Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MATA KULIAH

KAPITA SELECTA

RESUME
Chapter 3
Assessing Readiness
Samuel j. Meisels

INDRA WIJAYA, S.Psi


201053201014

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Menilai kesiapan

Pada tahun 1989 Presiden Goerge Bush dan 50 Gubernur negara-negara bagian bertemu di
Chalottsville, Virginia dalam rangka KTT pendidikan dasar. Di pertemuan tersebut disepakati
komitmen negara untuk meningkatkan prestasi pendidikan dan perhatian terhadap siswa, guru
dan sekolah. Di KTT tersebut ditetapkan tujuan pendidikan Nasional Amerika di mana tujuan
pertama dislogankan “Semua Anak di Amerika akan memulai sekolah siap untuk belajar”. Sejak
saat itu isu kesiapan anak untuk memulai sekolah dasar menjadi sumber diskusi di berbagai
pertemuan, konferensi, makalah, disertasi, studi dan kebijakan. Penelitian dan disertasi banyak
dilakukan Brown-ing, 1997; Graue, 1992, 1993; Kagan, 1990; Lopez & Hochberg,
1993; Meisels 1992a; Nelson, 1997; Phillips, 1992; Willer & Bredekamp, 1990). Bahkan pusat
statistic pendidikan nasional Amerika (NCES) melakukan studi longitudinal Anak Usia Dini
tentang kesiapan sekolah sasarannya lebih dari 23.000 anak dari taman kanak-kanak sampai
kelas 5 lima.

Mantan Presiden yayasan Carnegie Ernest Boyer ketua pertama dari panel kelompok sumber
daya peningkatan kesiapan belajar mengatakan bahwa peningkatan kesiapan belajar anak-anak
Amerika Serikat adalah Tugas penting (Boyer, 1991, hlm 125)

A cause around which everyone can rally. For the first time in our history the President
and governors from all fifty states have defined a goal of transcendent national
importance, one concerned not just with the equality of schools but, in the larger sense,
with the future of the nation. (p. 125)

TUJUAN KESIAPAN

Sebelum KTT Charlottesville para professional sudah memberikan focus perhatian pada
pengalaman sekolah awal anak-anak Amerika di mana tes kesiapan dan penilaian lain untuk
memberikan label, melacak atau mempertahankan anak-anak di taman kanak-kanak. Hasil
penelitian National Commission on Excellence in Education tahun 1983 bahwa sekolah-sekolah
di Amerika sedang melakukan upaya meningkatkan standarisasi dan membuat kurikulum di
mana tuntutan akademik sangat diprioritaskan sejak awal sekolah. Kurikulum sekolah dasar
mulai disusupkan ke Taman kanak-kanak dimana siswa taman kanak-kanak sejak dini
mempelajari kurikulum kelas 1 sekolah dasar. Bahkan banyak sekolah distrik telah
memberlakukan ujian masuk Taman Kanak-kanak sebagai syarat untuk menentukan kesiapan
untuk sekolah (Meisels, 1987, 1989). Dan hasilnya sejumlah anak gagal dalam tes tersebut
sehingga anak-anak tersebut harus mengikuti Pra taman kanak-kanak, atau mereka harus
mengulang di taman kanak-kanak selama satu tahun lagi atau mereka di minta untuk tinggal di
rumah sampai usia mereka satu tahun lebih tua.
Praktik ini kemudian mendatangkan kritikan dari berbagai macam organisasi seperti Asosiasi
Nasional untuk Pendidikan Anak Muda (NAEYC; 1988, 1990), Asosiasi Nasional Kepala
Sekolah Dasar (1990), Perhimpunan Anak Usia Dini Nasional Spesialis Anak di Departemen
Pendidikan Negara Bagian (1987), National Association of State Boards of Education (1988,
1991), dan the National Commission tentang Anak-anak (1992). Di mana kritik mereka bahwa
metode, materi, dan logika mendidik siswa yang lebih tua tidak boleh dipaksakan pada anak
yang lebih muda. Kebijakan untuk meningkatkan nilai akademik telah mengorbankan jiwa
ekplorasi, penemuan dan permainan di masa anak-anak, metode yang hanya berfokus pada
penyelesaian lembar kerja dan buku kerja menggantikan metode pelibatan secara actual dengan
obyek konkret dan pegalaman yang secara alamiah. Pada tahun 1989, ketika KTT Pendidikan
pertama diadakan, komunitas anak usia dini mencoba menjelaskan bagaimana anak-anak harus
diperlakukan ketika mereka memulai sekolah dengan menghargai dinamika perkembangan anak.
Terjadi perdebatan tentang definisi kesiapan, beberapa peneliti lapangan mendefinisikan
kesiapan menjadi masalah dan tetap menjadi masalah. Pianta dan Walsh, mencatat variabilitas
yang luas di antara kemampuan anak-anak yang berbeda,menyatakan bahwa konsep kesiapan
adalah "tidak berguna" (1996, p. 33).
Setidaknya ada tiga tujuan kesiapan yang tidak menjadi perselisihan. Di antaranya :
1. Semua anak yang kurang beruntung dan cacat akan memiliki akses ke kualitas dan
program prasekolah yang sesuai dengan perkembangannya untuk membantu mereka
mempersiapkan diri sekolah.
2. Setiap orang tua di Amerika akan menjadi guru pertama bagi seorang anak dan akan
mencurahkan waktu setiap hari untuk membantu anak prasekolahnya belajar; orang tua
akan memiliki akses untuk pelatihan dan dukungan yang mereka butuhkan untuk
mencapai hal ini
3. Anak-anak akan menerima nutrisi dan perawatan kesehatan yang dibutuhkan untuk tiba
di sekolah dengan pikiran dan tubuh yang sehat, serta jumlah bayi berat lahir rendah akan
berkurang secara signifikan melalui peningkatan sistem kesehatan pranatal. (Departemen
Pendidikan US, 1991, hal. 61)

Schorr (1997) merangkum banyak dari keprihatinan ini tentang kesiapan dalam sebuah seri
pertanyaan yang fokus pada salah satu masalah utama yang dipicu oleh tujuan pertama
pendidikan Nasional Amerika bagaimana kesiapan akan dinilai? Dia menanyakan hal-hal
berikut:
1. Bisakah kesiapan sekolah anak-anak dinilai tanpa merugikan mereka?
2. Dapatkah penilaian kesiapan menghindari pelabelan atau stigmatisasi pada anak-anak?
3. Akankah program prasekolah menjadi terdistorsi jika "mengajar untuk ujian"?
4. Apakah mungkin untuk uji kesiapan mengenali karakter unik sejak dini pengembangan
dan pembelajaran?
5. Jika banyak anak yang tidak siap bersekolah, apakah ini akan dipandang sebagai masalah
pada anak atau dalam komunitas
Pertanyaan diatas penting untuk ditanyakan karena menilai kesiapan dan pengujian pada anak
sangat lazim digunakan Mengingat aksioma Skinner bahwa "yang sering diajarkan cenderung
hanya apa yang dapat diukur dengan tes dan ujian " (1968, p. 235)

DENIFISI KESIAPAN

Kesiapan memiliki sejarah substansial dalam pendidikan modern. Cuban (1992) melaporkan
yang diakuisisi oleh guru di sekolah progresif pada awal abad ke-20 informasi tentang kesiapan
anak sangat penting untuk latihan mereka. mereka memandang pengujian sebagai cara untuk
menentukan kesiapan seorang anak sekolah dan sebagai cara untuk mengelompokkan anak-anak
ke dalam berbagai kelompok kemampuan. Cuban menyatakan,
By 1919, for just kindergarten and primary grades, there were already 84 standardized
tests. Intelligence testing in kindergarten for placement in groups there and in the first
grade was enhanced by the invention of readiness tests that aimed at sorting those five-
year-olds that could make the transition to the first grade from those who could not. The
creation of subprimary classes. .. became common ways that Progressive educators
managed those five-year-olds who were unready for the first grade. By the end of the
1920s, any elementary school that considered itself modern invested staff time and
money in testing and ability grouping in kindergarten and first grade. (1992, p. 188)

Perspektif Bruner (1966) menyoroti relativitas fundamental yang terdapat dalam kesiapan. Jika
kesiapan terdiri dari penguasaan keterampilan yang lebih sederhana yang memungkinkan
seseorang untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi atau lebih kompleks, kesiapan satu
anak mungkin Prestasi lama anak lain atau keberhasilan anak lain yang belum dicapai. Kapan
pun kesiapan didefinisikan dalam istilah tingkat pencapaian tertentu, anak-anak yang tidak
memiliki pengalaman hidup atau kesempatan yang sama untuk belajar dihilangkan dari definisi
ini. Relativitas ini menimbulkan kesulitan besar dalam mencapai konsensus tentang definisi
kesiapan

KONSEP KESIAPAN

Terdapat empat teori tentang kesiapan anak memasuki sekolah yakni idealis/nativis, empiris/
lingkungan, konstruktivis sosial, dan interaksionis.
1. Idealis/nativis
Menurut teori ini kesiapan adalah ketika anak-anak siap untuk mulai sekolah dimana
tingkat kedewasaan yang memungkinkan mereka untuk duduk dengan tenang, fokus pada
pekerjaan, dapat diterima secara social dengan rekan sebaya, dan mampu menerima
arahan dari orang dewasa
2. Empiris/ lingkungan
Berbeda dengan pandangan idealis / nativis, konsepsi empiris / lingkungan
mendefinisikan kesiapan sepenuhnya dalam kaitannya dengan karakteristik praktis dari
kebiasaan anak.
3. Konstruktivis social
Menurut konstruktivis social kesiapan adalah seperangkat ide atau makna yang dibangun
oleh orang-orang dalam komunitas, keluarga, dan sekolah saat mereka berpartisipasi
dalam pengalaman taman kanak-kanak. Ide-ide ini keluar nilai dan harapan komunitas
dan terkait dengan individu anak di istilah atribut seperti usia, jenis kelamin, dan
pengalaman prasekolah. (Graue, 1992,p. 226)
4. Interaksionis
Kesiapan dan prestasi awal sekolah merupakan konsep dua arah yang focus baik pada
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan anak-anak saat ini dan pada kondisi
lingkungan tempat anak-anak dibesarkan dan diajar. Karena anak yang berbeda
dipersiapkan untuk pengalaman yang berbeda, dan anak-anak yang berbeda menanggapi
dengan berbeda. Pada dasarnya untuk masukan lingkungan yang tampaknya serupa,
kesiapan adalah istilah yang relatif. Meski bisa diterapkan pada individu anak, itu bukan
sesuatu pada anak, dan itu bukan sesuatu dalam kurikulum. Ini adalah produk dari
interaksi antara pengalaman anak-anak sebelumnya, kekayaan genetik mereka, status
kedewasaan mereka,dan seluruh jajaran pengalaman lingkungan dan budaya yang
mereka. (Meisels, 1996, hlm. 410)

Anda mungkin juga menyukai