Anda di halaman 1dari 73

PENGEMBANGAN REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DAN

TEMPORAL MENGGUNAKAN INTERAKSI JARAK


SPASIAL-TEMPORAL

(Studi Kasus: Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah


Tahun 2011-2015)

MIFTAHUS SHOLIHIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Regresi


Terboboti Geografis dan Temporal Menggunakan Interaksi Jarak Spasial-
Temporal (Studi Kasus: Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah Tahun 2011-
2015) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2018

Miftahus Sholihin
NIM G151150061
RINGKASAN

MIFTAHUS SHOLIHIN. Pengembangan Regresi Terboboti Geografis dan


Temporal Menggunakan Interaksi Jarak Spasial-Temporal (Studi Kasus:
Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah Tahun 2011-2015). Dibimbing oleh
AGUS MOHAMAD SOLEH dan ANIK DJURAIDAH.

Regresi Terboboti Geografis (RTG) adalah salah satu metode analisis


regresi yang bersifat lokal pada setiap lokasi pengamatan. Salah satu komponen
mendasar dari RTG adalah penggunaan matriks pembobot yang dibangun dari
hubungan spasial. Analisis data spasial melibatkan beberapa lokasi amatan yang
seringkali hanya diamati pada satu waktu. Data spasial dengan melibatkan amatan
beberapa waktu (temporal) merupakan hal yang penting dalam analisis spasial.
Oleh karena itu untuk peningkatan presisi pendugaan parameter pada model RTG,
dilakukan pengamatan untuk setiap lokasi pada kurun waktu tertentu. Metode
Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (RTGT) merupakan pengembangan
dari metode RTG dengan mempertimbangkan unsur lokasi dan waktu. Pemodelan
jarak spasial-temporal pada metode RTGT mengggunakan operator penjumlahan.
Hal ini menyebabkan jarak yang diukur dalam dimensi ruang tidak berpengaruh
pada jarak temporal sehingga kurang sesuai untuk memodelkan interaksi spasial-
temporal. Metode Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT)
merupakan pengembangan dari metode RTGT dengan menambahkan pembobot
interaksi pada fungsi jarak spasial-temporal.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada kurun waktu 2011-
2015, Pulau Jawa masih memberikan kontribusi terbesar Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) sebesar 57.73% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
PDRB per kapita menurut Provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah memiliki
jumlah terendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa tingkat perekonomian di Jawa Tengah perlu ditingkatkan
supaya mampu bersaing dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Oleh karena
itu, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk memodelkan pertumbuhan
ekonomi yang diukur melalui PDRB pada setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah dengan melibatkan peubah jumlah angkatan kerja yang bekerja,
pendapatan asli daerah, dan upah minimum kabupaten.
Tahap awal dalam penelitian ini adalah menyusun program model IRTGT
melalui model RTGT. Paket Program R yang tersedia saat ini belum dilengkapi
pengolah data RTGT maupun IRTGT, sehingga dilakukan penyusunan program
untuk ke dua model tersebut dengan menggunakan Program R. Penyusunan
program dilakukan secara simultan untuk ke dua model RTGT dan IRTGT.
Penyusuan program analisis menggunakan bantuan program R dengan melibatkan
beberapa paket tambahan, yaitu GW model, MASS, dan matrixcalc. Program
utama analisis pada model IRTGT terdiri dari beberapa sub program yang
dirancang sesuai dengan kebutuhan analisis, yaitu “bwd.RTG”, “taw.cv.IRTGT”,
“lambda.cv.IRTGT”, “epsi.IRTGT”, “bwd.IRTGT”, dan “prog.IRTGT”. Masing-
masing sub program tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam proses
pendugaan parameter. Setelah tahap tersebut selesai, digunakan program
“uji.parsial.IRTGT” untuk melakukan pengujian parameter model IRTGT.
Hasil perbandingan dari kebaikan model menyatakan bahwa metode
IRTGT menghasilkan nilai Root Mean Square Error (RMSE) dan Akaike
Information Criterion (AIC) lebih kecil dibandingkan Metode Kuadrat Terkecil
(MKT) dan RTGT yaitu berturut-turut adalah 11.268 dan 2185.810. Nilai Pseudo
pada model IRTGT cukup tinggi dibandingkan model lain yaitu sebesar 0.719.
Berdasarkan nilai penduga parameter, peubah pendapatan asli daerah memberikan
pengaruh lebih besar terhadap nilai PDRB di setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah pada kurun waktu 2011-2015 dari pada peubah yang lain. Upah minimum
kabupaten memberikan pengaruh yang lebih kecil dibandingkan peubah lain
terhadap nilai PDRB di masing-masing daerah pada tahun 2014.

Kata kunci: Regresi Terboboti Geografis dan Temporal, Interaksi spasial-


temporal, Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal
SUMMARY

MIFTAHUS SHOLIHIN. Improved Geographically and Temporally Weighted


Regression using Spatial-Temporal Distance Interaction (Case Study: Economic
Growth in Central Java on Periode 2011-2015). Supervised by AGUS
MOHAMAD SOLEH and ANIK DJURAIDAH.

Geographically Weighted Regression (GWR) is one of the local regression


analysis methods at each location of observation. One of the basic of GWR is the
use of weighted matrices constructed from spatial relationship. Spatial data
analysis involves several observational locations that are often only observed at
one time. The spatial data which involve temporal observation is important in
spatial analysis. Therefore, to improve the precision of parameter estimation on
the GWR model, observations are made for each location over a period of time.
Geographically and Temporally Weighted Regression (GTWR) is a development
of the GWR method by considering the locations and time factors. The spatial-
temporal spacing modeling of the GTWR method uses the addition operator. This
causes the distance measured in the space dimension to have no effect on the
temporal distance so it is less precise for modeling the spatial-temporal
interaction. The Improved Geographically and Temporally Weighted Regression
approach (IGTWR) is a development of the GTWR method by adding weighted
interactions to the spatial-temporal spacing function.
Based on data from the Central Agency of Statistics in the period 2011-
2015, Java Island still contributes the largest gross regional domestic product of
57.73% to Indonesia's economic growth. Gross regional domestic product per
capita by Province in Java, Central Java has the lowest number compared to other
provinces. This indicates that the economy level in Central Java needs to be
improved so it can compete with other provinces in Java Island. The aim of the
research is to build modeling economic growth measured through gross regional
domestic product in each district / city of Central Java that involves several
variables such as the number of labor force employed, local income revenue, and
district minimum salary.
The first step in this research is composed model of IGTWR program
through GTWR model. The current R Program is not available for GTWR and
IGTWR, so the syntax of the program is has to build manually. The construction
of program is performed simultaneously for GTWR and IGTWR models. The
construction of analytical program uses the R Program by involving some
supplementary packages i.e. GW model, MASS, and matrixcalc. The main
program for analysis on the IGTWR model consists of several sub programs
constructed according to analytical requirement, i.e “bwd.RTG”,
“taw.cv.IRTGT”, “lambda.cv.IRTGT”, “epsi.IRTGT”, “bwd.IRTGT”, and
“prog.IRTGT”. Each sub-program is related to each other in the process of
parameter estimation. After that, “uji.parsial.IRTGT” program used to execute
testing of IGTWR model parameters.
The result shows that IGTWR yield smaller Root Mean Square Error
(RMSE) and Akaike Information Criterion (AIC) than Ordinary Least Squares
Method and GTWR i.e. 11.268 and 2185.810 respectively. The value of Pseudo
R2 of the IGTWR model is higher than compared to the other model that is 0.719.
Based on the parameter estimation value, the original revenue variable has greater
effect on the gross regional domestic product value in each regency / city of
Central Java Province in 2011-2015 than other variables. District minimum
sallary has smaller effect than other variables on the gross regional domestic
product of each region in 2014.

Keywords: Geographically and Temporally Weighted Regression, Spatial-


Temporal Interaction, Improved Geographically and Temporally
Weighted Regression
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DAN
TEMPORAL MENGGUNAKAN INTERAKSI JARAK
SPASIAL-TEMPORAL

(Studi Kasus: Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Tengah


Tahun 2011-2015)

MIFTAHUS SHOLIHIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pemodelan Spasial, dengan judul -
Pengembangan Regresi Terboboti Geografis dan Temporal Menggunakan
Interaksi Jarak Spasial-Temporal (Studi Kasus: Pertumbuhan Ekonomi di Jawa
Tengah Tahun 2011-2015).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Agus Mohamad Soleh, SSi MT
dan Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada staff departemen Statistika, teman-teman
Statistika 2015, keluarga besar Statistika, dan semua pihak terkait yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, waktu dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2018

Miftahus Sholihin
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Pertumbuhan Ekonomi 3
Regresi Terboboti Geografis 3
Regresi Terboboti Geografis dan Temporal 6
Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal 9
Pengujian Parameter Model RTG 10
3 METODE 11
Data 11
Metode Analisis 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Eksplorasi Program Model IRTGT 17
Penyusunan Program Analisis Model IRTGT 17
Eksplorasi Data 21
Eksplorasi Hubungan Linier Antar Peubah 23
Analisis Keragaman Spasial 23
Penentuan Parameter Matriks Pembobot 25
Perbandingan Kebaikan Model 25
Perbandingan Nilai Amatan dan Nilai Dugaan Antar Model 26
Peta Nilai Dugaan Parameter Model IRTGT 28
Hasil Pengujian Parameter Model IRTGT 31
5 SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1 Peubah respon dan penjelas 12
2 Nilai korelasi peubah respon dengan peubah penjelas 23
3 Nilai VIF pada masing-masing peubah penjelas 23
4 Uji statitistik Breusch-Pagan 24
5 Nilai parameter pada masing-masing model 25
6 Perbandingan kebaikan model 26

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi jarak spasial-temporal 7
2 Peta kabupaten/kota di Jawa Tengah 11
3 Diagram alir data pengembangan metode IRTGT 18
4 Peta sebaran PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011-2015 22
5 Grafik nilai PDRB kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah 25
6 Perbandingan nilai peubah dan ̂ model IRTGT 27
7 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 29
8 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 30
9 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 31
10 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon dari beberapa
model (a) model RTGT tahun 2013 (b) model IRTGT tahun 2013 32
11 Plot kenormalan galat (a) model RTGT (b) model IRTGT 51
12 Plot kenormalan galat tanpa pencilan (a) model RTGT (b) model
IRTGT 52
13 Boxplot galat model IRTGT dan model RTGT 53
14 Plot kehomogenan ragam galat (a) model RTGT (b) model IRTGT 54
15 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT (a) tahun 2011(b)
tahun 2012 (c) tahun 2013 (d) tahun 2014 (e) tahun 2015 55
16 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon (a) model
RTGT tahun 2011 (b) model IRTGT tahun 2011 (c) model RTGT
tahun 2012 (d) model IRTGT tahun 2012 (e) model RTGT tahun
2014 (f) model IRTGT tahun 2014 (g) model RTGT tahun 2015 (h)
model IRTGT tahun 2015 56
DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alir menentukan lebar jendela ( ) metode RTG 37


2 Diagram alir menentukan parameter metode IRTGT 38
3 Diagram alir menentukan parameter dan metode IRTGT 39
4 Diagram alir menentukan parameter metode IRTGT 40
5 Diagram alir menentukan lebar jendela ( ) metode IRTGT 41
6 Diagram alir metode IRTGT 42
7 Diagram alir pengujian parameter metode IRTGT 43
8 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2011 44
9 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2012 45
10 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2013 46
11 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2014 47
12 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2015 48
13 Nilai ̂ menggunakan metode RTGT tahun 2011-2015 49
14 Nilai ̂ menggunakan metode IRTGT tahun 2011-2015 50
15 Uji kenormalan galat dari model 51
16 Uji kenormalan galat dari model tanpa pencilan 52
17 Perbandingan sebaran galat model IRTGT dan model RTGT 53
18 Plot kehomogenan ragam galat 54
19 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT per-tahun 55
20 Perbandingan peta sebaran pengaruh nyata peubah penjelas 56
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Regresi Terboboti Geografis (RTG) adalah salah satu metode untuk


membentuk model regresi yang bersifat lokal pada setiap lokasi pengamatan
(Rahmawati dan Djuraidah 2010). Pendugaan parameter regresi dilakukan pada
setiap titik lokasi dengan melibatkan data di sekitarnya yang telah diboboti
menurut jarak geografis terhadap lokasi (Brunsdon et al. 1999). Salah satu
komponen mendasar dari RTG adalah penggunaan matriks pembobot yang
dibangun dari hubungan spasial. Pembobot spasial yang digunakan pada model
RTG pada umumnya didefinisikan oleh fungsi kernel seperti Gaussian atau
Bisquare (Fotheringham et al. 2002). Pada matriks pembobot spasial, lokasi
pengamatan yang lebih dekat memiliki nilai pembobot yang lebih besar. Hal ini
berkaitan dengan Hukum Pertama Tobler tentang geografis yang berbunyi “segala
sesuatu berhubungan dengan segala sesuatu yang lain, tetapi sesuatu yang dekat
mempunyai hubungan yang lebih kuat dibandingkan yang jauh” (Tobler 1970).
Analisis pada metode RTG menggunakan data spasial (lokasi). Data
spasial melibatkan beberapa lokasi amatan yang seringkali hanya diamati pada
satu waktu. Data spasial dengan melibatkan amatan beberapa waktu (temporal)
merupakan hal yang penting dalam analisis spasial sehingga dimungkinkan
dilakukan pendugaan parameter yang lebih akurat (Fotheringham et al. 2015).
Oleh karena itu untuk peningkatan presisi pendugaan parameter pada model RTG,
dilakukan pengamatan untuk setiap lokasi pada kurun waktu tertentu. Metode
Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (RTGT) merupakan pengembangan
dari metode RTG dengan mempertimbangkan unsur lokasi dan waktu. Kelebihan
metode RTGT adalah model yang dihasilkan bersifat lokal untuk setiap lokasi dan
waktu, sehingga model lebih representatif (Huang et al. 2010). Informasi spasial
dan temporal pada metode RTGT merupakan unsur penting dalam membangun
matriks pembobot sehingga diharapkan mampu mengidentifikasi adanya
keragaman spasial dan temporal.
Penerapan metode RTGT telah banyak digunakan pada berbagai bidang.
Misalnya penelitian dari sudut pandang lingkungan, Aisyiah et al. (2014)
memodelkan konsentrasi partikel debu (Particulate Matter dengan diameter
kurang dari 10 mm ) pada pencemaran udara di Kota Surabaya dengan metode
RTGT. Bai et al. (2016) menggunakan metode RTGT untuk menduga konsentrasi
partikel debu (Particulate Matter dengan diameter kurang dari 2.5 mm) di
wilayah Xuzhou, Cina. Pada bidang perekonomian, Widiyanti et al. (2014)
menggunakan metode RTGT untuk memodelkan proporsi penduduk miskin
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Fotheringham et al. (2015)
memodelkan harga rumah mewah di London menggunakan metode RTGT. Liu et
al. (2016) menggunakan pendekatan RTGT untuk menduga harga rumah dengan
mempertimbangkan jarak antar lokasi berdasarkan rute perjalanan.
Menurut Fotheringham (2015) metode RTGT pada umumnya digunakan
pada masalah penyebaran penyakit menular, polusi udara, pencemaran air, dan
perluasan area perkotaan. Salah satu penyebab perluasan area perkotaan di setiap
2

daerah diakibatkan oleh pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan


ekonomi mempunyai hubungan linier positif dengan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), artinya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi di suatu daerah
maka PDRB per kapita akan meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) pada kurun waktu 2011-2015, Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar
melalui PDRB sebesar 57.73% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia (BPS 2015).
Dalam PDRB per kapita menurut provinsi di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Tengah
memiliki jumlah terendah jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Rendahnya
PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah dibandingkan provinsi lain
mengindikasikan bahwa tingkat perekonomian di Jawa Tengah lebih rendah
dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Berdasarkan letak geografis, Jawa
Tengah terletak diantara Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan
bahwa tingkat perekonomian di Jawa Tengah perlu ditingkatkan supaya tidak
tertinggal dengan provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa.
Penelitian-penelitian dengan metode RTGT pada umumnya
mengggunakan operator penjumlahan untuk memodelkan jarak spasial-temporal.
Hal ini menyebabkan jarak yang diukur dalam dimensi ruang tidak berpengaruh
pada jarak temporal sehingga kurang sesuai untuk memodelkan interaksi spasial-
temporal. Pada penelitian ini akan digunakan pendekatan metode Improved
Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT) sebagai pengembangan dari
metode RTGT dengan menambahkan interaksi pada fungsi jarak spasial-temporal
dalam pemodelan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah tahun 2011-2015.
Pemodelan yang dilakukan dalam penelitian ini digunakan Program R sebagai alat
analisis. Dalam aplikasinya, pemodelan dengan metode IRTGT belum
dikembangkan dalam Program R. Oleh karena itu pada penelitian ini akan
dilakukan perancangan dan pengembangan program analisis untuk pendugaan
parameter dalam memodelkan metode IRTGT dengan aplikasi Program R.

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyusun program analisis untuk menduga parameter model Improved Regresi
Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT) yang mengakomodasi interaksi
pada fungsi jarak spasial-temporal.
2. Membangun model IRTGT terhadap pertumbuhan ekonomi pada setiap
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dengan mempertimbangkan keragaman
spasial-temporal dan penambahan interaksi fungsi jarak spasial-temporal pada
matriks pembobotnya.
3. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
melalui PDRB pada setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dalam kurun
waktu 2011-2015.

.
3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Salvatore (1997), pada dasarnya pertumbuhan ekonomi


merupakan suatu proses dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) perkapita yang
meningkat secara terus menerus melalui kenaikan produktivitas perkapita. PDB
merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja
perekonomian suatu negara atau sebagai ukuran keberhasilan suatu pemerintahan
dalam menggerakkan sektor-sektor ekonomi (BPS 2016). Pada dasarnya PDB
merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu
wilayah tertentu dalam periode tertentu. Ketersediaan dari jumlah nilai barang dan
jasa yang diproduksi harus sama dengan nilai barang atau jasa yang digunakan.
Nilai PDB dihitung menggunakan dua pendekatan, yaitu PDB atas dasar
berlaku dan PDB atas dasar konstan. PDB atas dasar berlaku menggambarkan
suatu nilai tambah dari barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku
pada setiap tahun. Oleh karena itu, PDB menurut harga berlaku digunakan untuk
mengetahui pergeseran, dan struktur ekonomi suatu negara. Sementara itu,
penghitungan pada PDB atas dasar konstan menggunakan harga yang berlaku
pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar, sehingga PDB konstan digunakan
untuk mengetahui kemampuan sumber daya pada suatu daerah dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi (BI 2016).

Regresi Terboboti Geografis

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG) merupakan pengembangan dari


Metode Kuadrat Terkecil (MKT) menjadi regresi terboboti. Menurut Mennis
(2006), RTG adalah metode statistika yang digunakan untuk menganalisis
pengaruh antara peubah penjelas terhadap respon berdasarkan adanya keragaman
spasial. Yu et al. (2007) menjelaskan bahwa keragaman spasial terjadi apabila
satu peubah penjelas yang sama memberikan respon yang tidak sama pada lokasi
yang berbeda di dalam satu wilayah penelitian. Prinsip pada model ini dilakukan
penghitungan parameter pada setiap lokasi pengamatan, sehingga setiap lokasi
pengamatan memiliki nilai parameter regresi yang berbeda-beda. Model RTG
dapat dinyatakan sebagai berikut (Huang et al. 2010):
𝑝

𝑦𝑖 = 𝛽 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) + 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) 𝑥𝑖𝑘 + 𝜀𝑖 (1)


𝑘=
dengan:
: nilai pengamatan peubah respon untuk lokasi ke-
( ) : koordinat letak geografis dari lokasi pengamatan ke-i
( ) : intersep pada lokasi pengamatan ke- i
( ) : koefisien regresi peubah penjelas ke-k pada lokasi pengamatan ke-i
: nilai pengamatan peubah penjelas ke- pada lokasi pengamatan ke-
: galat pengamatan ke- dengan ( )
4

Penduga Parameter Model RTG

Pendugaan parameter pada model RTG menggunakan metode Kuadrat


Terkecil Terboboti (KTT) dengan memberikan pembobot yang berbeda untuk
setiap lokasi pengamatan. Pada analisis spasial, pendugaan parameter di suatu titik
( ) akan lebih dipengaruhi oleh titik-titik yang dekat dengan lokasi ( ).
Asumsi pada model RTG menyatakan bahwa daerah yang dekat dengan lokasi
pengamatan ke- mempunyai pengaruh lebih besar terhadap pendugaan parameter
( ) daripada lokasi yang lebih jauh. Misalkan pembobot untuk setiap lokasi
( ) adalah ( ) dengan = maka pendugaan parameter lokasi
pengamatan ( ) dilakukan dengan menambahkan unsur pembobot ( )
pada Persamaan (1) kemudian meminimumkan jumlah kuadrat galat dengan
rumus sebagai berikut:
𝛆𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝛆 = 𝐲 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲 𝛃𝑇 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲 +
𝛃𝑇 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) (2)
dengan:
𝛽 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝛽 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = , dan

𝛽𝑝 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑤 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) 𝑤 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) 𝑤𝑛 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ))
Penduga parameter model RTG diperoleh dengan cara meminimumkan
Persamaan (2) terhadap ( ) sehingga diperoleh:
𝜕𝜺𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝜺
= 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲 + 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝜕𝛃𝑇 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲 + 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) =
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲
𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲 (3)
Misalkan =( ) adalah elemen baris ke- dan matriks ,
sehingga nilai penduga pada lokasi pengamatan ( ) diperoleh dengan rumus
sebagai berikut:
𝑦̂𝑖 = 𝐱 𝑖𝑇 𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = 𝐱 𝑖𝑇 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐗 −
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 )𝐲
Sehingga untuk seluruh pengamatan dapat dituliskan:
̂ = (̂ ̂ ̂ ) = dan ̂ = ( ̂ ̂ ̂ ) =( )
dengan:
𝐱 𝑇 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢 𝑣 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢 𝑣 )𝐲
𝑇 𝑇 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢 𝑣 )𝐲
𝐋 = 𝐱 𝐗 𝐖(𝑢 𝑣 (4)

𝐱 𝑛𝑇 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑛 𝑣𝑛 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑛 𝑣𝑛 )𝐲
5

( ) pada Persamaan (3) merupakan penduga tak bias dan konsisten bagi
( ) (Baharuddin 2015). Pada pendugaan parameter tersebut menggunakan
matriks pembobot sebagai berikut:
𝑤𝑖
𝑤𝑖
𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) =
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
⋯ 𝑤𝑖
dengan ( ) adalah matriks berukuran yang elemen-elemen
diagonalnya menunjukkan pembobot geografis pada lokasi pengamatan ke-i.
Matriks pembobot tersebut dihitung untuk setiap lokasi pada pengamatan ke-i
(Huang et al. 2010).
Pemilihan pembobot spasial yang digunakan untuk pendugaan parameter
sangat penting. Salah satu pembobot yang digunakan dalam RTG adalah fungsi
kernel. Fungsi kernel digunakan untuk menduga parameter dalam model RTG jika
fungsi jarak ( ) adalah fungsi yang kontinu dan monoton turun (Chasco et al.
2007). Pembobot yang terbentuk dengan menggunakan fungsi kernel ini adalah
fungsi kernel Gaussian, fungsi kenel Exponential, fungsi kenel Bisquare, dan
fungsi kernel Tricube. Fungsi pembobot tersebut dapat ditulis sebagai berikut
(Yasin 2011):
1. Fungsi Kernel Gaussian:
𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝 (5)

2. Fungsi Kernel Exponential:

𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = exp

3. Fungsi Kernel Bisquare:


𝑑𝑖𝑗
; 𝑑𝑖𝑗 ≤
𝑤𝑖𝑗 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) =
; 𝑑𝑖𝑗 >
4. Fungsi Kernel Tricube:
3
𝑑𝑖𝑗
; 𝑑𝑖𝑗 ≤
𝑤𝑖𝑗 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) =
dengan: ; 𝑑𝑖𝑗 >

= √( ) ( )

Pemilihan lebar jendela (h) yang optimum menjadi sangat penting karena
akan mempengaruhi ketepatan model terhadap data, yaitu mengatur ragam dan
bias dari model. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan lebar
jendela optimum adalah metode validasi silang dan secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut (Fotheringham et al. 2002):
6

𝐶𝑉( ) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 ( )) (6)


𝑖=

dengan ̂ ( ) adalah nilai penduga berdasarkan model RTG yang diperoleh


dengan menggunakan nilai yang tidak mengikutkan amatan pada lokasi ke-i.

Regresi Terboboti Geografis dan Temporal

Model Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (RTGT) merupakan


pendekatan yang efektif untuk menangani adanya keragaman spasial dan temporal
(Huang et al. 2010). Model RTGT merupakan pengembangan dari model RTG
dengan menambahkan unsur waktu (temporal). Berbeda halnya model RTG,
RTGT menggabungkan informasi spasial dan temporal pada matriks pembobot
dalam mengidentifikasi adanya keragaman spasial dan temporal. Model RTGT
sebanyak p peubah penjelas dengan peubah respon pada lokasi ( ) untuk
setiap pengamatan dituliskan sebagai berikut :
𝑝

𝑦𝑖 = 𝛽 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) + 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) 𝑥𝑖𝑘 + 𝜀𝑖 (7)


𝑘=
dengan:
: nilai pengamatan peubah respon untuk lokasi pengamatan ( )
dan waktu
( ) : intersep pada lokasi pengamatan dan waktu ke-i
( ) : koefisien regresi peubah penjelas ke-k pada lokasi pengamatan
( ) dan waktu
: nilai pengamatan peubah penjelas ke- pada lokasi pengamatan
( ) dan waktu
: galat pengamatan ke- yang diasumsikan identik, independen, dan
( )

Penduga Parameter Model RTGT

Koefisien regresi ̂ ( ) pada titik ke-i dapat dijelaskan


menggunakan Kuadrat Terkecil Terboboti dengan kriteria sebagai berikut:

𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) = 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 −
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐲 (8)
( )= ( ) adalah matriks pembobot pada lokasi
pengamatan ( ) dan waktu . Elemen diagonal ( ≤ ≤ ) merupakan
fungsi jarak spasial-temporal pada titik pengamatan ( ). Pada tahap
penyusunan model diasumsikan bahwa kedekatan titik i terhadap titik-titik amatan
yang lain pada sistem koordinat spasial-temporal memiliki pengaruh yang lebih
besar pada pendugaan parameter ( ) daripada titik-titik amatan yang
terletak lebih jauh dari titik . Kedekatan tersebut memiliki dua unsur, yaitu
kedekatan spasial dan kedekatan temporal sehingga pendefinisian dan pengukuran
7

kedekatan spasial-temporal dalam sistem koordinat merupakan masalah utama


dalam penyusunan model RTGT (Winarso 2015).
Misalkan data yang digunakan pada penelitian terletak pada tiga dimensi
dalam sistem koordinat spasial-temporal dan diketahui bahwa amatan tersebut
memiliki kedekatan dengan titik . Oleh karena itu Huang et al. (2010)
menggunakan sistem koordinat ellipsoidal untuk mengukur kedekatan antara titik
regresi dengan titik amatan yang mengelilinginya. Ilustrasi jarak spasial-temporal
ditampilkan pada Gambar 1.

𝑇(𝜑 𝑇 )

𝑡𝑚
𝑈(𝜑 𝑆 )

𝑗
𝑡
𝑑𝑆𝑇
𝑡 𝑖 𝑗′
𝑉(𝜑 𝑆 )

Titik Regresi (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )


Titik di sekitar Titik Regresi (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑗= 𝑛 dengan 𝑗 𝑖

Gambar 1 Ilustrasi jarak spasial-temporal (Huang et al. 2010)

Pendugaan parameter pada titik regresi melibatkan titik-titik di sekitar titik


regresi seperti pada Gambar 1. Titik-titik di sekitar titik regresi tersebut berada di
dalam radius berbentuk ellipsoidal yang dibangun berdasarkan lebar jendela
spasial-temporal. Ruang ellipsoidal tersebut melibatkan lebar jendela spasial
sebagai radius horisontal dan lebar jendela temporal sebagai radius vertikal. Pada
pendugaan parameter, diperlukan matriks pembobot untuk menangkap informasi
spasial dan temporal. Matriks pembobot dibangun berdasarkan fungsi kernel
dengan melibatkan jarak spasial-temporal.
Misalkan titik ke-i merupakan titik regresi pada ruang dan titik ke-j
merupakan titik lain disekitar titik regresi pada ruang seperti pada Gambar 1.
Titik ke-j pada ruang diproyeksikan pada ruang sehingga membentuk garis jj’
yang tegak lurus dengan ruang . Oleh karena itu, dengan konsep phytagoras
didapatkan jarak antara titik ke-i dan titik ke-j. Konsep jarak tersebut
berlandaskan sudut tegak lurus pada titik proyeksi yang dikenal sebagai jarak
8

euclidean. Penentuan jarak tersebut dilakukan untuk semua titik di sekitar titik
regresi terhadap titik regresi ke-i.
Fungsi jarak spasial-temporal ( ) terdiri atas gabungan fungsi jarak
spasial ( ) dan fungsi jarak temporal ( ) , yang dituliskan sebagai berikut
(Huang et al. 2010, Wu et al. 2014):

𝑆
(𝑑𝑖𝑗 ) = (𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 )
𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) = (𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) (9)
𝑆𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) = 𝜑 𝑆 *(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + + 𝜑𝑇 *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +

dengan dan digunakan sebagai parameter penyeimbang terhadap pengaruh


berbeda antara lokasi dan waktu pada pengukuran jarak spasial-temporal.
Berdasarkan Persamaan (9) diperoleh:

𝜑𝑆 *(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + + 𝜑 𝑇 *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +


𝑤𝑖𝑗 = exp
𝑆𝑇

*(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +


= exp +
𝑆 𝑇

Misalkan = dan = , maka diperoleh hasil:

(𝑑𝑆𝑖𝑗 ) (𝑑𝑇𝑖𝑗 )
𝑤𝑖𝑗 = exp +
𝑆 𝑇

(𝑑𝑆𝑖𝑗 ) (𝑑𝑇𝑖𝑗 )
= exp exp
𝑆 𝑇

= 𝑤𝑆𝑖𝑗 𝑤𝑇𝑖𝑗
𝑆 𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) (𝑑𝑖𝑗 )
dengan 𝑤𝑖𝑗𝑆 = exp dan 𝑤𝑖𝑗𝑇 = exp
𝑆 𝑇
Keterangan:
: lebar jendela jarak spasial
: lebar jendela jarak temporal
: lebar jendela jarak spasial-temporal
Misalkan merupakan parameter rasio dari = dengan maka
diperoleh pesamaan (Liu et al. 2017):
𝑆𝑇
(𝑑𝑖𝑗 )
𝑆
= *(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + + 𝜏 *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +
𝜑
Misalkan = , tujuannya untuk mereduksi parameter yang tidak diketahui.
Terdapat satu parameter yang tidak diketahui, yaitu . Parameter berfungsi
9

untuk memperbesar atau memperkecil efek jarak temporal terhadap jarak spasial.
Parameter ini didapatkan dari kriteria validasi silang minimum melalui inisialisasi
nilai awal yang dituliskan sebagai berikut:
𝑛

𝐶𝑉(𝜏) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 (𝜏))


𝑖=

Fungsi Kernel Gaussian adalah fungsi pembobotan yang paling umum


digunakan dalam model RTGT yang dituliskan sebagai berikut:

𝑑𝑖𝑗 𝑆𝑇
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝 (10)
𝑆𝑇

Nilai lebar jendela dapat dihitung dengan menggunakan model Regresi Terboboti
Geografis seperti yang diusulkan oleh Fotheringham et al. (2002). Untuk
menentukan nilai penduga peubah respon ( ̂) adalah sebagai berikut:
𝑦̂ 𝐱 𝑇 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑦̂ 𝑇 𝑇 − 𝑇
𝑦̂ = = 𝐱 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) 𝐲 = 𝐒𝐲 (11)
⋯ ⋯
𝑦̂ 𝐱 𝑛 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑇 𝑇 )𝐗

Pemilihan kebaikan model dapat dihitung dengan menggunakan nilai AIC


(Akaike Information Criterion). Berdasarkan pengaruh keragaman spasial-
temporal, nilai AIC terkoreksi digunakan dalam pemilihan kebaikan model yang
dirumuskan sebagai berikut (Liu et al. 2017):
𝑛 + 𝑡𝑟(𝐒)
𝐴𝐼𝐶 = 𝑛 ln(𝜎̂) + 𝑛 ln( 𝜋) + 𝑛 (12)
𝑛 𝑡𝑟(𝐒)
dengan:
𝐲 𝑇 (𝐈 𝐒)𝑇 (𝐈 𝐒)𝐲
𝜎̂ =
𝑛

Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal

Matriks pembobot yang digunakan pada model RTGT menggunakan


operator sederhana yaitu penjumlahan operator tersebut digunakan untuk
mengukur jarak spasial-temporal dengan kombinasi linier antara jarak spasial dan
jarak temporal yang ditunjukkan sebagai berikut:
𝑑𝑆𝑇 = 𝑑𝑆 ⊗ 𝑑 𝑇 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑆 + 𝜑 𝑇 𝑑 𝑇
dengan dan adalah parameter yang disesuaikan untuk menyeimbangkan
pengaruh skala yang digunakan untuk mengukur jarak spasial dan temporal dalam
masing-masing sistem koordinat. Spesifikasi tersebut mengasumsikan bahwa
sistem koordinat spasial-temporal bersifat tegak lurus. Dengan demikian, jarak
yang diukur dalam dimensi ruang tidak berpengaruh pada jarak temporal sehingga
tidak sesuai untuk pemodelan interaksi spasial-temporal.
10

Didefinisikan operator yang lebih kompleks sebagai penyusun model


Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT) sebagai berikut
(Wu et al. 2014):

𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝑑𝑖𝑗 ⊗ 𝑑𝑖𝑗 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑖𝑗 + 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 + √𝜑 𝑆 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 cos(𝜉) 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
𝑆𝑇
(13)
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
dengan dan adalah waktu pengamatan pada lokasi ke-i dan ke-j. Parameter
, dan adalah parameter penyeimbang yang didapatkan melalui
metode optimasi koefisien determinasi melalui prosedur validasi silang. Parameter
digunakan untuk mengukur interaksi pengaruh lokasi dan waktu.

Pengujian Parameter Model RTG

Pengujian parameter model RTG bertujuan untuk mengetahui parameter-


parameter yang signifikan dalam mempengaruhi peubah respon. Pengujian
parameter pada setiap lokasi dilakukan secara parsial. Menurut Leung et al.
(2000), hipotesis pengujian parameter adalah sebagai berikut:
( )=
( ) dengan =
Penduga parameter ( ̂ ) mengikuti sebaran normal multivariat dengan rata-
rata ( ) dan matriks ragam peragam . Matriks diperoleh dengan
rumus sebagai berikut:
𝐂𝑖 = (𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ))− 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) (14)
Sehingga didapatkan bentuk sebaran normal baku, yaitu:
𝛽̂𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) 𝛽𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝑁( )
𝜎 𝑐𝑘𝑘
dengan merupakan elemen diagonal ke- dari matriks .
Pada kondisi , koefisien regresi yang beragam secara parsial ditentukan
dengan model RTG. Jumlah Kuadrat Galat (JKG) yang diperoleh dari model RTG
adalah sebagai berikut:
𝐽𝐾𝐺(𝐻 ) = 𝜀̂ 𝑇 𝜀̂ = (𝑦 𝑦̂)𝑇 (𝑦 𝑦̂)
𝐽𝐾𝐺(𝐻 ) = 𝐲 𝑇 (𝐈 𝐋)𝑇 (𝐈 𝐋)𝐲 (15)

dengan matriks yang diperoleh seperti pada Persamaan (4). Dengan demikian,
statistik uji yang digunakan pada pengujian parameter secara parsial adalah
(Nakaya et al. 2005):
𝛽̂𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝑡 𝑖𝑡 = (16)
𝜎̂ 𝑐𝑘𝑘
( )
dengan ̂ = √ dan mengikuti sebaran dengan derajat bebas (db) = ( ).
Nilai ( ) diperoleh seperti pada Persamaan (15), sedangkan nilai
dihitung dari rumus sebagai berikut (Winarso 2015):

𝛿𝑖 = 𝑡𝑟( (𝐈 𝐋)𝑇 (𝐈 𝐋) 𝑖 ) , dengan =


11

3 METODE

Data

Satuan spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah kabupaten/kota.


Titik amatan pada masing-masing wilayah yang digunakan pada penelitian ini
adalah pusat pemerintahan atau kantor bupati/wali kota. Penelitian ini
menggunakan data sekunder yang merupakan hasil publikasi oleh Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah yang mencakup seluruh kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah pada rentang tahun 2011-2015. Provinsi Jawa Tengah
terdiri atas 29 kabupaten dan 6 kota. Sebaran wilayah kabupaten/kota Provinsi
Jawa Tengah ditunjukkan seperti pada Gambar 2.

Keterangan: Peta tidak berskala


Gambar 2 Peta kabupaten/kota di Jawa Tengah.() Pusat pemerintahan
kabupaten/kota
Keterangan kode wilayah kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah
ditampilkan sebagai berikut:
3401. Banjarnegara 3411. Karanganyar 3476. Kota Tegal 3423. Semarang
3402. Banyumas 3412. Kebumen 3415. Kudus 3424. Sragen
3403. Batang 3413. Kendal 3416. Magelang 3425. Sukoharjo
3404. Blora 3414. Klaten 3417. Pati 3426. Tegal
3405. Boyolali 3471. Kota Magelang 3418. Pekalongan 3427. Temanggung
3406. Brebes 3472. Kota Surakarta 3419. Pemalang 3428. Wonogiri
3407. Cilacap 3473. Kota Salatiga 3420. Purbalingga 3429. Wonosobo
3408. Demak 3474. Kota Semarang 3421. Purworejo 3410. Jepara
3409. Grobogan 3475. Kota Pekalongan 3422. Rembang
12

Definisi operasional peubah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1 Peubah respon dan penjelas

Jenis
Nama Peubah Definisi Operasional Satuan
Peubah
Produk Domestik Jumlah nilai tambah dalam Triliyun
Regional Bruto rupiah yang timbul dari semua Rupiah
(PDRB) unit usaha dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu
tertentu yang tercatat dalam
satu tahun.
Jumlah Angkatan Jumlah penduduk yang masuk Jiwa
Kerja yang dalam batas usia kerja (15
bekerja tahun ke atas) yang bekerja
yang tercatat dalam satu
tahun.
Pendapatan Asli Penerimaan dalam bentuk Juta
Daerah (PAD) rupiah yang diperoleh daerah Rupiah
berdasarkan sumber - sumber
pendapatan daerah yang
tercatat dalam satu tahun.
Upah Minimum Upah minimum dalam rupiah Rupiah
Kabupaten yang diberlakukan dalam
(UMK) suatu kabupaten/kota yang
ditetapkan setiap satu tahun
sekali.

Metode Analisis

Tahap awal dalam penelitian ini adalah menyusun program model


Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT) melalui model
RTGT. Paket Program R yang tersedia saat ini belum dilengkapi pengolah data
RTGT maupun IRTGT, sehingga dilakukan penyusunan program untuk ke dua
model tersebut dengan menggunakan Program R. Penyusunan program dilakukan
secara simultan untuk ke dua model RTGT dan IRTGT sekaligus. Model IRTGT
merupakan hasil modifikasi matriks pembobot dari model RTGT sehingga
diharapkan mampu mengakomodasi interaksi jarak spasial-temporal. Tahapan
penyusunan program pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Eksplorasi program model RTGT/IRTGT
2. Menyusun program analisis model RTGT/IRTGT
Penyusunan program terdiri dari beberapa tahap antara lain:
a. Memasukkan program paket tambahan yang tersedia di Program R sesuai
dengan kebutuhan program.
b. Menjalankan program yang telah dirancang sesuai dengan susunan
program analisis model RTGT/IRTGT.
13

Penyusunan Program Analisis Model IRTGT

Susunan program analisis model IRTGT dibangun dari beberapa tahap.


Adapun tahapan analisis tersebut antara lain:
1. Penentuan parameter rasio spasial-temporal ( ) menggunakan validasi silang
a. Memasukkan data , , dan koordinat lokasi-waktu amatan ( ).
b. Menentukan nilai awal lebar jendela spasial ( ) dengan pendekatan RTG
dan memisalkan = .
c. Menentukan konstanta dalam ukuran jarak antar lokasi amatan dan waktu.
𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝑑𝑖𝑗 + 𝜏 𝑑𝑖𝑗 + √𝜏 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
(17)
𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖

d. Menentukan fungsi pembobot spasial-temporal. Pada penelitian ini


menggunakan fungsi pembobot Gaussian.
𝑑𝑖𝑗 dengan 𝑖 = 𝑛
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝 (18)
𝑆 𝑗= 𝑛
e. Menghitung matriks pembobot ( )= ( ).

f. Menghitung ( )= ( ) ( ) .
g. Menghitung ̂≠ ( ) = ( ) menggunakan nilai tetapi tidak
memasukkan lokasi amatan ke- .
h. Meminimumkan nilai validasi silang berdasarkan dengan rumus:
𝑛

𝐶𝑉(𝜏) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 (𝜏)) (19)


𝑖=
2. Penentuan parameter spasial ( ) dan parameter temporal ( ) menggunakan
validasi silang.
a. Memasukkan data dan ,lebar jendela spasial ( ) , konstanta , dan
koordinat lokasi-waktu amatan ( ).
b. memisalkan =
c. Menentukan konstanta dan dalam ukuran jarak antar lokasi amatan
dan waktu dengan = .

𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑖𝑗 + (𝜑 𝑆 𝜏) 𝑑𝑖𝑗 + √𝜑 𝑆 (𝜑 𝑆 𝜏) 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
(20)
𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖

d. Menentukan fungsi pembobot spasial-temporal menggunakan fungsi


pembobot Gaussian seperti pada Persamaan (18).
e. Menghitung matriks pembobot ( )= ( ).

f. Menghitung ( )= ( ) ( ) .
g. Menghitung ̂≠ ( ) = ( ) menggunakan nilai tetapi tidak
memasukkan lokasi amatan ke- .
h. Meminimumkan nilai validasi silang berdasarkan dengan rumus:
𝑛

𝐶𝑉(𝜑𝑆 ) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 (𝜑𝑆 )) (21)


𝑖=
14

3. Penentuan parameter menggunakan validasi silang.


a. Memasukkan data dan , lebar jendela spasial ( ), konstanta , , ,
dan koordinat lokasi-waktu amatan ( ).
b. Menentukan konstanta dalam ukuran jarak antar lokasi amatan dan waktu.
𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑖𝑗 + 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 + √𝜑 𝑆 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 cos(𝜉) 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
(22)
𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
c. Menentukan fungsi pembobot spasial-temporal menggunakan fungsi
pembobot Gaussian seperti pada Persamaan (18).
d. Menghitung matriks pembobot ( )= ( ).

e. Menghitung ( )= ( ) ( ) .
f. Menghitung ̂≠ ( ) = ( ) menggunakan nilai tetapi tidak
memasukkan lokasi amatan ke- .
g. Meminimumkan nilai validasi silang berdasarkan dengan rumus:
𝑛

𝐶𝑉(𝜉) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 (𝜉)) (23)


𝑖=
4. Penentuan lebar jendela optimum ( ) menggunakan validasi silang.
a. Memasukkan data dan ,lebar jendela spasial ( ) , konstanta
, , , ,dan koordinat lokasi-waktu amatan ( ).
b. Menentukan lokasi dan waktu amatan dalam ukuran jarak euclidean seperti
pada Persamaan (22).
c. Menentukan fungsi pembobot spasial-temporal. Pada penelitian ini
menggunakan fungsi pembobot Gaussian seperti pada Persamaan (18).
d. Menghitung matriks pembobot ( )= ( ).

e. Menghitung ( )= ( ) ( ) .
f. Menghitung ̂≠ ( ) = ( ) menggunakan nilai tetapi tidak
memasukkan lokasi amatan ke- .
g. Meminimumkan nilai validasi silang berdasarkan dengan rumus:
𝑛

𝐶𝑉( 𝑆𝑇 ) = (𝑦≠𝑖 𝑦̂≠𝑖 ( 𝑆𝑇 )) (24)


𝑖=
5. Pendugaan parameter ( ) model IRTGT.
a. Memasukkan data dan , serta matriks pembobot ( )
b. Menentukan ( )= ( ) − ( )
c. Menghitung ̂ = ( ( ) − ( ) )
6. Penentuan Model Terbaik IRTGT.
a. Memasukkan data dan , serta matriks pembobot ( ).
b. Menghitung matriks dengan rumus seperti pada Persamaan (11).
c. Menghitung Jumlah kuadrat Galat (JKG) model IRTGT dengan rumus:
𝐽𝐾𝐺𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇 = 𝐲 𝑇 (𝐈 𝐒𝑰𝑹𝑻𝑮𝑻 )𝑇 (𝑰 𝐒𝑰𝑹𝑻𝑮𝑻 )𝐲 (25)
d. Menghitung Jumlah Kuadrat Total (JKT) model IRTGT dengan rumus:
𝐽𝐾𝑇𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇 = 𝐲 𝑇 𝐲 (𝐲 𝑇 𝐉 𝐲) (26)
𝑛
dengan matriks simetriks dengan elemen-elemennya bernilai 1.
15

e. Menghitung model IRTGT dengan rumus:


𝐽𝐾𝐺𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇 (27)
𝑅 =
(𝐽𝐾𝑇𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇 )
f. Menghitung dengan rumus seperti pada Persamaan (9).
g. Mengitung Root Mean Square Error ( ) model IRTGT dengan rumus
sebagai berikut:
𝐽𝐾𝐺𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇
𝑅𝑀𝑆𝐸𝐼𝑅𝑇𝐺𝑇 = (28)
𝑛

h. Mendapatkan hasil keluaran yaitu , , dan .


7. Pengujian Parsial Setiap Parameter IRTGT.
a. Memasukkan data dan , matriks pembobot ( ), , dan
( ), hat matriks model IRTGT ( ).
b. Menghitung dan dengan rumus:

𝛿𝑖 = 𝑡𝑟( (𝐈 𝐒𝑰𝑹𝑻𝑮𝑻 )𝑇 (𝐈 𝐒𝑰𝑹𝑻𝑮𝑻 ) 𝑖 ) ,dengan = (29)

c. Menghitung ̂ = √
d. Menghitung matriks dengan rumus:

𝐂𝑖 = (𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )) 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) , dengan 𝑖 = 𝑛 (30)

e. Menentukan yang merupakan elemen diagonal ke- dari matriks .


f. Menghitung derajat bebas (db) = ( ).
g. Menghitung hitung untuk setiap amatan dengan rumus:
𝛽̂𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑡𝑖 = ,dengan = (31)
𝜎̂ 𝑐𝑘𝑘
h. Mendapatkan hasil keluaran yaitu hitung.
i. Menentukan nilai-p dari hitung.

Penerapan Metode IRTGT

Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis metode IRTGT


menggunakan data pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah
tahun 2011-2015. Tahapan analisis dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Eksplorasi sebaran peubah respon pada tahun 2011-2015 menggunakan
analisis deskriptif.
2. Eksplorasi hubungan linier antar peubah penjelas dan melakukan pengujian
asumsi multikolinieritas dengan mempertimbangkan nilai VIF (Variance
Inflation Factor).
3. Menguji keragaman spasial dengan uji Breusch-Pagan. Pengujian keragaman
spasial dalam model regresi perlu dilakukan karena hal ini menyangkut hasil
16

pendugaan yang efisien. Hipotesis yang digunakan dalam uji Breusch-Pagan


adalah sebagai berikut (Arbia 2006):
= = =...= = , dengan =
= = konstan , dengan =
Statistik uji yang digunakan adalah:
𝑛 𝑇 𝑛 𝑛

𝐵𝑃 = 𝐱 𝑖 𝑓𝑖 𝐱 𝑖 𝐱 𝑖𝑇 𝐱 𝑖 𝑓𝑖 𝜒 (𝑘 )
𝑖= 𝑖= 𝑖=
dengan:
𝑢̂ 𝑖
𝑓𝑖 =
𝜎̂
𝑢̂ 𝑖 = (𝑦𝑖 𝛃 𝐱𝑖 )
𝑛

𝜎̂ = 𝑢̂ 𝑖
𝑖=

Pengambilan keputusan pada uji tersebut adalah tolak jika > ( − )


atau jika nilai-p < dengan adalah banyaknya parameter.
4. Membangun matriks pembobot ( ) metode IRTGT sebagai berikut:
a. Menghitung lebar jendela optimum spasial ( ) menggunakan validasi
silang berdasarkan pendekatan RTG dengan rumus seperti Persamaan (6).
b. Menghitung parameter rasio spasial-temporal optimum ( ) menggunakan
validasi silang berdasarkan pendekatan optimasi IRTGT dengan rumus
seperti pada Persamaan (19).
c. Menghitung parameter dan menggunakan pendekatan validasi
silang dengan rumus seperti pada Persamaan (19). Parameter tersebut
didasarkan pada fungsi jarak spasial-temporal menggunakan interaksi dan
memisalkan nilai =0 dengan rumus seperti pada Persamaan (12).
d. Menghitung parameter menggunakan pendekatan Validasi Silang
dengan rumus seperti pada Persamaan (22).
e. Menghitung lebar jendela optimum spasial-temporal ( ) menggunakan
validasi silang berdasarkan pendekatan optimasi IRTGT.
f. Menentukan matriks pembobot ( ) menggunakan ukuran jarak spasial-
temporal dengan interaksi untuk setiap lokasi pengamatan berdasarkan
Fungsi Kernel Gaussian dengan rumus sebagai berikut:
𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝
𝑆𝑇
5. Membandingkan kebaikan dari beberapa model yaitu MKT, RTGT, dan
IRTGT berdasarkan nilai , , dan .
6. Membandingkan nilai amatan dan nilai dugaan amatan antar model.
7. Melakukan pendugaan parameter pada model IRTGT dan eksplorasi nilai
dugaan parameter dengan peta.
8. Melakukan pengujian parameter secara parsial model IRTGT.
9. Membandingkan parameter yang signifikan antara model RTGT dan IRTGT.
17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Program Model IRTGT

Model IRTGT merupakan hasil pengembangan dari model RTGT dengan


memodifikasi matriks pembobot. Matriks pembobot yang digunakan dalam model
IRTGT mampu mengakomodasi adanya interaksi jarak spasial dan temporal.
Terbatasnya alat analisis yang digunakan untuk melakukan pendugaan model
RTGT dan IRTGT merupakan salah satu kendala dalam penelitian ini.
Penyusunan Program model RTGT dan IRTGT perlu dilakukan karena alat
analisis model tersebut belum tersedia dalam paket Program R.
Program analisis model IRTGT didasarkan pada model RTGT yang
dikembangkan oleh Bo Huang pada tahun 2010. Huang et al. (2010) telah
menyusun program analisis untuk model RTGT menggunakan aplikasi ArcGis.
Terdapat beberapa hal yang membedakan antara program yang disusun
menggunakan Program R dengan ArcGis, salah satu yang diketahui yaitu pada
Fungsi Kernel Gaussian. Penyusunan Program R dalam melakukan pendugaan
parameter digunakan Fungsi Kernel Gaussian yang disusulkan oleh Fotheringham
tahun 2002 seperti pada Persamaan (5) sedangkan aplikasi ArcGis menggunakan
Fungsi Kernel Gaussian seperti pada Persamaan (8). Selain itu, matriks kebalikan
yang digunakan pada Program R dalam menentukan penduga parameter
menggunakan pendekatan matriks kebalikan tergeneralisasi Moore-Penrose.

Penyusunan Program Analisis Model IRTGT

Kebutuhan Program

Program ini disusun di lingkuangan sistem operasi Windows 7 dengan


RAM 1.72 GB, memori 2.0 GHz dan processor AMD A6-7310 APU.
Pengembangan program ini menggunakan R versi 3.2.2 dengan beberapa paket
tambahan, yaitu:
1. Paket “GWmodel”
Fungsi dari paket ini adalah untuk melakukan analisis dengan metode Regresi
Terboboti Geografis (RTG). Namun dalam penyusunan program, paket ini
digunakan sebagai program tambahan dalam menentukan lebar jendela
optimum. Nama fungsi yang digunakan untuk penentuan lebar jendela
optimum adalah fungsi “gold”.
2. Paket “MASS”
Paket ini digunakan untuk menghitung matriks kebalikan dengan pendekatan
tergeneralisasi Moore-Penrose.
3. Paket “matrixcalc”
Paket ini digunakan sebagai fungsi pendukung dalam perhitungan matriks
dalam hal analisis probabilitas, ekonometrik, dan numerik.
18

Analisis Perancangan Program

Langkah pertama dalam perancangan program adalah pembentukan


diagram aliran data. Diagram aliran data dimaksudkan untuk menggambarkan
arus dari data pada suatu program secara terstruktur. Perancangan program
metode IRTGT menggunakan perancangan dasar seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 3. Alur kerja dari perancangan program ini yaitu pengguna memasukkan
data ke program dan menerima hasil pengolahan data yang ditampilkan melalui
layar output.

Pengguna

data mengitung menghitung menghitung


bwd.RTG taw.cv. lambda.cv.
IRTGT IRTGT

menghitung
epsi. IRTGT

menghitung
bwd. IRTGT

menghitung
prog.
IRTGT

hasil

Layar output

Gambar 3 Diagram alir perancangan program metode IRTGT

Implementasi Program

Program R berbasis R Studio merupakan implementasi dari rancangan


program pada pengembangan program metode IRTGT. Selain itu, dibutuhkan
19

paket tambahan sebagai analisis, yaitu GWmodel, MASS, dan matrixcalc.


Program metode IRTGT tersusun dari beberapa sub program analisis, yaitu
bwd.RTG, taw.cv.IRTGT, lambda.cv.IRTGT, epsi.IRTGT, bwd.IRTGT,
prog.IRTGT, dan uji.parsial.IRTGT.
a. Program bwd.RTG
Program ini digunakan untuk menentukan lebar jendela (bandwidth)
menggunakan pendekatan validasi silang berdasarkan metode RTG. Pada
tahap penentuan batas atas (upper) dan batas bawah (lower) digunakan
sebagai batas dalam menentukan nilai optimum berdasarkan longitude-latitude.
Diagram alir dalam menentukan nilai lebar jendela tersebut dilihat pada
Lampiran 1.
b. Program taw.cv.IRTGT
Fungsi dari program ini digunakan untuk menentukan paramaeter yang
merupakan rasio antara parameter penyeimbang dan . Diagram alir
program tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada tahap menentukan
dengan pendekatan valiadasi silang, fungsi jarak spasial-temporal
menggunakan interaksi jarak seperti pada Persamaan (17). Sintaks R yang
digunakan sebagai berikut:
if(temp[j]>temp[i]){
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-ds + (taw)*dt + 2*sqrt(taw*ds*dt)
}

c. Program lambda.cv.IRTGT
Parameter penyeimbang dan didapatakan melalui program ini.
Parameter ini digunakan untuk menyeimbangkan antara jarak dan waktu yang
memiliki satuan berbeda pada saat dilakukan operasi matematika. Pada tahap
menentukan dan dengan pendekatan valiadasi silang seperti pada
Lampiran 3, fungsi jarak spasial-temporal menggunakan interaksi jarak seperti
pada Persamaan (20). Sintaks R yang digunakan sebagai berikut:
if(temp[j]>temp[i]){
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-lambda*ds + (taw*lambda)*dt +
2*sqrt(lambda*(taw*lambda)*ds*dt)

d. Program epsi.IRTGT
Program ini digunakan untuk menentukan parameter sebagai parameter
interkasi jarak spaisal-temporal. Diagram alir program ini dapat dilihat pada
Lampiran 4. Pada tahap menentukan dengan pendekatan valiadasi silang,
Persamaan (22) digunakan sebagai fungsi interaksi jarak spasial-temporal.
Sintaks R yang digunakan sebagai berikut:
if(temp[j]>temp[i]){
20

dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-(lambda*ds) + (miu*dt) +
2*cospi(epsi)*sqrt(lambda*miu*ds*dt
}

e. Program bwd.IRTGT
Program ini digunakan untuk menentukan lebar jendela (bandwidth)
menggunakan pendekatan validasi silang berdasarkan metode IRTGT.
Diagram alir dalam menentukan nilai lebar jendela tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 5. Persamaan (22) digunakan sebagai fungsi interaksi jarak spasial-
temporal. Sintaks R yang digunakan seperti yang dijelaskan pada Poin d.
f. Program prog.IRTGT
Pendugaan parameter model IRTGT didapatkan melalui analisis dari program
ini. Diagram alir dalam analisis model IRTGT dapat dilihat pada Lampiran 6.
Penyusunan program dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Mendefinisikan data dan membangun frame hasil keluaran
Y<-as.matrix(y)
n<-nrow(Y)
X<-as.matrix(cbind(rep(1,n),x))
coord<-as.matrix(long.lat)
temp<-as.matrix(waktu)
dst<-matrix(nrow = n,ncol = n)
Wst<-matrix(nrow = n,ncol = n)
S<-matrix(nrow = n,ncol = n)
Beta.IRTGT<-matrix(nrow = n,ncol = ncol(X))
J<-matrix(1,nrow = n,ncol = n)
2. Membangun matriks pembobot
for(i in 1:n)
{
for(j in 1:n)

{
if(temp[j]>temp[i]){
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-(lambda*ds) + (miu*dt) +
2*cospi(epsi)*sqrt(lambda*miu*ds*dt)
}
if (kernel=="gaussian")
Wst[i,j]<-exp(-(0.5)*(dst[i,j]/bwd)^2)

else if (kernel=="bisquare")
Wst[i,j]<-(1-(dst[i,j]/bwd)^2)^2

else if (kernel=="exponential")
Wst[i,j]<-exp(-(dst[i,j]/bwd))
21

else if (kernel=="tricube")
Wst[i,j]<-(1-(dst[i,j]/bwd)^3)^3
}
W<-diag(Wst[i,])

Beta.IRTGT[i,]<-ginv(t(X)%*%W%*%X)%*%t(X)%*%W%*%Y
S[i,]<-t(X[i,])%*%(ginv(t(X)%*%W%*%X)%*%t(X)%*%W)
}
3. Menyusun hasil analisis model
JKG.IRTGT<-t(Y)%*%(t(diag(n)-S)%*%(diag(n)-S))%*%Y
JKR.IRTGT<-(t(Y)%*%S%*%Y)-((1/n)*(t(Y)%*%J%*%Y))
RMSE.IRTGT<-sqrt(JKG.IRTGT/n)
y.hat.IRTGT<-S%*%Y
galat.IRTGT<-Y-y.hat.IRTGT
JKT.IRTGT<-(t(Y)%*%Y)-((1/n)*(t(Y)%*%J%*%Y))
Rsquare.IRTGT.JKT<-1-(JKG.IRTGT/JKT.IRTGT)
Rsquare.IRTGT.JKR<-JKR.IRTGT/(JKR.IRTGT+JKG.IRTGT)
AIC.IRTGT<-2*n*log(JKG.IRTGT/n) + n*log(2*pi) +
n*((n+matrix.trace(S))/(n-2-matrix.trace(S)))

hasil.IRTGT<-list(beta=Beta.IRTGT,
R_Square_JKT=Rsquare.IRTGT.JKT,
R_Square_JKR=Rsquare.IRTGT.JKR, AIC=AIC.IRTGT,
RMSE_IRTGT=RMSE.IRTGT, jarak=dst, Mat.bobot=Wst,
hat_matrix=S,y.hat_IRTGT=y.hat.IRTGT,
JKG_IRTGT=JKG.IRTGT,JKR_IRTGT=JKR.IRTGT,
galat_IRTGT=galat.IRTGT)
return(hasil.IRTGT)

g. Program uji.parsial.IRTGT
Program ini digunakan untuk melakukan pengujian parameter setiap amatan
pada masing-masing lokasi dan waktu. Diagram alir pengujian parameter
model IRTGT dapat dilihat pada Lampiran 7.

Eksplorasi Data

Secara spasial, pertumbuhan ekonomi Indonesia didominasi oleh aktivitas


perekonomian di pulau Jawa, diantaranya adalah Provinsi Jawa Tengah yang
merupakan daerah yang memiliki potensi pendapatan asli daerah yang baik.
Namun tidak meratanya pendapatan daerah-daerah di Provinsi Jawa Tengah yang
dihasilkan oleh masing-masing daerah berdampak pada pertumbuhan ekonomi
yang tidak merata. Penyebab tidak meratanya pendapatan ekonomi di suatu daerah
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah jumlah penduduk, kekayaan
alam, luas tanah, kemajuan teknologi, dan kondisi alam yang berbeda di setiap
daerah. Hal tersebut menjadi salah satu pemicu adanya keragaman spasial di
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.
Jawa Tengah merupakan provinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang berfluktuatif antar daerah. Kinerja pertumbuhan ekonomi daerah yang
diukur dari besarnya PDRB per kapita cenderung meningkat setiap tahunnya.
Pada kurun waktu 2011 sampai 2015, PDRB kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah sedikit mengalami perubahan. Dilihat dari sisi lokasi, antar
kabupaten/kota pada tahun yang sama memberikan nilai PDRB yang berbeda-
22

beda. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak meratanya PDRB di kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah. Peta sebaran PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah
selama tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok 1 Kelompok 2 Kab.Cilacap Kota Semarang

Keterangan: Peta tidak berskala

Gambar 4 Peta sebaran PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011-2015

Pada Gambar 4 terlihat bahwa kabupaten/kota dengan nilai PDRB yang


hampir sama cenderung berkelompok. Misalnya saja pada tahun 2011, terdapat 2
kelompok yang memiliki nilai PDRB paling rendah. Kelompok pertama terdiri
atas 9 daerah, yaitu Banjarnegara, Batang, Purworejo, Temanggung, Wonosobo,
Kota Pekalongan, Pekalongan, Pemalang, dan Purbalingga. Kelompok berikutnya
terdiri atas 2 daerah, yaitu Blora dan Rembang. Terbentuknya kelompok-
kelompok di sebagian kabupaten/kota mengindikasikan adanya kemiripan
beberapa karakteristik antar daerah. Pada jangka waktu 5 tahun, tepatnya pada
tahun 2015, kelompok dengan nilai PDRB paling rendah hanya tersisa 1
kelompok. Kelompok tersebut terdiri atas 2 daerah, yaitu Purworejo dan
Wonosobo. Hal ini menunjukkan bahwa peran pemerintah daerah dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sangat serius. Pertumbuhan ekonomi
biasanya diikuti oleh pengurangan kemiskinan, peningkatan indeks pembangunan
manusia, dan perluasan lapangan kerja (BPS 2015). Oleh karena itu salah satu
upaya yang dilakukan pemerintah daerah di Provinsi Jawa Tengah yaitu secara
bersama mendorong percepatan pembanguan ekonomi dengan prioritas sektor
atau mengembangkan kegiatan ekonomi dalam bidang kelautan, perikanan,
pertanian, serta perdagangan dan jasa.
Gambar 4 juga menjelaskan setiap perubahan waktu pada beberapa daerah
yang bertetangga dengan daerah yang memiliki nilai PDRB tinggi cenderung
meningkat setiap tahun. Hal tersebut terjadi pada Kabupaten Cilacap dan Kota
Semarang. Kedua daerah tersebut memiliki kawasan industri. Melalui pengelolaan
dan manajemen yang baik dari pemerintah daerah, berdampak pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah di sekitarnya. Daerah tersebut juga didukung oleh
beberapa faktor untuk pengembangan kawasan industri yang meliputi pelabuhan
niaga, infrastruktur pendukung, dan akses kawasan industri (BPS 2015).
23

Eksplorasi Hubungan Linier Antar Peubah

Hubungan linier antara masing-masing peubah penjelas dengan peubah


respon dapat dilihat menggunakan nilai korelasi Pearson. Pada Tabel 2 dapat
dilihat bahwa semua peubah penjelas memiliki hubungan linier positif. Hal ini
dapat diartikan bahwa setiap kenaikan peubah penjelas akan berdampak pada
peningkatan peubah respon. Peubah Pendapatan Asli Daerah ( ) memiliki
hubungan yang cukup kuat dengan peubah Produk Domestik Regional Bruto ( ),
sedangkan peubah yang memiliki hubungan lemah terhadap Y adalah peubah
Upah Minimum Kabupaten/Kota ( ). Walaupun terdapat peubah yang memiliki
hubungan lemah, namun peubah tersebut tetap digunakan dalam pemodelan
karena keterbatasan data pada peubah penjelas.

Tabel 2 Nilai korelasi peubah respon dengan peubah penjelas


Peubah Korelasi Pearson
Y dengan X1 0.519
Y dengan X2 0.731
Y dengan X3 0.269

Korelasi antar peubah penjelas perlu ditindak lanjut untuk melihat tingkat
resiko yang terjadi. Uji statistik untuk melihat indikasi adanya korelasi linier yang
beresiko atau tidak antar peubah penjelas dilakukan uji asumsi multikolinieritas.
Uji asumsi multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) yang telah disajikan pada Tabel 3. Korelasi linier dengan resiko
cukup tinggi antar peubah penjelas dapat diindikasikan dengan nilai VIF yang
lebih besar atau sama dengan lima. Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh peubah
penjelas memiliki nilai VIF kurang dari lima. Hal ini menunjukkan bahwa
korelasi linier antar peubah penjelas memiliki resiko yang rendah.

Tabel 3 Nilai VIF pada masing-masing peubah penjelas


Tenaga Kerja Pendapatan Asli Upah Minimum
(X1) Daerah (X2) Kabupaten (X3)
1.300 2.037 1.719

Analisis Keragaman Spasial

Sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dimiliki suatu
daerah sering kali tidak merata. Hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya
karakteristik yang berbeda antar daerah. Perbedaan karakteristik suatu daerah
dengan daerah yang lain mengakibatkan adanya keragaman spasial. Pengujian
keragaman spasial dapat dilakukan dengan menggunakan uji statitistik Breusch-
Pagan. Pengujian ini dilakukan secara simultan terhadap 35 kabupaten/kota pada
kurun waktu 2011-2015 dengan taraf nyata 5%.
24

Tabel 4 Uji statitistik Breusch-Pagan


Nilai Breusch-
Tahun Nilai-p
Pagan
Full 36.943 4.73 ×10-8 **
2011 14.166 0.003 **
2012 9.410 0.024 **
2013 9.088 0.028 **
2014 7.514 0.057 *
2015 10.268 0.016 **
(**) signifikan pada taraf nyata 5% , (*) signifikan pada taraf nyata 10%

Hasil analisis pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai-p yang didapat



untuk 5 tahun penuh sebesar 3 . Hasil tersebut memberikan kesimpulan
adanya keragaman spasial terhadap pertumbuhan ekonomi yang diukur melalui
nilai PDRB pada masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Pengamatan yang dilakukan setiap tahun cenderung menunjukkan adanya
keragaman spasial. Hal ini dapat dilihat dari nilai-p pada masing-masing tahun
yang lebih kecil dari 0.05. Oleh karena itu, metode regresi secara global kurang
tepat digunakan untuk menggambarkan pemodelan pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah.
Keragaman berdasarkan waktu yang diperlihatkan pada Gambar 5
menunjukkan bahwa nilai PDRB pada setiap kabupaten/kota cenderung
mengalami perubahan beragam seiring dengan bertambahnya waktu. Perubahan
yang beragam tersebut mengindikasikan adanya keragaman temporal nilai PDRB
Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu 2011-2015. Daerah yang mengalami
perubahan nilai PDRB cukup tinggi dibanding daerah lain adalah Kota Semarang.
Kota tersebut juga merupakan daerah yang memiliki nilai PDRB paling tinggi
dibanding daerah lain di Jawa Tengah. Peningkatan ini terjadi disebabkan selain
Kota Semarang sebagai ibu kota provinsi, juga disebabkan karena daerah tersebut
memiliki infrastruktur yang baik dan terdapat kawasan industri.
Keberadaan industri pengolahan turut meningkatkan pendapatan per kapita
bagi masyarakat di daerahnya. Daerah yang memiliki nilai PDRB paling rendah
adalah Kota Magelang. Perubahan nilai PDRB dari tahun ke tahun yang terjadi
pada kota tersebut juga sangat rendah dibanding daerah lainnya. Hal ini
dikarenakan kota tersebut masih memiliki infrastruktur yang kurang baik dan
hanya didominasi salah satu sektor, misalnya pertanian.
Gambar 5 juga menjelaskan bahwa antar lokasi memiliki perubahan nilai
PDRB yang berbeda-beda selama 5 tahun. Terdapat beberapa lokasi dengan
peningkatan nilai PDRB kecil. Pada sisi lain, terdapat juga beberapa lokasi dengan
peningkatan nilai PDRB cukup besar. Hal ini mengindikasikan adanya interaksi
antara lokasi dan waktu yang didasarkan pada jarak spasial dan jarak temporal.
25

Keterangan:

Gambar 5 Grafik nilai PDRB kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

Penentuan Parameter Matriks Pembobot

Analisis metode IRTGT memerlukan matriks pembobot ( ) yang


dibangun dari matriks jarak euclidean. Matriks jarak ini menggunakan interaksi
antara jarak spasial dan jarak temporal. Oleh karena itu dalam membangun
matriks jarak euclidean dengan interaksi memerlukan parameter penyeimbang.
Penggunaan parameter penyeimbang tersebut dimaksudkan karena adanya
perbedaan satuan antara jarak spasial, jarak temporal dan interaksi keduanya.
Parameter penyeimbang yang digunakan dalam penelitian ini adalah
parameter jarak spasial( ), parameter jarak temporal ( ), parameter rasio yang
optimum ( ) , dan parameter interaksi jarak spasial dan temporal ( ) . Untuk
menghitung parameter tersebut dilakukan dengan menggunakan pendekatan
validasi silang. Nilai-nilai parameter untuk masing-masing model dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5 Nilai parameter pada masing-masing model


Model
RTGT 0.063 1.194 1.414 1.456 1.029 -
IRTGT 0.063 2.003 1.729 1.780 1.029 0.382

Perbandingan Kebaikan Model

Perbandingan kebaikan dari beberapa model dapat dilakukan dengan


melihat nilai RMSE atau AIC, namun dalam penelitian ini ditambahkan nilai
Pseudo untuk melihat besarnya persentase peubah penjelas dalam menjelaskan
peubah respon. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa model IRTGT memiliki nilai
RMSE dan AIC yang paling kecil. Kecilnya nilai RMSE pada model IRTGT
26

dapat diartikan bahwa nilai keragaman yang dihasilkan dari pendugaan dengan
model IRTGT mendekati nilai keragaman pada data amatan. Dengan kata lain
pendugaan dengan model IRTGT lebih akurat dibandingkan model yang lain.
Sedangkan Pseudo pada model IRTGT memiliki nilai yang tinggi
dibandingkan model yang lain yaitu sebesar 0.719. Berdasarkan nilai Pseudo
tersebut dapat dikatakan bahwa peubah penjelas pada model tersebut mampu
menjelaskan peubah respon sebesar 71.9%. Dengan kata lain faktor jumlah
angkatan kerja yang bekerja, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) dapat menjelasan nilai PDRB sebesar 71.9% dan sisanya
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Berdasarkan pada
nilai RMSE, nilai AIC, dan nilai Pseudo dapat disimpulkan bahwa model
IRTGT lebih baik dibandingkan model pembanding yang lain.

Tabel 6 Perbandingan kebaikan model


Model RMSE AIC Pseudo
MKT 12.103 2252.390 0.618
RTGT 11.724 2212.961 0.676
IRTGT 11.268 2185.810 0.719

Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12 memperlihatkan bahwa nilai ̂


menghasilkan nilai positif untuk semua kabupaten/kota tahun 2011-2015. Hal ini
dapat dikatakan bahwa semakin tinggi jumlah angkatan kerja yang bekerja pada
daerah tersebut maka akan berdampak pada kenaikan nilai PDRB di sepanjang
tahun 2011-2015. Pada nilai ̂ juga menghasilkan nilai yang positif pada semua
kabupaten/kota sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi PAD pada daerah
tersebut maka akan berdampak pada kenaikan nilai PDRB dari tahun 2011 sampai
2015. Pada nilai ̂ terdapat daerah yang memiliki nilai negatif pada tahun 2011-
2015. Hal tersebut berdampak pada semakin turunnya nilai PDRB di sepanjang
tahun 2011-2015 ketika terdapat kenaikan pada UMK. Sedangkan untuk daerah-
daerah dengan nilai ̂ positif dapat diartikan bahwa semakin tinggi UMK akan
berdampak pada naiknya PDRB.
Nilai dugaan parameter untuk ̂ cenderung lebih besar dibandingkan nilai
dugaan parameter yang lain pada masing-masing lokasi dan waktu. Hal ini
menjelaskan bahwa peubah PAD lebih berpengaruh terhadap nilai PDRB daripada
peubah-peubah penjelas yang lain di setiap kabupaten / kota selama kurun waktu
5 tahun. Disisi lain, nilai dugaan parameter untuk ̂ cenderung lebih kecil
dibandingkan nilai dugaan parameter yang lain pada masing-masing lokasi di
tahun 2014. Hal ini dapat diartikan bahwa UMK memberikan pengaruh yang lebih
kecil dibandingkan peubah lain terhadap nilai PDRB di masing-masing daerah
pada tahun 2014.

Perbandingan Nilai Amatan dan Nilai Dugaan Antar Model

Nilai dugaan amatan dengan menggunakan model RTGT dan model


IRTGT cenderung sama dengan nilai data amatan PDRB pada kurun waktu 2011
sampai 2015. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 6 yang menampilkan sebaran
27

nilai amatan pada setiap kabupaten/kota. Setiap perubahan waktu, terlihat pada
Gambar 6 bahwa nilai ̂ mengalami perubahan setiap tahunnya di beberapa
daerah. Hal tersebut juga terjadi pada yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya, sehingga dapat dikatakan bahwa karakeristik dari nilai ̂ dengan nilai
cenderung sama-sama meningkat setiap tahun. Adanya perbedaan nilai amatan
dan nilai dugaan yang relatif besar di beberapa kabupaten/kota kemungkian terjadi
karena kabupaten/kota tersebut merupakan pencilan. Daerah yang diindikasikan
sebagai pencilan yaitu Cilacap, Banyumas, dan Kudus.

Cilacap Banyumas Kudus

Gambar 6 Perbandingan nilai peubah dan ̂ model IRTGT

Gambar 6 memperlihatkan nilai dugaan amatan model RTGT dan model


IRTGT yang cenderung mirip. Hal ini terlihat dari nilai dugaan dari masing-
masing model berada pada rentang yang sama. Secara aktual, nilai dugaan amatan
model RTGT dan model IRTGT berbeda. Terlihat pada Lampiran 13 dan
Lampiran 14 yang menyatakan nilai dugaan amatan setiap kabupaten/kota pada
28

tahun 2011 sampai 2015. Perbedaan nilai dugaan amatan model RTGT dan model
IRTGT berdampak pada perbedaan galat yang dihasilkan.
Uji kenormalan galat menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf
nyata 5% menunjukkan hasil yang tidak signifikan seperti yang diperlihatkan pada
Lampiran 15 . Terlihat bahwa nilai-p sebesar 0.01 yang kurang dari 0.05 sehingga
diambil keputusan tolak H0 yang menyatakan bahwa galat tidak menyebar normal.
Penyebab uji tersebut tidak signifikan dikarenakan terdapat beberapa lokasi yang
merupakan pencilan. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara mengeliminasi lokasi
tersebut kemudian dilakukan kembali uji kenormalan. Lampiran 16 menunjukkan
hasil uji yang signifikan untuk masing-masing model tanpa mengikutsertakan
lokasi yang diindikasikan sebagai pencilan. Akan tetapi, lokasi yang merupakan
pencilan tetap diikut sertakan dalam penelitian ini dikarenakan lokasi-lokasi
tersebut merupakan bagian dari tujuan penelitian.
Lampiran 17 memperlihatkan bahwa galat yang dihasilkan dari masing-
masing model cenderung simetris walaupun secara uji statistik tidak signifikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa galat dari masing-masing model tersebut
mendekati sebaran normal. Ragam galat dari model RTGT dan model IRTGT
yang ditunjukkan pada Lampiran 17 relatif kecil dan mengumpul di sekitar nol,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai dugaan amatan ke dua model tersebut
mendekati nilai amatan yang sebenarnya. Plot kehomogenan ragam galat model
RTGT dan model IRTGT pada Lampiran 18 tidak menunjukkan pola tertentu dan
cenderung menyebar disekitar nilai nol. Pengamatan yang dilakukan per tahun
seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 19 lebih terlihat dengan jelas bahwa
ragam galat tidak membentuk suatu pola dan menyebar disekitar nol. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ragam galat yang dihasilkan dari model tersebut
cenderung homogen.

Peta Nilai Dugaan Parameter Model IRTGT

Gambar 7 menampilkan sebaran peubah jumlah angkatan kerja yang


bekerja di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Pada gambar tersebut dapat
dilihat bahwa kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai pengaruh jumlah
tenaga kerja yang relatif sama dan cenderung membentuk kelompok. Kelompok
daerah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat memiliki pengaruh yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok daerah yang berbatasan dengan provinsi Jawa
Timur. Mayoritas masyarakat yang tinggal di daerah barat cenderung bekerja di
Jawa Barat dan DKI Jakarta dikarenakan perekonomian yang cukup tinggi di
provinsi tersebut dan akses jarak yang dekat. Seiring bertambahnya waktu jumlah
angkatan kerja yang bekerja pada daerah yang berbatasan dengan Provinsi Jawa
Barat cenderung meningkat. Di sisi lain, jumlah angkatan kerja pada daerah yang
berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur cenderung menurun.
Terlihat pada tahun 2015, Kabupaten cilacap mempunyai pengaruh jumlah
angkatan kerja yang bekerja paling tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi. Salah
satu faktor penyebabnya adalah investasi. Pada tahun tersebut investasi di
Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan
kewenangan pelayanan perizinan yang didelegasikan pemerintah daerah
meningkat menjadi 86 jenis perizinan berdasarkan Peraturan Bupati (Perbub)
29

No.84 tahun 2014 tentang pendelagiasan wewenang. Oleh karena itu, pada tahun
2015 terdapat dua perusahaan besar yang sudah memiliki izin prinsip penanaman
modal. Hal ini akan berimbas positif dalam penciptaan lapangan kerja. Adanya
investasi-investasi akan mendorong terciptanya barang modal baru sehingga akan
menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru yang akan
menyerap tenaga kerja (Hidayah et al. 2016).
Sedangkan Kabupaten Blora, pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi
oleh jumlah angkatan kerja yang bekerja sangat rendah. Pada tahun tersebut
pencapaian investasi Kabupaten Blora masih kurang bagus. Hal ini disebabkan
karena kondisi infrastruktur ruas jalan provinsi yang kurang baik sehingga
mempengaruhi investor yang akan menanamkan modal di Kabupaten Blora.
Menurut Haris (2005) infrastruktur berpengaruh penting dalam peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja. Hal tersebut demi
terwujudnya stabilitas makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya
pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.

Cilacap Blora

Gambar 7 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien

Gambar 8 menampilkan sebaran peubah Pendapatan Asli Daerah (PAD)


kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa
kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai pengaruh PAD yang relatif sama dan
cenderung membentuk kelompok. Kelompok daerah yang berada di bagian barat
memiliki pengaruh PAD yang lebih tinggi terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah
dibandingkan kelompok daerah bagian timur. Hal ini dikarenakan sumber PAD
Provinsi Jawa Tengah didominasi oleh hasil hutan yang letak geografisnya berada
di bagian barat. Jawa Tengah bagian timur dan tenggara merupakan wilayah
dengan tanah kering dan tandus sehingga sumber PAD melalui hasil hutan seperti
karet, kayu, dan rotan tidak maksimal.
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap PAD. Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Aktivitas pemerintah berperan
penting dalam hal penyediaan sarana untuk aktivitas sosial sehingga dapat
meningkatkan kegiatan ekonomi, misalnya pemerintah daerah mengenakan pajak
30

dan retribusi daerah. Akan tetapi seiring bertambahnya waktu, daerah yang berada
di bagian barat cenderung menurun dan begitu juga dengan daerah bagian timur.
Puncaknya ketika pada tahun 2015, besarnya pengaruh PAD terhadap PDRB
cenderung rendah dan hampir merata di setiap daerah. Hal ini dikarenakan PAD
Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 dari sektor pajak tidak memenuhi target.
Kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar berimbas pada kenaikan kendaraan
bermotor sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat
cenderung membeli kendaraan bermotor dengan harga yang lebih murah sehingga
berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan pajak kendaraan bermotor.

Gambar 8 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien

Gambar 9 memperlihatkan sebaran peubah upah minimum kabupaten/


kota (UMK) di Provinsi Jawa Tengah. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa
kabupaten/kota yang berdekatan mempunyai pengaruh UMK yang relatif sama
dan cenderung membentuk kelompok. Kelompok daerah yang berbatasan dengan
Provinsi Jawa Barat memiliki pengaruh UMK yang lebih rendah dibandingkan
kelompok daerah yang berbatasan dengan provinsi Jawa Timur. Salah satu adanya
perbedaan pengaruh UMK terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh
pertumbuhan penduduk suatu daerah. Pada kurun waktu 2011-2015, nilai
pengaruh UMK terhadap pertumbuhan ekonomi cenderung stabil di beberapa
daerah bagian barat.
Misalnya pada tahun 2012, pengaruh UMK terhadap pertumbuhan
ekonomi di Kabupaten Cilacap berbanding terbalik, dengan kata lain ketika faktor
UMK meningkat maka pertumbuhan ekonomi yang dinilai dari PDRB akan
menurun. Kabuapten Cilacap merupakan daerah dengan wilayah paling luas di
Provinsi Jawa Tengah dengan jumlah desa sebanyak 269 desa dan 15 kelurahan.
Luasnya wilayah yang dimiliki Cilacap berbanding lurus dengan jumlah
penduduk di daerah tersebut. Tahun 2012, pertumbuhan penduduk di Kabupaten
Cilacap mengalami peningkatan hingga 40% dibanding 2007. Pertumbuhan
penduduk yang tinggi akan berdampak pada pertumbuhan angkatan kerja. Disisi
lain menurut Hidayah et al. (2016), tingkat UMK yang selalu meningkat akan
membebani pihak pengusaha sehingga harus dilakukan pengurangan jumlah
tenaga kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat UMK yang semakin tinggi
akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang telah bekerja dan mengurangi
31

kesempatan kerja bagi yang belum bekerja. Dampak dari permasalahan tersebut
akan berpengaruh pada menurunnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cilacap.
Cilacap

Gambar 9 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien

Hasil Pengujian Parameter Model IRTGT

Pengujian parameter pada setiap lokasi dilakukan secara parsial. Pengujian


ini digunakan untuk mengetahui peubah-peubah penjelas yang berpengaruh nyata
terhadap peubah respon di masing-masing lokasi dan waktu. Pada Lampiran 8
sampai Lampiran 12 terlihat bahwa sebagian daerah mempunyai pengaruh peubah
penjelas yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan setiap daerah mempunyai
karakterisitik dan kebijakan pemerintah daerah yang berbeda. Oleh karena itu
dalam perannya meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui PDRB, setiap
daerah memerlukan faktor-faktor penunjang yang berbeda dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah tersebut.
Lampiran 20 memperlihatkan sebaran pengaruh faktor-faktor yang
mempengaruhi PDRB secara nyata dalam kurun waktu 2011-2015 dengan
membandingkan antara model RTGT dan model IRTGT. Terlihat bahwa beberapa
daerah mempunyai faktor-faktor yang berbeda dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonominya. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata tersebut cenderung
berkelompok untuk beberapa daerah. Wilayah Provinsi Jawa Tengah bagian barat
dan bagian tengah cenderung dipengaruhi oleh jumlah angkatan kerja yang
bekerja dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di daerah tersebut. Di sisi lain, daerah bagian timur hanya dipengaruhi
PAD. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah daerah dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui PDRB cenderung sama pada
beberapa daerah yang berkelompok.
Faktor-faktor yang berpengaruh nyata model RTGT dan model IRTGT
pada Lampiran 20 memperlihatkan hasil yang beragam. Terlihat pada tahun 2014
dan 2015 ke dua model tersebut cenderung sama dalam pemilihan faktor-faktor
yang berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi. Jawa Tengah bagian
barat cenderung dipengaruhi jumlah angkatan kerja yang bekerja dan PAD
32

sedangkan Jawa Tengah bagian timur didominasi pengaruh nyata dari faktor PAD.
Tahun 2011-2013, faktor-faktor yang berpengaruh nyata model RTGT dan model
IRTGT sedikit berbeda. Pada model RTGT, terdapat beberapa daerah yang
dipengaruhi 3 faktor sekaligus, yaitu jumlah angkatan kerja yang bekerja, PAD,
dan UMK sedangkan pada model IRTGT tidak ada. Namun pada model IRTGT
terdapat satu daerah yang dipengaruhi faktor PAD dan UMK dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, yaitu Kabupaten Kudus.
Gambar 10 memperlihatkan sebaran faktor-faktor yang berpengaruh nyata
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah
menggunakan model RTGT dan model IRTGT tahun 2013. Wilayah bagian barat
Provinsi Jawa Tengah menggunakan model RTGT cenderung dipengaruhi faktor
jumlah angkatan kerja yang bekerja, PAD, dan UMK sedangkan pada model
IRTGT lebih didominasi dua faktor yang berpengaruh nyata, yaitu jumlah
angkatan kerja yang bekerja dan PAD. Oleh karena itu, dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah lebih fokus pada peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja dan
PAD sedangkan daerah bagian timur hanya difokuskan pada faktor PAD dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi melalui PDRB.

(a)

(b)

Gambar 10 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon dari beberapa
model (a) model RTGT tahun 2013 (b) model IRTGT tahun 2013
33

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil simpulan


bahwa penelitian ini menghasilkan program analisis yang mampu melakukan
pendugaan paramater model IRTGT berbasis Program R. Berdasarkan pengaruh
keragaman spasial-temporal dan penambahan interaksi fungsi jarak spasial-
temporal pada matriks pembobotnya, model IRTGT menghasilkan penduga
parameter yang berbeda-beda pada setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah
pada kurun waktu 2011-2015. Berdasarkan nilai penduga parameter, peubah
pendapatan asli daerah ( ) memberikan pengaruh lebih besar terhadap nilai
PDRB di setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah pada kurun waktu 2011-
2015 dari pada peubah yang lain. Upah minimum kabupaten ( ) memberikan
pengaruh yang lebih kecil dibandingkan peubah lain terhadap nilai PDRB di
masing-masing daerah pada tahun 2014.

Saran

Penelitian ini menggunakan metode IRTGT untuk mengatasi keragaman


spasial dan temporal. Adanya data pencilan pada penelitian ini berakibat pada
kurang akuratnya hasil pendugaan yang dihasilkan untuk beberapa lokasi. Oleh
karena itu peneliti menyarankan pada penelitian selanjutnya mampu membangun
metode IRTGT yang bersifat kekar terhadap pencilan seperti pada model RTG
robust yang dikembangkan oleh Fotheringham et al. (2002)
34

DAFTAR PUSTAKA

Aisyiah K, Sutikno, Latra IN. 2014. Pemodelan Konsentrasi Partikel Debu (PM10)
pada Pencemaran Udara di Kota Surabaya dengan Metode Geographically-
Temporally weighted Regression. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (1) : 2337-
3520.
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht :
Academic Publishers.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundations and Applications to
Regional Convergence. Berlin : Springer.
Baharuddin. 2015. Pengembangan Model Regresi Terboboti Secara Geografis dan
Temporal Sudi Kasus: Angka Insiden Demam Berdarah Dengue di
Surabaya [disertasi]. Surabaya (ID) : Universitas Airlangga.
Bai Y, Wu L, Qin K, Zhang Y, Shen Y, Zhou Y. 2016. A Geographically and
Temporally Weighted Regression Model for Ground-Level PM2.5
Estimation from Satellite-Derived 500 m Resolution AOD. Remote
Sensing MDPI. 262 (8) : 1-21.
[BI] Bank Indonesia. 2016. Metadata. [internet]. [diunduh 2017 Okt 18].
www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sekda/Documents/8PDRBSEKDA1.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi JawaTengah dalam Angka 2014.
Jawa Tengah (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Analisis Provinsi Jawa Tengah 2015. Jawa
Tengah (ID): BPS.
Brunsdon C, Fotheringham AS, Charlton M. 1999. Some Notes on Parametric
Significance Test for Geographically Weighted Regression. Jurnal of
Regional Science. 39 (3) : 497-524.
Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted
Regression. Chichester: Wiley.
Fotheringham AS, Crespo R, Yao J. 2015. Geographically and Temporal
Weighted Regression (GTWR). Geographical Analysis. The Ohio State
University : Hlm 1-22.
Haris, A. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah terhadap Keberhasilan
Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi. Perencanaan Pembangunan.
Hlm. 52-62.
Huang B, Wu B, Barry M. 2010. Geographically and Temporally Weighted
Regression for Modeling Spatio-Temporal Variation in House Prices.
International Journal of Geographical Information Science. 24 (3) : 383-
401.
Hidayah W, Militina T, Ulfah Y. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tenaga Kerja dan Produk Domestik Regonal Bruto di Kota Samarinda.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Universitas Mulawarman. 12 (1) : 138-
162.
Leung Y, Mei C, Zhang W. 2000. Statistical Test for Spatial Nonstationarity
Based on The Geographically Weighted Regression Model. Environment
and Planning A. 32 : 9 -32.
35

Liu J, Yang Y, Xu S, Zhao Y, Wang Y, Zhang F. 2016. A Geographically


Temporal Weighted Regression Approach with Travel Distance for House
Price Estimation. Article Entropy MDPI. 303 (18) : 1-13.
Liu J, Zhao Y, Yang Y, Xu S, Zhang F, Zhang X, Shi L, Qiu A. 2017. A Mixed
Geographically and Temporally Weighted Regression: Exploring Spatial-
Temporal Variations from Global and Local Perspectives. Article Entropy
MDPI. 53 (19) : 1-20.
Mennis. 2006. Mapping the Result of Geographically Weigthed Regression. The
Cartographic Journal. 43 (2) : 171-179.
Nakaya T, Fotheringham A.S, Brunsdon C, and Charlton M. 2005.
Geographically Weighted Poisson Regression for Disease Association
Mapping. Statistics in Medicine. 43 (17) :2695-2717.
Rahmawati R, Djuraidah A. 2010. Regresi Terboboti Geografis dengan Pembobot
Kernel Kuadrat Ganda untuk Data Kemiskinan di Kabupaten Jember
(Geographically Weighted Regression with Kernel Bi-square Weighting
for Poverty Data in Jember Regency). Forum Statistika dan Komputasi. 15
(2) : 32-37.
Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta: Erlangga.
Tobler WR. 1970. A Computer Movie Simulating Urban Growth in Detroit
Region. Economic Geography. 46 : 234-240.
Winarso K. 2015. Pemodelan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) dengan
Pendekatan Mixed Geographically Temporal Weighted Regression
(MGTWR). [disertasi]. Surabaya (ID). Universitas Airlangga.
Wu B, Li R, Huang B. 2014. A Geographically and Temporally Weighted
Autoregressive Model With Application to Housing Prices. International
Journal of Geographical Information Science. 28 (5) : 1186-1204.
Yasin H. 2011. Pemilihan Variabel pada Model Geographically Weigthed
Regression. Media Statistika. 4 (2) : 63-72.
Widiyanti KY, Yasin H, Sugito. 2014. Pemodelan Proporsi Penduduk Miskin
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Tengah Menggunakan
Geographically and Temporally Weighted Regression. Jurnal Gaussian. 3
(4) : 691-700.
Yu D, Wei YD, Wu C. 2007. Modeling Spatial Dimensions of Housing Prices in
Milwaukee, WI. Environment and Planning B: Planning and Design. 34 :
1085-1102.
36

LAMPIRAN
37

Lampiran 1 Diagram alir menentukan lebar jendela ( ) metode RTG

mulai

input
(𝐲, 𝐗, longitude-latitude, kernel=”gaussian”)

batas atas (upper) dan


batas bawah (lower)

𝑆
=0

𝑆
optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 6)

output
𝑆

selesai
38

Lampiran 2 Diagram alir menentukan parameter metode IRTGT

mulai

input
𝑆
(𝐲, 𝐗, , longitude-latitude, waktu,
kernel=”gaussian”)

batas atas (upper) dan


batas bawah (lower)

𝜏=0

𝜏 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 6)

output
𝜏

selesai
39

Lampiran 3 Diagram alir menentukan parameter dan metode IRTGT

mulai

input
𝑆
(𝐲, 𝐗, , 𝜏, longitude-latitude,
waktu, kernel=”gaussian”)

batas atas (upper) dan


batas bawah (lower)

𝜑𝑆 = 0

𝜑 𝑆 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 21)

𝜑𝑇 = 𝜑 𝑆 ∙ 𝜏

output
𝜑 dan 𝜑 𝑇
𝑆

selesai
40

Lampiran 4 Diagram Alir Menentukan Parameter Metode IRTGT

mulai

input
(𝐲, 𝐗, 𝜑 𝑆 , 𝜑 𝑇 , 𝑆 , longitude-
latitude, waktu, kernel=”gaussian”)

batas atas (upper) dan


batas bawah (lower)

𝜉=0

𝜉 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 23)

output
𝜉

selesai
41

Lampiran 5 Diagram alir menentukan lebar jendela ( ) metode IRTGT

mulai

input
(𝐲, 𝐗, 𝜑 𝑆 , 𝜑 𝑇 , 𝜉, longitude-latitude,
waktu, kernel=”gaussian”)

batas atas (upper) dan


batas bawah (lower)

𝑆𝑇
=0

𝑆𝑇
optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 24)

output
𝑆𝑇

selesai
42

Lampiran 6 Diagram alir metode IRTGT

mulai

input
(𝐲 𝐗 𝜑 𝜑 𝜉 𝑆𝑇 , longitude-
𝑆 𝑇

latitude, waktu, kernel=”gaussian”)

untuk 𝑖=1 ke 𝑛
(n = banyak amatan)

untuk 𝑗=1 ke 𝑛

selesai
ya
𝑡𝑗 > 𝑡𝑖

ouptut tidak
̂
𝛽 , 𝑦̂, RMSE,
interaksi jarak
AIC, pseudo𝑅
spasial-temporal 𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∞
(Persamaan 13 )
𝑦̂, AIC, pseudo 𝑅 , R SE
(Persamaan 11,12, 27, 28)
Fungsi Kernel Gaussian
(𝑤𝑖𝑗 )
JKT
(Persamaan 26)
𝐖 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑤𝑖𝑗 )

JKG Hat matriks (𝐒𝑖𝑗 ) 𝛽̂ (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )


(Persamaan 25 ) (Persamaan 11) (Persamaan 8 )
43

Lampiran 7 Diagram alir pengujian parameter metode IRTGT

mulai

input
𝑆 𝑇 𝑆𝑇
(𝐲 𝐗 𝜑 𝜑 𝜉 𝛼, longitude-latitude, waktu,
kernel=”gaussian”), JKGIRTGT, Hat mtariks (SIRTGT)

𝛿 dan 𝛿
(Persamaan 29)

(𝛿 )
𝑑𝑏 =
𝛿

untuk 𝑘=1 ke 𝑞
(q= banyak parameter)

selesai
untuk 𝑖=1 ke 𝑛
(n = banyak amatan)

output
t hitung, untuk 𝑗=1 ke 𝑛
ttabel kanan,
ttabel kiri
ya
𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
ttabel kanan = 1-𝑡(𝛼/ 𝑑𝑏) tidak
ttabel kiri = 𝑡(𝛼/ 𝑑𝑏)
interaksi jarak
𝑆𝑇
spasial-temporal 𝑑𝑖𝑗 =∞
(Persamaan 13)
t hitung (𝑡𝑖𝑘 )
(Persamaan 31) Fungsi Kernel Gaussian
(𝑤𝑖𝑗 )

matriks 𝐶𝑖 𝐶𝑖𝑇 𝛽̂ (𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) 𝐖 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑤𝑖𝑗 )


(Persamaan 30) (Persamaan 8)
44

Lampiran 8 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2011

Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk dalam
model
1 Banjarnegara 34.064 5.167 20.593 3.827
2 Banyumas 32.002 5.458 21.937 0.968
3 Batang 35.664 5.001 19.725 6.078
4 Blora 41.567 3.703 17.321 13.783
5 Brebes 33.088 5.372 21.372 2.605
6 Cilacap 29.996 5.668 23.346 -1.914
7 Demak 39.229 4.294 18.122 10.785
8 Grobogan 39.724 4.127 17.939 11.438
9 Boyolali 37.369 4.517 18.894 8.337
10 Karanganyar 38.423 4.283 18.428 9.768
11 Kebumen 32.615 5.352 21.465 1.790
12 Kendal 37.500 4.656 18.831 8.518
13 Klaten 36.837 4.582 19.132 7.624
14 Kota Magelang 35.935 4.812 19.575 6.383
15 Kota Pekalongan 35.422 5.044 19.857 5.755
16 Kota Salatiga 37.569 4.534 18.809 8.597
17 Kota Semarang 38.150 4.506 18.555 9.372
18 Kota Surakarta 38.125 4.353 18.558 9.364
19 Kota Tegal 33.408 5.332 21.120 3.033
20 Kudus 40.178 4.097 17.775 12.009
21 Magelang 35.671 4.840 19.707 6.019
22 Pati 40.979 3.915 17.509 13.023
23 Pekalongan 34.757 5.126 20.224 4.835
24 Pemalang 34.312 5.211 20.511 4.258
25 Purbalingga 32.683 5.373 21.470 1.922
26 Purworejo 34.418 5.039 20.369 4.284
27 Rembang 42.030 3.653 17.194 14.331
28 Semarang 37.716 4.556 18.743 8.794
29 Sragen 39.185 4.159 18.128 10.765
30 Sukoharjo 37.894 4.378 18.651 9.062
31 Tegal 32.975 5.374 21.387 2.408
32 Temanggung 36.330 4.794 19.382 6.929
33 Wonogiri 37.812 4.358 18.673 8.971
34 Wonosobo 35.052 5.009 20.037 5.186
35 Jepara 40.074 4.183 17.800 11.874
45

Lampiran 9 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2012

Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 26.293 5.462 14.687 2.381
2 Banyumas 24.213 6.021 15.380 -0.777
3 Batang 27.652 5.237 14.196 4.610
4 Blora 32.523 3.880 12.612 12.172
5 Brebes 25.260 5.729 15.077 1.229
6 Cilacap 19.573 7.017 17.074 -8.938
7 Demak 31.592 4.478 13.460 9.976
8 Grobogan 31.495 4.161 13.233 10.002
9 Boyolali 29.046 4.403 13.936 6.399
10 Karanganyar 29.422 4.073 13.707 7.010
11 Kebumen 24.895 5.848 15.181 0.126
12 Kendal 30.099 4.984 13.849 7.888
13 Klaten 28.404 4.473 14.009 5.515
14 Kota Magelang 28.004 4.722 14.315 4.827
15 Kota Pekalongan 27.372 5.262 14.265 4.225
16 Kota Salatiga 29.736 4.500 13.933 7.278
17 Kota Semarang 31.255 4.895 13.976 9.225
18 Kota Surakarta 29.300 4.119 13.830 6.746
19 Kota Tegal 25.471 5.639 14.965 1.503
20 Kudus 32.482 4.113 12.990 10.940
21 Magelang 27.745 4.768 14.344 4.519
22 Pati 32.510 4.056 12.789 11.554
23 Pekalongan 26.826 5.395 14.454 3.384
24 Pemalang 26.438 5.509 14.571 2.969
25 Purbalingga 24.924 5.881 15.133 0.324
26 Purworejo 26.688 5.136 14.587 2.967
27 Rembang 32.805 3.814 12.553 12.433
28 Semarang 30.391 4.756 13.941 8.122
29 Sragen 30.124 4.018 13.497 8.079
30 Sukoharjo 28.997 4.160 13.837 6.358
31 Tegal 25.283 5.749 15.088 1.141
32 Temanggung 28.608 4.877 14.203 5.659
33 Wonogiri 28.770 4.163 13.784 6.218
34 Wonosobo 27.245 5.173 14.450 3.764
35 Jepara 32.047 4.476 13.019 10.999
46

Lampiran 10 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2013

Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 22.786 5.526 12.957 2.683
2 Banyumas 22.296 6.181 13.731 0.677
3 Batang 23.006 5.213 12.532 3.828
4 Blora 24.888 3.961 10.688 9.075
5 Brebes 22.215 5.826 13.535 1.534
6 Cilacap 20.534 7.244 16.596 -9.040
7 Demak 24.306 4.300 12.048 5.911
8 Grobogan 24.461 4.087 11.623 6.673
9 Boyolali 23.616 4.413 12.269 4.565
10 Karanganyar 23.817 4.136 12.067 4.848
11 Kebumen 22.512 5.968 13.493 1.312
12 Kendal 23.687 4.803 12.396 4.855
13 Klaten 23.468 4.606 12.274 4.172
14 Kota Magelang 23.223 4.653 12.649 3.720
15 Kota Pekalongan 22.919 5.237 12.611 3.613
16 Kota Salatiga 23.748 4.323 12.373 4.774
17 Kota Semarang 23.925 4.607 12.856 4.598
18 Kota Surakarta 23.725 4.108 12.261 4.526
19 Kota Tegal 22.276 5.670 13.458 1.647
20 Kudus 24.994 3.956 11.589 6.110
21 Magelang 23.169 4.753 12.624 3.743
22 Pati 24.900 4.062 11.144 7.621
23 Pekalongan 22.796 5.423 12.775 3.190
24 Pemalang 22.612 5.546 12.933 2.933
25 Purbalingga 22.424 5.997 13.494 1.287
26 Purworejo 22.941 5.203 12.824 3.029
27 Rembang 24.989 3.875 10.687 9.068
28 Semarang 23.834 4.560 12.514 4.809
29 Sragen 24.051 4.078 11.832 5.604
30 Sukoharjo 23.664 4.239 12.188 4.492
31 Tegal 22.303 5.829 13.525 1.580
32 Temanggung 23.352 4.795 12.573 4.046
33 Wonogiri 23.623 4.346 12.034 4.720
34 Wonosobo 23.012 5.181 12.734 3.323
35 Jepara 24.478 4.344 11.511 7.014
47

Lampiran 11 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2014

Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 16.125 3.818 14.823 0.391
2 Banyumas 16.046 4.674 15.096 -0.190
3 Batang 15.654 3.427 14.596 1.222
4 Blora 16.508 2.358 13.973 2.662
5 Brebes 15.500 4.589 14.694 0.235
6 Cilacap 18.717 6.184 16.206 -4.739
7 Demak 16.822 2.710 14.321 1.602
8 Grobogan 16.920 2.626 14.254 1.659
9 Boyolali 16.734 2.966 14.558 0.902
10 Karanganyar 17.025 2.731 14.596 0.775
11 Kebumen 16.189 4.364 15.064 -0.045
12 Kendal 16.228 3.096 14.434 1.465
13 Klaten 16.796 3.253 14.473 0.736
14 Kota Magelang 16.338 3.031 14.732 0.852
15 Kota Pekalongan 15.620 3.444 14.654 1.128
16 Kota Salatiga 16.603 2.712 14.586 1.142
17 Kota Semarang 16.471 2.873 14.677 1.315
18 Kota Surakarta 16.944 2.730 14.664 0.761
19 Kota Tegal 15.550 4.220 14.894 0.237
20 Kudus 18.082 2.337 14.193 0.954
21 Magelang 16.276 3.204 14.687 0.900
22 Pati 17.173 2.480 14.113 1.892
23 Pekalongan 15.729 3.697 14.691 0.868
24 Pemalang 15.523 3.980 14.695 0.782
25 Purbalingga 16.114 4.384 15.011 -0.082
26 Purworejo 16.115 3.505 14.846 0.687
27 Rembang 16.493 2.163 14.102 2.706
28 Semarang 16.515 2.933 14.510 1.340
29 Sragen 16.971 2.632 14.492 1.113
30 Sukoharjo 16.945 2.844 14.628 0.708
31 Tegal 15.691 4.404 14.902 0.096
32 Temanggung 16.300 3.128 14.573 1.059
33 Wonogiri 16.835 2.982 14.520 0.830
34 Wonosobo 16.167 3.448 14.717 0.701
35 Jepara 16.570 2.674 14.231 1.983
48

Lampiran 12 Penduga parameter metode IRTGT tahun 2015

Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 11.701 4.655 12.040 2.902
2 Banyumas 11.505 5.736 11.819 3.132
3 Batang 10.587 4.172 11.927 3.603
4 Blora 11.165 2.220 11.894 3.931
5 Brebes 10.708 5.323 11.717 3.416
6 Cilacap 17.760 7.391 13.202 -1.330
7 Demak 11.867 2.837 12.659 3.045
8 Grobogan 11.785 2.678 12.324 3.292
9 Boyolali 12.404 3.436 12.288 2.685
10 Karanganyar 12.876 3.018 12.320 2.447
11 Kebumen 11.754 5.306 12.022 2.907
12 Kendal 11.280 3.587 12.428 3.281
13 Klaten 12.658 3.719 12.164 2.519
14 Kota Magelang 11.882 3.618 12.363 2.818
15 Kota Pekalongan 10.571 4.200 11.912 3.590
16 Kota Salatiga 11.906 3.215 12.488 2.937
17 Kota Semarang 11.660 3.228 13.081 2.918
18 Kota Surakarta 12.774 3.018 12.438 2.440
19 Kota Tegal 10.937 4.910 11.943 3.191
20 Kudus 13.680 2.324 12.624 2.340
21 Magelang 11.779 3.789 12.266 2.893
22 Pati 12.079 2.401 12.250 3.306
23 Pekalongan 10.685 4.520 11.862 3.512
24 Pemalang 10.425 4.749 11.777 3.628
25 Purbalingga 11.624 5.359 11.906 2.989
26 Purworejo 11.837 4.258 12.187 2.830
27 Rembang 11.065 1.977 12.023 3.982
28 Semarang 11.706 3.378 12.648 3.039
29 Sragen 12.390 2.821 12.289 2.807
30 Sukoharjo 12.810 3.188 12.323 2.427
31 Tegal 11.002 5.225 11.854 3.240
32 Temanggung 11.634 3.734 12.338 3.017
33 Wonogiri 12.719 3.331 12.153 2.509
34 Wonosobo 11.664 4.184 12.166 2.936
35 Jepara 11.382 2.777 12.321 3.483
49

Lampiran 13 Nilai ̂ menggunakan metode RTGT tahun 2011-2015

No Kabupaten/Kota 2011 3 2014 2015


1 Banjarnegara 12.666 16.433 13.262 16.436 12.666
2 Banyumas 38.125 39.467 41.505 49.625 38.125
3 Batang 8.658 9.940 12.630 12.897 8.658
4 Blora 12.761 13.373 12.278 14.024 12.761
5 Brebes 25.740 24.440 26.625 33.119 25.740
6 Cilacap 39.510 36.643 40.294 44.522 39.510
7 Demak 15.369 16.102 16.218 20.899 15.369
8 Grobogan 17.573 20.293 21.161 26.941 17.573
9 Boyolali 16.007 18.793 19.671 15.629 16.007
10 Karanganyar 15.719 16.059 18.461 15.738 15.719
11 Kebumen 17.209 21.019 20.068 27.606 17.209
12 Kendal 15.597 16.475 15.072 19.415 15.597
13 Klaten 15.388 16.673 17.180 19.412 15.388
14 Kota Magelang 2.363 4.908 4.930 7.640 2.363
15 Kota Pekalongan 3.000 4.463 4.611 4.907 3.000
16 Kota Salatiga 3.966 2.953 5.390 8.468 3.966
17 Kota Semarang 71.215 90.969 97.858 94.168 71.215
18 Kota Surakarta 21.059 24.685 29.054 27.899 21.059
19 Kota Tegal 8.715 11.434 11.476 13.120 8.715
20 Kudus 15.933 15.657 15.707 21.746 15.933
21 Magelang 18.543 20.904 22.023 25.178 18.543
22 Pati 21.948 23.586 21.731 29.200 21.948
23 Pekalongan 12.232 14.309 14.622 21.683 12.232
24 Pemalang 18.214 18.774 18.219 22.914 18.214
25 Purbalingga 14.723 16.293 14.010 18.343 14.723
26 Purworejo 12.309 12.450 13.514 17.583 12.309
27 Rembang 9.795 13.672 14.046 14.798 9.795
28 Semarang 20.501 21.075 23.366 24.067 20.501
29 Sragen 14.539 18.322 17.792 24.873 14.539
30 Sukoharjo 14.775 20.728 21.152 24.429 14.775
31 Tegal 21.989 21.863 22.232 27.471 21.989
32 Temanggung 9.707 10.772 10.749 14.057 9.707
33 Wonogiri 13.507 16.577 15.456 18.106 13.507
34 Wonosobo 10.290 11.648 11.315 14.188 10.290
35 Jepara 17.321 20.135 17.969 24.010 17.321
50

Lampiran 14 Nilai ̂ menggunakan metode IRTGT tahun 2011-2015

No Kabupaten/Kota 2011 3 2014 2015


1 Banjarnegara 11.691 14.970 12.529 13.768 11.691
2 Banyumas 40.599 38.878 41.402 48.860 40.599
3 Batang 9.900 12.417 15.721 13.582 9.900
4 Blora 15.156 15.555 15.924 12.572 15.156
5 Brebes 24.009 23.597 27.742 31.192 24.009
6 Cilacap 40.591 39.749 45.330 47.478 40.591
7 Demak 19.174 20.738 21.847 23.715 19.174
8 Grobogan 17.183 19.404 20.871 25.019 17.183
9 Boyolali 17.990 19.614 20.484 15.620 17.990
10 Karanganyar 17.796 17.136 18.952 15.202 17.796
11 Kebumen 16.198 20.493 19.904 25.738 16.198
12 Kendal 19.184 20.324 18.400 21.056 19.184
13 Klaten 15.872 17.187 18.475 18.532 15.872
14 Kota Magelang 2.733 4.722 4.758 7.771 2.733
15 Kota Pekalongan 4.473 6.842 7.426 6.510 4.473
16 Kota Salatiga 6.057 5.975 8.178 10.197 6.057
17 Kota Semarang 88.392 98.118 103.558 100.608 88.392
18 Kota Surakarta 25.152 25.166 27.364 28.962 25.152
19 Kota Tegal 9.339 9.885 9.598 13.170 9.339
20 Kudus 19.760 20.093 21.088 23.167 19.760
21 Magelang 20.492 23.289 24.577 25.449 20.492
22 Pati 23.617 24.508 24.791 28.565 23.617
23 Pekalongan 14.045 16.208 17.384 22.402 14.045
24 Pemalang 17.132 18.233 19.887 21.826 17.132
25 Purbalingga 15.363 16.369 14.934 17.142 15.363
26 Purworejo 12.461 11.899 12.364 15.092 12.461
27 Rembang 9.066 12.281 13.852 12.805 9.066
28 Semarang 26.209 27.604 29.711 25.673 26.209
29 Sragen 14.827 17.734 17.272 23.475 14.827
30 Sukoharjo 16.271 21.232 21.244 25.088 16.271
31 Tegal 21.057 21.360 21.887 25.745 21.057
32 Temanggung 10.028 12.932 13.493 13.337 10.028
33 Wonogiri 12.596 15.029 14.619 16.358 12.596
34 Wonosobo 10.552 11.954 11.517 12.632 10.552
35 Jepara 17.794 18.958 18.599 22.711 17.794
51

Lampiran 15 Uji kenormalan galat dari model

99.9
Mean -0.09083
StDev 11.18
99 N 175
AD 21.241
P-Value <0.005
95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
galat model RTGT
(a)

99.9
Mean -0.8088
StDev 10.37
99 N 175
KS 0.293
P-Value <0.010
95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
galat model IRTGT
(b)

Gambar 11 Plot kenormalan galat (a) model RTGT (b) model IRTGT
52

Lampiran 16 Uji kenormalan galat dari model tanpa data pencilan

99.9
Mean -2.285
StDev 3.764
99 N 159
KS 0.042
P-Value >0.150
95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-15 -10 -5 0 5 10
galat model RTGT

(a)

99.9
Mean -2.727
StDev 3.127
99 N 159
KS 0.036
P-Value >0.150
95
90

80
70
Percent

60
50
40
30
20

10
5

0.1
-15 -10 -5 0 5
galat model IRTGT

(b)

Gambar 12 Plot kenormalan galat tanpa pencilan (a) model RTGT


(b) model IRTGT
53

Lampiran 17 Perbandingan sebaran galat model IRTGT dan model RTGT

Gambar 13 Boxplot galat model IRTGT dan model RTGT


54

Lampiran 18 Plot kehomogenan ragam galat

(a)

(b)

Gambar 14 Plot kehomogenan ragam galat (a) model RTGT (b) model IRTGT
55

Lampiran 19 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT per-tahun

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 15 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT (a) tahun 2011(b) tahun
2012 (c) tahun 2013 (d) tahun 2014 (e) tahun 2015
56

Lampiran 20 Perbandingan peta sebaran pengaruh nyata peubah penjelas

(a)
(b)

(c) (d)

(e) (f)

(g) (h)

Gambar 16 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon (a) model
RTGT tahun 2011 (b) model IRTGT tahun 2011 (c) model RTGT
tahun 2012 (d) model IRTGT tahun 2012 (e) model RTGT tahun
2014 (f) model IRTGT tahun 2014 (g) model RTGT tahun 2015 (h)
model IRTGT tahun 2015
57

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan, Jawa Timur pada tanggal 14 Oktober 1991


dari pasangan Bapak Suwito dan Ibu Tumiyatun. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Matematika Fakultas
MIPA Universitas Jember pada tahun 2010-2014. Pada tahun 2015, Penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Statistika Program Pascasarjana S2 di
Institut Pertanian Bogor.
Selama Penulis menempuh kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB, penulis
aktif pada kegiatan Himpunan Profesi Mahasiswa Pascasarjana Statistika
(HIMPRO) sebagai anggota divisi jaringan. Selain itu Penulis juga aktif pada
kegiatan Himpunan Mahasiswa Wirausaha Pascasarjana (HIMAWIPA) IPB
sebagai Kepala Departemen Informasi dan Komunikasi. Penulis mempunyai
ketertarikan pada statistika dengan konsentrasi statistika spasial dan statistika
komputasi. Penulis dapat dihubungi melalui alamat e-mail:
mifta.sholihin@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai