Pedoman Pelayanan Unit Cathlab Edit
Pedoman Pelayanan Unit Cathlab Edit
TENTANG
Menimbang :
Mengingat :
MEMUTUSKAN :
PASAL 1
PASAL 2
Pedoman ini harus dibahas sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun sekali apabila
diperlukan, dapat dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada.
PASAL 3
Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila dikemudian hari
terdapat kesalahan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan : Di Kediri
Pada Tanggal :
KEPALA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KEDIRI
A. Latar Belakang
1. Sejarah Kateterisasi Jantung
Kardiologi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran dan ranting ilmu
pengetahuan tentu saja tidak lepas dari sifat ilmu pengetahuan itu sendiri yang
dinamis. Kedinamisan ilmu kedokteran tercapai karena adanya penemuan-
penemuan teori, metode, terapi, dan alat-alat. Penemuan di bidang kardiologi
terus berkembang dari dulu hingga kini, sejakera William Harvey hingga zaman
transplantasi jantung sekarang ini.
Sejarah besar di bidang kardiologi diawali oleh terdeskripsikannya sirkulasi
darah manusia oleh William Harvey, pada tahun 1628. Beliau adalah seorang
dokter Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1706, Raymond de Vieussens, seorang
profesor anatomi dari Prancis, untuk pertama kali menggambarkan struktur
ruang dan pembuluh darah jantung.Setelah pijakan awal yang dirintis oleh
Harvey dan de Vieussens, pada tahun 1711 Stephen Hales melakukan usaha
konkret dalam temuan modalitas diagnostik yang penting dalam kardiologi yaitu
kateterisasi jantung. Beliau melakukan kateterisasi biventrikular pada kuda. Dua
puluh dua tahun kemudian, Hales untuk pertama kali mengukur tekanan
darah arterial.
Langkah Hales diikuti oleh kemunculan tindakan kateterisasi-kateterisasi
eksperimental lain pada abad ke-19. Claude Bernard, seorang peneliti fisiologi
ternama dari Prancis, pada tahun 1844 menggunakan kateter untuk merekam
tekanan intrakardiak pada hewan. Beliaulah yang menciptakan istilah kateterisasi
jantung.
Kateterisasi jantung manusia semakin berkembang selama abad ke-20.
Werner Forssmann pada tahun 1929 melakukan kateterisasi jantung kanan pada
dirinya sendiri di Eberswald, Jerman.Tindakan ini merupakan kateterisasi
pertama pada manusia yang terdokumentasi. Tujuan awalnya adalah
menemukan jalur yang efektif dan aman untuk memasukkan obat-obatan
resusitasi jantung. Forssmann lalu mengembangkan eksperimen-eksperimennya
ke arah injeksi media kontras intrakardiak melalui suatu kateter yang
ditempatkan dalam atrium kanan Kontribusinya tersebut, bersama
perkembangan media kontras nontoksik dan teknik radiologis, telah membuka
jalan bagi perkembanganangiografikoroner.
Kateterisasi jantung diagnostik pertama dikemnbangkan oleh André
Cournand dan Dickinson Richards pada 1941. Mereka menggunakan kateter
jantung guna keperluan diagnostik yaitu untuk mengukur tekanan jantung kanan
dan cardiac output. Arteriografi koroner selektif diperkenalkan oleh Mason
Sones pertama kali pada tahun 1958. Sones lalu memublikasikan penjelasan
singkat tentang teknik yang beliau lakukan di Modern
Concepts of Cardiovascular Diseases pada tahun 1962. Perkembangan ini
menjadi gerbang pembuka suatu periode kemajuan cepat dalam aspek
arteriografi koroner selama medio 1960-an.
Peristiwa rekanalisasi arteri perifer dengan kateter oleh Charlos Theodore
Dotter pada 1963 makin menegaskan dimulainya era intervensi. Usaha Sones
dan Dotter ini disusul oleh kemunculan metode angiografi koroner femoral
perkutan yang dipopulerkan oleh Melvin Judkins dan Amplatz pada tahun
1967. Pada tahun tersebut, Judkins menciptakan sistem pencitraan koroner,
memperkenalkan kateter-kateter khusus, dan menyempurnakan pendekatan
transfemoral.
Teknik yang lebih mutakhir, yaitu angioplasti dengan balon, diperkenalkan oleh
Andreas Gruentzig pada pertengahan dekade 1970-an. Rintisan beliau telah
membawa kemajuan berarti dalam perbaikan dan pengembangan teknik-teknik
kateterisasi.
Sekarang, angiografi koroner serta intervensi koroner perkutan dilakukan
terutama dengan pendekatan arteri radial serta arteri femoral. Di luar ranah
intervensi, momentum bersejarah lain dalam kardiologi lahir pada tahun 1912,
dimana penyakit jantung yang terjadi karena pengerasan arteri-arteri dijelaskan
untuk pertama kali oleh seorang dokter Amerika bernama James B.
Herrick. Sementara itu, penemuan sinar-X oleh Wilhelm Roentgen pada 1895
memungkinkan studi anatomi jantung untuk dilaksanakan dengan pendekatan
baru ini. Penemuan sinar-X ini disusul oleh kemunculan atlas radiografik arteri
koroner manusia yang pertama pada 1907. Atlas ini diciptakan dan
dipublikasikan oleh Friedrich Jamin dan Hermann Merkel. Perkembangan dalam
aspek teoretis kardiologi dan aspek radiologi tersebut secara tidak langsung juga
memengaruhi perkembangan dalam aspek kardiologi intervensional.
Hingga saat ini, intervensi koroner perkutan telah menggeser kedudukan
operasi bypass arteri koroner sehingga menjadi suatu prosedur yang lebih umum
di banyak negara. Frekuensi pelaksanaannya terus bertambah. Tingkat
keberhasilannya lebih dari 95% dan risiko terjadinya komplikasi-komplikasi serius
pun menurun.
B. Tujuan Pedoman
Tujuan dari pedoman pelayanan unit cathlab ini adalah untuk menjadi pedoman
bagi pelaksanaan pelayanan katerisasi jantung bagi tim cathlab dan juga bagi seluruh
unit pelayanan terkait di RS Bhayangkara Kediri.Selain itu, pedoman ini juga bertujuan
menjadi panduan bagi karyawan baru di lingkungan unit cathlab.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang Lingkup pelayanan kateterisasi jantung meliputi pelayanan diagnostik
invasif dan intervensi non bedah.
1. Diagnostik Invasif :
Diagnostik invasif merupakan pemeriksaan yang bertujuan untuk memeriksa
struktur anatomi serta fungsi jantung & pembuluh darah termasuk ruang, otot,
katup serta pembuluh darah jantung ( pembuluh darah koroner ). Tindakan
diagnostik invasif yang bisa dilakukan di cathlab RS Bhayangkara Kediri adalah
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan angiografi koroner : pemeriksaan yang bertujuan untuk
melihat gambaran pembuluh darah koroner, khususnya untuk melihat
adanya penyempitan di pembuluh darah koroner. Terlihatnya penyempitan
di pembuluh darah koroner merupakan tanda pasti untuk diagnostik
penyakit jantung koroner.
b. Perikardial tapping / perikardiosintesis merupakan prosedur yang dilakukan
untuk mengeluarkan cairan yang berlebih di ruang jantung untuk kemudian
dilakukan pemeriksaan terhadap cairan tersebut. Kateter yang digunakan
akan ditinggalkan di dalam tubuh yang dihubungkan dengan perikardial
drainase untuk mengeringkan ruang perikardial selama beberapa hari dan
membantu mencegah akumulasi cairan yang berulang.
2. Intervensi Non Bedah
Intervensi non bedah adalah tindakan intervensi yang sesuai indikasi untuk
dilakukan terhadap pasien setelah di temukan diagnosis yang tepat, dilakukan
secara perkutan melalui pembuluh darah tanpa pembedahan. Intervensi Non
Bedah yang dapat dilakukan adalah :
a. Percutaneus Coronary Intervention (PCI) atau Percutaneus Transluminal
Coronary Artery (PTCA) adalah suatu tindakan intervensi non bedah untuk
membuka kembali arteri koroner yang menyempit dengan mengembangkan
ballon atau stent pada pembuluh darah koroner yang menyempit melalui
kateter yang di masukan ke dalam lumen arteri melalui insisi kecil pada kulit.
b. Pemasangan Pacu Jantung atau Temporary Pace Maker ( TPM ):
pemasangan pacu jantung yang bersifat sementara pada pasien dengan
irama jantung lambat. Dilakukan dengan cara memasukan kateter elektroda
ke dalam jantung, bagian luar dari elektroda disambungkan dengan
generator yang mengatur irama jantung yang terdapat di luar tubuh pasien.
c. Permanen Pace Maker ( PPM ) yaitu pemasangan pacu jantung yang
bersifat permanen pada pasien dengan Irama jantung lambat. Dilakukan
dengan cara yang sam seperti TPM hanya generatornya di taman di bawah
kulit bagian dada/ perut dengan menggunakan bius lokal.
d. Baloon Mitral Valvuloplasty (BMV) Adalah suatu tindakan minimal invasif
untuk memperlebar penyempitan katup mitral dengan melakukan dilatasi
terhadap katup mitral dengan menggunakan balon.
D. Batasan Operasional
1. Manajemen Penjadwalan Tindakan
Terdapat dua jenis tindakan kateterisasi jantung berdasarkan sifat urgensinya,
yaitu : cito dan elektif.
a. Tindakan emergency / CITO, adalah suatu tindakan yang dilakukan dngan
tujuan life saving pada seorang pasien yang berada dalam keadaan darurat.
Contoh tindakan cito adalah primary PCI.
b. Tindakan elektif, adalah suatu tindakan yang dilakukan terjadwal dengan
persiapan, dan dilakukan pada pasien dengan kondisi umum baik, bukan
gawat darurat.
2. Pelayanan Intra Katerisasi Jantung
Pelayanan intra kateterisasi jantung dilakukan oleh tim cathlab yang
terdiri atas dokter operator (dokter jantung intervensi), perawat scrub, perawat
sirkulasi, perawat monitor dan administrasi.
Sebelum masuk ruang tindakan, dilakukan pemeriksaan kelengkapan
dokumen dan persiapan medis pasien yang berhubungan dengan tindakan yang
akan dilakukan. Setelah pemeriksaan kelengkapan dirasa cukup, pasien
memasuki ruang tindakan dan dilakukan persiapan tindakan seseuai dengan
jenis tindakan yang direncanakan pada pasien tersebut.
Jika jenis tindakan adalah diagnostik, setelah mendapatkan kepastian
hasil diagnosa maka dokter intervensi akan menjelaskan secara langsung hasil
yang didapat kepada keluarga pasien dan rencana tindakan selanjutnya yang
diperlukan. Manakala dibutuhkan tindakan lanjutan segera maka keluarga dan
pasien akan dimintai persetujuan tindakan lanjutan atau perluasan tindakan.
3. Pelayanan Post Tindakan Kateterisasi Jantung
Setelah tindakan kateterisasi jantung pasien akan dirawat di ruang sesuai
petunjuk dokter ( ruang rawat biasa atau ICU). Perawat cathlab akan melakukan
operan yang berisi instruksi post tindakan cathlab kepada perawat di ruang
perawatan selanjutnya.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang RI Nomor : 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang RI Nomor : 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang RI Nomor : 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
4. Undang-Undang RI Nomor : 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 374/Menkes/SK/V/2009 tentang
Sistem Kesehatan Nasional;
6. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
Standart Pelayanan Rumah Sakit ;
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 91 tahun 2014 tentang
Standard Pelayanan Teknik Kardiovaskuler.
9.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi ketenagaan
NAMA JABATAN KUALIFIKASI fungsi JML
FORMAL SDM
Instalasi Catlab Spesialis anastesiologi Managerial 1
Ka. Perawat Cathlab S.kep Ns keperawatan Managerial 1
Pelatihan Cathlab
Pelatihan ACLS
Pelatihan ECG/
.
Penaggung jawab D3 keperawatan Melakukan 1
shift (masa kerja 5 -10 administrasi
tahun) keperawatan &
Pelatihan Cathlab bertanggungjawa
Pelatihan ACLS b terhadap
Pelatihan ECG kelancaran tugas
dalam shift.
Perawat pelaksana D3 keperawatan Melakukan 3
Pelatihan Cathlab tindakan-tindakan
Pelatihan ACLS keperawatan
Pelatihan ECG/ sesuai SPO
.
Administrasi Cathlab DIII / SLTA Plus Melaukan 2
( menguasai sistem administrasi
administrasi ) berkaitan dengan
kebutuhan ruang
Pekarya SMP / SMA Melakukan 1
(mendapat tindakan cleaning
pengarahan/ pelatihan dan
pemeliharaan alat-alat bertanggungjawa
kateterisasi jantung) b menjaga
kebersihan ruang.
Jumlah 9
C. Pengaturan Jaga
Seluruh SDM unit cathlab bekerja dalam 1 shift (pagi) dengan 8 jam kerja (pkl.
08.00 WIB s.d. pkl 16.00 WIB). Jika ada tindakan CITO di luar jam kerja maka seluruh
SDM akan hadir atau sesuai kebutuhan.
BAB IV
STANDAR FASILITAS
B. Standar Fasilitas
1. Standar fasilitas peralatan Cathlab
B. Pre-Tindakan
Sebelum tindakan, pasien akan melewati beberapa persiapan. Pasien akan
menjalani pemeriksaan EKG, echocardiography, laboratorium (darah rutin, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, fungsi ginjal, HbsAg, Anti HIV, GDS). Jika dibutuhkan
pasien juga akan dilakuakn pemeriksaan treadmill test atau Dobutamin Stress Echo
(DSE). Di ruang rawat inap, pasien akan dipasang kondom catheter atau dower
catheter.
Setiba di ruang cathlab, akan dilakukan pemeriksaan terkait kelengkapan
dokumen pasien berupa informed concent, gelang pasien, staus pasien, riwayat alergi
dan resiko aspirasi serta perdarahan.
C. Intra Tindakan
Saat pasien masuk ke ruang tindakan, perawat akan melakukan pemeriksaan
tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, pernafasan, saturasi O 2, dan suhu) serta
perekaman EKG. Kemudian dilakukan persiapan tindakan sesuai dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.
D. Post-Tindakan
Setelah tindakan selesai dilakukan, pasien dipersiapkan untuk dipindah ke
ruang pemulihan (recovery room). Di ruang pemulihan, pasien akan diobservasi
keadaan umumnya dan dilakukan pencabutan sheat. Ketika pasien sudah stabil dan
memenuhi kriteria untuk transfer ruangan, maka pasien akan dijemput oleh petugas /
perawat ruangan tempat perawatan selanjutnya.
BAB VI
LOGISTIK
A. Definisi
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu system dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit.
2. Meningkatkan akuntabilitas rurumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di RS.
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan.
A. Pengertian
Keselamatan kerja merupakan suatu sistem dimana rumah sakit membuat
kerja/aktifitas karyawan lebih aman. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan pribadi ataupun rumah sakit.
Tujuan :
1. Terciptanya budaya keselamtan kerja di RS Bhayangkara Kediri
2. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
3. Memperoleh keserasian dan tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan
proses kinerjanya.
4. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang behaya
kecelakaannya menjadi bertambah tinggi
B. Tata Lakasana Keselamatan Karyawan
Setiap petugas medis maupun non medis menjalankan prinsip pencegahan infeksi,
yaitu :
1. Menganggap bahwa pasien maupaun dirinya sendiri dapat menularkan infeksi.
2. Menggunakan lat pelindung (sarung tangan, kaca mata, sepatu boot/alas kaki
tertutup, celemek, masker, dll) terutama bila terdapqat kontak dengan specimen
pasien yaitu: urin, darah, muntah, secret, dll.
3. Melakukan perasat yang aman bagi petugas maupun pasien, sesuai prosedur
yang ada, mis: memasang kateter, menyuntik, menjahit luka, memasang infuse,
dll.
4. Mencuci tangan dengan handscrub dan sabun antiseptic sebelum dan sesudah
menangani pasien.
5. Terdapat tempat sampah infeksius dan non infeksius.
6. Menggunakan baju khusus yang bersih.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
BAB IX
PENUTUP
Pedoman pelayanan Cathlab di Rumah Sakit Bhyangkara Kediri ini diharapkan dapat
menjadi panduan bagi seluruh petugas pemberi layanna yang menyelengggarakan
pelayanna pada pasien Cathlab. Berdasarkan sumber daya, sarana, parasarana dan
peralatan pelayanan Cathlab di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri .
Oleh karena itu, sumah sakit diharapkan akan terus mengembangkan pelayanan
sesuai dengan ketentuan pedoman Pelayanan Kateterisasi Jantung sesuai dengan situasi
dan kondisi yang kondusif bagi setiap program pengembangan layanan Cathlab di
Rumah Sakit Bhyangkara Kediri.
Sedangkan untuk kelancaran setiap pelaksanaan pelayanan Cathlab perlu adanya
penjabaran dari pedoman pelayanan dengan penyusunanStandart prosedur Oprerasional
di unit layanan Cathlab sehingga hambatan dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan
bisa diminimalkan.
Ditetapkan di : Kediri
Pada tanggal :
Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Kediri