. PPh diptg. Pihak lain: 5. PPh diptg. Pihak lain:


PPh ps 22 Rp. ( 20.000.000,00) PPh ps 22 Rp. (20.000.000,00)
PPh ps 23 Rp ( 35.000.000,00) PPh ps 23 Rp (35.000.000,00)
PPh ps 24 Rp. (294.166.667,00) PPh ps 24 Rp. (591.250.000,00)
1.000.000.000,00 X882.500.000,00 2.000.000.000,00 X1.182.500.000
3.000.000.000,00 4.000.000.000,00

6. PPh harus dibayar Rp. 588.333.333,00 6. PPh harus dibayar Rp. 536.250.000,00
7. PPh Pasal 25 Rp. (500.000.000,00) 7. PPh Pasal 25 Rp. (500.000.000,00)
8. FLN Rp (10.000.000,00) 8. FLN Rp (10.000.000,00)
9. PPh Pasal 29 Rp. 23.333.333,00 9. PPh Pasal 29 Rp. 26.250.000,00

Angsuran PPh pasal 25 tahun


berikutnya:
536.250.000 x 1/12 Rp 44.687.500,00

Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp 2.916.667,00 tidak


ditagih bunga.

CONTOH V :
Bila koreksi fiskal di Luar Negeri yang mengakibatkan pajak di luar negeri
Lebih dibayar

Ž Penghasilan luar negeri (SPT) Rp. 1.000.000.000,00


Ž Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
Ž Penghasilan luar negeri (setelah dikoreksi di luar negeri) Rp.
500.000.000,00
Ž Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri misalnya 40%
Ž PPh Pasal 25 yang dibayar Rp. 500.000.000,00
Ž PPh terutang sebelum dan sesudah koreksi fiskal di luar negeri adalah
sebagai berikut:

206
Perpajakan untuk SMK

SPT SPT PEMBETULAN

1. Penghasilan luar negeri Rp. 1.000.000.000,00 1. Penghasilan luar negeri Rp. 500.000.000,00
2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00 2. Penghasilan dalam negeri Rp. 2.000.000.000,00
3. Penghasilan Kena Pajak Rp. 3.000.000.000,00 3. Penghasilan Kena Pajak Rp. 2.500.000.000,00

4. PPh terutang Rp. 882.500.000,00 4. PPh terutang Rp. 732.500.000,00


5. Kredit Pajak Luar Negeri : 5. Kredit Pajak Luar Negeri :
Rp. 294.166.667,00 Rp. 146.500.000,00
1.000.000.000,00 X882.500.000,00 500.000.000,00 X732.500.000
3.000.000.000,00 2.500.000.000,00

6. PPh harus dibayar Rp. 588.333.333,00 6. Harus dibayar di Indonesia Rp. 586.000.000,00
7. PPh Pasal 25 Rp. 500.000.000,00 7. PPh Pasal 25 Rp. 500.000.000,00
8. PPh Pasal 29 Rp. 88.333.333,00 8. Kurang bayar Rp. 86.000.000,00
9. PPh Pasal 29 telah dibayar Rp. 88.333.333,00
10.Lebih bayar Rp. 2.333.333,00

Pajak Lebih Bayar sebesar Rp 2.333.333,00 dapat direstitusi atau


dikompensasi dengan hutang pajak

5. PERLAKUAN AKUNTANSI PPh PASAL 24:

Untuk lebih jelasnya mengenai perlakuan akuntansi PPh 24 ini diberikan


contoh sbb:

PT. ABC dalam tahun 2007 memperoleh penghasilan kena pajak (laba
fiskal) sbb:

- Penghasilan dari dalam negeri Rp. 1.200.000.000,00


- Penghasilan dari luar negeri Rp. 1.000.000.000,00

Di luar negeri PT. ABC sudah dikenakan pajak sebesar 30% dari Rp.
1.000.000.000,- atau sebesar Rp. 300.000.000,00 Sedangkan di dalam
negeri PT. ABC telah membayar pajak sbb:

- Dipotong pihak lain:


- PPh pasal 23 sebesar Rp. 1.800.000,-
- PPh pasal 22 sebesar Rp. 6.500.000,-

207
Perpajakan untuk SMK

- Dibayar sendiri :
- PPh pasal 25 sebesar Rp. 24.000.000,-

Penghitungan kredit pajak luar negeri dilakukan di akhir tahun 2007


dengan cara sbb:

Penghasilan yang menjadi objek dalam negeri adalah Rp.


1.200.000.000,- + Rp. 1.000.000.000,-. = Rp. 2.200.000.000,00

PPh terutang dalam negeri:


10% X 50.000.000 = 5.000.000
15% X 50.000.000 = 7.500.000
30% X 2.100.000.000 = 630.000.000
642.500.000

PPh 24 yang diperbolehkan = 1.000.000.000 X Rp. 642.500.000


2.200.000.000
= Rp. 292.045.454,-

Selanjutnya kita harus membandingkan jumlah pajak yang dibayar di luar


negeri (Rp. 300.000.000) dengan PPh 24 yang diperbolehkan (Rp.
292.045.454,-), maka angka yang boleh dikreditkan adalah angka yang
rendah yaitu: Rp. 292.045.454,-

Setelah diketahui kredit pajak luar negeri adalah sebesar Rp.


292.045.454,- , maka bisa dihitung pajak kurang bayar atau lebih bayar
untuk tahun 2007 sbb:
Pajak terutang 642.500.000
Kredit pajak:
- Kredit pajak dalam negeri 32.300.000
- Kredit pajak luar negeri (PPh 24) 292.045.454
Jumlah kredit pajak (324.345.454)
PPh Kurang Bayar (PPh pasal 29) 318.154.546

Jumlah PPh pasal 29 tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 25


Maret tahun 2007.

208
Perpajakan untuk SMK

Ilustrasi jurnal dari kasus tersebut adalah sbb:

Jurnal saat terkena pajak di luar negeri:


Uang Muka Pajak LN Rp. 300.000.000,00
Kas Rp. 300.000.000,00

Jurnal saat membayar pajak di dalam negeri:


Uang Muka PPh 23 Rp. 1.800.000,00
Uang Muka PPh 22 Rp. 6.500.000,00
Uang Muka PPh 25 Rp. 24.000.000,00
Kas Rp. 32.300.000,00

Jurnal di akhir tahun untuk mengakui pajak terutang yang dihitung


dari laba fiskal :
Beban PPh Kini Rp. 642.500.000,00
Utang Pajak Kini Rp. 642.500.000,00

Jurnal offset kredit pajak di dalam negeri dan luar negeri:


Utang Pajak Kini 642.500.000
Kerugian Pajak LN 7.954.546*)
Uang Muka PPh 23 1.800.000
Uang Muka PPh 22 6.500.000
Uang Muka PPh 25 24.000.000
Uang Muka Pajak LN 300.000.000
Utang PPh 29 318.154.546

Catatan:
*) Kerugian pajak LN sebesar Rp. 7.954.546,- ini adalah merupakan
selisih dari jumlah pajak yang sebenarnya dibayar diluar negeri dikurangi
dengan jumlah pajak LN yang boleh dikreditkan (300.000.000 –
292.045.454). Perlakuan kerugian ini dari sisi komersial (Akuntansi)
boleh diakui sebagai beban namun menurut fiskal tidak boleh diakui
sebagai beban (tidak boleh dikompensasikan ataupun direstitusi).

Jurnal saat penyetoran PPh pasal 29 pada tanggal 25 Maret tahun


2008 sbb:
Utang PPh 29 318.154.546
Kas 318.154.546

Catatan :
Laba fiskal dalam contoh tersebut diatas disajikan dari Laba Akuntansi
setelah diadakan Rekonsiliasi Fiskal (Koreksi Fiskal).
Rekonsiliasi Fiskal ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.
209
PPh PASAL 25
(ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN YANG
HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK)

Bab ini membahas tentang :

; Cara Penghitungan
; Angsuran Bulanan PPh Pasal 25 Apabila Diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Atas Tahun Pajak yang Lalu
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Berhak
Atas Kompensasi Kerugian
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Memperoleh
Penghasilan Tidak Teratur
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Mengalami
Perubahan Keadaan Usaha
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak yang Menyampaikan
SPT Lewat Batas Waktu
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru
; Angsuran PPh pasal 25 Bagi Wajib Pajak Bank atau SGU dengan Hak Opsi
; PPh Pasal 25 Bagi BUMN/D
; PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
; Perlakuan Akuntansi
Angsuran PPh Bulanan
yang harus dibayar oleh
Wajib Pajak
KAS
NEGARA

Wajib Pajak

PPh Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak dalam tahun berjalan. PPh Pasal 25 ini merupakan angsuran PPh yang di
akhir tahun merupakan kredit pajak.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 25
(ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN
YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK)

1. CARA PENGHITUNGAN PPh PASAL 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan sama dengan


PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut pihak lain (PPh
Pasal 21, PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di
Luar Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24) dibagi 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Contoh 1:
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT
Tahunan PPh tahun 2006 50.000.000,00
Dikurangi dengan:
PPh yang dipotong pemberi kerja (PPh Pasal 21) (15.000.000,00)
PPh Pasal 22 (10.000.000,00)
PPh Pasal 23 (2.500.000,00)
Kredit pajak luar negeri (PPh Pasal 24) (7.500.000,00)

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 15.000.000,00

Besarnya angsuran PPh yang harus dibayar sendiri


setiap bulan dalam tahun 2007 adalah :
Rp 15.000.000,00 / 12 = Rp 1.250.000,00

Contoh 2:
Apabila PPh pada contoh 1 di atas berkenaan dengan penghasilan untuk
bagian tahun pajak yang meliputi 6 bulan dalam tahun 2006, maka
besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri setiap bulan
dalam tahun 2007 sebesar :
= Rp 15.000.000,00/6 = Rp 2.500.000,00.

212
Perpajakan untuk SMK

Catatan:
Besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sama dengan besarnya
angsuran PPh untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.

Contoh 3:
Apabila SPT Tahunan PPh tahun 2006 disampaikan pada bulan Maret
2007, maka besarnya angsuran PPh yang harus dibayar wajib pajak
untuk bulan Januari dan Februari 2007 adalah sama dengan angsuran
bulan Desember 2006, misalnya sebesar Rp 1.000.000,00.
Apabila dalam bulan September 2006 diterbitkan Surat Keputusan
pengurangan angsuran PPh menjadi nihil, sehingga angsuran PPh untuk
bulan Oktober s.d. Desember 2006 menjadi nihil, maka angsuran PPh
untuk bulan Januari dan Februari 2007 juga nihil.

2. ANGSURAN BULANAN PPh PASAL 25 APABILA DITERBITKAN


SURAT KETETAPAN PAJAK ATAS TAHUN PAJAK YANG LALU

Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk


tahun pajak yang lalu, maka angsuran PPh dihitung berdasarkan Surat
Ketetapan Pajak tersebut, dimana perubahan angsuran berlaku mulai
bulan berikutnya setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak.

Contoh:
Berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2005 yang disampaikan pada
bulan Maret 2006, perhitungan angsuran PPh yang harus dibayar adalah
Rp 1.250.000,00. Dalam bulan Juli 2006 diterbitkan surat ketetapan
pajak yang menghasilkan besaran angsuran PPh setiap bulan menjadi
sebesar Rp 2.000.000,00.

Berdasarkan penghitungan tersebut, besarnya angsuran PPh mulai


bulan Agustus 2006 adalah Rp 2.000.000,00. Penetapan besarnya
angsuran PPh berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama,
lebih besar, atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya
berdasarkan SPT Tahunan.

213
Perpajakan untuk SMK

3. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK YANG BERHAK


ATAS KOMPENSASI KERUGIAN

Contoh:
Penghasilan Neto PT X tahun 2004 120.000.000,00
Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan
Sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan di (150.000.000,00)
tahun 2005
30.000.000,00

Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2005 adalah sbb:


Penghasilan yag dijadikan dasar perhitungan PPh Pasal 25 adalah

=Rp 120.000.000,00 - Rp 30.000.000,00


= Rp 90.000.000,00

PPh terutang tahun 2005 seolah-olah sebesar :

10% x Rp 50.000.000,00 5.000.000,00


15% x Rp 40 000.000,00 6.000.000,00
Jumlah 11.000.000,00

Dengan asumsi dalam tahun 2004 besarnya PPh yang dipotong atau
dipungut pihak lain sebesar Rp 5.000.000,00, maka besarnya angsuran
PPh Pasal 25 PT X tahun 2005 adalah:

= 1/12 x Rp 6.000.000,00
= Rp 500.000,00

4. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK YANG


MEMPEROLEH PENGHASILAN TIDAK TERATUR

Contoh:
Penghasilan teratur wajib pajak A dari usaha dagang dalam tahun 2004
adalah Rp 48.000.000,00 dan penghasilan tidak teratur dari
mengontrakkan rumah selama 3 tahun yang dibayar secara sekaligus di
tahun 2004 adalah Rp 72.000.000,00.
214
Perpajakan untuk SMK

Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut sekaligus diterima di


tahun 2004, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan
angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun 2005 adalah hanya berdasarkan
penghasilan teratur tersebut.

5. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK YANG


MENGALAMI PERUBAHAN KEADAAN USAHA

a. Perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak dapat berupa


penurunan atau peningkatan usaha.
Misalnya, PT B yang bergerak di bidang produksi benang dalam
tahun 2004 membayar angsuran bulanan sebesar Rp
15.000.000,00. Dalam bulan Juli 2004 pabrik milik PT B terbakar,
sehingga Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan bahwa mulai
bulan Juli 2000 angsuran PPh-nya disesuaikan menjadi lebih kecil
dari Rp 15.000.000,00. Sebaliknya, apabila PT B mengalami
peningkatan usaha, misalnya adanya peningkatan penjualan dan
diperkirakan Penghasilan Kena Pajaknya akan lebih besar
dibadingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut,
Dirjen Pajak dapat mengeluarkan keputusan tentang penyesuaian
besarnya angsuran PPh PT B menjadi lebih besar.

b. Apabila setelah 4 bulan atau lebih dalam suatu tahun pajak wajib
pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk
tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar
penghitungan PPh Pasal 25, wajib pajak tersebut dapat
mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25
kepada Kepala KPP setempat.

Dengan syarat:
¾ Diajukan secara tertulis
¾ Menyampaikan perhitungan besarnya PPh yang akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yang diterima/diperoleh,
dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang masih
tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan.

c. Kepala KPP yang bersangkutan akan memberikan keputusan


dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima secara
lengkap. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan belum diberikan
keputusan, berarti permohonan dikabulkan.

d. Apabila dalam suatu tahun pajak wajib pajak mengalami


peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan terutang
215
Perpajakan untuk SMK

untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari PPh yang menjadi
dasar penghitungan PPh Pasal 25, maka PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan yang masih tersisa dihitung kembali berdasarkan
perkiraan PPh yang terutang di tahun tersebut.

6. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK YANG


MENYAMPAIKAN SPT LEWAT BATAS WAKTU

1. Wajib Pajak Tidak diberi Ijin Perpanjangan Jangka Waktu


Penyampaian SPT
¾ Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas waktu s.d. bulan
disampaikannya SPT sama dengan angsuran bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya.
¾ Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 harus dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan
PPh yang disampaikan.
¾ Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai
batas waktu penyampaian SPT harus disetor dan terutang
bunga 2% per bulan dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh
Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan
ditagih dengan STP).
¾ Apabila terjadi kelebihan setor, kelebihan setor mulai batas
waktu penyampaian SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan
angsuran bulan berikutnya, dengan cara pemindahbukuan.

2. Wajib Pajak Diberi Ijin Pepanjangan Jangka Waktu Penyampaian


SPT
¾ Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas waktu
penyampaian SPT s.d. bulan disampaikannya SPT dihitung
berdasarkan perhitungan sementara PPh terutang yang
disampaikan wajib pajak.
¾ Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan, besarnya angsuran
PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan
tersebut.
¾ Apabila terjadi kekurangan setor, kekurangan angsuran mulai
batas waktu penyampaian SPT harus disetor dan terutang
bunga 2% per bulan, dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh
Pasal 25 masing-masing bulan s.d. tanggal penyetoran (akan
ditagih dengan STP).
¾ Apabila terjadi lebih setor, kelebihan setor mulai batas waktu
penyampaian SPT tersebut dapat diperhitungkan dengan
angsuran bulan berikutnya, dengan cara pemindahbukuan.

216
Perpajakan untuk SMK

7. ANGSURAN PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BARU

a. Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 522/KMK.04/2000


b. PPh Pasal 25 dihitung dengan menerapkan tarif umum Pasal 17
UU Nomor 17 TAHUN 2000 terhadap Penghasilan Kena Pajak
sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
c. Penghasilan neto dihitung berdasarkan pembukuan (dalam hal
wajib pajak wajib melaksanakan pembukuan) atau berdasarkan
Norma Penghitungan (dalam hal wajib pajak tidak wajib
melaksanakan pembukuan /melaksanakan pembukuan tetapi tidak
diketahui penghasilan netonya).
d. Untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan netonya dikurangi
PTKP terlebih dahulu.

8. PPh PASAL 25 BAGI WAJIB PAJAK BANK ATAU SGU DENGAN


HAK OPSI

a. Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 522/KMK.04/2000


b. Wajib Pajak Lama :
c. PPh Pasal 25 = Jumlah PPh terutang berdasarkan Laporan Laba
Rugi Fiskal Triwulan Terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh
Pasal 24, dibagi 12 (dua belas).
d. Wajib Pajak Baru :
e. PPh Pasal 25 = Jumlah PPh Terutang berdasarkan Perkiraan
Perhitungan Laba Rugi Fiskal Triwulan I yang disetahunkan,
dibagi 12 (dua belas).

9. PPh PASAL 25 BAGI BUMN / BUMD (522/KMK.04/2000)

1. Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan Telah Disahkan :

PPh Pasal 25 (PPh Terutang berdasarkan RKAP yang telah


disahkan - PPh Pasal 22, 23, 24 Tahun Lalu),
dibagi 12 (dua belas).

Dalam hal terdapat kompensasi kerugian yang masih dapat


dikompensasi: kompensasi kerugian tersebut diperhitungkan dalam
penghitungan PPh terutang berdasarkan RKAP.

217
Perpajakan untuk SMK

2. RKAP Belum Disahkan

a. PPh Pasal 25 sebelum RKAP disahkan sama dengan PPh Pasal


25 bulan terakhir tahun lalu.
b. Apabila RKAP telah disahkan PPh Pasal 25 harus dihitung
kembali berdasarkan RKAP tersebut.
c. Dalam hal terdapat kompensasi kerugian yang masih dapat
dikompensasi; kompensasi kerugian tersebut diperhitungkan
dalam penghitungan PPh terutang berdasarkan RKAP.
d. Khusus wajib pajak BUMN/BUMD baru, penghitungan PPh
Pasal 25 harus berdasarkan RKAP yang telah disahkan.

10. PPh PASAL 25 UNTUK WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI


PENGUSAHA TERTENTU

¾ Keputusan Dirjen Pajak Nomor: 171/PJ/2002


¾ Pajak Orang Pribadi tertentu adalah Wajib Pajak Orang Pribadi
yang mempunyai tempat usaha termasuk cabang yang tersebar
di beberapa tempat, baik dalam satu maupun beberapa wilayah
KPP.
¾ Pajak yang memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah
kerja KPP, harus mendaftarkan masing-masing tempat usahanya
di KPP yang bersangkutan.
¾ Pajak yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari 1
wilayah kerja KPP, harus mendaftarkan setiap tempat usahanya
di KPP masing-masing tempat usaha Wajib Pajak berada.
¾ Wajib Pajak Orang Pribadi Tertentu tersebut di atas wajib
membayar angsuran PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25)
sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari
masing-masing tempat usaha wajib pajak.
¾ Pasal 25 tersebut harus dilunasi paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya dan harus dilaporkan ke KPP terkait paling lambat
tanggal 20 bulan tersebut.
¾ Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut hanya
disampaikan di KPP tempat domisili Wajib Pajak terdaftar.

11. PERLAKUAN AKUNTANSI PPh 25

Karena PPh 25 ini merupakan angsuran yang harus dibayar setiap masa,
maka setiap pembayaran akan dicatat dalam rekening Uang Muka PPh
pasal 25 dan di akhir tahun akan diperhitungkan sebagai kredit pajak.

218
Perpajakan untuk SMK

PPh pasal 25 ini disetor paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya atau
masa pajak berikutnya.

Ilustrasi Jurnal:

Saat pembayaran setiap bulan:


Uang Muka PPh 25 XXXX
Kas XXXX

Di akhir tahun harus dibuat jurnal penyesuaian untuk mencatat angsuran


PPh 25 bulan Desember yang akan disetorkan tanggal 15 Januari tahun
berikutnya dengan jurnal sbb:

Uang Muka PPh 25 XXXX


Utang PPh 25 XXXX

Penyajian di Neraca per 31 Desember :

Di kelompok aktiva lancar ada rekening Uang Muka PPh 25 dengan


saldo akumulasi mulai 1 Januari s/d Desember, di kelompok Utang
Lancar terdapat saldo Utang PPh 25 untuk bulan Desember (lihat jurnal
adjusment di atas).

219
PPh PASAL 26
(PEMOTONGAN PPh ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMAKAN
KEPADA WAJIB PAJAK LUAR NEGERI)

Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Pemotong PPh Pasal 26
; Objek & Tarif
; Perlakuan Akuntansi
Penghasilan yang
dibayarkan kepada
Subjek Pajak Luar Negeri

PPh Pasal 26 harus


dipotong oleh pemberi
penghasilan di Indonesia

PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan yang harus dipotong oleh subjek pajak dalam
negeri dan BUT atas penghasilan yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri.
PPh Pasal 26 ini bersifat FINAL.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 26
(PEMOTONGAN PPh ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMAKAN
KEPADA WAJIB PAJAK LUAR NEGERI)

1. KETENTUAN YANG MENGATUR

¾ Pasal 26 Undang-Undang PPh


¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999
¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.03/l994
¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 113/KMK.03/2002

2. PEMOTONG PPh PASAL 26

Yang ditunjuk sebagai pemotong PPh pasal 26 adalah:


¾ Badan Pemerintah
¾ Subyek Pajak Dalam Negeri,
¾ Penyelenggara Kegiatan
¾ Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya.

3. OBJEK & TARIF PPh PASAL 26

atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang


dibayarkan kepada Wajib Pajak Luar Negeri (selain BUT), yakni :

1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan


wajib pajak luar negeri berupa:
• dividen,
• bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang
• royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
• imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
222
Perpajakan untuk SMK

• hadiah dan penghargaan


• Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto


atas penghasilan wajib pajak luar negeri berupa:

¾ penghasilan dari penjualan harta di Indonesia kecuali yang


diatur dalam Pasal 4 ayat (2) yang diterima oleh Wajib Pajak
Luar Negeri (selain BUT) dan
¾ atas premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri yakni :

atas penghasilan dari penjualan saham perseroaan yang


diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri (selain BUT)

Perkiraan Penghasilan Neto = 25 % X Harga Jual

a. PPh Ps.26 dipotong oleh pembeli yang ditunjuk sebagai


pemotong PPh Ps.26
b. jika penjual dan pembeli semuanya Wajib Pajak Luar Negeri,
maka yang ditunjuk sebagai pemotong adalah pihak perseroan
(Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang PPh, 434/KMK.04/1999)

atas premi asuransi dan premi reasuransi:


a. atas premi yang dibayar oleh tertanggung kepada perusahaan
asuransi di luar negeri.

( Perkiraan Penghasilan Neto = 50 % X Jumlah premi yang


dibayar)

b. atas premi yang dibayar perusahaan asuransi yang


berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di
luar negeri

(Perkiraan Penghasilan Neto =10 % X Jumlah premi yang


dibayar )

c. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang


berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di
luar negeri

223
Perpajakan untuk SMK

(Perkiraan Penghasilan Neto =5 % X Jumlah premi yang


dibayar )

PPh Ps.26 atas pembayaran premi tersebut di atas


terutang pada akhir bulan dilakukan pembayaran premi
atau pada akhir bulan terutangnya premi.
(Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang PPh, 624/KMK.04/1994)

3. Dikenakan PPh pasal 26 sebesar 20% dari laba neto setelah pajak
dari suatu BUT di Indonesia (Branch Profit Tax) atau 20% X
(Penghasilan Kena Pajak – Pajak suatu BUT), kecuali jika
ditanamkan kembali di Indonesia. (Pasal 26 ayat (4) Undang-
Undang PPh, 113/KMK.04/2002)

4. Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda


(P3B) antara Pemerintah RI dengan negara lain (treaty partner),
penghitungan besarnya PPh pasal 26 didasarkan pada Tax Treaty
tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh pasal 26 atau dikenakan
PPh pasal 26 dengan tarif yang lebih rendah.

Contoh :
Penghasilan Kena pajak ……………… 17.500.000.000,-

PPh terutang :

- 10 % X 50.000.000,- = 5.000.000,-
- 15 % X 50.000.000,- = 7.500.000,-
- 30 % X 17.400.000.000,- = 5.250.000.000,-
Jumlah PPh terutang …………………… 5.232.500.000,-
Ph KP – PPh terutang …………………….. 12.267.500.000,-

PPh Ps.26 (Branch Profit Tax)


20 % X 12.267.500.000,- ……………………. 2.453.500.000,-

Penghasilan sebesar Rp 12.267.500.000,- tidak dikenakan PPh


Ps.26 jika ditanamkan kembali di Indonesia :

X penanaman kembali dilakukan dalam bentuk penyertaan modal


pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia
(sebagai pendiri atau peserta pendiri) dalam tahun berjalan, atau
tahun berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya
penghasilan tersebut.

224
Perpajakan untuk SMK

Y menyampaikan secara tertulis kepada Dirjen Pajak tentang


penanaman kembali dimaksud (sebagai lampiran SPT)
Z tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali
penghasilan tersebut sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 2
tahun sesudah perusahaan tempat penanaman dilakukan
berproduksi secara komersiil.

4. PERLAKUAN AKUNTANSI:

Karena status subjek pajak dalam negeri hanya sebagai pemotong,


maka PPh pasal 26 ini akan dicatat dalam rekening Utang PPh 26
yang akan disetorkan di bulan berikutnya, namun tidak menutup
kemungkinan PPh 26 ini dicatat sebagai beban apabila PPh 26 ini
ditanggung oleh pemberi penghasilan. Dari sisi fiskal beban tersebut
tidak boleh dibiayakan (non deductible expense).

225
PPhTB & BPHTB
Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Definisi
; Objek Pemotongan
; Tarif Pemotongan
; Pengecualian Pemotongan
; Tata Cara Pembayaran
; Perlakuan Akuntansi
Penjual harus
menyetor PPhTB
dan pembeli Berapa tarif
menyetor BPHTB PPhTB dan
BPHTB bu???

KANTOR NOTARIS (PPAT)


TUGIYEM, SH.,MH.

PPhTB adalah pajak penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan. BPHTB adalah bea perolehan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang harus dibayar oleh pihak yang memperoleh
hak. PPhTB dan BPHTB harus dilunasi pada saat terjadinya pengalihan hak di PPAT.
Perpajakan untuk SMK

PPhTB & BPHTB

á PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGALIHAN HAK ATAS


TANAH DAN/ATAU BANGUNAN (PPhTB)

1. KETENTUAN YANG MENGATUR

Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 1999 jo. Keputusan Menteri


Keungan No. 566/KMK.04/1999 jo SE-55/PJ.42/1999)

2. DEFINISI

Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau


bangunan adalah:
a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan
hak, penyerahan hak, lelang,hibah, atau cara lain yang disepakati
dengan pihak lain selain pemerintah.
b. Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain yang disepakati dengan
pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk
pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak memerlukan
persyaratan khusus.
c. Penjualan, tukar-menukar termasuk ruislag, pelepasan hak,
penyerahan hak, atau cara lain kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.

3. OBJEK PEMOTONGAN

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau


badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, baik
dalam kegiatan usahanya maupun diluar kegiatan usahanya.

228
Perpajakan untuk SMK

4. TARIF PEMOTONGAN

1. Wajib pajak badan termasuk koperasi yang usaha pokoknya


mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh
berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) dan pasal 17 Undang-
Undang PPh.
2. Wajib pajak badan termasuk koperasi yang bukan usaha pokoknya
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh
sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dan tidak bersifat final.
3. Wajib pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan baik yang usaha
pokoknya maupun bukan usaha pokoknya mengalihkan hak atas
tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh sebesar 5% (lima
persen) dari jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan dan bersifat final.

Yang dimaksud dengan nilai pengalihan adalah nilai tertinggi antara


nilai transaksi dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) untuk perhitungan
Pajak Bumi dan Bangunan atas tanah dan/atau bangunan dalam tahun
pajak terjadinya pengalihan, kecuali:

a. Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai


berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan.
b. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah
nilai menurut risalah lelang tersebut.

5. PENGECUALIAN PEMOTONGAN

Hal-hal yang dikecualikan dari pemotongan penghasilan atas


pengalihan atas tanah dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:
a. Hibah kepada keluarga dalam garis keturunan lurus, badan
keagamaan, badan pendidikan, sosial atau pengusaha kecil
berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB)
b. Pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000 (Enam Puluh Juta
Rupiah) dan bukan merupakan satuan yang dipecah-pecah oleh
Wajib Pajak Orang Pribadi yang total penghasilannya tidak
melebihi PTKP.
c. Pengalihan kepada pemerintah untuk kepentingan umum.
d. Warisan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).
e. Dalam rangka penggabungan, peleburan dan pemekaran usaha
dengan nilai buku berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB).

229
Perpajakan untuk SMK

Dalam transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi atas tanah
dan/atau bangunan, PPh 5% terutang pada saat pelaksanaan opsi
oleh lessee. Sehingga lessor harus menyetor PPh 5% dari nilai
sisa (residual value) yang tercantum dalam perjanjian. PPh
tersebut tidak bersifat final, sehingga merupakan kredit pajak bagi
lessor. Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1994 jo
Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1996 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 79 tahun 1999.

6. TATA CARA PEMBAYARAN PPh ATAS PENGALIHAN HAK


TANAH DAN/ATAU BANGUNAN

1. Orang Pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh


penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dari pihak lain selain pemerintah wajib membayar sendiri pajak
tersebut.

2. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh


penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
dari pemerintah yang tidak memerlukan persyaratan khusus
dipungut pajak penghasilan oleh bendaharawan atau pejabat
yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui
tukar-menukar.

Penyetoran PPh final tersebut selambat-lambatnya pada akhir tahun


pajak yang bersangkutan.

Dalam SSP atas penyetoran PPh final tersebut harus dicantumkan:

• Nama, alamat, NPWP pihak yang mengalihkan.


• Lokasi tanah dan/atau bangunan yang dialihkan.
• Nama Pembeli
• Bila pihak yang mengalihkan belum memiliki NPWP, maka
NPWP agar diisi dengan : 0.000.000.0.XXX (XXX = kode
tempat wajib pajak yang mengalihkan).

230
Perpajakan untuk SMK

á BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU


BANGUNAN (BPHTB)

1. PENGERTIAN

a. BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas


tanah atau bangunan yang selanjutnya disebut Pajak.
b. Perolehan hak atas tanah atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah
dan atau bangunan oleh pribadi atau badan.
c. Hak atas tanah atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk
hak atas pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana
dimaksud dalam UU No.5 Th.1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria, UU No.16 Th.1985 tentang Rumah Susun dan
Ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Prinsip-prinsip dasar yang dianut UU BPHTB:

1. Self Assessment, Yaitu Wajib Pajak menghitung dan


menyetorkan pajar terutang dan melaporkannya ke Kantor
Pelayanan PBB.
2. Tarif yang ditetapkan sebesar 5% dari nilai perolehan obyek
pajak kena pajak (NPOPKP).
3. Dikenakan sanksi kepada Wajib Pajak maupun kepada pejabat-
pejabat umum yang melakukan pelanggaran ketentuan atau
tidak melaksanakan kewajiban.
4. Hasil penerimaan BPHTB sebagian besar diserahkan kepada
Daerah dengan komposisi 80% untuk Daerah dan 20% untuk
Pusat.
5. Tidak diperkenankan adanya pungutan lain atas pihak yang
memperoleh hak atas tanah dan bangunan sejak UU BPHTB
berlaku.

2. OBYEK PAJAK

1. Yang menjadi Obyek Pajak adalah perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan.
2. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi:
a. Pemindahan hak karena:
1. Jual Beli
2. Tukar Menukar

231
Perpajakan untuk SMK

3. Hibah
4. Hibah Wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dalam Perseroan atau Badan hukum lainnya
7. Pemisahan Hak yang mengakibatkan peralihan
8. Penunjukkan Pembeli dalam lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan
hukum tetap
10. Penggabungan Usaha
11. Peleburan Usaha
12. Pemekaran Usaha
13. Hadiah

b. Pemberian hak baru karena :


1. Kelanjutan Pelepasan Hak
2. Di Luar Pelepasan Hak

3. Hak Atas Tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 5/1960


tentang UUPA, adalah :
a. Hak Milik
Hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai
atas tanah dengan mengingat fungsi sosial, yang dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Subyek Hak Milik adalah :
- Warga Negara Indonesia
- Badan Hukum yang ditunjuk PP No. 38/1963 yakni :
o Bank Milik Negara (Bank Indonesia, BNI)
o Koperasi Pertanian
o Badan-badan Sosial
o Badan-badan Keagamaan

b. Hak Guna Usaha


Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara dalam jangka waktu 25 atau 30 tahun dan dapat
diperpanjang selama 25 tahun, guna perusahaan pertanian,
perikanan atau peternakan yang dapat beralih dan dialihkan
kepada pihak lain, serta dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani Hak Tanggungan.

c. Hak Guna Bangunan


Hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan
atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dalam jangka waktu
paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang selama 20

232
Perpajakan untuk SMK

tahun lagi, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta
dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak
Tanggungan.

d. Hak Pakai
Hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah
yang dikuasai langsung oleh Negara atau milik orang lain
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberian hak ini.

e. Hak Milik atas satuan rumah susun


Hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan
terpisah, meliputi juga hak atas bagian bersama, benda
bersama, dan tanah bersama yang semuanya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang
bersangkutan.

f. Hak Pengelolaan
Hak menguasai dari negara yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang
haknya.

3. OBYEK PAJAK YANG TIDAK DIKENAKAN BPHTB

Obyek Pajak yang tidak dikenakan BPHTB adalah Obyek Pajak yang
diperoleh :

a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan


timbal balik.
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintah dan atau untuk
pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum.
c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau
perwakilan organisasi tersebut.
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau karena
perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama.
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf.
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan
ibadah.

233
Perpajakan untuk SMK

4. SUBYEK PAJAK

Yang disebut dengan Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan
hukum yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Subyek pajak yang dikenakan kewajiban menjadi Wajib Pajak
menurut UU.

5. DASAR PENGENAAN, TARIF PAJAK DAN CARA


PENGHITUNGAN

Dasar Pengenaan
Dasar Pengenaan Pajak adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek
Pajak)

NPOP untuk berbagai jenis perolehan obyek pajak ditentukan


sebagai-berikut :

a. Jual Beli adalah Harga Transaksi


b. Tukar-menukar adalah Nilai Pasar
c. Hibah adalah Nilai Pasar
d. Hibah Wasiat adalah Nilai Pasar
e. Waris adalah Nilai Pasar
f. Pemasukan dalam perseroan / badan hukum lainnya adalah
Nilai Pasar
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah Nilai
Pasar
h. Pemisahan hak karena pelaksanaan putusan Hakim yang
mempunyai kekuatan hukum tetap adalah Nilai Pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah Nilai Pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah
Nilai Pasar
k. Penggabungan usaha adalah Nilai Pasar
l. Peleburan usaha adalah Nilai Pasar
m. Pemekaran usaha adalah Nilai Pasar
n. Hadiah adalah Nilai Pasar
o. Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi
yang tercantum dalam Risalah Lelang.

Apabila NPOP tidak diketahui atau lebih rendah daripada Nilai


Jual Obyek Pajak (NJOP) yang digunakan dalam pengenaan

234
Perpajakan untuk SMK

PBB pada tahun terjadinya perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan, maka dasar pengenaan BPHTB adalah NJOP PBB.

Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah tarif
tunggal.sebesar 5%.

NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)


NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) ditetapkan secara regional
paling banyak Rp 60.000.00,00 kecuali dalam hak perolehan hak
karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan
pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan
regional paling banyak Rp 300.000.000,00.

Maksud NPOPTKP ditetapkan secara regional adalah


Penetapan NPOPTKP untuk masing-masing Kabupaten/Kota.

Cara Penghitungan Pajak


Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengallikan tarif
pajak 5% dengan Nilai Perolehan Obyek Pajak Kena Pajak
(NPOPKP). Besarnya NPOPTKP adalah NPOP – NPOPTKP.
Apabila NPOP lebih rendah dari NJOP PBB tahun terjadinya
transaksi, atau bila NPOP tidak diketahui, maka dasar pajaknya
adalah NJOP PBB.

BPHTB = (NPOP – NPOPTKP) x Tarif

Atau

Bila NJOP digunakan sebagai dasar pengenaan:

BPHTB = (NJOP – NPOPTKP) x Tarif

235
Perpajakan untuk SMK

Peraturan Pelaksanaan tentang tata-cara Pengenaan BPHTB

1. Peraturan Pemerintah R I No. 111 Tahun 2000 tentang


Pengenaan BPHTB karena Waris dan Hibah Wasiat, bahwa :
a. BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena Waris dan
Hibah Wasiat adalah sebesar 50 % dari BPHTB yang
seharusnya terutang.
b. Saat terutang pajak, sejak yang bersangkutan
mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota.

2. Peraturan Pemerintah No. 112 Tahun 2000 ttg. Pengenaan


BPHTB karena Pemberian Hak Pengelolaan, bahwa :
a. Penerima Hak Pengelolaan oleh Departemen, Lembaga
Departemen, Lembaga Pemerintah.Non Departemen,
Pemda Propinsi, Pemda. Kab/Kota, Lembaga Pemerintah
Lainnya, Perum Perumnas ditetapkan sebesar 0 %.
b. Penerima Hak Pengelolaan selain yang disebutkan diatas
ditetapkan sebesar 50 %

3. Peraturan Pemerintah No.113 Tahun 2000 tentang Penentuan


Besarnya NPOP TKP BPHTB, bahwa :
a. NPOP TKP ditetapkan secara regional paling banyak Rp
60.000.000,00 kecuali dalam hal perolehan hak karena
waris, atau hibah wasiat yang diterima Orang pribadi yang
masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami
isteri,ditetapkan secara regional paling banyak Rp
300.000.000,00.
b. Besarnya NPOP TKP ditetapkan oleh Menteri Keuangan
untuk setiap Kabupaten/ Kota dengan memperhatikan
usulan Pemerintah Daerah. NPOP TKP tersebut dapat
diubah dengan mempertimbangkan perkembangan
perekonomian regional.

CONTOH KASUS
1. Wajib Pajak “A” membeli tanah dan bangunan dengan NPOP
(Harga Transaksi) Rp 70.000.000,00. NJOP PBB berdasarkan
ketetapan Ka.KanWil DJP sebesar Rp75.000.000,00 maka yang
dipakai sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah
Rp 75.000.000,00 dan bukan Rp 70.000.000,00.

236
Perpajakan untuk SMK

2. Pada tgl 1 Februari 2001, WP “A” membeli tanah yang terletak di


Kabupaten “AA” dengan NPOP Rp 50.000.000,00. NPOPTKP
untuk perolehan hak selain karena waris, hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau
satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk
suami / isteri, untuk kabupaten “AA” ditetapkan sebesar Rp
60.000.000,00 Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan
dengan NPOP TKP , maka perolehan hak tersebut tidak
terutang BPHTB.

3. Wajib Pajak A membeli sebidang tanah di Kota Malang seharga


Rp 100 juta, NJOP PBB pada tahun terjadinya transaksi adalah
Rp 95 juta. Jika NPOPTKP Kota Malang atas transaksi tersebut
ditetapkan sebesar Rp 60 juta, tentukan BPHTB terutang atas
perolehan hak tersebut.
NPOP Rp 100.000.000,00
NPOPTKP Rp 60.000.000,00
NPOPKP Rp 40.000.000,00
BPHTB terutang
= 5 % x Rp 40.000.000,00 = Rp 2.000.000,00

4. Pada tgl 2 Maret 2001, WP “C “ mendaftarkan warisan berupa


tanah dan bangunan yang terletak di Kota “ BB ” dengan NPOP
Rp 400.000.000,00. NPOP TKP untuk perolehan karena waris
untuk Kota BB adalah Rp 300.000.000,00 Besarnya NPOP KP
adalah Rp 100.000.000,00 Maka perolehan hak tersebut
terutang BPHTB.

5. Seorang anak memperoleh warisan dari ayahnya sebidang tanah


dan bangunan dengan nilai pasar Rp 200.000.000,00. SPPT PBB
tahun yang bersangkutan mendaftar ke Kantor Pertanahan
setempat. Dengan NJOP Rp 250.000.000,00. Apabila Ka.Kanwil
DJP menetapkan NJOPTKP (waris) sebesar Rp 300.000.000,00,
BPHTB adalah sbb.:
NPOP Rp 250.000.000,00
NPOP TKP Rp 300.000.000,00 -
NPOP KP Nihil
BPHTB terutang Nihil

6. Seorang anak memperoleh warisan dengan nilai pasar Rp


500.000.000,00, NJOP yang tercantum dalam SPPT Rp
800.000.000,00. NPOP TKP Rp 300.000.000,00, BPHTB adalah :

237
Perpajakan untuk SMK

NPOP Rp 800.000.000,00
NPOP TKP Rp 300.000.000,00
NPOP KP Rp 500.000.000,00
BPHTB yg seharusnya terutang
= 5 % X Rp 500.000.000,00 = Rp 25.000.000,00
BPHTB terutang
= 50 % X Rp 25.000.000,00 = Rp 12.500.000,00

7. Seorang anak memperoleh hibah wasiat dari ayah kandungnya


sebidang tanah dan bangunan dengan nilai pasar Rp
500.000.000,00, SPPT NJOP-nya Rp 450.000.000,00. Apabila
NPOPTKP ditetapkan Rp 300.000.000,00, maka BPHTBnya
adalah :
NPOP Rp 500.000.000,00
NPOPTKP Rp 300.000.000,00
NPOPKP Rp 200.000.000,00
BPHTB yang seharusnya terutang
= 5 % X Rp 200.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
BPHTB yang terutang
= 50 % X Rp 10.000.000,00 = Rp 5.000.000,00

8. Suatu Yayasan Panti Asuhan Anak Yatim memperoleh hibah


wasiat sebidang tanah dan Bangunan dengan nilai pasar Rp
1.000.000.000,00 SPPT dengan NJOP Rp 900.000.000,00.
Apabila NPOP TKP Rp 300.000.000,00, maka BPHTB adalah :
NPOP Rp 1.000.000.000,00
NPOP TKP Rp 300.000.000,00
NPOP KP Rp 700.000.000,00
BPHTB seharusnya terutang
= 5 % X Rp 700.000.000,00 = Rp 35.000.000,00
BPHTB yang terutang
= 50 % X Rp 35.000.000,00 = Rp 17.500.000,00

9. Perum Perumnas memperoleh hak pengelolaan atas tanah


seluas 10 ha dengan NPOP Rp 1 Milyar BPHTB adalah :
NPOP Rp 1.000.000.000,00
NPOP TKP Rp 60.000.000,00
NPOP KP Rp 940.000.000,00
BPHTB terutang
= 5 % X Rp 940.000.000,00 = Rp 47.000.000,00
BPHTB yang harus dibayar = Nihil.

238
Perpajakan untuk SMK

10. Suatu BUMN memperoleh hak pengelolaan seperti tersebut di


atas, maka BPHTB yang harus dibayar adalah :
BPHTB yang harus dibayar
= 50 % X Rp 47.000.000,00 = Rp 23.500.000,00

6. SAAT TERUTANGNYA BPHTB , PEMBAYARAN DAN


PENETAPAN

Saat Terutang BPHTB


Saat terutang BPHTB atas :
a. Jual Beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya
akta
b. Tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
d. Waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
e. Pemasukan dalam perseroan/badan hukum lainnya adalah
sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak
tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
g. Putusan Hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum tetap
h. Hibah Wasiat sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke Kantor Pertanahan
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari
pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak.
j. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah
sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak.
k. Penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
l. Peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
m. Pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
n. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
o. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang

239
Perpajakan untuk SMK

Pembayaran BPHTB
Pembayaran BPHTB merupakan salah satu pelaksanaan sistem
self assessment dalam perpajakan kita, dimana :

1. Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang dengan tidak


mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak.
2. Pajak yang terutang dibayar di Bank Persepsi atau Kantor Pos
dan Giro atau tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
3. Tata cara pembayaran pajak diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

7. PENAGIHAN BPHTB

Penerbitan SKBKB dan SKBKBT

Surat Ketetapan Bea Peroleh Hak atas Tanah dan Bangunan


Kurang Bayar (SKBKB) diterbitkan dengan ketentuan sebagai
berikut :
1. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak,
Direktur Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Bea Peroleh Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
ternyata jumlah pajak yang terutang kurang dibayar.
2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan
Kurang Bayar sebagaimana dimaksud diatas ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebulan untuk
jangka waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat
terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar.
3. SKBKB harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan sejak diterima wajib pajak.

Surat Ketetapan Bea Peroleh Hak atas Tanah dan Bangunan


Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) diterbitkan dengan ketentuan
sebagai-berikut :

1. Dalam jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak,


Direktur Jendral Pajak dapat dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Peroleh Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru dan

240
Perpajakan untuk SMK

atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan


penambahan jumlah pajak yang terutang setelah diterbitkannya
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar.
2. Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah Bangunan
Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud diatas
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali Wajib
Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan
pemeriksaan.
3. SKBKBT harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak diterima wajib pajak.

Penerbitan Surat Tagihan Bea (STB)

Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB)
diterbitkan apabila :
1. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar
2. dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung
3. wajib pajak dikenakan sanksi bunga
4. STB harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu)
bulan sejak diterima wajib pajak.

Perbedaan mendasar antara STB dengan SKBKB/SKBKBT adalah :


1. STB diterbitkan dalam hal tidak terjadi perselisihan antara wajib
pajak dengan fiskus tentang jumlah pajak yang terutang
2. SKBKB/SKBKBT diterbitkan jika terjadi perbedaan besaran pajak
terutang antara wajib pajak dengan fiskus
3. STB tidak bisa diajukan sebagai dasar gugatan dalam keberatan,
sedangkan SKBKB/SKBKBT bisa diajukan sebagai dasar
gugatan dalam keberatan.

Contoh Kasus Hitungan SKBKB/T, STP, SKP


1. Wajib Pajak memperoleh tanah dan bangunan pada tanggal 29
Maret 2007
NPOP Rp 140.000.000,00
NPOPTKP Rp 60.000.000,00
NPOPKP Rp 80.000.000,00

Pajak yang terutang

241
Perpajakan untuk SMK

= 5% X Rp 80.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

Berdasarkan Pemeriksaan yang dilakukan pada tgl 30 Des


2007, ternyata ditemukan data yang belum lengkap yang
menunjukkan bahwa NPOP sebenarnya adalah Rp
190.000.000,00, maka pajak yang seharusnya terutang adalah
sebagai berikut :

NPOP Rp 190.000.000,00
NPOPTKP Rp 60.000.000,00
NPOP kena pajak Rp 130.000.000,00

Pajak yg seharusnya terutang :


= 5% X Rp130.000.000,00 = Rp 6.500.000,00
Pajak yg telah dibayar = Rp 4.000.000,00
Pajak yang kurang bayar = Rp 2.500.000,00

Sanksi Administrasi berupa BUNGA dari 29 Maret 2007 s/d 30


Desember 2007
= 10 x 2% x Rp 2.500.000,00 = Rp 500.000,00
Jumlah pajak yang hrs dibayar
= Rp 2.500.000,00 + Rp 500.000,00 = Rp 3.000.000,00

2. Pada tahun 2007, dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain


diperoleh data baru bahwa NPOP sebagaimana tersebut dalam
penjelasan Pasal 11 ayat (2) ternyata adalah Rp
230.000.000,00, maka pajak yg seharusnya terutang :

NPOP Rp 230.000.000,00
NPOP TKP Rp 60.000.000,00
NPOP kena Pajak Rp 170.000.000,00

Pajak yg seharusnya terutang


= 5% x Rp 170.000.000,00 = Rp 8.500.000,00
Pajak yg telah dibayar = Rp 6.500.000,00
Pajak yg kurang dibayar = Rp 2.000.000,00

Sanksi Admninistrasi berupa kenaikan


= 100% x Rp 2. 000.000,00 = Rp 2.000.000,00
Jumlah yag harus dibayar
= Rp 2.000.000,00 + Rp 2.000.000,00 = Rp 4.000.000,00

242
Perpajakan untuk SMK

3. Dari perolehan tanah dan bangunan pada tanggal 21 September


2007 , WP A terutang pajak sebesar Rp 5.000.000,00. Pada
saat terjadinya perolehan tersebut pajak dibayar Rp
4.000,000,00 Atas kekurangan pajak tsb. diterbitkan surat
tagihan BPHTB tanggal 23 Des 2007 dengan perhitungan
sbb:

Kekurangan bayar Rp 1.000.000,00


Bunga = 4 X 2% X Rp 1.000.000,00 = Rp 80.000,00

Jumlah yang harus dibayar dalam Surat Tagihan BPHTB = Rp


1.080.000,00

Penerbitan Surat Paksa


Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang
Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang
tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan
Surat Paksa.

8. KEBERATAN DAN BANDING BPHTB

Kondisi-kondisi dapat diajukannya keberatan


Keberatan dapat diajukan jika terjadi beda persepsi antara Wajib
Pajak dengan Fiskus tentang besar BPHTB terutang dalam
SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN.

Prosedur Pengajuan Keberatan :


1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Dirjen Pajak cq. KP PBB dimana tanah dan bangunan berada,
dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut
perhitungan wajib pajak disertai alasan-alasan yang jelas.
2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
diterimanya SKBKB, SKBKBT, SKBLB, SKBN
3. Disertai data-data pendukung atas keberatan yang diajukan :
a. Copy SSB
b. Asli SKBKB / SKBKBT / SKBLB / SKBN

243
Perpajakan untuk SMK

c. Copy akta / Risalah Lelang / SK Pemberian Hak Baru /


Putusan Hakim
d. Copy KTP / SIM / Paspor / Kartu Keluarga / Identitas lain
4. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban pembayaran
pajak dan pelaksanaan penagihan.

Jangka Waktu Penyelesaian


Jangka waktu penyelesaian keberatan adalah 12 bulan sejak
diajukannya keberatan oleh Wajib Pajak. Keputusan keberatan
berupa:
• Diterima seluruhnya
• Diterima sebagian
• Ditolak
• Ditambah

Tata-cara Pengajuan dan Penyelesaian Banding


Tata cara pengajuan dan penyelesaian banding → Keputusan
Dirjen No. Kep 635/PJ/2001 Tentang Prosedur Penanganan
Banding PBB dan BPHTB.

Pasal 1:
1. Banding adalah sebagaimana yang dimaksud dalam UU No.
Th.2000 tentang KUP.
2. Surat Uraian Banding (SUB) adalah surat DJP kepada BPSP
/ PP yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan
oleh Pemohon Banding.
3. Pajak adalah PBB dan BPHTB.

Pasal 2
1. Atas permintaan BPSP/PP, DJP membuat SUB atas banding
yang diajukan oleh WP.
2. Dirjen Pajak menyampaikan SUB kepada BPSP/PP dalam
jangka waktu 3bulan sejak tanggal permintaan.
3. Dalam pembuatan SUB, DJP meminta konsep beserta data
pendukungnya kepada KaKanWil DJP atau Ka KP PBB.
4. KaKanWil DJP atau Ka KP PBB menyampaikan konsep
sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dalam jangka waktu
1bulan sejak tanggal permintaan.

244
Perpajakan untuk SMK

Pasal 3
1. Atas panggilan Ketua Sidang, Dirjen Pajak menghadiri sidang
BPSP untuk memberikan keterangan baik lisan maupun
tertulis.
2. Dirjen Pajak dapat menunjuk Petugas dari KanWil atau KP
PBB untuk menghadiri siding.
3. Petugas DJP yang menghadiri sidang dilengkapi dengan
surat tugas.

Pasal 4
1. Ka KP PBB melaksanakan putusan banding yang diterima
dari BPSP dan membuat buku penjagaannya.
2. KaKanWil DJP memantau pelaksanaan putusan banding dan
membuat laporannya ke Kantor Pusat DJP.

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan dikabulkan


sebagaian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak
tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau
Putusan Banding.

9. PENGURANGAN BPHTB

Kondisi-kondisi yang dapat mengajukan pengurangan:


1. Atas permohonan Wajib Pajak, pengurangan pajak yang terutang
dapat diberikan oleh Menteri karena:
a. Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan
Obyek Pajak.
b. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-
sebab tertentu.
c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan
sosial atau pendidikan yang semata-mata mencari
keuntungan .
2. Ketentuan mengenai pemberian pengurangan pajak yang
terutang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur
dengan Keputusan Menteri.

245
Perpajakan untuk SMK

Penjelasan pasal diatas


™ Kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan
Obyek Pajak, contoh:
1. Wajib Pajak tidak mampu secara ekonomis yang memperoleh
hak baru melalui program pemerintah di bidang pertanahan.
2. Wajib Pajak Paribadi menerima hibah orang pribadi yang
mempunyai hubungan keluarga sedarah dalam, garis
keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke
bawah
™ Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-
sebab tertentu, contoh:
1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah melalui
pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah yang nilai ganti
ruginya dibawah NJOP.
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah sebagai
pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh Pemerintah untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
3. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi dan
moneter yang berdampak luas pada perekonomian nasional
sehingga Wajib Pajak harus melakukan restrukturisasi usaha
dan atau utang usaha sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah.
™ Tanah dan atau bangunan digunakan untuk kepentingan
sosial atau pendidikan yang semata-mata mencari
keuntungan,
contoh:
→ tanah dan atau bangunan yang digunakan antara lain
untuk:
Panti asuhan, panti jompo, rumah yatim piatu, pesantren,
sekolah yang tidak ditujukan mencari keuntungan, rumah
sakit swasta institusi pelayanan sosial masyarakat.

Tata Cara Pengajuan


Tata-cara pengajuan pengurangan sebagai-berikut :
1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada
Dirjen Pajak cq. KP PBB dimana tanah dan bangunan berada.
2. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat
terutangnya pajak
3. Disertai data-data pendukung atas pengurangan yang
diajukan :
a. Copy SSB
b. Copy akta waris, akta hibah dsb sesuai jenis perolehan
yang diajukan pengurangan

246
Perpajakan untuk SMK

c. Copy KTP / SIM / Paspor / Kartu Keluarga / Identitas lain


4. Pengajuan pengurangan tidak menunda kewajiban
pembayaran pajak dan pelaksanaan penagihan

Jangka Waktu Penyelesaian


Jangka waktu penyelesaian pengurangan adalah :
1. Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan pengajuan pengurangan, untuk pengurangan
yang kewenangan penyelesaiannya pada Kepala KP PBB
atau Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak
2. Jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan pengajuan pengurangan, untuk pengurangan
yang kewenangan penyelesaiannya pada Direktur Jenderal
Pajak.

Keputusan pengurangan dapat berupa: mengabulkan sebagian,


mengabulkan seluruhnya atau menolak

10. KELEBIHAN PEMBAYARAN BPHTB

Kondisi-kondisi dapat diajukannya kelebihan pembayaran


BPHTB
Pengajuan kelebihan pembayaran dapat dilakukan jika :
1. Pajak yang dibayar lebih besar dari pajak terutang
2. Subyek pajak seharusnya tidak terutang pajak
3. Pengajuan pengurangan yang disetujui
4. Pengajuan keberatan yang disetujui
5. Pengajuan banding yang disetujui
6. Adanya perubahan Undang-undang, yang menyebabkan pajak
yang telah dibayar lebih besar daripada pajak terutang.

Tata Cara Pengajuan


Tata-cara pengajuan kelebihan pembayaran BPHTB sebagai -
berikut :
1. Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Dirjen
Pajak cq. KP PBB dimana tanah dan bangunan berada.
2. Disertai data-data pendukung atas pengurangan yang diajukan :
a. Copy SSB
b. Copy akta waris, akta hibah dsb sesuai jenis perolehan yang
diajukan pengurangan
c. Copy KTP / SIM / Paspor / Kartu Keluarga / Identitas lain

247
Perpajakan untuk SMK

3. Dirjen Pajak dalam waktu paling lama 12 bulan sejak diterimanya


permohonan sebagaimana dimaksud pada diatas harus
memberikan keputusan.

SKBLB dan SKBN


Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan
menerbitkan :.
1. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Lebih Bayar, jika jumlah pajak yang dibayar
ternyata lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang.
2. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Nihil, jika jumlah pajak yang dibayar sama dengan
jumlah pajak yang terutang.
3. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak diajukannya
permohonan pengembalian kelebihan pajak terlampaui dan
dirjen pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan
wajib pajak dianggap dikabulkan dan SKBLB harus diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

Imbalan Bunga
Diatur dalam Pasal 22 ayat 3, ayat 4 dan ayat 5 UU BPHTB :
1. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKBLB
2. Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan
setelah lewat waktu 2 (dua) bulan, Dirjen Pajak memberikan
keterlambatan pembayaran dimaksud.

11. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN

Prosentase Pusat-Daerah
Bagian Daerah yang dibagi dengan perincian sbb:
1. Bagian propinsi yang bersangkutan sebesar 16%, atau 20%
dari 80%.
2. Bagian Kabupaten / Kota yang bersangkutan sebesar 64%,
atau 80% dari 80%.
¾Pemerintah Pusat : 20%
¾Pemerintah Propinsi : 16%
¾Pemerintah Kabupaten / Kota : 64%

248
Perpajakan untuk SMK

Kontribusi Terhadap Penerimaan Daerah Setempat


Meskipun penerimaan BPHTB memberikan kontribusi terhadap
penerimaan perpajakan relatif kecil, namun BPHTB merupakan
sumber penerimaan yang potensial bagi daerah (bukan
merupakan PAD). Dalam struktur keuangan daerah (APBD)
penerimaan BPHTB dan PBB digolongkan sebagai Bagian
Daerah dari bagi hasil pajak. Berdasarkan sumber dari Nota
Keuangan dan RAPBN tahun 1999/2000 didapatkan bahwa
prosentase penerimaan PBB dan BPHTB mencapai 9,7 % dari
total penerimaan daerah.

Latihan Soal
Penerimaan BPHTB tahun 2004 untuk kota Batu sebesar Rp 1
Milyar. Hitunglah bagian untuk pemerintah pusat dan daerah
(propinsi dan kota)
Bagian Pemerintah Pusat :Rp 200.000.000,00
Bagian Pemerintah Kota Batu :Rp 640.000.000,00
Bagian Pemerintah Propinsi Jatim :Rp 160.000.000,00

12. KETENTUAN DAN SANKSI BAGI PEJABAT

Ketentuan Bagi Pejabat


Diatur dalam pasal 24 UU BPHTB :
1. Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris hanya dapat
menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau
bangunan pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran
pajak berupa SSB.
2. Pejabat Lelang Negara hanya dapat menandatangani Risalah
Lelang perolehan hak atas tanah dan atau pada saat Wajib Pajak
menyerahkan bukti pembayaran pajak berupa SSB.
3. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan surat
keputusan pemberian hak atas tanah hanya dapat
menandatangani dan menerbitkan surat keputusan dimaksud
pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak
berupa SSB.
4. Terhadap pendaftaran hak atas tanah karena waris atau hibah
wasiat hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pertanahan
Kabupaten / Kota pada saat Wajib Pajak menyerahkan bukti
pembayaran berupa SSB.

249
Perpajakan untuk SMK

Kewajiban Pejabat
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris dan Kepala Kantor
Lelang Negara :
1. Hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah
dan atau bangunan jika wajib pajak menyerahkan bukti
pembayaran BPHTB (SSB).
2. Melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak
atas tanah dan bangunan selambat-lambatnya tanggal 10 bulan
berikutnya.

Sanksi Bagi Pejabat


1. Pejabat Pembuat Akta Tanah / Notaris dan Pejabat Lelang Negara
yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 24 ayat 1 dan ayat 2, dikenakan sanksi administrasi dan
denda sebesar Rp. 7.500.00,00 untuk setiap pelanggaran.
2. Pejabat Pembuat Akte / Notaris yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1, dikenakan sanksi
administrasi dan denda sebesar Rp. 250.000,00 untuk setiap
laporan.
3. PPAT / Notaris yang melanggar Pasal 25 ayat 1, dikenakan sanksi
Rp. 250.000,00 untuk setiap laporan.
4. Pejabat yang berwenang menandatangani dan menerbitkan SK
pemberian hak yang melanggar Pasal 24 ayat 2(a), dikenakan
sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pejabat Pertanahan yang melanggar Pasal 24 ayat 3, dikenakan
sanksi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Kepala Kantor Lelang Negara yang membuat laporan Risalah
Lelang yang melanggar Pasal 25 ayat 1, dikenakan sanksi menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13. PERLAKUAN AKUNTANSI

Apabila PPhTB ini dibayar oleh Wajib Pajak Badan maka sifatnya
menjadi tidak final dan di akhir tahun bisa diperlakukan sebagai kredit
pajak (menambah Uang Muka PPh).

Contoh 1:
PT. ABC pada bulan Juli 2007 menjual sebagian tanahnya kepada PT.
XYZ dengan harga Rp. 500.000.000,00 Harga Perolehan tanah sebesar
Rp. 150.000.000,00 NJOP-nya sebesar Rp. 400.000.000,00. NPOPTKP
adalah Rp. 30.000.000,00 Maka PPhTB yang harus disetor sendiri oleh
PT. ABC pada saat pengalihan hak di PPAT sebesar

250
Perpajakan untuk SMK

= 5% X Rp. 500.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00

PPhTB tersebut harus disetor oleh PT ABC menggunakan SSP atas


namanya.

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. ABC :


Kas Rp. 500.000.000,00
Tanah Rp. 150.000.000,00
Keuntungan Penjualan Tanah Rp. 350.000.000,00

Pada saat menyetor PPhTB :


Uang Muka PPh Rp. 25.000.000,00
Kas Rp. 25.000.000

Bagi PT. XYZ atas transaksi pembelian tanah dari PT. ABC harus
membayar BPHTB dengan perhitungan sbb:

(Rp. 400.000.000 – Rp. 30.000.000) X 5%


= Rp. 18.500.000,00

Jurnal bagi PT. XYZ:


Tanah Rp. 500.000.000,00
Beban BPHTB Rp. 18.500.000,00
Kas Rp. 518.500.000,00

Catatan:
Menurut fiskal BPHTB tersebut boleh diakui sebagai beban (deductible
expense) atau menambah Harga Perolehan Tanah (dikapitalasi).
BPHTB tersebut harus disetor sendiri oleh PT. XYZ menggunakan Form.
SSB (Surat Setoran Bea).

251
FISKAL LUAR NEGERI
(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH ORANG
PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI)

Bab ini membahas tentang :

; Mekanisme Fiskal Luar Negeri


; Bank Penerima Pembayaran
; Pengkreditan Fiskal Luar Negeri
; Pembebasan dari Pembayaran Fiskal Luar Negeri
; Pembatalan Kepergian ke Luar Negeri
; Pembebasan Fiskal Luar Negeri Secara Langsung
; Pembebasan Fiskal Luar Negeri Melalui
SKBFLN dari UPFLN
; Perlakuan Akuntansi Fiskal Luar Negeri
Jangan lupa kalo
mau ke luar
negeri harus
bayar Fiskal Luar
Negeri!!!

Fiskal Luar Negeri adalah pajak yang harus disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang
bertolak ke luar negeri dan merupakan kredit pajak di akhir tahun pajak.
Perpajakan untuk SMK

FISKAL LUAR NEGERI


(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI OLEH
ORANG PRIBADI YANG AKAN BERTOLAK KE LUAR NEGERI)

1. MEKANISME FISKAL LUAR NEGERI

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2000 jo


Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2001 mekanisme fiskal luar
negeri adalah sebagai berikut:

• Setiap orang pribadi setiap kali bertolak ke luar negeri wajib


membayar Fiskal Luar Negeri, yang dianggap sebagai angsuran
PPh Pasal 25.
• Besarnya Fiskal Luar Negeri = Rp 1.000.000,00 (dalam hal
menggunakan pesawat udara), dan Rp 500.000,00 (dalam hal
menggunakan kapal laut).
• Pembayaran Fiskal Luar Negeri dengan menggunakan Tanda
Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) di loket-loket
pembayaran Fiskal Luar Negeri (Bank Penerima Pelunasan
Fiskal Luar Negeri atau Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri) di
Kota Pelabuhan/tempat pemberangkatan.
• Dalam hal dibayar sendiri ; NPWP diisi dengan NPWP Kepala
Keluarga. Dalam hal dibayar pemberi kerja ; NPWP diisi dengan
NPWP Pemberi Kerja.

2. BANK PENERIMA PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI

Bank yang ditunjuk sebagai penerima pembayaran FLN atau PFLN


tertentu wajib melaksanakan kegiatan administrasi sbb :

a. Mengisi Formulir TBPFLN dengan benar, lengkap dan jelas


sesuai dengan data Orang Pribadi yang akan bertolak ke luar
negeri;

254
Perpajakan untuk SMK

b. Menyerahkan lembar pertama dan kedua Formulir TBPFLN


yang telah dibayar kepada yang bersangkutan, selanjutnya
lembar ke- 2 diserahkan kepada pihak Imigrasi pada saat
keberangkatan ke luar negeri dan lembar ke 3 merupakan
arsip UPFLN atau Bank Penerima Pelunasan TBFLN;
c. Menyetorkan hasil pelunasan TBPFLN yang diterima oleh
UPFLN dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke
Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
pada hari kerja berikutnya;
d. Dalam SSP harus dicantumkan :
• Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri atau Bank Penerima
Pelunasan TBFLN;
• NPWP diisi dengan 0.000.000.0-XXX (kode KPP);
• Jumlah uang;
• Kode jenis pajak : 0117.

3. PENGKREDITAN FISKAL LUAR NEGERI

1. Fiskal Luar Negeri Dibayar Sendiri

a. Dalam hal memiliki NPWP; FLN dapat dikreditkan dengan PPh


Terutang pada SPT Tahunan PPh tahun pajak yang
bersangkutan (termasuk FLN yang dibayar oleh anggota
keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus
satu derajat yang menjadi tanggungan sepenuhnya).
b. Dalam hal tidak punya NPWP; FLN tidak dapat dikreditkan

2. FLN Dibayar Pemberi Kerja

FLN dapat dikreditkan dengan PPh Terutang dalam SPT Tahunan


PPh Pemberi Kerja untuk tahun pajak yang bersangkutan, dengan
syarat :
a. Pada TBPFLN dicantumkan; identitas orang pribadi yang
bertolak ke Luar Negeri QQ Pemberi Kerja dan NPWP Pemberi
Kerja.
b. Kepergian tersebut harus dalam rangka dinas perusahaan dan
hanya untuk diri karyawan

255
Perpajakan untuk SMK

3. Perusahaan yang Dikenakan Pajak Perseroan dan PBDR (SE-


31/PJ.41/1999)

a. Bagi perusahaan yang dikenakan Pajak Perseroan 1925 dan


PBDR tahun 1970, FLN yang telah dibayar merupakan kredit
pajak PPh Pasal 21 bagi karyawan yang bersangkutan dan
pembayaran FLN tersebut merupakan penghasilan bagi
karyawan yang bersangkutan (termasuk karyawan expatriate).
b. Bagi perusahaan, FLN tersebut dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto.

4. PEMBEBASAN DARI PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI


(PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2000 JO
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2001)

• Anggota Korps Diplomatik, Pegawai Perwakilan Negara Asing,


Staf Badan-Badan PBB, Tenaga ahli dalam rangka kerjasama
teknik, Staf dari Badan/Organisasi Internasional yang mendapat
persetujuan Pemerintah RI, yang berangkat ke luar negeri
dengan menggunakan Paspor Diplomatik, sepanjang bukan WNI
dan di luar jabatan resminya tidak melakukan pekerjaan
lain/kegiatan usaha di Indonesia. Termasuk juga istri dan anak-
anak yang belum berusia 25 tahun, belum kawin, tidak punya
mata pencaharian, masih menjadi tanggungan, dan tinggal di
wilayah akreditasi. Serta pembantu rumah tangga dari mereka
sepanjang bukan WNI.
• Pejabat Negara, Anggota TNI/POLRI, Pegawai Negeri Sipil, yang
bertolak ke Luar Negeri dalam rangka dinas yang menggunakan
paspor dinas, dan dilengkapi dengan Surat Tugas atau Surat
Perjalanan Dinas ke Luar Negeri dari instansi/kesatuannya, untuk
setiap keberangkatan. Termasuk juga istri dan anak-anak yang
belum berusia 25 tahun dan belum kawin, tidak mempunyai mata
pencaharian, masih menjadi tanggungan dan tinggal di wilayah
akreditasi dalam rangka penempatan di Luar Negeri.
• Anggota TNI/POLRI yang bertugas sebagai Pasukan PBB atau
dalam rangka Program Latihan Bersama dengan pasukan negara
lain.
• Petugas Imigrasi yang melakukan tugas pendataan keimigrasian
di atas pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional.

256
Perpajakan untuk SMK

• Jamaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh


Departemen Agama, dan petugas pelaksana pemberangkatan
haji yang pembiayaannya dibebankan kepada dana ONH.
• Para pekerja WNI yang akan bekerja di Luar Negeri dalam rangka
pengiriman TKI dengan persetujuan/rekomendasi Depnaker yang
telah disahkan oleh Unit Pelaksana Fiskal Luar Negeri di Kota
Pelabuhan Tempat Pemberangkatan.
• Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di daerah
perbatasan yang melakukan perjalanan lintas batas wilayah RI.
• Orang asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, transit,
sosial budaya, kunjungan usaha, dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia serta berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
• Orang asing yang karena suatu hal diperintahkan oleh
Pemerintah RI untuk meninggalkan wilayah Indonesia.
• Awak pesawat terbang dan kapal laut serta kendaraan umum
angkutan darat yang beroperasi di jalur internasional atau
melakukan penerbangan, pelayaran, dan operasi berdasarkan
perjanjian charter.
• Orang pribadi yang bertolak ke Luar Negeri dalam Kawasan
Kerjasama Asean (625/KMK.04/1996 Jo SE-38/PJ.41/1996 Jo
SE-08/PJ.31/2003 )
• Anggota TNI/POLRI dan PNS yang bertugas di Kawasan
Keamanan dan Pelayanan Pemerintah di daerah perbatasan
yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka
kerjasama dengan negara yang berbatasan dengan
menyerahkan surat tugas dari atasan langsung.
• Anggota misi kesenian, olah raga, atau keagamaan yang
mewakili Pemerintah RI dengan persetujuan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, dan
Menteri Agama.
• Mahasiswa atau pelajar Indonesia yang akan belajar ke Luar
Negeri serta guru Indonesia dalam rangka program resmi
pertukaran mahasiswa, pelajar, atau guru yang jangka waktunya
lebih dari 1 bulan yang diselenggarakan Pemerintah atau Badan
Asing dengan persetujuan Mendikbud.
• Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di Pulau Batam
dan memiliki KTP yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di
Pulau Batam, sepanjang mereka telah dipotong PPh oleh
pemberi penghasilan atau telah terdaftar sebagai wajib pajakdan
telah memenuhi kewajiban PPh-nya pada KPP Batam.
• WNI yang bertempat tinggal tetap di Luar Negeri yang memiliki
tanda pengenal resmi sebagai penduduk di Negara tersebut dan
257
Perpajakan untuk SMK

tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia,


sepanjang berada di Indonesia tidak lebih dari 12 bulan, dan
pembebasan tersebut hanya diberikan untuk 4 kali dalam masa 1
tahun takwim.
• Tenaga kerja WNA pendatang yang bekerja di Pulau Batam,
Pulau Bintan, dan Pulau Karimun, sepanjang mereka telah
dipotong PPh Pasal 26 oleh Pemberi Penghasilan.
• Orang asing yang menerima/memperoleh penghasilan dari
Indonesia yang tidak bermaksud menetap di Indonesia dan
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan sepanjang atas penghasilan tersebut telah dipotong PPh
Pasal 26 oleh Pemberi Penghasilan.
• Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam
rangka belajar dengan rekomendasi dari Pimpinan Sekolah atau
Perguruan Tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia (tidak berlaku bagi istri
dan anak-anaknya).
• Orang asing yang berada di Indoesia dalam rangka melakukan
penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah
koordinasi LIPI/Lembaga Resmi Pemerintah lainnya serta
Depdikbud, sepanjang tidak menerima/memperoleh penghasilan
di Indonesia (tidak berlaku bagi istri dan anak-anaknya).
• Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka pelaksanaan
program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan
Sekretariat Kabinet, serta tidak menerima/memperoleh
penghasilan di Indonesia (tidak berlaku bagi istri dan anak-
anaknya).
• Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka
melaksanakan tugas sebagai anggota misi keagamaan dibawah
koordinasi Depag dan misi sosial di bawah koordinasi Depsos
yang tidak menerima/memperoleh penghasilan di Indonesia (tidak
berlaku bagi istri dan anak-anaknya).
• Penyandang cacat atau orang sakit yang mau berobat ke Luar
Negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 orang
pendamping dengan persetujuan Menteri Kesehatan.
• Anak-anak yang berangkat luar negeri sepanjang umurnya tidak
lebih dari 12 tahun.
• Orang pribadi warga negara asing yang bekerja di Indonesia
untuk kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
• Orang Pribadi yang berasal dari bekas Propinsi Timor Timur yang
berada di Indonesia dalam status pengungsi, yang telah
memutuskan untuk menjadi Warga Negara bekas Propinsi Timor
258
Perpajakan untuk SMK

Timur dan akan kembali ke Timor Timur, berdasarkan


rekomendasi Palang Merah Indonesia.
• Anggota misi dagang atau pameran yang mewakiIi Pemerintah
Republik Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan.

5. PEMBATALAN KEPERGIAN KE LUAR NEGERI

a. Orang pribadi yang batal ke Luar Negeri dapat meminta kembali


Fiskal Luar Negeri yang telah dibayar.
b. Syarat-syarat yang harus dipenuhi :

¾ Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri belum dicap oleh


Kantor Imigrasi
¾ Uang pembayaran belum disetor ke kas negara atau belum
dilakukan pemindahbukuan pencatatan sesuai dengan
ketentuan bank
¾ Mengembalikan TB FLN lembar ke 1 dan ke 2
¾ Dibuat Berita Acara Pembatalan.

6. PEMBEBASAN FISKAL LUAR NEGERI SECARA LANGSUNG


(KEP-36/PJ/2001 JO KEP-572/PJ/2001)

a. Anggota Korps Diplomatik, Pegawai Perwakilan Negara Asing.


staf dari Badan-Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik dan staf dari Badan/
Organisasi internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah
RI, sepanjang mereka bukan Warga Negara Indonesia (WNI) dan
disamping jabatan resminya tidak melakukan pekerjaan lain atau
kegiatan usaha di Indonesia beserta anggota keluarga dan
pembantu rumah tangganya yang bukan WNI, dengan
menggunakan paspor Indonesia. Termasuk juga istri dan anak-
anaknya yang belum berumur 25 tahun, belum menikah, belum
mempunyai penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal
bersama di wilayah akreditasi.

b. Pejabat negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau


Polisi Republik Indonesia (POLRI) dan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) yang bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang
menggunakan Paspor Dinas, dan dilengkapi dengan surat
tugas/perjalanan dinas ke luar negeri untuk setiap kali

259
Perpajakan untuk SMK

keberangkatan, tidak termsauk anggota keluarga. Termasuk juga


istri dan anak-anaknya yang merupakan anggota keluarga yang
belum berusia 25 tahun, belum menikah, belum mempunyai
penghasilan, masih menjadi tanggungan dan tinggal bersama di
wilayah akreditasi.

c. Anggota TNI atau POLRI yang mendapat tugas sebagai pasukan


PBB atau dalam rangka latihan bersama dengan pasukan negara
lain di luar negeri, dengan menyerahkan surat tugas dari
kesatuan yang bersangkutan dengan menunjukkan daftar
anggota pasukan oleh pimpinan rombongan.

d. Petugas imigrasi yang melakukan tugas pemeriksaan


keimigrasian dalam pesawat terbang perusahaan penerbangan
nasional atau kapal laut perusahaan pelayaran nasional dengan
memperlihatkan surat tugas atau identitas lainnya.

e. Jemaah haji yang penyelenggaraannya dilakukan oleh


Departemen Agama dan petugas pelaksana pemberangkatan
haji yang pembiayaannya dibebankan pada dana ONH dengan
menyerahkan surat dari departemen agama.

f. Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas


wilayah RI dengan mempergunakan Pas Lintas Batas sesuai
dengan perjanjian lintas batas dengan negara terkait.

g. Orang asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, transit,


visa sosial budaya, visa kunjungan usaha, dan tidak menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, sepanjang tidak
bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan.

h. Orang asing yang karena sesuatu hal diperintahkan oleh


Pemerintah Indonesia untuk meninggalkan wilayah Republik
Indonesia dengan memperlihatkan surat perintah meninggalkan
Indonesia yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

260
Perpajakan untuk SMK

7. PEMBEBASAN MELALUI PEMBERIAN SKBFLN DARI UPFLN


(KEP-36/PJ/2001 JO KEP-527/PJ/2001)

a. Anggota TNI atau POLRI dan PNS yang bertugas dibidang


keamanan dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan
yang melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka
kerja sama dengan negara yang berbatasan, dengan
menyerahkan surat tugas dari atasan langsung.
b. Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di Pulau Batam
yang mempunyai KTP pulau Batam sepanjang mereka telah
dipotong PPh oleh pemberi penghasilan atau telah terdaftar
sebagai WP dan telah memenuhi kewajiban Pajak
Penghasilannya pada KPP Batam, dengan menyerahkan bukti
potong PPh 21 atau SSP Pasal 25 yang telah dilegalisir oleh
Kepala KPP Batam atau Pejabat yang ditunjuk. SKBFLN
diterbitkan oleh UPFLN Dirjen Pajak di KPP Batam;
c. Tenaga Kerja WNA pendatang yang bekerja di Pulau Batam,
Pulau Bintan, Pulau Karimun, sepanjang mereka telah dipotong
PPh 21/26 oleh pemberi kerja dan Bukti Pemotongan PPh 21/26
telah dilegalisir oleh Kepala KPP Batam atau KPP Tanjung
Pinang atau Pejabat yang ditunjuk. SKBFLN diterbitkan oleh
UPFLN Dirjen Pajak di daerah setempat;
d. Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia yang tidak bertempat tinggal atau tidak bermaksud
menetap di Indonesia dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sepanjang atas penghasilan tersebut telah di potong
PPh Pasal 26 oleh pemberi penghasilan, dengan menyerahkan
bukti potong PPh Pasal 26 yang telah disahkan oleh Kepala KPP
atau Pejabat yang ditunjuk dimana pemberi penghasilan terdaftar;
e. Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam
rangka belajar dengan rekomendasi dari pimpinan sekolah atau
perguruan tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia, dengan menyerahkan
surat rekomendasi sebagai mahasiswa atau pelajar dari Pimpinan
Perguruan Tinggi Sekolah yang bersangkutan. Pembebasan
tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya;
f. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan
penelitian di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan di bawah
koordinasi Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia atau lembaga
resmi pemerintah lainnya serta Departemen Pendidikan Nasional
sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia dengan menyerahkan surat rekomendasi atau
261
Perpajakan untuk SMK

persetujuan dari instansi terkait dan surat pernyataan tidak


menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Pembebasan tersebut tidak berlaku bagi isteri dan anak-anaknya;
g. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka pelaksanaan
program kerjasama teknik dengan mendapat persetujuan
Sekretariat Kabinet serta tidak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Pembebasan tersebut tidak berlaku
bagi isteri dan anak- anaknya;
h. Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan
tugas sebagai anggota misi keagamaan di bawah koordinasi
Departemen Agama dan misi kemanusiaan di bawah koordinasi
Departemen Terkait dengan menyerahkan surat persetujuan atau
rekomendasi dari Departemen Agama dan Departemen Terkait
serta surat pernyataan tidak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia. Pembebasan tersebut tidak berlaku
bagi isteri dan anak- anaknya;
i. Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar
negeri atas biaya organisasi sosial termasuk 1 (satu) orang
pendamping dengan persetujuan Menteri Kesehatan;
j. Mereka yang menurut ketentuan Pasal 3 angka 1 dan 2
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2000 dikecualikan dari
kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan Orang Pribadi yang
akan bertolak ke luar negeri (Fiskal Luar Negeri) tetapi tidak
menggunakan paspor diplomatik atau paspor dinas dengan
menyerahkan surat rekomendasi dari Badan atau Organisasi
Internasional yang bersangkutan;
k. Anak-anak yang berangkat ke luar negeri sepanjang umurnya
tidak lebih dari 12 (dua belas) tahun berdasarkan Bukti Surat
Kependudukan atau paspor yang bersangkutan
l. Orang Pribadi yang berasal dari bekas propinsi Timor Timur yang
berada di Indonesia dalam status pengungsi, yang telah
memutuskan untuk menjadi Warga Negara bekas Propinsi Timor
Timur dan akan kembali ke Timor Timur, berdasarkan
rekomendasi Palang Merah Indonesia.

8. PERLAKUAN AKUNTANSI FISKAL LUAR NEGERI

Pembayaran Fiskal Luar Negeri merupakan angsuran PPh tahun


berjalan sehingga harus dicatat dalam rekening Uang Muka PPh (Fiskal
Luar Negeri) dan di akhir tahun merupakan kredit pajak.

262
Perpajakan untuk SMK

Contoh:

PT. ABC menugaskan Direktur produksi ke Jepang dalam rangka


pembelian mesin produksi. Fiskal Luar Negeri yang dibayar Rp.
1.000.000,00.

SSP dibuat atas nama Direktur produksi QQ PT. ABC

Jurnal yang dibuat oleh PT. ABC:


Uang Muka PPh (Fiskal Luar Negeri) Rp. 1.000.000,00
Kas Rp. 1.000.000,00

Catatan:
Uang muka tersebut oleh PT. ABC akan dikreditkan (mengurangi PPh
terutang) di akhir tahun.

263
PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
TERUTANG PADA AKHIR TAHUN PAJAK
& REKONSILIASI FISKAL
Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Rekonsiliasi Fiskal
; Jenis Objek Pajak Penghsilan
; Objek Pajak BUT
; Bukan Objek Pajak Penghasilan
; Harta yang Dapat Disusutkan
; Harga Perolehan Aktiva Tetap
; Metode Penyusutan Aktiva Tetap
; Harta Tak Berwujud yang Dapat Diamortisasi
; Pengelompokan Aktiva Tetap Berdasarkan KMK No. 138/KMK.03/2002
; Biaya yang Dapat Dikurangkan
; Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan
; Penilaian Persediaan
; Selisih Kurs Mata Uang Asing
; Cadangan yang Boleh Dibebankan Sebagai Biaya
; Contoh Kasus Penghitungan PPh Akhir Tahun & Perlakuan Akuntansi serta
Pelaporannya
Penghitungan PPh akhir
tahun didasarkan atas
laba rugi komersial

REKONSILIASI FISKAL
(KOREKSI FISKAL)

LABA RUGI FISKAL &


PENGHITUNGAN PPh
TERUTANG

Penghitungan PPh di akhir tahun didasarkan atas Laba Rugi Akuntansi yang
telah direkonsiliasi menjadi Laba Rugi Fiskal. Pajak terutang akhir tahun
akan dikurangi dengan kredit pajak yang menghasilkan PPh Kurang Bayar
(PPh Pasal 29) atau PPh Lebih Bayar (PPh Pasal 28A).
Perpajakan untuk SMK

PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN


TERUTANG PADA AKHIR TAHUN PAJAK
& REKONSILIASI FISKAL

1. KETENTUAN YANG MENGATUR

- Undang-Undang No. 16 Tahun 2000


- Undang-Undang No. 17 Tahun 2000
- Pasal 28 a dan 29 UU No. 17 Tahun 2000
- Pasal 4, 6 dan 9 UU No. 13 Tahun 2000
- Peraturan Pelaksanaan yang terkait dengan pasal-pasal tersebut

Sebelum kita membahas bagaimana cara menghitung PPh dalam satu


tahun mari kita mengingat kembali bagaimana proses penghitungan dan
pembayaran PPh dalam satu tahun pajak.

Dipotong Pihak Lain


Contoh: PPh 21, PPh 22, PPh 23,
PPh 24, PPh 4 ayat (2).
Di tahun berjalan
Dibayar sendiri
Penghitungan & Contoh: PPh 25, PPh TB, Fiskal Luar Negeri
Pembayaran PPh 29
PPh Di akhir tahun
PPh 28 a

Selanjutnya untuk pengitungan dan pembayaran pajak di akhir tahun


bisa di lihat dalam skema sbb:

266
Perpajakan untuk SMK

Non Norma & Non Pembukuan

Norma Penghitungan Penghasilan Neto


Wajib Pajak OP
Pengusaha tertentu Æ Final
Penghitungan
PPh di Akhir Pembukuan
Tahun
WP Tertentu Æ Norma Penghitungan Khusus

Wajib Pajak Badan Æ Pembukuan

Penjelasan:
a. Penghitungan PPh akhir tahun bagi WP Orang Pribadi yang
tanpa menggunakan Norma maupun Pembukuan.

Penghitungan ini hanya digunakan WP Orang Pribadi yang


penghasilannya hanya diperoleh dari satu atau lebih pemberi kerja.
Atas penghasilan yang ia terima dari pemberi kerja sudah dipotong
PPh pasal 21 dengan bukti potong berupa Form. 1721 A1.
Penghitungan PPh di akhir tahun umumnya akan menghasilkan
angka NIHIL dan SPT yang akan diisi adalah Form. 1770 S dengan
dilampiri Form. 1721 A1 dari pemberi kerja.

b. Penghitungan PPh akhir tahun bagi WP Orang Pribadi yang


mengunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Penghitungan ini digunakan oleh WP Orang Pribadi yang


menjalankan usaha atau pekerjaaan bebas dengan peredaran usaha
belum melebihi Rp. 1.800.000.000,- dalam satu tahun. Namun
apabila ia memilih pembukuan juga diperbolehkan. Cara menghitung
PPh-nya sbb:

- Peredaran Usaha selama 1 tahun X Prosentase Norma =


penghasilan neto dari usaha.
- Penghasilan neto dari usaha + penghasilan neto dari pekerjaan =
jumlah penghasilan neto.
- Jumlah penghasilan neto – PTKP – Zakat = Penghasilan Kena
Pajak.
- Penghasilan Kena Pajak X Tarif Pajak = Pajak Terutang
- Pajak Terutang – Kredit Pajak = PPh Kurang Bayar/PPh Lebih
Bayar (PPh pasal 29/28a).

267
Perpajakan untuk SMK

Catatan:
- Prosentase Norma besarnya untuk masing-masing jenis usaha
sudah di atur dalam Keputusan Dirjen Pajak KEP -. 536/PJ:2/2000
tanggal 29 Desember 2000.
- Kredit pajak adalah PPh yang dibayar dalam tahun berjalan baik
yang dipotong pihak lain maupun yang dibayar sendiri.
- Wajib pajak yang memilih mengunakan Norma Penghasilan Neto
tersebut diwajibkan memberitahukan kepada Direktorat Jenderal
pajak melalui KPP dimana ia terdaftar dalam jangka waktu 3 bulan
sebelum berakhirnya tahun pajak.
- Tabel Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk
WP Orang Pribadi bisa dilihat dalam lampiran buku ini.

c. Penghitungan PPh akhir tahun bagi pengusaha tertentu (bersifat


final).

Yang dimaksud pengusaha tertentu disini adalah orang pribadi yang


semata-mata melakukan kegiatan usaha yang outletnya tersebar di
beberapa wilayah KPP yang berbeda. Dia mempunyai kewajiban
menyetor PPh 25 (sebesar 2% dari omzet) di masing-masing KPP
dimana outletnya berada dan PPh 25 tersebut bersifat final dalam arti
di akhir tahun pengusaha tersebut penghitungan pajaknya NIHIL.

d. Penghitungan PPh akhir tahun bagi WP Orang Pribadi yang


mengunakan pembukuan.

Apabila Wajib pajak orang pribadi peredaran usahanya dalam


setahun telah melebihi Rp. 1.800.000.000,- maka penghitungan pajak
di akhir tahun wajib menggunakan pembukuan.

Cara menghitung PPh akhir tahun dilakukan sbb:


- Laba akuntansi (Laba komersial) disesuiakan/direkonsiliasi
dengan ketentuan fiskal (koreksi fiskal) = Laba Fiskal
- Laba Fiskal - Kompensasi Kerugian - PTKP = Penghasilan Kena
Pajak
- Penghasilan Kena Pajak X Tarif Pajak = Pajak Terutang
- Pajak Terutang – Kredit Pajak = PPh Kurang Bayar/PPh Lebih
Bayar (PPh pasal 29/28a).

e. Norma Penghitungan Khusus Bagi WP Tertentu

Penghitungan PPh akhir tahun yang menggunakan norma khusus ini


khusus untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran dan
penerbangan di dalam negeri (Lebih jelasnya bisa dilihat di
pembahasan pasal 15).
268
Perpajakan untuk SMK

f. Penghitungan PPh akhir tahun bagi Wajib Pajak Badan.

Cara menghitung PPh akhir tahun bagi wajib pajak badan wajib
didasarkan atas pembukuan/akuntansi.

Cara menghitung pajaknya sbb:


- Laba akuntansi (Laba Komersial) disesuaikan/direkonsiliasi
dengan ketentuan fiskal (koreksi fiskal) = Laba Fiskal
- Laba Fiskal – Kompensasi Kerugian = Penghasilan Kena Pajak.
- Penghasilan Kena Pajak X Tarif Pajak = Pajak Terutang
- Pajak Terutang – Kredit Pajak = PPh Kurang Bayar/PPh Lebih
Bayar (PPh pasal 29/28a).

Dari cara penghitungan PPh akhir tahun diatas yang perlu dibahas
lebih lanjut adalah bagaimana kita bisa menyusun rekonsiliasi fiskal
sehingga bisa menyajikan Laba Rugi Fiskal.

2. REKONSILIASI FISKAL (KOREKSI FISKAL)

Penghitungan PPh akhir tahun bagi WP Badan dan OP yang


memilih/wajib menggunakan pembukuan didasarkan atas laba rugi
fiskal. Laba Rugi Fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi
Komersial/Akuntansi yang telah disesuaikan dengan peraturan
perpajakan melalui Rekonsliasi Fiskal.

Rekonsiliasi Fiskal tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal


(Koreksi Fiskal positif akan mengakibatkan bertambahnya laba fiskal
sebaliknya Koreksi Fiskal negatif akan memperkecil laba fiskal).

Hal-hal yang menyebakan adanya koreksi fiskal:


a. Adanya perbedaan antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
dengan Peraturan Perpajakan
b. Adanya penghasilan tertentu yang telah dikenakan PPh bersifat
final (lihat bab tentang PPh pasal 4 (2)).
c. Adanya kompensasi kerugian fiskal.

2.1 Perbedaan antara SAK dengan Peraturan Perpajakan


a. Perbedaan ini antara lain disebabkan perbedaaan konsep
penghasilan,
o Konsep penghasilan menurut akuntansi (SAK) adalah
kenaikan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas
yang tidak berasal dari kotribusi penanam modal.
269
Perpajakan untuk SMK

o Konsep penghasilan menurut ketentuan fiskal adalah segala


tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh
Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia yang bisa
dikonsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak dengan
nama dan dalam bentuk apapun.

Lebih lanjut fiskal membedakan penghasilan tersebut


menjadi tiga kelompok (pasal 4) yaitu:
• Penghasilan yang merupakan Objek Pajak Penghasilan
• Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
Penghasilan
• Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final.

Dengan adanya pengelompokan tersebut, maka akan berakibat


adanya perbedaan atau koreksi fiskal. Penghasilan yang bukan
objek pajak berarti atas penghasilan tersebut tidak akan
dikenakan PPh (tidak menambah laba fiskal)

Contoh 1:
Dividen yang diterima oleh PT, koperasi, BUMN/D menurut
ketentuan akuntansi dividen tersebut harus diakui sebagai
penghasilan (menambah laba akuntansi) tetapi menurut fiskal
apabila memenuhi syarat maka dividen tersebut bukan objek
pajak (tidak menambah laba fiskal) sehinngga pendapatan
dividen tersebut harus dikoreksi fiskal (Koreksi Fiskal negatif).

Contoh 2:
Sisa Cadangan Kerugian Piutang untuk usaha bank menurut
ketentuan akuntansi sisa cadangan tersebut bukan merupakan
penghasilan, tetapi menurut fiskal sisa cadangan kerugian
piutang harus diakui sebagai unsur penghasilan (menambah
laba fiskal) sehingga harus ada koreksi fiskal positif.

Untuk lebih jelasnya tentang pengelompokan penghasilan


tersebut bisa kita lihat dalam pasal 4 ayat 1,2 & 3 Undang-
Undang No. 17 tahun 2000.

b. Perbedaan Saat Pengakuan Penghasilan


Akuntansi bisnis mengakui penghasilan menggunakan dasar
waktu (accrual basic). Ketentuan fiskal mengakui penghasilan
tidak berbeda dengan akuntansi, namun dalam kasus-kasus
khusus ketentuan fiskal mengharuskan wajib pajak tertentu
menggunakan dasar tunai (cash basic).

270
Perpajakan untuk SMK

Contoh:
Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-184/PJ./2002 tentang
Pengakuan penghasilan atas penghasilan bank berupa bunga
kredit non performing. Ketentuan ini mengatur bahwa penghasilan
bank berupa bunga kredit non performing diakui saat penghasilan
tersebut diterima oleh bank (cash basic), namun akuntansi
mengakui pendapatan bunga tersebut menggunakan dasar waktu
(accrual basic) sehingga disini ada perbedaan pengakuan
penghasilan yang berakibat adanya koreksi fiskal negatif.

c. Perbedaan Pengukuran Penghasilan


Secara umum akuntansi dan fiskal mengatur sama tentang
pengukuran penghasilan yaitu sebesar jumlah yang dibebankan
kepada konsumen atau jumlah klaim kepada konsumen, namun
dalam kasus-kasus tertentu cara mengukur ini bisa berbeda.
Apabila akuntansi mencatat atau mengukur penghasilan terlalu
rendah/tidak wajar karena dipengaruhi oleh adanya hubungan
istimewa, hal tersebut akan berakibat adanya koreksi fiskal
positif (penghasilan dikoreksi menjadi jumlah yang wajar).

d. Perbedaan Konsep Biaya


• Dari sisi akuntansi Beban (Expense) diartikan sebagai
penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi
dalam bentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas
yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal
• Dari sisi fiskal Biaya diartikan sebagai biaya untuk menagih,
memperoleh, dan memelihara (3M) penghasilan atau biaya
yang berhubungan langsung dengan perolehan. Dari
pengertian tersebut nampak sekali adanya perbedaan antara
ketentuan akuntansi dan fiskal.
• Lebih jelasnya mengenai biaya yang diperbolehkan dan tidak
diperbolehkan menurut ketentuan fiskal bisa dilihat dalam pasal
6 dan 9 UU no. 17 tahun 2000.

e. Cara Mengakui Biaya


Pada prinsipnya antara akuntansi dan fiskal mengakui biaya
berdasarkan accrual basic namun dalam kasus tertentu, seperti
bunga atas kredit non performing pihak debitur bisa mengakui
biaya bunga pada saat terjadinya pembayaran (cash basic),
sehingga diperlukan koreksi fiskal positif.

f. Cara Mengukur Biaya


Pada prinsipnya akuntansi dan fiskal mengatur sama tentang
cara mengukur besarnya biaya, namun dalam kasus tertentu
271
Perpajakan untuk SMK

fiskal tidak mau mengakui biaya yang cenderung besar (tidak


wajar) karena dipengaruhi adanya hubungan istimewa sehingga
perlu adanya koreksi fiskal positif.

g. Perbedaan Cara Mengalokasikan Biaya


Ada beberapa biaya yang cara membebankannya menggunakan
teknik alokasi tertentu misalnya:
o Penyusutan dan amortisasi, akuntansi dan fiskal sama-sama
mengakui adanya beban penyusutan dan amortisasi, namun
metode dan tarif yang digunakan bisa jadi berbeda. Fiskal
mengatur tentang metode penyusutan ini sesuai ketentuan
pasal 10,11 UU no. 17 tahun 2000 dan Keputusan MenKeu no.
KMK 138/KMK.03/2002 tanggal 8 April 2002.

Namun akuntansi menggunakan metode dan tarif penyusutan


berdasarkan kehendak perusahaan asalkan wajar dan
konsisten. Sehingga memungkinkan di dalam penyusutan dan
amortisasi ini ada koreksi fiskal baik positif maupun negatif.

o Penilaian persediaan, Fiskal hanya memperbolehkan wajib


pajak mengunakan metode FIFO atau Rata-rata sedangkan
akuntansi kita diperbolehkan memilih FIFO, LIFO, Rata-rata,
dsb. Sehingga apabila metode yang digunakan berbeda akan
menimbulkan koreksi fiskal baik negatif maupun positif.

Fiskal hanya memperbolehkan menggunakan metode FIFO


atau rata-rata karena metode tersebut akan mengakibatkan
laba kotor menjadi lebih tinggi dengan asumsi harga barang
cenderung naik.

o Pengakuan kerugian piutang, Fiskal menggunakan metode


langsung (kecuali jenis usaha tertentu) sedangkan akuntansi
menganut prinsip konservatif (mengakui kerugian piutang yang
dibentuk dari cadangan), sehingga hal ini akan mengakibatkan
koreksi fiskal positif.

3. JENIS-JENIS OBYEK PAJAK PENGHASILAN PASAL 4 AYAT (1)


UU NO. 17 TAHUN 2007

Berikut ini diuraikan tentang jenis-jenis penghasilan yang merupakan


objek PPh :

a. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa,


kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang PPh :
272
Perpajakan untuk SMK

- Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan


pekerjaan, seperti: upah, gaji, premi asuransi kesehatan yang
dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya
merupakan obyek pajak.
- Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk imbalan
dalam bentuk natura yang diberikan oleh non subyek pajak
penghasilan.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan:


- Meliputi hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti;
hadiah undian tabungan, hadiah pertandingan olah raga, dan
sebagainya.
- Yang dimaksud penghargaan adalah imbalan yang diberikan
sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang
diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.

c. Laba usaha

d. Keuntungan penjualan atau pengalihan harta (capital gain):


- Keuntungan dari penjualan atau pengalihan harta (aktiva)
merupakan selisih lebih antara harga jual atau harga pasar wajar
harta pada saat dijual/dialihkan dengan nilai perolehan (atas harta
yang tidak dapat disusutkan) atau nilai sisa buku fiskal (nilai sisa
buku berdasarkan penyusutan secara fiskal) atas harta yang
disusutkan.

Misalnya ;
PT Abadi menjual sebuah aktiva berupa truk dengan harga jual
Rp 80 Juta. Apabila nilai sisa buku fiskal truk tersebut sebesar
Rp 20 Juta, maka keuntungannya adalah Rp 60 Juta (merupakan
obyek Pajak Penghasilan).

- Apabila penjualan harta tersebut dilakukan antara badan usaha


dengan pemegang sahamnya (pihak yang memiliki hubungan
istimewa), maka harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung keuntungan tersebut adalah harga pasar.

Misalnya ;
PT Abadi dalam kasus di atas menjual truknya kepada Amin
(pemegang saham) seharga Rp 40 Juta. Keuntungan PT Abadi
yang merupakan obyek PPh tetap sebesar Rp 60 Juta (harga
pasar wajar - nilai sisa buku fiskal). Bagi Amin pun jumlah
sebesar Rp 40 merupakan obyek pajak penghasilan (nilai pasar
wajar - jumlah yang dibayar).

273
Perpajakan untuk SMK

- Keuntungan atas pengalihan harta bukan merupakan obyek PPh


dalam hal :
1. Pengalihan harta sebagai bantuan atau sumbangan atau hibah
yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk
Koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
(604/KMK.04/1994 ).

2. Pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan,


atau pemekaran usaha wajib pajak yang diperkenankan
melakukan penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha
dengan nilai buku (perusahaan yang akan menjual sahamnya
di bursa efek). Lihat 422/KMK.04/1998 Jo 469/KMK.04/1998.
Artinya, baik bagi pihak yang mengalihkan maupun pihak yang
menerima pengalihan tidak terdapat keuntungan yang
merupakan obyek PPh.

Pihak yang mengalihkan pun tidak dapat membebankan nilai sisa


buku fiskal aktiva tersebut sebagai biaya (non deductible) sesuai
dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 TAHUN 2000.

e. Penerimaan kembali pajak yang semula telah dibebankan sebagai


biaya
Pengembalian (restitusi pajak) yang semula telah dibebankan
sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak,
merupakan obyek pajak penghasilan.

Misalnya ; Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan


dibebankan sebagai biaya yang karena suatu sebab dikembalikan.
Jumlah yang dikembalikan tersebut merupakan penghasilan.

f. Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan karena


pengembalian utang :
- Premium terjadi apabila obligasi dijual di atas nilai nominalnya.
Sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah
nilai nominalnya.
- Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan
obligasi, sedangkan diskonto merupakan penghasilan bagi pihak
yang membeli obligasi.

g. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, yaitu terdiri dari :

274
Perpajakan untuk SMK

- Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,


dengan nama dan dalam bentuk apapun.
- Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal
yang disetor.
- Pemberian saham bonus tanpa penyetoran, termasuk saham bonus
dari kapitalisasi agio saham, kecuali : apabila jumlah nilai nominal
saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tersebut
tidak melebihi jumlah setoran modalnya (PP NOMOR 138 TAHUN
2000).
- Pembagian laba dalam bentuk saham (dividen saham).
- Pencatatan tambahan modal tanpa penyetoran, kecuali yang
berasal dari kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap (PP
NOMOR 138 TAHUN 2000)
- Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-
saham oleh perseroan yang bersangkutan.
- Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetor, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,
kecuali jika pembayaran kembali tersebut akibat dari pengecilan
modal (statuter) yang dilakukan secara sah.
- Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
- Bagian laba sehubungan dengan kepemilikan obligasi.
- Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.
- Pembagian Sisa Hasil Usaha kepada anggota koperasi
- Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

h. Royalti, yaitu imbalan sehubungan dengan penggunaan :


- Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, patent,
merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan.
- Hak atas harta berwujud, hak atas alat-alat industri, komersial, dan
ilmu pengetahuan, yaitu setiap peralatan yang mempunyai nilai
intelektual, misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di
beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak
(drilling rig).
- informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum,
walaupun mungkin belum dipatenkan, misalnya pengalaman di
bidang industri atau bidang lainnya.

i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran secara berkala, misalnya


alimentasi atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara
berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu.
275
Perpajakan untuk SMK

l. Keuntungan karena pembebasan utang :


- Pembebasan utang merupakan penghasilan bagi pihak yang
semula berutang dan biaya bagi pihak yang semula berpiutang.
- Pembebasan utang debitur kecil, seperti Kredit Usaha Keluarga
Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit untuk
Perumahan Sangat Sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai
jumlah tertentu dikecualikan dari obyek PPh.
- Utang debitur kecil adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih
dari Rp 350 Juta (PP NOMOR 130 TAHUN 2000)

m. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing :


- Dapat disebabkan oleh fluktuasi kurs mata uang asing atau adanya
kebijakan Pemerintah di bidang moneter.
- Keuntungan selisih kurs yang disebabkan oleh fluktuasi kurs mata
uang asing, pengenaan pajaknya dikaitkan dengan sistem
pembukuan yang dianut wajib pajak dengan syarat dilakukan secara
taat asas.
- Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan
kurs tetap (kurs historis), keuntungan selisih kurs-nya diakui pada
saat terjadinya realisasi mata uang asing tersebut.
- Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan berdasarkan
kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku
pada akhir tahun (per tanggal neraca), maka keuntungan selisih
kurs-nya diakui pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah
Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir
tahun.
- Keuntungan selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang
moneter dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca,
dan diakui secara bertahap berdasarkan realisasi mata uang
tersebut.

n. Premi asuransi yang diterima atau diperoleh perusahaan asuransi dari


para peserta asuransi (pemegang polis).

o. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

p. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang


terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

q. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum


dikenakan pajak:
- Tambahan kekayaan neto pada hakikatnya merupakan akumulasi
penghasilan baik penghasilan yang telah dikenakan pajak, yang
belum dikenakan pajak, maupun penghasilan yang bukan obyek
pajak.
276
Perpajakan untuk SMK

- Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan neto yang melebihi


akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan
merupakan oyek pajak, maka tambahan kekayaan neto tersebut
merupakan penghasilan (obyek pajak).

4. OBYEK PAJAK BENTUK USAHA TETAP ( PASAL 5 UNDANG-


UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 )

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan Bentuk Usaha Tetap


tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai (Penghasilan
BUT sendiri).
2. Penghasilan kantor pusatnya dari usaha atau kegiatan
penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis
dengan yang dijalankan/dilakukan oleh BUT di Indonesia
(penghitungan berdasarkan pendekatan force of
attraction/berdasarkan fakta, penarikan paksa). Hal ini karena
pada hakikatnya usaha atau kegiatan kantor pusat di Indonesia
tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha dan kegiatan
yang dapat dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap.

Misalnya:
- Sebuah bank di luar negeri yang memiliki cabang (Bentuk Usaha
Tetap) di Indonesia, memberikan pinjaman secara langsung tanpa
melalui Bentuk Usaha Tetap kepada perusahaan di Indonesia.
Dalam hal ini, penghasilan sehubungan dengan pemberian
pinjaman oleh kantor pusat tersebut diakui sebagai penghasilan
Bentuk Usaha Tetap.
- Sebuah perusahaan di luar negeri yang memiliki Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia menjual produk yang sama dengan yang dijual
oleh BUT secara langsung tanpa melalui BUT-nya kepada pembeli
di Indonesia. Dalam hal ini, penjualan yang dilakukan oleh kantor
pusat tersebut diakui sebagai penjualannya BUT di Indonesia.

3. Penghasilan berupa dividen, bunga termasuk premium,


diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang, royalti, sewa (imbalan lainnya sehubungan
dengan penggunaan harta), imbalan sehubungan dengan jasa,
pekerjaan (kegiatan), hadiah / penghargaan, pensiunan /
pembayaran berkala lainnya, yang diterima oleh kantor pusat
(wajib pajak luar negeri) dari Indonesia, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT-nya dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan tersebut.

277
Perpajakan untuk SMK

Misalnya :
- Zenith Inc. yang berkedudukan di Amerika menutup perjanjian
lisensi dengan PT Polar untuk mempergunakan merek dagang
Zenith Inc. atas hak tersebut, Zenith Inc menerima royalti dari PT
Polar.
- Sehubungan dengan perjanjian tersebut, Zenith Inc memberikan
jasa manajemen kepada PT Polar melalui BUT di Indonesia, dan
dalam rangka pemasaran produk PT Polar yang menggunakan
merek Zenith Inc tersebut.
- Dalam kasus di atas, penggunaan merek dagang oleh PT Polar
memiliki hubungan efektif dengan BUT di Indonesia, sehingga
penghasilan Zenith Inc yang berupa royalti tersebut diperlakukan
sebagai penghasilan BUT.

5. TIDAK TERMASUK SEBAGAI OBYEK PAJAK PENGHASILAN


(PASAL 4 AYAT 3 UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 )

Berikut ini adalah jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan


objek PPh:
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah dan yang diterima oleh yang berhak
serta harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk Koperasi yang ditetapkan Menteri Keuangan
sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh Badan sebagai
pengganti saham atau penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, BUMN/BUMD, yang
merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia, dengan syarat ;
- dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan
278
Perpajakan untuk SMK

- dalam hal penerima dividen adalah Perseroan Terbatas,


BUMN, dan BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
yang disetor dan harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan
saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan baik dibayar
oleh pemberi kerja maupun pegawai.
8. Penghasilan dana pensiun tersebut dari modal yang ditanamkan
dalam bidang-bidang tertentu, yaitu ;
- deposito, sertifikat deposito, tabungan pada bank di
Indonesia
- obligasi yang diperdagangkan di Pasar Modal Indonesia
- saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
- (Lihat Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 651 / KMK.04 /
1994)
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa
dana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
sejak pemberian ijin usaha.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura, berupa bagian laba dari pasangan usaha yang didirikan
dan menjalankan usaha di Indonesia, sepanjang perusahaan
pasangan usaha tersebut ;
- merupakan perusahaan kecil atau menengah (penjualan bersih
setahun tidak melebihi Rp 5 juta) atau yang menjalankan usaha
dalam sektor usaha yang ditetapkan Menteri Keuangan
(250/KMK.04/1995)
- sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

6. HARTA YANG DAPAT DISUSUTKAN MENURUT KETENTUAN


FISKAL (PASAL 11 UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN
2000)

Berikut ini jenis harta yang dapat disusutkan:

- Yaitu harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1


tahun yang digunakan untuk mendapatkan menagih, dan
memelihara penghasilan (obyek pajak), kecuali tanah.
- Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan tidak boleh disusutkan secara fiskal.
Misalnya; kendaraan perusahaan yang dikuasai dan dibawa
279
Perpajakan untuk SMK

pulang oleh karyawan, rumah dinas karyawan yang tidak terletak


di daerah terpencil.
- Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara fiskal
tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya merupakan obyek PPh,
yang dihitung dari selisih antara harga jual (nilai pasar) dengan
harga perolehan. Dalam hal selisihnya negatif (rugi), kerugian
tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
- Penyusutan aktiva dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran
kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan,
penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta
tesebut. Penyusutan pada tahun pertama dihitung secara pro-
rata.
- Dengan persetujuan Dirjen Pajak, wajib pajak dapat melakukan
penyusutan mulai pada bulan digunakannya harta tersebut untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada
bulan harta tersebut mulai menghasilkan

7. HARGA PEROLEHAN AKTIVA TETAP (PASAL 10 UNDANG-


UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000)

- Jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan untuk mendapatkan harta


yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam
transaksi jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa
(Pasal 18 UU Nomor 17 TAHUN 2000). Apabila dipengaruhi
adanya hubungan istimewa, harga perolehan dihitung berdasarkan
jumlah yang seharusnya dikeluarkan (harga pasar wajar).
- Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar
wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dengan tukar-menukar.
- Jumlah yang seharusnya dikeluarkan berdasarkan harga pasar
wajar, dalam hal harta tersebut diperoleh dalam rangka likuidasi,
penggabungan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
perusahaan, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
- Nilai sisa buku fiskal harta yang bersangkutan atau nilai yang
ditetapkan oleh Dirjen Pajak, dalam hal harta tersebut diperoleh
karena sumbangan, bantuan, zakat, hibah serta warisan yang
memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU Nomor 17
TAHUN 2000.
- Nilai pasar dari harta yang bersangkutan, dalam hal harta tersebut
diperoleh dalam rangka setoran modal sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal (Pasal 4 ayat (3) huruf c UU Nomor 17
TAHUN 2000).
- Harga perolehan aktiva yang dibangun sendiri :
• Yaitu biaya-biaya untuk membangun atau membuat aktiva
tersebut, dimana harus dikeluarkan (dikoreksi) unsur-unsur
280
Perpajakan untuk SMK

biaya yang menurut ketentuan fiskal tidak dapat dibebankan


(non deductible).
• Dalam hal aktiva tersebut dibangun dengan dana yang
berasal dari pinjaman, biaya bunga pinjaman tersebut harus
dikapitalisir dalam harga perolehan aktiva yang bersangkutan
(menjadi unsur harga perolehan).

8. METODE PENYUSUTAN AKTIVA TETAP (PASAL 11 UNDANG-


UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000)

- Terhadap aktiva yang temasuk Kelompok I s.d. Kelompok IV, wajib


pajak diperkenankan untuk memilih antara metode garis lurus
(straight line methode) atau metode saldo menurun (decline
balance methode).
- Terhadap aktiva kelompok bangunan, wajib pajak harus
menerapkan metode garis lurus.
- Penggunaan metode penyusutan tersebut harus dilakukan secara
taat azas.
- Masa manfaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing
kelompok telah ditetapkan sebagai berikut :

Kelompok Harta Masa Tarif Tarif


Berwujud Manfaat Penyusutan Penyusutan
Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun

I. Kelompok I 4 Tahun 25% 50%


Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%

II. Bangunan :
Permanen 20 Tahun 5%
Tidak 10 Tahun 10%
Permanen

Contoh penggunaan metode garis lurus :

Sebuah gedung yang harga perolehannya Rp 100.000.000,00 dan


masa manfaatnya 20 tahun, penyusutannya setiap tahun adalah
sebesar Rp 5.000.000,00 (= Rp 100.000.000,00 / 20)

281
Perpajakan untuk SMK

Contoh penggunaan metode saldo menurun :

Sebuah mesin dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2000


dengan harga perolehan Rp 150.000.000,00. Masa manfaat mesin
tersebut adalah 4 tahun (tarif penyusutannya 50%). Maka perhitungan
penyusutannya adalah sbb :

Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku

Harga perolehan 150.000.000,00


2000 50% 75.000.000,00 75.000.000,00
2001 50% 37.500.000,00 37.500.000,00
2002 50% 18.750.000,00 18.750.000,00
2003 Disusutkan 18.750.000,00 0
sekaligus

- Penetapan kelompok-kelompok aktiva tetap diatur dalam Keputusan


Menteri Keungan (Kelompok aktiva non bangunan dalam Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 dan khusus untuk
perusahaan pertambangan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 521/KMK.04/2000)

- Pengertian bangunan tidak permanen adalah ; bangunan yang bersifat


sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau
bangunan yang dapat dipidah-pindahkan yang masa manfaatnya tidak
lebih dari 10 tahun. Misalnya, barak atau asrama yang dibuat dari kayu
untuk karyawan.

- Dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang-bidang


usaha tertentu, seperti pertambangan minyak dan gas bumi,
perkebunan tanaman keras, perlu diberikan pengaturan tersendiri
untuk penyusutan harta berwujud yang digunakan dalam usaha
tersebut, yang ketentuannya akan ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.

- Apabila terjadi pengalihan atau penarikan aktiva tetap tersebut di atas,


maka jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva tersebut dapat dibebankan
sebagai biaya dan jumlah harga jual (nilai pasar) atau penggantian
asuransi yang diterima atau diperoleh diakui sebagai penghasilan.

282
Perpajakan untuk SMK

- Dalam hal penggantian asuransi yang akan diterima jumlahnya baru


dapat diketahui dengan pasti di masa kemudian, maka dengan
persetujuan Dirjen Pajak jumlah nilai sisa buku fiskal aktiva yang
bersangkutan dapat dibebankan sebagai biaya masa kemudian
tersebut (matching expense againt revenue).

- Dalam hal pengalihan aktiva berupa bantuan, sumbangan, atau hibah


yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU Nomor 17
TAHUN 2000, maka nilai sisa buku fiskal harta tersebut tidak dapat
dibebankan sebagai biaya (kerugian) bagi pihak yang mengalihkan
dan bukan penghasilan bagi pihak yang menerima. Sebaliknya,
apabila tidak memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a dan b UU
Nomor 17 TAHUN 2000, maka bagi pihak yang mengalihkan nilai sisa
bukunya tidak dapat diakui sebagai biaya, dan bagi penerimanya
merupakan penghasilan.

9. HARTA TAK BERWUJUD YANG DAPAT DIAMORTISASI (PASAL


11A UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000)

- Pengeluaran untuk memperoleh harta tak berwujud dan


pengeluaran lainnya (termasuk biaya perpanjangan hak guna
bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai) yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun, yang digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Metode amortisasinya sbb :

Kelompok Harta Masa Tarif Tarif


Tak Berwujud Manfaat Penyusutan Penyusutan
Metode Garis Metode Saldo
Lurus Menurun
Ganda

I. Kelompok I 4 Tahun 25% 50%


Kelompok II 8 Tahun 12,5% 25%
Kelompok III 16 Tahun 6,25% 12,5%
Kelompok IV 20 Tahun 5% 10%

- Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal


(dapat dipilih apakah diamortisasi dengan metode di atas atau
langsung dibebankan seluruhnya pada tahun terjadinya).

- Pengeluaran yang dilakukan sebelum perusahaan beroperasi


komersial yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun,
dikapitalisasi (sebagai biaya praoperasi) kemudian dimortisasi
dengan metode di atas.

283
Perpajakan untuk SMK

- Yang termasuk pengeluaran praoperasi adalah biaya-biaya yang


dikeluarkan sebelum perusahaan beroperasi komersial, misalnya
biaya study kelayakan dan biaya produksi percobaan, tetapi tidak
termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji
pegawai, rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya.
Pengeluaran yang rutin tersebut harus dibebankan sekaligus pada
tahun terjadinya.

- Pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain yang


mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun di bidang
penambangan minyak dan gas bumi dengan menggunakan metode
satuan produksi, yaitu :
= {Produksi tahun ini / Taksiran deposit minyak mentah (gas bumi)
yang bisa ditambang} x 100 %

- Pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain migas,


hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam/hasil
alam lainnya yang memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun,
dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20%
yaitu :

Hak Pengusahaan Hutan (HPH) :


= {Produksi tahun ini / Taksiran produksi dalam konsesi HPH} x 100%,
maksimum 20%.

Hak Penambangan selain minyak dan gas bumi :


= {Produksi tahun ini / Taksiran deposit mineral yang bisa ditambang} x
100%, maksimum 20%.

Catatan :
- Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari
jumlah taksiran produksi, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran
untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain (yang belum
diamortisasi), maka sisa pengeluaran yang belum diamortisasi
tersebut dapat dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
- Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak tersebut di
atas, maka nilai sisa buku fiskalnya dibebankan sebagai biaya,
sedangkan jumlah yang diterima atau diperoleh sebagai
penggantiannya merupakan penghasilan.
- Apabila pengalihan tersebut dalam rangka sumbangan, hibah,
bantuan, dan warisan yang memenuhi syarat dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b UU Nomor 17 TAHUN 2000, maka nilai sisa buku
fiskalnya tidak dapat diakui sebagai biaya dan bagi penerimanya
bukan penghasilan.
284
Perpajakan untuk SMK

10. PENGELOMPOKAN AKTIVA TETAP UNTUK MENENTUKAN


TARIF PENYUSUTAN BERDASARKAN (KMK NO.138 / KMK . 03 /
2002 BERLAKU PER 8 APRIL 2002)

JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG


TERMASUK DALAM KELOMPOK I

NO JENIS USAHA JENIS HARTA


Urut
1. Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan
termasuk meja, bangku, kursi, almari dan
sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan
b. Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung,
duplikator, mesin fotocopy, accounting
machine, komputer, printer, scanner,dan
sejenisnya.
c. Perlengkapan lainnya seperti amplifier,
d. Sepeda motor, sepeda dan becak
e. Alat perlengkapan khusus (tools) bagi
industri/jasa yang bersangkutan
f. Alat dapur untuk memasak, makanan dan
minuman
g. Dies, jigs dan mould
2. Pertamina, perkebunan, Alat yang digerakkan bukan dengan mesin
kehutanan, perikanan
3. Industri makanan dan Mesin ringan yang dapat dipndah-pindahkan
minuman seperti huller, pemecah kulit, penyosoh,
pengering, pallet dan sejenisnya.
4. Perhubungan, pergunangan Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan sebagai
dan komunikasi angkutan umum
5. Industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, bipolar test
system, elimination (PE8-1), pose checker

JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG


TERMASUK DALAM KELOMPOK II

NO. JENIS USAHA JENIS HARTA


1. Semua jenis usaha a. Mebel dan peralatan dari logam termasuk
meja bangku, kursi, almari dan sejenisnya
yang bukan merupakan bagian dari
bangunan. Alat pengatur udara seperti AC,
Kipas angin, dan sejenisnya
b. Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya.
c. Container dan sejenisnya.
2. Pertanian, perkebunan, a. Mesin pertanian/perkebunan seperti traktor
kehutanan, dan mesin bajak, penggaruk, penanaman,
perikanan penebar benih dan sejenisnya
285
Perpajakan untuk SMK

b. Mesin yang mengolah atau menghasilkan


atau memproduksi bahan atau barang
pertanian, kehutanan, perkebunan dan
perikanan
3. Industri makanan dan a. Mesin yang mengolah produk asal
minuman binatang, unggas dan perikanan, misalnya
pabrik susu, pengalengan ikan.
b. Mesin yang mengolah produk nabati,
misalnya mesin minyak kelapa, margarine,
penggilingan kopi, kembang gula, mesin
pengolah biji-bijian seperti penggilingan
beras, gandum, tapioka
c. Mesin yang menghasilkan/memproduksi
minuman dan bahan-bahan minuman
segala jenis
d. Mesin yang menghasilkan/memproduksi
makanan dan bahan-bahan makanan
segala jenis
4. Industri Mesin Mesin yang menghasilkan/produksi mesin
ringan (misalnya mesin jahit, pompa air)
5. Perkayuan Mesin dan peralatan penebangan kayu
6. Konstruksi Peralatan yang dipergunakan seperti truk
berat, dump truk, crane bulduzer dan
sejenisnya.
7. Perhubungan, a. Truk kerja untuk pengangkutan dan
pergudangan dan bongkar muat, truk peron, truk ngangkang
komunikasi dan sejenisnya
b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal
khusu dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu (misalnya gandum, batu-batuan,
biji tambang dan sebagainya) termasuk
kapal pendingin, kapal tangki, kapal
penagkap ikan dan sejenisnya, yang
mempunyai berat 100 DWT
c. Kapal yang dibuat khusus untuk
d. menghela atau mendorong kapal-kapal
suar, kapal pemadam kebakaran, kapal
keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang
mempunyai berat 100 DWT
e. Perahu layar pakai atau tanpa motor yang
mempunyai berat sampai dengan 250 DWT
f. Kapal balon

286
Perpajakan untuk SMK

8. Telekomunikasi a. Perangkat pesawat telephon


b. Pesawat telegram termasuk pesawat
pengiriman dan penerimaan radio telegraf
dan radio telephon
9. Industri semi konduktor Auto frame loader, automatic logic handler,
baking oven, ball shear tester, bipolar test
handler (automatic), cleaning machine,
coating machine, curing oven, cutting press ,
dambar cut machine, dicer, die bonder, die
sher test dynamic burn in system oven,
dynamic tes handler, eliminator (PGE-01), full
automatic mark, hand maker, individual mark,
inserter remover machine, laser marker
(FUM A-01) logic test system, marker (mark),
memory test system, moulding mounter,
MPS Automatic, MPS manual O/S tester
manual, pass oven, pose checker, reform
machine, SMD stocker taping machine, tiebar
cut press, trimming/forming machine, wire
bonder, wire pull tester

JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG


TERMASUK DALAM KELOMPOK III
NO. JENIS USAHA JENIS HARTA
1. Pertambangan selain Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang
minyak dan gas pertambangan, termasuk mesin-mesin
yang mengolah produk pelikan.
2. Pemintalan, pertenunan, a. mesin yang mengolah / menghasilkan
dan pencelupan produk-produk tekstil (misalnya kain
katun, sutra, serat-serat buatan, wol
dan bulu hewan lainnya, lena rami,
permadani, kain-kain bulu, tule).
b. Mesin untuk yarn preparation,
bleaching, dyeing, printing, finishing,
texturing, packaging dan sejenisnya.
3. Perkayuan a. mesin yang mengolah/ menghasilkan
produk-produk kayu, barang-barang
dari jerami, rumput dan bahan
anyaman lainnya.
b. Mesin dan peralatan penggergajian
kayu.
4. Industri kimia a. mesin peralatan yang mengolah /
menghasilkan produk industri kimia
dan industri yang ada hubungannya
dengan industri kimia (misalnya bahan
kimia anorganis, persenyawaan
organis dan anorganis dan logam

287
Perpajakan untuk SMK

mulia, elemen radio aktif, isotop,


bahan kimia organis, produk farmasi,
pupuk, obat celup, obat pewarna, cat,
pernis, minyak eteris, dan resinoida-
resinoida wangi-wangian, obat
kecantikan dan obat rias, sabun,
detergent dan bahan organis
pembersih lainnya, zat albumina,
perekat, bahan peledak, produk
pirotehnik, korek api, alloy piroforis,
barang fotografi dan sinematografi.
b. Mesin yang mengolah/menghasilkan
produk industri lainnya (misalnya
damar tiruan, bahan plastik, ester dan
eter dari selulosa, karet sintetis, karet
tiruan, kulit samak, jangat dan kulit
mentah).
5. Industri mesin Mesin yang menghasilkan/ memproduksi
mesin menengah dan berat (misalnya
mesin mobil, mesin kapal).
6. Perhubungan dan a. kapal penumpang, kapal barang,
komunikasi kapal khusus dibuat untuk
pengangkutan barang-barang tertentu
(misalnya gandum, batu-batuan, biji
tambang dan sejenisnya) termasuk
kapal pendingin dan kapal tangki,
kapal penangkap ikan dan sejenisnya
yang mempunyai berat di atas 100
DWT sampai dengan 1.000 DWT
b. kapal dibuat khusus untuk menghela
atau mendorong kapal, kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal
keruk, keran terapung dan sejenisnya
yang mempunyai berat di atas 100
DWT sampai dengan 1.000 DWT
c. dok terapung
d. perahu layar pakai atau tanpa motor
yang mempunyai berat di atas 250
DWT
e. pesawat terbang dan helikopter-
helikopter segala jenis.
7. Telekomunikasi Perangkat radio navigasi, radar dan
kendali jarak jauh.

288
Perpajakan untuk SMK

JENIS-JENIS HARTA BERWUJUD YANG


TERMASUK DALAM KELOMPOK IV
N0. JENIS USAHA JENIS HARTA
urut
1. Konstruksi Mesin berat untuk konstruksi.
2. Perhubungan dan a. Lokomotif uap dan tender atas rel.
komunikasi b. Lokomotif listrik atas rel, dijalankan
dengan batere atau dengan tenaga
listrik dari sumber luar.
c. Lokomotif atas rel lainnya.
d. Kereta, gerbong penumpang dan
barang termasuk kontainer khusus
dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik
dengan satu alat atau beberapa alat
pengangkutan.
e. Kapal penumpang, kapal barang,
kapal khusus dibuat untuk
pengangkutan barang-barang tertentu
(misalnya gandum, batu-batuan, biji
tambang dan sejenisnya) termasuk
kapal pendingin dan kapal tangki,
kapal penangkap ikan dan sejenisnya,
yang mempunyai berat di atas 1.000
DWT.
f. Kapal dibuat khusus untuk menghela
atau mendorong kapal, kapal suar,
kapal pemadam kebakaran, kapal
keruk, keran-keran terapung dan
sebagainya, yang mempunyai berat di
atas 1.000 DWT
g. Dok-dok terapung.

11. BIAYA-BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI


PENGHASILAN BRUTO (PASAL 6 UNDANG-UNDANG NOMOR
17 TAHUN 2000)

Pajak Penghasilan yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif


pajak dengan Penghasilan Kena Pajak.

Penghasilan Kena Pajak adalah penghasilan bruto wajib pajak


dikurangi dengan pengurang penghasilan bruto.

289
Perpajakan untuk SMK

Pengurang Penghasilan Bruto terdiri dari :


• Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
yaitu biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha yang penghasilannya merupakan objek pajak. Dengan
demikian, biaya-biaya yang digunakan untuk mendapakan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan
objek pajak atau pengenaan pajaknya bersifat final tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
• Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud
dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun,
sepanjang harta yang disusutkan atau diamortisasi tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan (objek pajak).
• Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
• Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
• Kerugian dari selisih kurs mata uang asing :
− Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tetap (kurs historis), pembebanan kerugian
selisih kurs-nya dilakukan pada saat terjadinya realisasi mata
uang asing tersebut.
− Apabila wajib pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun (per tanggal neraca), maka
pembebanan selisih kurs-nya dilakukan pada setiap akhir tahun
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang
sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
− Rugi selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang moneter
dapat dibukukan dalam perkiraan sementara di neraca, dan
pembebanannya dilakukan secara bertahap berdasarkan realisasi
mata uang tersebut.
− Rugi selisih kurs yang terjadi tahun 1997 baik yang sudah
direalisasi maupun belum dapat dibebankan sekaligus atau
diamortisasi selama 5 tahun,
• Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
• Biaya bea siswa, magang, dan pelatihan dengan memperhatikan
kewajaran dan kepentingan perusahaan.
• Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat (KEP-
238/PJ./2001):

290
Perpajakan untuk SMK

− Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba


komersial.
− Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan
Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN)
atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan.
− Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat
berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya), dan
− Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak (dilampirkan dalam
SPT-nya).
• Kompensasi kerugian tahun-tahun yang lalu (maksimum 5 tahun).

Contoh :
PT A dalam tahun 2000 menderita kerugian fiskal sebesar Rp
1.200.000.000,00. Dalam 5 tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A
adalah sbb :
2001 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2002 : rugi fiskal Rp (300.000.000,00)
2003 : laba fiskal N I H I L
2004 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2005 : laba fiskal Rp 800.000.000,00

Kompensasi kerugian dilakukan sebagai berikut :


Rugi fiskal tahun 2000 Rp (1.200.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2001 Rp 200.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2000 Rp (1.000.000.000,00)
Rugi fiskal tahun 2002 Rp (300.000.000,00)
Sisa rugi fiskal tahun 2000 Rp (1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2003 Rp 0,00
Sisa rugi fiskal tahun 2000 Rp (1.000.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2004 Rp 100.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2000 Rp (900.000.000,00)
Laba fiskal tahun 2005 Rp 800.000.000,00
Sisa rugi fiskal tahun 2000 Rp (100.000.000,00)

Sisa rugi fiskal tahun 2000 sebesar Rp (100.000.000,00) tersebut tidak


dapat dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2006, karena sudah
lewat 5 tahun.
Rugi fiskal tahun 2002 sebesar Rp (300.000.000,00) hanya boleh
dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2006 dan 2007, karena
jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2003 berakhir pada akhir
tahun 2007.
291
Perpajakan untuk SMK

• Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus bagi Wajib Pajak


Orang Pribadi :
a. Rp 13.200.000,00 untuk wajib pajak orang pribadi yang
bersangkutan.
b. Rp 1.200.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang
kawin
c. Rp 1.200.000,00 tambahan untuk seorang istri yang
penghasilannya digabung dengan
penghasilan suami.
d. Rp 1.200.000,00 tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus,
serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling
banyak 3 orang untuk setiap keluarga.

Anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus,


misalnya orang tua, mertua, anak kandung, anak angkat.

Yang dimaksud dengan menjadi tanggungan sepenuhnya adalah


anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh
biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.

Status Wajib Pajak terdiri dari :

TK/... tidak kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota


keluarga;
K/... kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga;
K/I/... kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, ditambah
dengan banyaknya tanggungan anggota keluarga;
PH Wajib Pajak kawin yang secara tertulis melakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan;
HB/... Wajib Pajak kawin yang telah hidup berpisah ditambah
banyaknya tanggungan anggota keluarga.

Penerapan PTKP tersebut di atas ditentukan oleh keadaan pada awal


tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.

12. TIDAK DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO


(PASAL 9 UU NOMOR 17 TAHUN 2000)

Berikut ini adalah pengeluaran yang tidak boleh dibiayakan (non


deductible expense) menurut ketentuan fiskal :

292
Perpajakan untuk SMK

• Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti


dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan pembagian Sisa Hasil Usaha koperasi.
• Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
• Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali ;
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank, sewa guna usaha
dengan hak opsi, dan asuransi
b. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yang
ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan.
c. Cadangan pengadaan sarana dan prasarana untuk yayasan yang
bergerak di bidang pendidikan.
• Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar oleh wajib
pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi
tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang pribadi
yang bersangkutan (wajib dipotong PPh Pasal 21).
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali ; (Lihat 633 / KMK.04 /
1994 Jo 466 / KMK.04 / 2000)
a. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh karyawan secara
bersama-sama.
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu.
c. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
• Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
• Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan warisan, kecuali
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayar oleh wajib pajak
orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada Badan Amil
Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah.
• Pajak Penghasilan
• Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
• Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

293
Perpajakan untuk SMK

• Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi


pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
• Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang tidak dapat dikreditkan
karena :
a. Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan UU PPN (Faktur Pajak
Standar cacat), kecuali dapat dibuktikan bahwa PPN tersebut nyata-
nyata telah dibayar.
b. Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang termasuk dalam
Pasal 9 ayat 1 UU PPh.
c. Lihat PP Nomor 138 TAHUN 2000.
• Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, yang pengenaan
pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya berdasarkan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus.
• PPh yang ditanggung pemberi penghasilan, kecuali PPh Pasal 26,
sepanjang PPh tersebut ditambahkan sebagai dasar penghitungan
untuk pemotongan PPh Pasal 26 tersebut.
• Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Obyek Pajak.

13. PENILAIAN PERSEDIAAN DALAM RANGKA MENGHITUNG


HARGA POKOK PENJUALAN (PASAL 10 UNDANG-UNDANG
NOMOR 17 TAHUN 2000)

• Ketentuan fiskal mengharuskan penilaian persediaan berdasarkan


harga perolehan (cost methode) yang dilakukan secara rata-rata
(Average methode) atau dengan cara mendahulukan persediaan
yang diperoleh pertama (FIFO methode).
• Artinya, wajib pajak tidak diperkenankan menggunakan metode
penilaian mana yang lebih rendah antara harga perolehan dengan
harga pasar (COMWIL) ataupun menggunakan sistem
mendahulukan persediaan yang diperoleh terakhir (LIFO
methode).

Biaya Bunga
Biaya bunga pinjaman bank pada prinsipnya boleh dibiayakan
(deductible expense), namun dalam hal tertentu biaya bunga tidak
seluruhnya bisa dibiayakan. Lebih jelasnya diuraikan sbb:

294
Perpajakan untuk SMK

- Biaya bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena


jaminan pengembalian utang merupakan biaya yang dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Bunga pinjaman selama masa konstruksi suatu aset merupakan
komponen biaya langsung atas harga pokok atau harga perolehan
aset yang bersangkutan. Sehingga, biaya bunga dalam masa
konstruksi suatu aset tersebut harus dikapitalisir menjadi
komponen harga pokok atau harga perolehan aset yang
bersangkutan sampai dengan konstruksi aset tersebut selesai.
Selanjutnya, pembebanan biaya bunga tersebut dilakukan melalui
penyusutan/amortisasi atau diakui pada saat penjualan barang
(sebagai bagian dari harga pokok penjualan). Lihat SE-
20/PJ.42/1994
- Apabila terdapat penempatan deposito atau tabungan yang
dananya langsung atau tidak langsung berasal dari dana pinjaman
yang dibebani bunga, maka ; ( SE-46/PJ.4/1995 )

Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya atau lebih kecil


dibanding jumlah rata-rata deposito atau tabungan, maka bunga atas
pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.

Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dibanding jumlah rata-


rata deposito atau tabungan, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga atas selisih antara
jumlah rata-rata pinjaman dengan jumlah rata-rata deposito atau
tabungan.

Misalnya :
Jumlah rata-rata pinjaman dalam 1 tahun = Rp 150.000.000,00
Jumlah rata-rata deposito alam 1 tahun = Rp 40.000.00000
Bunga pinjaman seluruhnya = Rp 30.000.000,00

Bunga pinjaman yang dapat dikurangkan sebagai biaya


= {(150 juta - 40 juta) / 150 juta} x Rp 30 juta
= Rp 22 Juta.

Bukan termasuk dalam pengertian deposito/tabungan seperti tersebut di


atas adalah :
- Dana pinjaman yang ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang
atas jasanya dikenakan PPh Final.
- Adanya keharusan bagi wajib pajak untuk menempatkan dana dalam
jumlah tertentu pada suatu bank dalam bentuk deposito berdasarkan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sepanjang jumlah
deposito/tabungan tersebut semata-mata untuk memenuhi ketentuan
yang berlaku.
295
Perpajakan untuk SMK

- Dapat dibuktikan bahwa penempatan deposito/tabungan tersebut


dananya berasal dari tambahan modal atau sisa laba setelah pajak.

Biaya Entertainment ( SE-27/PJ.22/1986 )


• Biaya entertainment atau jamuan dan sejenisnya dapat dikurangkan
sebagai biaya (deductible expense) dengan syarat:
¾ Benar-benar dikeluarkan dan ada hubungannya dengan kegiatan
usaha wajib pajak
¾ Dibuatkan daftar nominatif dan dilampirkan dalam SPT Tahunan
PPh, yang memuat nomor urut, tanggal dan jenis entertainment,
nama tempat, alamat, jumlah, nama relasi, posisi, nama
perusahaan, jenis usaha.

14. SELISIH KURS MATA UANG ASING (PASAL 4 DAN PASAL 6


UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000)

Kerugian selisih kurs merupakan biaya (deductible expense).

Selisih kurs karena fluktuasi:


a. Apabila wajib pajak membukukan transaksi yang bersangkutan
dengan kurs tetap, maka selisih kurs diakui pada saat terjadi
realisasi pembayaran.
b. Apabila wajib pajak membukukan transaksi yang bersangkutan
dengan kurs tengah BI (kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir
tahun), maka selisih kurs diakui pada akhir tahun.
c. Wajib Pajak harus menggunakan metode di atas secara taat azas.

Selisih kurs karena kebijakan Pemerintah di bidang moneter:


dibukukan dalam akun sementara di neraca, dan pembebanannya
dilakukan secara bertahap berdasarkan realisasi pembayaran valas
tersebut.

Selisih kurs krisis moneter tahun 1997 baik yang sudah direalisir
maupun belum dapat dibebankan sekaligus atau diamortisasi selama
5 tahun.

296
Perpajakan untuk SMK

15. CADANGAN YANG BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA


UNTUK USAHA TERTENTU (80/KMK.04 / 1995 JO 35 / KMK.04 /
1998 JO 68 / KMK.04/1999 JO 204/KMK.04/2000 JO SE-
21/PJ.42/2000)

) BANK UMUM
– Bank Umum dapat membentuk dana cadangan piutang tak
tertagih
– Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih untuk kredit yang
digolongkan lancar, dalam perhatian khusus, dan kurang lancar
ditentukan perhitungannya secara bertahap sesuai dengan tabel
sbb :

Periode Laporan
Penggolongan Kredit

Lancar (Tidak Dalam Kurang Lancar


Termasuk SBI Perhatia Setelah
dan Obligasi n Dikurangi Nilai
Pemerintah) Khusus Agunan
31-12-98 s.d. 31-5-99 0,25% 1,25% 3,75%
30-6-99 s.d. 30-11-99 0,50% 1,875% 5,50%
31-12-99 s.d. 31-05-2000 0,625% 2,50% 7,50%
30-06-00 s.d. 30-11-00 0,75% 3,00% 10,00%
31-12-00 s.d. 31-05-01 0,875% 4,00% 12,50%
30-6-01 dan seterusnya 1,00% 5,00% 15,00%

– Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih untuk kredit yang


digolongkan macet ditentukan sbb :
¾ 50% dari kredit yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi nilai agunan
¾ 100% dari kredit yang digolongkan macet setelah dikurangi
nilai agunan.
– Jumlah kredit yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk
dana cadangan tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman
yang diberikan oleh bank.
– Pembentukan dan perhitungan dana cadangan piutang tak
tertagih tersebut di atas wajib diaudit akuntan publik yang
menyatakan bahwa perhitungan dana cadangan piutang tak
tertagih tersebut telah dilaksanakan sesuai ketentuan yang
berlaku dan telah dibebankan dalam perhitungan laba rugi
komersial.
– Atas penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan (didebit) pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.

297
Perpajakan untuk SMK

– Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak


seluruhnya dipakai untuk menutup penghapusan piutang yang
nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah kelebihan cadangan
tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya,
apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka
kekurangannya dibebankan (didebit) sebagai biaya (kerugian).

) BANK PERKREDITAN RAKYAT (204 / KMK.04 / 2000 Jo SE-21


/ PJ.42 / 2000)
• Bank Perkreditan Rakyat dapat membentuk dana cadangan
piutang tak tertagih.
• Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih tersebut diatur
sebagai berikut :
⇒ 0,5% dari kredit yang digolongkan lancar
⇒ 30% dari kredit yang digolongkan lancar setelah dikurangi
nilai agunan yang dikuasai
⇒ 50% dari kredit yang digolongkan diragukan setelah dikurangi
nilai agunan yang dikuasai
⇒ 100% dari kredit yang digolongkan macet setelah dikurangi
nilai agunan yang dikuasai.
• Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang dalam menghitung cadangan piutang tak tertagih
tersebut setinggi-tingginya :
⇒ 100% dari nilai agunan yang bersifat liquid
⇒ 75% dari nilai agunan lainnya, atau sebesar nilai yang
ditetapkan oleh perusahaan penilai.
• Jumlah kredit yang digunakan sebagai dasar untuk membentuk
dana cadangan tersebut di atas adalah jumlah pokok pinjaman
yang diberikan oleh bank.
• Pembentukan dan perhitungan dana cadangan piutang tak
tertagih tersebut harus sama dengan jumlah yang dibebankan
dalam perhitungan laba rugi komersial.
• Atas penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
dibebankan (didebit) pada perkiraan cadangan piutang tak
tertagih.
• Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak
seluruhnya dipakai untuk menutup penghapusan piutang yang
nyata-nyata tidak tertagih, maka jumlah kelebihan cadangan
tersebut harus diakui sebagai penghasilan. Dan sebaliknya,
apabila jumlah cadangan yang ada tidak mencukupi, maka
kekurangannya dibebankan (didebit) sebagai biaya (kerugian).

298
Perpajakan untuk SMK

) JASA SEWA GUNA USAHA DENGAN HAK OPSI (80 / KMK.04


/ 1995 JO 235 / KMK.04 / 1998)
Besarnya dana cadangan piutang tak tertagih yang dapat
dibebankan sebagai biaya maksimum sebesar 2,5% dari rata-rata
saldo awal dan akhir piutang (Maksimum = 2,5% x (Saldo Awal
Piutang SGU + Saldo Akhir Piutang SGU)/2 ).

) ASURANSI KERUGIAN (80/KMK.04/1995 Jo 235 / KMK.04 /


1998)
¾ Cadangan Premi => maksimum sebesar 40% dari premi
tanggungan sendiri (= 40% x (jumlah premi bruto - premi
reasuransi)).

Misalnya, perusahaan asuransi X menerima dan memperoleh


premi atas tanggungannya sendiri dalam tahun 2001 sebesar
Rp 60 Juta. Besarnya cadangan premi yang dapat dibebankan
sebagai biaya dalam tahun 2001 adalah 40% x Rp 60 Juta =
Rp 24 Juta. Sedangkan jumlah premi yang diterima atau
diperoleh tersebut merupakan penghasilan.

¾ Cadangan Klaim => maksimum sebesar klaim yang disepakati


tetapi belum dibayar ditambah klaim yang sedang dalam
proses.

) ASURANSI JIWA (80/KMK.04/1995 JO 235/KMK.04/1998)


Besarnya dana cadangan sesuai dengan perhitungan aktuaria
yang telah disahkan oleh Ditjen Lembaga Keuangan.

) CADANGAN REKLAMASI PERTAMBANGAN (80/KMK.04/1995


JO 235/KMK.04/1998)
• Dihitung dengan menggunakan metode satuan produksi atas
dasar taksiran biaya reklamasi.
• Misalnya, Perusahaan Pertambangan Z diwajibkan untuk
melakukan reklamasi atas tanah yang sudah selesai dilakukan
penambangannya. Besarnya biaya reklamasi ditaksir sebesar
Rp 5 Milyar. Sementara itu, jumlah kandungan tambang yang
terdapat dilokasi tersebut ditaksir sebesar 20 Juta ton. Apabila
perusahaan tersebut dalam tahun 1998 menghasilkan 1 Juta ton
hasil tambang, maka besarnya cadangan biaya reklamasi yang
dapat dibebankan sebagai biaya adalah = (1/20) x Rp 5 Milyar =
Rp 250 Juta.
• Cadangan biaya reklamasi yang dibentuk dan dipupuk oleh
perusahaan penambangan wajib disimpan dalam bentuk
deposito di Bank Pemerintah.
299
Perpajakan untuk SMK

• Besarnya biaya reklamasi yang sesungguhnya dikeluarkan


dibebankan pada perkiraan cadangan reklamasi.
• Apabila setelah berakhirnya masa kontrak atau selesainya
penambangan terdapat selisih antara besarnya cadangan
dengan jumlah biaya yang sebenarnya dikeluarkan maka selisih
tersebut diakui dalam perhitungan rugi laba pada akhir tahun
tersebut (merupakan penghasilan atau biaya).

= {Produksi tahun ini / tafsiran produksi dalam konsesi HPH} x 100%,


maksimum 20%.

Hak penambangan selain minyak dan Gas bumi :


= {Produksi tahun ini / tafsiran deposit mineral yang bisa ditambang} x
100%, maksimum 20%.

Catatan :
- Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari
tafsiran produksi, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk
memperoleh hak atau pengeluaran lain (yang belum diamortisasi),
maka sisa pengeluaran yang belum diamortisasi tersebut dapat
dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan.
– Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak tersebut
di atas, maka nilai sisa buku fiskal dibebankan sebagai biaya,
sedangkan jumlah yang diterima atau yang diperoleh sebagai
penggantinya merupakan penghasilan.
– Apabila pengalihan tersebut dalam rangka sumbangan, hibah,
bantuan, dan warisan yang memenuhi syarat dalam pasal 4 ayat (3)
huruf a dan b UU Nomor 17 Tahun 2000, maka nilai sisa buku
fiskalnya tidak dapat diakui sebagai biaya dan bagi penerimanya
bukan penghasilan.

) YAYASAN PENDIDIKAN
Atas surplus anggaran/laba yayasan boleh dikurangi dengan
cadangan pengadaan sarana dan prasarana, misalnya
pembangunan gedung. Namun dalam empat tahun kedepan
harus ada realisasi pembangunannya dan di dalam SPT Tahunan
harus dilampiri dengan perincian biaya pembangunan yang telah
dikeluarkan setiap tahun. Apabila bangunan sudah jadi maka
yayasan tidak boleh mengakui sebagai biaya atas penyusutan
bangunan. Lebih lanjut tata cara pencadangannnya diatur dalam
Keputusan Menteri Keuangan.

300
Perpajakan untuk SMK

16. CONTOH KASUS PENGHITUNGAN PPh AKHIR TAHUN


(REKONSILIASI FISKAL)

) KASUS WAJIB PAJAK BADAN

Berikut ini Neraca Saldo per 30 Nopember 2007 PT. Baiduri, sebuah
perusahaan dagang yang beralamat di Jl. Hati-Hati No. 7 Malang dengan
NPWP 01-XXX-XXX-X-623-000
Keterangan Debet Kredit
Kas & bank 12.500.950.00 -
Piutang dagang 95.000.000,00 -
Cadangan Kerugian Piutang - -
UM PPh Ps 22 - -
UM PPh Ps 25 10.000.000,00 -
PPN Masukan 4.250.000,00 -
Persediaan barang dagangan 80.250.000,00 -
Tanah 2.000.000,00 -
Gedung 100.000.000,00 -
Ak. Peny. Gedung - 10.000.000,00
Kendaraan 80.000.000,00 -
Ak. Peny. Kendaraan 10.000.000,00
Inventaris kantor 20.000.000,00 -
Ak. Peny. Inventaris kantor - 2.500.000,00
Hutang dagang - 42.500.000,00
Hutang PPh Ps 21 - 380.700,00
Hutang PPh Ps 23 - 600.000,00
Hutang PPh Ps 25 - -
Hutang PPh Ps 4 ay.2 - -
PPN Keluaran - 7.500.000,00
Modal Saham - 132.000.000,00
Deviden - -
Laba ditahan - 54.460.250,00
Penjualan - 765.000.000,00
Pembelian 439.000.000,00 -
Beban gaji 60.390.000,00 -
Beban sewa 110.000.000,00 -
Beban penyusutan - -
Beban kerugian piutang - -
Beban administrasi 6.000.000,00 -
Beban Konsultan - -
Beban sumbangan 5.000.000,00 -
Beban lain-lain 550.000,00 -
Ikhtisar R/L - -
1.024.940.950,00 1.024.940.950,00

301
Perpajakan untuk SMK

Transaksi yang terjadi selama bulan Desember 2007 adalah sebagai


berikut:

2 Des Menjual barang dagangan ke PT. Repot Nasi senilai


Rp. 28.050.000,00 termasuk PPN 10% secara tunai
4 Des Membayar sewa gudang kepada PT. Gudang Aman
untuk bulan Desember sebesar Rp. 10.000.000,00
9 Des Membeli barang dagangan dari PT. Ole-Ole senilai Rp.
22.550.000,00 termasuk PPN 10% secara kredit
10 Des Menyetor PPh Pasal 21 & PPh Pasal 23 untuk masa
November 2007 masing-masing sebesar Rp.
380.700,00 dan Rp. 600.000,00
13 Des Penjualan barang dagangan ke Universitas Brawijaya
senilai Rp. 11.000.000,00 termasuk PPN, secara tunai,
dari transaksi ini dipotong PPh oleh Universitas
Brawijaya.
15 Des Menyetor PPh Pasal 25 Rp. 1.000.000,00 dan PPN
untuk masa November 2007
29 Des Membayar dividen kepada pemegang saham Tn. Zena,
Tn. Raka, Nn. Yuni masing-masing Rp. 5.000.000,00
30 Des Membayar honor notaris Rp. 5.000.000,00 dan honor
karyawan lepas harian sebanyak 5orang untuk 2 hari
kerja masing-masing Rp. 100.000,00 per hari.
31 Des Membayar gaji karyawan tetap bulan Desember dan
Bonus untuk tahun 2007 dengan rincian sbb:

Jenis
Nama Karyawan Status Kelamin Gaji Pokok Bonus
Drs. Syafi'i Riadi K/3 Pria 3.000.000 2x gaji pokok
Nurdin Ali K/2 Pria 2.000.000 1x gaji pokok
Kalagondang K/1 Pria 1.500.000 1x gaji pokok

Catatan :

- Masing-masing Karyawan mendapat tunjangan 20 % dari gaji pokok.


- Premi Asuransi masing-masing karyawan sebesar 2 % dari gaji pokok.
- Iuran Pensiun sebesar 5 % dari gaji pokok dipotong dari gaji Karyawan.

302
Perpajakan untuk SMK

Informasi penyesuaian dan lainnya :


1. Persediaan barang dagangan per 31 Desember 2007 sebesar Rp.
80.000.000,- (metode fisik)
2. Cadangan kerugian piutang sebesar 2 % dari saldo piutang
3. Aktiva tetap disusut dengan menggunakan metode garis lurus dengan
rincian sebagai berikut :

Tahun Tarif
Jenis Aktiva Perolehan Hrg. Perolehan Penyusutan

Gedung (Permanen) 2005 100.000.000,- 10%


Kendaraan (mobil
Box) 2005 80.000.000,- 12,5 %

Inventaris Kantor 2005 20.000.000,- 12,5 %

4. PPh pasal 25 untuk masa Desember diakui sebagai utang pada tgl 31
Desember 2007

Perintah :

A. Buatlah Jurnal untuk transaksi bulan Desember 2007.


B. Hitunglah kewajiban PPh Pasal 21.
C. Hitunglah PPh yang terutang, PPh Pasal 28A/29 tahun 2007 dan PPh
Pasal 25 untuk tahun 2007.
D. Sajikan Neraca dan Laporan Laba Rugi yang akan dilaporkan dalam SPT
Tahunan.

E. Isilah SPT Tahunan PPh Badan Form. 1771 untuk PT. Baiduri

Laporan Keuangan PT Baiduri tidak diaudit.

303
Perpajakan untuk SMK

JAWABAN:

A. Jurnal yang harus dibuat oleh PT. Baiduri adalah :


PT BAIDURI
JURNAL BULAN DESEMBER
TGL KETERANGAN DEBET KREDIT

2 Kas 28,050,000 -

Penjualan - 25,500,000

PPN Keluaran - 2,550,000

4 Beban Sewa 10,000,000 -

Hutang PPh Pasal 4(2) - 1,000,000

Kas - 9,000,000

9 Pembelian 20,500,000 -

PPN Masukan 2,050,000 -

Hutang Dagang - 22,550,000

10 Hutang PPh Pasal 21 380,700 -

Hutang PPh Pasal 23 600,000 -

Kas - 980,700

13 Kas 9,850,000 -

UM PPh Pasal 22 150,000 -

Penjualan - 10,000,000

15 PPN Keluaran 7,500,000 -

PPN Masukan - 4,250,000

Kas - 3,250,000

UM PPh Pasal 25 1,000,000 -

Kas - 1,000,000

29 Dividen 15,000,000 -

Hutang PPh Pasal 23 - 2,250,000


Kas - 12,750,000
304
Perpajakan untuk SMK

30 Beban Konsultan 5,000,000 -

Hutang PPh Pasal 21 - 375,000

Kas - 4,625,000

Beban Gaji (upah harian) 1,000,000 -

Kas - 1,000,000

31 Beban Gaji (bulanan) 6,500,000 -

Beban Tunjangan 1,300,000 -

Beban Premi Ass. 130,000 -

Hutang PPh Pasal 21 - 154,875

Hutang Premi Ass - 130,000

Hutang Iuran Pensiun - 325,000

Kas - 7,320,125

Beban Gaji (bonus) 9,500,000 -

Hutang PPh Pasal 21 - 662,450

Kas - 8,837,550

31 Ikhtisar Laba Rugi 80,250,000 -

Persd. Brg. Dgg. - 80,250,000

Persediaan Barang Dagangan 80.000.000

Ikhtisar Laba Rugi - 80,000,000

31 Beban Kerugian Piutang 1,900,000 -

Cad. Kerug. Piutang - 1,900,000

31 Beban Penyusutan 22,500,000 -

Akum. Penyst. Gedung - 10,000,000

Akum. Penyst. Kendr. - 10,000,000

Akum. Penyst. Inv. Ktr. - 2,500,000

31 UM PPh pasal 25 1,000,000 -

Hutang PPh pasal 25 - 1,000,000

304,160,700 304,160,700
305
Perpajakan untuk SMK

B. PPh 21 dihitung sebagai berikut:

Penghitungan PPh pasal 21:

Syafi'i (K/3) Nurdin (K/2) Kala (K/1) Total

Gaji Pokok 3,000,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 6,500,000.00

Tunjangan Transport 600,000.00 400,000.00 300,000.00 1,300,000.00

Premi Ass. 60,000.00 40,000.00 30,000.00 130,000.00

Penghasilan Bruto 3,660,000.00 2,440,000.00 1,830,000.00 7,930,000.00

Biaya Jabatan (108,000.00) (108,000.00) (91,500.00) (307,500.00)

Iuran Pensiun (150,000.00) (100,000.00) (75,000.00) (325,000.00)

Penghs. Netto 1 bln 3,402,000.00 2,232,000.00 1,663,500.00 7,297,500.00

Penghs. Netto 1 thn 40,824,000.00 26,784,000.00 19,962,000.00 87,570,000.00

PTKP (18,000,000.00) (16,800,000.00) (15,600,000.00) (50,400,000.00)

PhKP 22,824,000.00 9,984,000.00 4,362,000.00 37,170,000.00

PPh pasal 21 1 thn 1,141,200.00 499,200.00 218,100.00 1,858,500.00

PPh pasal 21 1 bln 95,100.00 41,600.00 18,175.00 154,875.00

BONUS:

Gaji Pokok 36,000,000.00 24,000,000.00 18,000,000.00 78,000,000.00

Tunjangan 7,200,000.00 4,800,000.00 3,600,000.00 15,600,000.00

Premi Ass. 720,000.00 480,000.00 360,000.00 1,560,000.00

Bonus 6,000,000.00 2,000,000.00 1,500,000.00 9,500,000.00

Penghasilan Bruto 49,920,000.00 31,280,000.00 23,460,000.00 104,660,000.00

306
Perpajakan untuk SMK

Biaya Jabatan (1,296,000.00) (1,296,000.00) (1,173,000.00) (3,765,000.00)

Iuran Pensiun (1,800,000.00) (1,200,000.00) (900,000.00) (3,900,000.00)

Penghs. Netto 1 thn 46,824,000.00 28,784,000.00 21,387,000.00 96,995,000.00

PTKP (18,000,000.00) (16,800,000.00) (15,600,000.00) (50,400,000.00)

PhKP 28,824,000.00 11,984,000.00 5,787,000.00 46,595,000.00

PPh ps 21 atas Gaji &


Bonus 1,632,400.00 599,200.00 289,350.00 2,520,950.00
PPh ps 21 atas Gaji (1
thn) (1,141,200.00) (499,200.00) (218,100.00) (1,858,500.00)

PPh pasal 21 atas


Bonus 491,200.00 100,000.00 71,250.00 662,450.00

C. Perhitungan PPh yang Terutang, PPh 28A/29 tahun 2007 dan PPh
25 untuk tahun 2008

REKONSILIASI FISKAL:
Penjualan 800,500,000
HPP:
Persd. Awal 80,250,000
Pembelian 459,500,000
Persd. Akhir (80,000,000)
(459,750,000)
Laba Kotor 340,750,000

Beban Operasi:
Beban Gaji 78,820,000
Beban Sewa 120,000,000
Beban Penyusutan 22,500,000
Beban Kerugian Piutang 1,900,000
Beban Administrasi 6,000,000
Beban Konsultan 5,000,000
Beban Sumbangan 5,000,000
Beban Lain-Lain 550,000
Total B. Operasi (239,770,000)

Laba Sebelum PPh 100,980,000


(Laba Komersial)

307
Perpajakan untuk SMK

Koreksi Fiskal:
Penyusutan 2,500,000
Kerugian Piutang 1,900,000
Sumbangan 5,000,000
Lain-Lain 550,000

PhKP (Laba Fiskal) 110,930,000

PPh terutang:
50.000.000 X 10% 5,000,000
50.000.000 X 15% 7,500,000
10.930.000 X 30% 3,279,000
Beban Pajak Kini 15,779,000
UM PPh pasal 22 (150,000)
UM PPh pasal 25 (12,000,000)

PPh pasal 29 3,629,000

Dasar Perhit. PPh ps 25 1/12 X 15,629,000

Angs. PPh ps 25 Th 2008 1,302,417

D. LAPORAN KEUANGAN YANG AKAN DILAMPIRKAN DALAM SPT


TAHUNAN

PT BAIDURI
LAPORAN LABA RUGI
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DES 2007

Penjualan 800,500,000
HPP:
Persd. Awal 80,250,000
Pembelian 459,500,000
Persd. Akhir (80,000,000)
(459,750,000)
Laba Kotor 340,750,000
Beban Operasi:
Beban Gaji 78,820,000
Beban Sewa 120,000,000
Beban Penyusutan 22,500,000
Beban Kerugian Piutang 1,900,000
Beban Administrasi 6,000,000

308
Perpajakan untuk SMK

Beban Konsultan 5,000,000


Beban Sumbangan 5,000,000
Beban Lain-Lain 550,000
Total B. Ops. (239,770,000)

Laba Sebelum PPh 100,980,000


Beban Pajak Kini (15,779,000)

Laba Setelah Pajak 85,201,000

PT BAIDURI
LAPORAN PERUBAHAN LABA DITAHAN
UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR 31 DES 2007

Laba Ditahan 1 Januari 2007 54,460,250


Laba Tahun Berjalan 85,201,000
Dividen (15,000,000)
Kenaikan Laba Ditahan 70,201,000

Laba Ditahan 31 Des. 2007 124,661,250

PT BAIDURI
NERACA
31 DES 2007
AKTIVA
AKTIVA LANCAR
Kas & Bank 1,637,575
Piutang Dagang 95,000,000
Cadangan Kerugian Piutang (1,900,000)
Piutang Bersih 93,100,000
UM PPh Pasal 22 150,000
UM PPh Pasal 25 12,000,000
PPN Masukan 2,050,000
Persd. Barang Dagangan 80,000,000
Total Aktiva Lancar 188,937,575
AKTIVA TETAP
Tanah 20,000,000
Gedung 100,000,000
Akum. Penyusutan Gedung (20,000,000)
Nilai Buku Gedung 80,000,000

309
Perpajakan untuk SMK

Kendaraan 80,000,000
Akum. Penyusutan Kendaraan (20,000,000)
Nilai Buku Kendaraan 60,000,000
Inventaris Kantor 20,000,000
Akum. Penyusutan Invt. Kantor (5,000,000)
Nilai Buku Inventaris Kantor 15,000,000
Total Aktiva Tetap 175,000,000

TOTAL AKTIVA 363,937,575

PASIVA
KEWAJIBAN
Hutang Dagang 65,050,000
Hutang PPh Pasal 21 1,192,325
Hutang PPh Pasal 23 2,250,000
Hutang PPh Pasal 25 1,000,000
Hutang PPh Pasal 4(2) 1,000,000
Hutang PPN Keluaran 2,550,000
Hutang Lain-Lain 455,000
Hutang PPh Badan 15,779,000
Total Kewajiban 89,276,325

HAK PEMEGANG SAHAM


Modal Saham 150,000,000
Laba Ditahan 124,661,250

Total Hak Pemegang Saham 274,661,250

TOTAL PASIVA 363,937,575

Jurnal untuk mencatat pajak terutang akhir tahun:


Beban Pajak Kini Rp. 15.779.000
Utang PPh Badan Rp. 15.779.000

CATATAN:

¾ Laba tahun berjalan yang disajikan di Laporan Perubahan Ekuitas


per 31 Desember 2007 adalah :
Laba komersial Rp. 100,980,000
PPh Terutang (Rp. 15,779,000)
Laba tahun berjalan bersih Rp. 85.201.000

310
Perpajakan untuk SMK

¾ Beban Pajak Kini dulu diistilahkan estimasi PPh, Istilah Beban


Pajak Kini dipakai sejak 1 Januari tahun 2000 (Diatur dalam
PSAK No. 46)

¾ Perlu diketahui bahwa di dalam suatu perusahaan tidak ada 2


Laporan Keuangan (laporan Keuangan Komersial dan Fiskal)
yang ada hanya satu Laporan Keuangan yaitu Laporan Keungan
Komersial namun dalam perhitungan pajaknya kita harus
melakukan koreksi fiskal (Mohon diikuti angka-angka yang ada di
Laporan Keungan diatas).

¾ Jika di dalam suatu perusahaan ada 2 Laporan Keuangan yang


berbeda (untuk kepreluan komersial dan fiskal), maka dapat
dipastikan bahwa perusahaan tersebut tidak mematuhi ketentuan
pajak/memanipulasi Laporan Keuangan Fiskal (perusahaan yang
bersangkutan membuat pembukuan ganda). Berarti perusahaaan
tersebut melanggar Undang-Undang Perpajakan dan bisa
dikenakan pidana fiskal.

E. SPT TAHUNAN UNTUK PT. BAIDURI DAPAT DISAJIKAN


SEBAGAI BERIKUT:

311
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771


z ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK TAHUN PAJAK
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
z BERI TANDA “X” DALAM (KOTAK) YANG SESUAI

z ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS


SESUAI PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH
1 2 0 7 s.d 1 2 0 7

NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : PT. BAIDURI

ALAMAT : ………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

KELURAHAN / KECAMATAN : …………………………………………………………………… / ………………………………………………………………………………

KOTA / KODE POS : …………………………………………………………………… / NO. TELP : …………………………………

NO. FAKS : …………………………………

NEGARA DOMISILI : ……………………………………………………………….


KANTOR PUSAT (Khusus BUT)

JENIS USAHA : …………………………………………………………………………………………………………… KLU :

PEMBUKUAN / LAPORAN KEUANGAN : DIAUDIT X TIDAK DIAUDIT OPINI AKUNTAN :

NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK : …………………………………………………………………………………………………..


N P W P AKUNTAN PUBLIK :

NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK : …………………………………………………………………………………………………..


N P W P KONSULTAN PAJAK :

(Rupiah)

A. PENGHASILAN 1. PENGHASILAN NETO FISKAL


KENA PAJAK Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 6 Kolom 3) ………………………………………………………………¾
110,930,000.00
2. KOMPENSASI KERUGIAN (Diisi dari Lampiran Khusus 2A) …………………………………………… ¾ -

3. PENGHASILAN KENA PAJAK (1-2) …………………………………………….…………………..……¾ 110,930,000.00


B. PPh TERUTANG 4. PPh YANG TERUTANG (Tarif PPh Ps. 17 X Angka 3) ……..………………..………………..………… ¾ 15,779,000
5. PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LN
(PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU ……………………………………… ¾

6. JUMLAH PPh YANG TERUTANG (4 + 5) …………………………………….…………………..………¾ 15,779,000


C. KREDIT PAJAK 7. PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan LN) ……..………………..………………..………¾

8. a. KREDIT PAJAK DALAM NEGERI


(Diisi dari Formulir 1771-III) ……..………………..………………..………………..………………. ¾
150,000.00
b. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
(Diisi dari Lampiran Khusus 7A) ……..………………..………………..………………..…………… ¾

JUMLAH ( a + b ) ……………………………………………………………………………………………¾ 150,000.00


9. a. X PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
(6 – 7 – 8) …………………..……… ¾ 15,629,000.00
b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT

10. PPh YANG DIBAYAR SENDIRI


a. PPh Ps. 25 BULANAN …………………………………………………………..…………………..…¾
12,000,000
b. STP PPh Ps. 25 (Hanya Pokok Pajak) ………………………………………………………………… ¾ -
c. PPh Ps. 25 AYAT (8) / FISKAL LUAR NEGERI ..……………………………………………..………¾ -
d. PPh ATAS PENGALIHAN HAK ATAS TANAH
DAN ATAU BANGUNAN ………………..…………………………………….…………………..… ¾
-
JUMLAH (a + b + c + d) ……………………….………………………………………………………..… ¾ 12,000,000
D. PPh KURANG / 11. a. X PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Ps. 29)
LEBIH BAYAR (9 – 10) …………………..…………¾ 3,629,000.00
b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Ps. 28A)

PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 11.a. DISETOR TANGGAL ……………… 25 MARET 2008
F.1.1.32.14

312
Perpajakan untuk SMK

E. PERMOHONAN JUMLAH PPh PADA ANGKA 11.b. MOHON :

DIRESTITUSIKAN
DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK

(Rupiah)

F. ANGSURAN PPh a. PENGHASILAN YANG MENJADI DASAR 110,930,000.00


PASAL 25 TAHUN PENGHITUNGAN ANGSURAN ………………………………………………..…………………..…¾
BERJALAN
b. KOMPENSASI KERUGIAN : -
(Diisi dari Lampiran Khusus 2A) ……..……..……..……..……..……..……..……..……..……..…… ¾

c. PENGHASILAN KENA PAJAK (a – b) ……………………………………….…………………..… ¾ 110,930,000.00


d. PPh YANG TERUTANG (Tarif Ps. 17 X Huruf c) …………………..…………………..…………… ¾ 15,779,000.00
e. KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS
PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM HURUF a 150,000.00
YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN …..……..………...…..……..……………… ¾

f. PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI (d – e) ………………………………………………..……¾ 15,629,000.00


g. PPh PASAL 25 : (1/12 X Huruf f) ……………………………………………………………..……… ¾ 1,302,416.67
G. PPH FINAL DAN a. PPh FINAL :
PENGHASILAN (Diisi dari Formulir 1771-IV Bagian A Jumlah Kolom 5) …..……..………...…..……..………………¾
YANG TIDAK
TERMASUK b. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK :
OBJEK PAJAK PENGHASILAN BRUTO
(Diisi dari Formulir 1771-IV Bagian B Jumlah Kolom 3) …..……..………...…..……..………………¾

H. LAMPIRAN SELAIN LAMPIRAN-LAMPIRAN 1771-I, 1771-II, 1771-III, 1771-IV, 1771-V, DAN 1771-VI
BERSAMA INI DILAMPIRKAN PULA :

X SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 29

X LAPORAN KEUANGAN (Wajib bagi semua Wajib Pajak)

X DAFTAR PENYUSUTAN DAN AMORTISASI FISKAL (Wajib bagi semua Wajib Pajak, bentuk formulir sesuai
dengan Lampiran Khusus 1A pada Buku Petunjuk Pengisian SPT)
PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL (Lampiran Khusus 2A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA (Lampiran Khusus 3A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

DAFTAR FASILITAS PENANAMAN MODAL (Lampiran Khusus 4A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

DAFTAR CABANG UTAMA PERUSAHAAN (Lampiran Khusus 5A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 26 AYAT (4) (Khusus BUT)

PERHITUNGAN PPh PASAL 26 AYAT (4) (Khusus BUT) (Lampiran Khusus 6A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (Lampiran Khusus 7A Buku Petunjuk Pengisian SPT)

SURAT KUASA KHUSUS (Bila dikuasakan)

………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………

I. PERNYATAAN DENGAN MENYADARI SEPENUHNYA AKAN SEGALA AKIBATNYA TERMASUK SANKSI-SANKSI SESUAI
DENGAN KETENTUAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU, SAYA MENYATAKAN BAHWA APA YANG
TELAH SAYA BERITAHUKAN DI ATAS BESERTA LAMPIRAN-LAMPIRANNYA ADALAH BENAR, LENGKAP
DAN JELAS.

…………MALANG, 31 MARET 2008


(Tempat) (Tanggal)

X WAJIB PAJAK TANDA TANGAN DAN CAP PERUSAHAAN :

KUASA NAMA LENGKAP DAN NPWP :

313
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - I


TAHUN PAJAK
LAMPIRAN - I
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK z PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO FISKAL BL TH BL TH
s.d

NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : PT. BAIDURI

NO URAIAN RUPIAH
(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN NETO KOMERSIAL DALAM NEGERI :

a. PEREDARAN USAHA ………………………………………...…………...…………...…………...……………...…...………… ¾ 800,500,000


b. HARGA POKOK PENJUALAN …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………... ¾ 459,750,000.00
c. BIAYA USAHA LAINNYA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....… ¾ 239,770,000.00
d. PENGHASILAN NETO DARI USAHA ( a – b - c ) ..…………...………….....…………...………….....…………...…………..... ¾ 100,980,000.00
e. PENGHASILAN DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...… ¾ -

f. BIAYA DARI LUAR USAHA .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...………….. ¾ -

g. PENGHASILAN NETO DARI LUAR USAHA ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…… ¾ -

JUMLAH ( d + g ) : .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…………....………… ¾ 100,980,000.00


PENGHASILAN NETO KOMERSIAL LUAR NEGERI
(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Kolom 4) .…………...…………....…………...…………....…………...…………....…………...…… ¾
JUMLAH PENGHASILAN NETO KOMERSIAL : …………………...…………………...…………………...………………… ¾ 100,980,000.00
2. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL
DAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....… ¾ -

3. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF :


a. BIAYA YANG DIBEBANKAN / DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN
PEMEGANG SAHAM, SEKUTU, ATAU ANGGOTA. ..…………...………….....…………...………….....…………...………… ¾
b. PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN ..…………...………….....…………...………….....…………... ¾ 1,900,000
c. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN PEKERJAAN ATAU
JASA DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN ..…………...………….....…………...………….....…………...…… ¾
d. JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA
PEMEGANG SAHAM / PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....………… ¾
e. HARTA YANG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN ..…………...………….....…………...………….....……… ¾

f. PAJAK PENGHASILAN ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...………….....… ¾


g. GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA ANGGOTA PERSEKUTUAN, FIRMA
ATAU CV YANG MODALNYA TIDAK TERBAGI ATAS SAHAM ..…………...………….....…………...………….....……… ¾
h. SANKSI ADMINISTRASI ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...………….... ¾

i. SELISIH PENYUSUTAN KOMERSIAL DI ATAS PENYUSUTAN FISKAL ..…………...………….....…………...………….... ¾ 2,500,000


j. SELISIH AMORTISASI KOMERSIAL DI ATAS AMORTISASI FISKAL ..…………...………….....…………...………….....… ¾

k. BIAYA YANG DITANGGUHKAN PENGAKUANNYA ..…………...………….....…………...………….....…………...……… ¾

l. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF LAINNYA ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…… ¾ 5,550,000


JUMLAH a s.d. l : ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...………….....………¾ 9,950,000
4. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF :

a. SELISIH PENYUSUTAN KOMERSIAL DI BAWAH PENYUSUTAN FISKAL ..…………...………….....…………...………… ¾

b. SELISIH AMORTISASI KOMERSIAL DI BAWAH AMORTISASI FISKAL ..…………...………….....…………...………….... ¾ -

c. PENGHASILAN YANG DITANGGUHKAN PENGAKUANNYA ..…………...………….....…………...………….....………… ¾ -

d. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF LAINNYA ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....… ¾ -

JUMLAH a s.d. d ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....…………...………….....………… ¾ -

5. FASILITAS PENANAMAN MODAL BERUPA PENGURANGAN PENGHASILAN NETO :

TAHUN KE (DIISI DARI LAMPIRAN SPT) ..…………...………….....…………...………….....…………...…………..... ¾

6. PENGHASILAN NETO FISKAL (1 - 2 + 3 - 4 - 5) ..…………...………….....…………...………….....…………...………….....… ¾ 110,930,000.00


CATATAN : Pindahkan jumlah Angka 6 ke Formulir 1771 Huruf A Angka 1.

D.1.1.32.31

314
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - II


TAHUN PAJAK
LAMPIRAN - II
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK z PERINCIAN HARGA POKOK PENJUALAN, BIAYA USAHA LAINNYA BL TH BL TH
DAN BIAYA DARI LUAR USAHA s.d

NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0 NAMA WAJIB PAJAK : PT. BAIDURI


HARGA POKOK PENJUALAN BIAYA USAHA LAINNYA BIAYA DARI LUAR USAHA JUMLAH
NO. PERINCIAN
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) = (3) + (4) + (5)

1. PEMBELIAN BAHAN/BARANG DAGANGAN 459,500,000.00 459,500,000.00


2. GAJI, UPAH, BONUS, GRATIFIKASI,
78,820,000.00 78,820,000.00
HONORARIUM, THR, DSB

3. BIAYA TRANSPORTASI

4. BIAYA PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 22,500,000.00 22,500,000.00


5. BIAYA SEWA 120,000,000.00 120,000,000.00
6. BIAYA BUNGA PINJAMAN

7. BIAYA SEHUBUNGAN DENGAN JASA 5,000,000.00 5,000,000.00


8. BIAYA PIUTANG TAK TERTAGIH 1,900,000.00 1,900,000.00
9. BIAYA ROYALTI

10. BIAYA PEMASARAN/PROMOSI

11. BIAYA LAINNYA 11,550,000.00 11,550,000.00


12. PERSEDIAAN AWAL 80,250,000.00
13. PERSEDIAAN AKHIR (- / -) (80,000,000.00)
JUMLAH 1 s.d. 12 DIKURANG 13 459,750,000.00 239,770,000.00 699,520,000.00
Catatan :
z Nomor 1 untuk perusahaan dagang diisi pembelian barang dagangan, untuk perusahaan industri diisi pembelian bahan baku, bahan penolong dan barang jadi.
z Nomor 7 termasuk management fee, technical assistance fee, professional fee, dan jasa lainnya.
z Nomor 11 diisi dengan total biaya yang tidak tertampung dalam perincian 1 s.d. 10.
z Nomor 12 dan 13 untuk perusahaan dagang diisi total persediaan awal dan akhir barang dagangan, untuk perusahaan industri diisi total persediaan
awal/akhir bahan baku/bahan penolong ditambah barang setengah jadi ditambah barang jadi.
D.1.1.32.54

315
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - III


TAHUN PAJAK
LAMPIRAN - III
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
z KREDIT PAJAK DALAM NEGERI BL TH BL TH
s.d

NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0 NAMA WAJIB PAJAK : PT. BAIDURI

NAMA DAN NPWP OBJEK PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN
NO. PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK JENIS PENGHASILAN / YANG DIPOTONG / DIPUNGUT
(Rupiah) NOMOR TANGGAL
TRANSAKSI (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 UNIVERSITAS BRAWIJAYA PENJUALAN BARANG 10,000,000.00 150,000.00

JUMLAH : 150,000.00
Catatan :
z Diisi dengan rincian per Bukti Pemotongan / Pemungutan Pajak.
z Pindahkan hasil penjumlahan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Kolom (5) ke Formulir 1771 Huruf C Angka 8.a.
z Jika Formulir ini tidak cukup, dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.
D.1.1.32.32

316
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - IV


LAMPIRAN - IV TAHUN PAJAK
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK z PPh FINAL
BL TH BL TH
z PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
s.d

NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : ……PT BAIDURI
BAGIAN A : PPh FINAL

DASAR PENGENAAN PAJAK TARIF PPh TERUTANG


NO. JENIS PENGHASILAN
(Rupiah) (%) (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)

1. BUNGA DEPOSITO / TABUNGAN


20%
DAN DISKONTO SBI

2. BUNGA / DISKONTO OBLIGASI


YANG DIPERDAGANGKAN / DILAPORKAN 20%
PERDAGANGANNYA DI BURSA EFEK

3. PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM


0.10%
YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK

4. PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM


0.10%
MILIK PERUSAHAAN MODAL VENTURA

5. PENGHASILAN USAHA :
a. PENYALUR / DEALER / AGEN
PRODUK BBM
b. PENYALUR / DISTRIBUTOR ROKOK 0.15%

6. PENGHASILAN PENGALIHAN HAK ATAS


5%
TANAH / BANGUNAN (Yayasan / Org. Sejenis)

7. PENGHASILAN PERSEWAAN ATAS


10%
TANAH / BANGUNAN

8. IMBALAN JASA KONSTRUKSI :


a. PELAKSANA KONSTRUKSI 2%

b. PERENCANA KONSTRUKSI 4%

c. PENGAWAS KONSTRUKSI 4%

9. PERWAKILAN DAGANG ASING 0.44%

10. PELAYARAN / PENERBANGAN ASING 2.64%

11. PELAYARAN DALAM NEGERI 1.20%

12. ……………………………………………………….

13. ……………………………………………………….

JUMLAH : NIHIL
BAGIAN B : PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

PENGHASILAN BRUTO
NO JENIS PENGHASILAN
(Rupiah)
(1) (2) (3)
1. BANTUAN / SUMBANGAN

2. HIBAH
3. DIVIDEN / BAGIAN LABA DARI PENYERTAAN MODAL
PADA BADAN USAHA DI INDONESIA (Pasal 4 Ayat (3) Huruf f UU PPh)
4. IURAN DAN PENGHASILAN TERTENTU YANG DITERIMA DANA PENSIUN

5. BUNGA / DISKONTO OBLIGASI YANG DITERIMA REKSADANA


6. BAGIAN LABA YANG DITERIMA PERUSAHAAN MODAL VENTURA
DARI BADAN PASANGAN USAHA
7. …………………………………………………….……………………………………………

8. …………………………………………………….……………………………………………

JUMLAH : NIHIL

D.1.1.32.34

317
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - V


LAMPIRAN - V TAHUN PAJAK

z DAFTAR PEMEGANG SAHAM / PEMILIK MODAL 2 0 0 7


DEPARTEMEN KEUANGAN R I DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK BL TH BL TH
z DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS 0 1 0 7 s.d 1 2 0 7
NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : ……PT BAIDURI
BAGIAN A : DAFTAR PEMEGANG SAHAM / PEMILIK MODAL DAN JUMLAH DIVIDEN YANG DIBAGIKAN

JUMLAH MODAL DISETOR DIVIDEN


NO NAMA DAN ALAMAT NPWP
(Rupiah) % (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 SENA 44,000,000.00 33.33% 5,000,000.00

2 RAKA 44,000,000.00 33.33% 5,000,000.00

3 YUNI 44,000,000.00 33.33% 5,000,000.00

JUMLAH : 132,000,000.00 100% 15,000,000.00


BAGIAN B : DAFTAR SUSUNAN PENGURUS DAN KOMISARIS

NO NAMA DAN ALAMAT NPWP JABATAN

(1) (2) (3) (4)

1 SENA Komisaris

2 RAKA Komisaris

3 YUNI Direktur

Catatan: Jika Formulir ini tidak cukup, dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.

D.1.1.32.35

318
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR

PAJAK PENGHASILAN WP BADAN 1771 - VI


LAMPIRAN - VI
TAHUN PAJAK
z DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA
PERUSAHAAN AFILIASI 2 0 0 7
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
z DAFTAR PINJAMAN DARI / KEPADA PEMEGANG BL TH BL TH
SAHAM DAN ATAU PERUSAHAAN AFILIASI 0 1 0 7 s.d 1 2 0 7
NPWP : 0 1 XXXXXX X 6 2 3 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : …… PT BAIDURI
BAGIAN A : DAFTAR PENYERTAAN MODAL PADA PERUSAHAAN AFILIASI

JUMLAH PENYERTAAN MODAL


NO NAMA DAN ALAMAT NPWP
(Rupiah) %

(1) (2) (3) (4) (5)

NIHIL
BAGIAN B : DAFTAR PINJAMAN DARI / KEPADA PEMEGANG SAHAM DAN ATAU PERUSAHAAN AFILIASI

JUMLAH PINJAMAN BUNGA/TH


NO NAMA DAN ALAMAT NPWP TAHUN
(Rupiah) %

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

PINJAMAN DARI (UTANG) :

NIHIL

PINJAMAN KEPADA (PIUTANG) :

NIHIL

Catatan: Jika Formulir ini tidak cukup, dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.

D.1.1.32.36

319
Perpajakan untuk SMK

) KASUS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG


MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

Bapak Indrawan, NPWP, 06-123.456-411.000 memiliki seorang


istri bernama Ny. Wati dan 2 orang anak yaitu Intan dan Permata,
dalam Tahun Pajak 2004 :

Bapak Indrawan :
Seorang pengusaha di bidang perdagangan besar komputer dan
aksesorisnya.
(KLU 50789)
Alamat : Jl. Raya Serpong No. 1040
Kecamatan Serpong, Tangerang
18056
Penjualan : Rp.5.000.000.000
Harga pokok penjualan : Rp.3.500.000.000

Biaya perusahaan :
1. Gaji, tunjangan dan lain-lain Rp. 450.000.000
(gaji dibayar pada 10 karyawan @ Rp.2.000.000/bulan, THR
dan Bonus Rp.50.000.000, rekreasi karyawan Rp.10.000.000,
sisanya merupakan biaya perjalanan dan honor Bpk. Indrawan)
2. Biaya listrik dan telepon Rp. 80.000.000
(termasuk pembayaran listrik dan telepon rumah Bpk. Indrawan
Rp. 30.000.000 dan voucher prabayar 300 lembar @ 100.000
untuk kelancaran bisnis dan internet Rp.10.000.000, serta
telepon dan listrik kantor dan gudang Rp. 10.000.000)
3. Pajak penghasilan Rp.120.000.000
4. Biaya iklan dan promosi kaset intan Rp.100.000.000
(pembuatan website Rp. 15.000.000, promosi keluar kota oleh
Ny Wati Rp. 30.000.000, sampai kaset intan Rp.20.000.000, tur
promo Rp. 35.000.000)
5. Zakat harta Rp. 20.000.000
6. Bunga pinjaman Rp. 250.000.000
(atas pinjaman dari Taiwan Bank tahun 2002 sebesar Rp.
2.500.000.000 untuk biaya usaha komputer)
7. Biaya pemeliharaan Rp. 35.000.000
(termasuk untuk biaya membersihkan tanah perkebunan
seluas 5 ha sebesar Rp. 10.000.000)
8. Biaya asuransi Rp. 75.000.000
(termasuk asuransi kesehatan Bpk Indrawan sekeluarga Rp.
35.000.000, asuransi beasiswa untuk anak-anak permata dan
intan Rp. 15.000.000, asuransi kecelakaan karyawan Rp.
10.000.000 dan penggantian pembayaran asuransi jiwa yang
dilakukan oleh karyawan Rp. 15.000.000)
320
Perpajakan untuk SMK

9. Penyusutan Rp. 57.500.000


(terdiri atas 4 mobil box @ Rp. 5.000.000, 3 mobil sedan @ Rp.
10.000.000, 2 motor @ Rp. 3.750.000)
10. Biaya sewa toko Rp. 60.000.000
11. Biaya lain-lain untuk usaha Rp. 7.500.000

Ny. Wati Indrawan bekerja pada satu pemberi kerja, dan


memperoleh penghasilan Rp.36.000.000 selama tahin 2004 dan
telah dpotong pajak sebesar Rp.2.350.000.

Intan putri Bapak Indrawan, adalah seorang penyanyi cilik yang


memperoleh penghasilan dari penjualan kaset dan tour sebesar
Rp. 125.000.000 dan telah dipotong pajak sebesar Rp. 12.500.000.

Data lain:

1. Bapak Indrawan menjual tanah perkebunan seharga Rp.


750.000.000 pada tanggal 23 Agustus 2004.
2. Memperoleh bunga deposito sebesar Rp.10.000.000 setahun
dari Bank BNI.
3. Memperoleh penghasilan dari luar negeri sebagai berikut:
¾ Bonus dari Computer company yang berkedudukan di
Arizona sebesarRp. 70.000.000, tarif pajak sebesar 20%.
¾ Dividen atas penyertaan saham sebanyak 100.000 lembar di
Casing Comp Co. Taiwan sebesar Rp.100.000.000 bagian
laba tahun 2003 yang diterima tahun 2004, tarif pajak
sebesar 35%.
4. Ketika membayar komputer kepada Pemda Kota Tangerang,
dipungat PPh pasal 22 oleh bendahara sebesar Rp. 4.500.000
dengan nomor bukti 004 (14-7-2004).
5. Ketika menjual kepada Bulog dipungut PPh pasal 22 sebesar
Rp. 7.500.000 dengan nomor bukti 135 (27-9-2004).
6. Angsuran PPh pasal 25 yang telah dibayar berjumlah Rp.
210.000.000.
7. Pak Indrawan membayar zakat atas penghasilan dari usaha
sebesar Rp.20.000.000.

Daftar Harta per 1 Januari 2004

No Jenis harta Tahun Perolehan Harga Perolehan


1 Rumah 1999 Rp.200.000.000
2 Sedan 2000 Rp. 60.000.000
3 Sedan 2001 Rp. 50.000.000
4 Sedan 2001 Rp. 60.000.000
5 5 Mobil Box 2000 @ Rp. 40.000.000
6 Tanah perkebunan 5 ha 1988 Rp.100.000.000
321
Perpajakan untuk SMK

Diminta:

1. Hitung PPh terutang tahun pajak 2004


2. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat PPh yang lebih/kurang
dibayar
3. Hitung angsuran PPh pasal 25 tahun 2005.

JAWABAN:

1. Perhitungan PPh terutang tahun pajak 2004

Penghasilan neto fiskal 935.000.000


Zakat atas penghasilan 20.000.000
Kompensasi kerugian -
Penghasilan neto setelah 915.000.000
zakat
PTKP (K/2) (7.200.000)
Penghasilan Kena Pajak 907.800.000
PPh terutang 283.980.000
Kredit pajak dipotong oleh
pihal lain:
- PPh pasal 22 12.000.000
- PPh pasal 24 dari USA 14.000.000
- PPh pasal 24 dari Taiwan 31.282.220
(57.282.220)
PPh yang harus dibayar 226.697.780
sendiri
- PPh pasal 25 210.000.000
- Fiskal Luar Negeri 2.000.000
(212.000.000)
PPh Kurang Bayar 14.697.780

2. Jurnal untuk mencatat PPh Kurang Bayar

Utang Pajak Rp. 283.980.000,00


Uang Muka PPh pasal 22 Rp. 12.000.000,00
Uang Muka PPh pasal 24 Rp. 45.282.220,00
Uang Muka PPh pasal 25 Rp. 210.000.000,00
Fiskal Luar Negeri Rp. 2.000.000,00
Utang PPh pasal 29 Rp. 14.697.780,00

322
Perpajakan untuk SMK

Jurnal untuk mencatat pembayaran PPh pasal 29 pada tanggal


25 Maret 2005:

Utang PPh pasal 29 Rp. 39.425.200,00


Kas Rp. 39.425.200,00

3. Perhitungan angsuran PPh pasal 25 tahun 2005


= 1/12 X (Rp. 283.980.000,00 - Rp. 12.000.000,00 –
Rp. 45.282.220,00)
= Rp. 18.891.481,66

SPT Tahunan PPh untuk Bapak Indrawan adalah sebagai


berikut:

323
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR


PAJAK PENGHASILAN
WP ORANG PRIBADI 1770
z ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK TAHUN PAJAK
z BERI TANDA “X” DALAM (KOTAK) YANG SESUAI 2 0 0 3
z ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS
SESUAI PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 0 1 0 3 s.d 1 2 0 3

NPWP : 0 6 1 2 3 4 5 6 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : INDRAWAN
ALAMAT : JL. RAYA SERPONG NO.1040
KELURAHAN / KECAMATAN : SERPONG        /SERPONG
KOTA / KODE POS : TANGERANG  1 8 5 1 0 NO. TELP : 021 - 5857522
JENIS USAHA / PEKERJAAN BEBAS : DISTRIBUSI KOMPUTER KLU
MEREK USAHA : UHUUY
ALAMAT USAHA / PEKERJAAN : JL. RAYA SERPONG NO.1040
NOMOR TELEPON / FAKS : 021-73440445

A. CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO : NORMA X PEMBUKUAN

(Rupiah)

B. PENGHASILAN 1 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS. ……………. ¾ 765,000,000
NETO [Diisi dari Formulir 1770-I Bagian A Nomor 4 Kolom (3) atau Formulir 1770-I Bagian B jumlah
Kolom (5)]

2 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN …………………………¾ -


[Diisi dari Formulir 1770-I Bagian C Jumlah Kolom (5)]

3 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA ………………………………………………………… ¾ -


[Diisi dari Formulir 1770-I Bagian D Jumlah Kolom (5)]

4 PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI ……………...……………...……………...……………...……………¾ 170,000,000


[Diisi dari Formulir 1770-II Bagian B Jumlah Kolom (4)]

5 JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 sampai dengan 4) ……………...……………...……………...……………¾ 935,000,000

C. PENGHASILAN 6 ZAKAT ATAS PENGHASILAN ……………...……………...……………...……………...……………...………¾ 20,000,000


KENA PAJAK
7 JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT ATAS
PENGHASILAN (5 - 6) ……………...……………...……………...……………...……………...……………... ¾ 915,000,000

8 KOMPENSASI KERUGIAN ……………...……………...……………...……………...……………...………… ¾ -

9 JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8) ……………...…………… ¾ 915,000,000

10 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

TK / …… X K/3 K / I / …… PH / …… HB / …………………¾ 7,200,000


11 PENGHASILAN KENA PAJAK (9 - 10) ……………...……………...……………...……………...…………… ¾ 907,800,000

D. PPh TERUTANG 12 PPh TERUTANG (Tarif PPh Pasal 17 UU PPh X Huruf C Angka 11) ……………...……………...……………¾ 283,980,000

13 PENGEMBALIAN / PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN …………………… ¾ -

14 JUMLAH PPh YANG TERUTANG (12 + 13) ……………...……………...……………...……………...………¾ 283,980,000

E. KREDIT PAJAK 15 PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN / DITANGGUNG
PEMERINTAH DAN YANG DIBAYAR / DIPOTONG / TERUTANG DI LUAR NEGERI ……………………¾ 57,282,220
(Diisi dari Formulir 1770-II Bagian A dan Bagian B)

16 a. X PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI


----------------------------------------------- (14 - 15) ……………...……………...…………… ¾ 226,697,780
b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT

17 PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI


a. PPh PASAL 25 BULANAN ……………...……………...……………...……………...……………...………¾ 210,000,000
b. PPh PASAL 25 AYAT (7) ……………...……………...……………...……………...……………...……… ¾ -
c. STP PPh PASAL 25 (Hanya Pokok Pajak) ……………...……………...……………...……………...………¾ -
d. FISKAL LUAR NEGERI ……………...……………...……………...……………...……………...…………¾ 2,000,000
JUMLAH (a + b + c + d) ……………...……………...……………...……………...……………...……………. ¾ 212,000,000

F.1.1.32.16

324
Perpajakan untuk SMK

F. PPh KURANG/ 18 a. X PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Pasal 29)


LEBIH DIBAYAR ----------------------------------------------------------------------------- (16 - 17) ………………… ¾ 14,697,780
b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Pasal 28A)

PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 18 a TELAH DILUNASI PADA TANGGAL …………………………………

G. PERMOHONAN PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 18 b MOHON :

DIRESTITUSIKAN

DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK

H. ANGSURAN PPh ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA SEBESAR ………………………………………………¾ 18,891,482
PASAL 25 TAHUN
PAJAK JUMLAH TERSEBUT DIHITUNG BERDASARKAN :
BERIKUTNYA a. X 1/12 X JUMLAH PADA ANGKA 16 a.

b. PENGHITUNGAN DALAM LAMPIRAN TERSENDIRI

I. PENGHASILAN DASAR PENGENAAAN PAJAK PAJAK


YANG DIKENA / PENGHASILAN BRUTO
KAN PPh FINAL, (Rupiah) (Rupiah)
PENGHASILAN
PENGUSAHA (1) (2)
TERTENTU, DAN 1. PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK
YANG BUKAN BERSIFAT FINAL DAN DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI ………… ¾ 54,350,000.00
OBJEK PAJAK [Diisi dari Formulir 1770-III Jumlah Bagian A I dan II Kolom (4)]

2. PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU …………………………… ¾ - -


[Diisi dari Formulir 1770-III Bagian A III Kolom (3) dan (4)]

3. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ………… ¾ -


[Diisi dari Formulir 1770-III Jumlah Bagian B Kolom (3)]

J. JUMLAH PAJAK JUMLAH PAJAK PENGHASILAN ………………………………………………………………………………………… ¾ 338,330,000


PENGHASILAN [ Jumlah dari Huruf D Angka 14 + Huruf I Angka 1 Kolom (2) + Huruf I Angka 2 Kolom (2) ]

K. HARTA DAN 1. JUMLAH HARTA [Diisi dari Formulir 1770-IV Bagian A Jumlah Kolom (4)] ………..………..………..………¾ Rp 510,000,000
KEWAJIBAN
2. JUMLAH KEWAJIBAN [Diisi dari Formulir 1770-IV Bagian B Jumlah Kolom (4)] ………..………..……….. ¾ Rp -

L. LAMPIRAN SELAIN FORMULIR 1770 - I S.D. 1770 - IV BERSAMA INI DILAMPIRKAN PULA :

a. SURAT KUASA KHUSUS (Bila dikuasakan)

b. X SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 29

c. X NERACA DAN LAPORAN LABA RUGI ATAU REKAPITULASI BULANAN PEREDARAN BRUTO (Coret yang tidak
perlu)

d. PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL

e. X FOTOKOPI FORMULIR 1721-A1 DAN ATAU 1721-A2 (……1….. Lembar)

f. X BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN OLEH PIHAK LAIN / DITANGGUNG PEMERINTAH DAN YANG DIBAYAR /
DIPOTONG DI LUAR NEGERI

g. PENGHITUNGAN PPh TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK KAWIN PISAH HARTA

h. PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

i. X DAFTAR SUSUNAN KELUARGA YANG MENJADI TANGGUNGAN WAJIB PAJAK

j. DAFTAR JUMLAH PENGHASILAN DAN PEMBAYARAN PPh PASAL 25 (Khusus untuk orang pribadi pengusaha tertentu)

k. X FOTOKOPI TANDA BUKTI PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI (TBPFLN)

l. …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...……

M. PERNYATAAN DENGAN MENYADARI SEPENUHNYA AKAN SEGALA AKIBATNYA TERMASUK SANKSI-SANKSI SESUAI DENGAN
KETENTUAN PERUNDANG - UNDANGAN YANG BERLAKU, SAYA MENYATAKAN BAHWA APA YANG TELAH SAYA
BERITAHUKAN DI ATAS BESERTA LAMPIRAN-LAMPIRANNYA ADALAH BENAR, LENGKAP DAN JELAS.

Jakarta, 28 FEBRUARI 2005


X WAJIB PAJAK TANDA TANGAN :

KUASA NAMA LENGKAP : INDRAWAN

NPWP : 06.123.456.411.000

F.1.1.32.16

325
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - I HALAMAN 1
SPT TAHUNAN FORMULIR
PAJAK PENGHASILAN
WP ORANG PRIBADI 1770 - I
TAHUN PAJAK
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI


2 0 0 4
BL TH BL TH
0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 1 2 3 4 5 6 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : INDRAWAN

BAGIAN A : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS
BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

PEMBUKUAN / LAPORAN KEURANGAN : DIAUDIT X TIDAK DIAUDIT OPINI AKUNTAN :

NAMA DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK : ………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….……


NPWP :

NAMA DAN KANTOR KOSULTAN : ………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….……


PAJAK
NPWP :

No. URAIAN (Rupiah)


(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BERDASARKAN LAPORAN
KEUANGAN KOMERSIAL :
a. PEREDARAN USAHA ………………..………………..………………..………………..………………..………………..… ¾ 5,000,000,000
b. HARGA POKOK PENJUALAN ………………..………………..………………..………………..………………..………… ¾ 3,500,000,000
c. LABA / RUGI BRUTO USAHA (a-b) ………………..………………..………………..………………..………………..…… ¾ 1,500,000,000
d. BIAYA USAHA ………………..………………..………………..………………..………………..………………..………… ¾ 1,255,000,000
e. PENGHASILAN NETO DARI USAHA (e-d) ………………..………………..………………..………………..……………… ¾ 245,000,000
2. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF :
a. BIAYA YANG DIBEBANKAN / DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI WAJIB PAJAK ATAU
ORANG YANG MENJADI TANGGUNGANNYA ………………..………………..………………..………………..……… ¾ 190,000,000
b. PRESMI ASURANSI KESEHATAN, ASURANSI KECELAKAAN, ASURANSI JIWA, ASURANSI DWIGUNA,
DAN ASURANSI BEASISWA, YANG DIBAYAR OLEH WAJIB PAJAK ………………..………………..………………. ¾ 50,000,000
c. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG
DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA ATAU KENIKMATAN ………………..………………..………………..……… ¾ 10,000,000
d. JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN ………………..……………… ¾ -

e. HARTA YANG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN ………………..………………..………………..…… ¾ 20,000,000


f. PAJAK PENGHASILAN ………………..………………..………………..………………..………………..………………..… ¾ 120,000,000
g. GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA PEMILIK ………………..………………..………………..………………..……… ¾ -
h. SANKSI ADMINISTRASI ………………..………………..………………..………………..………………..………………. ¾ -
i. SELISIH PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL DI ATAS PENYUSUTAN / AMORTISASI FISKAL …………… ¾ 15,000,000
j. BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG DIKENAKAN
PPh PINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ………………..………………..………… ¾ -
k. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF LAINNYA ………………..………………..………………..………………..…………… ¾ 115,000,000
JUMLAH (a sampai dengan k) ………………..………………..……………… ¾ 520,000,000
3. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF :
a. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK TETAPI TERMASUK DALAM PEREDARAN USAHA .………………..………….………………..……… ¾ -
b. SELISIH PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL DI BAWAH PENYUSUTAN AMORTISASI FISKAL .………… ¾ -
c. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF LAINNYA .………………..………….………………..………….………………..…… ¾ -
JUMLAH (a sampai dengan c) .………………..………….………………..… ¾ -
4. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SETELAH PENYESUAIAN FISKAL (1e + 2 - 3) .………………..………….… ¾ 765,000,000

Catatan : Pindahkan jumlah nomor 4 kolom (3) ke Formulir 1770 huruf B angka 1.

D.1.1.32.43

326
Perpajakan untuk SMK

BAGIAN B : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS
BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

PEREDARAN USAHA NORMA PENGHASILAN NETO


No. JENIS USAHA
(Rupiah) (%) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. DAGANG - -

2. INDUSTRI - -

3. JASA - -

4. PEKERJAAN BEBAS - -

5. USAHA LAINNYA
-
-

JUMLAH - -

BAGIAN C : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

NAMA DAN NPWP PENGHASILAN BRUTO PENGURANG PENGHASILAN NETO


No.
PEMBERI KERJA PENGHASILAN BRUTO
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah
(1) (2) (3) (4) (5)

JUMLAH - - -

BAGIAN D : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA


(Tidak Termasuk Penghasilan Yang Telah Dikenakan PPh Bersifat Final)

PENGHASILAN BRUTO BIAYA PENGHASILAN NETO


No. JENIS PENGHASILAN
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)


1 BUNGA -

2 DIVIDEN -

3 ROYALTI -

4 SEWA -

5 PENGHARGAAN DAN HADIAH -


6 KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN /
PENGALIHAN HARTA
7 PENGHASILAN LAINNYA

JUMLAH - - -

Catatan:
(1) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 1.
(2) Pindahkan jumlah Bagian C kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 2.
(3) Pindahkan jumlah Bagian D kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 3.
(4) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.

D.1.1.32.43

327
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - II FORMULIR
SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - II
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK
DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH
PIHAK LAIN, PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH,
2 0 0 4
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
DEPARTEMEN KEUANGAN R I YANG DIBAYAR / DIPOTONG / TERUTANG BL TH BL TH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DI LUAR NEGERI 0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 1 2 3 4 5 6 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : INDRAWAN

BAGIAN A : DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG
PEMERINTAH

JUMLAH PPh JUMLAH PPh


NOMOR DAN JENIS PAJAK : YANG YANG
No. NAMA DAN NPWP TANGGAL BUKTI (PPh Pasal 21 / DIPOTONG / DITANGUNG
PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK PEMOTONGAN / Pasal 22 / Pasal 23) DIPUNGUT PEMERINTAH
PEMUNGUTAN (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 BENDAHARAWAN PEMDA TNG 12 PPh PASAL 22 4,500,000 -

NPWP: 00.123.456.055.000

2 BULOG 16 PPh PASAL 22 7,500,000

NPWP: 00.111.456.7.055.000

JUMLAH 12,000,000

BAGIAN B : DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG
PEMERINTAH

PAJAK YANG
NAMA DAN ALAMAT JENIS PENGHASILAN DIBAYAR /
No. SUMBER / PEMBERI PENGHASILAN PENGHASILAN NETO DIPOTONG PPh PASAL 24 *)
DI LUAR NEGERI TERUTANG DI
LUAR NEGERI
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1 COMPUTER CO. USA BONUS 70,000,000 14,000,000 14,000,000

2 CASING CO. TAIWAN DIVIDEN 100,000,000 35,000,000 31,282,220

JUMLAH 170,000,000 49,000,000 45,282,220

*) PERMOHONAN : JUMLAH PADA KOLOM (6) MOHON DIPERHITUNGKAN SEBAGAI KREDIT PAJAK

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A kolom (5) ditambah jumlah Bagian A kolom (6) ditambah jumlah Bagian B kolom (6) ke Formulir 1770 huruf E angka 15.
(2) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (4) ke Formulir 1770 huruf B angka 4.
(3) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.
D.1.1.32.44

328
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - III FORMULIR


SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - III
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK
PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT
FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI, PENGHASILAN
2 0 0 4
DEPARTEMEN KEUANGAN R I PENGUSAHA TERTENTU SERTA PENGHASILAN YANG TIDAK BL TH BL TH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
TERMASUK OBJEK PAJAK 0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 1 2 3 4 5 6 7 4 1 6 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : INDRAWAN

BAGIAN A : PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK
TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU
DASAR PENGENAAN PAJAK / PPh TERHUTANG
No. SUMBER / JENIS PENGHASILAN PENGHASILAN BRUTO
(Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4)
I. DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL :
1. a. BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN DAN DISKONTO SBI 10,000,000 2,000,000
b. BUNGA / DISKONTO OBLIGASI YANG DILAPORKAN
PERDAGANGANNYA DI BURSA EFEK -

2. PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK -

3. a. HADIAH UNDIAN -

b. PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN


PENSIUN YANG DIBAYAR DIBAYAR SEKALIGUS -

c. HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / APBD -

4. a. PENGALIHAN HAK ATAS TANAH 750,000,000 37,500,000


DAN ATAU BANGUNAN -

b. BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM


RANGKA BANGUN GUNA SERAH -

c. SEWA ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN -

5. USAHA JASA KONSTRUKSI -

6. PENGHASILAN USAHA :
a. PENYALUR / DEALER / AGEN PRODUK BBM
PERTAMINA -

b. PENYALUR DISTRIBUTOR ROKOK -

7. PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK


BERSIFAT FINAL
II. DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI :
36,000,000 2,350,000
1. PENGHASILAN ISTERI DARI SATU PEMBERI KERJA
2. PENGHASILAN ANAK DARI PEKERJAAN 125,000,000 12,500,000
JUMLAH 54,350,000
III. PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

BAGIAN B : PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

PENGHASILAN BRUTO
No. SUMBER / JENIS PENGHASILAN
(Rupiah)
(1) (2) (3)

1. BANTUAN / SUMBANGAN / HIBAH -


2. WARISAN -

3. BAGIAN LABA ANGGOTA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS SAHAM,


PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI -

4. KLAIM ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA -


5. PENGHASILAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK -

JUMLAH -

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A I dan II kolom (4) ke Formulir 1770 huruf I angka 1 kolom (2).
(2) Pindahkan jumlah Bagian A III kolom (3) ke Formulir 1770 huruf I angka 2 kolom (1).
(3) Pindahkan jumlah Bagian A III kolom (4) ke Formulir 1770 huruf I angka 2 kolom (2).
(4) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (3) ke Formulir 1770 huruf I angka 3 kolom (1).
D.1.1.32.45

329
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - IV
FORMULIR
SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - IV
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK

DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN PADA AKHIR


2 0 0 4
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK TAHUN BL TH BL TH
0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 1 2 3 4 5 6 7 4 1 6 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK : INDRAWAN

BAGIAN A : DAFTAR HARTA

TAHUN HARGA PEROLEHAN


No. JENIS HARTA KETERANGAN
PEROLEHAN (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)


1 RUMAH 1990 200,000,000
2 SEDAN 2000 60,000,000
3 SEDAN 2001 50,000,000
4 SEDAN 2001 60,000,000
5 5 MOBIL BOX 2000 40,000,000
6 TANAH PERKEBUNAN 1998 100,000,000 5 HA

JUMLAH 510,000,000

BAGIAN B : DAFTAR KEWAJIBAN

NAMA DAN ALAMAT TAHUN JUMLAH


No. KETERANGAN
PEMBERI PINJAMAN PEMINJAMAN (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)

JUMLAH -

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A kolom (4) ke Formulir 1770 huruf K angka 1.
(2) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (4) ke Formulir 1770 huruf K angka 2.
(3) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.
D.1.1.32.46

330
Perpajakan untuk SMK

) KASUS WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI YANG


MENGGUNAKAN NORMA

Bpk. Rudy Hartawan, dengan NPWP 06.654.321.7-411.000,


mempunyai istri bernama Ny. Dewi dan tiga orang anak, yaitu:
Budi, Iwan dan Putri.

Bapak Rudy Hartawan memilki sebuah toko bangunan yang


sehari-hari dikelola oleh Ny. Dewi, sedangkan Bapak Rudy
Hartawan sendiri bekerja sebagai manager PT Banteng Perkasa.
Bapak Rudy Hartawan tinggal di Jl. Partkit I No. 35 Serpong
18510, di sebuah rumah senilai Rp. 150.000.000,00 yang
diperoleh tahun 1998. Alamat usaha Bapak Rudy Hartawan di Jl.
Perkutut V No. 7 Serpong Tangerang, dimana berdiri sebuah toko
yang dimiliki bapak Rudy Hartawan senilai Rp. 100.000.000,00
yang diperoleh tahun 2000.

Selain itu, Bapak Rudy Hartawan memilki sebidang tanah di


Cisauk yang diperoleh tahun 2001 senilai Rp. 75.000.000,00.
Keluarga Rudy memiliki 3 mobil, yaitu: kijang yang diperoleh
tahun 2002 seharga Rp. 150.000.000,00, sedan yang diperoleh
tahun 1995 seharga Rp. 65.000.000,00 dan mobil pick up yang
diperoleh tahun 2002 seharga Rp. 90.000.000,00.

Nomor telepon rumah bapak Rudy Hartawan adalah (021)


5567855 dan toko (021) 5587644. Pada tahun 2004 memperoleh
hibah tanah dari paman Bapak Rudy Hartawan sebesar Rp.
75.000.000,00.

Data-data lain adalah sebagai berikut:

Peredaran usaha toko Rp. 500.000.000


Penghasilan sebagai manager Rp. 48.000.000
(belum dipotong PPh Pasal 21 oleh PT Banteng Perkasa)
Membayar iuran THT yang ditanggung sendiri Rp. 2.400.000
Penghasilan dari bunga deposito (sebelum dipotong PPh Rp. 5.000.000
Pasal 4 (2)
Penghasilan menjual tanah di BSD tanggal 25 Juli 2004 Rp. 200.000.000
Penjualan mobil sedan yang diperoleh tahun 1995 Rp. 80.000.000
Biaya toko Rp. 200.000.000
Biaya hidup setahun Rp. 75.000.000
Biaya lain-lain Rp. 30.000.000
PPh Pasal 25 selama tahun 2004 Rp. 24.000.000
Membayar pokok pinjaman bank beserta bunga Rp. 84.000.000
(sisa utang bank ABC pada 31 Desember 2004 sebesar
Rp. 500.000.000,00
Membayar zakat 2.5% dari seluruh penghasilan Tahun Rp. 50.000.000
Pajak 2004
331
Perpajakan untuk SMK

(termasuk penghasilan dari bunga diskonto dan laba


penjualan tanah)

Berdasarkan pasal 14 UU PPh, Bapak Rudy Hartawan boleh


menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN.
Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,
NPPN untuk jenis usaha pedagang bahan bangunan di
Tangerang sebesar 25%.

Diminta:

4. Hitung PPh terutang tahun pajak 2004


5. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat PPh yang lebih/kurang
dibayar
6. Hitung angsuran PPh pasal 25 tahun 2005.

JAWABAN:

1. Perhitungan PPh terutang Tahun 2004

1. Penghasilan Neto dalam Negeri dari Usaha


Peredaran usaha dagang Toko Bahan Bangunan 500.000.000
Norma Penghitungan Penghasilan Neto 25%
Penghasilan Neto 125.000.000

2. Penghasilan Neto dalam Negeri sehubungan dengan pekerjaan


Penghasilan bruto PT. Banteng Perkasa 48.000.000
Pengurang penghasilan bruto:
a. Biaya jabatan 1.296.000
b. Iuran THT yang ditanggung sendiri 2.400.000
Jumlah pengurang penghasilan bruto 3.696.000
Penghasilan Neto 44.304.000

3. Penghasilan Neto dalam Negeri Lainnya


a. Keuntungan dari penjualan mobil sedan 15.000.000
b. Penghasilan dari hibah tanah dari
paman Rudy 75.000.000
Penghasilan Neto 90.000.000

4. Penghasilan neto luar negeri 0


5. Jumlah penghasilan neto 259.304.000
6. Zakat atas penghasilan 38.711.453
7. Jumlah penghasilan neto setelah pengurangan atas
penghasilan 220.592.547
8. Kompensasi kerugian 0
332
Perpajakan untuk SMK

9. Jumlah penghasilan neto setelah kompensasi


kerugian 220.592.547
10. PTKP (K/1/3) 11.520.000
11. Penghasilan Kena Pajak 209.072.000
12. PPh Terutang 39.425.200
13. Pengembalian/pengurangan PPh pasal 24 yang
telah dikreditkan 0
14. Jumlah PPh yang terutang 39.425.200
15. PPh yang dipotong/dipungut pihak lain (PPh pasal
21) 2.316.400
16. PPh yang harus dibayar sendiri 37.108.800
17. PPh yang dibayar sendiri (PPh pasal 25) 24.000.000
18. PPh yang kurang dibayar 13.108.800

2. Jurnal untuk mencatat PPh Lebih/Kurang Bayar

Utang Pajak Rp. 39.425.200,00


Uang Muka PPh pasal 21 Rp. 2.316.400,00
Uang Muka PPh pasal 25 Rp. 24.000.000,00
Utang PPh pasal 29 Rp. 13.108.800,00

Jurnal untuk mencatat pembayaran PPh pasal 29 pada tanggal 25


Maret 2005:
Utang PPh pasal 29 Rp. 39.425.200,00
Kas Rp. 39.425.200,00

3. Perhitungan angsuran PPh pasal 25 tahun 2005.

Penghasilan neto fiskal 2004 259.304.000


Penghasilan tidak teratur
- Keuntungan dari penjualan mobil 15.000.000
sedan
- Hibah tanah dari paman Rudy 75.000.000
90.000.000
Penghasilan yang menjadi dasar 169.304.000
perhitungan angsuran
Zakat atas penghasilan 30.176.211
Kompensasi kerugian -
PTKP (K/1/3) 28.800.000
Penghasilan Kena Pajak 110.327.000
PPh Terutang 13.831.750

333
Perpajakan untuk SMK

Kredit pajak tahun lalu yang dipotong/dipungut pihak lain


- PPh pasal 21 2.316.400
PPh yang harus dibayar sendiri 11.515.350
Angsuran PPh pasal 25 tiap bulan 959.613
tahun 2005 (Rp. 11.515.350 X
1/12)

SPT Tahunan untuk Bapak Rudy Hartawan dapat disajikan sebagai


berikut:

334
Perpajakan untuk SMK

SPT TAHUNAN FORMULIR


PAJAK PENGHASILAN
WP ORANG PRIBADI 1770
z ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK TAHUN PAJAK
z BERI TANDA “X” DALAM (KOTAK) YANG SESUAI 2 0 0 4
z ISI DENGAN BENAR, LENGKAP DAN JELAS
SESUAI PETUNJUK PENGISIAN BL TH BL TH
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 6 5 4 3 2 1 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : RUDY HARTAWAN
ALAMAT : JL. PARKIT I NO. 35
KELURAHAN / KECAMATAN : SERPONG
KOTA / KODE POS : TANGERANG  1 8 5 1 0 NO. TELP : 021 - 5567855
JENIS USAHA / PEKERJAAN BEBAS : PEDAGANG BAHAN BANGUNAN KLU 5 2 3 4 0
MEREK USAHA : -
ALAMAT USAHA / PEKERJAAN : JL. PERKUTUT V NO. 7, SERPONG - TANGERANG 18510
NOMOR TELEPON / FAKS : 021-5587644

A. CARA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO : X NORMA PEMBUKUAN

(Rupiah)

B. PENGHASILAN 1 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS. ……………. ¾ 125,000,000
NETO [Diisi dari Formulir 1770-I Bagian A Nomor 4 Kolom (3) atau Formulir 1770-I Bagian B jumlah
Kolom (5)]

2 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN …………………………¾ 44,304,000


[Diisi dari Formulir 1770-I Bagian C Jumlah Kolom (5)]

3 PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA ………………………………………………………… ¾ 90,000,000


[Diisi dari Formulir 1770-I Bagian D Jumlah Kolom (5)]

4 PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI ……………...……………...……………...……………...……………¾ -


[Diisi dari Formulir 1770-II Bagian B Jumlah Kolom (4)]

5 JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 sampai dengan 4) ……………...……………...……………...……………¾ 259,304,000

C. PENGHASILAN 6 ZAKAT ATAS PENGHASILAN ……………...……………...……………...……………...……………...………¾ 38,711,453


KENA PAJAK
7 JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT ATAS
PENGHASILAN (5 - 6) ……………...……………...……………...……………...……………...……………... ¾ 220,592,547

8 KOMPENSASI KERUGIAN ……………...……………...……………...……………...……………...………… ¾ -

9 JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8) ……………...…………… ¾ 220,592,547

10 PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

TK / …… X K/3 K / I / …… PH / …… HB / …………………¾ 11,520,000


11 PENGHASILAN KENA PAJAK (9 - 10) ……………...……………...……………...……………...…………… ¾ 209,072,547

D. PPh TERUTANG 12 PPh TERUTANG (Tarif PPh Pasal 17 UU PPh X Huruf C Angka 11) ……………...……………...……………¾ 39,425,200

13 PENGEMBALIAN / PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN …………………… ¾ -

14 JUMLAH PPh YANG TERUTANG (12 + 13) ……………...……………...……………...……………...………¾ 39,425,200

E. KREDIT PAJAK 15 PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN / DITANGGUNG
PEMERINTAH DAN YANG DIBAYAR / DIPOTONG / TERUTANG DI LUAR NEGERI ……………………¾ 2,316,400
(Diisi dari Formulir 1770-II Bagian A dan Bagian B)

16 a. X PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI


----------------------------------------------- (14 - 15) ……………...……………...…………… ¾ 37,108,800
b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT

17 PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI


a. PPh PASAL 25 BULANAN ……………...……………...……………...……………...……………...………¾ 24,000,000
b. PPh PASAL 25 AYAT (7) ……………...……………...……………...……………...……………...……… ¾ -
c. STP PPh PASAL 25 (Hanya Pokok Pajak) ……………...……………...……………...……………...………¾ -
d. FISKAL LUAR NEGERI ……………...……………...……………...……………...……………...…………¾ -
JUMLAH (a + b + c + d) ……………...……………...……………...……………...……………...……………. ¾ 24,000,000

F.1.1.32.16

335
Perpajakan untuk SMK

F. PPh KURANG/ 18 a. X PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Pasal 29)


LEBIH DIBAYAR ----------------------------------------------------------------------------- (16 - 17) ………………… ¾ 13,108,800
b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Pasal 28A)

PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 18 a TELAH DILUNASI PADA TANGGAL …………………………………

G. PERMOHONAN PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 18 b MOHON :

DIRESTITUSIKAN

DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK

H. ANGSURAN PPh ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA SEBESAR ………………………………………………¾ 959,613
PASAL 25 TAHUN
PAJAK JUMLAH TERSEBUT DIHITUNG BERDASARKAN :
BERIKUTNYA a. 1/12 X JUMLAH PADA ANGKA 16 a.

b. X PENGHITUNGAN DALAM LAMPIRAN TERSENDIRI

I. PENGHASILAN DASAR PENGENAAAN PAJAK PAJAK


YANG DIKENA / PENGHASILAN BRUTO
KAN PPh FINAL, (Rupiah) (Rupiah)
PENGHASILAN
PENGUSAHA (1) (2)
TERTENTU, DAN 1. PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK
YANG BUKAN BERSIFAT FINAL DAN DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI ………… ¾ 11,000,000.00
OBJEK PAJAK [Diisi dari Formulir 1770-III Jumlah Bagian A I dan II Kolom (4)]

2. PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU …………………………… ¾ - -


[Diisi dari Formulir 1770-III Bagian A III Kolom (3) dan (4)]

3. PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ………… ¾ -


[Diisi dari Formulir 1770-III Jumlah Bagian B Kolom (3)]

J. JUMLAH PAJAK JUMLAH PAJAK PENGHASILAN ………………………………………………………………………………………… ¾ 50,425,200


PENGHASILAN [ Jumlah dari Huruf D Angka 14 + Huruf I Angka 1 Kolom (2) + Huruf I Angka 2 Kolom (2) ]

K. HARTA DAN 1. JUMLAH HARTA [Diisi dari Formulir 1770-IV Bagian A Jumlah Kolom (4)] ………..………..………..………¾ Rp 640,000,000
KEWAJIBAN
2. JUMLAH KEWAJIBAN [Diisi dari Formulir 1770-IV Bagian B Jumlah Kolom (4)] ………..………..……….. ¾ Rp 500,000,000

L. LAMPIRAN SELAIN FORMULIR 1770 - I S.D. 1770 - IV BERSAMA INI DILAMPIRKAN PULA :

a. SURAT KUASA KHUSUS (Bila dikuasakan)

b. X SURAT SETORAN PAJAK LEMBAR KE-3 PPh PASAL 29

c. X NERACA DAN LAPORAN LABA RUGI ATAU REKAPITULASI BULANAN PEREDARAN BRUTO (Coret yang tidak
perlu)

d. PERHITUNGAN KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL

e. X FOTOKOPI FORMULIR 1721-A1 DAN ATAU 1721-A2 (……1….. Lembar)

f. BUKTI PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN OLEH PIHAK LAIN / DITANGGUNG PEMERINTAH DAN YANG DIBAYAR /
DIPOTONG DI LUAR NEGERI

g. PENGHITUNGAN PPh TERUTANG BAGI WAJIB PAJAK KAWIN PISAH HARTA

h. X PENGHITUNGAN ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA

i. X DAFTAR SUSUNAN KELUARGA YANG MENJADI TANGGUNGAN WAJIB PAJAK

j. DAFTAR JUMLAH PENGHASILAN DAN PEMBAYARAN PPh PASAL 25 (Khusus untuk orang pribadi pengusaha tertentu)

k. FOTOKOPI TANDA BUKTI PEMBAYARAN FISKAL LUAR NEGERI (TBPFLN)

l. …………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...…………...……

M. PERNYATAAN DENGAN MENYADARI SEPENUHNYA AKAN SEGALA AKIBATNYA TERMASUK SANKSI-SANKSI SESUAI DENGAN
KETENTUAN PERUNDANG - UNDANGAN YANG BERLAKU, SAYA MENYATAKAN BAHWA APA YANG TELAH SAYA
BERITAHUKAN DI ATAS BESERTA LAMPIRAN-LAMPIRANNYA ADALAH BENAR, LENGKAP DAN JELAS.

Jakarta, 31 Maret 2005


X WAJIB PAJAK TANDA TANGAN :

KUASA NAMA LENGKAP : RUDY HARTAWAN

NPWP : 06.654.321.7.411.000

F.1.1.32.16

336
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - I HALAMAN 1
SPT TAHUNAN FORMULIR
PAJAK PENGHASILAN
WP ORANG PRIBADI 1770 - I
TAHUN PAJAK
DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI


2 0 0 4
BL TH BL TH
0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 6 5 4 3 2 1 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : RUDY HARTAWAN

BAGIAN A : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS
BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN PEMBUKUAN

PEMBUKUAN / LAPORAN KEURANGAN : DIAUDIT X TIDAK DIAUDIT OPINI AKUNTAN :

NAMA DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK : ………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….……


NPWP :

NAMA DAN KANTOR KOSULTAN : ………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….………….……


PAJAK
NPWP :

No. URAIAN (Rupiah)


(1) (2) (3)
1. PENGHASILAN DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS BERDASARKAN LAPORAN
KEUANGAN KOMERSIAL :
a. PEREDARAN USAHA ………………..………………..………………..………………..………………..………………..… ¾ -
b. HARGA POKOK PENJUALAN ………………..………………..………………..………………..………………..………… ¾ -
c. LABA / RUGI BRUTO USAHA (a-b) ………………..………………..………………..………………..………………..…… ¾ -
d. BIAYA USAHA ………………..………………..………………..………………..………………..………………..………… ¾ -
e. PENGHASILAN NETO DARI USAHA (e-d) ………………..………………..………………..………………..……………… ¾ -
2. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF :
a. BIAYA YANG DIBEBANKAN / DIKELUARKAN UNTUK KEPENTINGAN PRIBADI WAJIB PAJAK ATAU
ORANG YANG MENJADI TANGGUNGANNYA ………………..………………..………………..………………..……… ¾ -
b. PRESMI ASURANSI KESEHATAN, ASURANSI KECELAKAAN, ASURANSI JIWA, ASURANSI DWIGUNA,
DAN ASURANSI BEASISWA, YANG DIBAYAR OLEH WAJIB PAJAK ………………..………………..………………. ¾ -
c. PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG
DIBERIKAN DALAM BENTUK NATURA ATAU KENIKMATAN ………………..………………..………………..……… ¾ -
d. JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA PIHAK YANG MEMPUNYAI
HUBUNGAN ISTIMEWA SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN YANG DILAKUKAN ………………..……………… ¾ -

e. HARTA YANG DIHIBAHKAN, BANTUAN ATAU SUMBANGAN ………………..………………..………………..…… ¾ -


f. PAJAK PENGHASILAN ………………..………………..………………..………………..………………..………………..… ¾ -
g. GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA PEMILIK ………………..………………..………………..………………..……… ¾ -
h. SANKSI ADMINISTRASI ………………..………………..………………..………………..………………..………………. ¾ -
i. SELISIH PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL DI ATAS PENYUSUTAN / AMORTISASI FISKAL …………… ¾ -
j. BIAYA UNTUK MENDAPATKAN, MENAGIH DAN MEMELIHARA PENGHASILAN YANG DIKENAKAN
PPh PINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK ………………..………………..………… ¾ -
k. PENYESUAIAN FISKAL POSITIF LAINNYA ………………..………………..………………..………………..…………… ¾ -
JUMLAH (a sampai dengan k) ………………..………………..……………… ¾ -
3. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF :
a. PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK
OBJEK PAJAK TETAPI TERMASUK DALAM PEREDARAN USAHA .………………..………….………………..……… ¾ -
b. SELISIH PENYUSUTAN / AMORTISASI KOMERSIAL DI BAWAH PENYUSUTAN AMORTISASI FISKAL .………… ¾ -
c. PENYESUAIAN FISKAL NEGATIF LAINNYA .………………..………….………………..………….………………..…… ¾ -
JUMLAH (a sampai dengan c) .………………..………….………………..… ¾ -
4. PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SETELAH PENYESUAIAN FISKAL (1e + 2 - 3) .………………..………….… ¾ -

Catatan : Pindahkan jumlah nomor 4 kolom (3) ke Formulir 1770 huruf B angka 1.

D.1.1.32.43

337
Perpajakan untuk SMK

HALAMAN 2
FORMULIR 1770-I
BAGIAN B : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN ATAU PEKERJAAN BEBAS
BAGI WAJIB PAJAK YANG MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO

PEREDARAN USAHA NORMA PENGHASILAN NETO


No. JENIS USAHA
(Rupiah) (%) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5)
1. DAGANG 500,000,000 25 % 125,000,000

2. INDUSTRI - -

3. JASA - -

4. PEKERJAAN BEBAS - -

5. USAHA LAINNYA
-
-

JUMLAH 500,000,000 125,000,000

BAGIAN C : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

NAMA DAN NPWP PENGHASILAN BRUTO PENGURANG PENGHASILAN NETO


No.
PEMBERI KERJA PENGHASILAN BRUTO
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah
(1) (2) (3) (4) (5)
1 PT. BANTENG PERKASA 48,000,000 3,696,000 44,304,000

JUMLAH 48,000,000 3,696,000 44,304,000

BAGIAN D : PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA


(Tidak Termasuk Penghasilan Yang Telah Dikenakan PPh Bersifat Final)

PENGHASILAN BRUTO BIAYA PENGHASILAN NETO


No. JENIS PENGHASILAN
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)


1 BUNGA -

2 DIVIDEN -

3 ROYALTI -

4 SEWA -

5 PENGHARGAAN DAN HADIAH -


6 KEUNTUNGAN DARI PENJUALAN /
15,000,000 - 15,000,000
PENGALIHAN HARTA
7 PENGHASILAN LAINNYA 75,000,000 - 75,000,000

JUMLAH 90,000,000 - 90,000,000

Catatan:
(1) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 1.
(2) Pindahkan jumlah Bagian C kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 2.
(3) Pindahkan jumlah Bagian D kolom (5) ke Formulir 1770 huruf B angka 3.
(4) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.

D.1.1.32.43

338
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - II FORMULIR
SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - II
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK
DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH
PIHAK LAIN, PPh YANG DITANGGUNG PEMERINTAH,
2 0 0 4
PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN
DEPARTEMEN KEUANGAN R I YANG DIBAYAR / DIPOTONG / TERUTANG BL TH BL TH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
DI LUAR NEGERI 0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 6 5 4 3 2 1 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : RUDY HARTAWAN

BAGIAN A : DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG
PEMERINTAH

JUMLAH PPh JUMLAH PPh


NOMOR DAN JENIS PAJAK : YANG YANG
No. NAMA DAN NPWP TANGGAL BUKTI (PPh Pasal 21 / DIPOTONG / DITANGUNG
PEMOTONG / PEMUNGUT PAJAK PEMOTONGAN / Pasal 22 / Pasal 23) DIPUNGUT PEMERINTAH
PEMUNGUTAN (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 PT. BANTENG PERKASA - PPh PASAL 21 2,316,400 -

JUMLAH 2,316,400

BAGIAN B : DAFTAR PEMOTONGAN / PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN DAN PPh YANG DITANGGUNG
PEMERINTAH

PAJAK YANG
NAMA DAN ALAMAT JENIS PENGHASILAN DIBAYAR /
No. SUMBER / PEMBERI PENGHASILAN PENGHASILAN NETO DIPOTONG PPh PASAL 24 *)
DI LUAR NEGERI TERUTANG DI
LUAR NEGERI
(Rupiah) (Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

JUMLAH

*) PERMOHONAN : JUMLAH PADA KOLOM (6) MOHON DIPERHITUNGKAN SEBAGAI KREDIT PAJAK

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A kolom (5) ditambah jumlah Bagian A kolom (6) ditambah jumlah Bagian B kolom (6) ke Formulir 1770 huruf E angka 15.
(2) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (4) ke Formulir 1770 huruf B angka 4.
(3) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.
D.1.1.32.44

339
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - III FORMULIR


SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - III
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK
PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT
FINAL, DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI, PENGHASILAN
2 0 0 4
DEPARTEMEN KEUANGAN R I PENGUSAHA TERTENTU SERTA PENGHASILAN YANG TIDAK BL TH BL TH
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
TERMASUK OBJEK PAJAK 0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 6 5 4 3 2 1 7 4 1 1 0 0 0
NAMA WAJIB PAJAK : RUDY HARTAWAN

BAGIAN A : PENGHASILAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL, DIKENAKAN PAJAK
TERSENDIRI DAN PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU
DASAR PENGENAAN PAJAK / PPh TERHUTANG
No. SUMBER / JENIS PENGHASILAN PENGHASILAN BRUTO
(Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) (4)
I. DIKENAKAN PAJAK BERSIFAT FINAL :
1. a. BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN DAN DISKONTO SBI 5,000,000 1,000,000
b. BUNGA / DISKONTO OBLIGASI YANG DILAPORKAN
PERDAGANGANNYA DI BURSA EFEK -

2. PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK -

3. a. HADIAH UNDIAN -

b. PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN


PENSIUN YANG DIBAYAR DIBAYAR SEKALIGUS -

c. HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / APBD -

4. a. PENGALIHAN HAK ATAS TANAH 200,000,000 10,000,000


DAN ATAU BANGUNAN -

b. BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM


RANGKA BANGUN GUNA SERAH -

c. SEWA ATAS TANAH DAN ATAU BANGUNAN -

5. USAHA JASA KONSTRUKSI -

6. PENGHASILAN USAHA :
a. PENYALUR / DEALER / AGEN PRODUK BBM
PERTAMINA -

b. PENYALUR DISTRIBUTOR ROKOK -

7. PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK


BERSIFAT FINAL
II. DIKENAKAN PAJAK TERSENDIRI : -
1. PENGHASILAN ISTERI DARI SATU PEMBERI KERJA
2. PENGHASILAN ANAK DARI PEKERJAAN -

JUMLAH 11,000,000
III. PENGHASILAN PENGUSAHA TERTENTU

BAGIAN B : PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

PENGHASILAN BRUTO
No. SUMBER / JENIS PENGHASILAN
(Rupiah)
(1) (2) (3)

1. BANTUAN / SUMBANGAN / HIBAH -


2. WARISAN -

3. BAGIAN LABA ANGGOTA PERSEROAN KOMANDITER TIDAK ATAS SAHAM,


PERSEKUTUAN, PERKUMPULAN, FIRMA, KONGSI -

4. KLAIM ASURANSI KESEHATAN, KECELAKAAN, JIWA, DWIGUNA, BEASISWA -


5. PENGHASILAN LAIN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK -

JUMLAH -

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A I dan II kolom (4) ke Formulir 1770 huruf I angka 1 kolom (2).
(2) Pindahkan jumlah Bagian A III kolom (3) ke Formulir 1770 huruf I angka 2 kolom (1).
(3) Pindahkan jumlah Bagian A III kolom (4) ke Formulir 1770 huruf I angka 2 kolom (2).
(4) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (3) ke Formulir 1770 huruf I angka 3 kolom (1).
D.1.1.32.45

340
Perpajakan untuk SMK

LAMPIRAN - IV
FORMULIR
SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN
1770 - IV
WP ORANG PRIBADI TAHUN PAJAK

DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN PADA AKHIR 2 0 0 4


DEPARTEMEN KEUANGAN R I
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK TAHUN BL TH BL TH
0 1 0 4 s.d 1 2 0 4

NPWP : 0 6 6 5 4 3 2 1 7 4 1 1 0 0 0

NAMA WAJIB PAJAK : RUDY HARTAWAN

BAGIAN A : DAFTAR HARTA

TAHUN HARGA PEROLEHAN


No. JENIS HARTA KETERANGAN
PEROLEHAN (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)


1 RUMAH JL. PARKIT I NO. 35 SERPONG, TANGERANG 1998 150,000,000
2 TOKO JL. PERKUTUT V NO. 7 SERPONG, TANGERANG 2000 100,000,000
3 TANAH DI CISAUK 2001 75,000,000
4 KENDARAAN OPERASIONAL 2002 150,000,000
5 KENDARAAN OPERASIONAL 2002 90,000,000
6 TANAH 2004 75,000,000 HIBAH

JUMLAH 640,000,000

BAGIAN B : DAFTAR KEWAJIBAN

NAMA DAN ALAMAT TAHUN JUMLAH


No. KETERANGAN
PEMBERI PINJAMAN PEMINJAMAN (Rupiah)

(1) (2) (3) (4) (5)


1 UTANG USAHA 2004 500,000,000 BANK ABC

JUMLAH 500,000,000

Catatan :
(1) Pindahkan jumlah Bagian A kolom (4) ke Formulir 1770 huruf K angka 1.
(2) Pindahkan jumlah Bagian B kolom (4) ke Formulir 1770 huruf K angka 2.
(3) Jika formulir ini tidak cukup, dapat dibuat lampiran tersendiri sesuai dengan bentuk ini.
D.1.1.32.46

341
PPh PASAL 4 (2)
(PAJAK PENGHASILAN YANG DIPOTONG PIHAK LAIN ATAU DIBAYAR
SENDIRI DALAM TAHUN BERJALAN YANG BERSIFAT FINAL)

Bab ini membahas tentang :

; Jenis PPh Pasal 4 Ayat (2)


; Penyerahan Jasa Konstruksi
; Hadiah Undian
; PPh Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan
; PPh Atas Bunga Deposito, Tabungan & Sertifikat Bank
Indonesia
; PPh Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di
Bursa Efek
; Perlakuan Akuntansi
Objek PPh Pasal 4 Ayat 2 (PPh Final):
; Jasa Konstruksi
; Persewaan Tanah dan/atau bangunan
; Pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan
; Hadiah Undian
; Bunga deposito, diskonto SBI dan Jasa
Giro
; Penjualan Saham di bursa
; Bunga dan diskonto obligasi yang
diperdagangkan di bursa

PPh Pasal 4 ayat (2) adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan
tertentu seperti tersebut diatas dan bersifat FINAL yang artinya pengenaan pajak
atas penghasilan-penghasilan tersebut sudah dianggap selesai pada saat
dilakukan pemotongan atau pembayaran.
Perpajakan Untuk SMK

PPh PASAL 4 (2)


(PAJAK PENGHASILAN YANG DIPOTONG PIHAK LAIN ATAU
DIBAYAR SENDIRI DALAM TAHUN BERJALAN YANG
BERSIFAT FINAL)

Berikut ini adalah beberapa jenis penghasilan yang dikenakan pajak


bersifat final, karena pajaknya bersifat final maka tidak akan
mempengaruhi penghitungan PPh akhir tahun atau kewajiban pajak
atas penghasilan tersebut sudah dianggap selesai. Bisa jadi PPh
terutang akhir tahun menjadi NIHIL jika penghasilannya hanya semata-
mata terdiri dari penghasilan yang sudah dipotong pajak yang bersifat
final. Penghasilan-penghasilan tersebut disajikan dalam Laba Rugi
Komersial dan harus diadakan koreksi fiskal negatif.

1. JENIS PPh PASAL 4 AYAT (2)

1. Penyerahan Jasa Konstruksi (nilai Pengadaan s/d Rp. 1 Milyar)


2. Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Banguan
3. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
4. Hadiah Undian
5. Bunga Deposito/Tabungan, Diskonto Sertifikat Bank Indonesia,
dan Jasa Giro
6. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
7. Bunga dan Diskonto Obligasi yang Diperdagangkan dan/atau
Dilaporkan Perdagangan di Bursa Efek

2. PENYERAHAN JASA KONSTRUKSI (Nilai Pengadaan s/d Rp. 1


Milyar)

a. Ketentuan yang mengatur


; Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
; Pasal 23 Undang-Undang PPh
; PP Nomor 140 Tahun 2000
; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 559/KMK.04/2000
; Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-70/PJ/2007

344
Perpajakan Untuk SMK

b. Obyek
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang meliputi:
a. pelaksanaan konstruksi
b. perencanaan konstruksi
c. pengawasan konstruksi

c. Pengusaha Jasa Konstruksi


Adalah Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT sebagai pemberi
jasa.

d. Pengguna Jasa Konstruksi :


badan pemerintah, Subyek Pajak Badan Dalam Negeri termasuk
BUT, Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh
Ps.23/PPh Ps.4 ayat (2)

e. Kewajiban Pengguna Jasa :


o Memotong PPh Ps.4 ayat (2) pada saat dilakukan
pembayaran uang muka dan termin, sebesar :
ƒ 2% dari jumlah bruto, untuk jasa pelaksanaan konstruksi
ƒ 4% dari jumlah bruto, untuk jasa perencanaan konstruksi,
atau jasa pengawasan konstruksi dengan memberikan
Bukti Pemotongan/Pemungutan PPh Jasa Konstruksi
(Final)

o Menyetor PPh yang dipotong dengan SSP atas nama


pemotong paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya

o Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh tersebut ke


KPP di mana pemotong terdaftar dengan SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir

Jika pengguna jasa selain pihak tersebut (tidak ditunjuk sebagai


pemotong), maka pemberi jasa menyetor sendiri PPh Pasal 4
ayat (2) yang terutang dengan SSP atas namanya sendiri ke
Kantor Penerima Pembayaran paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya dan melaporkannya dengan SPT Masa PPh Ps.4 ayat
(2) paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

CATATAN:
- Bagi pengusaha jasa konstruksi sebagaimana tersebut diatas,
maka di akhir tahun penghitungan pajak terutangnya menjadi
NIHIL, apabila semata-mata penghasilannya berasal dari nilai
pengadaan dibawah 1 milyar. karena penghasilan yang dia
terima sudah dikenakan pajak final.

345
Perpajakan Untuk SMK

- Apabila pengusaha jasa konstruksi tersebut nilai


pengadaannya telah melebihi 1 milyar, maka PPh yang
dipotong bukan lagi bersifat final tetapi mengacu kapada
ketentuan yang diatur dalam PPh pasal 23 (lihat Bab 5).
Sehingga PPh 23 yang dipotong diakui sebagai uang muka
dan penghitungan PPh akhir tahun menjadi tidak nihil.

3. HADIAH UNDIAN

a. Ketentuan yang mengatur :


; Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
; PP Nomor 132 Tahun 2000
; Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-395/PJ/2001
; Surat Edaran Dirjen Pajak SE-19/PJ.43/2001

b. Definisi
Hadiah Undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan melalui undian.

c. Obyek :
Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam
bentuk apapun, termasuk dalam bentuk natura.

d. Tarif :
25 % dari nilai undian (nilai uang, atau nilai pasar jika diberikan
dalam bentuk natura), bersifat final

e. Kewajiban Penyelenggara Undian :


i. Memotong PPh pada saat penyerahan hadiah, dengan
memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Hadiah Undian (atas
nama penerima hadiah)
ii. Menyetor PPh yang telah dipotong ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan SSP atas nama Penyelenggara Undian,
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya
iii. Melaporkan pemotongan dan penyetoran tersebut dengan
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat 20
hari setelah masa pajak berakhir, disertai lampiran :
- Bukti Pemotongan PPh atas Hadiah Undian
- SSP

346
Perpajakan Untuk SMK

4. PPh ATAS PENGHASILAN DARI PERSEWAAN TANAH DAN


ATAU BANGUNAN

a. Ketentuan yang mengatur :


; Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
; PP Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana telah disempurnakan
dengan PP Nomor 5 Tahun 2002
; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
sebagaimana telah disempurnakan dengan Nomor
120/KMK.03/2002
; Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-22/PJ.4/1996

b. Pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong (yang bertindak


sebagai Pengguna jasa) :
Badan Pemerintah, Subyek Pajak Badan Dalam Negeri,
Penyelenggara Kegiatan, BUT, Kerjasama Operasi, Perusahaan
luar negeri lainnya, dan Orang Pribadi yang ditetapkan oleh Dirjen
Pajak

c. Obyek :
atas penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan berupa :
tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung
perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya

d. Tarif :
10 % dari jumlah bruto nilai persewaan,bersifat final

e. Kewajiban Pemotong :
; Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya sewa, dengan memberikan Bukti Pemotongan
PPh atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final).

; Menyetor PPh yang dipotong ke Kantor Penerima


Pembayaran dengan SSP atas nama pemotong, paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya

; Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh tersebut ke


KPP di mana pemotong terdaftar dengan SPT PPh Ps.4 ayat
(2) paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir, dengan
dilampiri :
• Daftar Bukti Pemotongan PPh Ps.4 ayat (2)
• Bukti Pemotongan PPh atas Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan (final) lembar ke-2, dan
• SSP lembar ke-3

347
Perpajakan Untuk SMK

Jika pengguna jasa selain pihak-pihak tersebut, maka pemberi


jasa menyetor sendiri PPh yang terutang dengan SSP atas
namanya ke Kantor Penerima Pembayaran paling lambat tanggal
15 bulan berikutnya, dan melaporkannya dengan SPT Masa PPh
Ps.4 ayat (2) paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

5. PPh ATAS BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DAN SERTIFIKAT


BANK INDONESIA

a. Ketentuan yang mengatur :


; Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh
; PP Nomor 131 Tahun 2000
; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001
; Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-19/PJ.43/2001

b. Obyek :
- Penghasilan berupa bunga dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diterima/diperoleh dari Deposito, Tabungan, dan
Diskonto SBI (termasuk bunga yang diterima/diperoleh dari
Deposito dan Tabungan yang ditempatkan di luar negeri
melalui bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
- Deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito, dan Deposito on Call,
baik dalam mata-uang Rupiah atau mata-uang asing yang
ditempatkan pada atau diterbitkan bank.
- Tabungan
adalah simpanan pada bank dengan nama apapun (termasuk
giro) yang penarikannya melalui syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan masing-masing bank.

c. Tarif :
ƒ 20 % dari jumlah bruto (bersifat final) terhadap Wajib Pajak
Dalam Negeri dan BUT
ƒ 20 % atau tarif sebagaimana P3B terhadap Wajib Pajak Luar
Negeri

Ketentuan tersebut tidak berlaku :


terhadap Orang Pribadi Subyek Pajak Dalam Negeri yang seluruh
Penghasilannya (termasuk bunga dan diskonto) tidak melebihi
PTKP.

348
Perpajakan Untuk SMK

Perlakuan yang sama juga diberlakukan terhadap :


a. bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI sepanjang
jumlah Deposito dan Tabungan serta SBI tidak melebihi Rp
7.500.000,-
b. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia
c. bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh Dana
Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan,
sepanjang dana yang diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud Pasal 29 Undang-Undang Nomor 29
Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
d. bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam
rangka pemilikan Rumah Sederhana dan Rumah Sangat
Sederhana,Kaveling Siap Bangun untuk Rumah Sederhana
dan Rumah Sangat Sederhana, atau Rumah Susun
Sederhana untuk dihuni sendiri

d. Kewajiban :
ƒ Bank dan Bank Indonesia wajib memotong PPh atas Bunga
Deposito dan Bunga Tabungan
ƒ Dana Pensiun (pendiriannya telah disahkan Menkeu) dan
bank yang menjual kembali SBI kepada pihak lain bukan
bank atau kepada Dana Pensiun yang pendiriannya belum
disahkan Menkeu, wajib memotong PPh atas diskonto SBI
dengan memberikan Bukti Pemotongan PPh Bunga
Deposito/Tabungan, Diskonto SBI, Jasa Giro atas nama wajib
pajak yang dipotong penghasilannya
ƒ Menyetor PPh tersebut dengan SSP atas nama bank/dana
pensiun ke Kantor Penerima Pembayaran, paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya
ƒ Melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke
KPP (di mana pemotong terdaftar) dengan SPT Masa PPh
Ps. ayat (2), selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak
berakhir.

Catatan:
Apabila Wajib Pajak menerima pendapatan bunga dari bank dan
oleh bank sudah dipotong PPh final maka pendapatan bunga harus
dikoreksi fiskal negatif (tidak perlu disajikan dalam Laba/Rugi Fiskal).

349
Perpajakan Untuk SMK

6. PPh ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN


SAHAM DI BURSA EFEK

a. Ketentuan yang mengatur :


; PP Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana disempurnakan
dengan PP Nomor 14 Tahun 1997
; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997

b. Obyek dan Tarif :

a. atas penghasilan dari penjualan saham di bursa efek


0,1 % dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, bersifat
final

b. atas penjualan saham pendiri


¾ 0,5 % dari nilai saham pada saat penutupan bursa di akhir
1996, 31-12-1996 (jika telah diperdagangkan dalam tahun
1996 atau sebelumnya), bersifat final
¾ 0,5 % dari nilai saham pada saat Initial Public Offering
(jika diperdagangkan pada atau setelah 01-01-1997),
bersifat final

c. Kewajiban :

a. Penyelenggara bursa melalui perantara pedagang efek


o memotong PPh pada saat pelunasan transaksi penjualan
saham dengan memberikan bukti pemotongan
o menyetor PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan SSP atas nama perantara pedagang
efek paling lambat tanggal 20 setiap bulan,atas transaksi
yang dilakukan dalam bulan sebelumnya
o melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke
KPP (di mana pemotong terdaftar) paling lambat tanggal 25
pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran
o paling lambat tanggal 25 pada bulan yang sama dengan
bulan penyetoran

b. Emiten atas nama pemilik saham pendiri


o memotong tambahan PPh atas penjualan saham pendiri,
o dengan memberikan bukti pemotongan
o menyetor tambahan PPh yang dipotong tersebut paling
lambat:
- 6 bulan setelah tanggal 29-05-1997 (apabila saham
pendiri telah diperdagangkan sebelum 29-05-1997)
- 1 bulan setelah saham diperdagangkan (apabila saham
pendiri baru diperdagangkan setelah 29-05-1997)

350
Perpajakan Untuk SMK

o melaporkan pemotongan dan penyetoran tambahan PPh


dimaksud dengan SPT Masa PPh Ps.4 ayat (2) paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah penyetoran

Penjelasan :

• Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak memenuhi


ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 28
2/KMK.04/1997, atas penjualan saham pendiri dikenakan PPh
berdasarkan tarif umum

• Yang dimaksud Pendiri adalah Orang Pribadi atau Badan yang


namanya tercantum dalam Anggaran Dasar PT sebelum
Pernyataan Pendaftaran yang diajukan kepada Bapepam
tercatat dalam Daftar Pemegang Saham atau tercantum dalam
Anggaran Rangka Initial Public Offering menjadi efektif,
termasuk Orang Pribadi atau Badan yang menerima pengalihan
saham pendiri sebagaimana dimaksud karena :
¾ warisan,
¾ hibah yang telah memenuhi persyaratan Pasal 4 ayat (3)
Undang-Undang PPh
¾ cara lain yang tidak dikenakan PPh pada saat
pengalihannya

• termasuk pengertian saham pendiri adalah :


¾ saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang
dikeluarkan setelah Initial Public Offering
¾ saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri

• tidak termasuk pengertian saham pendiri :


¾ saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian
dividen dalam bentuk saham
¾ saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari
pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right
issue), waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya
¾ saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksadana

351
Perpajakan Untuk SMK

7. PERLAKUAN AKUNTANSI

Perlakuan akuntansi PPh final ini akan dicatat dalam rekening beban
PPh dan tidak boleh diakui sebagai Uang Muka PPh karena tidak
bisa dikreditkan.

Contoh:
Pada bulan Januari 2008 PT. X menerima pendapatan jasa giro dari
PT. Bank Harapan Sejahtera sebesar Rp. 20.000.000,00 PPh yang
dipotong oleh Bank Harapan Sejahtera sebesar Rp. 4.000.000,00

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. X adalah:


Bank Rp. 16.000.000,00
Beban PPh Final Rp. 4.000.000,00
Pendapatan Jasa Giro Rp. 20.000.000,00

Catatan:

¾ Beban PPh Final sebesar Rp. 4.000.000,00 menurut fiskal tidak


boleh dibiayakan (non deductible expense) sehingga perlu
koreksi fiskal positif.
¾ Pendapatan jasa giro sebesar Rp. 20.000.000,00 menurut fiskal
tidak boleh menambah laba fiskal (non taxable income) sehingga
diperlukan koreksi fiskal negatif.
¾ Apabila PT. X dibebani administrasi & provisi bank atas rekening
giro tersebut maka menurut fiskal beban administrasi tersebut
tidak boleh dibiayakan (non deductible expense).

352
PPh PASAL 15
(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DIPUNGUT ATAS KEGIATAN
USAHA YANG BERGERAK DI BIDANG CHARTER PESAWAT & KAPAL)

Bab ini membahas tentang :

; Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi


Wajib Pajak yang Bergerak di Bidang Usaha
Penerbangan Dalam Negeri
; Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak yang Bergerak di Bidang Usaha
Pelayaran Dalam Negeri
; Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi
Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran/Penerbangan
Luar Negeri
Ilustrasi gambar diambilkan dari ITR
(Indonesian Tax Review)

PPh Pasal 15 mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus


Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak yang bergerak dibidang jasa
penerbangan dan jasa pelayaran dalam negeri serta luar negeri.
Perpajakan Untuk SMK

PPh PASAL 15
(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DIPUNGUT ATAS KEGIATAN
USAHA YANG BERGERAK DI BIDANG CHARTER PESAWAT &
KAPAL)

Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa charter pesawat dan


kapal di dalam negeri maka penghitungan pajaknya menggunakan
Norma Penghitungan Khusus dan bersifat Final. Berikut ini tata cara
pengenaan PPh pasal 15 tersebut sebagai berikut:

A. NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETO BAGI


WAJIB PAJAK YANG BERGERAK DI BIDANG USAHA
PENERBANGAN DALAM NEGERI

1. Ketentuan yang Mengatur :


¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996
¾ Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996

2. Definisi
PPh Pasal 15 adalah Pajak yang dipungut atas kegiatan usaha
yang bergerak dijasa penerbangan atau pelayaran

3. Obyek :

a. Peredaran Bruto
Wajib Pajak Penerbangan Dalam Negeri (yang berkedudukan
di dalam negeri) yang dijadikan dasar penghitungan Norma
Penghasilan Neto adalah semua nilai pengganti atau imbalan
berupa uang atau nilai uang, yang diterima atau diperoleh
atas pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat :
¾ dari suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia,
dan/atau
¾ dari suatu pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar
negeri.

b. Berdasarkan perjanjian carter


Semua bentuk charter, termasuk sewa ruangan pesawat
udara, baik untuk orang dan/atau barang.

355
Perpajakan Untuk SMK

4. Norma Penghitungan
Besar Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto :
6 % dari Penghasilan Bruto

Jumlah PPh yang harus dilunasi :


1,8 % dari Penghasilan Bruto (merupakan kredit PPh Ps.23)

5. Kewajiban pencharter (Badan Pemerintah, Subyek Pajak


Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya) :
¾ memotong PPh pada saat dilakukan pembayaran, dengan
memberikan bukti Pemotongan PPh atas Imbalan yang
dibayarkan/terutang kepada Perusahaan Penerbangan
Dalam Negeri
¾ menyetor PPh yang dipotong dengan SSP atas nama
pemotong/pencharter ke Kantor Penerima Pembayaran,
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
¾ melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh tersebut ke
KPP (di mana pemotong terdaftar) dengan SPT Masa PPh
Pasal 15 paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

B. NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETO, BAGI


WAJIB PAJAK YANG BERGERAK DI BIDANG USAHA
PELAYARAN DALAM NEGERI

1. Ketentuan yang mengatur :


¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996
¾ Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996

2. Definisi
Wajib Pajak Pelayaran Dalam Negeri adalah Orang Pribadi yang
bertempat tinggal atau Badan yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia

3. Obyek :
Penghasilan Bruto yang dipergunakan dasar penghitungan
Penghasilan Neto adalah semua imbalan atau nilai pengganti
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang bersangkutan atas
pengangkutan orang dan atau barang (termasuk penyewaan
kapal) yang dimuat dari
¾ pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia
¾ pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia
¾ pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia

356
Perpajakan Untuk SMK

¾ pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar


Indonesia

4. Norma Penghitungan
Besar Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto :
4 % dari Peredaran Bruto

Jumlah PPh yang harus dilunasi :


1,2 % dari Peredaran Bruto, bersifat final

5. Kewajiban Pencharter (Badan Pemerintah, Subyek Pajak


Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau
Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya) :
¾ memotong PPh saat dilakukan pembayaran atau terutangnya
imbalan dengan memberikan Bukti Pemotongan PPh atas
imbalan yang dibayarkan/terutang kepada Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri
¾ menyetor PPh yang dipotong ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan SSP atas nama pencharter, paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya
¾ melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh tersebut ke
KPP (di mana pencharter terdaftar) dengan SPT Masa PPh
Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

Jika pencharter bukan pihak tersebut, atau bukan dengan


charter, maka :
¾ PPh dimaksud disetor sendiri oleh perusahaan dalam negeri
dengan SSP atas namanya paling lambat tanggal 15 bulan
berikutnya
¾ perusahaan melaporkan penyetoran tersebut ke KPP (di
mana perusahaan terdaftar) dengan menggunakan SPT Masa
PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya

Lain-lain :
¾ Dalam hal di luar negeri perusahaan dipotong PPh Pasal 24,
maka maksimal PPh yang dapat diperhitungkan dengan PPh
terutang berdasarkan keputusan ini (416/KMK.04/1996)
adalah sebesar 1,2 % dari peredaran brutonya.
¾ Atas pembelian kapal dari luar negeri tidak dikenakan PPh
Pasal 22 Impor, langsung menghubungi Ditjen Bea dan
Cukai, tanpa Surat Keterangan Bebas.

357
Perpajakan Untuk SMK

C. NORMA PENGHITUNGAN KHUSUS PENGHASILAN NETO BAGI


WAJIB PAJAK PERUSAHAAN PELAYARAN/PENERBANGAN
LUAR NEGERI

1. Ketentuan yang mengatur :


¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996
¾ Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
¾ Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.43/1999

2. Obyek:
Peredaran Bruto Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar
Negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang
bersangkutan atas pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari :
o dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia, dan/atau
o dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri atau
sebaliknya

3. Norma Penghitungan
Besar Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto :
6 % dari Penghasilan Bruto

Jumlah PPh yang harus dilunasi :


2,64 % dari Penghasilan Bruto, bersifat final wajib dilunasi Wajib
Pajak Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri

4. Jika Transaksinya dengan Charter, Kewajiban Pencharter :


a. memotong PPh pada saat dilakukan pembayaran dengan
memberikan Bukti Pemotongan PPh atas imbalan yang
dibayarkan kepada Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar
Negeri atas nama perusahaan yang bersangkutan, atau atas
nama Agen qq. perusahaan yang bersangkutan.
b. menyetor PPh yang dipotong ke Kantor Penerima
Pembayaran dengan SSP atas nama pencharter paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
c. melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh dimaksud ke
KPP (di mana pencharter terdaftar) dengan menggunakan
SPT Masa PPh Pasal 15, paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir.

358
PPh PASAL 19
(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DISETOR
SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK ATAS SELISIH LEBIH
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)

Bab ini membahas tentang :

; Ketentuan yang Mengatur


; Subjek & Objek
; Syarat Wajib Pajak Melakukan Revaluasi
; Tarif & Dasar Pengenaan Pajak
; Cara Menghitung
; Perlakuan Akuntansi
Ilustrasi gambar diambilkan dari ITR
(Indonesian Tax Review)

PPh pasal 19 adalah pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri


oleh wajib pajak yang sifatnya FINAL atas selisih lebih karena
revaluasi (penilaian kembali aktiva tetap). Naiknya aset akibat
revaluasi dikenakan PPh pasal 19 sebesar 10%.
Perpajakan untuk SMK

PPh PASAL 19
(PAJAK PENGHASILAN YANG HARUS DISETOR
SENDIRI OLEH WAJIB PAJAK ATAS SELISIH LEBIH
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP)

Apabila Wajib Pajak melakukan revaluasi atau penilaian kembali aktiva


tetap maka Wajib Pajak tersebut harus menyetorkan sendiri PPh pasal
19 yang bersifat final (tidak ada pengaruhnya dengan penghitungan PPh
akhir tahun). Namun menurut fiskal Wajib Pajak bisa memanfaatkan
beban penyusutan yang menjadi lebih tinggi akibat revaluasi yang
berdampak pula terhadap turunnya Laba Fiskal.

Berikut penjelasan mengenai PPh pasal 19:

1. KETENTUAN YANG MENGATUR :

a. Pasal 19 Undang-Undang PPh


b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 486/KMK.03/2002
c. Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-519/PJ/2002
d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-08/PJ.31/2002

2. SUBJEK DAN OBJEK PPh PASAL 19

) Subjek :
Yang dapat melakukan revaluasi aktiva tetap (untuk tujuan
perpajakan) adalah Wajib Pajak Badan dan Bentuk Usaha
Tetap (tidak termasuk wajib pajak yang memperoleh ijin
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang asing $ AS)
dengan syarat telah memenuhi kewajiban perpajakan (PPh, PPN
dan PPn BM, serta PBB) sampai dengan masa pajak terakhir
sebelum masa pajak dilakukan revaluasi.

) Objek :
1. aktiva tetap yang dapat direvaluasi adalah aktiva tetap berwujud
yang terletak atau berada di Indonesia yang dimiliki dan

361
Perpajakan untuk SMK

dipergunakan untuk mendapatkan, menagih serta memelihara


penghasilan yang merupakan obyek pajak (meliputi seluruh
atau sebagian aktiva tetap, termasuk aktiva tetap yang sudah
pernah direvaluasi berdasarkan ketentuan yang berlaku
sebelumnya).
2. revaluasi aktiva tetap dapat dilakukan paling banyak 1 kali
dalam tahun buku yang sama, oleh perusahaan jasa penilai
atau ahli penilai yang diakui/memperoleh ijin pemerintah.
3. revaluasi aktiva tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau
nilai wajar yang berlaku pada saat dilakukan revaluasi. Jika
tidak mencerminkan demikian, maka Dirjen Pajak akan
menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar aktiva tetap
tersebut.

3. SYARAT WAJIB PAJAK MELAKUKAN REVALUASI

1. Wajib pajak yang melakukan revaluasi aktiva tetap, wajib


mendapatkan persetujuan Dirjen Pajak dengan menyampaikan
permohonan (dengan formulir sebagaimana Lampiran-I Kep-
519/PJ/2002) kepada Kakanwil yang membawahi KPP (di mana
wajib pajak terdaftar), paling lambat 30 hari setelah dilakukan
revaluasi dengan lampiran/kelengkapan :

o FotokopiSurat Ijin Usaha Jasa Penilai yang dilegalisir


instansi yang berwenang.
o Laporan Penilaian Perusahaan Jasa Penilai atau Ahli
Penilai profesional yang diakui pemerintah.
o Daftar Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan untuk
Tujuan Perpajakan (sebagaimana Lampiran-II Kep-
519/PJ/2002)
o Laporan Keuangan tahun buku terakhir sebelum revaluasi
yang telah diaudit Akuntan Publik.
o Surat Keterangan tidak mempunyai tunggakan pajak dari
Kepala KPP setempat.

2. Apabila permohonan wajib pajak menurut hasil penelitian telah


memenuhi persyaratan formal & material, maka Kakanwil wajib
menerbitkan keputusan Persetujuan Dirjen Pajak (sebagaimana
Lampiran-III Kep-519/PJ/2002), paling lambat 30 hari setelah
tanggal diterimanya permohonan wajib pajak.
Apabila dalam waktu tersebut di atas belum diterbitkan
keputusan persetujuan atau penolakan, maka permohonan
wajib pajak dianggap diterima, dan keputusan persetujuan wajib

362
Perpajakan untuk SMK

diterbitkan paling lambat 3 hari kerja setelah berakhirnya batas


waktu tersebut.

3. Permohonan yang terlambat diajukan atau tidak dilengkapi


lampiran tersebut, tidak dapat dipertimbangkan. apabila
permohonan tidak memenuhi persyaratan formal & material,
keputusan penolakan Dirjen Pajak juga wajib diterbitkan paling
lambat 30 hari setelah tanggal diterima. (sebagaimana
Lampiran-IV Kep-519/PJ/2002),

4. TARIF & DASAR PENGENAAN PAJAK

1. Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap setelah dikurangi


sisa kerugian fiskal tahun-tahun lalu (jika ada) terutang PPh Final
10%, wajib dilunasi paling lambat 15 hari kerja setelah tanggal
keputusan persetujuan Dirjen Pajak.

Wajib Pajak yang kondisi keuangannya tidak memungkinkan


membayar sekaligus PPh Final tersebut, dapat mengajukan
pembayarannya secara angsuran :
• s/d Rp 2.000.000.000,- selama 1 tahun
• di atas Rp 2.000.000.000,- s/d Rp 4.000.000.000,- selama 2
tahun
• di atas Rp 4.000.000.000,- s/d Rp 6.000.000.000,- selama 3
tahun
• di atas Rp 6.000.000.000,- s/d Rp 8.000.000.000,- selama 4
tahun
• di atas Rp 8.000.000.000,- selama 5 tahun

Atas keterlambatan pembayaran angsuran tersebut di atas,


dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perpajakan yang
berlaku.

2. Dasar penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang telah


memperoleh persetujuan penilaian kembali mulai bulan
dilakukannya penilaian kembali adalah nilai buku fiskal baru.

¾ nilai sisa buku fiskal baru untuk aktiva tetap perusahaan


kelompok bangunan dan bukan bangunan yang
penyusutannya menggunakan metode garis lurus merupakan

363
Perpajakan untuk SMK

nilai perolehan fiskal baru aktiva perusahaan tersebut pada


tanggal penilaian kembali.
¾ sisa manfaat aktiva tetap perusahaan yang telah dilakukan
penilaian kembali mulai bulan dilakukan penilaian kembali
menjadi manfaat penuh bagi kelompok aktiva perusahaan
tersebut.
¾ dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal aktiva tetap
untuk menghitung penyusutan dalam bagian tahun pajak
sampai dengan bulan sebelum dilakukan penilaian kembali
adalah dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat fiskal pada
awal tahun pajak yang bersangkutan dan penyusutan fiskal
dilakukan secara prorata sesuai dengan banyaknya bulan
dalam bagian tahun pajak tersebut.
¾ penyusutan fiskal aktiva tetap perusahaan yang tidak
memperoleh persetujuan penilaian kembali, tetap
menggunakan dasar penyusutan fiskal dan sisa manfaat
semula sebelum dilakukannya penilaian kembali.

3. Dalam hal wajib pajak melakukan pengalihan aktiva tetap


perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penilaian kembali
sebelum berakhirnya masa manfaat baru, maka atas pengalihan
tersebut dikenakan tambahan PPh Final 20 % dari selisih lebih
penilaian kembali di atas nilai sisa buku semula tanpa
dikompensasikan dengan sisa kerugian tahun-tahun yang lalu.

Dikecualikan dari ketentuan tersebut adalah :


o Pengalihan aktiva bersifat force majeur (berdasarkan keputusan
atau kebijakan pemerintah atau keputusan pengadilan)
o Pengalihan aktiva tetap perusahaan dalam rangka memenuhi
persyaratan penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha
untuk tujuan perpajakan.
o Penarikan aktiva tetap perusahaan dari penggunaan karena
mengalami kerusakan berat, yang tidak dapat diperbaiki lagi.

5. CARA MENGHITUNG PPh PASAL 19

Contoh :
¾ PT A memiliki aktiva tetap dengan nilai sisa buku fiskal
sebesar ……………………………………………… Rp 300.000.000,-
¾ nilai sisa buku fiskal setelah dilakukan
penilaian kembali …………………………………. Rp 800.000.000,

364
Perpajakan untuk SMK

¾ selisih lebih penilaian kembali …………………..... Rp 500.000.000,-


¾ sisa kerugian fiskal tahun-tahun lalu
yang masih dapat dikompensasikan …………...... Rp 400.000.000,-
¾ selisih lebih penilaian kembali
yang dikenakan PPh ………………………………. Rp 100.000.000,-
¾ PPh Ps.19 (bersifat final)
10 % X Rp 100.000.000,- ………………… ….... Rp 10.000.000,-

Jika aktiva tetap tersebut dialihkan sebelum habis masa manfaat baru,
maka dikenakan

¾ tambahan PPh Final


20 % X Rp 500.000.000,- ………………………… Rp 100.000.000,-

6. PERLAKUAN AKUNTANSI:

Pembayaran PPh pasal 19 ini sifatnya final sehingga perlakuan


akuntansinya akan diakui sebagai unsur biaya. Namun dari sisi fiskal
biaya tersebut harus dikeluarkan (non deductible expense).

Contoh:
Pada tahun 2007 PT. X melakukan revaluasi atas mesin yang dimiliki
yang mengakibatkan naiknya nilai mesin menjadi Rp. 1,5 Milyar..
Maka PPh final yang harus dibayar sebesar Rp. 10% X Rp. 1,5 Milyar
= Rp. 150 Juta.

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. X:


Mesin Rp. 1.500.000.000,00
Modal penilaian kembali Rp. 1.500.000.000,00

Jurnal pembayaran PPh pasal 19 (final):


Beban PPh pasal 19 Rp. 150.000.000,00
Kas Rp. 150.000.000,00

Catatan:

¾ Modal penilaian kembali disajikan di neraca dalam kelompok


modal. Menurut ketentuan fiskal modal penilaian kembali tersebut
bisa dikonversi ke modal saham.

365
Perpajakan untuk SMK

¾ Beban PPh pasal 19 sebesar Rp. 150.000.000,00 dari sisi


akuntansi boleh dikaui sebagai beban namun dari sisi fiskal tidak
boleh dibiayakan (non deductible expense).

¾ Naiknya nilai mesin berakibat naiknya beban penyusutan dan


menurut fiskal naiknya beban penyusutan tersebut boleh
dibiayakan (deductible expense).

¾ Pelaksanaan penilaian kembali tersebut harus menggunakan jasa


Penilai Independen (Appraiser) dan harus mendapatkan
pengesahan dari Direktorat Jenderal Pajak (Kepala KPP dimana
Wajib Pajak Terdaftar).

366
PPN & PPnBM
(PAJAK ATAS TRANSAKSI DAN PEROLEHAN BARANG
KENA PAJAK DAN JASA KENA PAJAK)

Bab ini membahas tentang :

; Karakteristik PPN di Indonesia


; Mekanisme PPN di Indonesia
; Subjek
; Objek
; Tarif
; Barang, BKP, Jasa, JKP, Non-BKP, Non-JKP
; Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
; Faktur Pajak
; Pengkreditan Pajak Keluaran dengan Pajak
Masukan Berikut Pelaporannya
; Perlakuan Akuntansi
PKP

BKP JKP

BKPTM

TERUTANG PPN & PPnBM

PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dipungut oleh Pengusaha
Kena Pajak (PKP) pada saat menyerahkan Barang Kena Pajak (BKP) dan
Jasa Kena Pajak (JKP). PPnBM adalah Pajak Penjualan Barang Mewah yang
dipungut oleh PKP produsen Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
(BKPTM) pada saat penyerahannya.
Perpajakan untuk SMK

PPN & PPn BM


(PAJAK ATAS TRANSAKSI PENYERAHAN DAN PEROLEHAN
BARANG KENA PAJAK DAN JASA KENA PAJAK)

á PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI/VALUE ADDED TAX)

1. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI


INDONESIA

a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Dilihat dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan


kepada pihak lain, yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang
dan/atau jasa kena pajak.

Dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak


kepada kas negara tidak berada di tangan pihak yang memikul
beban pajak, akan tetapi pada Pengusaha Kena Pajak yang
bertindak selaku penjual Barang Kena Pajak atau pengusaha
Jasa Kena Pajak.

b. Pajak Obyektif

Yang dimaksud dengan pajak obyektif adalah suatu jenis pajak


yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh faktor
obyektif, yaitu adanya TATBESTAND (suatu keadaan, peristiwa
atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang di sebut
juga dengan nama obyek pajak).

369
Perpajakan untuk SMK

c. Multi Stage Tax

Setiap penyerahan barang yang menjadi obyek PPN mulai dari


tingkat pabrikan (manufacture) kemudian di tingkat pedagang
besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai
dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

d. Mekanisme Pemungutan PPN menggunakan Faktur Pajak

Sebagai konsekuensi penggunaan credit methode untuk


menghitung PPN yang terutang maka setiap penyerahan
BKP/JKP, Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan diwajibkan
untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak.
Berdasarkan Faktur Pajak inilah akan di hitung jumlah pajak
terutang dalam satu masa pajak, yang wajib di bayar ke kas
negara.

e. PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri

Sebagai pajak atas konsumsi sebenarnya tujuan akhir PPN


adalah mengenakan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi (a
tax on consumtion expenditure) baik yang dilakukan oleh
perseorangan maupun oleh badan, baik badan swasta maupun
badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang
dibebankan pada anggaran belanja negara.

f. Bersifat Netral

Netralisasi PPN di bentuk oleh 2 faktor, yaitu :


¾ PPN dikenakan baik atas konsumsi barang maupun jasa.
¾ Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan
(destination principle) dan prinsip tempat asal (origin
principle).

Prinsip tempat asal mengandung pengertian bahwa PPN


dipungut di tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi.
Sedangkan berdasarkan prinsip tempat tujuan, PPN dipungut
ditempat barang atau jasa dikonsumsi. Kedua prinsip ini sangat
besar pengaruhnya terhadap kedudukan PPN dalam
perdagangan internasional.

370
Perpajakan untuk SMK

g. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda

Kemungkinan pengenaan pajak berganda seperti yang dialami


dalam era UU Pajak Penjualan (PPn) 1951 dapat dihindari
sebanyak mungkin karena PPN di pungut atas nilai tambah saja
(value added).

2. MEKANISME PPN INDONESIA

a. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan


Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP) wajib
memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang
bersangkutan, dengan membuat Faktur Pajak. *)
PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan
Pajak Keluaran (Output Tax) atau PPN Keluaran bagi PKP
Penjual BKP/Pemberi JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang
harus dibayar (hutang pajak).
b. Pada waktu PKP yang bersangkutan (PKP Penjual) membeli
BKP/menerima JKP yang dikenakan PPN, PPN yang tertera
dalam faktur pajak merupakan Pajak Masukan (Input Tax) atau
PPN Masukan. PPN ini sifatnya merupakan pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan
langsung dengan kegiatan usahanya.
c. Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak
Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya
harus disetor ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya.
Sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada
Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat diminta kembali (di-
restitusi) atau dikompensasi dengan kewajiban pajak masa
berikutnya.
d. Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Laporan
Perhitungan PPN setiap bulan (Surat Pemberitahuan / SPT Masa
PPN) ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PKP terdaftar,
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya.
*) Secara umum PPN yang terutang atas transaksi penyerahan
BKP/JKP dipungut oleh PKP Penjual. Dengan demikian, PKP
pembeli BKP/JKP yang bersangkutan wajib membayar

371
Perpajakan untuk SMK

kepada PKP Penjual sebesar harga jual + PPN yang


terutang (10%).
Namun demikian, apabila yang bertindak sebagai pembeli
BKP/JKP tersebut berstatus Pemungut PPN, PPN yang terutang
atas transaksi penyerahan BKP/JKP tidak dipungut oleh PKP
Penjual, melainkan disetor langsung ke kas negara oleh
pemungut PPN tersebut. Dengan demikian, pemungut PPN
hanya membayar kepada PKP Penjual sebesar harga jual.
Ž Keputusan Menteri Keuangan nomor 563/KMK.03/2003
Yaitu penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN
sebagai pemungut PPN dan PPnBM.
Ž Peraturan Menteri Keuangan nomor 11/PMK.03/2005
Yaitu penunjukan Kontraktor Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi sebagai
pemungut PPN dan PPnBM.

3. SUBYEK PPN

a. Pengusaha ( Pasal 1 angka 14 Undang-Undang PPN) :


- Orang Pribadi ; atau Badan (dalam bentuk apapun)
- Yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya ;
- Menghasilkan barang ;
- Mengimpor barang ;
- Mengekspor barang ;
- Melakukan usaha perdagangan ;
- Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean ;
- Melakukan usaha jasa ; atau
- Memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Istilah Pengusaha dalam pengertian umum disebut Perusahaan, yang


bisa berbentuk Perusahaan Perseorangan, Firma, CV, PT, Koperasi,
Yayasan, dsb.

b. Pengusaha Kecil ( 571/KMK.03/2003 )


¾ Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak tidak lebih dari Rp 600 Juta ; atau
¾ Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan
Jasa Kena Pajak tidak lebih dari Rp 600 Juta ; atau
¾ Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak (gabungan) tidak lebih
dari Rp 600 Juta, dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak
372
Perpajakan untuk SMK

yang dilakukannya lebih besar dari pada penyerahan Jasa


Kena Pajaknya.
¾ Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan Jasa Kena Pajak (gabungan) tidak lebih dari Rp 600 Juta,
dalam hal penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukannya
lebih besar atau sama dengan penyerahan Barang Kena
Pajaknya.

c. Pengusaha Kena Pajak ( Pasal 1 angka 15 Undang-Undang


Nomor 18 TAHUN 2000 )
- Pengusaha (Perusahaan) yang tidak termasuk Pengusaha Kecil
yang menyerahkan Barang Kena Pajak /Jasa Kena Pajak.
- Pengusaha yang memenuhi syarat ini hukumnya wajib untuk
menjadi Pengusaha Kena Pajak, artinya tidak boleh tidak harus
menjadi PKP.
- Pengusaha kecil yang menyerahkan BKP/JKP, dan memilih
menjadi Pengusaha Kena Pajak.
- Kepada Pengusaha kecil ini boleh memilih untuk menjadi
Pengusaha Kena Pajak atau tidak menjadi Pengusaha Kena
Pajak. Artinya, hukumnya tidak wajib.

4. OBYEK PPN

1. Obyek PPN, Pasal 4 Undang-Undang PPN

a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh


Pengusaha.
Contoh : PT Kokoh Perkasa (pabrikan semen) menyerahkan
semen kepada pembelinya di Indonesia.

b. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh


Pengusaha.
Contoh : PT Media Tax (konsultan pajak) menyerahkan jasa
konsultasi pajak Kepada kliennya di Indonesia.

c. Impor BKP
Contoh : PT Sarana Farmasi (industri farmasi) mengimpor bahan
baku untuk produknya dari Jepang.

373
Perpajakan untuk SMK

d. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di


dalam Daerah Pabean.
Contoh : PT Coca Cola Indonesia (pabrikan minuman ringan)
menggunakan merk “Cola Cola” yang dimiliki perusahaan
Amerika Serikat Coca Cola Corp.

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah


Pabean
Contoh : PT Garmen Indonesia (pabrikan tekstil) menggunakan
jasa konsultan manajemen dari perusahaan konsultan dari
Malaysia.

f. Ekspor BKP oleh PKP


Contoh : PT Garmen Indonesia (telah dikukuhkan sebagai PKP)
melakukan ekspor produk tekstilnya ke negara-negara Timur
Tengah.

Yang termasuk dalam pengertian Penyerahan BKP :

Pasal 1A ayat (1) Undang-Undang PPN :


a. penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian
b. pengalihan BKP oleh karena perjanjian sewa-beli dan
perjanjian leasing
c. penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru
lelang
d. pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas BKP
e. persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan yang tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, sepanjang perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan
f. penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya, dan
penyerahan BKP antar cabang
g. penyerahan BKP secara konsinyasi

Yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP :

Pasal 1A ayat (2) Undang-Undang PPN :


a. penyerahan BKP kepada makelar (pengertian makelar
sebagaimana dimaksud dalam KUHD)
b. penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang

374
Perpajakan untuk SMK

c. penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya, dan


penyerahan BKP antar cabang dalam hal PKP memperoleh ijin
pemusatan pajak terutang

2. Obyek PPN, Pasal 16C Undang-Undang PPN


Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.

Contoh : Affandy seorang akuntan, membangun rumah tinggal seluas


300 m2. Atas pembangunan rumah tinggal ini terutang PPN.

Ketentuan tersebut di atas diatur lebih lanjut dengan :


¾ Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.04/2000
sebagaimana diubah dengan Nomor 320/KMK.03/2003 :
¾ Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-87/PJ/2002

3. Obyek PPN, Pasal 16D Undang-Undang PPN


Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjual-belikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat
perolehannya dapat dikreditkan.

Contoh : Pada bulan Desember 2004 PT Aktiva Nusantara menjual


mesin produksinya yang semula diimpor dari Taiwan. karena Pajak
Masukan atas impor mesin pada tahun 2003 tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan, maka pada saat mesin tersebut dijual
harus dikenakan PPN. Dalam hal PT Aktiva Nusantara menjual mobil
sedan, maka tidak terutang PPN karena Pajak Masukan pada saat
perolehannya menurut ketentuan tidak dapat dikreditkan.

5. BARANG, BARANG KENA PAJAK (BKP), JASA, JASA KENA


PAJAK (JKP), BARANG TIDAK KENA PAJAK (NON-BKP), DAN
JASA TIDAK KENA PAJAK (NON-JKP)

1. Barang (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang PPN)

Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifatnya dan


hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak
bergerak, dan barang tidak berwujud

375
Perpajakan untuk SMK

2. Barang Kena Pajak (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang PPN)

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 1 angka 2 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini (Undang-Undang PPN).

3. Jasa (Pasal 1 angka 5 Undang-Undang PPN)

Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan perikatan


atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau
fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai,
termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan.

4. Jasa Kena Pajak (Pasal 1 angka 6 Undang-Undang PPN)

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah jasa sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 1 angka 5 yang dikenakan pajak berdasarkan
Undang-undang ini (Undang-Undang PPN).

Semua barang dan jasa pada prinsipnya merupakan BKP dan


JKP (dikenakan PPN), kecuali ditentukan lain oleh Undang-
undang yakni Pasal 4A Undang-Undang PPN sebagaimana
dijelaskan dalam PP Nomor 144 Tahun 2000.

5. Barang Tidak Kena Pajak (Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 PP


Nomor 144 Tahun 2000)

Kelompok barang yang tidak dikenakan PPN (Non-BKP) adalah :


a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang
diambil langsung dari sumbernya.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh
rakyat banyak.
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran,
rumah makan, warung, dan sejenisnya, dan
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga

Jenis barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang


diambil langsung dari sumbernya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf a adalah :
a. minyak mentah (crude oil).

376
Perpajakan untuk SMK

b. gas bumi.
c. panas bumi.
d. pasir dan kerikil.
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara, dan
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak, serta bijih bauksit.

Jenis barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh


rakyat banyak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b
adalah :
a. beras.
b. gabah.
c. jagung
d. sagu.
e. kedelai, dan
f. garam, baik yang beryodium maupun tidak beryodium.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah


makan, warung, dan sejenisnya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf c meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi ditempat maupun tidak, tidak termasuk makanan dan
minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering.

6. Jasa Tidak Kena Pajak (Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal


9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan
Pasal 16 PP Nomor 144 Tahun 2000).

Kelompok jasa yang tidak dikenakan PPN (Non-JKP) adalah :


a. Jasa di bidang pelayanan medik.
Jenis jasa di bidang pelayanan kesehatan medik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi :
• Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.
• Jasa dokter hewan.
• Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan
fisioterapi.
• Jasa kebidanan dan dukun bayi.
• Jasa paramedik dan perawat, dan
• Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan,
laboratorium kesehatan, dan sanatorium.

377
Perpajakan untuk SMK

b. Jasa di bidang pelayanan sosial.


Jenis jasa di bidang pelayanan sosial sebagaima dimaksud
dalam Pasal 5 huruf b meliputi :
• Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.
• Jasa pemadam kebakaran, kecuali bersifat komersial.
• Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.
• Jasa lembaga rehabilitasi, kecuali bersifat komersial.
• Jasa pemakaman termasuk krematorium, dan
• Jasa di bidang olah raga, kecuali bersifat komersial.

c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.


d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi.
Jenis jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha
dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d
meliputi :
• Jasa perbankan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 kecuali jasa penyediaan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
• Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi, dan
• Jasa sewa guna usaha dengan hak opsi.

e. Jasa di bidang keagamaan.


Jenis jasa di bidang keagamaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf e meliputi :
• Jasa pelayanan rumah sakit.
• Jasa pelayanan khotbah atau dakwah, dan
• Jasa lainnya di bidang keagamaan.

f. Jasa di bidang pendidikan.


Jenis jasa pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf f meliputi :
• Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan,
pendidikan akademik dan pendidikan professional,
• Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti
kursus-kursus.
378
Perpajakan untuk SMK

g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan


Pajak Tontonan.
Jenis jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan
Pajak Tontonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g
termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial
seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan
secara cuma-cuma.

h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.


Jenis jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h adalah jasa
penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi
pemerintah atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak
dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.


Jenis jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf I adalah jasa
angkutan umum di darat dan di air, di danau, dan di sungai yang
dilakukan oleh pemerintah atau swasta.

j. Jasa di bidang tenaga kerja.


Jenis jasa di bidang tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf j
meliputi :
• Jasa tenaga kerja.
• Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha
penyedia tenaga kerja tidak bertanggungjawab atas hasil
kerja dari tenaga kerja tersebut, dan
• Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

k. Jasa di bidang perhotelan, dan


Jasa di bidang perhotelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 huruf k meliputi :
• Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel,
rumah penginapan, motel, hostel, serta fasilitas yang terkait
dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap, dan
• Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau
pertemuan di hotel, rumah penginapan, losmen, dan motel.

379
Perpajakan untuk SMK

l. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka


menjalankan pemerintahan secara umum.
Jenis jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka
menjalankan pemerintahan secara umum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 huruf l meliputi jenis-jenis jasa yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti Ijin Mendirikan
Bangunan, pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian
NPWP, pembuatan KTP.

6. DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP)

1. Pengertian (Pasal 1 angka 17 Undang-Undang PPN) :


Dasar Pengenaan Pajak artinya nilai uang yang dijadikan dasar
untuk menghitung pajak yang terutang, dengan mengalikan tarif
pajaknya. Dengan demikian, Pajak yang Terutang = Tarif Pajak x
Dasar Pengenaan Pajak

2. Jenis DPP PPN :


a. Harga Jual ( Pasal 1 angka 18 Undang-Undang PPN ) :
- Nilai berupa uang
- Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual Barang Kena Pajak.
- Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum
dalam faktur pajak.

Yang termasuk dalam pengertian biaya yang merupakan unsur


harga jual, antara lain : pengangkutan, asuransi, bantuan teknik,
pemeliharaan, dan garansi.

b. Penggantian ( Pasal 1 angka 19 Undang-Undang PPN ) :


- Nilai berupa uang
- Termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh pemberi Jasa Kena Pajak.
- Tidak termasuk PPN dan potongan harga yang tercantum
dalam faktur pajak.

Dengan demikian, Dasar Pengenaan Pajak adalah harga


jual/penggantian neto (setelah dikurangi diskon yang diberikan),
dengan syarat diskon tersebut dicantumkan dalam faktur pajak.

380
Perpajakan untuk SMK

c. Nilai Impor ( Pasal 1 angka 20 Undang-Undang PPN ) :


- Nilai berupa uang yang menjadi Dasar penghitungan bea
masuk
- Ditambah pungutan yang dikenakan sesuai UU Pabean.
- Tidak termasuk PPN/PPn BM

Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk


PPN = 10% x Nilai Impor

d. Nilai Ekspor ( Pasal 1 angka 26 Undang-Undang PPN ) :


- Nilai berupa uang
- Termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
eksportir, yaitu, nilai yang tercantum dalam dokumen PEB
(Pemberitahuan Ekspor Barang yang telah difiat muat oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai).
- PPN Ekspor = 0% x Nilai Ekspor

e. Nilai Lain (Keputusan Menteri Keuangan Nomor


567/KMK.04/200 sebagaimana disempurnakan dengan
nomor 251/KMK.03/2002)
a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP
Adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba
kotor
b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP
Adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba
kotor
c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar
Adalah perkiraan harga jual rata-rata
d. Penyerahan film cerita
Adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
e. Persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan
Adalah harga pasar wajar
f. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual-
belikan sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut
menurut ketentuan dapat dikreditkan
Adalah harga pasar wajar
g. Kendaraan bermotor bekas
Adalah 10% dari harga jual
h. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata

381
Perpajakan untuk SMK

Adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang


seharusnya ditagih
i. Jasa pengiriman paket
Adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang
seharusnya ditagih
j. Jasa anjak piutang
Adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa
service charge, provisi dan diskon
k. Penyerahan BKP dan atau JKP dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang
Adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba
kotor
l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui
juru lelang
Adalah harga lelang
m. Jasa persewaan ruangan (SE-13/PJ.32/1989)
1. sewa ruangan dalam keadaan kosong
Adalah penggantian berupa sewa yaitu nilai berupa uang
yang diminta atau seharusnya diminta termasuk semua
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh JKP tersebut.

2. Service charge (yaitu balas jasa yang menyebabkan


ruangan yang disewa dapat dihuni sesuai dengan tujuan
yang diinginkan penyewa seperti listrik, air, keamanan,
kebersihan dan biaya administrasi) adalah 40% dari
jumlah service charge.
n. Penyerahan emas perhiasan oleh pengusaha toko emas
perhiasan (83/KMK.03/2002, Kep-168/PJ/2002, SE-
12/PJ.52/2002)
Adalah 20% dari jumlah seluruh penyerahan emas perhiasan
o. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak
lain (554/KMK.04/2000 sebagaimana diubah dengan
320/KMK/03/2003 dan Kep 387/PJ/2002)
Adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau
yang dibayarkan untuk membangun sendiri, tidak termasuk
harga perolehan tanah
p. Penyerahan tanah dan atau bangunan oleh pengusaha
bidang real estate dan industrial estate (SE-22/PJ.51/2002)
Adalah harga jual, yaitu nilai berupa uang termasuk semua
biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual
karena penyerahan BKP (tanah dan atau bangunan) tidak
382
Perpajakan untuk SMK

termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang


dicantumkan dalam faktur pajak.
q. Penyerahan hasil tembakau (62/KMK.03/2002)
Adalah harga jual eceran, yaitu harga penyerahan kepada
konsumen akhir yang didalamnya sudah termasuk cukai dan
PPN

Atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan secara


cuma-cuma kepada karyawan pabrik
Adalah 50% dari harga jual eceran hasil tembakau untuk
jenis dan merek yang sama yang dijual untuk umum.

Atas penyerahan hasil tembakau yang diberikan secara


cuma-cuma kepada pihak ketiga adalah 75% dari harga jual
eceran hasil tembakau untuk jenis dan merek yang sama
yang dijual untuk umum.

7. FAKTUR PAJAK

a. Pengertian
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang PPN :
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti
pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

b. Faktur Pajak Standar


(Kep-549/PJ/2000 sebagaimana disempurnakan dengan Kep-
323/PJ/2001 dan Kep-433/PJ/2002)
Saat/waktu paling lambat Faktur Pajak Standar dibuat :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP
dan atau JKP dalam hal pembayaran diterima setelah
sebulan penyerahan BKP dan atau JKP (kecuali
pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka
Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat pada saat
penerimaan pembayaran)

383
Perpajakan untuk SMK

b. Pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal penerimaan


pembayaran terjadi sebelum penyerahan BKP dan atau JKP
c. Pada saat penerimaan pembayaran termin, dalam hal
penerimaan sebagian tahap pekerjaan
d. Pada saat PKP Rekanan mengajukan tagihan kepada
Pemungut PPN
e. Faktur Pajak Gabungan (yang merupakan Faktur Pajak
Standar) harus dibuat paling lambat pada akhir bulan
berikutnya, setelah bulan penyerahan BKP dan atau JKP
Menurut Pasal 13 ayat (2)
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang
meliputi semua penyerahan BKP atau JKP yang terjadi selama 1
bulan takwim kepada pembeli BKP atau penerima JKP yang
sama.

Persyaratan Faktur Pajak Standar, paling sedikit harus


memuat :
a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau JKP
b. Nama, alamat, NPWP pembeli BKP dan atau Penerima JKP
c. Jenis barang atau jasa, Jumlah Harga atau Penggantian , dan
Potongan Harga
d. PPN yang dipungut
e. PPn BM yang dipungut
f. Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak
g. Nama, Jabatan, dan Tanda Tangan yang berhak
menandatangani Faktur Pajak
Pengadaan formulir Faktur Pajak Standar dilakukan sendiri oleh
PKP.

Tata Cara Pembuatan dan Pengisian Faktur Pajak Standar


a. Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap 2
(dua) :
¾ lembar ke-1, untuk Pembeli BKP atau Penerima JKP
(sebagai bukti Pajak Masukan)
384
Perpajakan untuk SMK

¾ lembar ke-2, untuk PKP yang menerbitkan Faktur Pajak


Standar (sebagai bukti Pajak Keluaran)
Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dari rangkap 2,
maka lembar dimaksud harus dinyatakan secara jelas
penggunaannya, misalnya : lembar ke-3, untuk KPP (dalam
penyerahan BKP atau JKP dilakukan kepada Pemungut PPN)
b. Dalam hal rincian BKP dan atau JKP yang diserahkan tidak
dapat ditampung dalam 1 Faktur Pajak Standar, maka PKP
dapat membuatnya dengan cara sebagai berikut :
¾ Atas penyerahan BKP dan atau JKP tersebut dapat dibuat
lebih dari 1 Faktur Pajak Standar yang masing-masing
dibuat sesuai ketentuan dengan menggunakan Kode dan
Nomor Seri Faktur Pajak Standar yang sama,
ditandatangani setiap lembarnya (dan khusus untuk
pengisian : Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin,
Potongan Harga, Uang Muka yang telah diterima, DPP
dan PPN-nya cukup diisi pada lembar Faktur Pajak
Standar terakhir), atau
¾ Atas penyerahan BKP dan atau JKP tersebut dapat dibuat
satu Faktur Pajak Standar asalkan menunjukkan Nomor
dan Tanggal Penjualan yang bersangkutan. (dan Faktur
Penjualan tersebut merupakan Lampiran Faktur Pajak
Standar)
c. Setiap faktur pajak Standar harus menggunakan Kode yang
diberikan oleh Kepala KPP, dan sebelum PKP menerbitkan
Faktur Pajak Standar diharuskan melaporkan Nomor Seri
Faktur Pajak Standar kepada Kepala KPP.
d. Faktur Penjualan yang memuat keterangan dan pengisiannya
memenuhi syarat Faktur Pajak Standar, dapat dipersamakan
sebagai Faktur Pajak Standar. PKP yang mengunakan Faktur
Penjualan sebagai Faktur Pajak Standar harus
memberitahukan kepada Kepala KPP (untuk diberikan Kode
dan Nomor Seri yang akan digunakan)
e. Apabila pembayaran atas Harga Jual atau Penggantian
menggunakan mata uang rupiah maka bentuk dan ukuran
Faktur Pajak Standar dapat dibuat sebagaimana contoh
lampiran 1A, jika menggunakan mata uang asing dapat dibuat
sebagaimana contoh lampiran 1B Kep-323/PJ/2002.

385
Perpajakan untuk SMK

f. Contoh lampiran 1B dapat pula dibuat oleh PKP yang atas


pembayaran Harga Jual atau Penggantian menggunakan
mata uang rupiah (Kode, Nomor Seri dan Tanggal Faktur
Pajak Standar dibuat berurutan tanpa membedakan bentuk
sebagaimana contoh lampiran 1A atau 1B)
g. Atas Faktur Pajak Standar yang cacat, rusak atau salah
dalam pengisian atau penulisan sehingga tidak memenuhi
ketentuan pasal 13 ayat (5) UU PPN, PKP yang menerbitkan
Faktur Pajak Standar Pengganti (paling lambat 2 tahun sejak
Faktur Pajak Standar yang diganti diterbitkan), dengan cara
sebagai berikut:
• Atas permintaan Pengusaha Kena Pajak pembeli atau
penerima Jasa Kena Pajak atau atas kemauan sendiri,
terhadap Faktur Pajak yang rusak, cacat, salah dalam
pengisian atau salah dalam penulisan, Pengusaha Kena
Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak membuat
Faktur Pajak Standar Pengganti.
• Pembetulan Faktur Pajak Standar yang rusak, cacat,
salah dalam pengisian atau salah dalam penulisan tidak
diperkenankan dengan cara menghapus atau mencoret
atau dengan cara lain selain dengan cara membuat Faktur
Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud dalam
butir I.
• Penerbitan dan peruntukan Faktur Pajak Standar
Pengganti dilaksanakan seperti Faktur Pajak Standar
yang biasa.
• Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana dimaksud
pada butir I, diisi berdasarkan keterangan yang
seharusnya dan dilampiri Faktur Pajak Standar yang rusak
atau cacat atau salah dalam penulisan atau salah dalam
pengisian tersebut.
• Pada Faktur Pajak Standar Pengganti sebagaimana
dimaksud pada butir I, dibubuhkan cap yang
mencantumkan Kode, Nomor Seri, dan tanggal Faktur
Pajak Standar yang diganti tersebut.
• Faktur Pajak Standar Pengganti dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada
Masa Pajak yang sama dengan Masa Pajak
dilaporkannya Faktur Pajak yang diganti.
386
Perpajakan untuk SMK

• Penerbitan Faktur Pajak Standar Pengganti


mengakibatkan adanya kewajiban untuk membetulkan
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada
Masa Pajak terjadinya kesalahan pembetulan Faktur
Pajak Standar tersebut.
h. Atas Faktur Pajak Standar yang hilang, PKP yang
menerbitkan Faktur Pajak Standar tersebut dapat membuat
copy dari Faktur Pajak Standar yang disimpannya dengan
cara sebagai berikut:
• Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak dapat mengajukan permohonan tertulis kepada
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak, dengan tembusan baik kepada Kantor Pelayanan
Pajak ditempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan
maupun kepada Kantor Pelayanan Pajak di tempat
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena
Pajak yang dikukuhkan.
• Berdasarkan permohonan dari Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak. Pengusaha
Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa Kena Pajak
membuat copy dari arsip Faktur Pajak Standar yang
disimpan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau
pemberi Jasa Kena Pajak untuk dilegalisir oleh Kantor
Palayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak penjual
atau pemberi Jasa Kena Pajak dikukuhkan. Copy dibuat
dalam rangkap 2 (dua) yaitu:
- Lembar ke-1 : diserahkan ke Pengusaha Kena
Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak melalui
Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak
- Lembar ke-2 : arsip Kantor Pelayanan Pajak
yang bersangkutan
• Legalisir diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pengusaha Kena Pajak pembeli atau penerima Jasa Kena
Pajak dikukuhkan setelah meneliti asli arsip Faktur Pajak
dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
dari Pengusaha Kena Pajak penjual atau pemberi Jasa
Kena Pajak tersebut.

387
Perpajakan untuk SMK

• Kantor Pelayanan Pajak tempat Pengusaha Kena Pajak


pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak dikukuhkan wajib
melakuan penelitian atas Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dari Pengusaha Kena Pajak
pembeli atau penerima Jasa Kena Pajak untuk
menyakinkan bahwa Faktur Pajak yang dilaporkan hilang
tersebut sudah dikreditkan sebagai Pajak Masukan.
i. Dalam hal kurs yang berlaku pada saat pembuatan Faktur
Pajak Standar berbeda dengan kurs yang berlaku pada saat
dilakukan pembayaran oleh pemungut PPN, faktur pajak
standar dapat dibetulkan dengan cara sebagai berikut:
• Pengusaha Kena Pajak rekanan wajib membuat Faktur
Pajak Standar pada saat melakukan penagihan kepada
pemungut Pajak Pertambahan Nilai dengan
mempergunakan kurs yang berlaku menurut syarat
Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan
Faktur Pajak Standar
• Besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang harus
dikonversi kedalam mata uang rupiah dengan
mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat
Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan
pembayaran oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
• Dalam hal kurs sebagaimana dimaksud dalam butir 1
berbeda dengan kurs sebagaimana dimaksud dalam butir
2, Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai membetulkan
Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam butir
1 dengan menyesuaikan jumlah uang, baik Dasar
Pengenaan Pajak maupun Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
dengan cara mencoret angka yang akan diperbaiki dan
mencantumkan angka yang seharusnya serta
membubuhkan paraf disamping angka yang diperbaiki
tersebut (tidak boleh dihapus atau di tip ex)

Dokumen-Dokumen Tertentu Yang Diperlakukan Sebagai


Faktur Pajak Standar (Kep-522/Pj/2000 Sebagaimana
Disempurnakan Kep-312/Pj/2001)
Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur
Pajak Standar, paling sedikit harus memuat :
388
Perpajakan untuk SMK

a. Identitas yang berwenang menerbitkan dokumen


b. Nama dan Alamat penerima dokumen
c. NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah WP Dalam
Negeri
d. Jumlah satuan barang apabila ada
e. Dasar Pengenaan Pajak
f. Jumlah pajak yang terutang, kecuali dalam hal Ekspor

Dokumen-dokumen yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak


Standar :
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang dilampiri dengan
SSPCP untuk impor BKP
b. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah di fiat muat
oleh pejabat yang berwenang dari Ditjen Bea dan Cukai dan
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari PEB tersebut
c. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang
dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG utuk penyaluran
tepung terigu
d. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang
dibuat/dikeluarkan oleh Pertamina untuk penyerahan BBM
dan atau bukan BBM.
e. Tanda Pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa
telekomunikasi
f. Tiket, Tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) atau
Delivery Bill yang dibuat atau dikeluarkan untuk penyerahan
jasa angkutan udara dalam negeri
g. SSPCP untuk pembayaran PPN atas pemanfaatan BKP
tidak berwujud dari luar daerah Pabean
h. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk
penyerahan jasa ke Pelabuhan
i. Tanda Pembayaran atau kuitansi listrik

389
Perpajakan untuk SMK

c. Faktur Pajak Sederhana


Syarat-Syarat Faktur Sederhana (Kep-524/Pj/2000
Sebagaimana Disempurnakan Kep-425/Pj/2001 Dan Kep-
128/Pj/2004)
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan :
a. Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan secara
langsung kepada konsumen akhir, atau
b. Penyerahan BKP dan atau JKP kepada Pembeli BKP dan
atau Penerima JKP yang Nama, Alamat atau NPWP-nya
tidak diketahui,
Dapat membuat Faktur Pajak Sederhana

Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat :


a. Nama, alamat, NPWP yang menyerahkan BKP dan atau
JKP
b. Jenis dan kuantum BKP dan atau JKP yang diserahkan
c. Jumlah Harga Jual atau Penggantian yang sudah termasuk
PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah
d. Tanggal pembuatan Faktur Sederhana
Tanda Bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan
BKP dan atau JKP tersebut di bawah ini sepanjang memenuhi
persyaratan tersebut di atas, diperlakukan sebagai Faktur Pajak
Sederhana, yaitu:
a. bon kontan
b. faktur panjualan
c. karcis
d. kuitansi, atau
e. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis

Faktur Pajak Sederhana yang tidak memenuhi ketentuan (tidak


memuat 4 item) tersebut diatas, merupakan Faktur Pajak yang
tidak lengkap. Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap
bukan merupakan Faktur Pajak Sederhana

390
Perpajakan untuk SMK

Pembuatan Faktur Sederhana


a. Faktur Pajak Sederhana dibuat pada saat penyerahaan BKP
dan atau JKP atau pada saat pembayaran diterima sebelum
penyerahan BKP dan atau JKP
b. Faktur Pajak Sederhana dibuat paling sedikit dalam rangkap 2
(dua) (dianggap telah dibuat dalam rangkap 2 atau lebih,
dalam hal dibuat dalam 1 lembar yang terdiri dari 2 atau lebih
potongan / bagian untuk disobek atau dipotong)
Faktur Pajak Sederhana tidak dapat digunakan oleh Pembeli
BKP dan atau Penerima JKP sebagai dasar pengkreditan Pajak
Masukan.

8. PENGKREDITAN PAJAK KELUARAN DENGAN PAJAK


MASUKAN BERIKUT PELAPORANNYA

a. Pengkreditan Pajak Keluaran Dengan Pajak Masukan


dengan Cara Umum

Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang PPN :


PPN yang terutang (Pajak Keluaran) dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud Pasal 7 dengan Dasar
Pengenaan Pajak.

Pasal 7 Undang-Undang PPN :


(1) Tarif PPN adalah 10%
(2) Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%
(3) Dengan PP, tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diubah serendah-rendahnya 5% dan setinggi-
tingginya 15%

Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang PPN :


Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan
Pajak Keluaran untuk masa pajak yang sama.

Pasal 9 ayat (9) Undang-Undang PPN :


Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan
dengan Pajak Keluaran pada masa pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lambat 3 bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang

391
Perpajakan untuk SMK

belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan


pemeriksaan.

Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang PPN :


Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu masa pajak,
maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.

Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang PPN :


Apabila dalam suatu masa pajak Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan PPN yang
harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.

Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang PPN :


Apabila dalam suatu masa pajak Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.

Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang PPN :


Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara
sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
a. Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP.
b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha.
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan,
jeep, station wagon, van dan kombi.
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari
Luar Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP.
e. Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa
faktur pajak sederhana.
f. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5).
(persyaratan Faktur Pajak Standar sebagaimana dijelaskan
Kep-549/PJ/2000 sebagaimana disempurnakan Kep-
323/PJ/2001 dan Kep-433/PJ/2002)
g. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (6).

392
Perpajakan untuk SMK

(Dokumen-dokumen yang diperlukan sebagai faktur pajak


Kep-522/PJ/2000 sebagaimana disempurnakan Kep-
312/PJ/2001)
h. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih
dengan penerbitan surat ketetapan.
i. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak
dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang diketemukan pada
waktu dilakukan pemeriksaan.

Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang PPN :


Apabila dalam suatu masa pajak PKP selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak, sepanjang sebagian penyerahan yang
terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya,
maka jumnlah pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah
pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang
terutang pajak.

Contoh :
PKP melakukan beberapa macam penyerahan yaitu :
y Penyerahan terutang PPN Rp 25.000.000,-, Pajak Keluaran
Rp 2.500.000,-
y Penyerahan yang tidak terutang PPN Rp 5.000.000,-
Pajak Keluaran Rp 500.000,-
y Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN Rp
5.000.000,-

Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP atau JKP :


y Yang berkaitan dengan penyerahan terutang PPN Rp
1.500.000,-
y Yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang PPN
Rp 300.000,-
y Berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan PPN Rp 500.000,-

Dalam hal ini Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan


Pajak Keluaran sebesar Rp 2.500.000,- hanyalah sebesar Rp
1.500.000,-

Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN :


Apabila dalam suatu masa pajak, PKP selain melakukan
penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan
yang tidak terutang pajak, sedangkan pajak masukan untuk
393
Perpajakan untuk SMK

penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan


pasti, maka jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan untuk
penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan
pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Contoh :
PKP melakukan penyerahan baik yang terutang PPN maupun
penyerahan yang tidak terutang PPN (termasuk penyerahan yang
PPN-nya dibebaskan).
Peredaran bruto keseluruhannya dalam tahun 2004 adalah
sebesar Rp 20.000.000.000,-.
Peredaran bruto penyerahan yang tidak terutang PPN (termasuk
penyerahan yang PPN-nya dibebaskan) adalah sebesar Rp
2.000.000.000,-.
Untuk menghasilkan peredaran bruto keseluruhan
penyerahannya tersebut, digunakan Barang Modal yang dibeli 01-
01-2004 dengan Harga Perolehan Rp 500.000.000,-, Pajak
Masukan Rp 50.000.000,-. (PM-nya Rp 5.000.000,-).

Disamping itu pada 01-01-2004 juga dibeli Barang Modal Lainnya


dengan Harga Perolehan Rp 50.000.000,- Pajak Masukan Rp
5.000.000,-. Pembelian Barang Modal ini di samping untuk
menghasilkan BKP yang penyerahannya terutang PPN, juga
dipergunakan untuk kegiatan lain dengan perincian sebagai
berikut :
y Masa 6 bulan pertama tahun 2004 :
− 70% untuk kegiatan produksi BKP yang penyerahannya
terutang PPN
− 30% untuk kegiatan lain (yang tidak berkaitan langsung
dengan kegiatan usaha PKP)
y Masa 6 bulan pertama tahun 2004 :
− 80% untuk kegiatan produksi BKP yang penyerahannya
terutang PPN
− 20% untuk kegiatan lain (yang tidak berkaitan langsung
dengan kegiatan usaha PKP)

sesuai dengan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang PPN berikut


aturan pelaksanaan yakni Keputusan Menteri Keuangan Nomor
/KMK.03/2003, maka Pajak Masukan yang harus disetor kembali
adalah sebagai berikut:

394
Perpajakan untuk SMK

y Pajak Masukan yang harus disetor kembali atas penggunaan


Barang Modal untuk menghasilkan penyerahan BKP yang
terutang PPN dan penyerahan yang tidak terutang PPN
(termasuk penyerahan yang PPN-nya dibebaskan).
X PM
= ×
Y T
2.000.000.000 50.000.000
= ×
20.000.000.000 5

= 1/10 x Rp 10.000.000,-

= Rp 1.000.000,-

X = penyerahan yang tidak terutang PPN (termasuk


penyerahan yang PPN-nya dibebaskan) selama 1
tahun buku.
Y = jumlah seluruhnya penyerahan selama 1 tahun buku.
PM = Pajak Masukan
T = masa manfaatan Barang Modal
− Untuk bangunan adalah 10 tahun
− Untuk Barang Modal lainnya adalah 5 tahun

y Pajak Masukan yang harus disetor kembali atas pembelian


Bukan Barang Modal yang penggunaannya untuk menunjang
operasional Barang Modal yang menghasilkan penyerahan
yang tidak terutang PPN (termasuk penyerahan yang PPN-
nya dibebaskan).
X
= × PM
Y

2.000.000.000
= × 5.000.000
20.000.000.000

= 1/10 X Rp 5.000.000,-

= Rp 500.000,-

X = penyerahan yang tidak terutang


PPN (termasuk penyerahan yang

395
Perpajakan untuk SMK

PPN-nya dibebaskan) selama 1


tahun buku.
Y = jumlah seluruhnya penyerahan
selama 1 tahun buku.
PM = Pajak Masukan

y Pajak Masukan yang harus disetor kembali atas penggunaan


Barang Modal yang dipergunakan untuk menghasilkan
penyerahan yang terutang PPN dan dipergunakan untuk
kegiatan lain

PM
= p'×
T

5.000.000
= 25% ×
5

= 25% x Rp 1.000.000,-

= Rp 250.000,-

p’ =
rata-rata penggunaan Barang
Modal untuk kegiatan di luar
usaha
= 30% + 20%
2
= 25%
PM = Pajak Masukan atas perolehan
Barang Modal lainnya
T = masa manfaat Barang Modal
lainnya

b. Pengkreditan Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan Dengan


Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor


553/KMK.04/2000 sebagaimana diubah dengan Nomor
252/KMK.03/2002 :

396
Perpajakan untuk SMK

Pedagang Eceran yang menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Neto adalah Pengusaha Orang Pribadi dengan jumlah
peredaran bruto dan atau penerimaan bruto selama 1 tahun buku
tidak lebih dari Rp 600.000.000,- yang dalam kegiatan usaha
pekerjaan utamanya adalah melakukan usaha perdagangan dengan
cara sebagai berikut :

a. Menyerahkan BKP melalui suatu tempat penjualan eceran seperti


toko, kios atau dengan cara penjualan yang dilakukan langsung
kepada konsumen akhir, atau dengan cara penjualan yang
dilakukan dari rumah kerumah.
b. Menyediakan BKP yang diserahkan, di tempat penjualan eceran
tersebut, dan
c. Melakukan transaksi jual-beli secara spontan tanpa didahului
penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak atau lelang dan
pada umumnya bersifat tunai, pembeli pada umumnya datang ke
tempat penjualan tersebut langsung membawa BKP yamg
dibelinya.

Pasal 9 ayat (7) Undang-Undang PPN :


Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha
yang dikenakan PPh dengan menggunakan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
PPh, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman pengkreditan
Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.04/2000


sebagaimana diubah dengan Nomor 252/KMK.03/2002 :
Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:

a. Pajak Keluaran dihitung dengan cara mengalikan nilai peredaran


bruto dan atau penerimaan bruto terutang PPN pada masa pajak
yang bersangkutan dengan tarif PPN.
b. Nilai peredaran bruto dan atau penerimaan bruto sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, tidak termasuk PPN.
c. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan ditetapkan
sebagai berikut :

y Untuk penyerahan BKP oleh Pedagang Eceran dengan Norma


Penghitungan Penghasilan Neto, sebesar 80% dikalikan
dengan Pajak Keluaran

397
Perpajakan untuk SMK

y Untuk penyerahan BKP oleh Pedagang Eceran selain


Pedagang Eceran, sebesar 70% dikalikan dengan Pajak
Keluaran
y Untuk penyerahan JKP, sebesar 40% dikalikan dengan Pajak
Keluaran

Contoh :
− Dalam bulan Januari 2005 PKP (Pedagang Eceran dengan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto) menyerahkan BKP kepada PKP
lainnya dengan harga jual seluruhnya Rp 80.000.000,-.

Pajak Keluaran
10% X Rp 80.000.000,-…........ Rp 8.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan


80% X Rp 8.000.000,-……….. Rp 6.400.000,

PPN yang kurang dibayar


(Pajak Keluaran yang harus disetor oleh PKP)....Rp 1.600.000,-

− Pada bulan Februari 2005 PKP tersebut melakukan penyerahan


kepada Pemegang Kas suatu Pemkot dengan Harga Jual termasuk
PPN sebesar Rp 22.000.000,- dan kepada PKP lainnya dengan
Harga Jual Rp 10.000.000,- (tidak termasuk PPN)

Jumlah Penyerahan seluruhnya


(100/110 X Rp 22.000.000,-) + Rp 10.000.000,-
yakni sebesar……………… Rp 30.000.000,-

Pajak Keluaran
10% X Rp 30.000.000,-……….. Rp 3.000.000,-

Pajak Keluaran yang dipungut dan disetor


Sendiri oleh Pemegang Kas Pemkot
10% X Rp 20.000.000,-………. Rp 2.000.000,-

Pajak Keluaran yang harus dipungut sendiri


oleh PKP…………………… Rp 1.000.000,-

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan


80% X Rp 30.000.000,-………. Rp 2.400.000,-

398
Perpajakan untuk SMK

PPN yang lebih bayar……….... Rp 1.400.000,-

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 253/KMK.03/2002 sebagai


diubah dengan nomor 402/KMK.03/2002 :

Yang dimaksud dengan Pedagang Eceran “ selain yang


menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto “ adalah
pengusaha Orang Pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
pembukuan, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan utamanya
adalah melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagaimana
yang dilakukan oleh Pedagang Eceran Orang Pribadi yang
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Atas penyerahan barang dagangan oleh Pedagang Eceran selain


yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
terutang PPN sebesar 10% dari Harga Jual.

c. Pajak Keluaran/PPN Yang Disetor Dihitung dengan Menggunakan


Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
(Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000
sebagaimana diubah Nomor 251/KMK.03/2002, Keputusan Dirjen
Pajak Nomor Kep-238/PJ.52/2002, Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-01/PJ.32/2000, Keputusan Menteri Keuangan Nomor
83/KMK.03/2002 dan Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-
168/PJ/2002)

Pajak Keluaran/PPN yang harus dibayar adalah sebesar tarif


sebagaimana Pasal 7 Undang-Undang PPN dikalikan dengan
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Yang diperbolehkan menghitung Pajak Keluaran/PPN yang harus


disetor dengan menggunakan Nilai Lain adalah Pengusaha Kena
Pajak yang dalam usahanya melakukan :
a. Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas
b. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan, Biro Pariwisata dan Jasa
Pengiriman Paket
c. Penyerahan Jasa Anjak-Piutang
d. Penyerahan Emas Perhiasan

399
Perpajakan untuk SMK

Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan BKP/JKP


tersebut di atas tidak dapat dikreditkan, karena dalam Nilai Lain
telah diperhitungkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan
atau JKP dalam rangka usaha tersebut.

a. Penyerahan Kendaraan Bermotor


Kendaraan Bermotor Bekas adalah kendaraan bermotor baik
beroda dua atau lebih yang kondisinya bukan baru, telah
terdaftar pada instansi berwenang atau memiliki nomor polisi.

Pengusaha Kendaraan Bermotor Bekas adalah Orang Pribadi


atau Badan yang kegiatan usahanya melakukan penjualan
kendaraan bermotor bekas.

Atas penyerahan kendaraan bermotor bekas yang dilakukan


oleh Pengusaha Kendaraan Bermotor Bekas yang semata-
mata merupakan barang dagangan terutang PPN.

PPN yang harus disetor


adalah 10% X (10% X Harga Jual)

b. Penyerahan Jasa Biro Perjalanan, Biro Pariwisata dan Jasa


Pengiriman Paket

PPN yang harus disetor


adalah 10% X (10% X Jumlah Tagihan atau Jumlah Yang
Harus Ditagih)

c. Penyerahan Jasa Anjak-Piutang

PPN yang harus disetor


adalah 10% X (5% X Jumlah seluruh imbalan yang
diterima berupa service-charge, provisi dan diskon)

d. Penyerahan Emas Perhiasan


Pengusaha Toko Emas Perhiasan adalah Orang Pribadi yang
melakukan kegiatan usaha di bidang penyerahan emas
perhiasan, berdasarkan pesanan maupun penjualan
langsung, baik produksi sendiri maupun pihak lain.

Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Pengusaha Toko Emas


Perhiasan meliputi :
- Membuat dan atau menjual emas perhiasan
400
Perpajakan untuk SMK

- Membuat emas perhiasan berdasarkan pesanan


- Menyuruh orang lain untuk membuat emas perhiasan
yang akan dijual
- Jual-beli emas perhiasan
- Jual-beli emas perhiasan dengan batu permata
- Memperbaiki dan memodifikasi emas perhiasan
- Jasa-jasa lain yang berkaitan dengan emas perhiasa

Emas Perhiasan adalah perhiasan dalam bentuk apapun


yang bahannya sebagian atau seluruhnya dari emas dan atau
logam mulai lainnya termasuk yang dilengkapi dengan batu
permata dan atau bahan lain yang melekat atau terkandung
dalam emas perhiasan tersebut.

Harga jual emas perhiasan adalah nilai berupa uang termasuk


semua biaya yang diminta atau seharusnya oleh Pengusaha
Toko Emas Perhiasan karena penyerahan emas perhiasan
tidak termasuk PPN yang dipungut dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak.

PPN yang harus disetor


Adalah 10% X (20% X jumlah seluruh penyerahan emas
perhiasan)

Bagi pengusaha yang bergerak di bidang usaha penyerahan


Kendaraan Bermotor Bekas, Penyerahan Jasa Biro
Perjalanan, Jasa Pariwisata, dan Jasa Pegiriman Paket,
Penyerahan Jasa Anjak-Piutang, penyerahan Emas
Perhiasan yang tidak menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar
Pengenaan Pajak, Pajak Masukannya dapat dikreditkan.

d. Pajak Keluaran/PPN yang Harus Disetor Dihitung dengan


Menggunakan Tarif Efektif
(Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 dan
Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-103/PJ/2002).
Atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau atau Hasil Tembakau yang dibuat
di luar negeri oleh Importil Hasil Tembakau, dikenakan PPN.

401
Perpajakan untuk SMK

Besarnya Pajak Keluaran (PPN yang dikenakan) atas penyerahan


hasil tembakau sebagaimana dimaksud dihitung berdasarkan Tarif
Efektif sebesar 8,4% dari Harga Jual Eceran Hasil Tembakau

Besarnya Harga Jual Eceran hasil tembakau adalah :


a. Harga Jual Eceran adalah harga penyerahan kepada konsumen
akhir yang didalamnya sudah termasuk Cukai dan PPN
b. 75% dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemberian cuma-cuma
c. 50% dari Harga Jual Eceran, dalam hal pemakaian sendiri

PPN yang terutang atas penyerahan hasil tembakau yang dibuat di


dalam negeri atau hasil tembakau yang di buat di luar negeri
dipungut dan disetor oleh Pengusaha Pabrikan Tembakau atau
Importir Hasil Tembakau bersamaan pada saat penebusan Pita
Cukai dengan Cara Penyetoran Tunai ke Kantor Penerimaan
Pembayaran.

Untuk menetapkan jumlah yang disetor, dapat diperhitungkan :


a. kelebihan Pajak Masukan yang telah dilaporkan dalam SPT Masa
PPN masa Pajak sebelum dilakukan penebusan pita cukai
b. nilai PPN atas pita cukai yang dikembalikan

Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 dan


Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-103/PJ/2002 juga diberikan
penjelasan, antara lain :

a. Hasil Tembakau adalah tembakau sebagaimana dimaksud dalam


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai, yang
meliputi Sigaret, Cerutu, Rokok Daun, Tembakau Iris dan hasil
pengolahan tembakau lainnya dengan tidak mengindahkan
digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu
dalam pembuatannya.
b. Pengusaha Hasil Tembakau adalah badan hukum atau orang
pribadi yang mengusahakan pabrik hasil tembakau dan
memenuhi sebagai Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai.
c. Importir Hasil Tembakau adalah orang pribadi atau badan hukum
yang melakukan kegiatan memasukkan hasil tembakau yang
dibuat di luar negeri ke dalam Daerah Pabean.
Atas importir hasil tembakau yang dibuat diluar negeri yang telah
dilunasi PPN-nya, tidak lagi dipungut PPN Impor.
d. Mitra Produksi adalah orang-perorangan atau badan yang
menghasilkan hasil tembakau karena pesanan atau permintaan
402
Perpajakan untuk SMK

baik dengan bahan dan atas petunjuk maupun tidak dari


Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau.

Apabila Mitra Produksi menghasilkan hasil tembakau karena


pesanan atau permintaan dengan bahan baku dari Mitra Produksi
yang bersangkutan (dan pengerjaannya atas petunjuk Pengusaha
Pabrik Hasil Tembakau), maka atas penyerahannya kepada
Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau terutang PPN sebesar 10%
dari Harga Jual.
e. Jasa Maklon Produksi Hasil Tembakau adalah kegiatan
pemberian jasa dalam rangka menghasilkan hasil tembakau
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas
petunjuk dari Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau.

Imbalan Jasa Maklon produksi hasil tembakau adalah nilai berupa


uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh Mitra Produksi karena penyerahan jasa maklon
produksi hasil tembakau.

PPN yang terutang atas penyerahan Jasa Maklon produksi hasil


tembakau adalah 10% dari jumlah imbalan Jasa Maklson
produksi hasil tembakau.

9. AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Secara umum akuntansi PPN ini dibedakan menjadi 3 yaitu:

a. Akuntansi Pajak Masukan


Pajak Masukan adalah PPN yang dibayar pada saat perolehan
Barang Kena Pajak atau jasa kena pajak.

Pajak masukan dibedakan menjadi: Pajak Masukan yang bisa


dikreditkan dan pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan. Pajak
masukan yang bisa dikreditkan adalah pajak masukan atas
perolehan BKP atau JKP yang terkait langsung dengan kegiatan
usaha. Pajak masukan ini akan dicatat dalam rekening PPN
Masukan. Sedangkan pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan
adalah pajak masukan yang dibayar atas perolehan BKP atau JKP
sebagai mana diatur dalam pasal 9 ayat (8) UU PPN (lihat
penjelasan di pembahasan sebelumnya). Pajak masukan yang
tidak dapat dikreditkan ini akan menambah Harga Perolehan

403
Perpajakan untuk SMK

barang yang dibeli (dikapitalisir) atau dibiayakan pada saat


terjadinya pembayaran.

Contoh 1:
Dalam bulan Januari 2008 PT X membeli BKP dari PKP sbb:
• Barang dagangan seharga Rp. 100.000.000,- (belum termasuk
PPN dengan Faktur Pajak Standar)
• Kendaraan Truck seharga Rp. 250.000.000,- (belum termasuk
PPN dengan Faktur Pajak Standar)
• Kendaraan sedan seharga Rp. 300.000.000,- (belum termasuk
PPN dengan Faktur Pajak Standar)
• Perlengkapan Kantor seharga Rp. 3.000.000,- (belum
termasuk PPN dengan Faktur Pajak Sederhana)

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. X untuk mencatat transaksi


di atas adalah:

Pembelian/Persediaan Barang Dagangan 100.000.000


PPN Masukan 10.000.000
Kas/Utang Usaha 110.000.000

Kendaraan Truck 250.000.000


PPN Masukan 25.000.000
Kas/Utang Usaha 275.000.000

Kendaraan Sedan 330.000.000


Kas/Utang Usaha 330.000.000

Biaya Perlengkapan Kantor 3.000.000


Biaya PPN 300.000
Kas/Utang Usaha 3.300.000

b. Akuntansi Pajak Keluaran


Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut atau terutang pada saat
penyerahan BKP atau JKP. PPN ini dicatat dalam rekening PPN
Keluaran.

404
Perpajakan untuk SMK

Contoh:
Dalam bulan yang sama seperti contoh diatas PT. X menjual BKP
sbb:
- Barang Dagangan kepada CV. Z sebesar Rp. 55.000.000,-
(termasuk PPN dan diterbitkan FP Standar)
- Barang Dagangan kepada Tn. A (Non PKP) sebesar Rp.
11.000.000,- (Termasuk PPN dengan FP Sederhana)
- Barang Dagangan kepada PT. B seharga Rp. 300.000.000,-
(belum termasuk PPN dengan FP Standar)

Jurnal yang dibuat adalah:


Kas/Piutang Usaha 55.000.000
PPN Keluaran 5.000.000
Penjualan 50.000.000
(PPN Keluarannya = 10/110 X 55.000.000 = 5.000.000)

Kas/Piutang Usaha 11.000.000


PPN Keluaran 1.000.000
Penjualan 10.000.000

Kas/Piutang Usaha 330.000.000


PPN Keluaran 30.000.000
Penjualan 300.000.000
(PPN Keluaran = 10% X 300.000.000)

c. Akuntansi Pengkreditan Pajak masukan terhadap pajak


keluaran
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran akan
diketahui berapa jumlah PPN Kurang Bayar/Lebih Bayar dalam
masa pajak yang sama. Dalam contoh diatas PPN Kurang Bayar
bisa dihitung sbb:
Jumlah PPN Keluaran masa Januari 2008 = Rp. 36.000.000
Jumlah PPN Masukan masa Januari 2008 = Rp. 35.000.000
PPN Kurang Bayar masa Januari 2008 =Rp.1.000.000

Jurnal yang harus dibuat adalah:


PPN Keluaran 36.000.000
PPN Masukan 35.000.000
Kas 1.000.000

405
Perpajakan untuk SMK

Penyetoran PPN sebesar RP. 1.000.000,- dilakukan paling lambat


tanggal 15 bulan Februari tahun 2008 dengan menggunakan SSP
dan dilaporkan menggunakan Form. SPT Masa PPN (Form. 1107).

Agar lebih memahami mengenai perlakuan akuntansi Pajak


Pertambahan Nilai berikut ini diberikan ilustrasi Pajak Keluaran
sbb:

a. Penjualan Biasa

Pada tanggal 1 Februari 2007 PT Baskara Jaya menjual


Rp30.000.000.00, PPN 10% tunai.

Jurnal bagi PT. Baskara Jaya:

Kas Rp33.000.000,00
PPN Keluaran Rp 3.000.000.00
Penjualan Rp 30.000.000,00

Keterangan:
PPN keluaran Rp3.000.000,00 adalah PPN terutang untuk masa
Februari 2007 dan akan dikompensasikan dengan Pajak Masukan.

b. Bila Terjadi Retur Penjualan

Bila terjadi retur penjualan maka PPN Keluaran yang telah dicatat
saat penjualan harus dikurangi.

Contoh:
Pada tanggal 25 Februari 2007 PT Baskara Jaya menerima nota
retur dari konsumennya atas barang yang telah dijual seharga Rp
5.000.000,00 PPN 10%.

Jurnal bagi PT Baskara Jaya:

Retur Penjualan Rp. 5.000.000,00


PPN Keluaran Rp. 500.000,00
Kas/Piutang Rp. 5.500.000,00

406
Perpajakan untuk SMK

c. Penjualan dengan Uang Muka

Contoh:
PT Baskara Jaya menjual barang kepada PT Bangun Senjoyo
senilai Rp50.000.000,00 barang tersebut akan diterima dua bulan
kemudian. Uang muka yang diterima PT Baskara Jaya Rp.
l0.000.000,00 dan sisanya saat barang diterima.

Jurnal bagi PT. Baskara Jaya:

Saat Uang Muka diterima:

Kas Rp. 11.000.000,00


PPN Keluaran Rp. 1.000.000,00
Uang Muka Penjualan Rp. 10.000.000,00

Saat pelunasan diterima:

Kas Rp. 44.000.000,00


Uang Muka Penjualan Rp. 10.000.000,00
PPN Keluaran Rp. 4.000.000,00
Penjualan Rp. 50.000.000,00

d. Penjualan Cicilan

PPN terutang saat Penjualan cicilan terjadi.

Contoh:
Tanggal 1 Maret 2007 PT Baskara Jaya menjual barang dagangan
seharga Rp20.000.000.00 PPN 10% periode cicilan 5 bulan.

Jurnal bagi PT Baskara Jaya:

Pada saat terjadinya transaksi penjualan:

Piutang penjualan Rp22.000.000,00


Penjualan cicilan Rp 20.000.000,00
PPN Keluaran Rp 2.000.000,00

Pada saat menerima cicilan I dst:


Kas Rp. 4.400.000,00
Piutang Penjualan Rp. 4.400.000,00

407
Perpajakan untuk SMK

Keterangan:
PPN Keluaran Rp2.000.000,00 terutang untuk masa Maret 2007
dan saat diterima cicilan PPN sudah tidak terutang.

e. Pemakaian Sendiri/Pemberian Cuma-cuma

Pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma terutang PPN. PPN


dihitung dari harga pokok barang.

Contoh:
Tanggal 30 Maret 2007 PT Baskara memakai sendiri produksinya
untuk diberikan kepada relasi usahanya sebesar Rp 500.000,00,
PPN 10%.

Jurnal bagi PT Baskara Jaya:

Beban pemasaran Rp. 550.000,00


PPN Keluaran Rp. 50.000,00
Persediaan barang Rp. 500.000,00

f. Kegiatan membangun sendiri

Kegiatan membangun sendiri yang dilakukn tidak dalam kegiatan


usaha atau pekerjaan oleh Orang Pribadi atau Badan yang
hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain. Ketentuan
yang mengatur adalah Keputusan Menteri Keuangan No.
320/KMK.03/2003. Yang dimaksud kegiatan membangun sendiri
adalah kegiatan membangun sendiri bangunan yang
diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat usaha dengan luas
bangunan 200 m2 atau lebih dan bersifat permanen. PPN yang
harus dibayar sendiri adalah sebesar 10% X DPP. DPP-nya adalah
40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
pembangunan tersebut, tidak termasuk harga perolehan tanah dan
pajak masukan yang terkait dengan pembangunan tersebut tidak
bisa dikreditkan.

Contoh:
Mulai bulan Januari tahun 2007 PT Baskoro Jaya membangun
gudang seluas 800 m2 dengan taksiran biaya Rp1.000.000.000,00
(tidak termasuk nilai tanah) dan dalam bulan Januari 2007 telah
dikeluarkan biaya Rp 400.000.000,00. Maka PPN terutang masa
Januari 2007 = 10% x 40% x 400.000.000 = Rp16.000.000.00.

408
Perpajakan untuk SMK

Jurnal yang harus dibuat bulan Januari adalah :

Bangunan dalam pelaksanaan Rp 416.000.000,00


Utang PPN Rp 16.000.000,00
Kas Rp 400.000.000,00

(PPN terutang setiap masa/bulan sesuai dengan biaya yang


dikeluarkan tiap bulan dan PPN tersebut dicatat dalam rekening
Utang PPN (bukan PPN Keluaran) karena Pajak Masukannya
tidak boleh diperhitungkan. Penyetoran Utang PPN tersebut paling
lambat tanggal 15 Februari).

Jurnal yang dibuat pada saat menyetorkan Utang PPN:

Utang PPN Rp. 16.000.000,00


Kas Rp. 16.000.000,00

g. Penyerahan ke Pemungut PPN

Apabila terjadi penjualan/penyerahan BKP ke Pemungut PPN


maka PPN yang terutang langsung dipotong oleh pihak pembeli
dan penjual mencatat nilai penjualan bersih, Faktur Pajak Standar
harus diterbitkan oleh PKP penjual.

Contoh:
Tanggal 20 April 2007 PT Baskara Jaya menjual BKP ke Dinas
Pendidikan Kota Malang (Pemungut PPN) sebesar Rp
110.000.000, harga tersebut termasuk PPN (Included PPN).
Sehingga PPN sama dengan 10/110x Rp 110.000.000,00 =
Rp. l 0.000.000,00

Jurnal yang harus dibuat PT Baskara Jaya:

Kas Rp 100.000.000,00
Penjualan Rp 100.000.000,00

(PPN Rp 10.000.000,00 tidak dicatat dalam rekening PPN


Keluaran karena oleh bendaharawan Diknas langsung dipungut
dan disetor pada hari yang sama dengan terjadinya pembayaran
dan SSP atas nama PT Baskara Jaya).

409
Perpajakan untuk SMK

á PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

a. Obyek PPn BM
Jenis barang yang dikenakan PPnBM atas BKP yang Tergolong
Mewah Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dijelaskan
dengan :
a. Selain Kendaraan Bermotor (620/PMK.03/2004)
b. Kendaraan Bermotor (355/KMK.03/2003, Kep-229/PJ/2003)

b. Tarif PPn BM :
Dengan Peraturan Pemerintah (yakni PP Nomor 145 Tahun 2000
sebagaimana disempurnakan terakhir dengan PP Nomor 55 Tahun
2004) ditetapkan Kelompok BKP yang Tergolong Mewah dengan
tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPN, yakni
:
a. tarif PPn BM paling rendah 10 %, paling tinggi 75 %, dan
b. atas ekspor BKP yang Tergolong Mewah dikenakan tarif PPn
BM 0 %.

c. PPnBM Atas Selain Kendaraan Bermotor

) Saat Terutangnya PPnBM atas selain kendaraan bermotor


adalah:
a. atas Impor
adalah pada saat BKP yang Tergolong Mewah selain
Kendaraan Bermotor dimasukkan ke dalam Daerah Pabean
b. atas penyerahan
adalah pada saat BKP yang Tergolong Mewah selain
Kendaraan Bermotor diserahkan oleh pabrikan

) PPn BM atas selain kendaraan bermotor yang terutang :


PPn BM yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif
sebagaimana Pasal 1 PP Nomor 145 Tahun 2000 sebagaimana
diubah terakhir dengan PP Nomor 55 Tahun 2004 (sebagaimana
dijelaskan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
620/KMK.03/2004) dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

) Dasar Pengenaan Pajak (DPP) :


a. Dalam hal Impor BKP yang Tergolong Mewah adalah Nilai
Impor
410
Perpajakan untuk SMK

b. Dalam hal penyerahan BKP yang Tergolong Mewah di dalam


Daerah Pabean adalah Harga Jual tidak termasuk PPN dan
PPn BM

d. PPnBM Atas Kendaraan Bermotor

PPnBM Dikenakan Atas :


1. Impor Kendaraan CBU berupa :
1. Kendaraan Pengangkutan Orang s/d 15 orang termasuk
pengemudi
2. Kendaraan Double-Cabin
3. Kendaraan Khusus
4. Kendaraan Bermotor Beroda-2 dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 250 CC

2. Penyerahan di dalam Daerah Pabean :


1. Penyerahan Kendaraan Bermotor Hasil Perakitan/Produksi
di Dalam Daerah Pabean, berupa :
a. Kendaraan Pengangkutan Orang s/d 15 orang termasuk
pengemudi
b. Kendaraan Double-Cabin
c. Kendaraan Khusus
d. Kendaraan Bermotor Beroda-2 dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 250 CC
2. Penyerahan Kendaraan Bermotor Hasil Pengubahan dari
Kendaraan Sasis atau Kendaraan Hasil Pengangkutan
Barang, berupa :
a. Kendaraan Pengangkutan Orang s/d 15 orang termasuk
pengemudi
b. Kendaraan Double-Cabin

PPnBM Tidak Dikenakan atas Impor Dan Penyerahan :


a. Kendaraan CKD
b. Kendaraan Sasis
c. Kendaraan Pengangkutan Barang
d. Kendaraan Bermotor untuk Pengangkutan 16 orang atau lebih
termasuk pengemudi
e. Kendaraan Bermotor Beroda-2 dengan kapasitas isi silinder
s/d 250 CC

411
Perpajakan untuk SMK

Yang dimaksud dengan :

) Kendaraan Sasis :
adalah rangka kendaraan yang telah dilengkapi dengan motor
bakar dan atau dengan transmisinya serta gandar poros dan
gandar yang terpasang yang bisa dimodifikasi menjadi kendaraan
bermotor sesuai dengan kegunaannya

) Kendaraan bermotor dalam keadaan terurai sama sekali


(Completely Knocked Down) yang selanjutnya disebut
Kendaraan CKD
adalah kendaraan bermotor dalam keadaan terurai menjadi
bagian-bagian termasuk perlengkapannya yang memiliki sifat
utama kendaraan bermotor yang bersangkutan

) Kendaraan bermotor dalam keadaan jadi (Completely Built Up)


yang selanjutnya disebut Kendaraan CBU
adalah kendaraan bermotor dalam keadaan tidak terurai menjadi
bagian-bagian termasuk perlengkapannya serta memiliki sifat
utama kendaraan bermotor yang bersangkutan.

) Kendaraan Khusus
adalah kendaraan bermotor yang dibuat untuk digunakan secara
khusus seperti untuk golf, perjalanan di atas salju, di pantai, di
gunung, termasuk trailer dan semi-trailer dari jenis tipe caravan
untuk perumahan dan kemah.

) Kendaraan pengangkutan orang


adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk angkutan
penumpang termasuk sedan dan station wagon.

) Kendaraan pengangkutan barang


adalah kendaraan bermotor dengan cabin tunggal dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup dengan jumlah
penumpang tidak lebih dari 3 orang termasuk pengemudi yang
digunakan untuk kegiatan pengangkutan barang , baik yang
disediakan untuk umum maupun pribadi.

) Kendaraan double-cabin
adalah kendaraan bermotor dengan cabin ganda dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup dengan penumpang
lebih dari 3 orang termasuk pengemudi, dengan masa total tidak
lebih dari 5 ton.
412
Perpajakan untuk SMK

) Kendaraan pengangkutan umum


adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk kegiatan
pengangkutan orang dan/ atau barang yang disediakan untuk
umum dengan dipungut bayaran selain dengan cara persewaan,
baik dalam trayek maupun tidak dalam trayek, sepanjang
menggunakan plat dasar polisi dengan warna kuning.

) Kendaraan protokoler kenegaraan


adalah semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk
keperluan rombongan kepresidenan atau yang digunakan
berkenaan dengan penyambutan tamu-tamu kenegaraan, tidak
termasuk kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat atau
karyawan.

) Kendaraan patroli TNI/POLRI


adalah kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan
patroli TNI dan POLRI.

) Pabrikan Kendaraan Bermotor


Adalah Orang Pribadi atau Badan yang menghasilkan kendaraan
bermotor atau menyuruh Orang Pribadi atau Badan lain
menghasilkan kendaraan bermotor. Yang Dimaksud menghasilkan
adalah :
- merakit kendaraan bermotor
- mengubah kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang
menjadi kendaraan orang(penumpang) atau kendaraan
double-cabin.

Contoh Pabrikan Kendaraan Bermotor :

- PT A melakukan impor kendaraan bermotor dalam bentuk CKD,


selain itu juga merakit sendiri kendaraan bermotor dalam
bentuk CKD tersebut menjadi kendaraan bermotor. (PT A
adalah Pabrikan Kendaraan Bermotor)

- PT B adalah distributor kendaraan bermotor, juga melakukan


impor kendaraan Bermotor dan merakit sendiri kendaraan
bermotor dalam bentuk CKD tersebut menjadi kendaraan
bermotor. (PT B adalah Pabrikan Kendaraan Bermotor)
- PT C adalah distributor kendaraan bermotor juga melakukan
impor kendaraan sasis, kemudian menyuruh perusahaan

413
Perpajakan untuk SMK

karoseri untuk mengubahnya menjadi kendaraan bermotor. (PT


C adalah Pabrikan Kendaraan Bermotor)

- PT D adalah perusahaan taksi, melakukan impor kendaraan


sasis. Untuk mengubah Kendaraan sasis menjadi kendaraan
bermotor, PT D menyuruh industri karoseri. (PT D adalah
Pabrikan Kendaraan Bermotor)

- Orang Pribadi E melakukan impor kendaraan bermotor dalam


bentuk CKD. Untuk mengubah kendaraan bermotor dalam
bentuk CKD menjadi kendaraan bermotor, E menyuruh
perusahaan karoseri. (Orang Pribadi E adalah Pabrikan
Kendaraan Bermotor)

Saat Terutangnya PPnBM :


; atas impor kendaraan bermotor
adalah pada saat kendaraan bermotor dimasukkan ke dalam
Daerah Pabean.

; atas penyerahan kendaraan bermotor


adalah saat penyerahan kendaraan bermotor oleh Pabrikan
Kendaraan Bermotor.

Termasuk dalam pengertian penyerahan adalah untuk pemakaian


sendiri dan pemberian Cuma-Cuma. Dalam hal penyerahan
kendaraan bermotor dilakukan dari pusat ke cabang atau
sebaliknya dan antar-cabang, terutangnya adalah saat penyerahan
kendaraan bermotor dari PKP Pusat atau Cabang kepada pihak
lain.

PPnBM yang Terutang :


Dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana Pasal 2 PP
Nomor 145 Tahun 2000 sebagaimana diubah terakhir dengan PP
Nomor 55 Tahun 2004 (sebagaimana dijelaskan dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003) dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) :


a. dalam hal impor kendaraan bermotor, DPP-nya adalah Nilai
Impor
b. dalam hal penyerahan kendaraan bermotor :
414
Perpajakan untuk SMK

1. jika dilakukan Pabrikan Kendaraan Bermotor, DPP-nya


adalah Harga Jual tidak termasuk PPN dan PPn BM
2. jika dilakukan selain Pabrikan Kendaraan Bermotor, DPP-
nya adalah Harga Jual termasuk PPn yang dipungut.

Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan


atau Pabrikan Kendaraan Bermotor dengan Distributor atau
Dealer atau Agen atau Penyalur, maka DPP ditetapkan sebesar
Harga Pasar Wajar (ditetapkan melalui pemeriksaan).

Pembebasan PPn BM
PPn BM Dibebaskan atas impor dan penyerahan :
Ž Kendaraan Bermotor , berupa :
a. Kendaraan Ambulan
b. Kendaraan Jenazah
c. Kendaraan Pemadam Kebakaran
d. Kendaraan Tahanan
e. Kendaraan Pengangkutan Umum
Ž Kendaraan Protokoler Kenegaraan
Ž Kendaraan Bermotor untuk pengangkutan 10 s/d 15 orang
termasuk pengemudi yang digunakan untuk kendaraan dinas
TNI atau POLRI.
Ž Kendaraan Patroli TNI/POLRI.

Pasal 7 Keputusan Menteri Keuangan Nomor


355/KMK.03/2003 :
Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPn BM atas
impor atau penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4, Orang Pribadi atau Badan yang
melakukan impor atau yang menerima penyerahan Kendaraan
bermotor tersebut, wajib memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB)
PPn BM yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak.

Huruf E angka 2 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-


19/PJ.51/2003 :
Yang dimaksud Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor
atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor (yang
diwajibkan memiliki SKB PPn BM) adalah :
1. Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang
menerima penyerahan kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan
tahanan.
415
Perpajakan untuk SMK

Contoh :

a. Importir umum PT A mengimpor kendaraan jenazah.


Untuk dapat dibebaskan dari pengenaan PPn BM, PT A
wajib memiliki SKB PPn BM.
b. PT B sebagai pengelola Kawasan Industrial Estate
membeli mobil pemadam
Kebakaran. Untuk dapat Dibebaskan dari pengenaan PPn
BM, PT B wajib Memiliki SKB PPn BM.
c. Departemen C membeli mobil ambulan. Untuk dapat
Dibebaskan dari Pengenaan PPn BM, Departemen C
wajib memiliki SKB PPn BM.

2. Pengusaha Angkutan Umum..


3. Sekretariat Negara, atau
4. TNI/POLRI.

Tatacara Pengajuan Permohonan SKB PPn BM

a. Oleh Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau


yang menerima penyerahan kendaraan bermotor
(SKB PPn BM wajib dimiliki sebelum impor dan penyerahan
kendaraan bermotor) mengajukan permohonan dengan
menggunakan formulir sebagaimana Lampiran-III Kep-
229/PJ/2003 rangkap 2 (lembar ke-1 untuk disampaikan ke
KPP, lembar ke-2 untuk arsip WP).

b. Untuk pembebasan PPn BM atas impor atau penyerahan


kendaraan ambulan, Kendaraan jenazah, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan tahanan dan kendaraan
angkutan umum, permohonan dilampiri dengan :
1. fotokopi kartu NPWP.
2. surat kuasa khusus, bila menunjuk pihak lain untuk
mengurus SKB PPn BM.
3. surat keterangan atau dokumen lain yang menunjukkan
penggunaan kendaraan dimaksud.
4. surat pernyataan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan
dipindah-tangankan atau diubah peruntukkannya, dan
apabila dipindah-tangankan atau diubah peruntukannya,
bersedia membayar kembali PPn BM yang Dibebaskan
ditambah sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

416
Perpajakan untuk SMK

5. perjanjian jual-beli kendaraan bermotor, yang memuat


keterangan antara lain nama penjual, nama pembeli, jenis
dan spesifikasikendaraan yang dibeli.
6. ijin usaha dan ijin trayek yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang (untuk kendaraan umum selain taksi)
dan persetujuan/ijin prinsip yang dikeluarkan Pemda
setempat (untuk taksi).
7. khusus untuk impor kendaraan bermotor, dilengkapi
dengan dokumen impor, berupa :
- Invoice
- Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
- dokumen kontrak pembelian kendaraan yang
bersangkutan atau dokumen yang dipersamakan.
- dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit
(L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang
berkaitan dengan pembayaran.

c. Untuk pembebasan PPn BM atas impor atau penyerahan


kendaraan protokoler Kenegaraan, kendaraan dinas atau
kendaraan patroli TNI/POLRI, permohonan dilampiri dengan :
1. fotokopi kartu NPWP.
2. surat kuasa khusus, bila menunjuk puihak lain untuk
mengurus SKB PPn BM.
3. surat keterangan atau dokumen lain yang
menunjukkan penggunaan kendaraan dimaksud.
4. surat pernyataan bahwa kendaraan dimaksud tidak
akan dipindah-tangankan atau diubah peruntukannya,
dan apabila dipindah-tangankan atau diubah
peruntukannya bersedia membayar kembali PPn BM
yang Dibebaskan ditambah sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
5. kontrak atau surat perintah kerja untuk pengadaan
kendaraan bermotor dimaksud.
6. khusus untuk impor kendaraan bermotor, dilengkapi
dengan dokumen berupa :
- invoice.
- Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB).
- dokumen kontrak pembelian kendaraan yang
bersangkutan atau dokumen yang
dipersamakan.

417
Perpajakan untuk SMK

- dokumen pembayaran yang berupa Letter of


Credit (L/C) atau bukti transfer atau bukti lain
yang berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Penerbitan SKB PPn BM

Permohonan SKB PPn BM tidak dapat diberikan apabila


diajukan setelah impor atau setelah penyerahan kendaraan
bermotor. Permohonan SKB PPn BM dapat ditindak-lanjuti
apabila Orang Pribadi atau Badan yang bersangkutan tidak
mempunyai hutang pajak yang telah jatuh tempo (kecuali telah
mendapat ijin mengangsur dan menunda pembayaran). SKB
PPn BM harus sudah diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama
Dirjen Pajak paling lambat 10 hari setelah permohonan diterima
lengkap.

1. SKB PPn BM atas pembelian/perolehan kendaraan bermotor


sebagaimana Lampiran IV Kep-229/PJ/2003 dibuat dalam
rangkap 4 :
a. lembar ke-1 : untuk PKP penjual kendaraan bermotor
b. lembar ke-2 : untuk KPP di mana penjual kendaraan
bermotor terdaftar
c. lembar ke-3 : untuk WP pemohon SKB PPn BM
d. lembar ke-4 : untuk KPP penerbit SKB PPn

2. SKB PPn BM atas impor kendaraan bermotor sebagaimana


Lampiran-V Kep-229/PJ/2003 dibuat dalam rangkap 3 :
a. lembar ke-1 : untuk KP Bea dan Cukai
b. lembar ke-2 : untuk WP pemohon SKB PPn BM
c. lembar ke-3 : untuk KPP penerbit SKB PPn BM

Untuk penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari


pengenaan PPn BM :

1. Orang Pribadi atau Badan yang telah memperoleh SKB PPn


BM, menyerahkan SKB PPn BM kepada penjual pada saat
menerima penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan
dari pengenaan PPn BM.

2. PKP yang menyerahkan kendaraan bermotor tersebut, wajib


membuat faktur pajak dan membubuhkan cap “ PPn BM
DIBEBASKAN SESUAI PP NOMOR 145 TAHUN 2000
SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH
418
Perpajakan untuk SMK

TERAKHIR DENGAN PP NOMOR 43 TAHUN 2003” serta


mencantumkan Nomor dan Tanggal SKB PPn BM pada
setiap lembar faktur pajak.

Pengembalian PPn BM yang Terlanjur Dipungut

Pasal 4 Keputusan Dirjen Pajak Nomor Kep-229/PJ/2003


sebagaimana dijelaskan dalam Huruf F angka 1 dan angka 2
Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-19/PJ.51/2003.
Permohonan pengembalian PPn BM yang terlanjur dipungut
atas impor atau Penyerahan kendaraan bermotor yang
Dibebaskan dari pengenaan PPn BM dapat dilakukan oleh :

1. Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau


yang menerima penyerahan kendaraan bermotor, yaitu :
a. Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor
atau yang menerima penyerahan kendaraan
ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan tahanan.
b. Pengusaha Angkutan Umum.
c. Sekretariat Negara, atau
d. TNI/POLRI.

Contoh :
PT A sebuah perusahaan real-estate mengimpor
kendaraan pemadam kebakaran. Pada saat impor PT A
tidak memiliki SKB PPn BM, sehingga PT A wajib
membayar PPn BM atas impor kendaraan tersebut. PT A
kemudian dapat meminta pengembalian PPn BM yang
telah dibayar.

2. Importir, distributor, dealer, agen, penyalur, showroom


atau pihak ketiga lainnya.

Contoh :
PT B importer atas Surat Perintah Kerja TNI/POLRI
mengimpor kendaraan patroli TNI/POLRI. Pada waktu
impor membayar PPn-BM. PT B kemudian bisa meminta
pengembalian PPn BM yang telah dipungut, apabila
TNI/POLRI memiliki SKB PPn BM.

419
Perpajakan untuk SMK

Pengajuan Permohonan Pengembalian PPn BM yang


terlanjur dipungut :

Atas impor atau perolehan kendaraan ambulan, kendaraan


jenazah, Kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan
tahanan oleh Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor
atau menerima penyerahan :

1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis kepada


Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP di mana Orang Pribadi atau
Badan yang bersangkutan terdaftar.
2. Permohonan disertai dokumen sebagai berikut :
a. fotokopi kartu NPWP.
b. fotokopi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) kendaraan
ambulan, kendaraan Jenazah, kendaraan pemadam
kebakaran, atau kendaraan tahanan.
c. asli dan fotokopi faktur pajak dari penjual.
d. fotokopi faktur pajak dari pabrikan kepada
distributor/dealer/agen/penyalur/showroom yang di
dalamnya dicantumkan PPn BM yang telah dipungut.
e. Khusus untuk kendaraan bermotor eks impor
kendaraan CBU, dilengkapi dengan surat keterangan
yang memuat : nama, alamat dan NPWP importir
kendaraan bermotor yang diterbitkan oleh penjual
kendaraan bermotor sud.
f. Surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan
dimaksud tidak akan dipindah-tangankan atau diubah
peruntukannya dan apabila ternyata dipindah-
tangankan atau diubah peruntukannya, bersedia
membayar kembali PPn BM yang Dibebaskan
ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang
Berlaku.
g. Khusus atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan
sendiri oleh pemakai kendaraan bermotor, dilengkapi
dengan dokumen impor berupa :
- PIB dan SSPCP
- invoice
- Bill of Lading (B/L) dan Airway Bill (AWB)
- Dokumen kontrak pembelian atau purchase order
yang bersangkutan atau dokumen yang
dipersamakan.

420
Perpajakan untuk SMK

- Dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit


(L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang
berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Atas impor atau perolehan kendaraan angkutan umum oleh


Pengusaha Angkutan Umum :

1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis kepada


Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP dimana Pengusaha Angkutan
Umum terdaftar.

2. Permohonan dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut :


a. fotokopi kartu NPWP.
b. fotokopi BPKB dan STNK kendaraan angkutan umum
(plat dasar kuning) dan Surat Tanda Uji Kendaraan dari
DLLAJR.
c. asli dan fotokopi dari faktur pajak standar dari penjual.
d. fotokopi faktur pajak standar dari pabrikan kepada
distributor/dealer/agen/ penyalur/showroom yang di
dalamnya dicantumkan PPn BM yang telah dipungut.
e. khusus kendaraan impor eks kendaraan CBU dilengkapi
dengan surat keterangan yang memuat : nama, alamat
dan NPWP importir kendaraan bermotor yang diterbitkan
oleh penjual kendaraan bermotor dimaksud.
f. ijin usaha dan ijin trayek yang dikeluarkan oleh instansi
yang berwenang (untuk kendaraan umum selain taksi)
dan persetujuan/ijin prinsip yang dikeluarkan oleh Pemda
setempat (untuk taksi).
g. surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan
dimaksud tidak akan dipindah-tangankan atau diubah
peruntukannya dan apabila dipindahtangankan atau
diubah peruntukannya, bersedia membayar kembali PPn
BM yang dibebaskan ditambah sanksi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
h. khusus atas impor kendaraan angkutan umum yang
dilakukan sendiri oleh pengusaha angkutan umum,
dilengkapi dengan dokumen impor berupa :
- PIB dan SSPCP
- invoice
- Bill of Lading (B/L) atau Airway Bill (AWB)
- dokumen kontrak pembelian atau purchase order yang
bersangkutan atau dokumen yang dipersamakan.

421
Perpajakan untuk SMK

- dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit


(L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang
berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Atas impor atau penyerahan kendaraan protokoler


kenegaraan oleh Sekretariat Negara atau kendaraan dinas
atau kendaraan patroli TNI/POLRI

1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis kepada


Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP di mana Bendaharawan
TNI/POLRI atau Bendaharawan Sekretariat Negara terdaftar.

2. Permohonan disertai dokumen sebagai berikut :


a. fotokopi kartu NPWP Bendaharawan TNI/POLRI atau
Bendaharawan Sekretariat Negara.
b. fotokopi BPKB atau STNK kendaraan dinas atau
kendaraan patroli TNI/POLRI atau kendaraan protokoler
kenegaraan.
c. asli dan fotokopi faktur pajak dari penjual.
d. fotokopi faktur pajak dari pabrikan kepada
distributor/dealer/agen/penyalur/showroom yang di
dalamnya dicantumkan PPn BM yang telah dipungut.
e. khusus untuk kendaraan bermotor impor kendaraan CBU
dilengkapi dengan surat keterangan yang memuat : nama,
alamat dan NPWP importir kendaraan bermotor yang
diterbitkan oleh penjual kendaraan bermotor dimaksud.
f. surat pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan
bermotor dimaksud tidak akan dipindah-tangankan atau
diubah peruntukannya dan apabila ternyata dipindah-
tangankan atau diubah peruntukannya. Bersedia
membayar kembali PPn BM yang Dibebaskan ditambah
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. khusus atas impor kendaraan bermotor yang dilakukan
sendiri oleh TNI/POLRI atau Sekretariat Negara,
dilengkapi dengan dokumen impor berupa :
- PIB dan SSPCP
- invoice
- Bill of Lading atau Airway Bill (AWB)
- dokumen kontrak pembelian atau purchase order yang
bersangkutan atau dokumen yang dapat
dipersamakan.

422
Perpajakan untuk SMK

- dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit


(L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang
berkaitan dengan pembayaran tersebut.

Oleh importir/distributor/dealer/agen/penyalur/showroom

1. Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis kepada


Dirjen Pajak c.q. Kepala KPP di mana importir / distributor /
dealer / agen / penyalur / showroom terdaftar.

2. Permohonan disertai dengan dokumen :


a. fotokopi kartu NPWP
b. SKB PPn BM atas nama pembeli atau pihak yang
menerima penyerahan kendaraan bermotor
dimaksud.
c. khusus untuk selain importir dilengkapi dengan
dokumen berupa :
- fotokopi faktur pajak dari pabrikan kepada
distributor/dealer/agen/penyalur/showroom yang di
dalamnya dicantumkan PPn BM yang telah
dipungut.
- khusus untuk kendaraan bermotor eks impor
kendaraan CBU dilengkap dengan surat
keterangan yang memuat nama, alamat dan
NPWP importir kendaraan bermotor yang
diterbitkan oleh penjual kendaraan bermotor
dimaksud.
d. khusus untuk importir (termasuk pabrikan/ distributor
/dealer /agen/ penyalur/ showroom serta pihak lain
yang bertindak sebagai importir) dilengkapi dengan
dokumen impor berupa :
- PIB dan SSPCP
- invoice
- Bill of Lading atau Airway Bill (AWB)
- dokumen kontrak pembelian atau purchase order
yang bersangkutan atau dokumen yang dapat
dipersamakan.
- dokumen pembayaran yang berupa Letter of Credit
(L/C) atau bukti transfer atau bukti lainnya yang
berkaitan dengan pembayaran tersebut.

423
Perpajakan untuk SMK

e. Akuntansi Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

Contoh 1:

PT. ABC memproduksi BKPTM (Barang Kena Pajak Tergolong Mewah)


dalam bulan Maret 2007 menjual barang kepada PT. ABX sebagai
berikut:
Harga barang Rp. 50.000.000,00 PPN 10% dan PPnBM 20%.

Perhitungan PPN dan PPnBM :

Harga barang Rp. 50.000.000,00


PPN (10% X 50.000.000) Rp 5.000.000,00
PPn BM (20% X 50.000.000) Rp. 10.000.000,00
Jumlah harga yang dibebankan kepada PT. ABX Rp. 65.000.000,00

Perlakuan Akuntansi:
- Bagi Pemungut :
Dicatat sebagai Utang PPnBM (Kelompok Utang Lancar) atau
Utang ke Kas Negara.
- Bagi Terpungut:
PPnBM yang telah dibayar dicatat sebagai nilai
Perolehan/dikapitalisasi/menambah nilai perolehan barang.

Bagi pemungut mempunyai kewajiban melapor dan menyetor


PPnBM.

Penyetoran : tanggal 15 bulan berikutnya atau


1 hari setelah pemungutan untuk PPnBM impor.
Pelaporan : bersama-sama dengan pelaporan masa (SPM) PPN
tanggal 20 bulan berikutnya.

Lebih jelasnya perlakuan akuntansi PPnBM (kaitannya dengan


contoh diatas) bila dituangkan dalam bentuk jurnal sbb:

Jurnal bagi PT. ABC sebagai penjual/pemungut PPnBM:

Kas/Piutang Rp. 65.000.000,00


PPN Keluaran Rp. 5.000.000,00
Utang PPnBM Rp. 10.000.000,00
Penjualan Rp. 50.000.000,00

424
Perpajakan untuk SMK

Jurnal bagi PT. ABX sebagai pembeli/yang terpungut PPnBM:

Pembelian/Persediaan Rp. 60.000.000,00


PPN Masukan Rp. 5.000.000,00
Kas/Utang Rp. 65.000.000,00

Keterangan:
- Apabila PT. ABX akan menjual lagi barang yang dibeli dari PT. ABC
tersebut maka PT. ABX tidak boleh lagi memungut PPnBM namun
masih boleh memungut PPN ke konsumennya.

Apabila diketahui dalam Harga Jual Barang sudah termasuk PPnBM dan
PPN (included PPN dan PPnBM).

Maka cara menghitung PPN dan PPnBM adalah:

PPN = 10 X Harga Barang


110 + t

PPnBM = == t X Harga Barang


110 + t

T = tarif PPnBM

Bila dalam harga barang termasuk PPN maka PPN


= 10/110 X Harga Barang.

Harga Jual = 100/110 X Harga Barang.

Contoh 2:

Harga barang Rp. 1.300.000,. termasuk PPN dan PPnBM 20%, maka

PPN = 10 X Rp. 1.300.000,00 = Rp. 100.000,00


110 + 20

PPnBM = 20 X Rp. 1.300.000,00 = Rp. 200.000,00


110 + 20

425
Perpajakan untuk SMK

Contoh 3:

Harga barang Rp. 27.500.000,00 termasuk PPN.

Maka PPN dihitung:

10/110 X Rp. 27.500.000,00 = Rp. 2.500.000,00


Harga Jual = 100/110 X Rp. 27.500.000,00 = Rp. 25.000.000,00

Catatan:
Apabila harga barang sudah termasuk PPnBM saja, hal ini jarang terjadi
karena PPn BM dikenakan terhadap BKPTM. Sehingga barang yang
terkena PPnBM selalu diikuti dengan PPN.

426
PBB
(PAJAK BUMI DAN ATAU BANGUNAN)

Bab ini membahas tentang :

; Objek PBB
; Objek PBB yang Dikecualikan
; Subjek & Wajib Pajak
; Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
; Cara Penghitungan Pajak
; Tahun Pajak, Saat & Tempat Pajak Terutang
; Pendaftaran & Pendataan Objek Pajak
; Penagihan PBB
; Keberatan & Pengurangan
; Contoh Penghitungan PBB Atas Bumi dan Bangunan
; Perlakuan Akuntansi
Aduh terima
SPPT lagi…..
NJOP-nya tinggi
lagi...

Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang harus dibayar atas objek bumi
dan/atau bangunan, ditagih oleh fiskus berdasarkan SPPT (Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang). Meskipun PBB termasuk pajak pusat namun sistem
pemungutannya lebih mendekati ke Official Assessment System.
Perpajakan untuk SMK

PBB
(PAJAK BUMI DAN/ATAU BANGUNAN)

1. OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Objek PBB → : “Bumi dan atau Bangunan”.


Bumi : - permukaan bumi :
► tanah / daratan
► perairan :
● pedalaman (sungai, terusan, danau, rawa,
tambak, dll)
● laut (teluk, selat, lautan/samudra) batas : 200
mil (ZEE)
- tubuh bumi
Bangunan : “Konstruksi teknik yang ditanamkan atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau
perairan di wilayah RI”. → tempat tinggal,
tempat usaha atau tempat yang diusahakan.

Termasuk dalam pengertian bangunan:

● jalan lingkungan yang berada dalam suatu komplek


bangunan yang merupakan satu kesatuan dengan
komplek bangunan tsb.
● jalan tol
● kolam renang
● tempat olah raga
● galangan kapal, dermaga
● pagar / taman mewah
● tempat penampungan / kilang minyak, air, dan gas, serta
pipa minyak
● fasilitas lain yang memberi manfaat

429
Perpajakan untuk SMK

a. Objek Pajak Umum

Objek Pajak Umum adalah objek pajak yang memiliki konstruksi


umum dengan keluasan tanah berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu. Objek pajak umum terdiri atas:

1. Objek Pajak Standar

Objek Pajak Standar adalah objek-objek pajak yang memenuhi


kriteria-kriteria sebagai berikut :

Tanah : ≤ 10.000 m2
Bangunan : Jumlah lantai ≤ 4
Luas bangunan : ≤ 1.000 m2

2. Objek Pajak Non Standar

Objek Pajak Non Standar adalah objek-objek pajak yang


memenuhi salah satu dari kriteria-kriteria sebagai berikut :

Tanah : > 10.000 m2


Bangunan : Jumlah lantai > 4
Luas bangunan : > 1.000 m2

b. Objek Pajak Khusus

Objek Pajak Khusus adalah objek pajak yang memiliki konstruksi


khusus atau keberadaannya memiliki arti yang khusus seperti :
lapangan golf, pelabuhan laut, pelabuhan udara, jalan tol, pompa
bensin dan lain-lain.

1. Menurut Ketetapan PBB → berdasarkan ketetapan PBB terutang


tahun berjalan

a. Buku I : Rp. 0,- s.d. Rp. 100.000,-


b. Buku II : Rp. 100.001,- s.d. Rp. 500.000,-
c. Buku III : Rp. 500.001,- s.d. Rp. 2.000.000,-
d. Buku IV : Rp. 2.000.001,- s.d. Rp. 5.000.000,-
e. Buku V : Rp. 5.000.001,- s.d. Rp……………..?

2. Menurut Klasifikasi → menurut nilai jualnya & dijadikan sebagai


pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terutang

430
Perpajakan untuk SMK

Klasifikasi : ( Menurut Kepmenkeu No : 523/KMK.04/1998 )


- Bumi : A : Kelas 50 ( Rp.140,- ) s.d. Kelas 1 ( Rp. 3.100.000,- )
- Bumi : B : Kelas 50 ( Rp. 3.375.000,- ) s.d.Kelas 1
( Rp. 68.545.000,- )

KLASIFIKASI PENGGOLONGAN DAN KETENTUAN NILAI JUAL


BERDASARKAN KEP.MEN.KEU NO : 523/KMK.04/1998
BUMI

KELOMPOK A
NJOP
Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi Penggolongan Nilai Jual Bumi Bumi
Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)
1 > 3.000.000 s.d 3.200.000 3.100.000 26 > 178.000 s.d 223.000 200.0000
2 > 2.850.000 s.d 3.000.000 2.925.000 27 > 142.000 s.d 178.000 160.0000
3 > 2.708.000 s.d 2.850.000 2.779.000 28 > 114.000 s.d 142.000 128.0000
4 > 2.573.000 s.d 2.708.000 2.640.000 29 > 91.000 s.d 114.000 103.0000
5 > 2.444.000 s.d 2.573.000 2.508.000 30 > 73.000 s.d 91.000 82.0000
6 > 2.261.000 s.d 2.444.000 2.352.000 31 > 55.000 s.d 73.000 64.0000
7 > 2.091.000 s.d 2.261.000 2.176.000 32 > 41.000 s.d 55.000 48.0000
8 > 1.934.000 s.d 2.091.000 2.013.000 33 > 31.000 s.d 41.000 36.0000
9 > 1.789.000 s.d 1.934.000 1.862.000 34 > 23.000 s.d 31.000 27.0000
10 > 1.665.000 s.d 1.789.000 1.722.000 35 > 17.000 s.d 23.000 20.0000
11 > 1.490.000 s.d 1.665.000 1.573.000 36 > 12.000 s.d 17.000 14.0000
12 > 1.341.000 s.d 1.490.000 1.416.000 37 > 8.400 s.d 12.000 10.0000
13 > 1.207.000 s.d 1.341.000 1.274.000 38 > 5.900 s.d 8.400 7.1500
14 > 1.086.000 s.d 1.207.000 1.147.000 39 > 4.100 s.d 5.900 5.0000
15 > 977.000 s.d 1.086.000 1.032.000 40 > 2.900 s.d 4.100 3.5000
16 > 855.000 s.d 977.000 916.000 41 > 2.000 s.d 2.900 2.4500
17 > 748.000 s.d 855.000 802.000 42 > 1.400 s.d 2.000 1.7000
18 > 655.000 s.d 748.000 702.000 43 > 1.050 s.d 1.000 1.2000
19 > 573.000 s.d 655.000 614.000 44 > 760 s.d 1.050 900
20 > 501.000 s.d 573.000 537.000 45 > 550 s.d 760 660
21 > 426.000 s.d 501.000 464.000 46 > 410 s.d 550 400
22 > 362.000 s.d 426.000 394.000 47 > 310 s.d 410 350
23 > 308.000 s.d 362.000 335.000 48 > 240 s.d 310 270
24 > 262.000 s.d 308.000 285.000 49 > 170 s.d 240 200
25 > 223.000 s.d 262.000 243.000 50 < 170 140

431
Perpajakan untuk SMK

KELOMPOK B
Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bumi
Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)
1 > 67.390.000 s.d 69.700.000 68.545.000 26 > 22.640.000 s.d 23.950.000 23.295.000
2 > 65.120.000 s.d 37.390.000 66.225.000 27 > 21.370.000 s.d 22.640.000 22.005.000
3 > 62.890.000 s.d 65.120.000 64.005.000 28 > 20.140.000 s.d 21.370.000 20.755.000
4 > 60.700.000 s.d 62.890.000 91.795.000 29 > 18.950.000 s.d 20.140.000 19.545.000
5 > 58.550.000 s.d 60.700.000 59.625.000 30 > 17.800.000 s.d 18.950.000 18.375.000
6 > 56.440.000 s.d 58.550.000 57.495.000 31 > 16.690.000 s.d 17.800.000 17.245.000
7 > 54.370.000 s.d 56.440.000 55.405.000 32 > 15.620.000 s.d 16.690.000 16.155.000
8 > 52.340.000 s.d 54.370.000 53.355.000 33 > 14.590.000 s.d 15.620.000 15.105.000
9 > 50.350.000 s.d 52.340.000 51.345.000 34 > 13.600.000 s.d 14.590.000 14.095.000
10 > 48.400.000 s.d 50.350.000 49.375.000 35 > 12.650.000 s.d 13.600.000 13.125.000
11 > 46.490.000 s.d 48.400.000 47.445.000 36 > 11.740.000 s.d 12.650.000 12.195.000
12 > 44.620.000 s.d 46.490.000 45.555.000 37 > 10.870.000 s.d 11.740.000 11.305.000
13 > 42.700.000 s.d 44.620.000 43.705.000 38 > 10.040.000 s.d 10.870.000 10.455.000
14 > 41.000.000 s.d 42.700.000 41.895.000 39 > 9.250.000 s.d 10.040.000 9.645.000
15 > 39.250.000 s.d 41.000.000 40.125.000 40 > 8.500.000 s.d 9.250.000 8.875.000
16 > 37.540.000 s.d 39.250.000 38.395.000 41 > 7.790.000 s.d 8.500.000 8.145.000
17 > 35.870.000 s.d 37.540.000 36.705.000 42 > 7.120.000 s.d 7.790.000 7.455.000
18 > 34.240.000 s.d 35.870.000 35.055.000 43 > 6.490.000 s.d 7.120.000 6.805.000
19 > 32.650.000 s.d 34.240.000 33.445.000 44 > 5.900.000 s.d 6.490.000 6.195.000
20 > 31.100.000 s.d 32.650.000 31.875.000 45 > 5.350.000 s.d 5.900.000 5.625.000
21 > 29.590.000 s.d 31.100.000 30.345.000 46 > 4.840.000 s.d 5.350.000 5.095.000
22 > 28.120.000 s.d 29.590.000 28.855.000 47 > 4.370.000 s.d 4.840.000 4.605.000
23 > 26.690.000 s.d 28.120.000 27.405.000 48 > 3.940.000 s.d 4.370.000 4.155.000
24 > 25.300.000 s.d 26.690.000 25.995.000 49 > 3.550.000 s.d 3.940.000 3.745.000
25 > 23.950.000 s.d 25.300.000 24.625.000 50 > 3.200.000 s.d 3.550.000 3.375.000

- Bangunan :
A : Kelas 20 ( Rp. 50.000,- ) s.d. Kelas 1 ( Rp. 1.200.000,- )
B : Kelas 20 ( Rp. 1.516.000,- ) s.d. Kelas 1 ( Rp. 15.250.000,- )

432
Perpajakan untuk SMK

KLASIFIKASI PENGGOLONGAN DAN KETENTUAN NILAI JUAL


BERDASARKAN KEP.MEN.KEU NO : 523/KMK.04/1998
Bangunan

KELOMPOK B KELOMPOK A
Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bm Penggolongan Nilai Jual Bumi NJOP Bm
Kelas (Rp/m2) (Rp/m2) Kelas (Rp/m2) (Rp/m2)
1 > 14.700.000 s.d 15.800.000 15.250.000 1 > 1.034.000 s.d 1.366.000 1.200.000
2 > 13.600.000 s.d 14.700.000 14.150.000 2 > 902.000 s.d 1.034.000 968.000
3 > 12.550.000 s.d 13.600.000 13.075.000 3 > 744.000 s.d 902.000 823.000
4 > 11.550.000 s.d 12.550.000 12.050.000 4 > 656.000 s.d 744.000 700.000
5 > 10.600.000 s.d 11.550.000 11.075.000 5 > 534.000 s.d 656.000 595.000
6 > 9.700.000 s.d 10.600.000 10.150.000 6 > 476.000 s.d 534.000 505.000
0 > 8.850.000 s.d 9.700.000 9.275.000 7 > 382.000 s.d 476.000 429.000
8 > 8.050.000 s.d 8.850.000 8.450.000 8 > 348.000 s.d 382.000 365.000
9 > 7.300.000 s.d 8.050.000 7.675.000 9 > 272.000 s.d 348.000 310.000
10 > 6.600.000 s.d 7.300.000 6.950.000 10 > 256.000 s.d 272.000 264.000
11 > 5.850.000 s.d 6.600.000 6.225.000 11 > 194.000 s.d 256.000 225.000
12 > 5.150.000 s.d 5.850.000 5.500.000 12 > 188.000 s.d 194.000 191.000
13 > 4.500.000 s.d 5.150.000 4.825.000 13 > 136.000 s.d 188.000 162.000
14 > 3.900.000 s.d 4.500.000 4.200.000 14 > 128.000 s.d 136.000 132.000
15 > 3.350.000 s.d 3.900.000 3.625.000 15 > 104.000 s.d 128.000 116.000
16 > 2.850.000 s.d 3.350.000 3.100.000 16 > 92.000 s.d 104.000 98.000
17 > 2.400.000 s.d 2.850.000 2.625.000 17 > 74.000 s.d 92.000 83.000
18 > 2.000.000 s.d 2.400.000 2.200.000 18 > 68.000 s.d 74.000 71.000
19 > 1.666.000 s.d 2.000.000 1.833.000 19 > 52.000 s.d 68.000 60.000
20 > 1.366.000 s.d 1.666.000 1.516.000 20 < 52.000 50.000

2. OBYEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YANG DIKECUALIKAN

Yang termasuk objek yang dikecualikan adalah objek yang digunakan:

1. Semata-mata untuk melayani kepentingan umum*) dibidang


ibadah, sosial, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang
tidak dimaksudkan memperoleh keuntungan (seperti : masjid,
gereja, rumah sakit pemerintahsekolah, panti asuhan, candi, dll)
*)
diket dari AD/ART yayasan/badan yang bergerak dibidang tsb,
termasuk hutan wisata milik negara

433
Perpajakan untuk SMK

2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang


sejenis.
3. Merupakan hutan (lindung, suaka alam, wisata), taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dengan azas timbal balik,
dan badan / perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.

3. SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Subjek Pajak → orang pribadi / badan → secara nyata :

► mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau ;


► memperoleh manfaat atas bumi, dan atau;
► memiliki, menguasai atas bangunan, dan atau;
► memperoleh manfaat atas bangunan.

yang atasnya dikenakan kewajiban untuk membayar pajak → Wajib


Pajak

Dalam hal suatu objek pajak belum jelas siapa wajib pajaknya
Dirjen Pajak c.q. KPPBB menetapkan subjek pajak sebagai wajib
pajak. Penunjukan ini bukan merupakan bukti kepemilikan hak dari
suatu objek pajak (tidak terkait yuridis formal / recht → hanya fiskal
kadaster).

4. DASAR PENGENAAN PAJAK

Dasar pengenaan PBB adalah : “Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP )


“yang ditentukan perwilayah berdasarkan keputusan Kakanwil Ditjen
Pajak yang pelaksanaan kegiatannya dilakukan dengan Pendekatan
Penilaian.

a. Pendekatan Penilaian
Sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 3 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994, maka dalam penentuan
NJOP dikenal tiga pendekatan penilaian, yaitu :

434
Perpajakan untuk SMK

1. Pendekatan Data Pasar


Pendekatan data pasar dilakukan dengan cara
membandingkan objek pajak yang akan dinilai dengan
objek pajak lain yang sejenis yang nilai jualnya sudah
diketahui dengan melakukan penyesuaian yang
dipandang perlu. Persyaratan utama yang harus dipenuhi
dalam penerapan, pendekatan ini adalah tersedianya data
jual beli atau harga sewa yang wajar. Pendekatan data
pasar terutama diterapkan untuk penentuan NJOP bumi,
dan untuk objek tertentu dapat juga dipergunakan untuk
penentuan NJOP bangunan.

2. Pendekatan Biaya
Pendekatan biaya digunakan untuk penilaian bangunan,
yaitu dengan cara memperhitungkan biaya-biaya yang
dikeluarkan untuk membuat bangunan baru objek yang
dinilai dan dikurangi penyusutan. Perkiraan biaya
dilakukan dengan cara menghitung biaya setiap
komponen utama bangunan, material dan fasilitas lainnya.

3. Pendekatan Kapitalisasi Pendapatan


Pendekatan kapitalisasi pendapatan dilakukan dengan
cara menghitung atau memproyeksikan seluruh
pendapatan sewa/penjualan dalam satu tahun dari objek
pajak yang dinilai dikurangi dengan kekosongan, biaya
operasi dan/atau hak pengusaha. Selanjutnya
dikapitalisasikan dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu.
Pendekatan ini pada umumnya diterapkan untuk objek-
objek komersial, yang dibangun untuk
usaha/menghasilkan pendapatan seperti hotel,
apartemen, gedung perkantoran yang disewakan,
pelabuhan udara, pelabuhan laut, tempat rekreasi dan lain
sebagainya. Dalam penentuan NJOP, penilaian
berdasarkan pendekatan kapitalisasi pendapatan dipakai
juga sebagai alat penguji terhadap nilai yang dihasilkan
dengan pendekatan lainnya.

b. Cara Penilaian
Mengingat jumlah objek pajak yang sangat banyak dan menyebar
di seluruh wilayah Indonesia, sedangkan jumlah tenaga penilai
dan waktu penilaian dilakukan yang tersedia sangat terbatas,
maka pelaksanaan dengan dua cara (Lampiran 21), yaitu:

435
Perpajakan untuk SMK

1. Penilaian Massal
Dalam sistem ini NJOP bumi dihitung berdasarkan NIR
yang terdapat pada setiap ZNT, sedangkan NJOP
bangunan dihitung berdasarkan DBKB. Perhitungan
penilaian massal dilakukan terhadap objek pajak dengan
menggunakan program komputer konstruksi umum
(Computer Assisted Valuation/CAV).

2. Penilaian Individual
Penilaian Individual diterapkan untuk objek pajak umum
yang bernilai tinggi (tertentu), baik objek pajak khusus,
ataupun objek pajak umum yang telah dinilai dengan CAV
namun hasilnya tidak mencerminkan nilai yang
sebenarnya karena keterbatasan aplikasi program. Proses
penilaiannya adalah dengan memperhitungkan seluruh
karakteristik dari objek pajak tersebut.

Pelaksanaan pendataan dilakukan dengan menggunakan


SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak) dan LSPOP
(Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak), sedangkan
untuk data-data tambahan dengan menggunakan LKOK
(Lembar Kerja Objek Pajak) ataupun dengan lembar
catatan lain untuk menampung informasi tambahan sesuai
keperluan penilaian masing-masing objek pajak. Proses
penghitungan nilai dilaksanakan dengan menggunakan
formulir penilaian sebagaimana dalam lampiran Buku
Petunjuk Teknis Penilaian Objek Khusus PBB atau
dengan lembaran khusus untuk objek-objek tertentu
seperti jalan tol, bandar udara, pelabuhan laut, lapangan
golf, pompa bensin dan lain-lain. Setiap penilaian harus
memperhatikan tanggal penilaian yang menjadi dasar
ketetapan PBB per 1 Januari tahun pajak sebagaimana
diatur pada Pasal 8 ayat 2 UU No. 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 12 Tahun 1994.

Batas Nilai Jual Objek Pajak yang tidak kena pajak atas
bumi dan atau bangunan (NJOPTKP) besarnya maksimal
Rp. 8.000.000,- untuk setiap Kota/Kabupaten menurut
Undang – Undang No. 12 tahun 1985 j. o Undang –
Undang No. 12 tahun 1994 (max Rp. 12.000.000,-
menurut Kepmenkeu No. 201/KMK.04/2000) dengan
ketentuan :
436
Perpajakan untuk SMK

» a. Setiap wajib pajak berhak memperoleh pengurangan


NJOPTKP sekali dalam setahun
» b. Jika wajib pajak memiliki beberapa objek pajak, maka
yang mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya
satu objek pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa
digabungkan dengan objek pajak lainnya.

5. CARA PENGHITUNGAN PAJAK

a. Unsur-unsur yang tidak boleh dilupakan dalam melakukan


penghitungan :

1. Tarif Pajak : Tarif Tunggal : 0,5%


mencerminkan wujud :
- kesederhanaan
- kemudahan pelaksanaan
- kemudahan pengawasan (baik oleh fiskus maupun
wajib pajak)

2. Dasar Pengenaan : Nilai Jual Objek Pajak ( NJOP )


3. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ( NJOPTKP )
4. Dasar Perhitungan : Nilai Jual Kena Pajak ( NJKP ).

Menurut PP. No. 25 Thn 2000 → NJKP :

a. 20 %, meliputi : - pedesaan
- perkotaan
dengan nilai kurang dari 1 Milyar

b. 40 %, meliputi : - perkebunan
- perhutanan
- pertambangan
pedesaan dan perkotaan dengan
nilai 1 Milyar atau lebih

b. Rumus Penghitungan

PBB Terutang = Tarif x Nilai Jual Kena Pajak

437
Perpajakan untuk SMK

Dengan ketentuan :
a. NJKP = 20 %
→ PBB Terutang = 0,5 % x 20 % x ( NJOP – NJOPTKP )
= 0,1 % x ( NJOP – NJOPTKP )
b. NJKP = 40 %
→ PBB Terutang = 0,5 % x 40 % x ( NJOP – NJOPTKP )
= 0,2 % x ( NJOP – NJOPTKP )

6. TAHUN PAJAK, SAAT, DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG

a. Tahun Pajak PBB : jangka waktu satu (1) tahun takwim


b. Saat Pajak Terutang : kondisi objek pajak per 1 Januari
c. Tempat Pajak Terutang: berdasarkan posisi atau letak objek
pajak tersebut berada.

7. PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OBYEK PAJAK

a. Pendaftaran Objek dan Subjek PBB


Pendaftaran objek PBB dilakukan oleh subjek pajak dengan
cara mengisi formulir SPOP dengan :
- Jelas → jangan sampai menimbulkan salah tafsir yang
merugikan kedua belah pihak ( fiskus / wajib pajak )
- benar → harus sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dari
objek pajak
- lengkap → semua data yang diperlukan diisi dan ditulis
dengan lengkap sesuai dengan karakteristik objek pajak
serta ditandatangani dan diserahkan kembali ke Kantor
Pelayanan PBB setempat dilampiri bukti-bukti pendukung :
• sket / denah letak objek pajak
• fotokopi identitas diri
• fotokopi bukti kepemilikan
• bukti pendukung lainnya

Seorang wajib pajak mengisi dan mengembalikan SPOP dalam


hal :
1. Objek pajak belum terdaftar
2. Sudah terdaftar, namun data objek pajaknya :
- belum / tidak lengkap
- belum / tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
3. Objek pajak yang mengalami mutasi kepemilikan
438
Perpajakan untuk SMK

4. Peruntukannya berubah
5. Dilakukan pendataan dan penilaian

2.Pendataan Objek dan Subjek PBB


Pendataan dilakukan oleh Kantor Pelayanan PBB dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
yang dilakukan minimal untuk satu (1) wilayah administrasi desa /
kelurahan dengan cara :
a.Penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
b.Identifikasi objek pajak
c.Verifikasi objek pajak
d.Pengukuran bidang objek pajak

Pendataan Objek Dan Subjek PBB Sekarang Ini lebih dikenal Dengan
Istilah SISMIOP Yaitu Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak Yang
Diatur Dalam Keputusan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor :
Kep-533/Pj/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pendaftaran,
Pendataan Dan Penilaian Objek Dan Subjek Pajak Bumi Dan Bangunan
(PBB) Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data
Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak ( S I S M I O P ) yang Isinya :

Struktur/Bagan Umum

i. SISMIOP terdiri atas 5 (lima) unsur dan beberapa


subsistem. Di dalamnya terdapat unsur NOP, Blok, ZNT,
DBKB, dan Program Komputer, serta subsistem pendataan,
subsistem penilaian dan pengenaan, subsistem penagihan,
sub sistem penerimaan, dan subsistem Pelayanan Satu
Tempat.
ii. Subsistem tersebut di atas masing-masing melakukan
fungsi yang berlainan, tetapi menggunakan basis data yang
sama.
iii. Untuk mengoperasikan sistem ini dengan bantuan
komputer, setiap objek pajak diberi NOP sebagai tanda
pengenal yang unik, permanen, dan standar.
iv. NOP merupakan alat yang dapat mengintegrasikan fungsi-
fungsi dari masing-masing subsistem yang ada dalam
SISMIOP dalam rangka pemenuhan fungsi dan tugas
pokok Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan.

439
Perpajakan untuk SMK

Unsur-Unsur Pokok SISMIOP

SISMIOP terdiri atas 5 (lima) unsur yaitu NOP, Blok, ZNT, DBKB,
dan Program Komputer.

1. Nomor Objek Pajak (NOP)

Spesifikasi Nomor Objek Pajak (NOP)


Penomoran objek pajak merupakan salah satu elemen kunci
dalam pelaksanaan pemungutan PBB dalam arti luas.
Spesifikasi NOP dirancang sebagai berikut :
o Unik, artinya satu objek PBB memperoleh satu NOP dan
berbeda dengan NOP untuk objek PBB lainnya.
o Tetap, artinya NOP yang diberikan pada satu objek PBB
tidak berubah dalam jangka waktu yang relatif lama.
o Standar, artinya hanya ada satu sistem pemberian NOP
yang berlaku secara nasional.

Maksud dan Tujuan Pemberian NOP


• Untuk menciptakan identitas yang standar bagi semua
objek Pajak Bumi dan Bangunan secara nasional, sehingga
semua aparat pelaksana Pajak Bumi dan Bangunan
mempunyai pemahaman yang sama atas segala informasi
yang terkandung dalam NOP.
• Untuk menertibkan administrasi objek PBB dan
menyederhanakan administrasi pembukuan, sehingga
sesuai dengan keperluan pelaksanaan PBB. Dalam
pelaksanaannya NOP juga identik dengan Nomor SPPT
(Surat Pemberitahuan Pajak Terutang), STTS (Surat Tanda
Terima Setoran), dan DHKP (Daftar Himpunan Ketetapan
PBB).
• Untuk membentuk file induk PBB (master file) yang terdiri
atas beberapa file yang saling berkaitan melalui NOP.

Manfaat Penggunaan NOP


o Mempermudah mengetahui lokasi/letak objek pajak.
o Mempermudah untuk mengadakan pemantauan
penyampaian dan pengembalian Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) sehingga dapat diketahui objek yang
belum/sudah terdaftar.
o Sebagai sarana untuk mengintegrasikan data atributik dan
data grafis (peta) PBB.

440
Perpajakan untuk SMK

o Mengurangi kemungkinan adanya ketetapan ganda.


o Memudahkan penyampaian SPPT, sehingga dapat diterima
wajib pajak tepat pada waktunya.
o Memudahkan pemantauan data tunggakan.
o Dengan adanya NOP wajib pajak mendapatkan identitas
untuk setiap objek pajak yang dimiliki atau dikuasainya.

Tata Cara Pemberian NOP


Secara rinci tata cara pemberian NOP diatur dalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-28/PJ.6/1992
tanggal 12 Juni 1992 tentang Petunjuk Teknis Nomor Objek
Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan.

2. Blok

Blok ditetapkan menjadi suatu areal pengelompokan bidang


tanah terkecil untuk digunakan sebagai petunjuk lokasi objek
pajak yang unik dan permanen. Syarat utama sistem
identifikasi objek pajak adalah stabilitas. Perubahan yang
terjadi pada sistem identifikasi dapat menyulitkan
pelaksanaan dan administrasi. Alasan kestabilan ini yang
menyebabkan RT/RW/RK atau sejenisnya yang cenderung
mengalami perubahan yang relatif tinggi tidak dimanfaatkan
sebagai salah satu komponen untuk mengidentifikasi objek
pajak yang bersifat permanen dalam jangka panjang.
Sehingga apabila RT/RW/RK atau sejenisnya dimasukkan
sebagai bagian dari NOP/blok dapat menyebabkan NOP/blok
tidak permanen. Blok merupakan komponen utama untuk
identifikasi objek pajak. Jadi penetapan definisi serta
pemberian kode blok semantap mungkin sangat penting untuk
menjaga agar identifikasi objek pajak tetap bersifat permanen.

Untuk menjaga kestabilan, batas-batas suatu blok harus


ditentukan berdasarkan suatu karakteristik fisik yang tidak
berubah dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu, batas-
batas blok harus memanfaatkan karakteristik batas geografis
permanen yang ada, jalan bebas hambatan, jalan arteri, jalan
lokal, jalan kampung/desa, jalan setapak/lorong/gang, rel
kereta api, sungai, saluran irigasi, saluran buangan air hujan
(drainage), kanal, dan lain-lain.

441
Perpajakan untuk SMK

Dalam membuat batas blok, persyaratan lain yang harus


dipenuhi adalah tidak diperkenankan melampaui batas
desa/kelurahan dan dusun. Batas lingkungan dan RT/RW/RK
atau sejenisnya tidak perlu diperhatikan dalam penentuan
batas blok. Dengan demikian dalam satu blok kemungkinan
terdiri atas satu RT/RW/RK atau sejenisnya atau lebih.

Satu blok dirancang untuk dapat menampung lebih kurang


200 objek pajak atau luas sekitar 15 ha, hal ini untuk
memudahkan kontrol dan pekerjaan pendataan di lapangan
dan administrasi data. Namun jumlah objek pajak atau
wilayah yang luasnya lebih kecil atau lebih besar dari angka di
atas tetap diperbolehkan apabila kondisi setempat tidak
memungkinkan menerapkan pembatasan tersebut. Untuk
menciptakan blok yang mantap, maka pemilihan batas-batas
blok harus seksama. Kemungkinan pengembangan wilayah di
masa mendatang penting untuk dipertimbangkan sehingga
batas-batas blok yang dipilih dapat tetap dijamin
kestabilannya.

Kecuali dalam hal yang luar biasa, misalnya perubahan


wilayah administrasi, blok tidak boleh diubah karena kode
blok berkaitan dengan semua informasi yang tersimpan di
dalam basis data.

3. Zona Nilai Tanah (ZNT)

ZNT sebagai komponen utama identifikasi nilai objek pajak


bumi mempunyai satu permasalahan yang mendasar, yaitu
kesulitan dalam menentukan batasnya karena pada umumnya
bersifat imajiner. Oleh karena itu secara teknis, penentuan
batas ZNT mengacu pada batas penguasaan/pemilikan atas
bidang objek pajak. Persyaratan lain yang perlu diperhatikan
adalah perbedaan nilai tanah antar zona. Perbedaan tersebut
dapat bervariasi misalnya 10%. Namun pada praktiknya
penentuan suatu ZNT dapat didasarkan pada tersedianya data
pendukung (data pasar) yang dianggap layak untuk dapat
mewakili nilai tanah atas objek pajak yang ada pada ZNT yang
bersangkutan.

Penentuan nilai jual bumi sebagai dasar pengenaan Pajak


Bumi dan Bangunan cenderung didasarkan kepada
442
Perpajakan untuk SMK

pendekatan data pasar. Oleh karena itu keseimbangan antar


zona yang berbatasan dalam suatu wilayah administrasi
pemerintahan mulai dari tingkat yang terendah sampai dengan
tingkat tertinggi perlu diperhatikan.

Informasi yang berkaitan dengan letak geografis diwujudkan


dalam bentuk peta atau sket. Salah satu hal terpenting adalah
pemberian kode untuk setiap ZNT. Hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan menentukan letak relatif objek pajak di lapangan
maupun untuk kepentingan lainnya dalam pengenaan Pajak
Bumi dan Bangunan. Setiap ZNT diberi kode dengan
menggunakan kombinasi dua huruf dimulai dari AA sampai
dengan ZZ. Aturan pemberian kode pada peta ZNT mengikuti
pemberian nomor blok pada peta desa/kelurahan atau NOP
pada peta blok (secara spiral).

4. Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB)

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12


tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan, objek Pajak Bumi dan Bangunan
adalah bumi dan/atau bangunan. Sebagaimana dengan bumi,
bangunan juga harus ditentukan nilai jualnya.

Nilai Jual Objek Pajak Bangunan dihitung berdasarkan biaya


pembuatan baru untuk bangunan tersebut dikurangi dengan
penyusutan. Untuk mempermudah penghitungan Nilai Jual
Objek Pajak bangunan harus disusun Daftar Biaya Komponen
Bangunan (DBKB). DBKB terdiri atas tiga komponen, yaitu
komponen utama, material, dan fasilitas. DBKB berlaku untuk
setiap Daerah Kabupaten/Kota dan dapat disesuaikan dengan
perkembangan harga dan upah yang berlaku.

5. Program Komputer

SISMIOP, sebagai pedoman administrasi Pajak Bumi dan


Bangunan (PBB) yang mulai diaplikasikan (diberlakukan) di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sejak tahun 1992,
443
Perpajakan untuk SMK

merupakan sistem administrasi yang mengintegrasikan seluruh


pelaksanaan kegiatan PBB. SISMIOP diharapkan dapat
meningkatkan kinerja sistem perpajakan di masa mendatang
yang membutuhkan kecepatan, keakuratan, kemudahan dan
tingkat efisiensi yang tinggi.

Untuk menunjang kebutuhan akan sistem perpajakan di atas


maka SISMIOP memasukkan 'Program Komputer' sebagai salah
satu unsur pokoknya. Program komputer adalah aplikasi
komputer yang dibangun untuk dapat mengolah dan menyajikan
basis data SISMIOP yang telah tersimpan dalam format digital.

Pada awalnya sistem komputerisasi PBB dibangun dalam suatu


plat-form sebagai berikut:
• menggunakan perangkat keras berbasis Personal Computer
(server);
• sistem operasi Unix;
• perangkat lunak basis data Recital dan;
• program aplikasi SISMIOP yang dibangun menggunakan
perangkat lunak Recital;

Sejak tahun 1996 program komputer ini dikembangkan pada


aplikasi lainnya, antara lain aplikasi Sistem Informasi Geografi
(SIG) PBB dan aplikasi Pelayanan Informasi Telepon (PIT).
Aplikasi SIG PBB dan PIT merupakan suatu sistem yang
terintegrasi dengan SISMIOP dan tetap menggunakan basis data
SISMIOP sebagai sumber informasi data numeris.

Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi dan untuk


lebih meningkatkan kinerja, kemampuan yang lebih baik dalam
mengolah basis data yang besar serta terjaminnya keamanan
basis data yang tersimpan, maka aplikasi SISMIOP sejak tahun
1997 telah dikembangkan dalam perangkat lunak basis data
Oracle. Perangkat lunak Oracle merupakan perangkat lunak basis
data yang dipilih oleh Departemen Keuangan RI sebagai standar
pengolahan basis data, sehingga seluruh instansi di bawah
Departemen Keuangan diharapkan akan lebih mudah dalam tukar
menukar informasi.

444
Perpajakan untuk SMK

Sistem SISMIOP yang dibangun dengan Perangkat Lunak Basis


data Oracle sejak tahun 2000 tersebut selanjutnya dinamakan i-
sismiop. Nama tersebut mempunyai dua pengertian yaitu
Integrated dan Internet Ready.

1. Integrated mempunyai pengertian bahwa sistem tersebut


mengintegrasikan seluruh aplikasi yang ada yaitu SISMIOP,
SIG, PIT, aplikasi BPHTB, dan aplikasi P3, dengan
menggunakan basis-data Oracle.
2. Internet Ready dimaksudkan bahwa sistem tersebut
mempunyai kemampuan interkoneksi dengan sistem yang
lain dengan memanfaatkan teknologi internet. Hal ini
dimungkinkan dengan menggunakan perangkat lunak yang
digunakan secara luas di kalangan pengguna teknologi
informasi.

8. PENAGIHAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

“Serangakaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak


dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika, sekaligus memberitahukan Surat
Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyanderaan, dan
menjual barang yang disita”.

Dasar Penagihan PBB

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang ( SPPT ) → kondisi


normal
a. Dasar penerbitan : SPOP / data yang ada di KPPBB
setempat
b. Waktu pelunasan : enam ( 6 ) bulan sejak diterimanya SPPT
oleh Wajib pajak

2. Surat Ketetapan Pajak ( SKP ) → kondisi tidak normal

a. Dasar penerbitan :
- SPOP terlambat dikembalikan, meski sudah ditegor
pajak terutang = pokok pajak + denda 25 %

445
Perpajakan untuk SMK

- Pajak terutang lebih besar dari jumlah yang dihitung


berdasarkan SPOP yang dilaporkan WP ( berdasarkan
pemeriksaan / ket. Lain )
pajak terutang= selisih + ( denda 25 % x selisih )

b. Waktu pelunasan :
maksimal 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh WP

3. Surat Tagihan Pajak ( STP )

a. Dasar Penerbitan :
- Pajak yang terutang ( SPPT / SKP ) tidak / kurang bayar
- WP terlambat bayar sesuai tanggal jatuh tempo yang
ditetapkan

b. Waktu pelunasan : maksimal satu ( 1 ) bulan sejak tanggal


diterimanya STP oleh WP

Pelaksanaan Penagihan PBB

1. Kepala KPPBB melaksanakan tindakan penagihan PBB jika


pajak yang tercantum pada STP tidak atau kurang dibayar
setelah melampaui batas jatuh tempo pembayaran
b. Awal tindakan pelaksanaan penagihan dilakukan dengan
menerbitkan Surat Teguran ( ST ) segera setelah tujuh ( 7 )
hari sejak batas jatuh tempo pembayaran
c. Kepala KPPBB menerbitkan Surat Paksa ( SP ) jika sampai
batas waktu dua puluh satu ( 21 ) hari utang pajak belum
dilunasi oleh WP
d. Kepala KPPBB menerbitkan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan ( SPMP )jika lewat waktu 2 x 24 jam sejak SP
diberitahukan kepada wp utang pajak masih belum dilunasi
e. Kepala KPPBB segera melaksanakan Pengumuman Lelang
(PL) jika lewat waktu empat belas (14) hari sejak tanggal
pelaksanaan penyitaan, utang pajak & biaya penagihan
belum juga dilunasi
f. Kepala KPPBB segera melaksanakan penjualan barang
sitaan wp via Kantor Lelangjika lewat waktu empat belas (14)
hari sejak tanggal pengumuman lelang utang pajak & biaya
penagihan tidak dilunasi
g. Dalam hal penagihan seketika dan sekaligus, kepada WP
dapat diterbitkan SP tanpa menunggu tanggal jatuh tempo
446
Perpajakan untuk SMK

pembayaran atau tanpa menunggu lewat waktu dua puluh


satu (21) hari sejak ST diterbitkan

9. KEBERATAN DAN PENGURANGAN

a. Keberatan
Diajukan karena :
a. WP merasa SPPT / SKP tidak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya :
- Luas objek pajak ( Bumi &/ Bangunan )
- Penerapan klasifikasi ( Bumi &/ Bangunan )
- Penetapan / pengenaan PBB

b.Terdapat perbedaan penafsiran UU dan peraturan perundang-


undangan lainnya antara fiskus dan wajib pajak :
- Penetapan subjek pajak sebagai wajib pajak
- Objek pajak yang seharusnya tidak kena pajak
- Penerapan NJKP ( 20 % atau 40 % )
- Penentuan saat pajak terutang
- Tanggal jatuh tempo

Jangka waktu pengajuan:


Tiga (3) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT / SKP oleh WP,
kecuali Force Majeur yang dapat dibuktikan oleh WP.

Keputusan Keberatan dapat berupa : (Pasal 16 ayat 3 )


- Menolak
- Menerima (seluruhnya atau sebagian)
- Menambah

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak


(pasal 15 ayat 6 )

b. Pengurangan
Diajukan karena :
a. Kondisi tertentu wajib pajak yang ada hubungannya dengan
subjek pajak dan atau sebab-sebab tertentu lainnya, yaitu :
- lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang
hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai atau
dimanfaatkan oleh WP perseorangan

447
Perpajakan untuk SMK

- OP yang nilai jualnya meningkat karena adanya


pembangunan / perkembangan lingkungan yang dimiliki,
dikuasai atau dimanfaatkan oleh WP perseorangan yang
berpenghasilan rendah
- OP yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh WP
perseorangan yang penghasilannya semata-mata berasal
dari pensiun, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi
- OP yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh WP badan
yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang
serius sepanjang tahun sehingga tidak dapat memenuhi
kewajiban rutin perusahaan
- OP yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh WP yang
berpenghasilan rendah lainnya sehingga kewajiban PBB-nya
sulit dipenuhi

b.Objek pajak terkena bencana alam dan sebab-sebab lain yang


luar biasa.

Keputusan permohonan pengurangan yang diajukan oleh


WP dapat :
a.dikabulkan seluruhnya
b.dikabulkan sebagian
c. ditolak

10. CONTOH PERHITUNGAN PBB ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Contoh 1:
Toni memiliki sebuah rumah di kawasan Mulyosari, tanahnya seluas
800 m2, NJOP-nya Rp. 160.000.000,00 bangunan seluas 400 m2 ,
dengan NJOP-nya Rp. 90.000.000,00.
Hitung PBB tahun 2001 untuk tanah dan bangunan tersebut?

Penyelesaian:
Luas tanah = 800 m2, NJOP = Rp. 16.000.000,00 atau NJOP/m2 =
Rp. 200.000,00
Luas bangunan = 400 m2, NJOP = Rp. 90.000.000,00 atau NJOP/m2
= Rp. 225.000,00
Perhitungan PBB tahun 2001:
NJOP Tanah = 800 X Rp. 200.000 160.000.000,00
NJOP Bangunan = 400 X Rp. 225.000 90.000.000,00
NJOP Tanah dan Bangunan 250.000.000,00
NJOP TKP 12.000.000,00
448
Perpajakan untuk SMK

NJOP untuk perhitungan PBB 238.000.000,00


NJKP 47.600.000,00
PBB 238.000,00

Contoh 2:
Bang Udin memiliki sebuah rumah yang sekaligus dijadikan tempat
usaha di daerah Kertajaya, tanahnya seluas 700 m2, NJOP-nya Rp.
1.400.000.000,00 sedang bangunannya seluas 400 m2 dan NJOPnya
Rp. 600.000.000,00. Hitunglah PBB tahun 2001 untuk tanah dan
bangunan milik Bang Udin tersebut?

Penyelesaian:
Luas tanah = 700 m2, NJOP = Rp. 1.400.000.000,00 atau NJOP/m2 =
Rp. 2.000.000,00. konversi kelas A.8
Luas bangunan = 400 m2, NJOP = Rp. 90.000.000,00 atau NJOP/m2
= Rp. 225.000,00, konversi kelas B.20

NJOP untuk perhitungan PBB = Rp. 1.516.000/m2


Perhitungan PBB tahun 2001:
NJOP Tanah = 800 X Rp. 200.000 160.000.000,00
NJOP Bangunan = 400 X Rp. 225.000 90.000.000,00
NJOP Tanah dan Bangunan 250.000.000,00
NJOP TKP 12.000.000,00
NJOP untuk perhitungan PBB 238.000.000,00
NJKP 47.600.000,00
PBB 238.000,00

11. PERLAKUAN AKUNTANSI PBB

Perlakuan akuntansi atas pembayaran PBB akan dicatat dalam


rekening biaya dan menurut ketentuan Fiskal biaya PBB tersebut
boleh dikurangkan terhadap penghasilan bruto (deductible expense)
sepanjang objek PBB tersebut terkait dengan usaha (berhubungan
dengan 3M).

Contoh 1:

PT. X membayar PBB atas objek tanah dan bangunan gedung pabrik
sebesar Rp. 15.000.000,00. Maka Jurnal yang dibuat oleh PT. X
adalah:

449
Perpajakan untuk SMK

Beban PBB Rp. 15.000.000,00


Kas Rp. 15.000.000,00

Catatan:
Beban PBB tersebut menurut fiskal boleh dibiayakan.

Contoh 2:

PT. X membayar PBB atas rumah dinas yang ditempati oleh direktur
utama sebesar Rp. 4.500.000,00.

Beban PBB Rp. 4.500.000,00.


Kas Rp. 4.500.000,00.

Catatan:

Beban PBB tersebut tidak boleh dibiayakan (non deductible expense)


sehingga diperlukan koreksi fiskal positif. Karena rumah dinas
tersebut termasuk kenikmatan yang diberikan kepada pegawai,
sehingga semua biaya yang terkait dengan rumah dinas tidak boleh
dibiayakan

450
BEA METERAI ATAS DOKUMEN
BISNIS
Bab ini membahas tentang :

; Definisi Bea Meterai


; Terminologi Bea Meterai
; Objek & Tarif Bea Meterai
; Yang dikecualikan Sebagai Objek Bea Meterai
; Saat & Pihak yang Terutang Bea Meteri
; Cara Pelunasan Bea Meterai
; Bea Meterai Atas Dokumen yang Dibuat di Luar Negeri
; Ketetuan Khusus
; Daluwarsa
; Ketentuan Pidana
; Pelunasan Bea Meterai dengan Pemeteraian Kemudian
; Perlakuan Akuntansi
Dokumen segini
banyak.. Semua
harus bermeterai
lagi...

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang dipakai


oleh masyarakat dalam lalu lintas hukum.
Perpajakan untuk SMK

BEA METERAI ATAS DOKUMEN


BISNIS

1. DEFINISI BEA METERAI

Bea Meterai adalah Pajak atas dokumen yang dipakai oleh


masyarakat dalam lalu lintas hukum (Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 )

2. TERMINOLOGI BEA METERAI

Dalam memahami hal-hal yang berkaitan dengan pajak atas bea


meterai, khususnya beberapa pengertian yang tercakup dalam pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 , berikut ini diuraikan
beberapa terminologi yang berkaitan dengan pajak bea meterai
tersebut.
- Dokumen, yang dimaksud dengan dokumen dalam Undang-undang ini
adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud
tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau
pihak-pihak yang berkepentingan.
- Benda meterai, yang dimaksud dengan benda meterai dalam undang-
undang ini adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan
oleh pemerintah RI.
- Tanda tangan, yang dimaksud dengan tanda tangan dalam undang-
undang ini adalah tanda tangan sebagaimana lazimnya dipergunakan
termasuk pula paraf, teraan atau cap tanda tangan atau cap paraf,
teraan cap nama atau tanda lainnya sebagai pengganti tanda tangan
- Pemeteraian kemudian, yang dimaksud pemeteraian kemudian
dalam undang-undang ini adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai
yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen
yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya
- Pejabat pos. Yang dimaksud pejabat pos dalam undang-undang ini
adalah pejabat PT. Pos dan giro yang diserahi tugas melayani
453
Perpajakan untuk SMK

permintaan pemeteraian kemudian.

3. OBJEK DAN TARIF BEA METERAI

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 jo. Peraturan


Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 mengatur tentang objek dan tarif
bea meterai. Pada hakekatnya objek untuk bea meterai adalah
dokumen. Dalam hal ini bentuk dokumen yang menjadi objek dari bea
meterai adalah sebagai berikut:
1. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (antara lain: surat kuasa,
surat hibah, surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan
atau keadaan yang bersifat perdata. Tarif bea meterai untuk
dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya. Tarif bea meterai untuk
dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah).
3. Akta yang dibuat PPAT termasuk rangkap-rangkapnya. Tarif bea
meterai untuk dokumen jenis ini adalah Rp 6.000,00 (enam ribu
rupiah)
4. a. Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp 1.000.000,00 atau
harga nominal yang dinyatakan dalam mata uang asing :
- Yang menyebutkan penerimaan uang
- Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di bank
- Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
- Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau
sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan
b. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak
lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3.000,00 (
tiga ribu rupiah )
c. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 maka
tidak terutang bea meterai.
5. Surat berharga seperti wesel , promes dan aksep yang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00. Tarif bea meterai untuk
dokumen ini Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga
nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp
1.000.000,00 tarif bea meterainya Rp 3.000,00 ( tiga ribu rupiah ).
Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00 tidak
terutang bea meterai.
6. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga
nominalnya lebih dari Rp 1.000.000,00 maka tarif bea meterainya
adalah Rp 6.000,00 ( enam ribu rupiah ). Namun apabila harga

454
Perpajakan untuk SMK

nominalnya lebih dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp


1.000.000,00 maka tarif bea meterainya Rp 3000,00 (tiga ribu
rupiah). Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp 250.000,00
maka tidak terutang bea meterai.
7. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan serta surat-surat
yang semula tidak dikenakan bea meterai berdasarkan tujuannya,
jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain
dari maksud semula , yang akan digunakan sebagai alat pembuktian
di muka pengadilan. Tarif bea meterai yang dikenakan sebesar Rp
6.000,00 ( enam ribu rupiah ).
8. Berdasarkan bunyi pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2000 , maka tarif bea meterai untuk cek dan bilyet giro ditetapkan
sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) tanpa batas pengenaan
besarnya harga nominal. Tarif ini berlaku efektif per 1 Mei 2000

4. YANG DIKECUALIKAN SEBAGAI OBJEK BEA METERAI

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tentang


dokumen-dokumen yang bukan termasuk objek bea meterai.

Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dokumen yang berupa surat penyimpanan barang , konosemen,


surat angkutan penumpang dan barang, keterangan pemindahan
yang dituliskan pada ketiga surat tersebut, bukti untuk pengiriman
dan penerimaan barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas
tanggungan pengirim dan surat-surat sejenis lainnya.
b. Segala bentuk ijazah.
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pesiun, uang tunjangan dan
pembayaran lainnya yang kaitannya dengan hubungan kerja serta
surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
d. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara dan kas
pemerintah daerah.
e. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya
yang dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah.
f. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern
oganisasi
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan pembayaran uang, uang
tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan
lainnya yang bergerak di bidang tersebut.
h. Surat gadai yang diberikan oleh perusahaan umum pegadaian.

455
Perpajakan untuk SMK

i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama


dan dalam bentuk apa pun.

5. SAAT DAN PIHAK YANG TERUTANG BEA METERAI

a. Saat terutang bea materai adalah sebagai berikut :

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak. Saat terutangnya bea


meterai atas dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada
saat dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen
itu dibuat, misalnya cek.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak. Saat
terutangnya bea meterai adalah pada saat dokumen tersebut
selesai dibuat, yang ditutup dengan tandatangan dari pihak-
pihak yang bersangkutan.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri. Saat terutangnya bea
meterai adalah pada saat dokumen tersebut digunakan di
Indonesia.

b. Pihak yang terutang bea materai. Bea meterai terutang oleh pihak
yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak-pihak yang bersangkutan menentukan
lain.

6. CARA PELUNASAN BEA METERAI

Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 mengatur tata


cara pelunasan bea meterai. Pada dasarnya pelunasan bea meterai
dapat ditempuh dengan dua cara yaitu :
1. Dengan menggunakan benda meterai yaitu meterai tempel dan kertas
meterai.
Pelunasan dengan benda meterai ini bisa dilakukan dengan cara
biasa yaitu oleh Wajib Pajak sendiri, dan dapat pula dilakukan melalui
pemeteraian kemudian oleh pejabat pos. Dalam menempelkan
meterai tempel dan menggunakan kertas meterai harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut ( pasal 7 ayat (3), (4), (5) dan (6) Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1985 ) :
a. Meterai tempel harus direkatkan seluruhnya dengan utuh dan
tidak rusak di atas dokumen yang dikenakan bea meterai.
Meterai tempel direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan
b.
dibubuhkan
c. Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal,
456
Perpajakan untuk SMK

bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan
itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan
sebagian lagi di atas meterai tempel
d. Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan sebagian di atas semua meterai tempel dan sebagian
di atas kertas.
Bila pelunasan bea meterai dilakukan dengan menggunakan kertas
meterai maka harus memperhatikan hal-hal sebagaimana yang
tercantum dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985
sebagai berikut :
a. Kertas meterai yang sudah digunakan tidak boleh digunakan lagi (
ayat (7) )
b. Jika isi dokumen yang dikenakan bea meterai terlalu panjang
untuk dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan,
maka untuk bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan
kertas tidak bermeterai ( ayat (8) )
c. Bila ketentuan penggunaan dan cara pelunasan bea meterai tidak
dipenuhi, dokumen yang bersangkutan dianggap tidak bermeterai
( ayat (9) )
2. Cara pelunasan bea meterai dengan cara lain yang ditetapkan
menteri keuangan, yaitu :
a. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan menggunakan
mesin teraan meterai
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan teknologi
b.
percetakan
Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan sistem
c.
komputerisasi
d. Membubuhkan tanda Bea Meterai Lunas dengan alat lain dan
teknologi tertentu (Lihat KMK No. 133b/KMK.04/2000).

7. BEA METERAI ATAS DOKUMEN YANG DIBUAT DI LUAR NEGERI


(PASAL 9 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 1985)

Dokumen yang dibuat di Luar Negeri pada saat akan digunakan di


Indonesia harus telah dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.
Selain itu, sesuai dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 1985 , pemeteraian kemudian dilakukan pula terhadap :
1. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
pengadilan
2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi ditambah
denda.

457
Perpajakan untuk SMK

8. KETENTUAN KHUSUS

Pejabat pemerintah, hakim , panitera, juru sita, notaris dan pejabat umum
lainnya yang masing-masing tengah berada dalam tugas dan jabatannya
tidak dibenarkan:

1. Menerima, mempertimbangkan atau menyimpan dokumen yang


bea meterainya tidak atau kurang dibayar,
2. Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang
dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen lain yang berkaitan
3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan atau petikan dari
dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar
4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak
atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya.
5. Setiap pelanggaran terhadap ketentuan ini , dikenakan sanksi
administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan .

9. DALUWARSA

Kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang


terutang menurut Undang undang Bea Materai menjadi daluwarsa
setelah lampau waktu 5 tahun sejak tanggal dokumen dibuat.

10. KETENTUAN PIDANA

Ketentuan Pidana (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 13 Tahun


1985) Sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana ( KUHP ) , maka barang siapa :

1. Meniru atau memalsukan meterai tempel, kertas meterai atau


meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk
mensahkan meterai;
2. Dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan
atau memasukkan ke negara Indonesia meterai palsu, yang
dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;
3. Yang sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke
negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya,
tandatangannya, atau tanda sahnya atau tanda waktunya telah
dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau
menyuruh orang lain menggunakannya dengan melawan hak;

458
Perpajakan untuk SMK

4. Menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang


diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan
untuk meniru dan memalsukan benda meterai.

Ketentuan dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985


mengenai ketentuan pidana menyebutkan bahwa akan dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun ( tindak pidana
kejahatan ) bagi barangsiapa yang dengan sengaja menggunakan
cara lain pelunasan bea meterai atas dokumen tanpa izin menteri
keuangan.

11. PELUNASAN BEA METERAI DENGAN PEMETERAIAN


KEMUDIAN (476/KMK.03/2002)

a. Objek Pemeteraian Kemudian


a. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan
digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan
b. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
sebaimana mestinya
c. Dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di
Indonesia

b. Mekanisme Pemeteraian Kemudian


a. Pemeteraian kemudian dilakukan oleh pemegang dokumen dengan
menggunakan meterai tempel atau SSP yang telah disahkan oleh
Pejabat Pos
b. Lembar ke-1 (satu) dan ke-3 (ketiga) SSP dilampiri dengan daftar
dokumen yang dimeteraikan kemudian yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan
c. Pengesahan atas pemeteraian kemudian dilakukan setelah
pemegang dokumen membayar denda

c. Besarnya Pelunasan Bea Meterai Dengan Cara Pemeteraian


Kemudian
a. Atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan
digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah sebesar Bea
Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada
saat pemeteraian kemudian
b. Atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi adalah sebesar Bea
Meterai yang terutang
c. Atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di
Indonesia adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai
459
Perpajakan untuk SMK

dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian

d. Sanksi atas Pemeteraian Kemudian


a. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang
tidak atau kurang dilunasi untuk point 1d
b. Denda sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai terutang
untuk point 1c apabila pemeteraian kemudian dilakukan setelah
dokumen digunakan

e. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Meterai Tempel


a. Pemegang dokumen membawa dokumen ke Kantor Pos terdekat.
b. Pemegang dokumen melunasi Bea Meterai yang terutang atas
dokumen yang dimeteraikan kemudian sesuai dengan SKMK Nomor
476/KMK.03/2002.
c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang
tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP kode MAP
0174.
d. Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP dicap TELAH
DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR
13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai
dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos
bersangkutan.

f. Tata Cara Pemeteraian Kemudian Dengan Surat Setoran Pajak


(SSP)
a.Membuat daftar dokumen yang akan dimeteraikan kemudian.
b.Membayar Bea Meterai terutang berdasarkan Pasal 4 SKMK Nomor
476/KMK.03/2002.
c. Pemegang dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi
dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari Bea Meterai yang
tidak atau kurang dilunasi dengan menggunakan SSP terpisah dengan
SSP yang digunakan untuk memeteraikan kemudian.
d.Cara Pengisian SSP sbb :
- SSP yang digunakan untuk melunasi pemeteraian kemudian diisi
dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0171
- SSP yang digunakan untuk membayar denda administrasi diisi
dengan Kode Jenis Pajak (MAP) 0174
e.Daftar Dokumen yang telah dimeteraikan kemudian dan SSP yang
digunakan untuk membayar pemeteraian kemudian dicap TELAH
DIMETERAIKAN KEMUDIAN SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR

460
Perpajakan untuk SMK

13 TAHUN 1985 Jo 476/KMK.03/2002 oleh Pejabat Pos disertai


dengan tanda tangan, nama dan nomor pegawai Pejabat Pos
bersangkutan.

12. PERLAKUAN AKUNTANSI BEA METERAI

Secara umum pengeluaran untuk bea meterai boleh dibiayakan


(deductible expense).

Contoh:
Selama bulan Desember PT. X membeli bea meterai sebesar Rp.
600.000,00.

Maka jurnal yang harus dibuat adalah:

Beban Bea Meterai Rp. 600.000,00


Kas Rp. 600.000,00

Catatan:
Beban Bea Meterai tersebut menurut ketentuan fiskal boleh
dibiayakan (deductible expense).

461
PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI
DAERAH
Bab ini membahas tentang :

; Reformasi Perpajakan
; Pengertian Pajak & Pajak Daerah
; Fungsi Pajak Daerah
; Kriteria Struktur Pajak yang Baik
; Reformasi Pajak Daerah
; Jenis-Jenis Pajak Daerah
; Perda tentang Pajak Daerah
; Kriteria Pajak Daerah yang Baik
; Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa
; Keberatan, Banding & Gugatan
; Antisipasi
; Beberapa Contoh Pungutan Daerah yang Berdampak pada
Biaya Ekonomi Tinggi
; Perlakuan Akuntansi
PAJAK RESTORAN

PAJAK HOTEL
KAS DAERAH

PAJAK KENDARAAN BERMOTOR

Pajak Daerah adalah pajak yang wewenang pemungutannya ada di Pemerintah


Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Dipungut berdasarkan Undang-undang dan
Peraturan Pelaksanaannya adalah Peraturan Daerah (PERDA).
Perpajakan untuk SMK

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI


DAERAH

1. REFORMASI PERPAJAKAN

Setiap negara, baik negara maju maupun negara sedang


berkembang perlu melaksanakan tax reform untuk membangun
status ekonomi negara yang bersangkutan. Reformasi perpajakan
bertujuan untuk menegakkan supremasi hukum di bidang
perpajakan, meningkatkan kepastian hukum dan keadilan,
mempermudah pelayanan dan jaminan hak bagi Wajib Pajak serta
meningkatkan penerimaan negara untuk kesejahteraan rakyat dan
penerimaan daerah untuk meningkatkan pelaksanaan otonomi
daerah.

Dasar konstitusional pelaksanan reformasi perpajakan adalah Pasal


23 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi:”Segala pajak untuk keperluan
negara berdasarkan Undang-undang”.

Dalam Undang-undang Pemerintah Daerah Nomor 22 Tahun 1999


ditegaskan bahwa pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan
undang-undang, sedangkan penentuan tarif dan tata cara
pemungutan pajak daerah ditetapkan dengan peraturan daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang
Perubahan Pertama UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di
tegaskan bahwa pajak daerah dan pajak nasional merupakan suatu
sistem perpajakan Indonesia, dan sejalan dengan sistem
perpajakan nasional, pembinaan pajak daerah dilakukan secara
terpadu dengan pajak nasional.

464
Perpajakan untuk SMK

2. PENGERTIAN PAJAK DAN PAJAK DAERAH

Pengertian Pajak daerah menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun


2000 adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang
dapat dipaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

3. FUNGSI PAJAK DAERAH

Sebagaimana fungsi pajak pada umumnya, pajak daerah


mempunyai fungsi utama untuk memasukkan uang ke kas daerah
sebagai pendapatan asli daerah, atau disebut fungsi budgetair, dan
fungsi mengatur kehidupan dan perkembangan sosial ekonomi
daerah atau disebut fungsi regulerend.

Fungsi budgetair dari pajak daerah; menurut UU Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah (PDRD) No. 34 Tahun 2000 adalah bahwa pajak
daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan
daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi
daerah.

Masalah pajak daerah dan peranannya dalam menunjang


pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia saat ini belum mendapat
perhatian yang seksama sehingga pemungutan dan penagihan
pajak daerah belum dapat berjalan dengan optimal.

) Kebijakan Pemungutan Pajak yang Baik

Asas dan prinsip pemungutan yang baik menurut Adam Smith dalam
bukunya, “An Inquiry into the Nature and Cause of Nations”, harus
memenuhi empat syarat, yaitu Equality, Certainty, Convenience of
Payment, dan Efficient on Collection.

1. EQUALITY ON TAXATION, mensyaratkan bahwa hukum pajak


haruslah adil, merata, dan tidak ada diskriminasi dalam
menetapkan objek pajak, serta pembebanan kepada masing-
masing subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuan-
nya.
465
Perpajakan untuk SMK

2. CERTAINTY ON TAXATION, asas kepastian hukum dalam


perpajakan sebenarnya berlaku pula secara universal dalam
bidang hukum lainnya. Aturan hukum pajak harus secara jelas
dan pasti mengatur tentang apa yang menjadi objek pajak, siapa
yang menjadi subjek pajak, berapa tarif yang berlaku, bagaimana
cara menghitung dan cara membayarnya, kapan batas waktu
jatuh tempo pembayarannya dan pelaporannya, dan regulasi lain
yang diperlukan, sehingga tidak ada celah dan peluang untuk
mengelakkan diri dari pajak, menyelundupkan pajak serta tidak
mengenal kompromi.
3. CONVENIENCE OF PAYMENT, menyarankan agar pembayaran pajak
dipungut pada waktu yang tepat, dan dengan cara yang tepat,
yang paling sesuai dan menyenangkan bagi Wajib Pajak pada
umumnya.
4. EFFICIENT ON COLLECTION, menyatakan bahwa pemungutan pajak
harus dilakukan dengan cara efisien, dengan biaya administrasi
yang hemat bagi aparat pajak,dan biaya kepatuhan yang murah
bagi Wajib Pajak.

4. KRITERIA STRUKTUR PAJAK YANG BAIK

Tujuh kriteria struktur pajak yang baik yaitu:

1. Hasil penerimaan pajak harus cukup besar


Kriteria pemilihan suatu pajak yang dipungut oleh suatu negara di
berbagai tingkat pemerintah harus mampu menghasilkan
penerimaan pajak (tax yield) yang cukup besar.

2. Distribusi beban pajak harus adil


Penentuan suatu jenis Pajak harus mempertimbangkan struktur
pajak yang ada dalam suatu negara secara keseluruhan.

3. Tax Incidence harus tepat


Pemilihan suatu jenis pajak yang baik, tidak hanya mengatur
subjek pajak dan objek pajak, tarif pajak, dan perbuatan,
transaksi, keadaan, atau peristiwa apa yang menimbulkan utang
pajak (TAATSBESTAND), tetapi yang lebih penting adalah
menentukan siapa sebenarnya yang paling material yang
menanggung beban pajak (tax Incidence).

466
Perpajakan untuk SMK

4. Non Distortive on Economic Activity


Suatu pajak yang baik dapat menghindarkan atau meminimalkan
distorsi terhadap keputusan dalam aktivitas ekonomi, sehingga
dapat menunjang pasar yang efisien.

5. Menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi


Penerapan suatu pajak yang baik membebani pajak terhadap
capital invesment, sehingga mendorong kegiatan investasi
langsung baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

6. Regulasi yang jelas, sederhana, mudah dipahami Wajib Pajak


Penyederhanaan peraturan perundang-undangan perpajakan
telah menjadi kecenderungan bagi reformasi perpajakan di
seluruh dunia, utamanya di negara- negara sedang berkembang.

7. Biaya administrasi seefisien mungkin


Dengan peraturan yang jelas dan sederhana, disediakannya
seluruh informasi peraturan parpajakan secara transparan dan
dapat diakses oleh publik, memungkinkan pelaksanaan
pembayaran pajak dengan biaya minimum.

5. REFORMASI PAJAK DAERAH

Berbeda dengan reformasi perpajakan nasional yang telah mulai


dilaksanakan sejak tahun 1983, reformasi pajak daerah baru dimulai
dengan terbitnya UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah ( PDRD ) pada tanggal 23 Mei 1997 yang
diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000. Sesuai dengan jiwa dan
semangat UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah,
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan andalan
pendapatan asli daerah diharapkan menjadi salah satu sumber
utama pembiayan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Reformasi pajak daerah bersama-sama pajak nasional merupakan


suatu sistem perpajakan Indonesia, yang merupakan beban
masyarakat sehingga perlu dijaga pembebanannya secara adil, tidak
menghambat produksi, distribusi dan investasi, dan saling mengisi
dan melengkapi antara pajak pusat dan pajak daerah. Penentuan
pajak daerah menjadi pajak provinsi atau pajak kabupaten/kota
didasarkan pada pertimbangan efektivitas dan efisiensi
467
Perpajakan untuk SMK

pemungutannya, besarnya cakupan objek pajak serta pencegahan


terjadinya kebocoran atau penghindaran pengenaan pajak daerah.

6. JENIS-JENIS PAJAK DAERAH

1. Jenis pajak daerah adalah :

1) PAJAK PROVINSI:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air ( PKB-
KAA); tarif paling tinggi sebesar 5 % ( lima persen ) dari DPP /
Dasar Pengenaan Pajak ; dan tarif yang berlaku berdasrkan
PP Nomor 65 Tahun 2001 adalah sebesar :
• 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor
bukan umum
• 1 % (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum;
• 0,5 % (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor
alat-alat berat dan alat-alat besar;
• 1,5 % (satu koma lima persen) untuk kendaraan diatas air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di Atas


Air (BBNKB-KAA );tarif paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari DPP; dan tarif yang berlaku berdasarkan PP
Nomor 65 Tahun 2001 adalah sebesar :
• 10 % (sepuluh persen) untuk kendaraan bermotor bukan
umum
• 10 % (sepuluh persen) untuk kendaraan bermotor umum;
• 3 % (tiga persen) untuk kendaraan bermotor alat-alat
berat dan alat-alat besar;
• 5 % (lima persen) untuk kendaraan diatas air atas
penyerahan pertama;
• 1 % (satu persen) untuk kendaraan diatas air atas
penyerahan kedua dan selanjutnya;
• 0,1 % (nol koma satu persen) untuk kendaraan di atas air
atas penyerahan warisan;

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); tarif paling


tinggi sebesar 5 % ( lima persen ) dari DPP; dan tarif yang
berlaku berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001 adalah
sebesar :
• 5 % ( lima persen ) dari DPP;

468
Perpajakan untuk SMK

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan


Air permukaan (P3ABT dan AP); tarif paling tinggi sebesar 20
% dari DPP; dan tarif yang berlaku berdasarkan PP Nomor 65
Tahun 2001 adalah sebesar :
• 20 % (dua puluh persen) untuk air bawah tanah;
• 10 % (sepuluh persen) untuk air permukaan.

Ketentuan tentang Objek, Subjek dan Dasar Pengenaan Pajak


dari jenis Pajak Provinsi diatur dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 65 Tahun 2001.

2) PAJAK KABUPATEN/KOTA:
a. Pajak Hotel; tarif paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh persen)
dari DPP; dan tarif yang berlaku berdasarkan PP Nomor 65
Tahun 2001 ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen );
b. Pajak Restoran; tarif paling tinggi sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari DPP; dan tarif yang berlaku berdasarkan PP
Nomor 65 Tahun 2001 ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh
persen);
c. Pajak Hiburan; tarif paling tinggi sebesar 35 % dari DPP; dan
tarif yang berlaku berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001
ditetapkan 35 % (tiga puluh lima persen)
d. Pajak Reklame; tarif paling tinggi sebesar 25 % (dua puluh
lima persen) dari DPP; dan tarif yang berlaku berdasarkan PP
Nomor 65 Tahun 2001ditetapkan 25 %(dua puluh lima
persen);
e. Pajak Penerangan Jalan; tarif paling tinggi sebesar 10 %
(sepuluh persen) dari DPP; dan Tarif yang berlaku
berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001 ditetapkan 10 %
(sepuluh persen );
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; Tarif yang
paling tinggi sebesar 20 % (dua puluh persen) dari DPP; dan
Tarif yang berlaku berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001
ditetapkan 20 % (dua puluh persen);
g. Pajak Parkir; tarif paling tinggi sebesar 20 % dari DPP; dan
Tarif yang berlaku berdasarkan PP Nomor 65 Tahun 2001
ditetapkan 20 % (dua puluh persen).

Seluruh tarif pajak ditetapkan dengan PERDA, dan ketentuan


tentang Objek, Subjek dan Dasar Pengenaan Pajak dari jenis
Pajak Kabupaten/Kota diatur dengan Peraturan Pemerintah

469
Perpajakan untuk SMK

Nomor 65 Tahun 2001 tetapi dapat ditetapkan jenis pajak lainnya


dengan Peraturan Daerah (PERDA) jika memenuhi kriteria;

• Bersifat pajak dan bukan retribusi;


• Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah Daerah
Kabupaten atau Kota yang bersangkutan dan mempunyai
mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani
masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten atau Kota yang
bersangkutan.
• Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum.
• Objek pajak bukan merupakan objek pajak Propinsi dan / atau
objek pajak Pusat.
• Potensinya memadai
• Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif.
• Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat ;
dan;
• Menjaga kelestarian lingkungan.

2. Jenis Retribusi Daerah ;

1. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari :


• Retribusi Palayanan Kesehatan
• Retribusi Pelayanan Kesampahan / Kebersihan
• Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akte Pencatatan
Sipil
• Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat
• Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum
• Retribusi Pelayanan Pasar
• Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor
• Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran
• Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta
• Retribusi Pengujian Kapal Perikanan.

2. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari;


• Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
• Retribusi Pasar Grosir dan / atau Pertokoan;
• Retribusi Tempat Pelelangan;
• Retribusi Terminal;
• Retribusi Tempat Khusus Parkir ;
• Retribusi Tempat Penginapan / Pesenggrahan / Villa;

470
Perpajakan untuk SMK

• Retribusi Penyedotan Kakus


• Retribusi Rumah Potong Hewan;
• Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal;
• Retribusi Tempat rekreasi dan Olah Raga;
• Retribusi Penyebrangan diatas air
• Retribusi Pengolahan Limbah Cair
• Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu


• Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
• Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
• Retribusi Izin Gangguan
• Retribusi Izin Trayek

7. PERDA TENTANG PAJAK DAERAH

Sebelum suatu jenis pajak daerah dilaksanakan pemungutannya


harus terlebih dahulu ditetapkan dalam suatu Peraturan Daerah
tentang Pajak Daerah oleh Kepala Daerah dengan persetujuan
DPRD sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Rancangan Daerah tentang Pajak
Daerah mengatur hal-hal:

a. Nama, objek, dan subjek pajak


b. Dasar pengenaan, tarif dan cara penghitungan pajak
c. Wilayah pemungutan
d. Masa pajak
e. Penetapan
f. Tata cara pembayaran dan pengihan
g. Daluwarsa dan cara penghapusan piutang pajak
h. Sanksi administrasi dan pidana
i. Pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan
j. Tanggal mulai berlakunya.

Perda tentang Pajak Daerah dalam waktu 15 (lima belas) hari sejak
ditetapkan disampaikan kepada pemerintah c.q. Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Keuangan untuk dilakukan penelitian. Pemerintah
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak menerima Perda tersebut dapat
membatalkan Perda dimaksud apabila bertentangan dengan
kepentingan umum dan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat melakukan pemungutan Pajak
471
Perpajakan untuk SMK

Daerah yang baru, di luar yang telah diatur oleh Undang-Undang


Nomor 34 Tahun 2000 dengan suatu Perda yang memenuhi kriteria
sebagai berikut :

a. Bersifat pajak bukan retribusi;


b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah
kabupaten/Kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas
yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan
kepentingan umum;
d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak propinsi atau Pusat;
e. Potensinya memadai
f. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif
g. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
h. Menjaga kelestarian lingkungan

8. KRITERIA PAJAK DAERAH YANG BAIK

Berikut adalah kriteria, berdasarkan asas-asas yang diterima secara


luas, yang dipergunakan dalam menilai pajak-pajak pemerintah
daerah yang diusulkan untuk dimasukkan dalam Undang-Undang No.
18 tahun1997 jo. Undang-undang No. 34 tahun 2000 dan yang
menjadi dasar perumusan kriteria pajak-pajak tambahan yang
dimaksud di dalam kedua undang-undang tersebut;

- Pajak tersebut harus cocok sebagai pajak pemerintah daerah,


- Pajak tersebut harus dapat diterima secara politis baik pada tingkat
nasional maupun daerah;
- Dasar pengenaan pajak tersebut tidak boleh tumpang tindih
dengan dasar pengenaan pajak pemerintah pusat atau daerah
lainnya,
- Perkiraan hasil yang dapat diperoleh dari sumber pendapatan baru
tersebut harus memberikan tambahan pendapatan yang cukup
besar terhadap keseluruhan pendapatan daerah saat ini,
- Jumlah biaya kotor (termasuk biaya pegawai yang dibiayai dari
dana transfer) untuk pengumpulkan pendapatan harus lebih kecil
dibandingkan dengan dengan hasil yang diperoleh dari pajak
tersebut;
- Pajak tersebut tidak boleh mempengaruhi kebijakan-kebijakan
ekonomi sosial;

472
Perpajakan untuk SMK

- Kecuali alasan tertentu, pajak tersebut tidak boleh menimbulkan


perubahan besar pada pengalokasian sumberdaya-sumberdaya
ekonomi di dalam lingkungan pemerintah daerah atau antar
daerah-daerah, atau mengganggu perdagangan di dalam atau
antar daerah;
- Beban pajak harus dapat di tanggung baik oleh mayoritas
penduduk yang secara langsung bertanggung jawab untuk
membayarnya maupun oleh masyarakat yang akan sangat
terpengaruh oleh dampaknya (melalui pengaruhnya pada harga
barang dan jasa yang berkaitan);
- Pajak tersebut tidak boleh membedakan secara tidak adil di antara
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat;
- Pemerintah daerah harus dapat mengadministrasikan pajak
tersebut secara efektif (yaitu dapat mengidentifikasikan semua,
atau sekurang-kurangnya sebagian besar dari wajib pajak ; menilai
kemampuan setiap wajib pajak secara cepat dan akurat;
melaksanakan secara efektif penagihan pendapatan yang harus
dibayarkan oleh wajib pajak);
- Pajak tersebut tidak boleh menghambat para wajib pajak untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan kebutuhan pelestarian
lingkungan.

9. PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA

Dasar hukum pelaksanaan penagihan pajak daerah dengan surat


paksa adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) dan Undang-Undang nomor
19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU
PPSP). Dalam Pasal 12 Undang-Undang UU PDRD disebutkan :

Pajak adalah semua jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat,
termasuk Bea Masuk dan Cukai dan pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah menurut undang-undang dan peraturan daerah.
Selanjutnya dalam pasal 22 ayat (2) UU PPSP ditegaskan bahwa
Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak
daerah.

1. Pelaksanaan Surat Paksa

a. Penerbitan Surat Paksa


Surat Paksa diterbitkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah
(DISPENDA) yang menerbitkan STPD, SKPDN, SKPDKBT, Surat
473
Perpajakan untuk SMK

Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan yang


menyebabkan jumlah pajak daerah yang harus dibayar
bertambah yang menjadi dasar penagihan apabila:

• Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan


tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah
diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat
lain yang sejenis;
• Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan
pajak seketika dan sekaligus;
• Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.

b. Pemberitahuan Surat Paksa


Pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh Juru Sita Pajak
Daerah dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada
Penanggung Pajak

b. 1. Wajib Pajak Orang Pribadi


Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Surat Paksa
diberitahukan kepada:
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha
atau ditempat lain yang memungkinkan
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama atau
pun bekerja ditempat usaha penanggung
Pajak,apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan
tidak dapat dijumpai
c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau
yang mengurus harta peninggalannya.Apabila Wajib
Pajak meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi
d. Para ahli waris, apabila Penanggung Pajak telah
meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.

b. 2. Wajib Pajak Badan


Terhadap Wajib Pajak Badan Surat Paksa diberitahukan
kepada:
a. Pengurus, pemegang saham, dan pemilik modal baik
ditempat kedudukan badan yang
bersangkutan,ditempat tinggal mereka maupun
ditempat lain yang memungkinkan atau

474
Perpajakan untuk SMK

b. Pegawai tingkat pimpinan ditempat kedudukan atau


ditempat usaha badan yang bersangkutan apabila
juru sita tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud pada huruf a.

b.3. Wajib Pajak Pailit


Apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga, Surat Paksa diberitahukan kurator atau Balai Harta
Peninggalan dan hakim pengawas yang ditetapkan.
Sedangkan terhadap Wajib Pajak Badan yang dinyatakan
bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan
kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan
pemberesan,atau likuidator atau tim likuidasi.

b. 4. Keadaan Khusus
Apabila Surat Paksa tidak dapat diberitahukan kepada
Wajib Pajak orang pribadi atau badan sebagaimana butir
b.1 dan b.2 diatas, Surat disampaikan melalui Aparat pemda
sekurang-kurangnya setingkat Kepala Kelurahan atau
Kepala Desa di mana wajib pajak bertempat tinggal atau
melakukan kegiatan usahanya. Apabila Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya,tempat
kedudukannya pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan
dengan cara menempel surat paksa pada papan
pengumuman DISPENDA yang menerbitkannya dan atau
mengumumkannya surat paksa tersebut melalui media
masa.

b. 5. Wajib Pajak/Penanggung Pajak diluar Wilayah Kerja Pejabat


a. Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa mengirimkan
permintaan bantuan pelaksanaan Surat paksa disertai
Salinan Surat Paksa dan informasi mengenai Wajib
Pajak/penanggung Pajak Kepada pejabat lokasi
pelaksa-naan surat paksa dengan tembusan kepada
masing-masing gubernur/kepala daerah atau
bupati/walikota yang bersangkutan.
b. Pejabat lokasi pelaksanaan surat paksa kepada Wajib
pajak / penanggung Pajak dimaksud sesuai prosedur
baku, dan selanjutnya memberitahukan tindakan yang
telah dilakukan disertai salinan atau fotokopi berita
acara pemberitahuan surat paksa dan laporan
pelaksanaan surat paksa.
475
Perpajakan untuk SMK

2. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)


2.1. Pejabat yang telah menerbitkan Surat Paksa
Apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 kali 24
jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada
Wajib Pajak / Penanggung Pajak, SPMP diterbitkan oleh
kepala DISPENDA yang telah menerbitkan surat paksa.
Dengan kata lain SPMP paling cepat diterbitkan setelah lewat
waktu 2 kali 24 jam sejak tanggal surat paksa diberikan kepada
penanggung pajak.
2.2. Pejabat Lainnya
Dalam hal objek sita berada diluar wilayah kerja pejabat yang
menerbitkan surat paksa,pejabat tersebut meminta bantuan
kepada pejabat yang wilayah kerjanya yang meliputi
tempat/lokasi objek sita dimaksud. Selanjutnya pejabat yang
diminta bantuan segera menerbitkan SPMP tersebut.

3. Pelaksanaan Penyitaan
Dalam melaksanakan penyitaan, juru sita pajak daerah harus:
• Memperlihatkan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak daerah
• Memperlihatkan SPMP
• Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan

Barang milik Penanggung pajak yang dapat disita adalah barang


yang berada di tempat tingal, tempat usaha, tempat kedudukan atau
tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak
lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu berupa:

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan,uang tunai dan


deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham,
atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lain dan atau

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal


dengan isi kotor tertentu.

4. Pencegahan dan Penyanderaan


Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap
Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara
Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundan-undangan. Penyanderaan adalah

476
Perpajakan untuk SMK

pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak


dengan menempatkannya di tempat tertentu.

10. KEBERATAN, BANDING, DAN GUGATAN

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan secara tertulis atas


ketetetapan pajak daerah hanya kepada kepala daerah atau pejabat
yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga)bulan sejak
tanggal surat ketetapan pajak daerah disertai alasan yang jelas yang
dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak daerah tersebut.

Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan


pelaksanaan penagihan pajak (Pasal 13 ayat (6) UU PDRD). Kepala
Daerah dalam jangka waktu paling lama 12(dua belas)bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan berupa:

• Menerima seluruhnya atau sebagian


• Menolak
• Menambah besarnya pajak daerah yang terutang.

Apabila setelah waktu 12(dua belas)bulan Kepala Daerah tidak


memberi keputusan,keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak,demi
hukum,dianggap dikabulkan.

Apabila Wajib Pajak tidak puas atas keputusan Kepala daerah


mengenai keberatannya maka dalam waktu 3 (tiga)bulan sejak
keputusan diterima dapat mengajukan permohonan banding kepada
Pengadilan Pajak di Jakarta.

Terhadap keputusan banding tersebut Wajib Pajak, apabila belum


puas,dapat mengajukan permohonan Peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung.

Apabila pengajuan keberatan atau banding dikabulkan, kelebihan


pembayaran pajak dikembalikan kepada Wajib Pajak ditambah
imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk maksimum 24 bulan.
Wajib Pajak juga mempunyai hak untuk mengajukan gugatan
terhadap pelaksanaan surat paksa,sita,dan lelang kepada pengadilan
pajak dalam jangka waktu 14 hari sejak menerima surat paksa,
SPMP, atau pengumuman lelang.

477
Perpajakan untuk SMK

11. ANTISIPASI

Berdasarkan uraian tentang masalah pajak daerah dan retribusi


daerah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan


dengan otonomi daerah (UU No.18 Th.1997 yang diubah
dengan UU No. 34 Th.2000; dan UU No 22 Th. 1999 serta UU
No. 25 Th. 1999) Pemerintah Daerah telah mendapat dan
memperoleh kewenangan yang lebih luas dan nyata untuk
menggali sumber-sumber penerimaan daerah.
2. Dengan memanfaatkan peluang dari kewenangan yang lebih
luas untuk menggali sumber-sumber penerimaan daerah
tersebut, pemerintah daerah berlomba-lomba menggali dana
yang bersumber dari PAD sebagai manifestasi otonomi daerah.
3. PERDA yang digunakan pemerintah daerah sebagai dasar
hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah banyak
yang bermasalah
4. PERDA-PERDA yang bermasalah harus dibatalkan dan dicabut
karena bertentangan dengan kepentingan umum dan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi
5. Dengan adanya PERDA-PERDA bermasalah maka tujuan
pencapaian otonomi daerah sebagai upaya pendewasaan
daerah mendayagunakan sumber keuangan sendiri dengan
dukungan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah
untuk tidak terlalu memberatkan pemerintah pusat belum
tercapai bahkan menjadi hambatan yang harus segera
diantisipasi.

Antisipasi yang dapat diusulkan atau disarankan adalah sebagai


berikut:

a. Meningkatkan pemahaman kepada semua pihak yang terkait


dengan otonomi daerah bahwa otonomi daerah bukan
kebebasan dan instrumen kekuasaan yang tidak terbatas untuk
melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah bagi
kepentingan penerimaan daerah.
Otonomi daerah adalah upaya pendewasaan daerah
mendayagunakan sumber keuangan sendiri yang didukung
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah dengan tujuan:

478
Perpajakan untuk SMK

• untuk tidak terlalu memberatkan pemerintah pusat


• mampu memacu percepatan pembangunan daerah
• meningkatkan keseimbangan pertumbuhan antar daerah
• pemerataan pembangunan
• mengeliminasi kesenjangan sosial dan kesenjangan antar
daerah
• meredam ketidakpuasan daerah
• memperkuat ketahanan dan integrasi nasional

b. Meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi sumber-sumber


pendapatan daerah dalam upaya peningkatan PAD harus
dilakukan dengan cara penerbitan PERDA yang bebas masalah
melalu kegiatan:

• meningkatkan SDM para pejabat di lingkungan pemerintah


daerah dan anggota legislatif daerah di bidang
pengetahuan perpajakan melalui kegiatan in house training
dengan nara sumber Tenaga Ahli Perpajakan.
• Mempersiapkan berbagai PERDA yang tujuannya
bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat daerah dan
nasional dengan bantuan Tenaga Ahli Perpajakan
• Melakukan kajian-kajian terhadap setiap PERDA untuk tidak
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang setara maupun lebih tinggi
• Setiap PEMDA dapat memanfaatkan atau bekerjasama
dengan Tenaga Ahli Perpajakan atau Konsultan Pajak
yang memiliki Brevet di daerah maupun meminta bantuan
dari pusat dalam setiap membuat rancangan PERDA agar
tidak bermasalah.

Optimalisasi pendapatan daerah dapat dilakukan dengan


melaksanakan intensifikasi pemungutan pajak daerah yang telah
ada dari Wajib Pajak yang sudah terdaftar di DISPENDA, misalnya
apakah setoran bulanan pajak hotel dari pengusaha hotel ABC
sudah sesuai dengan jumlah pembayaran atau penerimaan hotel
tersebut untuk bulan yang bersangkutan dan sesuai dengan
pembukuannya. Sedangkan ekstensifikasi pajak daerah dapat
dilakukan dengan menjaring Wajib Pajak baru terhadap pajak
daerah yang sudah ada dan berlaku saat ini, maupun dengan
membuat perda tentang pengenaan pajak daerah yang baru.

479
Perpajakan untuk SMK

Selain optimalisasi pajak daerah dan retribusi daerah tersebut maka


perlu juga langkah antisipasi untuk peningkatan pendapatan bagi
hasil pajak pusat antara lain:

• Peningkatan PBB dan BPHTB


Walaupun PBB dan BPHTB merupakan pajak pusat tetapi
seluruh hasilnya menjadi sumber pendapatan daerah melalui ,
yaitu:

1. 10% penerimaan PBB untuk pemerintah pusat dan 90%


untuk daerah
2. 20% penerimaan BPHTB untuk pemerintah pusat dan 80%
untuk daerah
3. 10% bagian pemerintah pusat dari PBB dan 20% bagian
pemerintah pusat dari BPHTB dibagikan kepada seluruh
Kabupaten dan Kota

berdasarkan formula UU No. 25 Tahun 1999 tersebut berarti


hasil penerimaan PBB dan BPHTB seluruhnya menjadi sumber
pendapatan daerah sehingga menjadi kewajiban seluruh aparat
pemda untuk meningkatkan penerimaannya bekerja sama
dengan aparat terkait khususnya aparat KP PBB.

• Peningkatan PPh Orang pribadi dan PPh 21


Sejak 1 Januari 2001 hasil penerimaan PPh Orang Pribadi dan
PPh 21 dibagikan 20% kepada pemda. Sebagai tindak lanjut
telah dibuat Keputusan Bersama Gubernur Kalimantan Timur
dan Direktur Jendral Pajak Nomor : 08/2002 dan Nomor : Kep-
162/PJ/2002 tanggal 26 Maret 2002 tentang Koordinasi
Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Intensifikasi Wajib Pajak dan
Intensifikasi PPh Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dengan koordinasi pemda dan aparat Diorektorat Jendral Pajak
diharapkan pemungutan PPh OP dan PPh Pasal 21 akan
semakin besar yang berarti akan meningkatkan pendapatan
daerah pemda Kabupaten / Kota dan Propinsi Kalimantan Timur.

12. BEBERAPA CONTOH PUNGUTAN DAERAH YANG


BERDAMPAK PADA BIAYA EKONOMI TINGGI

480
Perpajakan untuk SMK

Beberapa contoh pungutan berikut menunjukkan bagaimana


keinginan daerah meningkatkan peran PAD berujung kepada
timbulnya berbagai pungutan daerah, di mana sebagian di
antaranya cenderung tidak sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Lebih jauh sebagian dari pungutan ini bahkan berimplikasi buruk
kepada distribusi barang daerah atau pun kepada para petani
produsen (karena yang dipajaki adalah barang-barang hasil
pertanian).

Pertama pemerintah daerah propinsi Lampung mengeluarkan


Peraturan Daerah (Perda No. 6 Tahun 2000) yang bernama
“Retribusi Izin Komoditi Keluar Propinsi Lampung.” Pungutan ini
dikenakan terhadap 180 Jenis komoditi yang diperdagangkan
(diekspor) keluar propinsi Lampung dengan tarif mulai dari Rp 2 per
kg sampai dengan Rp.180.000 per kg. Bahkan dalam praktiknya
barang yang asal muasalnya bukan dari Lampung akan dikenakan
pajak juga sejauh tidak ada dokumen yang menunjukkan asal
sebenarnya dari barang tersebut.

Kedua masalah jembatan timbang di Sulawesi Selatan (serta


beberapa daerah lainnya). Setelah pemberlakuan UU No. 18/1997,
seluruh jembatan timbang di Indonesia dihapuskan. Namun
beberapa waktu setelah tuntutan otonomi daerah marak di awal
1999, praktik jembatan timbang di beberapa daerah seperti
Sulawesi Selatan mulai berjalan kembali. Tujuan dari jembatan
timbang ini adalah untuk menjaga jalan dari kerusakan akibat truk-
truk yang kelebihan muatan. Namun dalam praktiknya ini menjadi
ajang korupsi dan kolusi dari petugas polisi dan sopir truk atau pun
pengusaha. Hal serupa nampaknya terulang kembali. Apalagi
ditambah dengan kenyataan bahwa untuk daerah seperti daerah
Sulsel yang tidak begitu padat penduduknya, jumlah jembatan
timbangnya relatif banyak. Pungutan yang mesti dibayar oleh setiap
truk berkisar dari Rp 5.000 sampai Rp 20.000, belum lagi pungutan
lain-lain yang tidak resmi. Ini jelas menambah biaya bagi barang
pertanian yang didistribusikan.

Ketiga, contoh berikut adalah pungutan yang dikenakan terhadap


para pedagang atau sopir yang masuk ke beberapa propinsi
tertentu. Sebagai misal pedagang furnitur yang membawa
barangnya dari Kalimantan Timur ke Sulawesi Selatan lewat
pelabuhan Pare-Pare mesti membayar ongkos mendarat (landing
fee) sebesar Rp 5.000 per unit diatas pungutan-pungutan lainnya

481
Perpajakan untuk SMK

yang juga harus dibayar. Sedangkan pedagang dari Sulawesi


Selatan ke Kalimantan Timur tidak dikenakan biaya serupa itu.

Keempat, beberapa daerah menerapkan pembatasan atau kuota


dari komoditi yang diperdagangkan. Sebagi contoh, Propinsi Nusa
Tenggara Barat yang menerapkan batasan jumlah dan juga daerah
sasaran dari ternak yang akan dikapalkan dari daerah-daerah
produksi mereka. Tujuan kebijakan di daerah NTB pada tingkat
yang memadai. Namun secara ekonomi, pembatasan demikian
agak aneh, mengingat hukum pasar akan bekerja mengatur
keseimbangan itu sendiri apabila memang permintaanya lebih dari
pasokan yang bisa disediakan. Dalam prateknya ternyata
pembebasan ini efektif, karena yang terjadi justru kolusi, terjadinya
kenaikan ongkos pengurusan, dan adanya rent seeking.

Kelima, adanya rayonisasi pasar oleh daerah-daerah, dengan


tujuan menopang pengusaha-pengusaha lokal dan
membatasi/melarang pengusaha luar daerah untuk masuk pasar
(daerah) tertentu. Ini tentu saja bertentangan dengan hukum pasar
dan mengabaikan terbatasnya pilihan konsumen serta harga yang
lebih tinggi. Misalnya, PT Nusamba di Jawa Barat yang atas
instruksi Gubernur bisa menikmati monopoli daun teh, sebab
perusahaan-perusahaan atau pabrik lainnya dihalangi untuk
membeli daun teh dari daerah-daerah di Jabar. Contoh lain
misalnya NTB, di mana petani di Sumbawa hanya boleh beternak
satu jenis sapi,sementara di Lombok tidak ada batas serupa itu.
Akibatnya, peternak sapi Lombok lebih sukses daripada reken-
rekannya di Sumbawa. Rayonisasi atau pengkaplingan yang nyata
juga terjadi, misalnya dalam produksi kapas di Sulsel. Sebuah
pabrik lokal bertindak sebagai monopsoni dalam industri ini untuk
kurun waktu yang cukup lama. Adanya pendatang baru disini tidak
mengubah situasi karena setiap pabrik membeli kapasnya masing-
masing dari daerah produksi yang berbeda. Ini tentu saja dengan
campur tangan pemerintah daerah. Yang sulit adalah para petani,
karena tidak punya pilihan selain menjual kepada monopsoni-nya
masing-masing.

Keenam, yang menyangkut produksi dan perdagangan kayu


cendana di NTT yang sarat dengan kontrol dan pajak pemerintah
daerah. Salah satu tujuannya adalah untuk pelestarian pohon kayu
cendana ini. Namun karena kontrol dan pajak yang terlalu berat,
maka ada kecenderungan tujuan tersebut bisa tidak tercapai.
Sebab, walaupun para petani bertanggung jawab atas
482
Perpajakan untuk SMK

perawatan/pelestarian pohon-pohon kayu cendana (yang tumbuh


secara alamiah), mereka tidak diperkenankan untuk memiliki pohon-
pohon tersebut. Bahkan, ada denda yang mesti dibayar apabila
pohon-pohon tersebut mati sebelum waktunya. Jika kayu cendana
dijual, maka petani hanya berhak atas separuh dari harga jualnya, di
mana sebagian lagi menjadi milik Pemda. Walaupun harga kayu
cendana cukup tinggi, tidak heran jika petani agak kurang
bersemangat untuk mengusahakannya. Tidak mengherankan pula
jika ada sebagian petani yang memusnahkan anak-anak pohon
tersebut sebelum diketahui oleh petugas Pemda.

13. PERLAKUAN AKUNTANSI PAJAK DAERAH

Pajak Daerah yang dibayar oleh WP pada prinsipnya menurut


ketentuan fiskal boleh dibiayakan (deductible expense).

Contoh 1:
Pada bulan Desember 2007 PT. ABC membayar Pajak Kendaraan
Bermotor (truck) untuk angkutan barang sebesar Rp. 800.000,00.

Jurnal yang harus dibuat oleh PT. ABC:

Biaya Pajak Daerah (PKB) Rp. 800.000,00


Kas Rp. 800.000,00

Catatan:
Namun tidak selamanya pajak daerah menurut ketentuan fiskal bisa
dibiayakan seluruhnya. Sebagai contoh apabila PKB tersebut dibayar
untuk kendaraan sedan, jep, dan sejenisnya maka menurut fiskal
yang boleh dibiayakan hanya 50%.

Contoh 2:
Ada kalanya WP berperan sebagai pemungut pajak daerah. Misal
PT. Hotel & Restoran Kami Shato menerima pembayaran kamar dari
konsumennya sebesar Rp. 2.750.000,00 (termasuk pajak hotel 10%).

Maka jurnal yang harus dibuat oleh PT. Hotel & Restoran Kami
Shato adalah:

Kas Rp. 2.750.000,00


483
Perpajakan untuk SMK

Utang Pajak Hotel Rp. 250.000,00


Pendapatan Hotel Rp. 2.500.000,00

Catatan:
Karena PT. Hotel & Restoran Kami Shato bertindak selaku
pemungut pajak hotel maka pajak hotel tersebut dicatat dalam
rekening Utang dan harus disetor pada bulan berikutnya ke kas
daerah.

Jurnal pada saat setor:

Utang Pajak Hotel Rp. 250.000,00


Kas Rp. 250.000,00

484
LATIHAN SOAL
Bab ini membahas tentang :

; Latihan Soal KUP


; Latihan Soal PPh pasal 21
; Latihan Soal PPh pasal 22
; Latihan Soal PPh pasal 23
; Latihan Soal PPh pasal 24
; Latihan Soal PPh pasal 25
; Latihan Soal PPh pasal 26
; Latihan Soal PPhTB & BPHTB
; Penghitungan PPh Terutang di Akhir Tahun
; Latihan Soal PPh pasal 4 ayat (2)
; Latihan Soal PPN & PPnBM
; Latihan Soal PBB
; Latihan Soal Bea Meterai
; Latihan Soal Pajak Daerah
PAJAK ITU GAMPANG-GAMPANG
SUSAH…
AKAN MENJADI GAMPANG KALO KITA
PAHAM DAN AKAN MENJADI SANGAT
SUSAH KALO KITA TIDAK PAHAM………..
MARI KITA LATIHAN SOALL
BERSAMA-SAMA OK!!!!!!

LATIHAN SOAL
Perpajakan untuk SMK

LATIHAN SOAL
1. KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN (KUP)

Soal Latihan 1

Wajib Pajak Badan PT JALAN LURUS menyampaikan Surat


pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan Badan tahun 2004 yang
menyatakan lebih bayar Rp 2.500.000.000,00 ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak (KPP) pada tangggal 29 Maret 2005, Terhadap
Wajib Pajak Badan PT JALAN LURUS tersebut selanjutnya
dilakukan pemeriksaan atas kewajiban perpajakan untuk Tahun
Pajak 2004. Direktur Jenderal Pajak kemudian menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak lebih bayar sebesar Rp1.500.000.000,00 pada
tanggal 11 November 2005. atas penetapan tersebut Wajib Pajak
mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
menyatakan bahwa lebih bayarnya sesuai dengan perundang-
undangan di bidang perpajakan adalah sebesar
Rp.2.500.000.000,00. Dalam keputusan keberatannya, Direktur
Jenderal Jenderal Pajak menolak permohonan Wajib Pajak. Wajib
Pajak kemudian mengajukan banding ke pengadilan Pajak yang
putusannya mengabulkan seluruh permohonan Wajib Pajak bahwa
kelebihan pembayaran pajaknya sebesar Rp2.500.000.000,00.
Hitung imbalan bunga yang harus diberikan kepada Wajib Pajak !

Soal Latihan 2

Agar bisa memperoleh fasilitas pengembalian pendahuluan


kelebihan pajak maka PT BERDIKARI JAYA berusaha untuk
memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak Patuh. Jelaskan tentang
persyaratan atau kriteria Wajib Pajak Patuh tersebut !

487
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 3

PT PERTAMA JAYA sebagai Wajib Pajak mengajukan permohonan


pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas kewajiban pajak
Penghasilan badan Tahun Pajak 2003 sebesar Rp100.000.000,00
pada tanggal 31 Maret 2004. Selanjutnya Direktur Jenderal Pajak
telah melakukan pemerikasaan sehubungan dengan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, justru menerbitkan
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang menyatakan Kurang
bayar sebesar Rp 10.000.000,00 pada tanggal 3 Januari 2005.
Pada tanggal 3 Juli 2005 Wajib Pajak menyadari bahwa Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan Derektur Jenderal
Pajak (Kepala KPP) tersebut tidak sesuai peraturan Perundang-
undangan di bidang Perpajakan karena Wajib Pajak merasa tidak
puas dengan penetapan tersebut, kemudian mengajukan keberatan
kepada Direktur Jenderal Pajak. Keputusan Keberatan Jenderal
Pajak menolak permohonan keberatan Wajib Pajak. Selanjutnya
Wajib Pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak, tapi putusan
pengadilan pajak juga menolaknya. Wajib Pajak selanjutnya dapat
mengajukan Peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, dalam
hal yang bagaimana peninjauan kembali dapat dilakukan !

Soal Latihan 4

PT INDAH PERMAI sebagai Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat


Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan untuk tahun pajak 2003
dan tahun pajak 2004. Dengan berdasarkan hal tersebut, Direktur
Jenderal Pajak kemudian melakukan pemeriksaan atas kewajiban
perpajakan Wajib Pajak PT INDAH PERMAI.

a. Apakah Direktur Jenderal Pajak dalam menerbitkan Surat


Tagihan Pajak wajib menerbitkan terlebih dahulu Surat
Teguran? Mengapa? Apa dasar hukumnya?
b. Dalam hal Wajib Pajak dilakukan pemeriksaan, apakah perlu
diterbitkan terlebih dahulu Surat Teguran? Mengapa?
Alasannya?
c. Dalam hal Wajib Pajak merasa bahwa terhadap ojek pajak yang
dikenakan pajak berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku bukan merupakan objek pajak, maka Wajib Pajak

488
Perpajakan untuk SMK

dapat menempuh upaya untuk memperoleh keadilan dengan


cara bagaimana ?
d. Apabila upaya Wajib Pajak untuk memperoleh keadilan
sebagaimana dimaksud pada huruf c tidak diterima, upaya
apalagi yang dapat ditempuh Wajib Pajak untuk memperoleh
keadilan ? Apa dasar hukumnya ?
e. Dalam hal bagaimana terdapat Wajib Pajak diterbitkan Surat
Paksa ?

Soal Latihan 5

Direktur Jenderal Pajak pada tahun 2003 menetapkan Nomor Pokok


Wajib Pajak secara jabatan kepada PT SANSIRO karena belum
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, padahal Wajib Pajak tersebut
sejak tahun 2000 telah memperoleh penghasilan neto yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku merupakan objek pajak yang dkenakan pajak penghasilan.

a. Sejak kapan Wajib Pajak dapat dikenakan Pajak Pengahasilan?


Mengapa? Apa dasar hukumnya ?
b. Dapatkah Wajib Pajak dipidana ? Mengapa ? Apa dasarnya ?

2. PPh PASAL 21

Soal Latihan 1

PT Cahaya sakti bergerak dibidang usaha industri elektronika. Untuk


meningkatkan kesejahteraaan karyawannya PT Cahaya Sakti
mengikuti program jamsostek dan program pensiun pada Dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Dalam tahun 2006, telah membayar gaji dan imbalan lain baik
kepada pegawai tetap maupun bukan yang pegawai tetap,
diantaranya kepada :

a. Sudrajat, status kawin menanggung sepenuhnya anak kandung


(seorang anak diantaranya lahir pada tanggal 14 Februari 2006)
dan seorang adik ipar yang belum bekerja.

Sudrajat berja pada PT Cahaya Sakti sejak tahun 1991. Pada


bulan Maret 2006 PT Cahaya Sakti telah membayar dan imbalan
489
Perpajakan untuk SMK

lainnya yang merupakan penghasilan teratur untuk sudrajat


sebagai berikut:

Gaji Rp.5.000.000
Tunjangan tansport Rp. 750.000
Tunjangan makan Rp. 750.000
Bahan semabako (nilai pasar) Rp. 600.000
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp. 30.000
Premi asuransi kematian Rp. 15.000
Iuran THT Rp. 200.000
Iuran pensiun Rp. 150.000
Sudrajat membayar atas tanggungannya sendiri:
Iuran THT Rp. 100.000
Iuran Pensiun Rp. 75.000

Diminta:
a. Hitunglah PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Cahaya
Sakti dalam bulan Maret 2006 atas penghasilan Sudrajat
tersebut diatas.
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi pembayaran
gaji Sudrajat dan pada saat menyetorkan PPh pasal 21 ke
kas negara.

b. Selain peghasilan tersebut diatas pada bulan Maret 2006


Sudrajat juga menerima bonus dari PT Cahaya Sakti sebesar
Rp.10.000.000,00

Pertanyaan:
Berapakah PPh pasal 21 yang harus dipotong atas pembayaran
bonus tersebut dan bagaimana jurnalnya?

c. Rizal, status bujangan, mulai bekerja pada PT Cahaya Sakti


bulan Maret 2006. untuk masa sebelumnya Rizal belum bekerja.
Pada tanggal 2006 PT cahaya Sakti telah membayar gaji dan
imbalan lain untuk Rizal sebagai berikut :

Gaji Rp.1.200.000
Tunjangan transport Rp. 250.000
Tunjangan Makan Rp. 250.000
Bahan sembako (nilai pasar) Rp. 300.000
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp. 6.000
Premi asuransi kematian Rp. 3.000
Iuran THT Rp. 48.000
490
Perpajakan untuk SMK

Iuran pensiun Rp. 40.000


Rizal membayar atas tanggungan sendiri:
Iuran THT Rp. 24.000
Iuran pensiun Rp. 20.000

Diminta:
a. Hitung PPh pasal 21 atas penghasilan Rizal yang harus
dipotong oleh PT Cahaya Sakti pada bulan Maret 2006.
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi pembayaran
gaji Rizal dan pada saat menyetorkan PPh pasal 21 ke kas
negara.

Soal Latihan 2

PT. Sakti yang bergerak di bidang perdagangan besar elektronik,


beralamat di Jalan Tomang Raya No. 10 Jakarta Barat. NPWP:
01.234.567.8.036-000. Di tahun 2005 memiliki transaksi pembayaran
gaji, upah, honorarium, dan imbalan lainnya kepada pegawai tetap
maupun bukan pegawai tetapnya. PT. Sakti mengikuti program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian yang dibayar oleh perusahaan dengan jumlah masing-
masing 0,40% dan 0,20% dari gaji pokok. Disamping itu, PT. Sakti
menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 1,00%
dari gaji pokok. PT. Sakti juga mengikuti program pensiun untuk
pegawainya di Dana Pensiun yang telah disahkan oleh oleh Menteri
Keuangan.

Data pembayaran gaji, upah, honorarium dan imbalan lainnya


sebagai berikut:

1. Pegawai Tetap
Rekapitulasi (Masa: Januari s.d. Desember 2005)

Nama RAFI SANTOSO SAFIRA


NPWP 06.123.666.8- 08.444.321.6- -
024.000 031.000
Alamat Cempaka Putih Kemanggisan Gelong Barat
145, Jakarta 68, Jakarta 3/12 Jakarta
Jabatan Direktur Utama Manajer Staf
Pemasaran
Status K/2 K/0 TK/0

491
Perpajakan untuk SMK

Gaji pokok 132.000.000,00 48.000.000,00 30.000.000,00


Tunjangan jabatan 12.000.000,00 3.0000.000,00 0,00
Tunjangan transport 24.000.000,00 9.000.000,00 6.000.000,00
Tunjangan makan 12.000.000,00 4.500.000,00 6.000.000,00
Tunjangan Hari Raya 11.000.000,00 0,00 2.500.000,00
Bonus premi asuransi 22.000.000,00 0,00 3.750.000,00
Kecelakaan kerja 0,4% GP 0,4% GP 0,4% GP
Premi asuransi kematian 0,2% GP 0,2% GP 0,2% GP
Iuran pensiun
(perusahaan) 1.200.000,00 450.000,00 300.000,00
Iuran pensiun (di bayar
sendiri) 2.400.000,00 600.000,00 300.000,00
Iuran JHT (perusahaan) 1% GP 1% GP 1% GP
Iuran JHT (di bayar
sendiri) 2.640.000,00 960.000,00 600.000,00
PPh pasal 21 yang telah
dipotong 34.000.000,00 3.688.000,00 2.100.000,00
Keterangan Berhenti
bekerja
terhitung 1 Juli
2005

2. Bukan Pegawai Tetap

a. Pada bulan juni 2005, telah terjadi pembayaran honorarium


sebesar Rp. 50.000.000,00 kepada Tuan Radin, NPWP
06.321.999.0-024.000, alamat : Jl. Cempaka Putih No 145,
selaku komisaris PT Sakti, yang bukan sebagai pegawai tetap.
b. Pada bulan Juli dan Agustus, telah terjadi imbalan jasa kepada
Mr Chang warga negara Singapura atas jasa konsultasi
perdagangan sebesar Rp. 20.000.000,00/ bulan.
c. Wendy, status (TK/0), calon pegawai yang masuk pada awal
bulan Desember 2005, menerima honor sebesar
Rp.1.250.000,00 untuk bulan Desember.

Diminta:
a. Hitung PPh pasal 21/26 terutang dan isi SPT Tahunan PPh
pasal 21 tahun takwim 2005 beserta lampiran-lampirannya
dengan lengkap dan benar.
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi pembayaran gaji
karyawan PT. Sakti dan pada saat penyetoran PPh 21/26 ke kas
negara.

492
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 3

Anthony Chang yang berstatus bujangan dan tidak mempunyai


tanggungan keluarga datang dari Cina untuk menetap di Indonesia
pada tanggal 16 Maret 2006. Anthony Chang bekerja pada PT
Perkasa sejak 1 April 2006 sebagai pegawai tetap dengan
memperoleh imbalan dalam mata uang asing dan rupiah. Untuk
masa 16 Maret sampai dengan 31 Maret 2006, Anthony Chang
belum bekerja di Indonesia. PT Perkasa bergerak dibidang industri
elektronik.

Dalam bulan Mei 2006 Anthony Chang memperoleh penghasilan dari


PT Perkasa berupa gaji dan imbalan lain sebagai berikut :

Gaji US$ 3.000


Tunjangan makan Rp 1.000.000

Kurs menurut Peraturan Menteri Keuangan US$1= Rp 9.100


Kurs tengah Bank Indonesia US$1= Rp 9.125

Disamping itu Anthony Chang memperoleh fasilitas rumah dinas


yang disewa oleh PT Perkasa dari Tuan Ibrahim dengan harga sewa
Rp 36.000.000,00 setahun dan fasilitas kendaraan dinas dengan
biaya penyusutan dan biaya perawatan sebesar Rp 30.000.000,00
setahun.

Diminta :
a. Hitung PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Perkasa atas
penghasilan Anthony Chang bulan Mei 2006.
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi pembayaran gaji
Anthony Chang bulan Mei 2006.

Soal Latihan 4

Handoyo status kawin menanggung sepenuhnya seorang anak


kandung dan seorang adik ipar yang belum bekerja. Handoyo bekerja
pada PT Sumber Baru sejak tahun 1976. Pada 1 Mei 2006 Handoyo
berhenti bekerja pada PT Sumber Baru sejak tahun 1976. Pada 1
Mei 2006 Handoyo berhenti bekerja pada PT Sumber Baru karena
pensiun dengan menerima uang pesangon sebesar
Rp150.000.000,00 Berdasarkan Formulir 1721- A1, penghasilan

493
Perpajakan untuk SMK

Handoyo dari PT Sumber Baru dan penghitungan PPh pasal 21 yang


terutang dan harus dipotong menunjukkan data sebagai berikut :

Penghasilan neto (Januari s.d April 2006) Rp 40.568.000


PPh pasal 21 terutang Rp 1.188.400
PPh pasal 21 ditanggung Pemerintah tidak ada
PPh pasal 21 harus dipotong Rp 1.188.400
PPh pasal 21 telah dipotong Rp 4.158.664

PPh pasal 21 lebih dipotong Rp 2.970.264 telah dikembalikan kepada


Handoyo.

Mulai bulan Mei 2006 Handoyo telah menerima uang Pensiun yang
dibayarkan secara bulanan sebesar Rp 7.500.000 sebulan dari Dana
Pensiun Purna Karya yang pendirinya telah disahkan Menteri
Keuangan.

Pertanyaan :
a. Hitung PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh PT Sumber baru
atas pembayaran uang pesangon tersebut diatas dan bagaimana
jurnalnya?
b. Hitung PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh Dana Pensiun
Purna Karya atas pembayaran uang pensiun kepada Handoyo
pada bulan Mei 2006 dan bagaimana jurnalnya?

Soal Latihan 5

Marhendro, status kawin menanggung sepenuhnya 2 (dua) orang


anak kandung dan seorang ibu mertua, adalah peserta program
pensiun pada Dana Pensiun Arta Siaga yang dapat melakukan
penarikan dana setiap saat.

Dalam tahun 2006 Marhendro telah melakukan penarikan dana


sebagai berikut :

Januari 2006 sebesar Rp 20.000.000


Februari 2006 sebesar Rp 25.000.000
Maret 2006 sebesar Rp 45.000.000
April 2006 sebesar Rp 60.000.000
Mei 2006 sebesar Rp 70.000.000

494
Perpajakan untuk SMK

Diminta :
a. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut diatas.
b. Hitung PPh pasal 21 yang harus dipotong oleh Dana Pensiun
Arta siaga atas masing- masing penarikan dana tersebut.

3. PPh PASAL 22

Soal Latihan 1

Bank Mandiri (Persero) Cabang Bintaro dalam bulan Maret 2006


melakukan transaksi pembelian sebagai berikut :

♦ Membayar pembelian kertas HVS seharga Rp14.000.000,00


dari PT Jurangmangu (NPWP : 01.001.000.5-013.000)
♦ Membayar langganan listrik bulan Maret 2006 sebesar
Rp10.000.000 kepada PT PLN (persero)
♦ Membayar pembelian peralatan listrik dari H. Sarmili (tidak
mempunyai NPWP) sebesar Rp 8.000.000,00
♦ Membayar pembelian souvenir dari Supermarket Giant Lebak
Bulus, Jakarta (02.555.666.4-058.000) sebesar Rp 4.000.000,00
♦ Membayar pembelian suvenir dari CV Maju Sekali
(02.555.666.4-025.000) sebesar Rp 800.000,00

Diminta :
a. Atas transaksi tersebut, berapa PPh pasal 22 yang harus disetor
oleh bank Mandiri (Persero) Cabang Bintaro dalam Masa Maret
2006?
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi bulan Maret 2006.
c. Bagaimana mekanisme pembayaran dan pelaporan PPh pasal 22
atas transaksi diatas.

Soal Latihan 2

Pada bulan Juni 2005 PT Serba Guna memenangkan tender


pengadaan alat tulis kantor (ATK) disebuah bank BUMN X. Nilai
pengadaan adalah Rp100.000.000,00 belum termasuk PPh pasal
22 dan PPN. Bank BUMN X membayar tagihan PT Serba Guna
pada tanggal 20 Juli 2005. Bagaimana perhitungan dan jurnal yang
diperlukan atas transaksi tersebut!

495
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 3

Sekolah Negeri Maju membeli pengadaan ATK dari rekanannya


senilai Rp1.500.000. Dalam hal ini bagaimana kewajiban pajak yang
harus dipenuhi oleh sekolah negeri maju?

4. PPh PASAL 23

Soal Latihan 1

Bayu menggunakan uangnya untuk membeli saham PT Reka-reka


sebesar 15% dari total saham. Pada akhir tahun Bayu mendapatkan
Dividen dari PT Reka-reka sebesar Rp 1.500.000.000,00 yang
diambil dari Retained Earning (RE). Oleh karena status kepemilikan
saham bayu adalah atas nama orang pribadi, maka atas dividen
tersebut bayu tetap dikenai PPh pasal 23. Berapakah PPh pasal 23
yang dipotong atas pembagian dividen kepada Bayu tersebut dan
bagaimana jurnalnya?

Soal Latihan 2

Dalam bulan Januari 2007, PT X memanfaatkan jasa keamanan


dan jasa kebersihan dari PT Y. oleh karena kedua jasa itu
dimanfaatkan dalam bulan yang sama, maka transaksi atas
pemanfaatan kedua jenis jasa itu dicantumkan dalam kontrak/
perjanjian yang sama. Adapun detail transaksi masing- masing jasa
itu adalah sebagai berikut:

- jasa keamanan Rp 5.000.000,00


- jasa kebersihan Rp 2.000.000,00

Sesuai dengan PER-178/PJ./2006 jasa keamanan dikenai tarif


sebesar 1,5% dari jumlah bruto, sedangkan jasa kebersihan dikenai
tarif sebesar 1,5% dari jumlah bruto. Oleh karena kedua jenis jasa
itu tercantum dalam kontrak yang sama, maka penggunaan tarif
1,5% dari jumlah bruto untuk jasa keamanan tidak dapat dilakukan.
Dalam hal ini tarif dikenakan atas kedua jenis jasa itu adalah tarif
yang digunakan untuk jasa keamanan. Hal ini disebabkan karena
nilai transaksi jasa keamanan lebih tinggi dari nilai transaksi jasa

496
Perpajakan untuk SMK

kebersihan. Bagaimana mekanisme penghitungan PPh pasal 23


terutang dan buatlah jurnalnya!

Soal Latihan 3

Seorang pengusaha garmen bernama Amar, memiliki penyertaan


saham di PT Sriwijaya Makmur Abadi sebesar 5%. Pada tahun
2005, PT Sriwijaya Makmur Abadi membagikan Dividen sebesar
Rp.15.000.000,00 kepada Amar. Atas pembagian dividen tersebut
berapa PPh pasal 23 yang harus dipotong PT Sriwijaya Makmur
Abadi dan bagaimana jurnalnya?

Soal Latihan 4

Pembayaran imbalan jasa perawatan atau pemeliharaan sekolah


menggunakan dana BOS sebesar Rp 2.000.000,00 yang dikerjakan
bukan oleh kontraktor. Dalam hal ini berapa PPh pasal 23 yang
harus dipotong oleh sekolah?

Soal Latihan 5

Wahyu salah satu sebagai Direktur Perusahaan PT CAB


meminjamkan uang kepada perusahaannya sebesar Rp.
60.000.000,00 dari pinjaman tersebut berdasarkan kewajaran
transaksi pinjam meminjam, perusahaan harus membayar bunga
sebesar 15% kepada Wahyu yaitu berjumlah Rp. 9.000.000,00.
Oleh karena itu, bunga sebesar Rp. 9.000.000,00 harus dikenakan
PPh pasal 23 sebesar ?

5. PPh PASAL 24

Soal Latihan 1

Mulai awal tahun 2006, Amir bekerja di Hongkong untuk kurun


waktu 3 (tiga) tahun. Penghasilan selama tahun 2006 yang
diperoleh Pak Amir adalah sebesar Rp. 100.000.000,00 misalnya
pajak yang dibayar amir di Hongkong sebesar Rp. 5.000.000,00,
maka bagaimana mekanisme perhitungan PPh pada tahun 2006
atas Penghasilan Amir di Indonesia?
497
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 2

Mulai awal tahun 2006, Amir (TK) bekerja di Hongkong untuk kurun
waktu 3 (tiga) tahun. Penghasilan selama tahun 2006 yang
diperoleh Amir adalah sebesar Rp.100.000.000,00. Misalnya pajak
yang dibayar Amir di Hongkong sebesar Rp20.000.000,00, maka
mekanisme perhitungan tahun 2006 atas penghasilan Amir di
Indonesia adalah?

6. PPh PASAL 25

Soal Latihan 1

PT Majulah Indonesia (PT MI) pada Tahun pajak 2006 menerima


penghasilan neto fiskal sebesar Rp. 4.500.000.000,00. dan jumlah
tersebut termasuk didalamnya penghasilan dari penjualan aktiva
berupa penyertaan saham di perusahaan lainnya sebesar
Rp.1.000.000.000,00. Adapun pajak yang telah dilunasi oleh pihak
lain melunasi pemotongan oleh pemungut pajak adalah sebagai
berikut:

- PPh pasal 23 dipotong pihak lain Rp.170.000.000,00


- PPh pasal 22 dipungut pihak lain Rp 150.500.000,00

PT MI juga telah membayar pajak di luar negeri sebesar Rp.


112.000.000,00, sejumlah tersebut seluruhnya dapat diperhitungkan
sebagai kredit pajak di SPT Tahunan PPh PT MI. selain itu PT MI
juga masih memiliki kompensasi kerugian fiskal dan tahun
sebelumnya yang masih berhak dikompensasikan sebesar Rp.
400.000.000,00.

Bagaimana mekanisme penghitungan angsuran PPh pasal 25 untuk


tahun pajak 2007?

Soal Latihan 2 :

Ditahun pajak 2006, PT ABC memiliki pajak terutang sebesar Rp.


200.000.000,00. PPh pasal 25 untuk Tahun pajak 2006 yang telah
dibayar PT ABC adalah Rp 82.000.000,00, sedangkan PPh yang
dipotong/dipungut oleh pihak lain dalam tahun pajak 2006 adalah
sebesar Rp 200.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, SPT
498
Perpajakan untuk SMK

Tahunan PPh PT ABC untuk tahun pajak 2006 akan mengalami


lebih bayar sebesar Rp. 82.000.000,00 (Rp 200.000.000,00 –(Rp
82.000.000,00 + Rp 200.000.000,00)).

Berapa besar angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2007?

Soal Latihan 3

Ditahun pajak 2006, PT ABC memiliki pajak terutang sebesar Rp.


200.000.000,00, angsuran PPh pasal 25 sepanjang tahun 2006
yang telah dibayar PT ABC adalah Rp.250.000.000,00.
Berdasarkan data tersebut SPT Tahunan PPh PT ABC untuk tahun
pajak 2006 akan mengalami lebih bayar sebesar sebesar
Rp150.000.000,00 (Rp.200.000.000,00 – ( Rp.100.000.000 + Rp.
250.000.000,00 )).

Berapa besar angsuran PPh pasal 25 untuk tahun pajak 2007?

Soal Latihan 4

Di tahun pajak 2006 PT Citra, memiliki pajak terutang dari


penghasilan kena pajak sebesar Rp100.000.000,00, angsuran PPh
pasal 25 sepanjang tahun 2006 yang telah dibayar oleh PT Citra
adalah Rp 80.000.000,00 sedangkan PPh yang di potong / dipungut
oleh pihak lain dalam tahun pajak 2006 adalah sebesar
Rp120.000.000,00. Berdasarkan data tersebut, SPT Tahunan PPh
PT Citra untuk tahun pajak 2006 akan mengalami lebih bayar
sebesar Rp 100.000.000,00. Berapa besar angsuran PPh pasal 25
untuk tahun pajak 2007?

Soal Latihan 5

Ditahun pajak 2006, PT Sejati memiliki pajak terutang dari


penghasilan kena pajak sebesar Rp120.000.000,00, angsuran PPh
pasal 25 sepanjang tahun 2006 yang telah dibayar oleh PT Sejati
Rp100.000.000,00 sedangkan PPh yang telah dipotong atau
dipungut oleh pihak lain dalam tahun pajak 2006 adalah sebesar
Rp104.000.000,00. berdasarkan data tersebut, SPT Tahunan PPh
PT Sejati untuk tahun pajak 2006 akan mengalami lebih bayar
sebesar Rp 84.000.000,00. Berapa besar angsuran PPh pasal 25
untuk tahun pajak 2007?
499
Perpajakan untuk SMK

7. PPh PASAL 26

Soal Latihan

PT Cemara, Tbk telah melakukan rapat umum pemegang saham


tanggal 6 April 2006, dan di sepakati untuk dilakukan pembagian
dividen sebesar Rp100.000.000 kepada para pemegang saham.

Tata cara pembagian dividen diatur sebagai berikut:

1. Pemberitahuan di media masa 11 April 2006


2. Cum dividen di pasar reguler dan negosiasi 28 April 2006
3. Ex dividen di pasar reguler dan negosiasi 1 Mei 2006
4. Cum dividen di pasar negara 2 Mei 2006
5. Ex dividen di pasar negara 3 Mei 2006
6. Cum dividen di pasar tunai 3 Mei 2006
7. Ex dividen di pasar tunai 4 Mei 2006
8. Recording date 3 Mei 2006
9. Pembayaran dividen 2 Juni 2006

Komposisi pemegang saham adalah sebagai berikut :

No Nama Jumlah Keterangan


Saham
1 PT Bina, Tbk 5% Industri Jasa
2 Dana Pensiun 10% Dana Pensiun
PT Cemara
3 ABC, Ltd (Singapura) 10% Tidak mempunyai Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia
dan memiliki Surat Keterangan
Domisili (SKD)
4 Ir. Subiyakto 5% Konsultan
5 Mustafid, BKP 5% Konsultan
6 Pemegang saham publik 5% Sebanyak 10.000 orang
7 Koperasi Suroco 30% Usaha persewaan ruangan dan
kendaraan
8 PT Profesitama 30% Hanya mempunyai aktivitas
kepemilikan saham PT Cemara,
Tbk

Catatan: P3B Indonesia dengan Singapura menyebutkan tarif


dividen sebesar 10%.

500
Perpajakan untuk SMK

Pertanyaan:
a. Kapan PT Cemara, Tbk harus melakukan pembayaran PPh
pasal 26?
b. Berapa PPh pasal 26 yang harus dipotong oleh PT Cemara?
c. Bagaimana jurnal yang harus dibuat oleh PT. Cemara atas
transaksi diatas?

8. PPhTB dan BPHTB

Soal Latihan 1

Pada tanggal 15 April 2005 Pak Han Mangku Wanito membeli


sebidang tanah seluas 1.000 m2 di Kabupaten Sleman DIY melalui
PPAT setempat dengan harga menurut NJOP sebesar Rp.
2.013.000.000,00 dan BPHTB-nya telah dibayar lunas pada tanggal
transaksi. Pada tanggal 16 Juli 2005 berdasarkan bukti tertulis yang
ditemukan merupakan harga pasar dari tanah tersebut adalah
sebesar Rp. 2.350.000,00 per m2. Atas temuan ini KPPBB Sleman
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan
Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) pada tanggal 17 Juli 2005.

Saudara diminta untuk menghitung besarnya BPHTB yang dibayar


oleh Pak Han Mangku Wanito:
a. Pada tanggal 15 April 2005 (pada saat transaksi)
b. Pada tanggal 17 Juli 2005 (SKBKB)

Apabila diasumsikan NPOPTKP sebesar Rp 50.000.000,00

Soal Latihan 2

Tanah tersebut diatas (soal no. 1) kemudian oleh Pak Han Mangku
Wanito dihibahwasiatkan kepada suatu Yayasan Yatim Piatu
(Yayasan Sosial Nirlaba). Setelah Pak Han Mangku Wanito
meninggal dunia pada tanggal 15 Maret 2006, pihak yayasan
kemudian mendaftarkan peralihan hak ke Kantor Pertanahan
Kabupaten Sleman. Pada saat itu NJOP atas tanah tersebut secara
keseluruhan sebagai dasar penghitungan PBB adalah sebesar Rp
2.342.000.000,00 sedangkan NJOPTKP untuk PBB sebesar
Rp10.000.000,00. Harga pasar tanah tersebut pada tahun 2006
sebesar Rp2.500.000,00 per m2. Anda diminta untuk menghitung:

501
Perpajakan untuk SMK

a. Besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh yayasan apabila


NPOPTKP yang berlaku untuk Kabupaten Sleman adalah
sebesar Rp 250.000.000,00 dan Rp 50.000.000,00.
b. Besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh yayasan apabila
permohonan pengurangan dari yayasan dikabulkan olek KPPBB
Sleman.

Soal Latihan 3

Pak Joko, seorang veteran pejuang kemerdekaan menerima


warisan dari kakak kandungnya sebidang tanah seluas 1.500 m2
dengan nilai pasar sebesar Rp1 miliar. Beliau menemui Saudara
sebagai seorang konsultan pajak dan menanyakan segala sesuatu
tentang BPHTB atas tanah karena warisan. Beliau menunjukkan
SPPT PBB atas tanah tersebut yang NJOP-nya sebesar Rp614.000
per m2. Saudara diminta untuk menjelaskan secara rinci mengenai
BPHTB karena warisan kepada Pak Joko dan membantu beliau
menghitung besarnya BPHTB yang harus dibayar apabila
NPOPTKP ditentukan sebesar Rp50.000.000 dan Rp 250.000.000 !

9. PENGHITUNGAN PPh TERUTANG PADA AKHIR TAHUN PAJAK

Soal Latihan 1

Ben Waras adalah seorang pengusaha muslim yang taat, sebagai


seorang pedagang besar farmasi dengan merk usaha “Waras”, KLU
51392, dia beristrikan Marry karyawati PT Pharma, Jl. Veteran
No.45 telepon (0264) 206656 Purwakarta, NPWP 04.123.456.7-
409.000, dengan jabatan pengawas pemasaran, jika membuka
usaha apotik di rumahnya. Ben waras di karuniai dua orang anak
yaitu Ben Waloyo dan Ben Bejo. Untuk membuka usaha Apotik
Marry di Bantu saudara kandungnya Meywae yang diangkat
sebagai pengelola apotik. Ben Waras tinggal di Jl, Cigane No.2 Kel.
Bunder Kec. Bunder Purwakarta 46411. alamat usaha Jl. Cigane
No.5 Telepon (0264) 2066655, fax (0264) 206657, NPWP
04.123.456.7-409.000, KLU 51392.

Dalam menjalankan usahanya, Ben Waras maupun Marry


menyelenggarakan pembukuaan berdasarkan tahun takwim.
Pembukuan diaudit kantor akuntan Ben Bener, Ak & Partner dengan
pendapatan wajar.
502
Perpajakan untuk SMK

Data keuangan tahun 2005 adalah sebagai berikut (seluruh


informasi dalam satuan rupiah, kecualai ditentukan lain).

Ben Waras Dalam Rupiah


Peredaran Usaha 2.050.000.000
Potongan penjualan 150.000.000
Retur penjualan 80.050.000
Penjualan Neto 1.819.950.000

Harga pokok penjualan : 210.000.000


Persedian barang awal 1.210.000.000
Pembelian (60.010.000)
Potongan pembelian (101.000.000)
Retur pembelian (310.000.000)
Persediaan barang akhir
Harga Pokok Penjualan 948.990.000
Laba buto usaha 870.960.000

Biaya umum dan administrasi:


1) Biaya pegawai:
Gaji 115.000.000
THR 55.000.000
Uang lembur 15.000.000
Makan
Disediakan ditempat kerja 12.000.000 197.000.000

2) Air, lisrik dan telepon


untuk kantor dan gudang 15.000.000
Untuk rumah pribadi 12.000.000 40.000.000

3) Asuransi
Premi K3 Karyawan 21.800.000
Kebakaran kantor & gudang 15.100.000
Kesehatan dan jiwa keluarga
telah dihitung sebagai
penghasilan karyawan 7.100.000 44.000.000

4) Transportasi:
Pemeliharaan kendaraan bermotor
- Usaha 14.020.000
- Keluarga 8.060.000 22.080.000

503
Perpajakan untuk SMK

Bahan bakar
- Usaha 20.020.000
- Keluarga 17.500.000 37.520.000

5) Biaya perjalanan
- Usaha 32.050.000
- Keluarga 26.100.000 58.150.000
Dalam biaya perjalanan usaha termasuk
biaya perjalanan keluar negeri untuk dua
anak Ben Waras Rp.8.000.000 dan fiskal
luar negeri Rp.2.000.000

6) Biaya bunga pinjaman terdiri dari bunga


kepada PT Parmacy Rp.21.000.000,00
kepada Bank BCA Rp.13.000.000,00 dan
bunga atas pembelian mess karyawan
sebesar Rp.40.000.000 74.000.000

7) Pajak yang dibayar


PBB tempat usaha dan gudang 2.400.000
Rumah tinggal 1.600.000 4.000.000

8) Biaya pengiriman dan pengepakan barang 24.700.000

9) Biaya lain-lain:
Biaya representasi sebesar Rp.17.500.000
untuk kegiatan usaha termasuk di
dalamnya sebesar Rp.4.500.000 untuk
kado bagi para pejabat yang mengundang
Ben Waras untuk menghadiri pesta
pernikahan putra/i mereka. 17.500.000

Biaya kebersihan sebesar Rp.4.500.000


terdiri dari biaya kebersihan tempat usaha
dan gudang Rp,3.200.000 dan biaya
kebersiahan tempat tinggal Rp.1.300.000. 4.500.000

Biaya keamanan sebesar Rp.10.500.000


terdiri dari biaya keamanan untuk tempat
usaha dan gudang Rp.7.500.000 dan untuk
tempat tinggal Rp.3.000.000. 10.500.000

504
Perpajakan untuk SMK

10) Sumbangan sebesar Rp.35.600.000 terdiri


dari sumbangan kepada saudara Ben
Waras yang tertimpa musibah sebesar
Rp.10.000.000 sumbangan pembangunan
masjid di Purwakarta Rp.12.000.000 dan
bantuan kepada yayasan yatim piatu
‘santunan’ Rp.13.600.000. 35.600.000

11) Biaya penyusutan:


Bangunan 100.000.000
Gudang 40.000.000
Kendaraan 80.000.000
Peralatan usaha 50.000.000 270.000.000
(telah disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku)
Total Biaya 839.550.000
Penghasilan Neto 31.410.000

Catatan:
1. Dalam peredaran usaha termasuk penyerahan kepada
Departemen Kesehatan sebesar Rp.200.000.000 belum termasuk
PPN dan Pemerintahan Propinsi Jawa Barat sebesar
Rp.100.000.000 belum termasuk PPN. Ketentuan perpajakan
yang berkaitan dengan kedua penyerahan tersebut telah
dilakukan pada saat pembayaran tagihan. Pembayaran tagihan
diterima pada tahun 2005.
2. Penghasilan Ben Waras lainnya yang pelaksanaannya telah
memenuhi ketentuan perpajakan yang berlaku. Seluruh
penghasilan telah dilaporkan dengan jumlah bruto (sebelum
dipotong/pungut PPh).
a. Bunga tabungan BII : Rp.42.000.000
b. Dividen dari PT Parmacy (Jl. Juanda No.6 Bekasi NPWP
01.234.567.8-408.000) : Rp.300.000.000
c. Jasa perantara kepada PT Junger Farma (Jl. Kebon Jeruk
No.1 jakarta Pusat NPWP : 01.234.456.052.000):
Rp.125.000.000. PT Jumger Farma melakukan pemotongan
sesuai pasal 17 UU PPh dari jumlah bruto.
d. Bonus dari PT Sinde karena target penjualan produk PT
Sinde terlampui (Jl.Hasyim Ashari No.4 jakarta Pusat NPWP:
0.234.456.8-014.000): Rp.165.000.000 PT Sinde melakukan
pemotongan sesuai pasal 17 UU PPh dari jumlah bruto.
e. Persewaan Kantor : Rp.50.000.000

505
Perpajakan untuk SMK

3. Zakat atas penghasilan tahun 2005 di bayar kepada Badan


Amala Zakat DKI yang telah disahkan pemerintah Jl. Kebonsari
Jakarta Pusat sejumlah Rp.21.585.000 dari sejumlah itu zakat
yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh bersifat
final adalah sebesar Rp.2.300.000.

Penghasilan Marry :
Peredaran usaha Rp.1.250.000.000
Potongan penjualan (Rp. 50.000.000)
Retur penjualan (Rp. 100.000.000)
Rp.1.100.000.000
Harga pokok penjualan:
Persediaan awal Rp.125.000.000
Pembelian Rp.756.000.000
Potongan pembelian (Rp. 14.000.000)
Retur pembelian (Rp. 26.000.000)
Persediaan akhir (Rp. 34.000.000)
Rp. 807.000.000
Laba Bruto Rp. 293.000.000

Biaya-biaya berkaitan dengan usaha yang dikeluarkan dan


diperkenankan dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto
sesuai ketentuan perpajakan adalah sebesar Rp.143.000.000.

Penghasilan Marry dari Perpajakan :


Penghasilan bruto Rp.185.000.000
Penghasilan neto Rp.180.004.000
PTKP Rp. 12.000.000
PhKP Rp.168.004.000
PPh pasal 21 dipotong Rp. 28.251.000

Data harta dan kewajiban Ben waras :


Harta :
1. Tabungan di Bank BII Rp.300.000.000 tahun perolehan 2004
2. Saham pada PT Parmacy Rp.600.000.000 tahun perolehan 2002
3. Bangunan tepat usaha Rp.2.000.000.000 perolehan tahun 2000
4. Gudang Rp.800.000.000 perolehan tahun 2002
5. Kendaraan untuk usaha Rp.800.000.000 masa penyusutan 10
tahun perolehan tahun 2000
6. Mess Karyawan Rp.600.000.000 perolehan tahun 2000
7. Inventaris usaha Rp.200.000.000 perolehan tahun 2003
8. Inventaris keluarga Rp.250.000.000 perolehan tahun 2004
9. Piutang usaha PT Mustika Rp.234.000.000 tahun perolehan 2004
506
Perpajakan untuk SMK

Kewajiban
1. Utang usaha mulai tahun 2004 pada PT Parmacy
Rp.700.000.000
2. Utang pembelian inventaris tahun 2003 untuk usaha kepada Bank
BCA Rp.200.000.000
3. Utang atas pembelian mess karyawan mulai tahun 2000 sebesar
Rp.300.000.000

PPh pasal 25 yang telah dipotong/dibayar selama tahun 2005


sebesar Rp.52.699.000

Diminta :
Buatlah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi atas nama Ben
waras Tahun pajak 2005, dengan catatan sebagai berikut :
1. Kertas kerja perhitungan PPh yang terutang oleh Ben Waras
untuk tahun 2005 disertakan.
2. Perhitungan besarnya PPh pasal 25 untuk tahun 2006 untuk
bulan maret tahun 2006 memperhatikan ketentuan yang berlaku.

Soal Latihan 2

Berdasarkan data-data dibawah ini, Anda diminta untuk membuat


rekonsiliasi rugi-laba fiskal dan mengisi SPT PPh Badan untuk PT
OTTO PART INDONESIA tahun 2005.

Nama WP : PT OTTO PART INDONESIA


NPWP : 01.145.221.013.000
Alamat : Jl.Ulujami Raya No.50 Kel.Ulujami,
Pesanggrahan, Jakarta Selatan 12160
Telepon : 021-73443575
Janis Usaha : Industri komponen Kendaraan Bermontor
Nama Pimpinan : Norik Abe
Alamat Pimpinan : Jl. Kesehatan Raya No.12 Bintaro,
pesanggrahan, Jaksel
Telepon : 021-73375795
Pembukuan : Akrual, Bahasa Indonesia, Komputer, Rupiah
Metode penyusutan : Garis Lurus
Tahun Buku : 1 Januari 2005 s.d Desember 2005

507
Perpajakan untuk SMK

Data Pengurus:
A. Dewan Direksi
No. Nama dan Alamat NPWP Jabatan
1 Norik Abe 06.250.620.0-005.000 Direktur utama
Jl.Garuda Raya No.50 Ciputat
2 Yana Sagita 06.321.610.3-013.000 Direktur
Jl.Melati 12 Jaksel
3 Masrizal 09.125.286.9-002.000 Direktur
Jl. Selat berhala No.70 Duren Sawit
Jakarta Timur

B. Dewan Komisaris
No. Nama dan Alamat NPWP Jabatan
1 Sania sijimatsu 06.250.620.0-005.000 Presiden
Jl.Pisok No.20 Bintaro Jaksel Komisaris
2 Tison Hirmawan 06.321.610.3-013.000 Komisaris
Jl.Mawar 25 BSD Serpong
3 Kusuka Seici 09.125.286.9-002.000 Komisaris
Jl. Sejahtera No.80 Duren Jaya,
Bekasi

C. Data pemegang saham


No. Nama dan Alamat NPWP Rupiah Lembar (%)
1 PT Supra Motor 06.250.620.0 20.000.000.000 2.500 20
Jl.Garuda 55 Cileduk -005.000
2 Masasi suatsu industry 06.321.610.3 75.000.000.000 1.500 75
Co. ltd -013.000
Japan 45-1 Daizen Ueta
Japan
3 Timmy Todaro 09.125.286.9 5.000.000.000 - 5
Jl. Kucica 15 Jaksel -002.000

Data Laporan Rugi/ Laba tahun 2005:

PT OTTO PART INDONESIA


LAPORAN RUGI LABA
PERIODE 31DESEMBER 2005
(Dalam Ribuan Rupiah)
Deskripsi Komersial
Peredaran Usaha
Penjualan Ekspor 34.837.000
Penjualan Lokal 783.284.000
Retur Penjualan (20.584.000)
Penjualan Neto 797.537.000
HPP (lamp I) (604.959.333)
508
Perpajakan untuk SMK

Laba Bruto Uasaha 192.577.667


Biaya Usaha (lamp I) (72.443.000)
Laba Neto Usaha 120.134.667
Pendapatan Luar Usaha(lamp III) 15.845.000
Biaya Luar Usaha (lamp IV) (49.379.000)
Laba Bersih 86.600.667

Harga Pokok Penjualan (lampiran I)

Deskripsi Komersial
Harga Pokok Penjualan
- Persediaan awal bahan baku 37.017.000
- Pembelian 362.151.000
Tersedia untuk dipakai 399.168.000
- Persediaan akhir 38.297.000
Pemakaian bahan baku 360.871.000
- Gaji dan upah langsung 35.117.000
Biaya Pabrikasi
- Biaya bahan pembantu 62.795.000
- Biaya penyusutan mesin pabrik 23.333.333
- Biaya penyusutan bangunan pabrik 560.000
- Biaya angkutan 11.832.000
- Biaya impor 24.274.000
- jasa teknuk/ tenaga ahli 9.150.000
- Technical assistance 34.477.000
- Biaya proses produksi pihak ketiga 5.268.000
- Biaya listrik/ air 19.823.000
- Biaya bahan bakar 13.823.000
- Biaya pemeliharaan/ perbaikan 10.335.000
- Biaya asuransi 632.000
- Biaya pembungkus 314.000
- Biaya limbah 123.000
- Biaya registrasi 146.000
Jumlah biaya pabrikasi 216.885.333
Biaya produksi 612.873.333
- Biaya dalam proses awal 17.300.000
- Barang dalam proses akhir (18.178.000)
Harga pokok produksi 611.995.333
- Persediaan barang jadi awal 10.989.000
Barang tersedia untukdijual 622.984.333
- Persediaan barang jadi akhir (18.025.000)
Jumlah harga pokok penjualan 604.959.333

509
Perpajakan untuk SMK

Biaya Usaha (Lampiran II)

Deskripsi Komersial
Biaya penjualan
- Biaya royalti 50.906.000
- Biaya angkut 1.864.000
- Biaya pembungkus 1.602.000
- Biaya perjamuan 136.000
Jumlah biaya penjualan 54.508.000
Biaya Umum dan administrasi:
- Gaji/ honorarium/ tunjangan 8.158.000
- PPh dibayar perusahaan 75.000
- Biaya kantor 725.000
- Penggantian pengobatan 62.000
- Pendidikan dan rekruitmen 194.000
- Biaya sewa 204.000
- Perjalanan dinas 306.000
- Telepon/telex dan faximile 261.000
- Biaya Asuransi 711.000
- Biaya perijinan 104.000
- Penghapusan piutang 400.000
- Pemeliharaan dan perbaikan 1.140.000
- Biaya royalti 400.000
- Biaya pengangkutan 150.000
- Biaya rumah tangga 66.000
- Listrik dan air 2.497.000
- Biaya konsultan /tenaga ahli 779.000
- Penyusutan komputer/printer 30.000
- Penyusutan peralatan kantor 50.000
- Penyustan bangunan kantor 600.000
- Penyusutan perabotan kantor 250.000
- Penyusutan kendaraan sedan 175.000
- Penyusutan kendaraan operasional 40.000
- Biaya penelitian dan pengembangan 50.000
- Biaya entertainment 150.000
- Biaya lainnya 358.000
Jumlah biaya umum dan
administrasi 17.935.000
Jumlah biaya usaha lainnya 72.443.000

510
Perpajakan untuk SMK

Penghasilan Luar Usaha (lampiran III)

Deskripsi Komersial
- Dividen dari PT Kanzen Motor 125.000
- Pendapatan selisih kurs 15.125.000
- Penjualan aktiva tetap 140.000
- Dividen dari PT Masaki Part Motor 150.000
- Pendapatan jasa giro 45.000
- Penghasilan dari Thailand 250.000
Total penghasilan dari luar usaha 15.845.000

Biaya Luar Usaha (Lampiran IV)

Deskripsi Komersial
- Rugi selisih kurs 29.975.000
- Bunga pinjaman 18.420.000
- Beban adsministrasi 481.000
- Biaya lain-lain 3.000
- Kerugian di Malaysia 500.000
Jumlah Biaya dari Luar Usaha 49.379.000

Keterangan :
1. Peredaran Usaha
Di dalam peredaran usaha terdapat retur penjualan sebesar
Rp20.584.000,00 dari jumlah Rp1.500.000.000,00, merupakan
cadangan retur. Disamping itu dalamnya terdapat penjualan
kepada PT Kanzen Motor sebesar Rp5.000.000.000,00 yang
menurut harga pasar yang wajar adalah Rp7.500.000.000,00.

2. Harga pokok penjualan


- perusahaan memakai metode COMWIL di dalam menilai
persediaan bahan baku dengan data sebagai berikut:

Harga Perolehan Harga pasar


Persediaan awal 38.500.000.000 37.017.000.000
Persediaan akhir 38.297.000.000 39.597.000.000

- Di dalam biaya angkutan terdapat biaya untuk pindah rumah


seorang pengurus sebesar Rp.10.000.000,00.
- Dalam beban impor terdapat unsur PPh pasal 22 sebesar
Rp1.500.000.000,00
- Dalam biaya tenaga ahli sudah dipotonga PPh pasal 23
sebesar 7,5% (neto)

511
Perpajakan untuk SMK

- Dalam biaya limbah terdapat biaya sebesar Rp25.000.000,00


yang digunakan untuk sumbangan untuk pejabat daerah
setempat.

3. Biaya penjualan
- Dalam Biaya angkut terdapat biaya yang tidak cukup
didukung oleh bukti sebesar Rp15.000.000,00
- Dalam biaya perjamuan terdapat biaya yang diberikan kepada
pemegang saham dan karyawan PT Otto Part Indonesia
sebesar Rp57.000.000,00.

4. Biaya umum dan administrasi


- Biaya gaji dan upah terdapat upah kepada gaji pembantu
pengurus Perusahaan masing- masing Rp10.000.000,00 dan
Rp5.000.000,00
- Dalam biaya penggantian pengobatan terdapat pembayaran
biaya pengobatan secara Cuma-Cuma yang dibayar langsung
ke Rumah Sakit Sari Asih sebesar Rp7.500.000,00
- Dalam biaya perjalanan dinas terdapat biaya yang tidak
didukung oleh bukti yang cukup sebesar Rp50.000.000,00
- Dalam biaya asuransi terdapat premi asuransi kebakaran atas
mess karyawan sebesar Rp35.000.000,00
- Dalam biaya perijinan terdapat pengeluaran sebesar
Rp20.000.000,00 yang tidak didukung bukti yang cukup.
- Dalam biaya rumah tangga terdapat pengeluaran sebesar
RP23.500.000,00 yang tidak ada buktinya.
- Terdapat biaya air sebesar Rp5.000.000,00 yang tidak dapat
didukung oleh bukti-bukti.
- Dalam biaya litbang terdapat biaya yang digunakan untuk
penelitian yang yang dilakukan diThailand sebesar
Rp30.000.000
- Dalam biaya entertainment yang dapat dibuat daftar nominatif
sebesar Rp75.000.000,00
- Dalam biaya konsultan atau Tenaga ahli setelah dipotong
PPh pasal 23.
- Biaya lainnya sebesar Rp358.000.000,00 terdiri atas :
- Biaya perjalanan dinas Rp 35.000.000,00
- Biaya pengurusan dividen pada PT Kanzen Motor
Rp7.500.000,00
- Biaya pengurusan dividen pada PT Masaki Part Motor
Rp2.500.000,00
- Biaya pengurusan jasa giro Rp1.100.000,00

512
Perpajakan untuk SMK

- Biaya sumbangan bencana tsunami Aceh dandinas ke


lembaga yang telah mendaftarkan diri ke Direktorat Jinderal
Pajak Rp 200.000.000,00
- sisanya yang tidak di dukung bukti-bukti Rp 111.900.000,00

5. Data piutang yang di hapuskan sebagai barikut:

Piutang Diserahkan
Nama Ada Diumumkan Dilaporkan
No. Dihapus ke
Debitur Perjanjian ke Penerbitan ke DJP
(Lap.Kom) Pengadilan
1 PT Vodka 50.000 50.000 0 50.000 50.000
2 PT Neldy 50.000 0 50.000 50.000 50.000
3 PT Sellya 75.000 50.000 0 75.000 75.000
4 PT Molta 100.000 100.000 0 100.000 100.000
5 Pt Aldera 25.000 0 25.000 0 25.000
6 PT Galelio 100.000 0 100.000 100.000 100.000

6. Keterangan yang terkait dengan sewa dan rugi selisih kurs


a. Keterangan Sewa
Biaya sewa termasuk pembayaran operating lease sebesar
Rp104.000.000,00 hasil perhitungan bagian akuntansi
sebagai berikut:
- Pokok sewa leasing Rp100.000.000,00
- PPN 10% Rp 10.000.000,00
- Jumlah tagihan termasuk PPN Rp110.000.000,00
- PPh pasal 23 yang dipotong
perusahaan Rp 6.000.000,00
- Jumlah yang dibayarkan Rp104.000.000,00

b. Keterangan Rugi Kurs


Perhitungan selisih kurs sudah sesuai dengan aturan yang
ditetapkan oleh Undang-undang pajak.

7. PPh terutang di Thailand dan telah di bayar Rp 25.000.000,00


tarif perjanjian perhindaran pajak berganda (P3B) antara
Indonesia dengan Thailand 10%

8. Kredit pajak di dalam negeri diperoleh sebagai berikut :


a. PPh pasal 22 dari Impor sebesar Rp250.000.000,00 (belum
termasuk yang salah dibukukannya)
b. Fiskal Luar Negeri Rp21.000.000,00
c. PPh pasal 23 atas dividen Rp22.500.000,00
d. PPh pasal 25 Rp15.000.000.000,00

513
Perpajakan untuk SMK

e. SPT PPh pasal 25 Pokok Rp 3.000.000.000,00 serta sanksi


bunga Rp25.000.000,00.

9. Data-data mengenai Aktiva Tetap:

No Jenis Aktiva Tetap Tahun Harga Perolehan Kelompok/ Masa


. Perolehan Golongan Manfaat
Menurut
Komersial
1 Kendaraan Operasional 02-03-2001 400.000.000 Kelompok 2 10 Thn
2 Kendaraan (sedan) 04-04-2001 1.750.000.000 Kelompok 2 10 Thn
3 Komputer/ printer 07-07-2002 150.000.000 Kelompok 1 5 Thn
4 Perabotan Kantor 02-07-2002 1.250.000.000 Kelompok 1 5 Thn
5 Bangunan Kantor 02-07-2002 15.000.000.000 Bangunan 25 Thn
6 Peralatan Kantor 02-03-2001 500.000.000 Kelompok 1 10 Thn
7 Bangunan Pabrik 02-01-2001 14.000.000.000 Bangunan 25 Thn
8 Mesin Pabrik 01-05-2001 350.000.000.000 Kelompok 3 15 Thn
9 Tanah 01-02-2004 7.500.000.000
10 Konstruksi Dalam 02-02-2004 26.500.000.000
Pelaksanaan Mulai
kontruksi

10. Kerugian tahun 2003 dan tahun 2004 masing-masing sebesar


Rp1.500.000.000,00 dan Rp 2.750.000.000,00.

11. Posisi Neraca PT Otto Part Indonesia tahun 2005 terdapat


perkiraan investasi pada PT Kanzen Motor sebesar
Rp2.500.000.000,00 (40%) dan PT Masaki Part Motor (22%)
sebesar Rp1.500.000.000,00, investasi pada Musasi Otto Part
Co. Thailand Rp2.500.000.000,00 serta kodeko Part Co. Malaysia
Rp5.000.000.000,00. Disamping itu juga terdapat hutang piutang
sebagai berikut:
Pinjaman dari PT Supra Honda Motor tahun 2003 sebesar
Rp1.750.000.000,00 dan pinjaman kepada Masatsi Suatsu
Industri Ltd. Tahun 2004 sebesar Rp5.500.000.000,00.

12. Daftar pembeli terbesar diketahui sebagai berikut :

No. Nama Pembeli NPWP Jumlah Transaksi


PT Supra Motor 01.071.756.5-
1.
092.000 616.500.000.000
PT Susuka Internasional 01.050.886.3-
2.
092.000 220.275.000.000
PT Honda Manufacturing. 01.665.713.7-
3.
408.001 85.500.000.000

514
Perpajakan untuk SMK

Dalam melakukan transaksi penjualan dengan pihak yang ada


hubungannya istimewa tidak ada persetujuan dengan Direktorat
Jenderal Pajak. Dengan metode resale price dalam menentukan
harga jualnya.

13. Daftar pemasok terbesar diketahui sebagai berikut:

No. Nama Pemasok NPWP Jumlah Transaksi


PT Pertiwi Indonesia 01.025.256.5-
1.
617.000 30.500.000.000
PT Kadeca Indonesia 01.296.886.3-
2.
092.000 20.575.000.000
PT Jaya Masuya 01.265.513.7-
3.
408.000 15.500.000.000

14. Dalam biaya lain-lain dibiayai luar usaha tidak didukung dengan
bukti yang cukup.
15. Dalam hal pengisian SPT PPh Wajib Pajak Badan Tahunan
menghasilkan lebih bayar supaya direstitusikan.

10. PPh PASAL 4 AYAT (2

Soal Latihan 1

PT Firda menggunakan ruangan di hotel jurangmangu untuk rapat


kerja (Raker) selama 5 hari kerja karena ruangan kantor tidak
mencukupi dan supaya para peserta seminar/training dapat
berkonsentrasi penuh dalam mengikuti acara tersebut. Jumlah
peserta seminar 100 orang. Dalam tagihan yang diajukan pihak
hotel disajikan data sebagai berikut :

a. Harga sewa dan harga makanan serta pelayanan yang diberikan


oleh pihak hotel. Tagihan untuk 100 orang senilai Rp15.000.000
b. Sewa ruangan rapat Rp10.000.000 untuk 5 hari kerja.

Hitunglah PPh pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh PT Firda
dan buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi tersebut!

515
Perpajakan untuk SMK

11. PPN DAN PPnBM

Soal Latihan 1

Kasman mengelola sebuah pasar swalayan mini dengan merk


“Omega” berdasarkan perjanjian waralaba, dan telah dikukuhkan
sebagai PKP. Namun, jumlah peredaran bruto dalam satu tahun
masih belum melebihi Rp 600.000.000,00. Oleh karena itu
penghitungan PPh-nya, ia memilih menggunakan Norma
Perhitungan Penghasilan Neto (NPPN). Dalam catatan selama
bulan Maret 2006, dapat dikutip beberapa transaksi penyerahan
BKP sebagai berikut:

1. Penjualan tunai konsumen termasuk PPN sebesar Rp


26.400.000,00
2. Menyumbang sejumlah mie instant dan susu kaleng kepada
panti asuhan dengan harga jual termasuk laba 20% sebesar Rp
4.200.000,00
3. Menyerahkan sejumlah alat tulis kantor kepada kantor
kecamatan setempat dengan harga Rp 700.000,00
4. Menyampaikan Surat Tagihan kepada Kantor Kelurahan atas
penyerahan alat tulis kantor yang dilakukan pada tanggal 13
Februari 2006 dengan harga Rp 400.000,00
5. Diterima pembayaran dari bendaharawan instansi pemerintah
pada tanggal 29 Maret 2006 sesuai dengan surat tagihan yang
disampaikan pada tanggal 17 Februari 2006 atas penyerahan
alat tulis kantor dengan harga Rp 900.000,00
6. Membeyar royalty kepada pemilik merk “Omega”

Diminta:
a. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat transaksi diatas.
b. Hitung berapa Kasman harus membayar PPN yang terutang ke
kas Negara untuk masa pajak Maret 2006.

Soal Latihan 2

PT Teguh (industri komponen elektronik) dan PT Santosa (industri


produk elektronik) berencana melakukan merger (penggabungan
usaha) pada tanggal 2 Januari 2005. Dalam rangka merger
tersebut, harta dan utang PT Teguh akan diahlikan ke PT Santosa.
Selanjutnya PT Teguh akan dibubarkan.

516
Perpajakan untuk SMK

Berikut ini adalah Nerca PT Teguh pada saat sebelum dilakukan


peleburan usaha:

Deskripsi Nilai Buku (RP) Nilai Pasar (Rp)


Harta :
Kas 250.000.000 250.000.000
Piutang Usaha 750.000.000 750.000.000
Persediaan 750.000.000 750.000.000
Surat berharga 800.000.000 900.000.000
Tanah dan
4.000.000.000 6.000.000.000
Bangunan
Kendaraan 1.000.000.000 1.500.000.000
Peralatan 250.000.000 250.000.000
Total Harta 7.800.000.000 10.450.000.000

Utang :
Utang Usaha 900.000.000 900.000.000
Utang lain-lain 10.000.000.000 10.000.000.000
Total utang 10.900.000.000 10.900.000.000

Modal :
Modal saham 1.000.000.000
Defisit (4.100.000.000)
Total Modal (3.100.000.000)

Informasi tambahan :
Kerugian fiskal PT Teguh yang masih dapat dikompensasikan
Rp1.500.000.000
Nilai buku fiskal atas tanah dan bangunan adalah Rp
5.000.000.000, kendaraan Rp. 1.000.000.000, dan peralatan
Rp 200.000.000
Tanah tersebut dibeli dari pengembang kawasan industri estate
pada awal tahun 2002. Sedangkan bangunannya didirikan
pada pertengahan tahun 2002 dengan menggunakan jasa
kontruksi.
Diantara aktiva kendaraan tersebut terdapat 2 unit mobil sedan
dengan nilai buku Rp. 300.000.000 dan nilai pasarnya Rp.
350.000.000

517
Perpajakan untuk SMK

Diminta :
a. Bagaimana perlakuan PPN baik pada PT Teguh maupun PT
Santosa apabila merger menggunakan nilai pasar dan berapa
jumlah PPN terutangnya?
b. Bagaimana perlakuan PPN baik pada PT Teguh maupun pada
PT Sentosa apabila merger dilakukan dengan menggunakan
nilai buku yang didahului dengan revaluasi aktiva tetap ?

Soal Latihan 3

Amir adalah Wajib Pajak yang bergerak di bidang industri kecap dan
sambal dalam kemasan botol. Dalam rangka meningkatkan
penjualannya, Amir melekukan program promosi dengan cara setiap
penjualan satu dos kecap atau sambal, ditambah sebuah mangkok
sebagai barang promosi kepada konsumen. Harga jual satu dos
kecap atau sambal tersebut sudah mencakup harga mangkok
promosi.

Pertanyaan:
a. Jelaskan apakah Amir dapat mengkreditkan pajak masukan atas
pembelian barang promosi (mangkok) tersebut dengan pajak
keluaran?
b. Jelaskan apakah atas penyerahan barang promosi tersebut,
termasuk dalam pengertian pemberian Cuma-Cuma yang masih
harus dikenakan PPN oleh Amir?

Soal Latihan 4

Yulia adalah pengusaha garmen merk “Sriwati” yang sudah


dikukuhkan sebagai PKP sejak 7 Maret 2000. dalam bulan Mei 2005
antara lain melakukan pembayaran sebagai berikut :

a. Pada saat melakukan pembayaran tanggal 9 Mei 2005 diterima


Faktur pajak tertanggal 2 Februari 2005 dari pedagang besar atas
pembelian tekstil yang penyerahannya dilakukan pada tanggal 2
September 2004.
b. Ketika melakukan pembayaran pada tanggal 21 Mei 2005
diterima Faktur pajak tertanggal 7 Januari 2005 dari penyuplai
atas penyerahan benang dan resleting yang dilakukan pada
tanggal 4 Desember 2004.

518
Perpajakan untuk SMK

c. Menerima faktur pajak tertanggal 28 Februari 2005 ketika


melakukan pembayaran pada penyuplai pada tanggal 29 Mei
2005 atas pembelian renda dan kancing baju yang
penyerahannya dilakukan pada tanggal 3 januari 2005.

Bagaimana mekanisme pengkreditan pajak masukan yang tercantum


dalam faktur pajak tersebut ?

12. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (PBB)

Soal Latihan 1

PT Mertua Indah membangun apartemen dengan spesifikasi


sebagai berikut :
Luas Tanah : 5.000 m2 ; NJOP kelas B,47

Bangunan Hunian :
a. tipe-110 sebanyak 100 unit ; NJOP kelas B, 19
b. tipe-130 sebanyak 70 unit ; NJOP kelas B,18

Tempat parkir seluas 1.000 m2 ; NJOP kelas A, 1


Lift seluas 200 m2 ; NJOP kelas B, 20
Kolam renang seluas 15m x 30m ; NJOP kelas B, 19
Taman mewah seluas 750 m2; NJOP kelas B,18
Jalan lingkungan seluas 500 m2 ; NJOP kelas A, 2

Hitung besarnya PBB perunit untuk tipe 110 dan tipe 130 apabila
NJOPTKP ditentukan sebesar Rp10.000.000

Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Permukaan


Bumi (Tanah)
Kelompok B

Klas Penggolongan Nilai Jual Permukaan Bumi Nilai Jual Permukaan


(tanah) (Rp/m2) Bumi (Tanah) (Rp/M2)
40 > 8.500.000 s.d 9.250.000 8.875.000
41 > 7.790.000 s.d 8.500.000 8.145.000
42 > 7.120.000 s.d 7.790.000 7.455.000
43 > 6.490.000 s.d 7.120.000 6.805.000
44 > 5.900.000 s.d 6.490.000 6.195.000
45 > 5.350.000 s.d 5.900.000 5.625.000
46 > 4.840.000 s.d 5.350.000 5.095.000

519
Perpajakan untuk SMK

47 > 4.370.000 s.d 4.840.000 4.605.000


48 > 3.940.000 s.d 4.370.000 4.155.000
49 > 3.350.000 s.d 3.940.000 3.745.000
50 > 3.200.000 s.d 3.350.000 3.375.000

Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan


Kelompok A

Klas Penggolongan Nilai Jual Permukaan Bumi Nilai Jual Permukaan


(tanah) (Rp/m2) Bumi (Tanah) (Rp/M2)
1 > 1.034.000 s.d 1.366.000 1.200.000
2 > 902.000 s.d 1.034.000 968.000
3 > 744.000 s.d 902.000 823.000
4 > 656.000 s.d 744.000 700.000
5 > 534.000 s.d 656.000 595.000
6 > 476.000 s.d 534.000 505.000
7 > 382.000 s.d 476.000 429.000
8 > 348.000 s.d 382.000 365.000
9 > 272.000 s.d 348.000 310.000
10 > 256.000 s.d 272.000 264.000
11 > 194.000 s.d 256.000 225.000
12 > 188.000 s.d 194.000 191.000
13 > 136.000 s.d 188.000 162.000
14 > 128.000 s.d 136.000 132.000
15 > 104.000 s.d 128.000 116.000
16 > 92.000 s.d 104.000 98.000
17 > 74.000 s.d 92.000 83.000
18 > 68.000 s.d 74.000 71.000
19 > 52.000 s.d 68.000 60.000
20 > 52.000 s.d 52.000 50.000

Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Bangunan


Kelompok B

Klas Penggolongan Nilai Jual Permukaan Bumi Nilai Jual Permukaan


(tanah) (Rp/m2) Bumi (Tanah) (Rp/M2)
1 > 14.700.000 s.d 15.800.000 15.250.000
2 > 13.600.000 s.d 14.700.000 14.150.000
3 > 12.550.000 s.d 13.600.000 13.075.000
4 > 11.550.000 s.d 12.550.000 12.050.000
5 > 10.600.000 s.d 11.550.000 11.075.000
6 > 9.700.000 s.d 10.600.000 10.150.000
7 > 8.850.000 s.d 9.700.000 9.272.000
8 > 8.050.000 s.d 8.850.000 8.450.000
9 > 7.300.000 s.d 8.050.000 7.675.000
10 > 6.600.000 s.d 7.300.000 6.950.000
11 > 5.850.000 s.d 6.600.000 6.225.000

520
Perpajakan untuk SMK

12 > 5.150.000 s.d 5.850.000 5.500.000


13 > 4.500.000 s.d 5.150.000 4.825.000
14 > 3.900.000 s.d 4.500.000 4.200.000
15 > 3.350.000 s.d 3.900.000 3.625.000
16 > 2.850.000 s.d 3.350.000 3.100.000
17 > 2.400.000 s.d 2.850.000 2.625.000
18 > 2.000.000 s.d 2.400.000 2.200.000
19 > 1.666.000 s.d 2.000.000 1.833.000
20 > 1.366.000 s.d 1.666.000 1.516.000

Soal Latihan 2

Pak Jokomantoro memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sebagai


berikut :
a. Tanah seluas 900 m2 dengan nilai Rp 1 miliar
b. Bangunan dua lantai, masing-masing seluas 400 m2 dengan nilai
seluruhnya Rp 2 miliar.
c. Pagar mewah seluas 300 m2 dengan nilai Rp 270 Juta.
d. Taman mewah seluas 200 m2 dengan nilai Rp160 Juta
e. Kolam renang dengan ukuran 10 m x 15 m senilai Rp 350 juta

Hitung besarnya PBB atas properti Pak Jokomantoro tersebut apabila


NJOPTKP ditentukan sebesar Rp. 12.000.000,00

13. BEA METERAI

Soal Latihan 1

Pak Indra Gunawan seorang pengusaha telah memperoleh izin


mencetak tanda lunas Bea Meterai dengan system komputerisasi.
Pemeteraian setiap harinya sebanyak 200 dokumen yang rusak Bea
Materai sebesar Rp 6.000,00 tiap dokumen dan dalam satu bulan
diasumsikan 25 hari kerja. Pada tanggal 30 Juni 2005 saldo
pembayaran Bea Materai dimuka tinggal Rp. 8.000.000,00.

Pertanyaan:
a. Apa yang harus dilakukan oleh Pak Indra agar dapat tetap
menggunakan system komputerisasi untuk melakukan
pemateraian dokumen dikantornya?
b. Andaikata Pak Indra tetap melakukan Pemateraian dokumen
sampai akhir bulan Juli 2005 tanpa memohon izin kepada

521
Perpajakan untuk SMK

Direktur Jenderal Pajak, berapa sanksi administrasi yang harus


dibayar oleh Pak Indra?

Soal Latihan 2

Pada tanggal 10 Januari 2000 Tuan Takasimura dari Jepang dan


Tuan Melekbea dari Indonesia membuat suatu perjanjian kerjasama
di Jepang dalam bidang perdagangan. Bea Materai telah dilunasi di
Jepang menurut UU Bea Materai Jepang. Karena sesuatu dan lain
hal, pada tanggal 10 Desember 2005 Tuan Takasimura menggugat
Tuan Melekbea di Pengadilan Negeri Jakarta barat karena Tuan
Melekbea ingkar janji terhadap perjanjian dagang tersebut.

Pertanyaan:
a. Kapan saat terutang Bea Materai atasdokumen tersebut?
b. Apa sarana yang digunakan untuk melunasi Bea Materai atas
dokumen tersebut?
c. Bagaimana cara pelunasan Bea Materai atas dokumen
tersebut?
d. Siapa yang harus melunasi Bea Materainya dan berapa besar
Bea Materai yang harus dilunasi?

Soal Latihan 3

Pada tanggal 1990 telah dibuat perjanjian dibawah tangan antara


dua pihak. Perjanjian tersebut ditulis di atas kertas bermaterai
sesuai dengan tarif Bea Materai saat itu. Pada tahun 2004 telah
terjadi kebakaran yang memusnahkan perjanjian tersebut.
Untungnya kedua belah pihak selamat.

Pada tahun 2005 ini, keduanya ingin memperbaharui perjajian


tersebut dengan menggunakan kertas bermaterai tahun 1990,
sehingga seolah-olah perjanjian tersebut dibuat pada tahun, bulan,
hari dan jam yang sama. Kedua belah pihak kesulitan untuk
mendapatkan kertas bermaterai tersebut.

Apa saran anda sebagai konsultan pajak ?

522
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 4

Berikan 4 pernyataan yang membuktikan bahwa fungsi bea materai


adalah sebagai pajak, bukan penentu sah tidaknya suatu
perjanjian?

Soal Latihan 5

Pak Darmawan, yang merupakan seorang pengusaha, menemui


anda sebagai seorang konsultan pajak. Beliau ingin melakukan
pemateraian dokumen yang ada di kantornya dengan sistem
komputerisasi. Anda di minta untuk menjelaskan kepada Pak Indra
Gunawan tentang cara agar beliau dapat memenuhi keinginan
tersebut ?

14. PAJAK DAERAH

Soal Latihan 1

Sebuah Hotel Bintang 1 di Malang , pada bulan awal tahun 2006


melaporkan omzet pendapatan yang diterima dari tamu adalah
sebesar Rp. 200.000.000,00.

Berapakah pajak yang harus disetorkan oleh WP tersebut dan


buatlah jurnal untuk mencatat penyetoran pajak ke kas daerah!

Soal Latihan 2

Sebuah Restoran menyediakan makanan dan minuman di tempat,


sekaligus melayani pesanan. Berdasarkan laporan perusahaan,
Selama 1 bulan restoran tersebut memperoleh pendapatan dari
konsumen yang makan di restorannya sebesar Rp. 64.000.000,00
dan dari pesanan (dus) sebesar Rp. 15.000.000,00.

Diminta:
a. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat pendapatan restoran selama
1 bulan.
b. Berapakah Pajak Restoran yang harus dibayar oleh Restoran
tersebut dan bagaimana jurnal pada saat penyetorannya ke kas
daerah?
523
Perpajakan untuk SMK

Soal Latihan 3

Sebuah Objek Wisata Konservasi Alam di Kabupaten Malang,


selama 1 bulan mendapat pemasukan dari pengunjung sebesar
Rp. 3.500.000.000,-.

Diminta:
a. Berapa pajak yang harus dibayar oleh objek wisata yang
bersangkutan?
b. Buatlah ayat jurnal untuk mencatat adanya pendapatan tersebut.

Soal Latihan 4

Sebuah perusahaan pertambangan di daearah Kabupaten A pada


bulan awal tahun 2005 telah melakukan kegiatan penambangan
bahan galian golongan C jenis Andesit dengan volume sebesar
155.750 ton dan harga standar adesit Rp 22.500,00 per ton. Berapa
pajak yang harus dibayar oleh perusahan tersebut dan bagaimana
ayat jurnal yang dibuat pada saat penyetorannya ke kas daerah?

Soal Latihan 5

Sebuah Rumah Makan yang memiliki area parkir yang


dikomersilkan (setiap kendaraan yang parkir dikenai biaya), selama
1 bulan mendapat penghasilan dari parkir pengunjungnya sebesar
Rp. 2.500.000,00.

Berapakah pajak parkir yang harus dibayar untuk bulan tersebut


dan bagaimana ayat jurnal yang dibuat pada saat penyetorannya ke
kas daerah?

524
Berdasarkan pembahasan dan pengalaman praktek pada DU/DI bisa diambil
sebuah kesimpulan bahwa antara perpajakan dan akuntansi saling
berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pada
umumnya pembelajaran perpajakan dan akuntansi di SMK masing-masing
berjalan sendiri, seharusnya antara guru pajak dan guru akuntansi harus
memahami kedua ilmu tersebut.

Praktek perpajakan di dalam DU/DI meliputi : pemahaman terhadap aturan,


perhitungan pajak, penyetoran menggunakan SSP/SSB, pelaporan
menggunakan SPT Masa dan Tahunan, serta pencatatan dan pengaruhnya
di laporan keuangan.

Pembahasan buku ini dilengkapi dengan perlakuan akuntansi dan pengaruh


pajak di Laporan Keuangan dan contoh pengisian SPT Tahunan. Namun
karena banyaknya formulir-formulir pajak yang belum bisa kami bahas dalam
buku ini seperti : SPT Masa, Bukti Potong, Daftar Bukti Potong, SSP, Faktur
Pajak, Nota Retur, dan formulir lainnya kami mohon bagi para guru untuk
selalu aktif mencari bahan ajar khususnya formulir-formulir tersebut di Kantor
Pelayanan Pajak setempat atau di website Dirjen Pajak (www.pajak.go.id).

Peraturan perpajakan senantiasa terus berkembang setiap saat


menyesuaikan dengan fungsi pajak sebagai alat untuk memaksimalkan
penerimaan negara (budget) dan fungsi mengatur (regulerend). Penulis
menyadari hal ini akan berpengaruh terhadap isi buku ini secara keseluruhan
atau sebagian menjadi kurang up to date. Sekali lagi kami mohon para
pembaca untuk ikut serta meng-up date buku ini setiap ada perubahan
aturan.

Malang, ‘Desember 2007

Penulis
Lembaga Manajemen Formasi. Edisi 2007. Indonesian Tax Review.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan


Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak


Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak


Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi


dan Bangunan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea


Meterai.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1991.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak


Daerah dan Retribusi Daerah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea


Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Republik Indonesia, Penjelasan dan Peraturan yang berkaitan dengan Undang-
undang perpajakan tersebut.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan


Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak yang berkaitan dengan Undang-
Undang Perpajakan tersebut.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan


Pajak dengan Surat Paksa.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan


Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan


Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan


Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan


atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan


atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan


Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Republik Indonesia, Penjelasan dan Peraturan yang berkaitan dengan Undang-


Undang Perpajakan tersebut.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan


Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak, dan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak yang berkaitan dengan Undang-
Undang Perpajakan tersebut.

Sambodo, Agus. Kewajiban Perpajakan Bagi Badan Usaha dan Orang Pribadi.
BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta, 1999.

Sudjarwadi, Djangkung. 2003. “Implikasi Kebijakan Pajak dan Retribusi Daerah


untuk Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah.” Majalah Berita Pajak
No. 1496/Tahun XXXV/Agustus. Direktorat Jendral Pajak.
Lampiran

KEPUTUSAN
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR KEP-536/PJ./2000
Ditetapkan tanggal 29 Desember 2000

NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB


PAJAK YANG DAPAT MENGHITUNG PENGHASILAN NETO
DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 14 ayat (2), ayat (3) dan ayat
(5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000 perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak
tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto Bagi Wajib Yang Dapat
Menghitung Penghasilan Neto Dengan Menggunakan Norma
Penghitungan;

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum


dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 127; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3985);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG NORMA


PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO BAGI WAJIB PAJAK YANG
DAPAT MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN.

Pasal 1

(1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp. 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib
menyelenggarakan pembukuan.
(2) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan
pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih
menyelenggarakan pembukuan.
(3) Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung
penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Pasal 2

(1) Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan


Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 wajib memberitahukan
mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang
bersangkutan.
(2) Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan
ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(3) Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal
Pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.

Pasal 3

(1) Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), Wajib Pajak yang memilih
menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 ayat (2), dan Wajib Pajak yang dianggap memilih
menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (3), yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak
yang bersangkutan.

Pasal 4

(1) Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut


wilayah sebagai berikut :
a. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, dan Pontianak;
b. ibukota propinsi lainnya;
c. daerah lainnya.

(2) Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum


dalam Lampiran I Keputusan ini.

Pasal 5

(1) Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih


dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap
masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan
wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis
usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing
jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 6

(1) Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara
mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan
Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
(2) Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh
Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum
terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan
mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 7

Petunjuk penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah


sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini.

Pasal 8

(1) Dengan berlakunya keputusan ini, Keputusan Direktur Jenderal Pajak


Nomor : KEP-01/PJ.7/1991 tanggal 9 Januari 1991 dan KEP-
02/PJ.7/1991 tanggal 9 Januari 1991 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku untuk Tahun
Pajak 2001 dan seterusnya.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman


Keputusan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam
Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 2000

Direktur Jenderal
ttd
MACHFUD SIDIK
NIP. 060043114
Lampiran I

NORMA PENGHITUNGAN
WP. PERSEORANGAN

DAFTAR PERSENTASE NORMA PENGHITUNGAN


UNTUK PEREDARAN USAHA, PENERIMAAN BRUTO
PEKERJAAN BEBAS KURANG DARI Rp. 1.800.000.000,00

WAJIB PAJAK
PERSEORANGAN
NO.
KODE JENIS USAHA 10 IBU KOTA
URUT DAERAH
KOTA PROP
LAINNYA
PROP LAINNYA
10000 PERTANIAN,
PETERNAKAN,
KEHUTANAN,
PERBURUAN DAN
PERIKANAN
1 11000 Pertanian tanaman 15 15 15
pangan
2 12111 Kelapa dan kelapa sawit 11.5 11 10
3 12113 Kopi 11.5 11 10
4 12131 Tembakau 11.5 11 10
5 12132 Teh 11.5 11 10
6 12141 Pertanian tanaman karet 11.5 11 10
7 12161 Tebu 11.5 11 10
8 12200 Pertanian tanaman lainnya 11.5 11 10
- Meliputi usaha pertanian
atau perkebunan dalam
penyiapan/ pelaksanaan
penanaman,pembibitan,
persemaian,pemelihara-an
dan pemanenan hasil
tanaman
9 13000 Peternakan. 11 10 9
- Meliputi usaha
peternakan untuk
mengambil daging, kulit,
tulang, bulu, telur, susu,
madu dan kepompong/
sarangnya baik yang
dilakukan oleh usaha
perorangan ataupun suatu
badan usaha.
10 14000 Jasa pertanian dan 25 25 24
Peternakan.
- Meliputi usaha jasa
dibidang pertanian dan ,
baik yang dilakukan oleh
perorangan, usaha atas
dasar balas jasa atau
kontrak.
11 15000 Kehutanan dan 16 16 16
penebangan hutan.
- Meliputi usaha
penanaman, pemeliharaan
maupun pemindahan jenis
tanaman/kayu,
penebangan/pemotongan
kayu pengumpulan hasil
hutan lainnya, dan semua
usaha yang melayani
kebutuhan kehutanan
yang dilakukan atas dasar
balas jasa atau kontrak.
12 16000 Perburuan/ penangkapan 18 17 16
dan pembiakan binatang
liar.
- Meliputi usaha
perburuan/ penangkapan
binatang liar dengan jerat
atau perangkap dan
pembiakan marga satwa
liar kecuali untuk sekedar
hoby atau olahraga.
13 17000 Perikan laut. 25 23 22
- Meliputi usaha
penangkapan,
pengambilan hasil laut.
Pemeliharaan dan
pelayanan perikanan laut
yang dilakukan atas dasar
balas jasa atau kontrak,
seperti sortasi, gradasi,
persiapan lelang ikan dan
lain-lain.
14 18300 Perikanan darat 25 23 22
- Meliputi usaha budidaya
ikan, pemeliharaan,
pembibitan, penangkapan
dan pengambilan hasil
serta pelayanan perikanan
darat yang dilakukan atas
dasar balas jasa/kontrak.
20000 PERTAMBANGAN DAN
PENGGALIAN
15 21100 Pertambangan batu bara. - - -
- Meliputi usaha
penambangan antrasit,
batu bara merah lignite,
dan penghancuran,
penggilingan dan
penyaringan batu bara
termasuk pengubahan
batu bara menjadi briket
atau dalam bentuk lain di
tempat penambangan
16 22000 Pertambangan minyak - - -
dan gas bumi
- Meliputi pengusaha
sumur minyak dan gas
bumi, eksplorasi minyak
bumi, pengeboran,
penyelesaian dan
perlengkapan sumur
minyak dan gas yang tidak
berdasarkan balas jasa/
kontrak, termasuk
pengusahaan alat
pemisah pemecah emulsi,
penyulingan,
penambangan minyak dan
gas bumi untuk
dipasarkan/sampai di
tempat pemuaian yang
dilaksanakan di daerah
produksi.
17 23000 Pertambangan bijih logam. - - -
- Meliputi usaha
pertambangan yang
menyelenggarakan
ekstraksi bijih besi, pasir
besi, timah, nikel, mangan.
Emas, perak dan logam
lainnya dan usaha
pemanfaatan dari bijih bijih
tersebut dengan segala
cara.
18 23210 Timah - - -
19 23220 Bauksit dan Alumunium - - -
20 23230 Tembaga - - -
21 23240 Nikel - - -
22 25000 Penambangan dan 11 11 11
penggalian garam
- Meliputi usaha
penggalian, penguapan
garam di tambak/ empang
termasuk usaha
pengumpulan,
pembersihan,
penggilingan dan
pengolahan dengan cara
lain terhadap mineral
tersebut.
23 26000 Pertambangan mineral
bahan kimia dan bahan
pupuk.
- Meliputi usaha
pertambangan mineral
bahan kimia dan pupuk
termasuk usaha
penghancuran,
pembersihan dan
pengolahan dengan cara
lain terhadap mineral
bahan kimia.
24 29000 Pertambangan dan 16 15 14
penggalian lain
30000 INDUSTRI
PENGOLAHAN
25 31110 Pemotongan hewan dan 15 14.5 14
pengawetan daging
- Seperti pemotongan
hewan, pemotongan kulit,
penjemuran
tulang,pensortiran bulu,
pembuatan sosis, kaldu
dan pasta daging.
26 31120 Industri Susu dan 12.5 10 8.5
Makanan dari Susu.
- Seperti pembuatan susu
kental/bubuk/asam,
pembuatan , mentega,
keju dan es krim dari susu
27 31130 Industri pengolahan, 15 14.5 14
pengawetan buah-buahan
dan sayur-sayuran.
- Seperti pengalengan,
pengasinan, pemanisan,
pelumatan, pengeringan
buah-buahan dan sayur-
sayuran.
28 31140 Industri Pengolahan dan 15 14.5 14
Pengawetan ikan dan
sejenisnya.
- Seperti pengalengan,
penggaraman,
pengasaman, pembekuan
ikan dan sejenisnya.
29 31150 Industri Minyak Makan 12.5 10 8.5
dan Lemak dari Nabati
dan Hewani.
- Seperti minyak makan
dari nabati dan hewani,
margarine minyak goreng
dari kelapa/kelapa sawit
30 31160 Industri pengupasan, 12.5 10 8.5
pembersihan dan
penggilingan Padi-padian.
Biji-bijian, Kacang-
kacangan dan Umbi-
umbian, termasuk
pembuatan kopra.
- Seperti Industri
penggilingan padi,
penyosohan beras,
pemberisihan padi-padian,
pengupasan dan
pembersihan kopi.
Kacang-kacangan, biji-
bijian lain, umbi-umbian
dan pembuatan kopra,
tepung terigu, berbagai
tepung dari padi-padian,
biji-bjian, kacang-
kacangan dan umbi-
umbian.
31 31170 Industri Makanan dari 15 12.5 10
Tepung, kecuali Kue
Basah.
- Seperti Makaroni, mie,
spaghetti, bihun, so#an,
roti dan kue kering
lainnya.
32 31180 Industri Gula dan 15 12.5 10
Pengolahan Gula.
- Seperti pembuatan gu la
pasir, gula tebu, gula
merah, sirop dan
pengolahan gula lainnya
selain sirop.
33 31190 Industri Coklat dan 15 12.5 10
Kembang Gula.
- Seperti pembuatan
bubuk coklat dan
makanan dari coklat dan
kembang gula.
34 31210 Industri makanan lainnya. 17 16.5 15
35 31230 Industri Es 17 16.5 15
- Seperti es batu, es balok,
es curah, es lilin, es
mambo.
36 31240 Industri makanan dari 15 12.5 10
kedele dan kacang-
kacangan lainnya
- Seperti kecap, tauco,
tempe, oncom, tahu dan
pengolahan
kedele/kacang-kacangan
lainnya.
37 31250 Industri kerupuk dan 15 12.5 10
sejenisnya.
- Seperti kerupuk udang,
kerupuk ikan, kerupuk
kulit, kerupuk terung,
emping, ceriping, karak,
gendar, opak dan macam-
macam keripik kecuali
kerupik
tempe/tahu/oncom/paru
dan peyek.
38 31260 Industri bumbu masak dan 17 16 15
penyedap masakan.
- Seperti pembuatan
bumbu masak dan
penyedap masakan.
39 31270 Industri makanan lainnya 15 12.5 10
yang belum terliput
- Seperti industri terasi,
petis, kue basah, tape,
dodol, keripik,
tempe/tahu/oncom/paru
dan peyek.
40 31280 Industri makanan ternak, 17 16 15
unggas, ikan dan hewan
lainnya.
- Seperti industri ransum
dan konstrate makanan
ternak, unggas, ikan dan
hewan lainnya.
41 31310 Industri minuman keras 24.5 24 24
- Yaitu minuman yang
mengandung alkohol lebih
dari 20%.
42 31320 Industri Anggur 24.5 24 24
- Yaitu minuman yang
mengandung alkohol 5-20
%.
43 31330 Industri Malt dan minuman 24.5 24 24
yang mengandung Malt.
44 31340 Industri minuman ringan. 15 14.5 14
45 31410 Industri pengeringan dan 19 18 17
pengolahan tembakau.
- Seperti pengeringan,
pengasapan dan
perajangan daun
tembakau.
46 31420 Industri rokok kretek 5 4.5 4
- Yaitu pembuatan rokok
yang mengandung
cengkeh.
47 31430 Industri rokok putih 7 6.5 5
- Yaitu rokok yang tidak
mengandung cengkeh.
48 31440 Industri rokok lainnya 5 4.5 4
- Seperti cerutu, rokok
kelembak menyan.
49 31490 Industri hasil lainnya dari 6 5.5 5
tembakau, bumbu rokok
dan klobot/kawung.
- Seperti tembakau
bersaus, pembuatan
bumbu rokok,
pembungkus rokok (klobot
kawung) dari pembuatan
kelengkapan rokok
termasuk pembuatan filter.
32000 INDUSTRI TEKSTIL,
PAKAIAN JADI DAN
KULIT
50 32100 Industri tekstil 13.5 13 12.5
51 32200 Industri pakaian jadi, 13.5 13 12.5
kecuali untuk keperluan
kaki.
52 32300 Industri kulit dan barang 17.5 16.5 16
dari kulit, kecuali untuk
keperluan kaki.
53 32400 Industri barang keperluan 17 16 15
kaki.
33000 INDUSTRI KAYU DAN
BARANG DARI KAYU,
TERMASUK PERABOT
RUMAH TANGGA.
54 33100 Indusri kayu dan barang 15 13.5 12.5
dari kayu, bambu, rotan
dan kayu.
55 33200 Industri perabot serta 15 13.5 12.5
kelengkapan rumah
tangga dan alat dapur dari
kayu, bumbu dan rotan.
34000 INDUSTRI KERTAS DAN
BARANG DARI KERTAS,
PERCETAKAN DAN
PENERBITAN.
56 34100 Industri kertas, barang dari 14.5 13 12
kertas dan sejenisnya
57 34200 Industri percetakan dan 14.5 13 12
penerbitan
- Seperti usaha
percetakan secara stensil,
offset lithografi untuk
segala jenis cetakan
termasuk penjilidan buku
dan penerbitan hasil/
barang cetakan.
35000 INDUSTRI KIMIA DAN
BARANG-BARANG DARI
BAHAN KIMIA, MINYAK
BUMI, BATUBARA,
KARET, DAN PLASTIK.
58 35100 Industri bahan kimia. 13 12.5 11
59 35200 Industri kimia lain. 13 12.5 11
60 35220 Industri Farmasi dan 20 19 18
Jamu.
- Seperti
pembuatan/fabrikasi dan
pengolahan bahan obat,
bahan pembantu dan
bahan pengemas obat,
pembuatan dan
pengolahan obat-obatan
yang berbentuk jadi,
pengolahan bahan jamu
(simplisia) dan macam-
macam jamu (misalnya
berbentuk pil, kapsul,
bubuk dan bentuk cairan).
61 35230 Industri sabun, bahan 17 16 15
pembersih keperluan
rumah tangga, kosmetika
dan sejenisnya.
- Yaitu pembuatan sabun
dalam berbagai bentuk
termasuk industri
detergent, bahan
pembersih rumah tangga
lainnya dan tapal gigi dan
pembuatan berbagai
macam kosmetika kecuali
minyak wangi sintetis dan
minyak atsiri.
62 35300 Industri pembersih - - -
pengilangan minyak bumi.
- Yaitu pengilangan yang
menghasilkan bahan
bakar penggerakan motor
dan minyak bakar seperti
bensin, solar, avtur,
bensol, minyak tanah,
pelumas, gemuk, LPG dan
spritus putih.
63 35400 Industri barang-barang - - -
dari hasil kilang minyak
bumi.
64 35500 Industri karet dan barang 17.5 16.5 16
dari karet.
65 35600 Industri barang dari 17.5 16.5 16
plastik.
- Seperti industri pipa dan
slang dari plastik, industri
barang plastik untuk
keperluan kaki, industri
barang plastik lembaran,
industri media rekam dari
plastik dan industri
barang-barang plastik
lainnya.
36000 INDUSTRI BARANG
GALIAN BUKAN LOGAM
KECUALI MINYAK BUMI
DAN BATUBARA.
66 36110 Industri porselin. 10 9 8.5
67 36300 Industri semen, kapur dan 16.5 16 15.5
barang dari semen dan
kapur
68 36400 Industri pengolahan tanah 16.5 16 15.5
liat
69 36900 Industri barang galian lain 17 16
bukan logam
37000 INDUSTRI LOGAM 15
DASAR
70 37100 Industri logam dasar besi 10 9 8.5
dan baja
- Seperti pembuatan besi
dan baja dalam bentuk
dasar (iron dan slell
making), pengenceran
besi baja, penggilingan
baja (steel rolling) dan
penempaan besi baja.
71 37200 Industri logam dasar 10 9 8.5
bukan besi.
- Seperti usaha
pemurniaan, peleburan,
penuangan, pengecoran,
penempaan dan ekstruksi
logam bukan besi
(misalnya dalam bentuk
ingot/ruangan/plate,
kuningan, alumina, perak,
perunggu, seng, tembaga,
dan timah).
38000 INDUSTRI BARANG DARI
LOGAM, MESIN DAN
PERALATANYA.
72 38100 Industri barang dari logam, 20 19 18
kecuali mesin dan
peralatanya.
73 38200 Industri mesin dan 20 19 18
perlengkapannya.
74 38300 Industri mesin, peralatan 20 19 18
dan perlengkapan listrik
serta bahan keperluan
listrik.
75 38400 Industri alat angkutan. 20 19 18
76 38500 Industri peralatan 13.5 12 11
profesional, ilmu
pengetahuan, pengukur
dan pengatur.
39000 INDUSTRI
PENGOLAHAN LAINNYA.
77 39010 Industri barang perhiasan. 12.5 11.5 10
- Seperti pemotongan,
pengasahan, penghalusan
batu berharga dan
permata, pembuatan
perhiasan lainnya dari
logam mulia dan bukan
logam mulia.
78 39020 Industri alat-alat musik. 15 12.5 12.5
- Seperti pembuatan alat
musik tradisional (kecapi,
seruling, angklung, calung,
kulintang, gong, rebana,
gendang dan sebagainya),
alat-alat musik lainnya
(gitar, biola musik
tiup/trompet, harmonika,
piano dan sebagainya).
79 39030 Industri perlengkapan dan 15 12.5 12.5
alat-alat keperluan olah
raga.
- Seperti pembuatan alat-
alat olah raga, kecuali
yang bahan utamanya dari
karet (alat tinju, golf, bola
bowling, tennis,
bulutangkis, dan atletik
lainnya).
80 39040 Industri mainan anak-anak 15 12.5 12.5
- Seperti pembuatan
mainan anak-anak kecuali
mainan anak-anak yang
bahan utamanya dari karet
dan plastik.
81 39050 Industri alat-alat tulis dan 15 12.5 12.5
gambar.
- Seperti pembuatan alat
tulis menulis dan gambar
menggambar
82 39090 Industri pengolahan lain 15 12.5 12.5
yang belum terliput.
- Seperti pembuatan
papan nama, papan
reklame, lapu display,
payung, pipa rokok,
lencana, stempel, kap
lampu dan lain sebagainya
yang belum tercakup
dalam golongan industri
manapun.
40000 LISTRIK GAS DAN AIR
83 41000 Listrik - - -
- Termasuk pembangkit
tenaga listrik yang
dilakukan oleh satu unit
perusahaan lain, jika
kegiatannya dilaporkan
secara terpisah.
84 42000 Gas uap dan air panas - - -
85 43000 Penjernihan, penyediaan - - -
dan penyaluran air minum.
50000 BANGUNAN
86 52000 Bangunan sipil 20 19 18
87 53000 Bangunan listrik, air dan 25 22.5 20
komunikasi
61000 PERDAGANGAN BESAR
88 61100 Eksportir - - -
89 61200 Importir - - -
90 61310 Perdagangan besar hasil- 25 20 20
hasil pertanian.
- Meliputi usaha
perdagangan dalam partai
besar hasil-hasil
pertanian, peternakan,
perikanan dan kehutanan
yang belum diolah (bukan
hasil pengolahan),
termasuk rumah
pelelangan hasil
perikanan.
91 61312 Perdagangan besar hasil- 25 20 20
hasil pertanian lainnya.
- Yaitu perdagangan besar
hasil -hasil pertanian
lainnya yang belum
terliput.
92 61314 Perdagangan besar hasil 20 15 15
pertanian (pangan non
pangan), peternakan dan
perikanan.
- Yaitu perdagangan hasil-
hasil pertanian,
peternakan, dan perikanan
yang belum mudah diolah
termasuk ternak bibit,
susu segar dan
pelelangan hasil-hasil
perikanan.
93 61316 Perdagangan besar hasil 25 20 20
kehutanan dan
penebangan hutan.
- Seperti perdagangan
dalam partai besar kayu
gelondongan, getah
damar, rotan dan
sejenisnya.
94 61320 Perdagangan besar 25 20 20
barang-barang hasil
pertambangan dan
penggalian.
95 61330 Perdagangan besar 25 20 20
barang-barang hasil
industri pengolahan.
- Meliputi perdagangan
dalam partai besar segala
macam barang hasil
industri pengolahan baik
yang dilaksanakan oleh
pemerintah maupun
swasta
96 61331 Perdagangan besar hasil 25 20 20
industri (bahan) makanan,
minuman dan hasil
pengolahan tembakau.
- Seperti daging ataupun
yang diawetkan, susu dan
makanan dari susu, buah-
buahan, sayur-sayuran,
dan hasil perikanan yang
diawetkan, macam-
macam makanan dan
bahan makanan hasil
pengolahan, macam-
macam minuman
keras/ringan dan hasil
pengolahan tembakau
(rokok tembakau shaag
dan bumbu rokok).
97 61332 Perdagangan besar tekstil, 25 20 20
pakaian jadi hasil
pemintalan, pertenunan
dan hasil pengolahan kulit
termasuk bahan keperluan
kaki.
- Seperti komoditi, tekstil,
pakaian jadi, kain batik,
macam-macam benang,
tali benang, tali temali,
karpet/permadani hasil
perajutan, kulit dan kulit
imitasi, barang untuk
keperluan kaki dan tas.
98 61333 Perdagangan besar 25 20 20
kertas, barang-barang dari
kertas, alat tulis (kantor)
dan barang cetakan.
- Seperti komoditi macam-
macam kertas untuk
keperluan alat tulis, kertas
pembungkus, kertas
karton, barang-barang dari
kertas (dus, kotak dan
barang sejenisnya),
macam-macam alat tulis,
barang-barang cetakan
(blanko, faktur, nota,
kwitansi, kalender,
agenda, majalah, buku
tulis/bacaan) dan barang
cetakan lainnya.
99 61334 Perdagangan besar hasil- 25 20 20
hasil industri kimia,
farmasi dan kosmetik.
- Seperti barang-barang
hasil industri kimia, berupa
gas asam, soda caustic,
zat pewarna, glyeerin,
alkohol dan sejenisnya,
macam-macam pupuk,
bahan kimia untuk
pemberantas hama
(pestisida, insektisida dan
lain-lain) macam-macam
hasil industri farmasi dan
jamu. Macam-macam
sabun dan bahan
pembersih lainnya.
Macam-macam kosmetik,
parfum dan bahan
perawatan lainnya untuk
rambut dan kulit.
100 61335 Perdagangan besar bahan 5 5 3
bakar minyak/gas dan
minyak pelumas.
- Seperti premium, solar,
minyak tanah, bahan
bakar, minyak lainnya
termasuk juga bahan
bakar gas (elpiji) dan
minyak pelumas.
101 61336 Perdagangan besar bahan 25 20 20
bangunan, kecuali bahan
bangunan dari usaha
penggalian.
- Seperti berbagai
macam/komoditi bahan
untuk keperluan bangunan
berupa semen, genteng,
seng,cat, macam-macam
besi, macam-macam
kayu/kayu lapis,
fibreboard, hard board,
kaca dan barang-barang
lainnya untuk keperluan
perlengkapan bangunan ,
kecuali yang berasal dari
usaha-usaha penggalian
(batu koral, pasir, tanah
liat).
102 61337 Perdagangan besar 25 20 20
mesin-mesin, alat
angkutan dan onderdil/
perlengkapannya.
- Meliputi macam-macam
mesin dan perlengkapan
baik untuk keperluan
industri, pertanian, kantor
dan transport seperti
mesin pembangkit tenaga,
turbin, traktor, bulldozer,
dan msin berata lainnya
yang sejenis, mesin
hitung,mesin tik,
duplikator, foto copy,
mesin pengolah data,
mesin cuci, mesin jahit,
pompa air, dan mesin alat-
alat rumah tangga lainnya,
berbagai macam mesin
alat transportasi darat, laut
dan udara, termasuk
macam-macam onderdil
dan perlengkapannya.
103 61338 Perdagangan besar 25 20 20
barang-barang elektronik,
perlengkapan listrik, alat
komunikasi, fotografi dan
optik.
- Meliputi macam-macam
barang elektronik seperti
radio, kaset, taperecorder,
televisi, video, amplipier
dan perlengkapan sound
system lainnya, alat
perlengkapan listrik seperti
dinamo, transformer, kabel
listrik, sekring, lampu pijar,
TL dan perlengkapan
listrik lainnya, alat
keperluan rumah tangga
lainnya seperti sterika,
listrik, kipas angin, alat
pengaduk dan alat
pembuat kue alat masak
lainnya, alat-alat
komunikasi dan optik,
pesawat telepon,
pemancar radio, telex,
intercom, macam-macam
lensa, kamea, microscope,
proyektor dan sejenisnya.
104 61339 Perdagangan besar 25 20 20
barang-barang lainnya
hasil industri.
- Yaitu barang-barang
hasil industri yang belum
termasuk dalam golongan
tersebut di atas, seperti
macam-macam
perabot/perlengkapan
rumah tangga dari kayu,
bambu, rotan, plastik,
logam maupun karet,
barang-barang perhiasan
yang dibuat dari batu
permata, logam mulia,
jam/arloji, alat-alat
olahraga, musik dan
mainan anak-anak serta
alat/perlengkapan
laboratorium
105 61500 Perdagangan besar 25 20 20
lainnya yang belum
terlipat.
62000 PERDAGANGAN
ECERAN
106 62200 Perdagangan eceran 30 25 20
barang-barang kelontong,
supermarket dan warung
langsam.
- Yaitu perdagangan
eceran macam-macam
hasil industri untuk
keperluan rumah tangga,
kantor, sekolah, maupun
keperluan perorangan
seperti toko kelontong,
toko serba ada,
supermarket dan warung
langsam
107 62310 Perdagangan eceran 20 15 15
hasil-hasil pertanian,
peternakan, perikanan,
kehutanan dan perburuan.
- Meliputi usaha
perdagangan, eceran hasil
pertanian, peternakan,
perikanan, kehutanan dan
perburuan.
108 62320 Perdagangan eceran hasil 25 20 20
industri (bahan) makanan,
minuman dan hasil
pengolahan tembakau.
- Seperti daging segar
ataupun yang diawetkan,
susu, buah-buahan, sayur-
sayuran dan hasil
perikanan yang diawetkan,
macam-macam minyak
makan hasil penggilingan
biji-bijian keras (beras,
kopi, jagung dan
sejenisnya), macam-
macam tepung gula, dan
hasil pengolahan gula,
teh, es batu, makanan dari
kedelai, kerupuk, bumbu
masak, macam-macam
minuman (keras dan
ringan) dan hasil
pengolahan tembakau
(rokok, tembakau shag
dan bumbu rokok).
109 62410 Perdagangan eceran 30 25 20
tekstil, pakaian jadi hasil
pemintalan , pertenunan,
perajutan, hasil
pengolahan kulit,
termasuk barang
keperluan kaki.
- Seperti tekstil, pakaian
jadi, kain batik, macam-
macam benang, tali-
temali, karpet/ permadani
dari bahan tekstil macam-
macam hasil perajutan,
kulit/ kulit imitasi, barang-
barang dari kulit dan
barang-barang keperluan
kaki.
110 62420 Perdagangan eceran 30 25 20
perabotan rumah tangga
dan dapur.
- Seperti furniture (baik
dari kayu, rotan, plastik
dan logam), alat-alat
perlengkapan dapur,
barang-barang pecah
belah dan lain sejenisnya.
111 62422 Perdagangan eceran 30 25 20
barang-barang elektronik,
perlengkapan listrik, alat
komunikasi, fotografi dan
optik.
- Yaitu barang-barang
elektronik seperti radio,
kaset/tape recorder,
televisi, video, amplifier
dan perlengkapan sound
sytem, alat-alat
perlengkapan listrik seperti
dinamo, transformer,
macam-macam kabel
listrik, lampu pijar TL,
sekring, alat-alat rumah
tangga seperti setrika
listrik, alat pengaduk,
kipas angin, alat
komunikasi dan optik
seperti fotografi, optik
pesawat telepon,
telegraf/telex. Pemancar
radio, telecall, intercome
dan sejenisnya. Macam-
macam lensa dan kamera,
mikroskop, proyektor dan
sejenisnya.
112 62430 Perdagangan eceran 30 25 20
barang-barang industri
kimia, bahan bakar
minyak/gas dan minyak
pelumas Pharmasi dan
Kosmetika.
- Seperti barang-barang
hasil industri kimia (gas
asam, soda, causic, zat
pewarna glycerin) alkohol
dan sejenisnya macam-
macam pupuk, bahan
kimia pemberantas hama
(pestisida, insektisida),
macam-macam bahan
bakar minyak (premium,
minyak tanah, solar),
bahan bakar gas (elpiji),
minyak pelumas, macam-
macam hasil industri
pharmasi dan jamu,
macam-macam sabun dan
bahan pembersih lainnya.
Macam-macam kosmetik
parfum dan bahan-bahan
perawatan kulit dan
rambut lainnya.
113 62440 Perdagangan eceran 30 25 20
bahan bangunan kecuali
bahan bangunan berasal
dari usaha penggalian.
- Seperti semen, seng,
cat, macam-macam besi,
macam-macam kayu/kayu
lapis, kaca dan barang-
barang lainnya untuk
perlengkapan bangunan.
114 62445 Perdagangan eceran 25 20 20
barang-barang hasil
penggalian.
115 62450 Perdagangan eceran 30 25 20
barang-barang hasil
industri pengolahan
- Meliputi usaha
perdagangan eceran
segala macam barang
hasil-hasil industri
pengolahan.
116 62461 Perdagangan eceran 30 25 20
kertas, barang-barang dari
kertas, alat tulis (kantor)
dan barang cetakan.
- Seperti kertas alat tulis,
pembungkus karton,
kemasan dari kertas
berupa dus, kotak dan
sejenisnya, macam-
macam alat tulis
sekolah/kantor, barang-
barang cetakan
(faktur/nota, kwitansi,
kalender/agenda, majalah,
macam-macam buku
bacaan/pelajaran dan
barang cetakan lainnya).
117 62470 Perdagangan eceran 30 25 20
mesin-mesin, alat
angkutan dan
onderdil/perlengkapannya.
- Yaitu macam-macam
mesin dan
perlengkapannya baik
untuk keperluan pertanian,
industri, kantor,alat
trasnportasi, mesin
pembangkit tenaga, turbin,
traktor, bulldozer dan
mesin-mesin berat
lainnya, macam-macam
mesin kantor seperti
mesin hitung,mesin tik,
duplikator, photo copy,
mesin pengolah data,
mesin keperluan rumah
tangga seperti mesin cuci,
AC, mesin jahit, mesin
pembangkit listrik,mesin
pompa air dan sejenisnya,
macam-macam alat
transportasi darat, laut dan
udara termasuk macam-
macam onderdil dan
perlengkapan kendaraan
63000 RUMAH MAKAN DAN
MINUM
118 63100 Rumah makan dan minum 25 20 20
- Seperti restoran/rumah
makan, night club,
catering, restorasi kereta
api, cafetaria, kantin,
warung nasi/kopi dan
sejenisnya, tidak termasuk
night club restoran dan bar
yang merupakan salah
satu fasilitas hotel dan
penginapan
64000 HOTEL DAN
PENGINAPAN
119 64100 Hotel dan penginapan 25 20 20
- Seperti hotel, hostel,
motel, losmen, dan
sejenisnya termasuk
fasilitas restoran, bar dan
night clubnya.
70000 ANGKUTAN
PENGGUDANGAN DAN
KOMUNIKASI
120 71100 Angkutan kereta api. - - -
121 71200 Angkutan jalan raya. 20 15 15
122 71300 Angkutan dengan saluran - - -
pipa.
- Seperti pengangktuan
air, minyak dan gas
melalui saluran air atas
dasar balas jasa kontrak.
123 71400 Jasa angkutan darat. 25 20 20
- Seperti jalan roli, parkir,
kendaraan, terminal,
penyewaan mobil/truk
tanpa pengemudi.
124 72100 Angkutan samudera dan 13.5 13 12.5
perairan pantai.
- Seperti pelayaran
samudera, pelayaran
antar pulau dan pelayanan
pantai.
125 72200 Angkutan sungai, danau 13.5 13 12.5
dan kapal.
- Seperti pengangkutan
melalui sungai, kanal dan
danau, termasuk ferry
penyeberangan.
126 72300 Jasa penunjang angkutan 25 20 20
air.
- Seperti pemeliharaan
dan pelayanan dermaga,
dok kapal/perahu, pandu
kapal, peralatan navigasi
dan usaha bongkar muat
barang dan ke kapal.
127 73000 Angkutan udara 15 12.5 12
128 73200 Jasa penunjang angkutan 25 20 20
udara
- Seperti penyelenggaraan
pelabuhan udara,
pelayaran navigasi dan
dengan fasilitasnya (traffic
contasi) termasuk usaha
penyewaan pesawat
terbang tanpa operatornya
dan usaha bongkar muat
barang dari dan ke kapal
terbang.
129 74100 Keagenan dan 30 30 25
pengiriman.
- Seperti usaha
pengiriman dan
pengepakan,
keagenan/biro perjalanan
dan sejenisnya.
130 74200 Penggudangan. 30 30 25
- Seperti caid storage,
bonded warehoousing,
dan fasilitas-fasilitas
penggudangan lainnya.
131 75000 Komunikasi 15 13 12
- Seperti pelayanan
komunikasi melalui pos
dan telepon,
telegraph/telex atau
hubungan radio.
80000 KEUANGAN ASURANSI,
USAHA PERSEWAAB
BANGUNAN, TANAH
DAN JASA
PERUSAHAAN.
132 81000 Lembaga keuangan - - -
133 81100 Lembaga keuangan Bank - - -
134 81120 Lembaga keuangan non - - -
Bank
135 81200 Usaha persewaan/jual-beli 20 17.5 17
tanah, gedung dan tanah.
- Meliputi usaha
persewaan/jual-beli
barang-barang tidak
bergerak (bangunan dan
tanah yang disiapkan
untuk bangunan), real
estate (yang tidak
melakukan konstruksi)
yang menjual tanah,
broker dan manager yang
mengurus persewaan
pembelian, penjualan dan
penaksiran nilai
tanah/bangunan atas
balas jasa/kontrak.
136 81410 Asuransi - - -
137 82220 Jasa persewaan mesin 49 49 48
dan peralatan.
- Meliputi usaha
persewaan mesin dan
peralatannya (tanpa
operator) untuk keperluan
pertanian, pertambangan
dan ladang minyak industri
pengolahan, konstruksi
dan penjualan mesin-
mesin kantor termasuk
usaha leasing.
138 82300 Jasa pengolahan data dan 55 53 51
tabulasi.
- Meliputi usaha jasa
tabulasi data yang bersifat
umum baik secara
elektronik maupun
manual, seperti lembaga-
lembaga pengolahan data
dan sistem informasi,
lembaga komputer dan
lain sejenisnya.
139 82900 Jasa perusahaan, kecuali 27.5 25 20
jasa persewaan mesin dan
peralatannya.
140 82910 Jasa hukum 51 48.5 48.5
- Meliputi usaha jasa
pengacara/ advokat
seperti lembaga bantuan
hukum Peradin, Pusbadhi
dan lain sejenisnya.
141 82910 Notaris 55 50 50
142 82910 Pembuatan akte tanah 55 50 50
143 82910 Penasehat hukum 51 48.5 48.5
(advokat)
144 82920 Jasa akuntansi dan 36 35 35
pembukuan.
- Meliputi usaha jasa
pengurusan Tata Buku
dan pemeriksaan,
pembukuan seperti kantor-
kantor akuntan dan
lembaga konsultan audit
lainnya.
145 82930 Jasa Periklanan dan riset 20 17.5 15
Pemasaran.
- Meliputi usaha jasa
periklanan dan reklame
dengan berbagai macam
media masa seperti
pembuatan poster/gambar
dan tulisan yang menyolok
selebaran/riset pemasaran
yang dilakukan atas dasar
balas jasa
146 82940 Jasa Bangunan, Arsitek 47 46 45
dan Teknik.
- Meliputi usaha jasa
konsultasi
bangunan/arsitek,
perancang bangunan,
survai geologi dan
penyelidik tambang dan
sebagainya, seperti usaha
biro/konsultasi bangunan
dan lain-lain.
147 82940 Pekerjaan bebas bidang 25 22.5 20
teknik
148 82950 Pekerjaan bebas bidang 55 53 51
konsultan.
149 82950 Penasehat Ahli/Hukum 51 48.5 48.5
lainnya.
150 82990 Jasa perusahaan lainnya, 32 31 29
kecuali jasa persewaan
mesin dan peralatan.
- Meliputi usaha jasa
perusahaan yang belum
tercakup yang dilakukan
atas dasar balas jasa atau
kontrak seperti jasa
perencanaan, pelayanan
foto copy, stenografi, jasa
konsultan management
perusahaan, jasa
pemberitaan/pers dan
sebagainya.
90000 JASA
KEMASYARAKATAN
DAN SOSIAL
151 92000 Jasa pendidikan 30 27.5 25
- Yaitu pendidikan formal
mulai dari pra sekolah
(TK), SD, SLTP, SLTA
dan Akademi/Perguruan
Tinggi .
152 93210 Jasa Kesehatan 30 27.5 25
153 93213 Dokter 45 42.5 40
154 93214 Pekerjaan bebas bidang 29 28 27
medis
155 93215 Pekerjan bebas bidang 25 22.5 20
farmasi dan kimia
156 93220 Dokter hewan 25 22.5 20
157 93230 Jasa kebersihan dan 40 37 35
sejenisnya
- Seperti usaha jasa
kebersihan/cleaning
service,
pembuangan/pemusnahan
sampah, pemusnahan
sampah, pemusnahan
rayap/kuman dan lain-lain.
158 94000 Jasa sosial dan 30 30 29
kemasyarakatan
159 96000 Jasa hiburan dan 35 32.5 31.5
kebudayaan
160 96214 Pekerjaan bebas bidang 35 32.5 30
seni
161 97000 Jasa perorangan dan 32 31 29
rumah tangga
162 97110 Reparasi kendaraan 20 18.5 17.5
bermotor
163 97120 Reparasi kendaraan tidak 20 18.5 17.5
bermotor
164 97130 Reparasi macam-macam 20 18.5 17.5
jam dan barang perhiasan.
165 97130 Raparasi barang 20 18.5 17.5
keperluan kaki dan barang
dari kulit.
166 97140 Raparasi alat dan pesawat 20 18.5 17.5
elektronik/listrik
167 97140 Reparasi mesin-mesin 20 18.5 17.5
kantor
168 97190 Reparasi macam-macam 20 18.5 17.5
atau fotografi.
169 97190 Reparasi lainnya yang 20 18.5 17.5
belum tercakup
- a.l reparasi alat-alat
musik, alat-alat olahraga
dan mainan anak-anak
170 97200 Jasa binatu pencelupan 40 38 36
dan pembersihan barang-
barang tekstil/pakaian jadi
171 97400 Pemangkas rambut dan 30 28 27
salon kecantikan.
- Yaitu jasa pemeliharaan
rambut dan kecantikan
termasuk kursus menata
rambut/rias dan
kecantikan.
172 97910 Foto studio termasuk 38 37 35
fotografi komersil.
- Yaitu foto studio dan
fotografi yang melayani
agen-agen
periklanan,penerbit dan
lain-lain.
173 97920 Jasa Penjahit 34 31 28
174 97990 Jasa perseorangan 35 35 35
lainnya yang belum
tercakup.
175 98000 Jasa pemerintahan - - -
00000 KEGIATAN YANG TIDAK
JELAS BATASANNYA
DAN KEGIATAN LAIN
YANG BELUM
TERLIPUT.
176 00000 Badan non subyek - - -
177 00000 Karyawan/pegawai - - -
178 00000 Karyawan/pegawai Badan - - -
Usaha Milik Negara
179 00000 Karyawan/ pegawai - - -
swasta
180 00000 Pekerjaan bebas bidang 50 47.5 45
profesi lainnya.
181 00000 Pemborong bukan 20 19 18
bangunan/ konstruksi,
termasuk levereansir dan
lain-lain.
182 00000 Pedagangan perantara/ 40 35 35
komisioner.
183 00000 Kegiatan lain yang tidak 40 35 35
jelas batasannya dan
kegiatan yang belum
terliput dalam salah satu
golongan tersebut diatas

Lampiran II

CONTOH PEMAKAIAN NORMA


A. Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang
dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di
Cirebon.
- Peredaran Usaha dari Industri
Rotan (setahun) di Cirebon Rp. 40.000.000,00
- Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) Rp. 72.000.000,00
di Jakarta

Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :


- Dari industri rotan :
12,5% X Rp. 40.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
- Sebagai dokter :
45% X Rp. 72.000.000,00 = Rp. 32.400.000,00
jumlah penghasilan Neto = Rp. 37.400.000,00

Penghasilan Kena Pajak


= Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp. 37.400.000,00 - Rp. 8.640.000,00
= Rp. 28.760.000,00

Pajak penghasilan yang terutang :


- 5% X Rp. 25.000.000,00 Rp. 1.250.000,00
- 10% X Rp. 3.760.000,00 Rp. 376.000,00
Jumlah Rp. 1.626.000,00

Catatan :
a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100
b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
c. Istri tidak punya penghasilan.

B. Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran


bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan
sebesar Rp. 15.000.000,00 Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang
anak.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai
angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut :
Jumlah peredaran setahun
12 X Rp. 15.000.000,00 = Rp. 180.000.000,00
Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 180.000.000,00
= Rp. 45.000.000,00

Penghasilan Kena Pajak


= penghasilan neto - Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp. 45.000.000,00 - Rp. 7.200.000,00
= Rp. 37.800.000,00

Pajak Penghasilan yang terutang


= 5% X Rp. 37.800.000,00
= Rp. 1.890.000,00

Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar


1/12 X Rp. 1.890.000,00 = Rp. 157.500,00

Anda mungkin juga menyukai