MIFTAHUS SHOLIHIN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Miftahus Sholihin
NIM G151150061
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGEMBANGAN REGRESI TERBOBOTI GEOGRAFIS DAN
TEMPORAL MENGGUNAKAN INTERAKSI JARAK
SPASIAL-TEMPORAL
MIFTAHUS SHOLIHIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pemodelan Spasial, dengan judul -
Pengembangan Regresi Terboboti Geografis dan Temporal Menggunakan
Interaksi Jarak Spasial-Temporal (Studi Kasus: Pertumbuhan Ekonomi di Jawa
Tengah Tahun 2011-2015).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Agus Mohamad Soleh, SSi MT
dan Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, kesabaran dan waktunya sehingga penulis bisa menyelesaikan
penelitian ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas do’a, dukungan, dan kasih
sayangnya. Terima kasih kepada staff departemen Statistika, teman-teman
Statistika 2015, keluarga besar Statistika, dan semua pihak terkait yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, waktu dan kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Miftahus Sholihin
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 3
Pertumbuhan Ekonomi 3
Regresi Terboboti Geografis 3
Regresi Terboboti Geografis dan Temporal 6
Improved Regresi Terboboti Geografis dan Temporal 9
Pengujian Parameter Model RTG 10
3 METODE 11
Data 11
Metode Analisis 12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Eksplorasi Program Model IRTGT 17
Penyusunan Program Analisis Model IRTGT 17
Eksplorasi Data 21
Eksplorasi Hubungan Linier Antar Peubah 23
Analisis Keragaman Spasial 23
Penentuan Parameter Matriks Pembobot 25
Perbandingan Kebaikan Model 25
Perbandingan Nilai Amatan dan Nilai Dugaan Antar Model 26
Peta Nilai Dugaan Parameter Model IRTGT 28
Hasil Pengujian Parameter Model IRTGT 31
5 SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 36
RIWAYAT HIDUP 57
DAFTAR TABEL
1 Peubah respon dan penjelas 12
2 Nilai korelasi peubah respon dengan peubah penjelas 23
3 Nilai VIF pada masing-masing peubah penjelas 23
4 Uji statitistik Breusch-Pagan 24
5 Nilai parameter pada masing-masing model 25
6 Perbandingan kebaikan model 26
DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi jarak spasial-temporal 7
2 Peta kabupaten/kota di Jawa Tengah 11
3 Diagram alir data pengembangan metode IRTGT 18
4 Peta sebaran PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2011-2015 22
5 Grafik nilai PDRB kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah 25
6 Perbandingan nilai peubah dan ̂ model IRTGT 27
7 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 29
8 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 30
9 Peta keragaman spasial dan temporal koefisien 31
10 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon dari beberapa
model (a) model RTGT tahun 2013 (b) model IRTGT tahun 2013 32
11 Plot kenormalan galat (a) model RTGT (b) model IRTGT 51
12 Plot kenormalan galat tanpa pencilan (a) model RTGT (b) model
IRTGT 52
13 Boxplot galat model IRTGT dan model RTGT 53
14 Plot kehomogenan ragam galat (a) model RTGT (b) model IRTGT 54
15 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT (a) tahun 2011(b)
tahun 2012 (c) tahun 2013 (d) tahun 2014 (e) tahun 2015 55
16 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon (a) model
RTGT tahun 2011 (b) model IRTGT tahun 2011 (c) model RTGT
tahun 2012 (d) model IRTGT tahun 2012 (e) model RTGT tahun
2014 (f) model IRTGT tahun 2014 (g) model RTGT tahun 2015 (h)
model IRTGT tahun 2015 56
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menyusun program analisis untuk menduga parameter model Improved Regresi
Terboboti Geografis dan Temporal (IRTGT) yang mengakomodasi interaksi
pada fungsi jarak spasial-temporal.
2. Membangun model IRTGT terhadap pertumbuhan ekonomi pada setiap
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dengan mempertimbangkan keragaman
spasial-temporal dan penambahan interaksi fungsi jarak spasial-temporal pada
matriks pembobotnya.
3. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
melalui PDRB pada setiap kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dalam kurun
waktu 2011-2015.
.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
( ) pada Persamaan (3) merupakan penduga tak bias dan konsisten bagi
( ) (Baharuddin 2015). Pada pendugaan parameter tersebut menggunakan
matriks pembobot sebagai berikut:
𝑤𝑖
𝑤𝑖
𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) =
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
⋯ 𝑤𝑖
dengan ( ) adalah matriks berukuran yang elemen-elemen
diagonalnya menunjukkan pembobot geografis pada lokasi pengamatan ke-i.
Matriks pembobot tersebut dihitung untuk setiap lokasi pada pengamatan ke-i
(Huang et al. 2010).
Pemilihan pembobot spasial yang digunakan untuk pendugaan parameter
sangat penting. Salah satu pembobot yang digunakan dalam RTG adalah fungsi
kernel. Fungsi kernel digunakan untuk menduga parameter dalam model RTG jika
fungsi jarak ( ) adalah fungsi yang kontinu dan monoton turun (Chasco et al.
2007). Pembobot yang terbentuk dengan menggunakan fungsi kernel ini adalah
fungsi kernel Gaussian, fungsi kenel Exponential, fungsi kenel Bisquare, dan
fungsi kernel Tricube. Fungsi pembobot tersebut dapat ditulis sebagai berikut
(Yasin 2011):
1. Fungsi Kernel Gaussian:
𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝 (5)
𝑑𝑖𝑗
𝑤𝑖𝑗 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 ) = exp
= √( ) ( )
Pemilihan lebar jendela (h) yang optimum menjadi sangat penting karena
akan mempengaruhi ketepatan model terhadap data, yaitu mengatur ragam dan
bias dari model. Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan lebar
jendela optimum adalah metode validasi silang dan secara matematis dapat
dituliskan sebagai berikut (Fotheringham et al. 2002):
6
𝛃(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) = 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 −
𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐲 (8)
( )= ( ) adalah matriks pembobot pada lokasi
pengamatan ( ) dan waktu . Elemen diagonal ( ≤ ≤ ) merupakan
fungsi jarak spasial-temporal pada titik pengamatan ( ). Pada tahap
penyusunan model diasumsikan bahwa kedekatan titik i terhadap titik-titik amatan
yang lain pada sistem koordinat spasial-temporal memiliki pengaruh yang lebih
besar pada pendugaan parameter ( ) daripada titik-titik amatan yang
terletak lebih jauh dari titik . Kedekatan tersebut memiliki dua unsur, yaitu
kedekatan spasial dan kedekatan temporal sehingga pendefinisian dan pengukuran
7
𝑇(𝜑 𝑇 )
𝑡𝑚
𝑈(𝜑 𝑆 )
𝑗
𝑡
𝑑𝑆𝑇
𝑡 𝑖 𝑗′
𝑉(𝜑 𝑆 )
euclidean. Penentuan jarak tersebut dilakukan untuk semua titik di sekitar titik
regresi terhadap titik regresi ke-i.
Fungsi jarak spasial-temporal ( ) terdiri atas gabungan fungsi jarak
spasial ( ) dan fungsi jarak temporal ( ) , yang dituliskan sebagai berikut
(Huang et al. 2010, Wu et al. 2014):
𝑆
(𝑑𝑖𝑗 ) = (𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 )
𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) = (𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) (9)
𝑆𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) = 𝜑 𝑆 *(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + + 𝜑𝑇 *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +
(𝑑𝑆𝑖𝑗 ) (𝑑𝑇𝑖𝑗 )
𝑤𝑖𝑗 = exp +
𝑆 𝑇
(𝑑𝑆𝑖𝑗 ) (𝑑𝑇𝑖𝑗 )
= exp exp
𝑆 𝑇
= 𝑤𝑆𝑖𝑗 𝑤𝑇𝑖𝑗
𝑆 𝑇
(𝑑𝑖𝑗 ) (𝑑𝑖𝑗 )
dengan 𝑤𝑖𝑗𝑆 = exp dan 𝑤𝑖𝑗𝑇 = exp
𝑆 𝑇
Keterangan:
: lebar jendela jarak spasial
: lebar jendela jarak temporal
: lebar jendela jarak spasial-temporal
Misalkan merupakan parameter rasio dari = dengan maka
diperoleh pesamaan (Liu et al. 2017):
𝑆𝑇
(𝑑𝑖𝑗 )
𝑆
= *(𝑢𝑖 𝑢𝑗 ) + (𝑣𝑖 𝑣𝑗 ) + + 𝜏 *(𝑡𝑖 𝑡𝑗 ) +
𝜑
Misalkan = , tujuannya untuk mereduksi parameter yang tidak diketahui.
Terdapat satu parameter yang tidak diketahui, yaitu . Parameter berfungsi
9
untuk memperbesar atau memperkecil efek jarak temporal terhadap jarak spasial.
Parameter ini didapatkan dari kriteria validasi silang minimum melalui inisialisasi
nilai awal yang dituliskan sebagai berikut:
𝑛
𝑑𝑖𝑗 𝑆𝑇
𝑤𝑖𝑗 = 𝑒𝑥𝑝 (10)
𝑆𝑇
Nilai lebar jendela dapat dihitung dengan menggunakan model Regresi Terboboti
Geografis seperti yang diusulkan oleh Fotheringham et al. (2002). Untuk
menentukan nilai penduga peubah respon ( ̂) adalah sebagai berikut:
𝑦̂ 𝐱 𝑇 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑦̂ 𝑇 𝑇 − 𝑇
𝑦̂ = = 𝐱 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )𝐗 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) 𝐲 = 𝐒𝐲 (11)
⋯ ⋯
𝑦̂ 𝐱 𝑛 𝐗 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 − 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )
𝑇 𝑇 )𝐗
𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝑑𝑖𝑗 ⊗ 𝑑𝑖𝑗 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑖𝑗 + 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 + √𝜑 𝑆 𝜑 𝑇 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 cos(𝜉) 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
𝑆𝑇
(13)
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
dengan dan adalah waktu pengamatan pada lokasi ke-i dan ke-j. Parameter
, dan adalah parameter penyeimbang yang didapatkan melalui
metode optimasi koefisien determinasi melalui prosedur validasi silang. Parameter
digunakan untuk mengukur interaksi pengaruh lokasi dan waktu.
dengan matriks yang diperoleh seperti pada Persamaan (4). Dengan demikian,
statistik uji yang digunakan pada pengujian parameter secara parsial adalah
(Nakaya et al. 2005):
𝛽̂𝑘 (𝑢𝑖 𝑣𝑖 )
𝑡 𝑖𝑡 = (16)
𝜎̂ 𝑐𝑘𝑘
( )
dengan ̂ = √ dan mengikuti sebaran dengan derajat bebas (db) = ( ).
Nilai ( ) diperoleh seperti pada Persamaan (15), sedangkan nilai
dihitung dari rumus sebagai berikut (Winarso 2015):
3 METODE
Data
Jenis
Nama Peubah Definisi Operasional Satuan
Peubah
Produk Domestik Jumlah nilai tambah dalam Triliyun
Regional Bruto rupiah yang timbul dari semua Rupiah
(PDRB) unit usaha dalam suatu
wilayah dalam jangka waktu
tertentu yang tercatat dalam
satu tahun.
Jumlah Angkatan Jumlah penduduk yang masuk Jiwa
Kerja yang dalam batas usia kerja (15
bekerja tahun ke atas) yang bekerja
yang tercatat dalam satu
tahun.
Pendapatan Asli Penerimaan dalam bentuk Juta
Daerah (PAD) rupiah yang diperoleh daerah Rupiah
berdasarkan sumber - sumber
pendapatan daerah yang
tercatat dalam satu tahun.
Upah Minimum Upah minimum dalam rupiah Rupiah
Kabupaten yang diberlakukan dalam
(UMK) suatu kabupaten/kota yang
ditetapkan setiap satu tahun
sekali.
Metode Analisis
𝑆𝑇 𝑆 𝑇 𝑆 𝑇
𝑑𝑖𝑗 = 𝜑 𝑆 𝑑𝑖𝑗 + (𝜑 𝑆 𝜏) 𝑑𝑖𝑗 + √𝜑 𝑆 (𝜑 𝑆 𝜏) 𝑑𝑖𝑗 𝑑𝑖𝑗 𝑡𝑗 < 𝑡𝑖
(20)
𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∝ 𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
c. Menghitung ̂ = √
d. Menghitung matriks dengan rumus:
−
𝐂𝑖 = (𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 )) 𝐗 𝑇 𝐖(𝑢𝑖 𝑣𝑖 𝑡𝑖 ) , dengan 𝑖 = 𝑛 (30)
𝐵𝑃 = 𝐱 𝑖 𝑓𝑖 𝐱 𝑖 𝐱 𝑖𝑇 𝐱 𝑖 𝑓𝑖 𝜒 (𝑘 )
𝑖= 𝑖= 𝑖=
dengan:
𝑢̂ 𝑖
𝑓𝑖 =
𝜎̂
𝑢̂ 𝑖 = (𝑦𝑖 𝛃 𝐱𝑖 )
𝑛
𝜎̂ = 𝑢̂ 𝑖
𝑖=
Kebutuhan Program
Pengguna
menghitung
epsi. IRTGT
menghitung
bwd. IRTGT
menghitung
prog.
IRTGT
hasil
Layar output
Implementasi Program
c. Program lambda.cv.IRTGT
Parameter penyeimbang dan didapatakan melalui program ini.
Parameter ini digunakan untuk menyeimbangkan antara jarak dan waktu yang
memiliki satuan berbeda pada saat dilakukan operasi matematika. Pada tahap
menentukan dan dengan pendekatan valiadasi silang seperti pada
Lampiran 3, fungsi jarak spasial-temporal menggunakan interaksi jarak seperti
pada Persamaan (20). Sintaks R yang digunakan sebagai berikut:
if(temp[j]>temp[i]){
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-lambda*ds + (taw*lambda)*dt +
2*sqrt(lambda*(taw*lambda)*ds*dt)
d. Program epsi.IRTGT
Program ini digunakan untuk menentukan parameter sebagai parameter
interkasi jarak spaisal-temporal. Diagram alir program ini dapat dilihat pada
Lampiran 4. Pada tahap menentukan dengan pendekatan valiadasi silang,
Persamaan (22) digunakan sebagai fungsi interaksi jarak spasial-temporal.
Sintaks R yang digunakan sebagai berikut:
if(temp[j]>temp[i]){
20
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-(lambda*ds) + (miu*dt) +
2*cospi(epsi)*sqrt(lambda*miu*ds*dt
}
e. Program bwd.IRTGT
Program ini digunakan untuk menentukan lebar jendela (bandwidth)
menggunakan pendekatan validasi silang berdasarkan metode IRTGT.
Diagram alir dalam menentukan nilai lebar jendela tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 5. Persamaan (22) digunakan sebagai fungsi interaksi jarak spasial-
temporal. Sintaks R yang digunakan seperti yang dijelaskan pada Poin d.
f. Program prog.IRTGT
Pendugaan parameter model IRTGT didapatkan melalui analisis dari program
ini. Diagram alir dalam analisis model IRTGT dapat dilihat pada Lampiran 6.
Penyusunan program dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Mendefinisikan data dan membangun frame hasil keluaran
Y<-as.matrix(y)
n<-nrow(Y)
X<-as.matrix(cbind(rep(1,n),x))
coord<-as.matrix(long.lat)
temp<-as.matrix(waktu)
dst<-matrix(nrow = n,ncol = n)
Wst<-matrix(nrow = n,ncol = n)
S<-matrix(nrow = n,ncol = n)
Beta.IRTGT<-matrix(nrow = n,ncol = ncol(X))
J<-matrix(1,nrow = n,ncol = n)
2. Membangun matriks pembobot
for(i in 1:n)
{
for(j in 1:n)
{
if(temp[j]>temp[i]){
dst[i,j]<-Inf
}
else {
ds<-sqrt(((coord[i,1]-coord[j,1])^2)+((coord[i,2]-
coord[j,2])^2))
dt<-sqrt((temp[i]-temp[j])^2)
dst[i,j]<-(lambda*ds) + (miu*dt) +
2*cospi(epsi)*sqrt(lambda*miu*ds*dt)
}
if (kernel=="gaussian")
Wst[i,j]<-exp(-(0.5)*(dst[i,j]/bwd)^2)
else if (kernel=="bisquare")
Wst[i,j]<-(1-(dst[i,j]/bwd)^2)^2
else if (kernel=="exponential")
Wst[i,j]<-exp(-(dst[i,j]/bwd))
21
else if (kernel=="tricube")
Wst[i,j]<-(1-(dst[i,j]/bwd)^3)^3
}
W<-diag(Wst[i,])
Beta.IRTGT[i,]<-ginv(t(X)%*%W%*%X)%*%t(X)%*%W%*%Y
S[i,]<-t(X[i,])%*%(ginv(t(X)%*%W%*%X)%*%t(X)%*%W)
}
3. Menyusun hasil analisis model
JKG.IRTGT<-t(Y)%*%(t(diag(n)-S)%*%(diag(n)-S))%*%Y
JKR.IRTGT<-(t(Y)%*%S%*%Y)-((1/n)*(t(Y)%*%J%*%Y))
RMSE.IRTGT<-sqrt(JKG.IRTGT/n)
y.hat.IRTGT<-S%*%Y
galat.IRTGT<-Y-y.hat.IRTGT
JKT.IRTGT<-(t(Y)%*%Y)-((1/n)*(t(Y)%*%J%*%Y))
Rsquare.IRTGT.JKT<-1-(JKG.IRTGT/JKT.IRTGT)
Rsquare.IRTGT.JKR<-JKR.IRTGT/(JKR.IRTGT+JKG.IRTGT)
AIC.IRTGT<-2*n*log(JKG.IRTGT/n) + n*log(2*pi) +
n*((n+matrix.trace(S))/(n-2-matrix.trace(S)))
hasil.IRTGT<-list(beta=Beta.IRTGT,
R_Square_JKT=Rsquare.IRTGT.JKT,
R_Square_JKR=Rsquare.IRTGT.JKR, AIC=AIC.IRTGT,
RMSE_IRTGT=RMSE.IRTGT, jarak=dst, Mat.bobot=Wst,
hat_matrix=S,y.hat_IRTGT=y.hat.IRTGT,
JKG_IRTGT=JKG.IRTGT,JKR_IRTGT=JKR.IRTGT,
galat_IRTGT=galat.IRTGT)
return(hasil.IRTGT)
g. Program uji.parsial.IRTGT
Program ini digunakan untuk melakukan pengujian parameter setiap amatan
pada masing-masing lokasi dan waktu. Diagram alir pengujian parameter
model IRTGT dapat dilihat pada Lampiran 7.
Eksplorasi Data
beda. Hal tersebut sebagai akibat dari tidak meratanya PDRB di kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah. Peta sebaran PDRB kabupaten/kota di Jawa Tengah
selama tahun 2011-2015 dapat dilihat pada Gambar 4.
Kelompok 1 Kelompok 2 Kab.Cilacap Kota Semarang
Korelasi antar peubah penjelas perlu ditindak lanjut untuk melihat tingkat
resiko yang terjadi. Uji statistik untuk melihat indikasi adanya korelasi linier yang
beresiko atau tidak antar peubah penjelas dilakukan uji asumsi multikolinieritas.
Uji asumsi multikolinieritas dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) yang telah disajikan pada Tabel 3. Korelasi linier dengan resiko
cukup tinggi antar peubah penjelas dapat diindikasikan dengan nilai VIF yang
lebih besar atau sama dengan lima. Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh peubah
penjelas memiliki nilai VIF kurang dari lima. Hal ini menunjukkan bahwa
korelasi linier antar peubah penjelas memiliki resiko yang rendah.
Sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dimiliki suatu
daerah sering kali tidak merata. Hal ini menjadi salah satu penyebab munculnya
karakteristik yang berbeda antar daerah. Perbedaan karakteristik suatu daerah
dengan daerah yang lain mengakibatkan adanya keragaman spasial. Pengujian
keragaman spasial dapat dilakukan dengan menggunakan uji statitistik Breusch-
Pagan. Pengujian ini dilakukan secara simultan terhadap 35 kabupaten/kota pada
kurun waktu 2011-2015 dengan taraf nyata 5%.
24
Keterangan:
dapat diartikan bahwa nilai keragaman yang dihasilkan dari pendugaan dengan
model IRTGT mendekati nilai keragaman pada data amatan. Dengan kata lain
pendugaan dengan model IRTGT lebih akurat dibandingkan model yang lain.
Sedangkan Pseudo pada model IRTGT memiliki nilai yang tinggi
dibandingkan model yang lain yaitu sebesar 0.719. Berdasarkan nilai Pseudo
tersebut dapat dikatakan bahwa peubah penjelas pada model tersebut mampu
menjelaskan peubah respon sebesar 71.9%. Dengan kata lain faktor jumlah
angkatan kerja yang bekerja, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) dapat menjelasan nilai PDRB sebesar 71.9% dan sisanya
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Berdasarkan pada
nilai RMSE, nilai AIC, dan nilai Pseudo dapat disimpulkan bahwa model
IRTGT lebih baik dibandingkan model pembanding yang lain.
nilai amatan pada setiap kabupaten/kota. Setiap perubahan waktu, terlihat pada
Gambar 6 bahwa nilai ̂ mengalami perubahan setiap tahunnya di beberapa
daerah. Hal tersebut juga terjadi pada yang mengalami peningkatan setiap
tahunnya, sehingga dapat dikatakan bahwa karakeristik dari nilai ̂ dengan nilai
cenderung sama-sama meningkat setiap tahun. Adanya perbedaan nilai amatan
dan nilai dugaan yang relatif besar di beberapa kabupaten/kota kemungkian terjadi
karena kabupaten/kota tersebut merupakan pencilan. Daerah yang diindikasikan
sebagai pencilan yaitu Cilacap, Banyumas, dan Kudus.
tahun 2011 sampai 2015. Perbedaan nilai dugaan amatan model RTGT dan model
IRTGT berdampak pada perbedaan galat yang dihasilkan.
Uji kenormalan galat menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf
nyata 5% menunjukkan hasil yang tidak signifikan seperti yang diperlihatkan pada
Lampiran 15 . Terlihat bahwa nilai-p sebesar 0.01 yang kurang dari 0.05 sehingga
diambil keputusan tolak H0 yang menyatakan bahwa galat tidak menyebar normal.
Penyebab uji tersebut tidak signifikan dikarenakan terdapat beberapa lokasi yang
merupakan pencilan. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara mengeliminasi lokasi
tersebut kemudian dilakukan kembali uji kenormalan. Lampiran 16 menunjukkan
hasil uji yang signifikan untuk masing-masing model tanpa mengikutsertakan
lokasi yang diindikasikan sebagai pencilan. Akan tetapi, lokasi yang merupakan
pencilan tetap diikut sertakan dalam penelitian ini dikarenakan lokasi-lokasi
tersebut merupakan bagian dari tujuan penelitian.
Lampiran 17 memperlihatkan bahwa galat yang dihasilkan dari masing-
masing model cenderung simetris walaupun secara uji statistik tidak signifikan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa galat dari masing-masing model tersebut
mendekati sebaran normal. Ragam galat dari model RTGT dan model IRTGT
yang ditunjukkan pada Lampiran 17 relatif kecil dan mengumpul di sekitar nol,
sehingga dapat dikatakan bahwa nilai dugaan amatan ke dua model tersebut
mendekati nilai amatan yang sebenarnya. Plot kehomogenan ragam galat model
RTGT dan model IRTGT pada Lampiran 18 tidak menunjukkan pola tertentu dan
cenderung menyebar disekitar nilai nol. Pengamatan yang dilakukan per tahun
seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 19 lebih terlihat dengan jelas bahwa
ragam galat tidak membentuk suatu pola dan menyebar disekitar nol. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa ragam galat yang dihasilkan dari model tersebut
cenderung homogen.
No.84 tahun 2014 tentang pendelagiasan wewenang. Oleh karena itu, pada tahun
2015 terdapat dua perusahaan besar yang sudah memiliki izin prinsip penanaman
modal. Hal ini akan berimbas positif dalam penciptaan lapangan kerja. Adanya
investasi-investasi akan mendorong terciptanya barang modal baru sehingga akan
menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja baru yang akan
menyerap tenaga kerja (Hidayah et al. 2016).
Sedangkan Kabupaten Blora, pertumbuhan ekonomi yang dipengaruhi
oleh jumlah angkatan kerja yang bekerja sangat rendah. Pada tahun tersebut
pencapaian investasi Kabupaten Blora masih kurang bagus. Hal ini disebabkan
karena kondisi infrastruktur ruas jalan provinsi yang kurang baik sehingga
mempengaruhi investor yang akan menanamkan modal di Kabupaten Blora.
Menurut Haris (2005) infrastruktur berpengaruh penting dalam peningkatan
produktivitas tenaga kerja dan akses kepada lapangan kerja. Hal tersebut demi
terwujudnya stabilitas makro ekonomi, yaitu keberlanjutan fiskal, berkembangnya
pasar kredit, dan pengaruhnya terhadap pasar tenaga kerja.
Cilacap Blora
dan retribusi daerah. Akan tetapi seiring bertambahnya waktu, daerah yang berada
di bagian barat cenderung menurun dan begitu juga dengan daerah bagian timur.
Puncaknya ketika pada tahun 2015, besarnya pengaruh PAD terhadap PDRB
cenderung rendah dan hampir merata di setiap daerah. Hal ini dikarenakan PAD
Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 dari sektor pajak tidak memenuhi target.
Kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar berimbas pada kenaikan kendaraan
bermotor sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat. Akibatnya masyarakat
cenderung membeli kendaraan bermotor dengan harga yang lebih murah sehingga
berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan pajak kendaraan bermotor.
kesempatan kerja bagi yang belum bekerja. Dampak dari permasalahan tersebut
akan berpengaruh pada menurunnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cilacap.
Cilacap
sedangkan Jawa Tengah bagian timur didominasi pengaruh nyata dari faktor PAD.
Tahun 2011-2013, faktor-faktor yang berpengaruh nyata model RTGT dan model
IRTGT sedikit berbeda. Pada model RTGT, terdapat beberapa daerah yang
dipengaruhi 3 faktor sekaligus, yaitu jumlah angkatan kerja yang bekerja, PAD,
dan UMK sedangkan pada model IRTGT tidak ada. Namun pada model IRTGT
terdapat satu daerah yang dipengaruhi faktor PAD dan UMK dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya, yaitu Kabupaten Kudus.
Gambar 10 memperlihatkan sebaran faktor-faktor yang berpengaruh nyata
dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah
menggunakan model RTGT dan model IRTGT tahun 2013. Wilayah bagian barat
Provinsi Jawa Tengah menggunakan model RTGT cenderung dipengaruhi faktor
jumlah angkatan kerja yang bekerja, PAD, dan UMK sedangkan pada model
IRTGT lebih didominasi dua faktor yang berpengaruh nyata, yaitu jumlah
angkatan kerja yang bekerja dan PAD. Oleh karena itu, dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonominya pemerintah daerah kabupaten/kota Provinsi Jawa
Tengah lebih fokus pada peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja dan
PAD sedangkan daerah bagian timur hanya difokuskan pada faktor PAD dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi melalui PDRB.
(a)
(b)
Gambar 10 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon dari beberapa
model (a) model RTGT tahun 2013 (b) model IRTGT tahun 2013
33
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aisyiah K, Sutikno, Latra IN. 2014. Pemodelan Konsentrasi Partikel Debu (PM10)
pada Pencemaran Udara di Kota Surabaya dengan Metode Geographically-
Temporally weighted Regression. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (1) : 2337-
3520.
Anselin L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models. Dordrecht :
Academic Publishers.
Arbia G. 2006. Spatial Econometrics: Statistical Foundations and Applications to
Regional Convergence. Berlin : Springer.
Baharuddin. 2015. Pengembangan Model Regresi Terboboti Secara Geografis dan
Temporal Sudi Kasus: Angka Insiden Demam Berdarah Dengue di
Surabaya [disertasi]. Surabaya (ID) : Universitas Airlangga.
Bai Y, Wu L, Qin K, Zhang Y, Shen Y, Zhou Y. 2016. A Geographically and
Temporally Weighted Regression Model for Ground-Level PM2.5
Estimation from Satellite-Derived 500 m Resolution AOD. Remote
Sensing MDPI. 262 (8) : 1-21.
[BI] Bank Indonesia. 2016. Metadata. [internet]. [diunduh 2017 Okt 18].
www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sekda/Documents/8PDRBSEKDA1.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi JawaTengah dalam Angka 2014.
Jawa Tengah (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Analisis Provinsi Jawa Tengah 2015. Jawa
Tengah (ID): BPS.
Brunsdon C, Fotheringham AS, Charlton M. 1999. Some Notes on Parametric
Significance Test for Geographically Weighted Regression. Jurnal of
Regional Science. 39 (3) : 497-524.
Fotheringham AS, Brunsdon C, Charlton M. 2002. Geographically Weighted
Regression. Chichester: Wiley.
Fotheringham AS, Crespo R, Yao J. 2015. Geographically and Temporal
Weighted Regression (GTWR). Geographical Analysis. The Ohio State
University : Hlm 1-22.
Haris, A. 2005. Pengaruh Penatagunaan Tanah terhadap Keberhasilan
Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi. Perencanaan Pembangunan.
Hlm. 52-62.
Huang B, Wu B, Barry M. 2010. Geographically and Temporally Weighted
Regression for Modeling Spatio-Temporal Variation in House Prices.
International Journal of Geographical Information Science. 24 (3) : 383-
401.
Hidayah W, Militina T, Ulfah Y. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tenaga Kerja dan Produk Domestik Regonal Bruto di Kota Samarinda.
Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Universitas Mulawarman. 12 (1) : 138-
162.
Leung Y, Mei C, Zhang W. 2000. Statistical Test for Spatial Nonstationarity
Based on The Geographically Weighted Regression Model. Environment
and Planning A. 32 : 9 -32.
35
LAMPIRAN
37
mulai
input
(𝐲, 𝐗, longitude-latitude, kernel=”gaussian”)
𝑆
=0
𝑆
optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 6)
output
𝑆
selesai
38
mulai
input
𝑆
(𝐲, 𝐗, , longitude-latitude, waktu,
kernel=”gaussian”)
𝜏=0
𝜏 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 6)
output
𝜏
selesai
39
mulai
input
𝑆
(𝐲, 𝐗, , 𝜏, longitude-latitude,
waktu, kernel=”gaussian”)
𝜑𝑆 = 0
𝜑 𝑆 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 21)
𝜑𝑇 = 𝜑 𝑆 ∙ 𝜏
output
𝜑 dan 𝜑 𝑇
𝑆
selesai
40
mulai
input
(𝐲, 𝐗, 𝜑 𝑆 , 𝜑 𝑇 , 𝑆 , longitude-
latitude, waktu, kernel=”gaussian”)
𝜉=0
𝜉 optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 23)
output
𝜉
selesai
41
mulai
input
(𝐲, 𝐗, 𝜑 𝑆 , 𝜑 𝑇 , 𝜉, longitude-latitude,
waktu, kernel=”gaussian”)
𝑆𝑇
=0
𝑆𝑇
optimum dengan
Validasi Silang
(Persamaan 24)
output
𝑆𝑇
selesai
42
mulai
input
(𝐲 𝐗 𝜑 𝜑 𝜉 𝑆𝑇 , longitude-
𝑆 𝑇
untuk 𝑖=1 ke 𝑛
(n = banyak amatan)
untuk 𝑗=1 ke 𝑛
selesai
ya
𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
ouptut tidak
̂
𝛽 , 𝑦̂, RMSE,
interaksi jarak
AIC, pseudo𝑅
spasial-temporal 𝑆𝑇
𝑑𝑖𝑗 =∞
(Persamaan 13 )
𝑦̂, AIC, pseudo 𝑅 , R SE
(Persamaan 11,12, 27, 28)
Fungsi Kernel Gaussian
(𝑤𝑖𝑗 )
JKT
(Persamaan 26)
𝐖 = 𝑑𝑖𝑎𝑔(𝑤𝑖𝑗 )
mulai
input
𝑆 𝑇 𝑆𝑇
(𝐲 𝐗 𝜑 𝜑 𝜉 𝛼, longitude-latitude, waktu,
kernel=”gaussian”), JKGIRTGT, Hat mtariks (SIRTGT)
𝛿 dan 𝛿
(Persamaan 29)
(𝛿 )
𝑑𝑏 =
𝛿
untuk 𝑘=1 ke 𝑞
(q= banyak parameter)
selesai
untuk 𝑖=1 ke 𝑛
(n = banyak amatan)
output
t hitung, untuk 𝑗=1 ke 𝑛
ttabel kanan,
ttabel kiri
ya
𝑡𝑗 > 𝑡𝑖
ttabel kanan = 1-𝑡(𝛼/ 𝑑𝑏) tidak
ttabel kiri = 𝑡(𝛼/ 𝑑𝑏)
interaksi jarak
𝑆𝑇
spasial-temporal 𝑑𝑖𝑗 =∞
(Persamaan 13)
t hitung (𝑡𝑖𝑘 )
(Persamaan 31) Fungsi Kernel Gaussian
(𝑤𝑖𝑗 )
Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk dalam
model
1 Banjarnegara 34.064 5.167 20.593 3.827
2 Banyumas 32.002 5.458 21.937 0.968
3 Batang 35.664 5.001 19.725 6.078
4 Blora 41.567 3.703 17.321 13.783
5 Brebes 33.088 5.372 21.372 2.605
6 Cilacap 29.996 5.668 23.346 -1.914
7 Demak 39.229 4.294 18.122 10.785
8 Grobogan 39.724 4.127 17.939 11.438
9 Boyolali 37.369 4.517 18.894 8.337
10 Karanganyar 38.423 4.283 18.428 9.768
11 Kebumen 32.615 5.352 21.465 1.790
12 Kendal 37.500 4.656 18.831 8.518
13 Klaten 36.837 4.582 19.132 7.624
14 Kota Magelang 35.935 4.812 19.575 6.383
15 Kota Pekalongan 35.422 5.044 19.857 5.755
16 Kota Salatiga 37.569 4.534 18.809 8.597
17 Kota Semarang 38.150 4.506 18.555 9.372
18 Kota Surakarta 38.125 4.353 18.558 9.364
19 Kota Tegal 33.408 5.332 21.120 3.033
20 Kudus 40.178 4.097 17.775 12.009
21 Magelang 35.671 4.840 19.707 6.019
22 Pati 40.979 3.915 17.509 13.023
23 Pekalongan 34.757 5.126 20.224 4.835
24 Pemalang 34.312 5.211 20.511 4.258
25 Purbalingga 32.683 5.373 21.470 1.922
26 Purworejo 34.418 5.039 20.369 4.284
27 Rembang 42.030 3.653 17.194 14.331
28 Semarang 37.716 4.556 18.743 8.794
29 Sragen 39.185 4.159 18.128 10.765
30 Sukoharjo 37.894 4.378 18.651 9.062
31 Tegal 32.975 5.374 21.387 2.408
32 Temanggung 36.330 4.794 19.382 6.929
33 Wonogiri 37.812 4.358 18.673 8.971
34 Wonosobo 35.052 5.009 20.037 5.186
35 Jepara 40.074 4.183 17.800 11.874
45
Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 26.293 5.462 14.687 2.381
2 Banyumas 24.213 6.021 15.380 -0.777
3 Batang 27.652 5.237 14.196 4.610
4 Blora 32.523 3.880 12.612 12.172
5 Brebes 25.260 5.729 15.077 1.229
6 Cilacap 19.573 7.017 17.074 -8.938
7 Demak 31.592 4.478 13.460 9.976
8 Grobogan 31.495 4.161 13.233 10.002
9 Boyolali 29.046 4.403 13.936 6.399
10 Karanganyar 29.422 4.073 13.707 7.010
11 Kebumen 24.895 5.848 15.181 0.126
12 Kendal 30.099 4.984 13.849 7.888
13 Klaten 28.404 4.473 14.009 5.515
14 Kota Magelang 28.004 4.722 14.315 4.827
15 Kota Pekalongan 27.372 5.262 14.265 4.225
16 Kota Salatiga 29.736 4.500 13.933 7.278
17 Kota Semarang 31.255 4.895 13.976 9.225
18 Kota Surakarta 29.300 4.119 13.830 6.746
19 Kota Tegal 25.471 5.639 14.965 1.503
20 Kudus 32.482 4.113 12.990 10.940
21 Magelang 27.745 4.768 14.344 4.519
22 Pati 32.510 4.056 12.789 11.554
23 Pekalongan 26.826 5.395 14.454 3.384
24 Pemalang 26.438 5.509 14.571 2.969
25 Purbalingga 24.924 5.881 15.133 0.324
26 Purworejo 26.688 5.136 14.587 2.967
27 Rembang 32.805 3.814 12.553 12.433
28 Semarang 30.391 4.756 13.941 8.122
29 Sragen 30.124 4.018 13.497 8.079
30 Sukoharjo 28.997 4.160 13.837 6.358
31 Tegal 25.283 5.749 15.088 1.141
32 Temanggung 28.608 4.877 14.203 5.659
33 Wonogiri 28.770 4.163 13.784 6.218
34 Wonosobo 27.245 5.173 14.450 3.764
35 Jepara 32.047 4.476 13.019 10.999
46
Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 22.786 5.526 12.957 2.683
2 Banyumas 22.296 6.181 13.731 0.677
3 Batang 23.006 5.213 12.532 3.828
4 Blora 24.888 3.961 10.688 9.075
5 Brebes 22.215 5.826 13.535 1.534
6 Cilacap 20.534 7.244 16.596 -9.040
7 Demak 24.306 4.300 12.048 5.911
8 Grobogan 24.461 4.087 11.623 6.673
9 Boyolali 23.616 4.413 12.269 4.565
10 Karanganyar 23.817 4.136 12.067 4.848
11 Kebumen 22.512 5.968 13.493 1.312
12 Kendal 23.687 4.803 12.396 4.855
13 Klaten 23.468 4.606 12.274 4.172
14 Kota Magelang 23.223 4.653 12.649 3.720
15 Kota Pekalongan 22.919 5.237 12.611 3.613
16 Kota Salatiga 23.748 4.323 12.373 4.774
17 Kota Semarang 23.925 4.607 12.856 4.598
18 Kota Surakarta 23.725 4.108 12.261 4.526
19 Kota Tegal 22.276 5.670 13.458 1.647
20 Kudus 24.994 3.956 11.589 6.110
21 Magelang 23.169 4.753 12.624 3.743
22 Pati 24.900 4.062 11.144 7.621
23 Pekalongan 22.796 5.423 12.775 3.190
24 Pemalang 22.612 5.546 12.933 2.933
25 Purbalingga 22.424 5.997 13.494 1.287
26 Purworejo 22.941 5.203 12.824 3.029
27 Rembang 24.989 3.875 10.687 9.068
28 Semarang 23.834 4.560 12.514 4.809
29 Sragen 24.051 4.078 11.832 5.604
30 Sukoharjo 23.664 4.239 12.188 4.492
31 Tegal 22.303 5.829 13.525 1.580
32 Temanggung 23.352 4.795 12.573 4.046
33 Wonogiri 23.623 4.346 12.034 4.720
34 Wonosobo 23.012 5.181 12.734 3.323
35 Jepara 24.478 4.344 11.511 7.014
47
Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 16.125 3.818 14.823 0.391
2 Banyumas 16.046 4.674 15.096 -0.190
3 Batang 15.654 3.427 14.596 1.222
4 Blora 16.508 2.358 13.973 2.662
5 Brebes 15.500 4.589 14.694 0.235
6 Cilacap 18.717 6.184 16.206 -4.739
7 Demak 16.822 2.710 14.321 1.602
8 Grobogan 16.920 2.626 14.254 1.659
9 Boyolali 16.734 2.966 14.558 0.902
10 Karanganyar 17.025 2.731 14.596 0.775
11 Kebumen 16.189 4.364 15.064 -0.045
12 Kendal 16.228 3.096 14.434 1.465
13 Klaten 16.796 3.253 14.473 0.736
14 Kota Magelang 16.338 3.031 14.732 0.852
15 Kota Pekalongan 15.620 3.444 14.654 1.128
16 Kota Salatiga 16.603 2.712 14.586 1.142
17 Kota Semarang 16.471 2.873 14.677 1.315
18 Kota Surakarta 16.944 2.730 14.664 0.761
19 Kota Tegal 15.550 4.220 14.894 0.237
20 Kudus 18.082 2.337 14.193 0.954
21 Magelang 16.276 3.204 14.687 0.900
22 Pati 17.173 2.480 14.113 1.892
23 Pekalongan 15.729 3.697 14.691 0.868
24 Pemalang 15.523 3.980 14.695 0.782
25 Purbalingga 16.114 4.384 15.011 -0.082
26 Purworejo 16.115 3.505 14.846 0.687
27 Rembang 16.493 2.163 14.102 2.706
28 Semarang 16.515 2.933 14.510 1.340
29 Sragen 16.971 2.632 14.492 1.113
30 Sukoharjo 16.945 2.844 14.628 0.708
31 Tegal 15.691 4.404 14.902 0.096
32 Temanggung 16.300 3.128 14.573 1.059
33 Wonogiri 16.835 2.982 14.520 0.830
34 Wonosobo 16.167 3.448 14.717 0.701
35 Jepara 16.570 2.674 14.231 1.983
48
Peubah yang
No Kabupaten/Kota ̂ ̂ ̂ ̂ masuk
dalam model
1 Banjarnegara 11.701 4.655 12.040 2.902
2 Banyumas 11.505 5.736 11.819 3.132
3 Batang 10.587 4.172 11.927 3.603
4 Blora 11.165 2.220 11.894 3.931
5 Brebes 10.708 5.323 11.717 3.416
6 Cilacap 17.760 7.391 13.202 -1.330
7 Demak 11.867 2.837 12.659 3.045
8 Grobogan 11.785 2.678 12.324 3.292
9 Boyolali 12.404 3.436 12.288 2.685
10 Karanganyar 12.876 3.018 12.320 2.447
11 Kebumen 11.754 5.306 12.022 2.907
12 Kendal 11.280 3.587 12.428 3.281
13 Klaten 12.658 3.719 12.164 2.519
14 Kota Magelang 11.882 3.618 12.363 2.818
15 Kota Pekalongan 10.571 4.200 11.912 3.590
16 Kota Salatiga 11.906 3.215 12.488 2.937
17 Kota Semarang 11.660 3.228 13.081 2.918
18 Kota Surakarta 12.774 3.018 12.438 2.440
19 Kota Tegal 10.937 4.910 11.943 3.191
20 Kudus 13.680 2.324 12.624 2.340
21 Magelang 11.779 3.789 12.266 2.893
22 Pati 12.079 2.401 12.250 3.306
23 Pekalongan 10.685 4.520 11.862 3.512
24 Pemalang 10.425 4.749 11.777 3.628
25 Purbalingga 11.624 5.359 11.906 2.989
26 Purworejo 11.837 4.258 12.187 2.830
27 Rembang 11.065 1.977 12.023 3.982
28 Semarang 11.706 3.378 12.648 3.039
29 Sragen 12.390 2.821 12.289 2.807
30 Sukoharjo 12.810 3.188 12.323 2.427
31 Tegal 11.002 5.225 11.854 3.240
32 Temanggung 11.634 3.734 12.338 3.017
33 Wonogiri 12.719 3.331 12.153 2.509
34 Wonosobo 11.664 4.184 12.166 2.936
35 Jepara 11.382 2.777 12.321 3.483
49
99.9
Mean -0.09083
StDev 11.18
99 N 175
AD 21.241
P-Value <0.005
95
90
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
galat model RTGT
(a)
99.9
Mean -0.8088
StDev 10.37
99 N 175
KS 0.293
P-Value <0.010
95
90
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
galat model IRTGT
(b)
Gambar 11 Plot kenormalan galat (a) model RTGT (b) model IRTGT
52
99.9
Mean -2.285
StDev 3.764
99 N 159
KS 0.042
P-Value >0.150
95
90
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-15 -10 -5 0 5 10
galat model RTGT
(a)
99.9
Mean -2.727
StDev 3.127
99 N 159
KS 0.036
P-Value >0.150
95
90
80
70
Percent
60
50
40
30
20
10
5
0.1
-15 -10 -5 0 5
galat model IRTGT
(b)
(a)
(b)
Gambar 14 Plot kehomogenan ragam galat (a) model RTGT (b) model IRTGT
55
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 15 Plot kehomogenan ragam galat model IRTGT (a) tahun 2011(b) tahun
2012 (c) tahun 2013 (d) tahun 2014 (e) tahun 2015
56
(a)
(b)
(c) (d)
(e) (f)
(g) (h)
Gambar 16 Peta sebaran pengaruh peubah penjelas terhadap respon (a) model
RTGT tahun 2011 (b) model IRTGT tahun 2011 (c) model RTGT
tahun 2012 (d) model IRTGT tahun 2012 (e) model RTGT tahun
2014 (f) model IRTGT tahun 2014 (g) model RTGT tahun 2015 (h)
model IRTGT tahun 2015
57
RIWAYAT HIDUP