Anda di halaman 1dari 38

Manajemen

Kasus
Uswatun Hasanah
15711204
.1
1
Laporan Kasus
Epistaksis
Identitas
• Nama : Ny. A
• Alamat : Cimahi, Jawa Barat
• Umur : 56 tahun
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Anamnesis
Seorang wanita berusia 56 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan
mimisan berulang selama satu bulan terakhir. Mimisan berasal dari lubang hidung
sebelah kiri. Pasien juga mengeluh hidung sebelah kiri tersumbat disertai sensasi geli
seperti ada benda asing yang bergerak di dalam rongga hidung. Pasien menduga
terdapat hewan hidup di dalam rongga hidungnya.
Riwayat rhinitis alergi, sinusitis paranasal, dan riwayat penyakit lain
disangkal. Riwayat pengobatan untuk hidung dan pengobatan penyakit lain tidak ada.
Pasien sehari-hari menggunakan air di rumahnya yang langsung berasal dari gunung
untuk keperluan minum, mandi, dan berwudhu. Tidak ada riwayat mandi/menghirup air
di air sungai maupun danau.
RPD/RPK Kebiasaan
• Riwayat keluhan serupa (-) • Terkait Hidung : Kebiasaan mengorek
• Riwayat rhinitis alergi (-) hidung (-), penggunaan obat hidung (-)
• Riwayat sinusitis paranasal (-) • Terkait Metabolik : Merokok (-),
• Riwayat sakit lambung (-) berolahraga (-), gemar konsumsi makanan
• Riwayat alergi obat (-) berminyak / asin (-), gemar makanan /
• Riwayat DM-HT (-) minuman manis (-)
• Riwayat pengobatan (-)
Pemeriksaan
Hidung
Px Rinoskopi anterior
Suatu massa kehitaman yang
bergerak di cavum nasi sinitra.

Px Nasoendoskopi
Terkonfirmasi bagian tubuh dari
seekor binatang berwarna kehitaman
yang bergerak sepanjang cavum nasi
sinistra sampai ke nasofaring .
Px Nasoendoskopi
Prosedur diagnostik untuk memeriksa
rongga hidung, tenggorokan, dan laring atau kotak
suara. Prosedur ini menggunakan endoskopi, sebuah
perangkat teleskop khusus yang dimasukkan melalui
rongga hidung hingga ke dasar tenggorokan untuk
mengambil gambar dan video dari struktur tersebut.
Diagnosa Kerja

• Epistaksis anterior berulang e. causa


infestasi lintah pada cavum nasi
sinistra

Diagnosa Banding

• Massa pada cavum nasi sinistra


Penatalaksanaan

Dilakukan ekstraksi langsung Kemudian dilakukan aplikasi Setelah 5 menit, lintah dapat Setelah berhasil diekstraksi,
dengan menggunakan forsep xylocaine 10% nasal spray, pada divisualisasi dengan nasoendoskopi terkonfirmasi seekor lintah
anatomis, namun tidak berhasil cavum nasi sinistra untuk 4 mm dan dijepit dengan forsep berwarna kehitaman, bergerak,
karena tubuh lintah licin dan menganestesi mukosa hidung dan Takahasi, lintah terasa melekat berukuran sekitar panjang 10 cm
berlendir. diharapkan juga memiliki efek pada mukosa cavum nasi sinistra dan lebar 0,5 cm. Lintah masih
anestesi pada lintah. pada bagian kepala/penghisapnya. bergerak aktif setelah ekstraksi.
Tatalaksana
• Pemeriksaan endoskopi paska ektraksi, ditemukan ekskoriasi mukosa cavum nasi sinistra
multipel dengan beberapa perdarahan aktif yang minimal, tidak ditemukan sisa lintah di dalam
rongga cavum nasi sinistra.
• Pasien diberikan terapi berupa antibiotik dan pemberian cuci hidung dengan nasal saline.
• Follow up dilakukan satu minggu kemudian. Tidak ditemukan keluhan
mimisan maupun hidung tersumbat. Pada pemeriksaan endoskopi
tidak ditemukan kelainan mukosa hidung maupun sisa lintah.
Edukasi
1. Mengubah kebiasaan penggunaan air dari
pegunungan langsung, pastikan kebersihan
air yang akan digunakan, masak air telebih
dahulu apabila akan dikonsumsi/diminum.
2. Mengajarkan pasien cara menghentikan
mimisan ringan jika terjadi di rumah dengan
posisi duduk kepala ditegakkan, cuping
hidung ditekan ke arah septum selama 3-5
menit (metode Trotter).
3. Menghindari membuang lendir / mengorek
hidung terlalu keras.
.1
2
Epistaksis
Dasar Teori
Definisi
• Epistaksis adalah perdarahan akut
yang berasal dari lubang hidung,
rongga hidung atau nasofaring.
• Etiologi epistaksis dapat terjadi
lokal atau sistemik.
• Epistaksis bukan suatu penyakit,
melainkan gejala dari suatu
kelainan. Maka dari itu sumber
perdarahan harus dicari dan
dikoreksi untuk mengobati
epistaksis secara efektif.
(FK UI, 2012)
Epidemiologi
• Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang
mana hamper 90% dapat berhenti sendiri.
• Epistaksis terbanyak dijumpai pada usia 2-10 tahun dan 50-80 tahun.
• Di Amerika Serikat angka kejadian epistaksis dijumpai 1 dari 7 penduduk.
• Tidak ada perbedaan yang bermakna antara laki-laki dan wanita.
• Epistaksis bagian anterior sangat umum dijumpai pada anak dan dewasa
muda, sementara epistaksis posterior sering pada orang tua dengan riwayat
penyakit hipertensi atau arteriosklerosis.

(BOIES, 2000)
(Panduan Praktik Klinis, 2014 & FKUI, 2012)

Faktor Risiko
1. Trauma : mengorek hidung, benturan ringan, bersin atau
mengeluarkan ingus terlalu keras, kena pukul, jatuh, KLL,
benda asing tajam, atau trauma pembedahan.
2. Infeksi pada hidung dan sinus paranasal : rhinitis alergi atau
sinusitis.
3. Infeksi lain : tuberkulosis, lupus, sifilis, lepra, demam
berdarah dengue, demam tifoid, influenza, dan morbili.
4. Penyakit kardiovaskuler : hipertensi, arteriosclerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis atau DM.
5. Kelainan darah : leukimia, trombositopenia, bermacam-
macam anemia serta hemofilia.
(Panduan Praktik Klinis, 2014 & FKUI, 2012)

Faktor Risiko
6. Kelainan kongenital : deviasi septum, teleangiektasis hemoragik
herediter (hereditary hemorrhagic teleangiectasis Osler-Rendu-Weber
disease), dan Von Willenbrand disease.
7. Riwayat penggunaan obat-obatan : NSAID, aspirin, warfarin, heparin,
tiklodipin, semprot hidung kortikosteroid.
8. Tumor : baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus
paranasal, atau nasofaring (hemangioma, angiofibrima).
9. Perubahan udara atau tekanan atmosfer : tempat yang cuacanya
sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya
zat-zat kimia di tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa
hidung.
10. Gangguan hormonal : pada wanita hamil atau menopause karena
perubahan hormonal.
Klasifikasi Epistaksis

Anterior
Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach di
septum bagian anterior atau dari a. etmoidalis
anterior. Perdarahan pada septum anterior
biasanya ringan karena keadaan mukosa yang
hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan
kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang
dan dapat berhenti sendiri.

Posterior
Berasal dari a. sfenopalatina atau a. etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang
berhenti dengan sendirinya. Sering ditemukan pada
pasien dengan hipertensi, arteriosclerosis, atau
pasien dengan penyakit kardiovaskuler lainnya.
Anamnesis

Onset Riwayat
Sudah sejak kapan ? Baru 01
.1 03
.1
Trauma, infeksi, dan penyakit
pertama kali atau berulang ? lain yang berhubungan.

Perdarahan Pengobatan
Lokasi, banyaknya, 02
.1 04
.1
Riwayat pengobatan hidung
frekuensi, lamanya ? atau obat-obatan lain.

(Panduan Praktik Klinis, 2014)


Pemeriksaan

Px Vital Sign Px Hidung Px Penunjang

• Terutama pengukuran tekanan • Spekulum hidung • Rontgen / CT-Scan / MRI :


darah untuk menyingkirkan • Rinoskopi anterior tengkorak kepala, hidung, dan
diagnosis hipertensi, karena • Rinoskopi posterior sinus paranasal.
hipertensi dapat menyebabkan • Endoskopi hidung
epistaksis posterior yang hebat • Pemeriksaan lab : darah rutin,
dan sering berulang. darah perifer lengkap (bleding
time, cloting time, SGOT/SGPT)
untuk mengetahui adanya infeksi,
skrining koagulopati, maupun
penyakit lainnya.

(Panduan Praktik Klinis, 2014)


Pemeriksaan Hidung

.1 .1 .1

Alat dan Bahan Rinoskopi anterior Rinoskopi posterior


Lampu kepala, spekulum Pemeriksaan harus dilakukan Pemeriksaan nasofaring dengan
hidung, alat penghisap (bila secara berurutan dari anterior ke rinoskopi posterior penting pada
ada), pinset bayonet, kapas, posterior. Vestibulum, mukusa pasien dengan epistaksis berulang
serta kain kasa. Untuk hidung dan septum nasi, dinding untuk menyingkirkan diagnosa
pemeriksaan yang adekuat lateral hidung dan konka inferior neoplasma.
pasien harus ditempatkan harus diperiksa dengan cermat
dalam posisi yang untuk mengetahui sumber
memudahkan pemeriksa. perdarahan. (Panduan Praktik Klinis, 2014)
Tatalaksana
Terdapat 3 prinsip utama dalam
menangani epistaksis :

❖ Menghentikan perdarahan
❖ Mencegah terjadinya
komplikasi
❖ Mencegah epistaksis
berulang

(FK UI, 2012)


Tatalaksana Awal
• Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan
umumnya, nadi, pernafasan, serta tekanan darahnya.

• Bila ada kelainan, atasi dahulu misal dengan memasang


infus. Jalan nafas dapat tersumbat oleh darah atau bekuan
darah, perlu dibersihkan atau diisap.

• Sumber perdarahan perlu diketahui untuk membersihkan


hidung dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat
pengisap.

• Kemudian pasang tampon sementara yaitu kapas yang telah


dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain
atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada
saat dilakukan tindakan selanjutnya.

• Tampon tersebut dibiarkan 10-15 menit. Setelah terjadi


vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan
berasal dari anterior atau posterior hidung.
(FK UI, 2012)
Menghentikan Perdarahan
• Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior terutama pada anak dapat dihentikan
dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit, seringkali berhasil.

• Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras
Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik.

• Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu dilakukan pemasangan
tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik.
Pemakaian pelumas agar tampon mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru
saat dimasukkan atau dicabut. Tampon dimasukkan 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus
dapat menekan asal perdarahan. Tampon dapat dipertahankan 2x24 jam, harus dikeluarkan untuk
mencegah infeksi hidung. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor
penyebab epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.

Epistaksis anterior
(FK UI, 2012)
Epistaksis anterior
Menghentikan Perdarahan
• Dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq. Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau
bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan. Untuk
memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi, digunakan bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang hidung
sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon Bellocq tadi,
kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu didorong dengan
bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati palatum mole masuk ke nasofaring.

• Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon anterior ke dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari hidung
diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap di tempatnya.
Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara longgar pada pipi pasien, untuk menarik tampon keluar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Hati-hati dalam mencabut tampon karena dapat menyebabkan laserasi mukosa.

• Bila perdarahan berat dari kedua sisi, misalnya pada kasus angiofibroma, digunakan bantuan dua kateter masing-masing
melalui cavum nasi kanan dan kiri, dan tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring. Sebagai pengganti tampon
Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan balon.

Epistaksis posterior
(FK UI, 2012)
Epistaksis posterior
Komplikasi
• Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi
darah ke dalam saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal.

• Turunnya tekanan darah secara mendadak dapat


menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi coroner, sampai infark miokard sehingga
dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian
infus atau transfuse darah harus dilakukan secepatnya.

• Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi


infeksi, sehingga perlu diberikan antibiotic. Pada setiap
pemasangan tampon hidung harus diberikan antibiotik
dan 2-3 hari tampon harus dicabut.

• Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis,


otitis media, dan septikemia.
Mencegah
epistaksis berulang
• Setelah perdarahan untuk sementara
dapat diatasi dengan tampon, selanjutnya
perlu dicari penyebabnya.
• Perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar
dan ginjal, gula darah, hemostasis.
• Pemeriksaan foto polos atau CT scan
sinus bila dicurigai ada sinusitis.
• Konsul ke dokter spesialis penyakit dalam
atau kesehatan anak bila dicurigai ada
kelaianan sistemik.
.1
3
Pembahasan Kasus
Epistaksis anterior berulang e. causa Infestasi Lintah pada Cavum Nasi Sinistra
Definisi
Infestasi adalah istilah
untuk mengambarkan invasi
parasit ke dalam tubuh inang
dan hidup di dalamnya.
Infestasi lintah di tubuh
manusia dikenal sebagai
hirudiniasis.
Epidemiologi
Kasus ini umum terjadi di negara-negara Mediterania, Asia dan
Afrika. Insidensi kasus ini tidak banyak tercatat, Adhikari mencatat 25
kasus hirudiniasis di Kathmandu Nepal dari tahun 2004-2008. Data
kunjungan poliklinik THT Dustira mencatat 5 kasus infestasi lintah di
cavum nasi dalam periode 5 tahun terakhir (2013-2018).
Lintah
• Lintah diklasifikasikan sebagai spesies phylum Annelida, parasit ini hidup dalam kolam dan arus yang tenang.
• Infestasi pada manusia terjadi karena berenang, terhirup maupun terminum dari sumber air tersebut.
• Jika sudah memasuki tubuh, lintah dapat melekat di manapun sepanjang traktus aerodigestif. Lokasi tersering : hidung, faring,
epiglottis, laring dan trakea bagian atas.
• Lintah dapat melekat pada mukosa melalui alat pengisap/sucker, menghisap darah melalui mulutnya. Mulutnya memiliki tiga
pipa pemotong, yang berpenetrasi tubuh pada lokasi perlekatannya.
• Saliva dari lintah mengandung hirudin, yang menghambat trombin, faktor IX a dan enzim lainnya. Antikoagulan ini dapat
menyebabkan lintah bergerak secara bebas dari lokasi awalnya.
• Lintah mengigit permukaan yang hangat dan mencerna darah dan membesar dengan ukuran 89% ukuran tubuhnya.
Epistaksis e.causa infestasi lintah
• Infestasi lintah tidak banyak disebut dalam buku teks sebagai penyebab epistaksis yang cukup sering. Infestasi
lintah biasanya bersifat asimptomatik karena gigitan lintah tidak bersifat nyeri, sampai muncul gejala yang
serius.
• Gejala yang paling sering muncul adalah epistaksis spontan yang berulang. Keluhan lain yang bisa menyertai
adalah hidung tersumbat, dan sensasi bergerak di dalam rongga hidung. Lintah di laring dapat muncul dengan
gejala hemoptisis, serak dan sesak.
• Kemungkinan endoparasitisme lintah harus selalu dipikirkan bila ditemukan keluhan epistaksi berulang (lebih
sering pada anak) dengan riwayat kontak dengan air yang bersumber dari sungai, danau, kolam maupun air
dari gunung.
• Diagnosis lebih mudah ditegakkan apabila ditemukan benda asing kehitaman bergerak yang nampak di cavum
nasi pada rinoskopi anterior. Namun bila lokasi perlekatan di nasofaring, perlu dilakukan tindakan nasoendokopi
di bawah anestesi lokal.
• Pada lokasi cavum nasi dan faring bagian superior, lintah
dapat dilumpuhkan dengan xylocaine/lidocaine dan
langsung dilakukan ekstraksi.
• Bila lokasi di laring ataupun hipofaring, dapat dilakukan
laringoskopi direk di bawah narkose umum.
• Metode lain yang dapat digunakan untuk mengambil lintah
adalah dengan menginjeksikan cairan lidokain 4%,
disuntikkan pada tubuh lintah.
• Sebagai cara alternatif, bengkok diisi air diletakkan di
depan vestibulum dan diharapkan lintah bergerak ke luar.
Segera setelah lintah muncul dari lubang hidung, dapat
dijepit dengan klem arteri. Meskipun membutuhkan waktu
yang lebih lama, teknik ini dirasakan paling nyaman oleh
pasien.
• Metode tradisional lain yang sering digunakan adalah
dengan menaruh air rendaman tembakau di depan
vestibulum untuk memancing lintah keluar.

Ekstraksi Lintah
Pada Kasus ini
Tidak ada metode yang dianggap paling baik untuk
ekstraksi lintah dari cavum nasi. Beberapa penelitian menunjukkan
berbagai metode yang berbeda dengan hasil bervariasi. Ekstraksi
lintah memerlukan gerakan yang hati-hati namun kuat karena
biasanya lintah melekat dengan erat pada dinding mukosa melaui
alat pengisapnya. Karena struktur tubuhnya yang licin dan lunak,
agak sulit menjepit dengan forsep anatomis. Kasus seperti ini
termasuk kegawatdaruratan dan seluruh tindakan harus dipersiapkan
untuk mencegah aspirasi.
Pada kasus ini, digunanakan xylocaine nasal spray sebagai
anestesi lokal pada pasien dan diharapkan berefek anestesi pada
lintah, sehingga lebih mudah diambil.
Kesimpulan
Infestasi lintah di cavum nasi harus dipikirkan ketika melakukan diagnosis banding
epistaksis berulang terutama pada cavum nasi unilateral. Keluhan biasanya disertai hidung
tersumbat, perasaan geli, dan sensasi bergerak di rongga hidung, disertai riwayat menghirup
air, baik dari sungai, danau, kolam, air pegunungan, bahkan air dari rumah.
Berbagai metode ekstraksi telah dilaporkan, dan belum ada metode ilmiah yang
dianggap terbaik untuk melakukan ekstraksi lintah di cavum nasi. Ekstraksi dapat dilakukan
dengan endoskopi yang disertai anestesi lokal, maupun dengan cara menunggu/watchful
waiting. Anestesi umum patut dipikirkan apabila ada kesulitan ekstraksi.
Thanks ! Does anyone have any questions ?

. . .
1 1 1

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, including


icon by Flaticon, and infographics & images from Freepik

Anda mungkin juga menyukai