Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN HIV/AIDS


Mata Kuliah KMB II

OLEH :

AYU SRI DEWI

C2119197

KELAS PAJ DII E

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA USADA BALI

TAHUN 2020
2

1. Definisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang

menyerang system imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda CD

4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (Acquired

Immunodefiency Syndrome) merupakan suatu penyakit virus yang menyebabkan

kolapsnya system imun disebabkan oleh infeksi immunodefisiensi manusia (HIV)

atau dengan kata lain AIDS adalah kumpulan berbagai gejala penyakit akibat

turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV (hasdianah dkk, 2014).

2. Etiologi

Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang

disebut HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut

Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia Virus

(HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus (retrovirus).

Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam

deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif & Hardhi,

2015).

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase, yaitu :

a. Fase 1 (periode jendela)

Umur infeksi 1 – 6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar

dan terinfeksi. Tetapi ciri -ciri terinfeksi belum terlihat meskipun sudah

melakukan tes darah. Pada fase ini antibodi terhadap HIV belum

terbentuk.

b. Fase 2 (fase infeksi HIV primer akut)

Umur infeksi 2 – 10 tahun setelah terinfeksi HIV. Pada fase kedua ini

individu sudah positif HIV dan belum menampakkan gejala sakit. Sudah

dapat menularkan pada orang lain.

c. Fase 3 (supresi imun simtomatik)


3

Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit namun belum dikatakan AIDS.

Gejala – gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada

waktu malam, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening,

flu yang tidak sembuh – sembuh, nafsu makan berkurang dan badan

menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang. Pada fase ketiga ini

system kekebalan tubuh mulai berkurang.

d. Fase 4 (AIDS)

Masuk pada fase AIDS. AIDS baru dapat terdiagnosa setelah kekebalan

tubuh sangat berkurang dilihat dari jumlah sel T nya. Timbul penyakit

tertentu yang disebut dengan infeksi oportunistik yaitu TBC, infeksi paru –

paru yang menyebabkan radang paru – paru dan kesulitan bernafas,

kanker, khususnya sariawan, kanker kulit atau sarcoma Kaposi, infeksi

usus yang menyebabkan diare parah berminggu – minggu, dan infeksi otak

yang menyebabkan kekacauan mental dan sakit kepala (hasdianah &

Dewi, 2014).

3. Kelompok Risiko

Menurut unaids (2017), kelompok risiko tertular HIV/AIDS sebagai

berikut:

a. Pengguna napza suntik: menggunakan jarum secara bergantian

b. Pekerja seks dan pelanggan mereka; keterbatasan Pendidikan dan peluang

untuk kehidupan yang layak memaksa mereka menjadi pekerja seks

c. Lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki

d. Narapidana

e. Pelaut dan pekerja di sector transportasi

f. Pekerja boro (migrant worker): melakukan hubunga seksual berisiko seperti

kekerasan seksual, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi HIV tanpa

pelindung, mendatangi lokalisasi/komplek PSK dan membeli seks

(ernawati,2016).
4

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun

wanita. Yang termasuk kelompok risiko tinggi adalah

a. Lelaki homoseksual atau biseks

b. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi

c. Orang yang ketagihan obat intravena

d. Partner seks penderita AIDS

e. Penerima darah atau produk (transfusi) (Susanto&made ari, 2013).

4. Patofisiologi

Pada individu dewasa, masa jendela infeksi HIV sekitar 3 bulan.

Seiring pertambahan replikais virus dan perjalanan penyakit, jumlah sel limfosit

CD 4+ akan terus menurun. Umumnya, jarak antara infeksi HIV dan timbulnya

gejala klinis pada AIDS berkisar antara 5-10 tahun. Infeksi primer HIV dapat

memicu gejala infeksi akut yang spesifik, seperti demam, nyeri kepala, faringitis

dan nyeri tenggorokan, limfadenopati, dan ruam kulit. Fase akut tersebut

dilanjutkan dengan periode laten yang asimtomatis, tetapi pada fase inilah terjadi

penurunan jumlah sel limfosit CD 4+ selama bertahun-tahun hingga terjadi

manifestasi klinis AIDS akibat defisiensi imun (berupa infeksi oportunistik).

Berbagai manifestasi klinis lain dapat timbul akbat reaksi autoimun, reaksi

hipersensitivitas, dan potensi keganasan (kapita selekta, 2014).

Sel T dan makrofag serta sel dendritic/Langerhans (sel imun) adalah

sel- sel yang terinfeksi Human Immunideficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi

dikalenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Dengan menurunnya jumlah sel T4,

maka system imun seluler makin lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya

fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong

(Susanto&Made Ari, 2013).

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat

tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama

waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel per ml darah
5

sebelum infeksi mencapai sekitar 200 – 3000 per ml darah, 2 – 3 tahun setelah

infeksi. Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala – gejala infeksi (herpes zoster

dan jamur oportunistik) (susanto &Made Ari, 2013).

5. Manifestasi Klinis

Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4

golongan, yaitu :

a. Penderita asimptomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang

berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya.

b. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala limfadenopati

umum.

c. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala Lelah, demam, dan gangguan

system imun atau kekebalan.

d. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang berat

berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegaly, splenomegaly,

dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi oportunistik dan neoplasia

misalnya sarcoma Kaposi. Penderita akhirnya meninggal dunia akibat

komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto, 2009)

Stadium klinis HIV?AIDS untuk remaja dan dewasa dengan infeksi

HIV terkonfirmasi menurut WHO:

a. Stadium 1 (asimptomatis)

1) Asimptomatis

2) Limfadenopati generalisata

b. Stadium 2 (ringan)

1) Penurunan berat badan <10%

2) Manifestasi mukokutaneus minor: dermatitis seboroik, prurigo,

onikomikosis, ulkus oral rekurens, keilitis angularis, erupsi popular

pruritic

3) Infeksi herpers zoster dalam 5 tahun terakhir


6

4) Infeksi saluran napas atas berulang: sinusitis, tonsillitis, faringitis, otitis

media

c. Stadium 3 (lanjut)

1) Penurunan berat badan >10% tanpa sebab jelas

2) Diare tanpa sebab jelas > 1 bulan

3) Demam berkepanjangan (suhu > 36,7oC, intermiten/konstan) > 1 bulan

4) Kandidiasis oral persisten

5) Oral hairy leukoplakia

6) Tuberculosis paru

7) Infeksi bakteri berat: Pneumonia, piomiositis, empyema, infeksi

tulang/sendi, meningitis, bakteremia

8) Stomatitis/gingivitis/periodontitis ulseratif nekrotik akut

9) Anemia (HB < 8 g/dl) tanpa sebab jekas, neutropenia (< 0,5x109/L) tanpa

sebab jelas, atau trombositopenia kronis (< 50x10 9/L) tanpa sebab yang

jelas

d. Stadium 4 (berat)

1) HIV wasting syndrome

2) Pneumonia akibat pneumocystis carinii

3) Pneumonia bacterial berat rekuren

4) Toksoplasmosis serebral

5) Kriptosporodiosis dengan diare >1 bulan

6) Sitomegalovirus pada orang lain selain hati, limpa atau kelenjar getah

bening

7) Infeksi herpes simpleks mukokutan (> 1 bulan) atau Visceral

8) Leukoensefalopati multifocal progresif

9) Mikosis endemic diseminata

10) Kandidiasis esofagus, trakea, atau bronkus

11) Mikobakteriosis atripik, diseminata atau paru

12) Septicemia Salmonella non-tifoid yang bersifat rekuren


7

13) Tuberculosis ekstrapulmonal

14) Limfoma atau tumor padat terkait HIV : Sarkoma Kaposi, ensefalopati

HIV, Kriptokokosis ekstrapulmoner termasuk meningitis, isosporiasis

kronik, karsinoma serviks invasive, leismaniasis atipik diseminata

15) Nefropati terkait HIV simptomatis atau kardiomiopati terkait HIV

simptomatis (kapita selekta, 2014)

6. Komplikasi

a. Oral lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,

dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.

b. Neurologik

1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human

Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan

kepribadian, kerusakan kemampuan motoric, kelemahan, disfasia, dan

isolasi social.

2) Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbanagan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek:

sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.

3) Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan

maranik endocarditis.

4) Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.

c. Gastrointertinal

1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,

limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,

anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.


8

2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, srcoma Kaposi, obat illegal,

alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,

demam atritis.

3) Penyakit anorectal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal

yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri

rectal, gatal-gatal dan diare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumacystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,

pnenumococcus dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk,

nyeri, hipoksia, keletihan, gagal napas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena

xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan decubitus dengan efek nyeri, gatal,

rasa terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.

f. Sensorik

1) Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

2) Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan

pendengaran dengan efek nyeri (Susanto & Made Ari, 2013)

7. Cara Penularan

HIV ditularkan dari orang ke orang melalui pertukaran cairan tubuh

seperti darah, semen, cairan vagina, dan ASI. Terinfeksi tidaknya seseorang

tergantung pada status imunitas, gizi, Kesehatan umum dan usia serta jenis

kelamin merupakan factor risiko. Seseorang akan beresiko tinggi infeksi HIV

bila bertukar darah dengan orang yang terinfeksi, pemakaian jarum suntik yang

bergantian terutama pada penggunaan narkoba, hubungan seksual (Corwin,

2009). Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:

a. Ibu hamil

1) Secara intrauterine, intrapartum, dan postpartum (ASI)


9

2) Angka transmisi mencapai 20-50%

3) Sebuah studi meta-analisis prospektif yang melibatkan penelitian pada

dua kelompok ibu, yaitu kelompok ibu yang menyusui sejak awal

kelahiran bayi dan kelompok ibu yang menyusui setelah beberapa waktu

usia bayinya, melaporkan bahwa angka penularan HIV pada bayi yang

belum disusui adalah 14% (yang diperoleh dari penularan melalui

mekanisme kehamilan dan persalinan), dan angka penularan HIV

meningkat menjadi 29% setelah bayinya disusui. Bayi normal dengan ibu

HIV bisa memperoleh antibody HIV dari ibunya selama 6 – 15 bulan.

b. Jarum suntik

1) Prevalensi 5-10%

2) Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melaluui jarum suntik

karena penyalahgunaan obat

3) Di antara tahanan (tersangka atau terdakwa tindak pidana) dewasa,

penggunaan obat suntik di Jakarta sebanyak 40% terinfeksi HIV, di

Bogor 25% dan di Bali 53%.

c. Transfusi darah

1) Risiko penularan sebesar 90%

2) Prevalensi 3-5%

d. Hubungan seksual

1) Prevalensi 70-80%

2) Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim

3) Model penularan ini sering terjadi. Namun semakin meningkatnya

kesadaran masyarakat untuk menggunakan kondom, maka penularan

melalui hubungan seksual cenderung menurun dan digantikan oleh

penularan melalui jalur penasun (pengguna narkoba suntik) (widoyono,

2011).
10

8. Pencegahan Penularan

a. Secara Umum

Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E) yaitu

A(Abstinence) : memilih untuk tidak melakukan hubungan seks berisiko

tinggi, terutama seks pranikah

B(Be faithful) : saling setia

C(Condom) : menggunakan saat berhubungan seksual

D(Drugs) : tidak menjadi pengguna NAPZA

E (Equipment) : jangan menggunakan jarum suntik Bersama

b. Untuk pengguna NAPZA

Pecandu yang IDU (Injection Drugs User) dapat terbebas dari penularan

HIV/AIDS jika mulai berhenti menggunsksn NAPZA sebelum terinfeksi, tidak

memakai jarum suntik bersama.

c. Untuk remaja

Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, menghindari penggunaan

obat-obatan terlarang dan jarum suntik, tato dan tindik, tidak melakukan kontak

langsung percampuran darah dengan orang yang sudah terpapar HIV,

menghindari perilaku yang dapat mengarah pada perilaku tidak sehat dan tidak

bertanggung jawab (hasdianah & dewi, 2014).

9. Pengobatan

Untuk menahan lajunya perkembangan virus, beberapa obat yang

digunakan adalah antiretroviral dan infeksi oportunistik. Obat antiretroviral adalah

obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV guna menghambat

perkembangbiakan virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu AZT,

Didanoisme, Zaecitabine, Stavudine. Obat infeksi oportunistik adalah obat yang

digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya kekebalan

tubuh. Yang penting untuk pengobatan oportunistik adalah obat yang digunakan

untuk penyakit yang muncul sebagai efek dari rusaknya kekebalan tubuh.
11

Pengobatan oportunistik yaitu menggunakan obat-obat sesuai jenis penyakitnya,

contoh: obat anti TBC, dll (hasdianah dkk, 2014).

10. Diagnosis

Metode yang umum digunakan untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:

a. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)

Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan

hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.

b. Western blot

Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup sulit,

mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.

c. PCR (Polymerase Chain Reaction)

Tes ini digunakan untuk:

1) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang

dapat menghambat pemeriksaan secara serologis.

2) Menetapkan status infeksi individu yang seronegative pada kelompok

berisiko tinggi

3) Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi

4) Tes konfirmasi utuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah

untuk HIV-2 (Widoyono, 2014)


12

11. Pathway : Menyerang T Limfosit,


sel saraf, makrofag,
Virus HIV Merusak seluler monosit, limfosit B Immunocompromise

HIV- positif ?
Invasi kuman patogen Flora normal patogen

Reaksi psikologis Organ target

Manifestasi oral Manifestasi saraf Gastrointestinal Respiratori Dermatologi Sensori

Lesi mulut Kompleks Ensepalopati akut Diare Hepatitis Disfungsi Penyakit Infek Gatal, sepsis, Gangguan
demensia biliari anorektal si nyeri penglihatan
dan
pendengaran
Cairan berkurang
Nutrisi inadekuat

Gangguan rasa nyaman :

Gangguan rasa nyaman :

Tidak efektif pol napas

Gangguan body imageapas


Tidak efektfi bersihan
Gangguan mobilisasi

Gangguan pola BAB


Aktivitas intolerans

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat

jalan napas
hipertermi

Gangguan sensori
nyeri

nyeri
13

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
- ELISA
- Western blot
- P24 antigen test
- Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
- Hematokrit.
- LED
- CD4 limfosit
- Rasio CD4/CD limfosit
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin

12. Penatalaksanaan HIV/AIDS


Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis
yaitu pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat
antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi
opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif (Bertozzi
et al., 2006).
a. Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly
Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal
tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi
virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu
memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang.  ARV dapat diberikan apabila
infeksi HIV telah ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan
dibuktikan secara laboratories (Hammer et al., 2008).
Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah
menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau
menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat
ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan jumlah
limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan
14

limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi.


Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3
dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai,
namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada
pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral
load kurang dari 100.000 kopi/ml (Dolin, 2008).
Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan
obat ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat
ini adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus
seperti reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri
dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based
inhibitor) dan nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV
terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase
inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor
(NNRTI), protease inhibitor (PI) (Gatell, 2010).
Nucleoside Reverse Transcriptase Iinhibitor atau NRTI
merupakan analog nukleosida. Obat golongan ini bekerja dengan
menghambat enzim reverse transkriptase selama proses transkripsi RNA
virus pada DNA host.  Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi
bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetitif mengganggu transkripsi
nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi
sedangkan analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse
transkriptase dan menginaktifkannya. Obat yang termasuk dalam
golongan NRTI antara lain Abacavir (ABC), Zidovudine (AZT),
Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC) dan Stavudine
(d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz
(EFV) Nevirapine (NVP), Delavirdine (Elzi et al., 2010).
Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease
HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap
selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi
sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI, produksi virion dan
perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi
dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain
15

Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos-Amprenavir (FPV), Indinavir


(IDV), Lopinavir (LPV) and Saquinavir (SQV) (Maggiolo, 2009).
Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah
kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.
Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi
obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit karena terdapat
generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan
dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan
analog nukleosida atau nukleotida seperti AZT, TDF, ABC atau d4T.
Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk
terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau NVP dapat
dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini
pertama. Terapi lini pertama dapat juga dengan mengkombinasikan 3 obat
golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh.
Pemilihan regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada
gambar 2.7.2. (Kitahata et al. 2009).
Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam
darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya kerusakan
kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis
dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan
penghitungan CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-load.
Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.  Selain
itu terjadinya toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan
efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat.
Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil
pemeriksaan fisik pasien, atau dari hasil pemeriksaan laboratorium,
tergantung dari macam kombinasi obat yang dipakai (Maggiolo, 2009).
Penilaian klinis toksisitas harus dibedakan dengan sindrom
pemulihan kekebalan (immuno reconstitution inflammatory syndrome /
IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV.
Sindrom ini ditandai oleh timbulnya infeksi oportunistik beberapa minggu
setelah ART dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap infeksi
oportunistik yang semula subklinik. Keadaan tersebut terjadi terutama
pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut.
16

Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala atipik dari


infeksi oportunistik. Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa
pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas
dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi (Maggiolo, 2009)
b. Terapi Infeksi Opportunistik
Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan 
mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau
kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang sebetulnya
berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah yang ada di sekitar
kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari lingkungan dan cara
hidup penderita (Paterson et al., 2000).
Hampir 65% penderita HIV/AIDS mengalami komplikasi
pulmonologis dimana pneumonia karena P.carinii merupakan infeksi
oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi M tuberculosis, pneumonia
bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang
terjadi.Alasan terpenting mengapa sering terjadi komplikasi pulmonologis
pada infeksi HIV adalah konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar
secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari
luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen terhadap
virus HIV (endogen) yang melemahkan sistem imun. Komplikasi
pulmonologis, terutama akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab
morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium
dengan berbagai manifestasi (Paterson et al., 2000).
Manajemen PCP tergantung dari derajat berat-ringannya
pneumonia yang terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat,
penderita harus di rawat di rumah sakit karena mungkin memerlukan
bantuan ventilator (sekitar 40% kasus). Obat pilihan adalah kotrimoksazol
intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini diberikan selama 21 hari.
Penderita yang berespon baik dengan antibiotika intravena, dapat
melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah
memungkinkan. Hipoksemia yang signifikan (PaO2 < 70 mmHg atau
gradien arterial-alveoler > 35), memerlukan kortikosteroid dan diberikan
sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan
risiko komplikasi dan memperbaiki prognosis.16,18 Pada kasus-kasus
17

ringan-sedang dapat diberikan kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960


mg selama 21 hari. Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah
pentamidin intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin
(pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone
plus trimetoprim, klindamisin plus primakuin, atovaquone atau
trimetrexate plus leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).
Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting
pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11%
penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada
akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia
mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian
sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan
derajat beratnya imunosupresi yang terjadi (Gatell, 2010).
Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama
dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV
harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang
ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka
kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis
(OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan
Bolus, 2008).
Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama
rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver
sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi
penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik
yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.
Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat
sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam
darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga
terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-
terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya
resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi
atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar
rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak
efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko
18

toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak


direkomendasikan (Gatell, 2010).
Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi  keganasan
yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.  Penyakit yang
disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di
daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan
rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul,
berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui
kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di
daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan
kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan
neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.
Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif
bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan
imunomodulator interferon telah dicoba, yang sebenarnya lebih ditujukan
untuk memperpanjang masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan
(Sheng Wu et al., 2008).
Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau
dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah
Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan
fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis
yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit,
sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan
dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat
dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita
lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan keluarga
penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus. Perawatan
khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang potensial
sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu mempergunakan
alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan, yang jasa pelindung,
pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan kontak
dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena
bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).
19

13. Asuhan Keperawatan


I. Pengkajian.
1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,
menggunakan obat-obat.
2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.
3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil,
keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB
menurun, nyeri, sulit tidur.
4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola
hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,
withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses
piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan
delusi.
6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka,
tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah,
disfagia, epsitaksis.
7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,
ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.
8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan
ADL.
9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.
10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot
Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.
11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,
diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.
12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,
13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan


1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi
dan pola hidup yang beresiko.
2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi
HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.
20

3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran


oksigen, malnutrisi, kelelahan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya
absorbsi zat gizi.
5. Diare berhubungan dengan infeksi GI
6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang
keadaan yang orang dicintai.
21

III. Perencanaan keperawatan.


Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Resiko tinggi infeksi Pasien akan bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda infeksi baru. Untuk pengobatan dini
berhubungan dengan oportunistik dan 2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang
imunosupresi, komplikasinya dengan kriteria invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan. diperoleh di rumah sakit.
malnutrisi dan pola tak ada tanda-tanda infeksi 3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar
hidup yang beresiko. baru, lab tidak ada infeksi terhadap lingkungan yang patogen. Mencegah bertambahnya infeksi
oportunis, tanda vital dalam 4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.
batas normal, tidak ada luka 5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order
atau eksudat. Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik


Resiko tinggi infeksi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya Pasien dan keluarga mau dan memerlukan
(kontak pasien) ditransmisikan, tim kesehatan metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen informasikan ini
berhubungan dengan memperhatikan universal lainnya.
infeksi HIV, adanya precautions dengan kriteriaa 2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain
infeksi kontak pasien dan tim merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.
nonopportunisitik kesehatan tidak terpapar HIV,
yang dapat tidak terinfeksi patogen lain
ditransmisikan. seperti TBC.

Intolerans aktivitas Pasien berpartisipasi dalam 1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas Respon bervariasi dari hari ke hari
berhubungan dengan kegiatan, dengan kriteria 2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri
kelemahan, bebas dyspnea dan takikardi tidak mampu Mengurangi kebutuhan energi
pertukaran oksigen, selama aktivitas. 3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak
malnutrisi, kelelahan. mengganggu isitirahat. Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan
kebutuhan metabolik
Perubahan nutrisi Pasien mempunyai intake 1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan. Intake menurun dihubungkan dengan nyeri
kurang dari kalori dan protein yang 2. Monitor BB, intake dan ouput tenggorokan dan mulut
kebutuhan tubuh adekuat untuk memenuhi 3. Atur antiemetik sesuai order Menentukan data dasar
berhubungan dengan kebutuhan metaboliknya 4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang Mengurangi muntah
intake yang kurang, dengan kriteria mual dan penting lainnya. Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan
meningkatnya muntah dikontrol, pasien keinginan pasien
22

kebutuhan metabolic, makan TKTP, serum albumin


dan menurunnya dan protein dalam batas n
absorbsi zat gizi. ormal, BB mendekati seperti
sebelum sakit.
Diare berhubungan Pasien merasa nyaman dan 1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya Mendeteksi adanya darah dalam feses
dengan infeksi GI mengnontrol diare, darah.
komplikasi minimal dengan 2. Auskultasi bunyi usus Hipermotiliti mumnya dengan diare
kriteria perut lunak, tidak 3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk
tegang, feses lunak dan warna sesuai order perforasi pada intestinal
normal, kram perut hilang, 4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc Untuk menghilangkan distensi
oside
Tidak efektif koping Keluarga atau orang penting 1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara
keluarga lain mempertahankan suport perawatannya konstruktif dengan keluarga.
berhubungan dengan sistem dan adaptasi terhadap 2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara
cemas tentang perubahan akan kebutuhannya secara verbal secara bebas
keadaan yang orang dengan kriteria pasien dan 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui
dicintai. keluarga berinteraksi dengan transmisinya. kontak sederhana.
cara yang konstruktif
23

Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year
Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St.


Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua,
EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs
Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa
: I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
24

Laporan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN TN. M.Y. DENGAN HIV – AIDS
Di Ruang Anggrek RSUD Kebumen

Pengkajian
Tanggal pengkajian : 05-09-2011
Tempat : Ruang Anggrek
I. Biodata.
A. Identitas pasien.
1. Nama : Tn. M.Y. (Laki-laki, 34 tahun).
2. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia.
3. Agama : Islam
4. Status perkawinan : Kawin
5. Pendidikan/pekerjaan : Wiraswasta
6. Bahasa yang digunakan : Indonesia
7. Alamat : Kebumen
8. Kiriman dari : UGD
B. Penanggung jawab pasien : Keluarga.

II. Alasan masuk rumah sakit


A. Keluhan utama : nyeri perut..
B. Alasan dirawat : mencret sejak 5 bulan yang lalu, malam keringat
dingin dan kadang demam.

III. Riwayat kesehatan


A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : pasien pernah menderita lever
dan pernah dirawat di RSUD Kebumen 3 tahun yang lalu. Penyebab tidak
diketahui, riwayat alergi seperti obat dan makanan tidak ada.
B. Riwayat kesehatan sekarang :
a. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara
suntik.
b. Mengeluh nyeri perut. Penyebab tidak diketahui, dengan faktor yang
memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam.
25

Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, pasien meringis, memegang pada kuadran


kanan dan kiri tetapi tidak menyebar. Skala nyeri adalah 5 dari skala nyeri
5. Kapan timbulnya tidak tentu dan tiba-tiba sering terjadi nyeri. Akhir-
akhir ini sering mengalami keringat dingin malam hari, tidak ada napsu
makan dan mencret berbusa. Karena kondisi tambah parah dan oleh
keluarganya dibawa ke RSUD Kebumen dan dianjurkan untuk opname.
C. Riwayat kesehatan keluarga : orang tua, saudara kandung ayah/ibu,
saudara kandung pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan.

IV. Informasi khusus


A. Masa balita : tidak dikaji
B. Klien wanita : tidak dikaji

V. Aktivitas hidup sehari – hari : di tempat kerja

Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit


A. Makan dan Pola makan 3 kali/hari, Pola makan 3 kali/hari, namun
minum tetapi tidak ada napsu tidak ada napsu makan, nyeri
1. Nutrisi makan, tidak menghabiskan saat menelan, makan hanya 2
porsi yang disiapkan. sendok.
Minum air putih dengan Minum air putih 2-3 gelas.
2. Minu jumlah tidak tentu.
m

B. Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti Mencret dengan frekuensi 5-7


busa, tidak bercampur darah X/hari, encer atau tidak ada isi
dan berbau. BAK 2 X/hari dan BAK 2 X/hari serta tidak
dan tidak ada kelainan. ada kelainan. Keringat dingin
pada malam hari
C. Istirahat dan tidur Pasien bisa istirahat dan Pasien istirahat di tempat tidur
tidur di rumah saja. Tidur kalau merasa
mengantuk. Kesulitan tidur
karena nyeri, keringat dingin.
D. Aktivitas Pasien tidak melakukan apa- Pasien mengatakan tidak bisa
apa karena tinggal di rumah melakukan aktivitasnya karena
dan keadaan yang lemah. lemah, merasa tidak berdaya
dan cepat lelah.
E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dan gosok gigi
dilakukan di tempat tidur.
Hambatan dalam melakukan
kebersihan diri adalah lemah
dan nyeri.
F. Rekreasi Tidak ada. Hanya bercerita dengan isteri
26

VI. Psikososial.
A. Psikologis : pasien dan keluarga mengatakan penyakit ini karena
perilakunya yaitu konsumsi obat putaw dengan suntik. Keluarga dan pasien
mengatakan belum mengerti proses penyebaran. Konsep diri : dirasakan peran
sebagai kepala keluarga tidak bertanggung jawab. Keadaan emosi : pasien
pasrah pada keadaannya sekarang. Mekanisme koping adalah diam saja.
B. Sosial : sejak 2 tahun yang lalu pisah ranjang dengan isterinya. Kontak
mata ada, kegemaran adalah ke tempat hiburan.
C. Spiritual : di rumah jarang melakukan sholat 5 waktu, sedangkan di
rumah sakit pasien tidak melakukan, hanya berdoa dalam hati.

VII. Pemeriksaan fisik


A. Keadaan umum : pasien nampak sakit berat, lemah kurus dan pucat.
Kesadaran kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 140/90 mmHg, N 120 x/menit, S
39 0C, RR 22 X/menit.
B. Head to toe :
1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala
nampak kotor dan berbau.
2. Rambut. Rambut lurus, nampak kurang bersih.
3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan dapat melihat,
konjungtiva anemis, refleks cahaya mata kanan negative, tidak
menggunakan alat bantu kacamata.
4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada
deviasi septum, epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi
penciuman normal.
5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan
otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan
pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran normal.
6. Mulut dan gigi. Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan
tidak ada, ada karang gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak
hiperemik serta tidak ada peradangan pada faring.
7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba,
tekanan vena jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku
kuduk/tengkuk.
27

8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal.


Auskultasi bunyi paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak
ada murmur.
9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa
tidak membesar, ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 12
X/menit.
10. Repoduksi
Tidak dikaji.
11. Ekstremitas
Tidak mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas
2-2 dan ekstremitas bawah 2-2.
12. Integumen.
Kulit keriput, pucat, akral hangat.

VIII. Pemeriksaan penunjang


A. Laboratorium :
Tanggal 04 – 09 – 2011 : metode imunokromatografi positif dan ELISA I dan
ELISA II positif.
Tanggal 03 – 09 - 2011 : Hb 10,5 gr/dl, Leukosit 4,4 x 10 9/L, trombosit 543
X 10 9L, PV 0,32 GDA 69 mg/dl, SGOT 54 4/L, BUN 32 mg/dl dan kr eatinin
serum 1,95 mg/dl.

Terapi : tanggal 05 – 12 – 2001 : Metronidazol 3 X 1 tablet, Cotrimoxasol 2 X


2 tablet dan infuse RL 20 tetes/menit.
28

Analisa data
Data pendukung Masalah Etiologi
1. DS :
Pasien mengatakan lemah, cepat lelah, Aktivitas Kelemahan
tidak bisa melaukan aktivitas.
DO :
Keadaan umum lemah, pucat, ADL
dibantu, pasien totaly care, terpasang
infus
2. DS:
Pasien mengatakan tidak ada napsu Nutrisi Intake yang
makan, saat menelan sakit, mengatakan tidak adekuat
tidak bisa menghabiskan porsi yang
disiapkan.
DO :
Lemah, menghabiskan 2 sendok makan,
dari porsi yang disiapkan, lemah,
holitosis, lidah ada bercak-bercak
keputihan, Hb 10,5 g/dl, pucat,
konjungtiva anemis.

3. DS : Cairan tubuh Diare


Pasien mengatakan diare sejak 5 bulan
yang lalu, mengatakan menceret 5-7
kali/hari, kadang demam dan keringat
pada malam hari, minum 2-3 gelas/hari.
DO :
Perut kembung, turgor menurun,
inkontinensia urin, BAB encer, membran
mukosa kering, bising usus meningkat 40
X/menit

4. DS : Gangguan rasa nyaman : Pembesaran


Pasien mengatakan perutnya sakit, angka nyeri limfe nodes
5 pada skala nyeri 5, nyeri seperti pada daerah
ditusuk-tusuk. abdomen
DO :
Meringis, memegang-megang perut yang
sakit, perut kembung, nadi 120 X/menit,
RR 22 X/menit, TD 140/90 mmHg, suhu
390C.

5. DS :
Pasien mengatakan kadang demam. Infeksi Infeksi HIV
DO :
Nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD
140/90 mmHg, suhu 390C, anti HIV
positif.

6. DS :
Keluarga mengatakan bagaimana dengan Koping keluarga Cemas dan takut
anak-anaknya bila mengetahui ayahnya terhadap infeksi
menderita sakit, mengatakan cemas
suaminya tersinggung karena tidak
29

bersentuhan secara langsung.


DO :
Mengungkapkan perasaan tentang
hubungan yang retak dengan suami,
cemas.

Diagnosa Keperawatan (berdasarkan prioritas)


1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembesaran limfanode
pada daerah GI.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare.
4. Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara umum
5. Resiko tinggi infeksi : pasien kontak berhubungan dengan adanya infeksi HIV.
6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan cemas dan takut terhadap
infeksi yang dialami pasien.
30

Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Gangguan rasa Pasien mengatakan nyeri 1. Kaji nyeri pasien dan anjurkan untuk Menentukan tngkat nyeri dan toleransi pasien terhadap
nyaman : nyeri berkurang dengan kriteria menjelaskan nyerinya. nyeri yang dialami
berhubungan skala nyeri 1-2, tidak 2. Jelaskan kepada pasien tentang nyeri Nyeri pasien HIV umumnya merupakan nyeri kronik.
dengan meringis, perut tidak yang dialaminya.
pembesaran kembung/tendernes 3. Anjurkan untuk menggunakan relaksasi, Meningkatkan relaksasi dan perasaan untuk mengontrol
limfanode pada setelah 2 hari perawatan imagery nyeri.
daerah GI. 4. Kolaborasi pemberian analgesik. Mengurangi nyeri

Gangguan nutrisi Setelah satu minggu 1. Monitor kemampuan mengunyah dan Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan
kurang dari perawatan pasien menelan. dan mulut
kebutuhan tubuh mempunyai intake kalori 2. Monitor intake dan ouput Menentukan data dasar
berhubungan dan protein yang adekuat 3. Rencanakan diet dengan pasien dan orang Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan
dengan intake untuk memenuhi penting lainnya. pasien
yang inadekuat. kebutuhan metaboliknya 4. Anjurkan oral hygiene sebelum makan. Mengurangi anoreksia
dengan kriteria pasien 5. Anjurkan untuk beri makanan ringan Memeunhi kebutuhan nutrisi yang kurang
makan TKTP, serum sedikit tapi sering.
albumin dan protein
dalam batas normal,
menghabiskan porsi yang
disiapkan, tidak nyeri saat
menelan
Kekurangan Keseimbangan cairan dan 1. Monitor tanda-tanda dehidrasi. Bolume cairan deplesi merupakan komplikasi dan dapat
cairan tubuh elektrolit dipertahankan 2. Monitor intake dan ouput dikoreksi.
berhubungan dengan kriteria intake 3. Anjurkan untuk minum peroral Melihat kebutuhan cairan yang masuk dan keluar.
dengan diare. seimbang output, turgor 4. Atur pemberian infus dan eletrolit : RL 20 Sebagai kompensasi akibat peningkatan output.
normal, membran mukosa tetes/menit. Memenuhi kebutuhan intake yang peroral yang tidak
lembab, kadar urine 5. Kolaborasi pemberian antidiare. terpenuhi.
normal, tidak diare setealh Mencegah kehilangan cairan tubuh lewat diare (BAB).
5 hari perawatan.
Intolerans Pada saat akan pulang 1. Monitor respon fisiologis terhadap Respon bervariasi dari hari ke hari
aktivitas pasien sudah mampu aktivitas Mengurangi kebutuhan energi
berhubungan berpartisipasi dalam 2. Berikan bantuan perawatan yang pasien
dengan kegiatan, dengan kriteria sendiri tidak mampu Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan
kelemahan. bebas dyspnea dan 3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga kebutuhan metabolik
takikardi selama aktivitas. tidak mengganggu istirahat.
31

Resiko tinggi Infeksi HIV tidak 1. Anjurkan pasien atau orang penting Pasien mau dan memerlukan informasikan ini
infeksi : pasien ditransmisikan, tim lainnya metode mencegah transmisi HIV dan
kontak kesehatan memperhatikan kuman patogen lainnya.
berhubungan universal precautions 2. Gunakan darah dan cairan tubuh Mencegah transmisi infeksi ke orang lain
dengan adanya dengan kriteria kontak precaution (universal precaution) bila merawat
infeksi HIV. pasien dan tim kesehatan pasien. Gunakan masker bila perlu.
tidak terpapar HIV, tidak
terinfeksi patogen lain
seperti TBC selama
perawatan.
Koping keluarga Setelah 3 kali pertemuan 1. Kaji koping keluarga terhadap sakit Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara
inefektif keluarga atau orang pasein dan perawatannya konstruktif dengan keluarga.
berhubungan penting lain 2. Biarkan keluarga mengungkapkana Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara
dengan cemas mempertahankan suport perasaan secara verbal bebas
dan takut sistem dengan kriteria 3. Ajarkan kepada keluaraga tentang Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui
terhadap infeksi pasien dan keluarga penyakit dan transmisinya. kontak sederhana.
yang dialami berinteraksi dengan cara
pasien. yang konstruktif,
mengungkapkan perasaan
32

Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan


Diagnosa Hari/tanggal Tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan
kep. (jam)
Senin, 05 – 09- 2011 1. Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk Jam 13.30
1. 10.30 menjelaskan nyerinya : nyeri skala 5, merasa tertusuk- S : mengatakan nyeri, skala 5.
tusuk O: meringis, T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit,
2. Menjelaskan kepada pasien tentang nyeri yang meringis
dialaminya. A : nyeri tidak berkurang.
3. Mengajarkan pada pasien teknik relaksasi P: tindakan keperawatan dipertahankan
4. Menganjurkan untuk menggunakan relaksasi

1. Memonitor kemampuan mengunyah dan menelan : Jam 13.30


2. 10,30 menelan terasa sakit S : mengatakan makan hanya 2 sendok, tidak ada napsu makan,
2. Menganjurkan oral hygiene sebelum makan yaitu menelan sakit
menggosok gigi atau kumur-kumur. O: lemah, lidah bercak keputuihan
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi : turgor menurun, Jam 13.30
3 10.30 membran mkosa kering, urine output menurun. S : mengatakan minum hanya 6 sendok, tidak merasa sedang
2. Menganjurkan untuk minum peroral sesuai menceret.
kemampuan pasien : 4-5 gelas hari O: perut kembung, diare, encer, turgor menurun, membran
3. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit. mukosa kering.
4. Mengecek pemberian Cotrimoksasol dan A : masalah belum teratasi
Metronidazole P: tindakan keperawatan dipertahankan
4. 1. Memonitor respon terhadap aktivitas : tidak mampu Jam 13.30
11.00 bangun, terpasang infus, nyeri, meringis S : mengatakan lemah.
O: perut kembung, terpasang infus, bed rest, lemah, pucat.
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
2. Menganjurkan isteri pasien menggunakan metode Jam 13.30
5. 10.30 mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya : S : keluarga mengatakan mngerti universal precaution
mencuci tangan setelah menyentuh pasien, hindari O: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit, perawat
kontak langsung dengan darah pasien atau cairan dari menggunakan masker
selaput lendir, gunakan sarung tangan A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal
33

3. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution precaution


(universal precaution) bila merawat pasien dengan P: tindakan keperawatan dipertahankan
menggunakan masker.

1. Mengkaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan Jam 13.00


6. 12.00 perawatannya : sedih melihat kondisi pasien, keluarga S : keluarga mengatakan tidak tahu bagaimana menjelaskan
mengatakan menyesal mengapa tidak mengetahui bahwa kepada anak-anaknya,
suami mengkonsumsi putaw yang akhirnya seperti O: mengungkapkan perasaan, berusaha tegar
sekarang ini. A : keluarga mulai membentuk koping untuk penyesuaian.
2. Mendengarkan keluarga mengungkapkana perasaan P: tindakan keperawatan dipertahankan
secara verbal
3. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan
transmisinya.

Selasa, 6 – 09 -2011 1. Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk Jam 20.00
1. 17.00 menjelaskan nyerinya. S : mengatakan nyeri, skala 3.
2. Menganjurkan untuk menggunakan relaksasi seperti O: meringis, T 110/80 mmHg, N 80 X/menit, RR 18 X/menit,
yang dijelaskan meringis
A : nyeri berkurang.
P: tindakan keperawatan dipertahankan bila nyeri menignkat
1. Mengkaji kemampuan mengunyah dan menelan. Jam 20.00
2. 17.00 2. Menganjurkan untuk gosok gigi sebelum makan. S : mengatakan makan hanya 3 sendok, tidak ada napsu makan,
3. Menganjurkan untuk makan makanan ringan seperti menelan sakit
biskuit atau roti O: lemah, lidah bercak keputihan, anoreksia, pucat, konjungitva
4. Menganjurkan untuk menggunakan kumur betadin anemis
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
1. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi. Jam 20.00
3. 17.00 2. Memonitor intake dan ouput S : mengatakan minum hanya 4 sendok, mencret 3 kali
3. Mengannjurkan untuk minum peroral sesuai O: perut kembung, diare, encer, turogor menurun, membran
kemampuan pasien. mukosa keirng.
4. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit. A : masalah belum teratasi
5. Menyiapkan obat Cotrimoksasol dan Metronidazole P: tindakan keperawatan dipertahankan
untuk diminum
1. Menganjurkan isteri pasien untuk mempertahankan Jam 20.00
34

4. 17.00 metode mencegah transmisi HIV. S : --


2. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution O: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit, perawat
(universal precaution) bila merawat pasien dengan menggunakan masker, menggukan tisue.
menggunakan masker. A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal
precaution
P: tindakan keperawatan dipertahankan
5. 19.00 1. Mendengarkan keluarga mengungkapkana perasaan Jam 19.00
secara verbal S : keluarga mengatakan mampu menerima keadaan suaminya,
2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan mengatakan kecewa mengapa saat pisah tidak mengetahui
transmisinya. kalau suaminya konsumsi putaw.
O: mengungkapkan perasaan, tenang
A : keluarga mulai membentuk koping untuk penyesuaian.
P: tindakan keperawatan dipertahankan
Rabu, 07 –09 - 2011 Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk menjelaskan Jam 16.00
1. 10.00 nyerinya. S : mengatakan nyeri, skala 3.
O: meringis, T 100/70 mmHg, N 88 X/menit, RR 12 X/menit,
meringis
A : nyeri berkurang.
P: tindakan keperawatan dipertahankan bila nyeri meningkat
2. 10.30 Menganjurkan oral hygiene sebelum makan yaitu Jam 16.00
menggosok gigi atau kumur-kumur. S : mengatakan makan hanya 3 sendok, tidak ada napsu makan,
menelan sakit
O: lemah, bercak keputihan berkurang
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
3. 14.00 1. Menganjurkan untuk minum peroral sesuai Jam 16.00
kemampuan pasien : 4-5 gelas hari S : mengatakan minum hanya 4 sendok, tidak merasa sedang
2. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit. menceret.
O: diare, encer, turgor menurun, membran mukosa kering.
A : masalah belum teratasi
P: tindakan keperawatan dipertahankan
4. 14.00 Memonitor respon terhadap aktivitas : tidak mampu bangun, Jam 16.00
terpasang infus, nyeri, meringis S : mengatakan lemah.
O: terpasang infus, bed rest, lemah, pucat, ADL dibantu
A : masalah belum teratasi
35

P: tindakan keperawatan dipertahankan


5. 14.30 Menganjurkan isteri pasien menggunakan metode mencegah Jam 16.00
transmisi HIV dan kuman patogen lainnya : mencuci tangan S : keluarga mengatakan mngerti universal precaution
setelah menyentuh pasien, hindari kontak langsung dengan O: T 100/70 mmHg, N 90 X/menit, RR 16 X/menit, perawat
darah pasien atau cairan dari selaput lendir, gunakan sarung menggunakan masker
tangan A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal
precaution
P: tindakan keperawatan dipertahankan
6. 15.00 1. Mendengarkan keluarga mengungkapkan perasaan Jam 16.30
secara verbal S : keluarga mengatakan sudah bisa menerima keadaan pasien.
2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan O: mengungkapkan perasaan, berusaha tegar
transmisinya. A : keluarga sudah membentuk koping untuk penyesuaian.
P: tindakan keperawatan dihentikan
36

Anda mungkin juga menyukai