Budaya merupakan pengendali sosial dan pengatur jalannya organisasi atas dasar nilai dan keyakinan yang dianut bersama, sehingga menjadi normakerja kelompok, dan secara operasional disebut budaya kerja karena merupakan pedoman dan arah perilaku kerja karyawan (Chatab, 2007: 10 - 11). Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa budaya organisasi mencakup aspek yang lebih luas dan lebih mendalam dan justru menjadi suatu dasar bagi terciptanya suatu iklim organisasi yang ideal. Strategi untuk merubah nilai-nilai daripada manusia dan juga struktur organisasi sehingga organisasi itu adaptif dengan lingkungannya. Suatu penyempurnaan yang terencana dalam fungsi menyeluruh (nilai dan struktur) suatu organisasi. 2. Fungsi budaya organisasi satuan pendidikan Menurut Siagian (2002: 1999), fungsi budaya organisasi yang menonjol dan penting untuk diaktualisasikan adalah sebagai berikut: a. Penentu batas-batas berperilaku b. Menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai anggota organisasi. c. Penumbuhan komitmen d. Pemeliharaan stabilitas organisasional e. Sebagai instrumen pengawasan Permasalahan yang berhubungan dengan adaptasi eksternal dapat dilakukan melalui pengembangan pemahaman tentang strategi dan misi koperasi, tujuan utama organisasi dan pengukuran kinerja. Sedangkan permasalahan yang berhubungan dengan integrasi internal dapat dilakukan antara lain komunikasi, kriteria karyawan, penentuan standar bagi insentif (rewards) dan sanksi (punishment) serta melakukan pengawasan (pengendalian) internal organisasi. 3. Hal apa saja yang mempengaruhi budaya organisasi satuan pendidikan? Faktor-faktor yang mempengaruhi Budaya Organisasi ada dua: a. Kinerja anggota Budaya organisasi memegang perananan penting terhadap kinerja karyawan, karena baik buruknya layanan yang diberikan perusahaan ditentukan oleh budaya organisasi dan itu akan berdampak terhadap kinerja para karyawan. b. Organisasi Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang mempengaruhi semua aspek dan perilaku anggota secara individual dan kelompok, dan setiap organisasi mempunyai budayanya sendiri sesuai dengan karateriktis perusahaan tersebut.(Wirawan, 2007:7) 4. Pembentukan budaya organisasi satuan pendidikan Menurut (Moeljono dalam chatab, 2007:28), banyak pendapat ahli atau pakar dan praktisi tentang dimensi budaya organisasi sebagai nilai bersaing dalam menentukan indicator yang mempengaruhi keefetifan organisasi, umumnya dimensi budaya organisasi merupakan hasil dari penelitian yang mereka lakukan dengan tetap mempertimbangkan hasil-hasil riset yang telah dilakukan oleh penelitian lain sebelumnya sebagai acuan. Ada 4 (empat) dimensi sebagai variable bebas yang merupakan budaya organisasi korporat, yaitu : a. Integritas Integritas adalah bertindak konsisten sesuai dengan nilai- nilai dan kebijakan organisasi serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan yang sulit untuk melakukan ini. b. Profesionalisme Profesionalisme adalah tingkat pendidikan formal dan latihan-latihan khusus yang harus dimiliki karyawan untuk suatu posisi jabatan tertentu.Profesionalisme juga berkaitan dengan tanggung jawab atas pekerjaannya, karyawan mampu menyelesaikan pekerjaan secara efektif dan efisien.Jika untuk menduduki sebuah jabatan didalam organisasi seorang karyawan diharuskan memiliki pendidikan tertentu dan mempunyai pengalaman pelatihan yang cukup lama maka organisasi tersebut adalah organisasi professional. c. Keteladanan Keteladanan adalah perilaku dalam bekerja keras dan cerdas, memimpin karyawan dengan persuasif, dan membangun hubungan vertikal dan horizontal yang harmonis merupakan contoh-contoh perilaku sifat terpuji dari seseorang. Karena berperilaku menakjubkan dari sekelompok karyawan dan pimpinannya maka kinerja perusahaan akan meningkat. b. Penghargaan pada Sumber Daya Manusia Suatu pemberian dari panitia kegiatan atau lembaga tertentu yang diberikan kepada seseorang karena suatu karya tertentu (yang belum tentu bersifat kompetisi).Melalui pemberian penghargaan kepada karyawan diharapkan mampu meningkatkan semangat kerja karyawan tersebut, tentu nya hal ini melalui penilaian kerja yang dilakukan oleh perusahaan.perusahaan telah terbukti menorehkan prestasi dalam bidang kinerja pasar, kinerja produk, kinerja pelayanan, kinerja proses, research and development, sumber daya manusia, dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan, serta bidang prestasi lain yang dapat pertanggungjawabkan 5. Ada berapa Strategi pengembangan budaya organisasi satuan pendidikan? a. Pendekatan Pendidikan dan Komunikasi. Pendekatan ini bisa digunakan bila ada kekurangan informasi atau ketidak tepatan informasi dan analisa. b. Pendekatan Partisipasi dan Keterlibatan. Pendekatan ini bisa digunakan bila pengembangan inisiatif tidak mempunyai semua informasi yang dibutuhkan untuk merancang perubahan dan orang-orang lainnya, mempunyai kekuasaan untuk menolak. c. Pendekatan Kemudahan dan Dukungan. Pendekatan ini bisa digunakan bila orang-orang melakukan penolakan karena masalah-masalah penyelesaian. d. Pendekatan Negosiasi dan Persetujuan. Pendekatan ini bisa digunakan bila banyak orang atau kelompok dengan kekuatan cukup besar untuk menolak akan kalah dalam suatu perubahan. e. Pendekatan Manipulasi dan Bekerjasama. Pendekatan ini bisa digunakan bila taktik-taktik lain tidak akan bekerja, atau mahal. f. Pendekatan Paksaan Eksplisit dan Implisit. Pendekatan ini bisa digunakan bila kecepatan adalah esensial dan para pengusul perubahan mempunyai kekuasaan cukup besar. 6. Bagaimana Budaya mutu satuan pendidikan? Menurut Irene (2011:43) pelibatan dan partisipasi dalam kerangka pengembangan mutu sekolah bukan hanya pelibatan guru namun pemberdayaan masyarakat merupakan keniscayaan. Saat ini partisipasi masyarakat merupakan asset penting dalam pengembangan budaya mutu pendidikan, karena itu pemberdayaan masyarakat jangan lagi hanya menjadi jargon untuk legitimasi public atau partisipasi hanya bersifat semu (pseudo participation). Sebab bila hanya sebatas jargon maka hambatan-hambatan atas sejumlah kebijakan atau program yang didesain tidak bias berjalan secara optimal. Dengan kata lain peningkatan dan pengembangan mutu gagal jika tidak didukung oleh partisipasi masyarakat. Adapun bentuk pemberdayaan masyarakat dalam konteks peningkatan mutu adalah keikutsertaan dalam perencanaan kebijakan program sekolah, keikutsertaan dalam pengawasan mutu pendidikan, serta keikutsertaan dalam pembiayaan pendidikan. Di samping pemberdayaan masyarakat, lebih jauh menyarankan untuk lebih meningkatkan budaya mutu di sekolah dengan melibatkan partisipasi peserta didik. Bentuk partisipasi peserta didik dalam kegiatan organisasi sekolah dalam kaitannya dengan kepemimpinan kepala sekolah adalah: (a) yang bersifat terpaksa; (b) yang bersifat memperhitungkan untung rugi (calculative participation); dan (c) yang muncul dari kesadaran diri sendiri (moral participation). Kepemimpinan kepala sekolah yang demokratis akan mengembangkan organisasi siswa intrasekolah yang mandiridan banyak menimbulkan di kalangan peserta didik “moral participation”. 7. Apa saja karakteristik penting dari budaya organisasi organisasi? Menurut P. Stephen. Robbins dan Timothy A. Juge (2008: 256-257) dalam Luthans dalam Sopiah menyebutkan sejumlah karakteristik penting dari budaya organisasi, meliputi: a. Aturan-aturan perilaku, yakni bahasa, termonologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi. b. Norma adalah standard perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. c. Nilai-nilai dominan yakni niali utama yang diharapkan ari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, dan lain-lain. d. Filosofi terkait kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para karyawan dan pelanggannya. e. Peraturan-peraturan yang tegas dari organisasi. f. Iklim organisasi yakni keseluruhan perasaan yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berintraksi dan bagaimana para anggota mengendalikan diri dalam berelasi dengan pelanggan. 8. Ada berapa tipologi budaya organisasi? Menurut Jeffrey dalam Hikmat (2011: 213-214), dalam konteks budaya organisasi, terdapat tipologi budaya yang erat hubungannya dengan karakteristik budaya organiasi. Yaitu: a. Tipe akademi, yaitu suatu akademi adalah tempat untuk pemanjat ajek (steady) yang ingin menguasai pekerjaan baru yang diterimanya. Perusahaan ini suka merekrut para lulusan muda universitas, member mereka banyak platihan istimewa, kemudian dengan seksama mengarahkan mereka melalui ribuan pekerjaan khusus dalam fungsi tertentu. b. Tipe kelab. Menurut Sonnenfield, kelab menaruh nilai tinggi pada kecocokan dalam system kesetiaan dan pada komitmen. Senoiritas merupakan kunci. c. Tipe bisbol, memandang bahwa organisasi adalah pelabuhan yang diorientasikan pada wiraswasta bagi para pengambil risiko dan innovator. Dengan mencari orang-orang yang berbakat dari segala usia dan pengalaman untuk dipekerjakan, dan setiap hasil akan mendapat upah. Insentif tinggi ditawarkan bagi yang mampu melaksanakan tugas engan hasil yang maksimal pula. d. Tipe benteng. Tipe ini lebih berorientasi pada upaya mempertahankan stabilitas dan keamanan eksistensi organisasi. Organisasi ini lebih kuat disbanding dengan organisasi lainnya. 9. Ada berapa tingkatan budaya organisasi? Menrurut Siswanto dan Agus Sucipto (2008: 143) Dalam mempelajari budaya organisasi ada beberapa tingkatan organisasi. Menurut Schein, apabila disusun dalam suatu skema bertingkat, maka topik suatu tingkatan budaya tersebut tersusun dari puncak sebagai berikut: a. Artefak, pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata, seringkali tidak dapat diartikan,misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi dan cara berpakaian. b. Nilai, hal ini sulit diamati secara langsung sehingga menyimpulkannya sering diperlukan wawancara dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci atau menganalisis dokumen. Selin itu, nilai meupakan titik kerangka evaluasi yang dipergnakan anggota untuk menilai organisasi. c. Asumsi dasar, merupakan keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan tentang hubungan mereka dengan orang lain, serta tentang hakikat organisasi mereka. 10. Bagaimana Membangun dan Membina Budaya di Lembaga Pendidikan Islam? Menurut Baharuddin (07 november 2016) Menciptakan budaya organisasi pada lembaga pendidikan Islam menjadi pondasi awal dalam membangun perekat sosial di antara para pengelola. Hal ini penting dilakukan dalam membentuk kesamaan identitas dan komitmen bersama sehingga arah pengembangan lembaga pendidikan Islam dapat dipahami semua pihak yang terkait (set mission). Sebenarnya budaya organisasi di lembaga pendidikan Islam juga dilakukan dalam merangka mengawal setiap lini manajemen baik itu dalam melakukan perubahan, mengaktualisasikan program kerja maupun menjaga mutu secara berkelanjutan. Ini mengandung arti bahwa budaya organisasi dilakukan akan selalu mewarnai dalam setiap tahapan pengelolaan lembaga pendidikan Islam. Budaya organisasi menjadi aturan main yang membentuk perilaku para pengelola ketika berinteraksi dengan pengelola lain maupun masyarakat luas. Budaya organisasi bisa menjadi kekuatan tersembunyi dari lembaga pendidikan Islam Ciri khas budaya organisasi yang paling melekat di lembaga pendidikan Islam adalah spirit ruhul jihad. Budaya organisasi ini menekankan pentingnya bekerja dan mengabdi di lembaga pendidikan Islam sebagai bagian dari jihad paling agung dalam Islam. Dalam konteks manajemen modern, ruhul jihad harus dioperasionalkan dalam aspek yang lebih spesifik. Sebagian pengelola lembaga pendidikan Islam masih memandang bahwa ruhul jihad masih sebatas kepada pengajaran dan pendidikan. Sementara aspek yang lain seperti penjaminan mutu (quality assurance), pelayanan yang memuaskan (customer sastisfaction) dan sebagainya, nampaknya masih belum ada perhatian khusus. Di era sekarang, memperjuangkan budaya organisasi yang unggul dalam lembaga pendidikan Islam merupakan sebuah pertaruhan dan kebutuhan. Berbicara kualitas lembaga pendidikan Islam dari zaman ke zaman akan menghadapi kompleksitas permasalahan yang beragam dan kian rumit. Oleh karena itu, ruhul jihad sebagai salah satu core values budaya organisasi harus terus dipertahankan dan dikembangkan implementasinya dalam berbagai aspek dalam mengelola lembaga pendidikan Islam. Maka sudah sepestinya menjadikan Ruhul jihad is power, yakni ruhul jihad sebagai kekuatan utama dalam membawa lembaga pendidikan Islam lebih maju dan beradab. Apalagi kalau kemudian prinsi ruhul jihad dibudayakan dan ditransformasikan (sharing ruhul jihad is more powerful) dalam kehidupan sehari-hari yang mewarnai setiap elemen manajerial lembaga pendidikan Islam, tentu hal itu akan membawa tsunami perubahan yang produktif bagi pengembangan lembaga pendidikan Islam dalam mencetak mutu pendidikan Islam yang unggul, unggul dan unggul.