PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui sistem kurikulum 2013 di Indonesia.
1.3.2 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari Kurikulum 2013 di Indonesia.
1.3.3 Untuk mengetahui sistem kurikulum Negara Kamboja.
1.3.4 Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari Kurikulum Negara Kamboja.
1.3.5 Untuk mengetahui perbandingan kurikulum Negara Kamboja dengan
Kurikulum 2013 di Indonesia.
b) Faktor eksternal adalah adanya fenomena globalisasi dan dinamika isu tentang
lingkungan hidup, kemajuan teknologi informasi, kebangkitkan industri kreatif,
budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi
menggeser kehidupan masyarakat yang tadinya tradisional-agraris menjadi
modern- industrial.
Secara filosofis, Kurikulum 2013 mendasarkan diri pada empat paham filsafat
pendidikan secara keseluruhan, yaitu perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan
rekonstruktivisme. Faham ini merupakan teori pendidikan yang dibawa oleh Theodore
Brameld. Adapun empat faham yang dibawa oleh Theodore Brameld yaitu :
a) Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan inovatif dalam setiap pemecahan
masalah yang mereka hadapi di sekolah.
b) Adanya penilaian dari semua aspek. Penentuan nilai bagi siswa bukan hanya
didapat dari nilai ujian saja tetapi juga didapat dari nilai kesopanan, religi,
praktek, sikap dan lain-lain.
c) Munculnya pendidikan karakter dan pendidikan budi pekerti yang telah
diintegrasikan ke dalam semua program studi.
d) Adanya kompetensi yang sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional.
e) Kompetensi yang dimaksud menggambarkan secara holistic domain sikap,
ketrampilan, dan pengetahuan.
f) Banyak kompetensi yang dibutuhkan sesuai perkembangan seperti pendidikan
karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills,
kewirausahaan.
g) Hal yang paling menarik dari kurikulum 2013 ini adalah sangat tanggap terhadap
fenomena dan perubahan sosial. Hal ini mulai dari perubahan sosial yang terjadi
pada tingkat lokal, nasional, maupun global.
h) Standar penilaian mengarahkan kepada penilaian berbasis kompetensi seperti
sikap, ketrampilan dan pengetahuan secara proporsional.
i) Mengharuskan adanya remediasi secara berkala.
j) Sifat pembelajaran sangat kontekstual.
k) Meningkatkan motivasi mengajar dengan meningkatkan kompetensi profesi,
pedagogi, sosial dan personal.
l) Ada rambu-rambu yang jelas bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
(buku induk)
m) Guru berperan sebagai fasilitator
n) Diharapkan kreatifitas guru akan semakin meningkat
o) Efisiensi dalam manajemen sekolah contohnya dalam pengadaan buku, dimana
buku sudah disiapkan dari pusat
p) Sekolah dapat memperoleh pendampingan dari pusat dan memperoleh koordinasi
dan supervise dari daerah
q) Pembelajaran berpusat pada siswa dan kontekstual dengan metode pembelajaran
yang lebih bervariasi
r) Penilaian meliputi aspek kognitif, afektif, psikomotorik sesuai proporsi
s) Ekstrakurikuler wajib Pramuka meningkatkan karakter siswa terutama dalam
kedisiplinan, kerjasama, saling menghargai, cinta tanah air dan lain-lain.
a) Guru banyak salah kaprah, karena beranggapan dengan kurikulum 2013 guru
tidak perlu menjelaskan materi kepada siswa di kelas, padahal banyak mata
pelajaran yang harus tetap ada penjelasan dari guru.
b) Banyak sekali guru-guru yang belum siap secara mental dengan kurikulum 2013
ini, karena kurikulum ini menuntut guru lebih kreatif, pada kenyataannya sangat
sedikit para guru yang seperti itu, sehingga membutuhkan waktu yang panjang
agar bisa membuka cakrawala berfikir guru, dan salah satunya dengan pelatihan-
pelatihan dan pendidikan agar merubah paradigm guru sebagai pemberi materi
menjadi guru yang dapat memotivasi siswa agar kreatif.
c) Kurangnya pemahaman guru dengan konsep pendekatan scientific
d) Kurangnya ketrampilan guru merancang RPP
e) Guru tidak banyak yang menguasai penilaian autentik
f) Tugas menganalisis SKL, KI, KD buku siswa dan buku guru belum sepenuhnya
dikerjakan oleh guru, dan banyaknya guru yang hanya menjadi plagiat dalam
kasus ini.
g) Tidak pernahnya guru dilibatkan langsung dalam proses pengembangan
kurikulum 2013, karena pemerintah cenderung melihat guru dan siswa
mempunyai kapasitas yang sama.
h) Tidak adanya keseimbangan antara orientasi proses pembelajaran dan hasil dalam
kurikulum 2013 karena UN masih menjadi factor penghambat.
i) Terlalu banyak materi yang harus dikuasai siswa sehingga tidak setiap materi bisa
tersampaikan dengan baik, belum lagi persoalan guru yang kurang berdedikasi
terhadap mata pelajaran yang dia ampu.
j) Beban belajar siswa dan guru terlalu berat, sehingga waktu belajar di sekolah
terlalu lama.
k) Timbulnya kecemasan khususnya guru mata pelajaran yang dihapus yaitu KPPI,
IPA dan Kewirausahaan dan terancam sertifikasiya dicabut.
l) Sebagian besar guru masih terbiasa menggunakan cara konvensional
m)Penguasaan teknologi dan informasi untuk pembelajaran masih terbatas.
n) Guru tidak tiap dengan perubahan
o) Kurangnya kekmampaun guru dalam proses penilaian sikap, ketrampilan dan
pengetahuan secara holistic.
p) Kreatifitas dalam pengembangan silabus berkurang
q) Otonomi sekolah dalam pengembangan kurikulum berkurang
r) Sekolah tidak mandiri dalam menyikapi kurikulum
s) Tingkat keaktifan siswa belum merata
t) KBM umumnya saat ini mash konvensional
u) Belum semua guru memahami sistem penilaian sikap dan ketrampilan.
v) Menambah beban kerja guru.
w) Citra sekolah dan guru akan menurun jika tidak berhasil menjalankan kurikulum
2013
x) Pramuka menjadi beban bagi siswa yang tidak menyukai Pramuka, sehingga ada
unsur keterpaksaan.
Sistem Pendidikan yang ada di Kamboja pada garis besarnya terdiri dari tiga
macam, yaitu :
1) Sistem Pendidikan Rakyat.
Pada sistem ini, Pendidikan trdisional di Kamboja berdasarkan pada
pendidikan setempat yang diajarkan oleh para guru-guru agama. Para pelajar
diharuskan menghafalkan pelajaran-pelajaran agama Budha. Selama masa
pendudukan Perancis, sistem pendidikan saat itu menganut sistem pendidikan
Perancis, selain dari pada pendidikan tradisional. Pendidikan rakyat ini dibawah
naungan hukum Kementerian Pendidikan, yang menggunakan control penuh
melebihi sistem yang ada, yaitu seperti membuat silabus sendiri, menyewa dan
membayar guru-guru, menyiapkan persediaan dan membentuk pengawasan-
pengawasan sekolah. Seorang pengawas di sekolah dasar haruslah memiliki
wibawa, dan para pengawas kini pun ada di setiap provinsi. Komite Kebudayaan
pun berada dibawah tanggung Kementerian Pendidikan yang memiliki tanggung
jawab untuk mengembangkan dan memperkaya bahasa Kamboja.
Pada tahun 1931 M di Kamboja hanya terdapat tujuh orang yang belajar di
Sekolah Tinggi, dana pada tahun 1936 M hanya terdapat sekitar 50.000 hingga
60.000 anak yang mendaftar belajar di sekolah dasar. Dari awal abad 20 sampai
tahun 1975 M, sistem pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan rakyat serta
pendidikan yang ada di Negara Perancis. Sistem pendidikan ini terdiri dari tiga
tingkatan, yaitu:
a) Sekolah Dasar
Pendidikan Dasar dibagi dalam dua bagian dengan tiga tahun setiap bagiannya.
Keberhasilan menyelesaikan pendidikan pada setiap bagian-bagiannya akan
mendapatkan sertifikat pengakuan. Kurikulum Sekolah Dasar di Kamboja terdiri
dari : aritmatika, sejarah, etika, kewarganegaraan, wajib militer, geografi,
kesehatan, bahasa, dan ilmu pengetahuan, ditambah pendidikan psikologi dan buku
pedoman kerja. Bahasa Khmer diajarkan dibagian pratama sekolah dasar, dan
bahasa Perancis dibagian kedua sekolah dasar, diawal tahun 1970-an. Bahasa
Khmer digunakan lebih luas lagi hingga bagian kedua darin sekolah dasar. Ditahun
1980, pendidikan dasar dimulai dari tingkat satu hingga tingkat empat.
b) Sekolah Lanjutan
Sekolah lanjutan juga dibagi dalam dua bagian, tiga tahun untuk lanjutan dan
setahunnya dipersiapkan sebelum Perguruan Tinggi. Untuk menyelasaikan
tingkatan harus menyelasaikan pelajaran secara sebagian-sebagian (berangsur).
Untuk menyelasaikan yang pertama dua tahun dalam dua bagian, dan pelajar akan
menyelasaikan sebagian pelajarannya, sehingga menjadi sarjana muda (BA), dan
dilanjutkan dengan penyelasaian akhir dengan ujian serupa yang telah mereka
lewati untuk sarjana lengkapnya.
Kurikulum lanjutan di Kamboja serupa dengan kurikulum lanjutan yang ada di
Perancis. Dimulai pada tahun 1967, toga tahun terakhir dari sekolah lanjutan dibagi
dalam tiga penyelesaian yang didalamnya mengandung tiga pelajaran pokok, yaitu
: Pelajaran Matematika, Biologi seta Pertanian.
c) Sekolah Tinggi
Pendidikan tinggi tertinggal dari pendidikan dasar dan lanjutan hingga akhir
tahun 1950-an. Di akhir tahun 1950-an, pendidikan tinggi terdapat 250 mahasiswa.
Mahasiswa banyak belajar di Perancis, tetapi setelah Kamboja mendapatkan
kebebasannya, mahasiswa yang belajar Universitas bertambah banyak dan mereka
belajar di Amerika Serikat, Kanada, China, Uni Soviet dan Jerman Barat.
.
2) Sistem Pendidikan Agama Budha
Sebelum Perancis mengadopsi sistem pendidikannya di kamboja, pengajar agama
Budha sudah ada yang diajarkan oleh para rahib dari kuil yang berprofesi langsung
sebagai gurunya. Para rahib yang menjadi guru tersebut sangat menghormati fungsi
pendidikan seperti doktrin yang diajarkan dalam Budha dan sejarah yang ada tanpa
memandang untung dan ruginya. Dalam pendidikan ini para pemuda dan pemudi
tidak diizinkan belajar didalam lembaga-lembaga kecuali untuk membaca, menulis
bahasa Khmer, dan mengikuti pengajaran dasar dalam ajaran Budha. Tahun 1933,
sistem pendidikan lanjutan untuk murid baru diciptakan dengan system pengajaran
agama Budha. Seperti sekolah-sekolah di Pali menyediakan tiga tahun untuk
menguasai perangkat pendidikan untuk duduk dan diterima di universitas agama
Budha Phnom Penh.
Adapun kurikulum agama Budha ini terdiri dari pelajaran yang didapat di Pali,
doktrin Budha, dan Khmer. Selain itu didapat pula matematika, sejarah kamboja,
geografi, ilmu pengetahuan, kesehatan, kewarganegaraan, pertanian. Ajaran Budha
ini berada pada Kementerian Agama.
Hampir 600 sekolah dasar Budha, dengan murid lebih dari 10.000 siswa dan 800
rahib sebagai gurunya, dan ini berakhir hingga tahun 1962. Dalam tingkatan ini
siswanya meneruskan belajarnya ke universitas PreahSihanouk Raj Buddist yang
dibangun pada tahun 1959.
Institut agama Budha mulai mengadakan penelitian dan riset di perpustakaan
Royal yang dibangun tahun 1930. Banyak cerita di Kamboja yang terkenal,
diantaranya adalah kisah Tripitaka yang melengkapi koleksi ajaran agama Budha itu
sendiri, yang diterjemahkan dalam bahasa Khmer. Tidak ada informasi yang akurat
yang dapat kita lihat tentang kuil Budha ni hingga pada tahun 1987.
3) Pendidikan Pribadi
Untuk membagi jumlah populasi pendatang di kamboja, pendidikan pribadi
memegang peranan yang penting dalam tahun-tahun sebelum komunis keluar dari
Kamboja. Beberapa sekolah pribadi itu mulai beroperasi dan dilakukan oleh etnik
atau penduduk beragama minoritas. Penduduk minoritas seperti berkebangsaan
China, Vietnam, Eropa, Roma Katolik, dan kaum Muslim, mereka mengajarkan
pengajaran bahasa, kebudayaan, dan agama mereka.
Sekolah lainnya yang mereka dirikan juga menyiapkan pendidikan bagi penduduk
pribumi. Kehadiran beberapa sekolah pribadi tersebut, khususnya yang berada di
Phnom Penh dan peserta yang belajar tentunya banyak dari pendatang dan
kebanyakan masih satu keluarga.
Sistem pendidikan pribadi ini terdiri dari sekolah-sekolah bahasa China, sekolah-
sekolah bahasa Perancis, sekolah-sekolah bahasa Inggris, sekolah-sekolah bahasa
Khmer. Siswa yang belajar di sekolah-sekolah ini mulai berkembang dari sekitar
32.0 orang pada tahun 1960 menjadi 53.500 orang pada tahun 1970, dan keluaran
sekolah ini ada sekitar 19.000 orang setiap periodenya.
Dari tahun 1979 sampai dengan tahun 2008, Kementerian Pendidikan telah
menetapkan peningkatan kualitas Pendidikan melalui reformasi Sistem Pendidikan,
Kurikulum Sekolah, Buku Teks dan modifikasi Pendekatan Belajar-mengajar.
Tentunya, ada 3 reformasi utama dalam Sistem Pendidikan yang telah dilakukan
sebagai berikut:
- Dari tahun 1979 - 1986, Sistem Pendidikan diperkenalkan 10 tahun (4 + 3 + 3)
(4 tahun Pendidikan Dasar + 3 tahun di Sekolah Menengah Tingkat Atas + 3
tahun di Sekolah Menengah Atas).
- Dari tahun 1986 - 1996 Sistem Pendidikan direvisi menjadi 11 tahun (5 + 3 + 3).
- Dari tahun 1996 sampai sekarang, Kamboja menerapkan sistem pendidikan
umum 12 tahun yang terdiri dari enam tahun pendidikan dasar menengah tiga
tahun dan tiga tahun tingkat menengah (6 + 3 + 3). Pendidikan dasar mencakup
sembilan tahun pertama sekolah dan ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
belajar dasar dan juga untuk menanamkan keterampilan belajar sepanjang hayat
yang akan meletakkan fondasi dimana pembelajaran berkelanjutan dapat
didasarkan.
Pada saat yang sama, Pendekatan Pengajaran-Pembelajaran telah dimodifikasi
dari Teacher Centered to Student Centered.
4) Sistem Sekolah
Sistem sekolah saat ini adalah:
I. Pra- Sekolah
- Langkah Bawah (untuk anak usia 3 tahun)
- Langkah Sedang (untuk anak usia 4 tahun)
- Langkah Tinggi (untuk anak usia 5 tahun)
II. 9 Tahun Pendidikan Dasar
1. Sekolah Dasar
Ada 6 tingkat kelas yaitu
- Kelas 1 (untuk anak usia 6 tahun)
- Kelas 2 (untuk anak usia 7 tahun)
- Grade 3 (untuk anak usia 8 tahun)
- Kelas 4 (untuk anak-anak berusia 9 tahun)
- Kelas 5 (untuk anak usia 10 tahun)
- Kelas 6 (untuk anak usia 11 tahun)
2. Sekolah Menengah Bawah
Ada 3 tingkat kelas yaitu:
- Kelas 7 (untuk anak-anak berusia 12 tahun)
- Kelas 8 (untuk anak-anak berusia 13 tahun)
- Kelas 9 (untuk anak-anak berusia 14 tahun) akan lulus ujian
III. Pendidikan menengah atas
Di Sekolah Menengah Atas, ada 3 tingkat kelas yaitu:
- Kelas 10 (untuk anak-anak berusia 15 tahun)
- Kelas 11 (untuk anak usia 16 tahun)
- Kelas 12 (untuk anak usia 17 tahun) akan lulus ujian
IV. Pendidikan yang lebih tinggi
Sekolah pasca sarjana dan pendidikan tinggi atau universitas membutuhkan waktu 4
sampai 7 tahun untuk anak-anak berusia 18 tahun.
- Pre-school programs
Objektif: untuk menerapkan hak anak, menanggapi kebutuhan anak; Siapkan anak-
anak untuk masuk di sekolah dasar; Meningkatkan kualitas pendidikan dasar;
Program yang ada: Pra-sekolah negara; Pra sekolah berbasis komunitas;
Perawatan berbasis rumah; Pra-sekolah swasta;
Prestasi: Jumlah pendaftaran: 119.893 dimana 60.541 perempuan di tahun 2005-06.
Tantangan: tingkat gaji guru masih rendah; sulit untuk menarik dan menjaga guru
yang berkualitas. Kekurangan kelas dan gedung sekolah di daerah terpencil. Cara
ke depan: meningkatkan peserta pelatihan guru pra-layanan, meningkatkan
jumlah pra-sekolah.
- School readiness
Tujuan: mempersiapkan siswa yang tidak memiliki akses ke pra-sekolah untuk
belajar secara efektif.
Prestasi: program dimulai pada 2004-05 dan diujicobakan di 13 provinsi dengan 518
sekolah, 886 kelas, 38.353 siswa, 885 guru. Dengan tingkat promosi 77,59% di
tahun 2004-05 dibandingkan dengan 72,34% pada tahun 2003-04. Tingkat putus
sekolah adalah 2,05% pada tahun 2004-05 dibandingkan dengan 2,45% pada
tahun 2003-04; Produksi materi pelatihan; Pada tahun 2006, 2137 guru mendapat
pelatihan.
Tantangan: kelas 1 guru tidak dapat fokus pada program kesiapan sekolah selama 8
minggu karena mereka mengajar kelas multi kelas; Beberapa guru berpikir bahwa
mereka mengajar siswa kelas 1, orang tua tidak mengerti programnya. Cara ke
depan: Meningkatkan kesiapan sekolah untuk semua siswa satu kelas.
- Multi-grade teaching;
Tujuan: Menyediakan dan meningkatkan kemampuan anak-anak di semua etnis
minoritas di usia sekolah untuk memiliki akses dan menyelesaikan pendidikan
dasar sembilan tahun.
Prestasi: 793 guru / 102 perempuan (2006) telah dilatih dalam metode pengajaran
multi-kelas di 20 provinsi; Menghasilkan panduan guru untuk pengajaran multi
kelas, materi pelatihan untuk pelatih, buku pelajaran aktivitas dan permainan; Isi
sebagai berikut telah dilatih: pentingnya metode multi kelas, metode pengajaran
multi kelas, rencana pelajaran dan pembelajaran mandiri, kelas demonstrasi.
Tantangan: guru masih kesulitan menggunakan pengajaran multi kelas. Cara ke
depan: perkenalkan pengajaran multi level dalam kurikulum pelatihan guru pra-
jabatan.
- Bilingual education;
Tujuan: Menyediakan etnis minoritas untuk mengembangkan kemampuan bahasa
nasional; untuk meningkatkan akses ke sistem pendidikan nasional. Program yang
ada: Ratanakiri (CARE): 3 kecamatan, 4 sekolah, 280 murid dengan 150
perempuan; Kg Cham (ESCUP): 24 asisten dengan 900+ di tahun 2006 dan 2.000
anak muda di tahun 2007; Mondukiri (ESCUP): 15 guru Bahasa Khmer
Tambahan (SKL) dengan sekitar 200 anak-anak berusia 50 tahun pada tahun
2006 dan 400 di tahun 2007, membangun 38 ruang kelas menengah (ICR) di
komunitas terpencil untuk menyediakan akses bagi 1.800 anak-anak, satu biaya
ICR sekitar $ 500.
2) Pemerataan Pendidikan
Kelangkaan parah sekolah dan ruang kelas terjadi di Kamboja, khususnya di
daerah pedesaan, hal ini juga membatasi jumlah anak-anak yang memiliki akses
ke pendidikan . Sebagian besar desa-desa Kamboja memiliki sekolah dasar tetapi
tidak memiliki jenjang kelas yang lengkap. Anak-anak Kamboja menghadapi
kesulitan yang lebih besar dalam mengejar tingkat pendidikan yang lebih tinggi .
Karena sekolah menengah dibangun kurang dari 10% dari jumlah desa, Hanya 5,4
% dari desa-desa Kamboja memiliki sekolah menengah pertama dan hanya 2 %
dari mereka memiliki sekolah menengah atas. Siswa hanya dapat melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi jika mereka mampu membayar biaya . Oleh karena
itu
, pendidikan lanjutan menjadi tidak dapat diakses oleh sebagian besar murid
potensial.
Sedangkan di Indonesia jauh lebih baik, hampir seluruh desa di Indonesia
memiliki sekolah dasar dengan jenjang kelas yang lengkap. Menurut data statistik
dari BPS tahun 2012 ,97,95% anak usia 7-12 tahun di Indonesia telah mengikuti
jenjang pendidikan sekolah dasar.
3) Pembiayaan Pendidikan
Guru di Kamboja menerima gaji sebesar $20 sampai $50 per bulan, dan
mereka juga mengumpulkan iuran dari setiap siswa yang diajarnya sebesar $ 0,05
tiap harinya, untuk menambah penghasilan mereka. Hal ini tidak hanya dilakukan
guru di ibukota saja, melainkan juga dilakukan oleh guru dibeberapa provinsi di
kamboja. Hal ini semakin menghalangi anak-anak untuk hadir ke sekolah karena
mereka tidak mampu untuk membayar biaya sekolah informal. Dengan rata-rata
tiga anak per rumah tangga di Kamboja, biaya sekolah informal akan
menambahkan
beban rumah tangga hingga jumlah yang signifikan, sehingga hampir mustahil
bagi orang tua untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah. Meskipun ada
upaya oleh pemerintah Kamboja menjanjikan penyediaan pendidikan gratis, iuran
uang sekolah informal seperti ini masih menjadi halangan yang sangat besar bagi
anak-anak untuk bersekolah.
Masyarakat Kamboja khususnya di wilaya pedesaan masih berada di garis
pedesaan. garis kemiskinan di daerah pedesaan Kamboja ditetapkan sebesar US $
0,25 per orang per konsumsi sehari-hari. Sebagai contoh 53,7 % dari populasi di
daerah Siem Riep masih hidup di bawah garis kemiskinan. Karena kemiskinan ,
anak-anak di Kamboja dipaksa menyerah kesempatan pendidikan penerima untuk
bekerja dan menambah penghasilan keluarga . Biaya kesempatan mengirim anak-
anak mereka ke sekolah yang sangat tinggi dalam beberapa keluarga , sehingga
hampir mustahil bagi anak-anak untuk menerima pendidikan. Berdasarkan data
dari Organisasi Perburuhan Internasional , hampir 20 % dari anak-anak usia 5-9
dipekerjakan sebagai pekerja anak . Angka-angka itu naik menjadi 47 % untuk
anak-anak antara usia 10-14 dan 34 % untuk usia 15-17 . Di antara jumlah anak
yang bekerja dari usia 5 sampai 17, hanya 45 % yang memiliki kesempatan untuk
bersekolah. Karena bekerja, anak-anak kamboja memiliki waktu yang sedikit
untuk bersekolah, anak-anak kamboja hampir menghabiskan 31 jam bekerja tiap
minggunya.
Sedangkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia
Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan program-program yang
bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah di Indonesia. Seperti
pemberian beasiswa kepada siswa miskin seperti beasiswa Bantuan Siswa Miskin.
Program BSM adalah Program Nasional yang bertujuan untuk menghilangkan
halangan siswa miskin berpartisipasi untuk bersekolah dengan membantu siswa
miskin memperoleh akses pelayanan pendidikan yang layak, mencegah putus
sekolah, menarik siswa miskin untuk kembali bersekolah, membantu siswa
memenuhi kebutuhan dalam kegiatan pembelajaran, mendukung program Wajib
Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun (bahkan hingga tingkat menengah
atas), serta membantu kelancaran program sekolah.
Melalui Program BSM ini diharapkan anak usia sekolah dari rumah-
tangga/keluarga miskin dapat terus bersekolah, tidak putus sekolah, dan di masa
depan diharapkan mereka dapat memutus rantai kemiskinan yang saat ini dialami
orangtuanya. Program BSM juga mendukung komitmen pemerintah untuk
meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Kabupaten/Kota miskin dan
terpencil serta pada kelompok marjinal.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang menjadi pengganti dari kurikulum
terdahulu di Indonesia yaitu kurikulum KTSP.
2. Pada kurikulum 2013 ini memiliki tiga aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan,
aspek keterampilan, serta aspek sikap dan perilaku.
3. Keunggulan kurikulum 2013 adalah Siswa lebih dituntut untuk aktif, kreatif dan
inovatif dalam setiap pemecahan masalah yang mereka hadapi di sekolah.
4. Kelemahan kurikulum 2013 adalah Kurangnya pemahaman guru dengan konsep
pendekatan scientific.
5. Pendidikan yang ada di Kamboja pada garis besarnya terdiri dari tiga macam,
yaitu Sistem Pendidikan Rakyat, Pendidikan Agama Budha.
6. Kurikulum di Negara kamboja digolongkan menjadi beberapa kelompok sesuai
dengan tingkat kebutuhan pendidikan siswa.
7. Perbandingan antara kurikulum dikamboja dan diindonesia dapat dilihat dari
beberapa segi yaitu kualitas Pendidikan dan pemerataan Pendidikan.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan:
1. Semoga makalah ini dapat menjadi titik pendorong terciptanya Pendidikan yang
lebih baik di Indonesia.
2. Adanya sosilalisasi tentang konsep pendekatan scientific terhadap para guru
sangat diperlukan untuk lebih meningkatkan implementasi dari makalah ini.
3. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA