Anda di halaman 1dari 4

Nama : Luh Putu Vivin Yurika

NIM : 1909511017

Kelas A

Jelaskan bagaimana Cl. tetani menginfeksi host dan bagaimana metode diagnosis, terapi, pencegahan
dan pemberantasannya

a. Cara Menginfeksi Host

Dalam rmenginfeksi dimulai dari masuknya spora bakteri Clostridium Tetani melalui luka
sebagai port d’entree. Pada peternakan biasanya luka yang berpotensi sebagai tetanus disebabkan
karena adanya tindakan seperti kastrasi, pencukuran bulu pada ternak domba, pemasangan
nomor telinga, pemasangan ladam pada kuda, proses kelahiran, atau luka lainnya antara lain luka
tusuk pada kaki, gigitan, patah tulang, luka robek akibat dinding kandang dan Pada luka-luka
tersebut tercipta kondisi anaerob yang kemudian menjadi lingkungan optimal bagi proses
germinasi (spora berubah menjadi bentuk vegetatif) dan multiplikasi bakteri Clostridium
Tetani. Pada proses tersebut bakteri Clostridium Tetani akan memproduksi 2 jenis toksin,
yakni tetanospasmin dan tetanolisin. Toksin ini menimbulkan spasmus terhadap otot-otot tubuh.
Tetanospasmin merupakan toksin yang menimbulkan gejala klinis pada pasien tetanus.
Tetanospasmin merupakan polipeptida yang terdiri dari rantai berat (100.000 Da) dan rantai
ringan (50.000 Da). Rantai berat akan memfasilitasi masuknya toksin ke dalam sel saraf,
sedangkan rantai ringan akan bekerja pada presinaps. Tetanospasmin akan berikatan dan
melalui proses internalisasi dengan ujung saraf motor perifer kemudian akan memasuki akson
dan ditranspor secara retrograd ke inti sel saraf di dalam batang otak dan medula spinalis.
Waktu yang diperlukan bagi toksin dari lokasi luka hingga ke medula spinalis adalah antara 2-
14 hari.

Toksin tetanospasmin kemudian diteruskan ke ujung presinaps sel saraf. Di sana toksin
tersebut akan mencegah pelepasan neurotransmiter yang bersifat inhibisi sentral, yakni glisin
dan gamma-aminobutyric acid (GABA), sehingga mengganggu kerja lower motor neuron. Hal
ini mengakibatkan peningkatan firing rate motor neuron α sehingga timbul gejala rigiditas
otot. Hilangnya mekanisme inhibisi sentral juga menyebabkan kontraksi otot yang tidak
terkendali (spasme) saat tubuh pasien diberikan rangsangan normal seperti cahaya atau suara.
Saat tetanospasmin sudah internalisasi pada sel saraf, kerusakan yang ditimbulkan bersifat
ireversibel dan tidak dapat dinetralkan oleh antitoksin. Pada tetanus lokal, toksin tetanospasmin
hanya mempengaruhi sel saraf yang mempersarafi otot-otot tertentu. Sedangkan, pada tetanus
generalisata toksin yang diproduksi bakteri akan menyebar melalui sistem limfatik dan
pembuluh darah dan ditangkap oleh ujung-ujung sel saraf di seluruh tubuh. Sedangkan
tetanolisin adalah hemolisin yang sensitif terhadap oksigen. Tetanolisin merusak jaringan yang
masih hidup pada luka dan menciptakan lokasi yang optimal untuk proses multiplikasi bakteri.

Terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan penyebaran toksin ke SSP/CNS: (1) Toksin
diabsorpsi di neuromuscular junction, kemudian bermigrasi melalui jaringan perineural ke SSP
(2) Toksin melalui pembuluh limfe dan darah ke SSP. Pada mekanisme pertama, toksin yang
berikatan pada neuromuscular junction lebih memilih menyebar melalui saraf motorik,
selanjutnya secara transinaptik ke saraf motorik dan otonom yang berdekatan, kemudian
ditranspor secara retrograd menuju SSP. Tetanospasmin yang merupakan zinc dependent
endopeptidase memecah vesicle associated membrane protein II (VAMP II atau
synaptobrevin) pada suatu ikatan peptida tunggal. Molekul ini penting untuk melepaskan
neurotransmiter di sinaps, sehingga pemecahan ini mengganggu transmisi sinaps. Toksin
awalnya mempengaruhi jalur inhibisi, mencegah pelepasan glisin dan GABA (Gamma amino
butyric acid). Pada saat interneuron menghambat motor neuron alpha juga terkena
pengaruhnya, terjadi kegagalan menghambat refleks motorik sehingga muncul aktifitas saraf
motorik tak terkendali, yang mengakibatkan peningkatan tonus dan rigiditas otot berupa
spasme otot yang tiba-tiba dan potensial merusak. Otot wajah terkena paling awal karena jalur
axonalnya pendek, sedangkan neuron-neuron simpatis terkena paling akhir

b. Metode Diagnosis

- Dengan anamnesis terhadap pasien yang dicurigai menderita tetanus meliputi Riwayat
kejadian luka yang meliputi kapan terjadinya, mekanisme terjadinya luka, dan perawatan luka
yang telah dilakukan.
- Pemeriksaan fisik (Pada pemeriksaan fisik umumnya tanda vital normal, kecuali jika
sudah terjadi gangguan sistem saraf otonom).

- Diagnosis Banding (tergantung dari tanda klinis yang muncul pada pemeriksaan fisik
pasien).

- Blood Agar yang diperkaya dengan Yeast extract, vitamin k, dan heamin cocok untuk
kultur clostridium tetani dalam kondisi aneorobik.

- Demonstrasi histotoksik di jaringan : Teknik berbasis PCR dan Teknik antibodi


fluoresen

- ELISA untuk deteksi toksin : Clostridium tetani sensitif terhadap oksigen dan isolasi
membutuhkan waktu beberapa hari atau lebih.

c. Terapi
1. Luka dibuat segar, dengan membuang bagian jaringan yang rusak, kemudian luka
dicuci dengan KmnO4 atau H2O2 dan diobati dengan antibiotika;
2. Diberikan antitoksin tetanus dosis kuratif;
3. Perlakuan pada hewan sakit diberikan
-) kandang bersih, kering, gelap
-) diberikan kain penyangga perut
-) makanan disediakan setinggi hidung
-) luka yang ada diobati;

4. Diberikan obat-obatan untuk mengatasi simptom atau gejala antara lain : obat
penenang, muscle relaxan.

d. Pencegahan tetanus dapat dilakukan antara lain dengan:


- Memastikan kandang dan tempat penggemabalaan selalu aman dari benda-
benda yang dapat membahayakan ternak seperti (kulit kerang, paku, duri)
sehingga menghindari potensi luka
- Apabila ternak mengalami luka segeradibersihkan, dikuret atau didrainase
dan diobati.
- Dilakukan vaksinasi aktif dengan formol vaksin.
- Dilakukan vaksinasi pasif dengan antitoksin
- Gunakan peralatan operasi yang steril dan jangan melakukan operasi dekat dengan
tempat yang mungkin menjadi sumber infeksi tetanus.

Anda mungkin juga menyukai