Anda di halaman 1dari 28

ASKEP TUMOR OTAK MENINGITIS

CEDERA KEPALA

Adia Anggita Prasila ( 19210007 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

Jl. Rawa Buntu No.10, BSD City – Serpong

Kota Tangerang Selatan

2021
Pengertian Tumor Otak

Tumor otak merupakan kondisi yang ditandai dengan tumbuhnya sel-sel abnormal di dalam atau
di sekitar otak. Sel-sel abnormal itu tumbuh tak wajar dan tidak terkendali. Namun, tumor di
dalam otak ini tidak selalu berubah menjadi tumor ganas atau kanker.

Tingkatan tumor otak terbagi dari tingkat 1-4. pengelompokkannya berdasarkan perilaku tumor
tersebut. Misalnya, dinilai dari kecepatan pertumbuhan dan cara penyebarannya. Untuk tingkat 1
dan 2, tumor otak tergolong jinak, dan tidak berpotensi menjadi ganas. Sementara itu pada
tingkat 3 dan 4 berbeda lagi. Di tingkat ini, tumor biasanya berpotensi menjadi kanker. Oleh
sebab itu, kondisi ini sering disebut sebagai tumor otak ganas atau kanker otak

Etiologi

Tumor otak adalah perubahan genetik yang menyebabkan ketidakseimbangan onkogen dan
tumor suppressor genes. Etiologi pasti yang dapat menyebabkan perubahan genetik ini belum
diketahui

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko tumor otak, antara lain radiasi pengion dosis tinggi, genetik, dan
radiofrekuensi elektromagnetik.

1. Radiasi Pengion Dosis Tinggi

Faktor risiko tumor otak yang telah diakui oleh International Agency for Research on
Cancer (IARC) adalah paparan terhadap radiasi pengion dosis tinggi (sinar X dan sinar
gamma). Radiasi pengion dalam dosis terapeutik juga berhubungan dengan peningkatan
risiko tumor otak. Sebuah penelitian systematic review melaporkan bahwa riwayat
paparan radiasi pengion berhubungan dengan peningkatan risiko seluruh jenis tumor
otak. Relative risk tumor otak setelah paparan radiasi pengion berkisar antara 0,19-5,6.
Radiasi pengion memiliki efek lebih besar terhadap risiko meningioma dibandingkan
dengan glioma. Paparan radiasi pengion terhadap anak-anak memiliki efek yang lebih
besar. Sebuah penelitian terhadap orang-orang yang selamat dari bom atom menunjukkan
ada 281 kasus tumor otak selama tahun 1958-1998. Insidensi pada kelompok anak yang
terpapar saat berusia 10 tahun adalah sebesar 17 kasus per 100.000 orang

2. Genetik

Kurang dari 5% tumor otak primer memiliki faktor risiko genetik. Beberapa penyakit
yang berkaitan dengan meningkatnya risiko tumor otak primer adalah neurofibromatosis
tipe 1 dan 2, kompleks sklerosis tuberosa, penyakit Cowden, Turcot syndrome, Gorlin
syndrome, dan Li-Fraumeni syndrome. Sebagian besar pasien memiliki faktor risiko yang
belum dapat diidentifikasi.
3. Radiofrekuensi Elektromagnetik

Radiofrekuensi elektromagnetik diduga juga memiliki efek karsinogenik termasuk radiasi


dari telepon genggam. Efek kumulatif dari radiasi telepon genggam (>10 tahun) sedikit
meningkatkan risiko terjadinya glioma. Namun, hasil dari penelitian lain menunjukkan
hasil yang berbeda. Penelitian di negara-negara Nordic melaporkan walaupun
penggunaan telepon genggam meningkat dari 2% pengguna menjadi 79%, insidensi
glioma cenderung tetap (0,3-0,4% per tahun).

4. Faktor Lain

Beberapa faktor risiko lain yang diduga dapat meningkatkan namun tidak signifikan
adalah penggunaan alkohol, senyawa kimia (cat rambut), paparan okupasional seperti
produk plastik, karet, formaldehyde, vinyl chloride, arsenik, merkuri, infeksi (virus,
Toxoplasma gondii).[3,14] Toxoplasma gondii merupakan protozoa yang dapat
mengakibatkan infeksi,

Tanda dan gejala

Gejala tumor otak berbeda-beda tergantung jenisnya. Gejala yang muncul dipengaruhi oleh
ukuran, kecepatan pertumbuhan, dan lokasi tumor. Tumor otak yang berukuran kecil sering kali
tidak menimbulkan gejala. Seiring berkembangnya tumor otak, dapat muncul gejala berupa sakit
kepala, gangguan saraf, atau kejang,masalah penglihatan,bingung atau pikun.

Patofisiologi

Patofisiologi tumor otak dimulai dari instabilitas genetik sel. Setelah itu terjadi angiogenesis,
metastasis, dan akhirnya dapat menimbulkan edema otak dan peningkatan intrakranial.

 Instabilitas Genetik Sel

Perubahan yang terjadi antara lain aktivasi gen yang berperan dalam proliferasi sel dan
terganggunya fungsi gen yang mengendalikan stabilitas genetik. Akibatnya, sel tersebut
melakukan pembelahan yang tidak terkendali dan menghasilkan mutasi. Perubahan
genetik yang dapat ditemukan pada tumor otak berupa mutasi, delesi, overekspresi, dan
translokasi. Perubahan epigenetik meliputi metilasi DNA pada regio promoter gen
supresor tumor yang menyebabkan inaktivasi gen-gen tersebut dan kegagalan supresi
tumor. Kebanyakan kanker tumbuh dari sel tunggal. Namun, karena karakteristik
pertumbuhan, tumor tersebut dapat menjadi heterogen. Instabilitas genetik dan epigenetik
tersebut menyebabkan sel berproliferasi tidak terkendali dan membentuk suatu massa
tumor.

 Angiogenesis
Tumor tidak dapat bertumbuh >2 mm bila tidak memiliki suplai vaskular sendiri.
Angiogenesis adalah proses pembentukan vaskular baru yang berfungsi menunjang
pertumbuhan tumor. Salah satu agen yang mencetuskan angiogenesis adalah vascular
endothelial growth factor (VEGF).[10]

 Metastasis

Metastasis sebuah kanker primer, misalnya kanker payudara atau kanker paru, didahului
oleh masuknya sel kanker ke dalam vaskular atau saluran limfe. Hanya sekitar 0,01% sel
kanker yang dapat mencapai sirkulasi darah dan melakukan metastasis.

Sel kanker masuk ke jantung sisi kanan melalui sirkulasi vena. Sel kanker tersebut diteruskan
melalui arteri pulmonalis ke kapiler paru. Di paru, sel-sel tersebut dapat bermetastasis atau
kembali lagi ke sisi kiri jantung dan masuk ke sirkulasi arteri untuk mencapai sirkulasi otak.
Tumor pada awalnya akan dorman dalam sistem saraf pusat, namun setelah beberapa waktu,
tumor akan bertumbuh dan melakukan invasi bila jaringan mendukung.

Tumor otak menimbulkan manifestasi klinis melalui berbagai mekanisme. Walaupun berukuran
kecil, tumor otak dapat menimbulkan kerusakan transfer impuls saraf otak. Tumor memiliki sifat
dapat melakukan invasi, infiltrasi, dan menggantikan jaringan parenkim otak normal sehingga
mengganggu fungsi normal jaringan tersebut dan menimbulkan defisit neurologis fokal.

Edema Otak dan Peningkatan Tekanan Intrakranial

Massa tumor dapat menghambat vaskularisasi otak sehingga menimbulkan edema dan juga
hipoksia jaringan. Ketika otak mengalami pembengkakan, terdapat kranium yang membatasi
volume otak sehingga lambat laun edema otak tersebut menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial.

Tumor yang terletak di ventrikel tiga dan empat dapat mengobstruksi aliran cairan serebrospinal
dan menyebabkan hidrosefalus. Tekanan intrakranial juga dapat meningkat oleh karena
hidrosefalus. Akibat peningkatan tekanan intrakranial, akan timbul gejala-gejala klinis tumor
otak seperti nyeri kepala, mual, muntah, dan defisit neurologis.

Peningkatan tekanan intrakranial kemudian akan semakin mengganggu perfusi darah ke otak dan
juga dapat menimbulkan herniasi jaringan otak di bawah falx serebri melalui tentorium
serebelum atau foramen magnum.

Meningitis
Pengertian Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu lapisan pelindung yang
menyelimuti otak dan saraf tulang belakang. Meningitis terkadang sulit dikenali, karena penyakit
ini memiliki gejala awal yang serupa dengan flu, seperti demam dan sakit kepala.

Meningitis atau radang selaput otak dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, atau
parasit. Kondisi-kondisi tertentu, seperti melemahnya sistem imun tubuh, juga dapat memicu
munculnya meningitis.

Meningitis, gejala, penyebab, cara mencegah, cara mengobati, alodokter

Semua golongan usia berpotensi terjangkit meningitis, termasuk bayi. Apabila meningitis tidak
ditangani dengan tepat, kondisi ini dapat memburuk dan memicu komplikasi seperti kejang,
gagal ginjal, atau bahkan kematian.

Etiologi

Meningitis sebagian besar adalah agen infeksius, yaitu bakteri, virus, fungi, atu parasit.

Bakteri yang dapat menyebabkan meningitis di antaranya adalah S.pneumoniae, P.aeruginosa,


N.meningitidis, dan H.influenzae.

Virus yang dapat menyebabkan meningitis misalnya enterovirus, paromyxovirus, West Nile
virus, dan Human Herpes Virus. HIV juga dapat menyebabkan aseptik meningitis.

Tanda dan gejala

5. Demam dan menggigil, terutama pada bayi baru lahir dan anak-anak

6. Leher kaku (kaku kuduk)

7. Perubahan kondisi mental seperti sering kebingungan


8. Sakit kepala parah

9. Mual dan muntah

10. Kejang atau sering pingsan

11. Sensitif terhadap cahaya (fotofobia)

12. Ruam kulit

13. Kebanyakan orang dengan meningitis virus ringan sembuh dengan sendirinya dalam 7-10
hari. Gejala awalnya mirip dengan radang selaput otak yang disebabkan oleh bakteri.

Namun, gejala meningitis bakteri biasanya lebih parah dan dapat menyebabkan komplikasi
serius, seperti kerusakan otak, gangguan pendengaran, dan kesulitan untuk focus. Infeksi bakteri
penyebabnya juga dapat dikaitkan dengan penyakit serius lainnya, yaitu sepsis (keracunan
darah). Tanpa perawatan segera, sepsis dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan jaringan,
kegagalan organ, dan kematian.

Patofisiologi

Patofisiologi meningitis disebabkan oleh infeksi yang berawal dari aliran subarachnoid yang
kemudian menyebabkan reaksi imun, gangguan aliran cairan serebrospinal, dan kerusakan
neuron.Meningitis merupakan inflamasi pada daerah meninges yang disebabkan oleh infeksi.
Agen infeksius yang dapat menyebabkan terjadinya meningitis bisa berupa bakteri, virus, fungsi,
ataupun parasit.

Cedera kepala
Pengertian

(trauma kepala) adalah masalah pada struktur kepala akibat mengalami benturan yang berpotensi
menimbulkan gangguan pada fungsi otak. Masalah ini dapat berupa luka ringan, memar di kulit
kepala, bengkak, perdarahan, patah tulang tengkorak, atau gegar otak. Cedera kepala adalah
proses terjadinya trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan
tengkorak dan otak. ( pierce agrace & Neil. R borlei 2006 )

Etiologi

Cedera kepala disebabkan oleh:

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Jatuh

3. Trauma benda tumpul

4. Kecelakaan kerja

5. Kecelakaan rumah tangga

6. Kecelakaan olahraga

7. Trauma tembak dan pecahan bom ( Ginsbreg , 2007 )

Tanda dan gejala

1. Demam tinggi

2. Leher kaku

3. Sakit kepala berat

4. Kejang

5. Sensitif terhadap cahaya


6. Mual atau muntah

7. Sulit berkonsentrasi atau kebingungan

8. Ruam

9. Nafsu makan berkurang

10. Bakteri : Haemophilus influenza (tipe B), streptococcus pneumonia, Neisseria

11. meningitis, hemolytic streptococcus, staphylococcus aureu, e. coli

12. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dibandingkan dengan

13. wanita

14. Faktor maternal : ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu

15. terakhir kehamilan

16. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi immunoglobulin,

17. anak yang mendapat obat obat imunosupresi

18. Anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang

19. berhubungan dengan sistem persarafan

Patofisiologi

Patofisiologi meningitis

Meningitis terjadi akibat dari penyebaran penyakit di organ atau jaringan tubuh yang lain. Virus
atau bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya penyakit Faringitis,
Tonsilitis, Pneumonia, dan Bronchopneumonia. Masuknya organisme melalui sel darah merah
pada blood brain barrier. Penyebaran organisme bisa terjadi akibat prosedur pembedahan,
pecahnya abses serebral atau kelainan sistem saraf pusat. Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur
dasar tengkorak yang dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadinya hubungan antara CSF
(Cerebro-spinal Fluid) dan dunia luar. Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu
aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis. Mikroorganisme masuk ke susunan saraf pusat
melalui ruang pada subarachnoid sehingga menimbulkan respon peradangan seperti pada
moonvia, arachnoid, CSF, dan ventrikel. Efek peradangan yang di sebabkan oleh
mikroorganisme meningitis yang mensekresi toksik dan terjadilah toksekmia, sehingga terjadi
peningkatan suhu oleh hipotalamus yang menyebabkan suhu tubuh meningkat atau terjadinya
hipertermi (Suriadi & Rita Yuliani 2001)

Pathway Tumor otak,Cedera kepala,dan meningitis


Tumor otak

Cedera kepala

Meningitis
PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN PENATALAKSANA PASIEN

 Pemeriksaan penunjang tumor otak

1. Pemeriksaan pendengaran dan penglihatan

2. Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi tubuh

3. Pemeriksaan saraf wajah (misalnya penderita diminta tersenyum atau menyeringai)

4. Pemeriksaan refleks

5. Pemeriksaan kekuatan otot

6. Pemeriksaan sensitivitas kulit

7. CT scan

Pemindaian CT scan dilakukan dengan bantuan sinar-X untuk mendapatkan


gambaran bagian dalam otak secara jelas.

8. MRI
Tujuan MRI sama seperti CT scan. Namun pada MRI, pemindaian dilakukan dengan
medan magnet yang kuat dan gelombang radio.

9. Positron Emmision Tomography (PET) scan

10. PET scan merupakan prosedur pemindaian dengan media nuklir, yang dilakukan
untuk memeriksa penyebaran tumor di seluruh tubuh.

 Penatalaksanaan tumor otak

Penatalaksanaan tumor otak bergantung pada lokasi tumor, jenis jaringan asal tumor,
potensi malignansi, usia pasien, keadaan umum, dan penyakit komorbid yang menyertai.
Penatalaksanaan tumor otak melibatkan multidisiplin, yaitu bedah saraf, onkologi,
radiologi, dan ahli radioterapi. Penatalaksanaan tumor otak yang digunakan meliputi
pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi medikamentosa, dan terapi suportif.

1. Glioma

Penatalaksanaan glioma meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, targeted


therapy, dan terapi suportif. Penatalaksanaan umumnya berbeda-beda tergantung
histopatologi dari tumor tersebut.

 Pemeriksaan penunjang cedera kepala

Mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Pasien dengan kecurigaan cedera otak traumatik harus ditanyakan riwayat dan
mekanisme trauma. Penyebab paling sering adalah terjatuh, kecelakaan kendaraan
bermotor, olahraga, dan akibat penyerangan. Pada kecelakaan bermotor perlu
diperhatikan apakah pasien memakai alat pelindung kepala atau tidak. Pasien dapat
mengalami hal berikut ini dan harus digali karena penting untuk diagnosis penentuan
pemeriksaan penunjang

 Penatalaksanaan cedera kepala

Penatalaksanaan cedera otak traumatik pada unit gawat darurat mengikuti protokol
advance trauma life support (ATLS). Pasien penurunan kesadaran harus selalu dilakukan
manajemen jalan napas, pemberian ventilasi dan oksigen yang adekuat, dan pemberian
cairan. Imobilisasi spinal harus dilakukan kecuali jika sudah dilakukan pemeriksaan
penunjang yang mengindikasikan bahwa imobilisasi dapat dihentikan. Penilaian skor
GCS dilakukan dan secepatnya diputuskan apakah memerlukan pemeriksaan CT-Scan
kepala atau tidak. Pasien dengan perdarahan (subdural, epidural) langsung dipersiapkan
untuk tindakan bedah. Pasien cedera otak traumatik berat pada umumnya mengalami
peningkatan tekanan intrakranial (trias peningkatan tekanan intrakranial yaitu muntah
proyektil, kejang, dan nyeri kepala) harus dikontrol dengan medikamentosa atau tindakan
antara lain:

1. Pengawasan tekanan darah, tekanan darah sistolik dipertahankan di atas 90 mmHg

2. Oksigenasi, pemberian oksigen dengan mempertahankan saturasi oksigen di atas 90%

3. Terapi hiperosmolar dengan manitol untuk menurunkan tekanan intrakranial dengan


dosis 0,25 g/kgBB sampai 1 g/kgBB. Terapi manitol harus dihindari pada kondisi
hipotensi dan tanda-tanda herniasi transtentorial

4. Terapi hipersalin dengan cairan salin 3%, kadar elektrolit natrium dapat ditingkatkan
hingga batas atas 155 meq/L melalui infus kontinyu maupun bolus 250 mL cairan
NaCl 3%. Hipertonik salin tidak dapat dihentikan tiba-tiba karena dapat
menyebabkan kembalinya peningkatan tekanan intrakranial tiba-tiba. Harus dilakukan
tappering-off.

5. Terapi hiperventilasi, tidak dianjurkan dilakukan dalam 24 jam pertama setelah


trauma. Tujuan hiperventilasi adalah membuat kondisi hipokapnia sehingga terjadi
refleks vasokonstriksi sehingga mengurangi aliran darah serebral.

6. Pemberian profilaksis antibiotik, untuk mencegah infeksi dan pneumonia akibat


tindakan medis (intubasi)

7. Pemberian steroid dalam menurunkan tekanan intrakranial berhubungan dengan


peningkatan mortalitas.

 Pemeriksaan penunjang meningitis

Trias klasik diagnosis awal meningitis adalah demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk.
Pungsi lumbal masih menjadi pemeriksaan penunjang utama untuk diagnosis meningitis.

1. Anamnesis

Pasien dengan meningitis biasanya akan memperlihatkan trias klasik, yaitu demam,
nyeri kepala, dan kaku kuduk. Keluhan ini akan terjadi beberapa jam sampai 2 hari
setelah onset. Keluhan lain yang dapat timbul pada pasien dengan kecurigaan
meningitis adalah mual, muntah, fotofobia, penurunan kesadaran atau disorientasi.

Penatalaksanaan meningitis
Obat-obatan diberikan sesuai dengan etiologi meningitis.

 Penanganan Awal

Pada pasien dengan keadaan syok atau hipotensif, pemberian infus kristaloid harus segera
diberikan sampai euvolemia. Pada pasien dengan gangguan status mental, perlu
dilakukan proteksi jalan napas dan kontrol agar tidak terjadi kejang. Pada pasien yang
memiliki kondisi cenderung stabil, dilakukan pemberian oksigen, akses intravena, dan
pungsi lumbal. Apabila diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan sebelum
pungsi lumbal. Kultur darah segera dilakukan jika dianggap perlu dan dilanjutkan dengan
pemberian antimikroba empiris.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN TUMOR OTAK,

MENINGITIS DAN CEDERA KEPALA


ASKEP TUMOR OTAK

Pengkajian Tumor otak

1. Data Demografi

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

a) Keluhan utama 

Biasanya klien mengeluh nyeri kepala

b) Riwayat penyakit saat ini

Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat


kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double, ketidakmampuan
sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman atau diplopia.

c) Riwayat penyakit dahulu

Klien pernah mengalami pembedahan kepala

d) Riwayat penyakit keluarga


Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga dengan
tumor kepala.

e) Pengkajian psiko-sosio-spirituab

Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan


mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test
dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

3. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )

Sebaiknya dilakukan per system (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada


pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkandengan keluhan-keluhan dari
klien.

a) B1 (Breathing) : Inspeksi, pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya


kompresi padamedulla oblongata didapatkan adanya kegagalan
pernafasan.Pengkajian inspeksi pernafasan pada klien tanpa kompresi
medullaoblongata didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan
taktilpremitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi
nafastambahan.

b) B2 (Blood) : Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada


medullaoblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi . pengkajian pada
klientanpa kompresi medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. TD
biasanormal, tidak ada peningkatan heart rate.

c) B3 (Brain) : Tumor otak sering menyebabkan berbagai deficit neurology


tergantung darigangguan fokal dan adanya peningkatan TIK. Pengkajian B3
merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan dengan
pengkajian padasystem lainnya. Trias klasik pada tumor kepala adalah nyeri
kepala, muntahdan papiledema.

d) B4 (Bladder) : Lnkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan


neurologis yangluas

e) B5 (Bowel) : Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan


menurun, mualdan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai
akibatrangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling
seringterjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan peningkatan
tekananintracranial disertai pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadi
tanpadidahului mual dan dapat berupa muntah proyektil.
f) B6 (Bone) : Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan ,
kehilangan sensorik ,mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas
dan istirahat.

 Pengkajian Keperawatan meningitis

Anamnesa

1) Identitas pasien.

2) Keluhan utama: sakit kepala dan demam.

3) Riwayat penyakit sekarang.

Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan
keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat
timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.

4) Riwayat penyakit dahulu

Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa
sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering
digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic
dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik).

5) Riwayat psikososial

Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk
menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

Pemeriksaan fisik

1) Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal.

2) TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan


peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada
fase akut) seperti disritmia sinus.

3) Afasia/kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/reaksi pupil), unisokor atau tidak


berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-
gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid
paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/hemiplegi, tanda Brudzinski (+)
dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut),
refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/tidak
ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki.

4) Adanya inkontinensia dan/atau retensi.

5) Muntah, anoreksia, kesulitan menelan.

6) Turgor kulit jelek.

Pengkajian cedera kepala

1. Pengkajian

a) Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
b) Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi: 
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor,tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler: 
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi: 
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S:Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O:Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese,
goyah dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
e. Sirkulasi
O:Tekanan darah normal atau berubah
(hiper/normotensi),perubahan frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi
dan aritmia.
f. Neurosensori
S:Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-an,
perubahan penglihatan, diplopia, gangguanpengecapan/pembauan.
O:Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi,kewas-
padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap cahaya),
/kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang.Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S:Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O:Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah.
c) Pemeriksaan Penunjang 
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
b. MRI Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis
tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan
TIK.

Diagnosa dan intervensi tumor otak


Intoleransi aktivitas
Definisi = ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Lemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan tanda mayor
 Subjektif
Mengeluh lelah
 Objektif
Frekuensi jantung meningkat <20% dari kondisi istirahat
Gejala dan tanda minor
 Subjektif
1. Dispnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
 Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG Menunjukanaritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG Menunjukan iskemia
4. Sianosis

Intervensi Intoleransi aktivitas (manajemen energy)


Tindakan
Observasi
1. Identifikasi gangguam fungsi tubuh mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman rendah stimulus (mis, cahaya suara kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menengkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
1. Anjurkan tirah barinh
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungin perawat jika tanda dan gejalakrlelahan tidak berkurang
4. Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makan
2. kolaborasi pemberian bronkodilator,mukolitik,jika perlu Defisit pengetahuan tentang
(spesifikkan)

Intervensi Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia (Manajemen


Nutrisi)

Observasi

1. Identifikasi status nutrisi

2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3. Identifikasi makanan yang disukai

4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric

6. Monitor asupan makanan

7. Monitor berat badan

8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu

2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)

3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi

5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein


6. Berikan suplemen makanan, jika perlu

7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu

2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu

2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

Askep cedera kepala


Diagnosa Pola nafas tidak efektif

Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tiak memberikan ventilasi adekuat

Gejala dan Tanda Mayor

 Data Subjektif

Dispnea

 Data Objektif

1. Penggunaan otot bantu pernafasan

2. Fase ekspirasi memanjang

3. Polanafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-


stokes).

Gejala danTanda Minor

 Data Subjektif

Ortopnea
 Data Objektif

1. Pernafasan pursed-lip

2. Pernafasan cuping hidung

3. Diameterthoraks anterior-posterior meningkat

4. Ventilasi semenit menurun

5. Kapasitas vital menurun

6. Tekanan ekspirasi menurun

7. Tekananin spurasi menurun

8. Ekskursi dada berubah

Intervensi (Manajemen jalan nafas)


Tindakan

Observasi

1. monitor pola nafas ( frekuensi,kedalaman,usaha nafas)

2. monitor bunyi nafas tambahan ( mis. Gruglimg,mengi,whezzingronki kering)

3. Monitor sputum (jumlaj,warna,aroma)

Teraupetik

1. pertambahan kepatenan jalan nafas drnganhead-tilit dan chin-lift ( jaw - thrust jika curiga
trauma servikal)

2. posisikan semi fowler dan fowler

3. berikan minumna hangat

4. lakukan fisioterapi dada jika perlu

5. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

6. lakukan hiperoksigenasi sebelum pengjisapanendoktrakeal

7. keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep mcGill

8. berikan oksigen
Edukasi

1. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari jika kontraindikadi

2. Ajarkan teknik batuk efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Definisi: Ketidakmampuan membersihkan Sekret atau Obstruksi jalan napass untuk


mempertahankan jalan nafas tetap paten.

Penyebab

Fisiologis

1. Spasme jalan napas

2. HiperSekresi jalan napas

3. Disfungsi neuromuskuler

4. Benda asing dalam jalan napas

5. Adanya jalan nafas buatan

6. Sekresi yang tertahan

7. Hiperplasia dinding jalan napas

8. Proses infeksi

9. Respon alergi

10. Efek agen farmakologis (mis. Ansietas)

Situasional

1. Merokok aktif

2. Merokok pasif

3. Terpajan polutan

Gejala dan tanda mayor

 Subjektif
(Tidak tersedia)

 Objektif

1. Batuk tidak efektif

2. Tidak mampu batuk

3. Sputum berlebihan

4. Mengi, wheezing dan / atau ronkhi kering

5. Mekonium di jalan napas (pada neonatus)

Gejala dan tanda Minor

 Subjektif

1. Dispnea

2. Sulit bicara

3. Ortopnea

 Objektif

1. Gelisah

2. Sianosis

3. Bunyi nafas menurun

4. Frekuensi napas berubah

5. Pola napas berubah

Kondisi klinis terkait

1. Gullian barre syndrome

2. Sklerosis mulitipel

3. Myasthenia gravis

4. Prosedur diagnostik (mis. Bronkoskopi, tansesphageal echocardiaography [TEE])

5. Depresi sistem saraf pusat

6. Cedera kepala
7. Stroke

8. Kuadriplegia

9. Sindrom aspirasi mekonium

10. Infeksi saluran nafas

Intervensi Latihan batuk efektif

Definisi: Melatih pasien yang tidak memiliki kemampuan batuk secara efektif untuk
membersihkan Laring trakea Dan bronkiolus dari Sekret atau benda asing di jalan nafas

Tindakan

Observasi

1. Identifikasi kemampuan batuk

2. Monitor adanya Retensi sputum

3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

4. Monitor input dan output cairan(mis. Jumlah dan karakteristik)

Terapeutik

1. Atur posisi semi fowler atau fowler

2. Pasang Perlak dan bengkok di Pangkuan pasien

3. Buang Sekret pada tempat sputum

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4detik, ditahan selama 2detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu(dibulatkan) selama 8detik

3. Anjurkan mengulangi tariknapas dalam hingga 3kali

4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tariknapas dalam yang ke-3

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian mukolitik atau Ekspektoran, Jika perlu


Askep meningitis

Tanda gelajala

Hipertermi

Penyebab

1. Dehidrasi

2. Terpapar lingkungan panas

3. Proses penyakit mis. Infeksi kanker

4. Ketidaksesuain pakaian dengan suhu lingkungan

5. Peningkatan laju metabolisme

6. Respon trauma

7. Aktivitas berlebihan

8. Pengunaan inkubator

Gejala dan tanda mayor

 Subjektif

Tidak tersedia

 Objektif

1. Suhu tubuh di atas normal

Tanda gejala minor

 Subjektif

Tidak tersedia

 Objektif

1. Kulit merah

2. Kejang

3. Takikardi

4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

Intervensi Manajemen Hipertermik

Definisi: Mengidentifikasi dan mengelolah peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi


termoregulasi.

Tindakan:

Observasi

1. Identifikasi penyebab hipertermik(mis. dehidrasi, terpepar lingkungan panas, penggunaan


inkubator)

2. Monitor suhu tubuh

3. Monitor kadar elektrolit

4. Monitor keluaran Urin

5. Monitor komplikasi akibat Hipertermik

Trapeutik

1. Sediakan lingkungan yang dingin

2. Longgarkan atau lepaskan pakaian

3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh

4. Berikan cairan Oral

5. Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis(keringat berlebih)

6. Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hiportermia atau kompres dingin pada dahi,
leher, dada abdomen, aksila)

7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

8. Berikan Oksigen jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perl


Nausea

Definisi: Perasaa tidak nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat
mengakibatkan muntah

Penyebab:

1. Gangguan biokimiawi mis uremia ketoasidosis diabetik

2. Gangguan pada esofagus

3. Distensi lambung

4. Iritasi lambung

5. Gangguan pankreas

6. Peregangan kapsul limpa

7. Tumor terlokalisasi (mis neuroma akustik, tumor otak primer, atau sekunder,metastasis
tulang di dasar tenggorokan )

8. Peningakatan tekanan intraabdominal (mis,keganasan intraabdominal)

9. Peningkatan tekanan intrakranial

10. Peningkatan tekanan intraorbital ( mis, glaukoma)

11. Mabuk perjalanan

12. Kehamilan

13. Aroma tidak sedap

14. Rasa makanan / minuman tidak enak

15. Stimulus penglihatan yidak menyenangkan

16. Faktor psikologis

17. Efek agen farmakologis

18. Efek toksin

Gejala dan tanya mayor

 Subjektif

1. Mengeluh mual
2. Merasa ingin muntah

3. Tidak berminat makan

 Objektif

(tidak tersedia)

Gejala dan tanda minor

 Subjektif

1. Mengeluh mual

2. Merasa ingin muntah

3. Tidak berminat makan

Kondisi klinis terkait

1. Meningitis

2. Labrinitis

3. Uremia

4. Ketoasidosis diabetik

5. Ulkus peptikum

6. Penyakit esofagus

7. Tumor intraaabdomen

8. Penyakit meniere

9. Neuroma akustik

10. Tumor otak

11. Kanker

12. Glukoma

Intervensi

Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola perasaan tidak enak pada bagian tenggorokan atau
lambung yang dapat menyebabkan muntah
Tindakan

Observasi

1. Identifikasi pengalaman mual

2. Identifikasi syarat nonverbal ketidaknyamanan misal bayi anak-anak dan mereka yang
tidak dapat berkomunikasi secara efektif

3. Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup misalnya nafsu makan aktivitas kinerja
tanggung jawab peran dan tidur

4. Identifikasi faktor penyebab mual misalnya pengobatan dan Prosedur

5. Identifikasi antianemic untuk mencegah mual kecuali mual pada kehamilan

6. Monitor mual misalkan frekuensi durasi dan tingkat keparahan

7. Monitor asupan nutrisi dan kalori

Teraupetik

1. Kendalikan faktor lingkungan penyebab misalkan bau tak sedap suara atau rangsang
rangsangan visual yang tidak menyenangkan

2. kurangi atau hilangkan keadaan penyebab misalkan kecemasan ketakutan kelelahan

3. berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik

1. 4 . berikan makanan dingin cairan bening tidak berbau tidak berwarna Jika perlu

Edukasi

1. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup 2. anjurkan sering membersihkan mulut kecuali
jika merasa mual

2. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak

3. Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual misalkan


biofeedback hipnosis relaksasi terapi musik akuspresur

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian antiemetik jika perlu

Anda mungkin juga menyukai