Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DAN CA COLON

DIBUAT OLEH :
ADIA ANGGITA PRASILA
S1 KEPERAWATAN 3B

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN


JL. RAYA RAWA BUNTU NO. 10 BSD CITY – SERPONG 15318
PHONE : (021) 758 721 42, 758 71 245
FAX : 021-758-1267, SMS : 08568633222
www.stikesbanten.ac.id
Sistem pencernaan

Fungsi sistem pencernaan adalah:


Ingesti: proses menelan. Makanan harus dimasukkan ke dalam mulut sebelum dapat di
proses di saluran pencernaan; ini adalah proses masuknya makanan ke saluran pencernaan.

Propulsi. Jika makanan diproses oleh lebih dari satu organ pencernaan, mereka harus
didorong dari satu organ ke organ lainnya; Menelan adalah salah satu contoh pergerakan
makanan yang sangat tergantung pada proses propulsi yang disebut peristaltik (gelombang
kontraksi dan relaksasi otot-otot di dinding organ).

Digesti Mekanis: pencernaan mekanis. Pencernaan mekanik menyiapkan makanan untuk


degradasi lebih lanjut oleh enzim dengan secara fisik memecah-mecah makanan menjadi
potongan-potongan yang lebih kecil. Contoh-contoh pencernaan mekanik adalah:
pencampuran makanan di mulut dengan lidah, pengadukan makanan di perut, dan segmentasi
di usus kecil.

Digesti Kimia: pencernaan bahan kimia. Urutan langkah-langkah di mana molekul


makanan besar dipecah menjadi molekul-molekul kecil oleh enzim yang disebut pencernaan
kimia.

Absorpsi. Pengangkutan produk akhir yang dicerna dari lumen saluran pencernaan ke darah
atau getah bening disebut proses absorpi atau penyerapan, dan agar penyerapan terjadi,
makanan yang dicerna harus terlebih dahulu memasuki sel mukosa melalui proses transpor
aktif atau pasif.

Sekresi/Defekasi. Buang air besar adalah eliminasi residu yang tidak dapat dicerna dari
saluran pencernaan melalui anus dalam bentuk feses.

Anatomi Sistem Pencernaan

Organ-organ sistem pencernaan dapat dipisahkan menjadi dua kelompok utama: organ-organ
utama yang membentuk saluran pencernaan dan organ pencernaan tambahan.
Organ Pembentuk Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan, juga disebut saluran gastrointestinal, adalah saluran berotot yang terus-
menerus berliku melalui rongga tubuh ventral dan terbuka di kedua ujungnya. Organ-
organnya meliputi:

Mulut

Makanan memasuki saluran pencernaan melalui mulut, atau rongga mulut, rongga selaput
lendir.

 Bibir. Bibir (labia) melindungi lubang anterior rongga mulut.


 Pipi. Pemembentuk dinding lateral mulut.
 Langit-langit. Langit-langit keras membentuk atap anterior, dan langit-langit
lunak membentuk atap posteriornya.
 Uvula atau Anak lidah. Uvula adalah proyeksi seperti jari pada langit-langit
lunak, yang membentang lebih rendah dari tepi posterior langit-langit lunak.
 Vestibula. Ruang antara bibir dan pipi secara eksternal dan gigi serta gusi secara
internal disebut vestibula.
 Rongga mulut. Area dimana terdapat susunan gigi dan lidah.
 Lidah. Lidah berotot menempati dasar mulut dan memiliki beberapa ikatan tulang
– dua di antaranya adalah tulang hyoid dan proses styloid pada tengkorak.
 Frenulum lingual. Frenulum lingual, lipatan selaput lendir yang menahan lidah di
dasar mulut dan membatasi gerakan posteriornya.
 Amandel Palatine. Jaringan limfatik pada ujung rongga mulut.
 Amandel lingual. Amandel lingual adalah penutup pangkal lidah bagian luar.

Faring

Dari mulut, makanan melewati orofaring dan laringofaring.

 Orofaring. Orofaring adalah bagian posterior ke rongga mulut.


 Laringofaring. Laringofaring berhubungan langsung dengan
kerongkongan/esofagus di bawahnya; keduanya merupakan jalan masuk untuk
makanan, cairan, dan udara.

Esofagus

Esofagus atau kerongkongan, saluran antara faring dan diafragma sebelum makanan masuk
ke lambung.

 Ukuran dan fungsi. Panjangnya sekitar 25 cm (10 inci), pada dasarnya adalah


saluran yang membawa makanan secara peristaltik dari faring ke perut.
 Struktur. Dinding organ saluran pencernaan dari kerongkongan ke usus besar
terdiri dari empat lapisan atau tunik jaringan dasar yang sama.
 Mukosa. Mukosa adalah lapisan terdalam, membran lembab yang melapisi
rongga, atau lumen, organ; terutama terdiri dari epitel permukaan, ditambah
sejumlah kecil jaringan ikat (lamina propria) dan sedikit lapisan otot polos.
 Submukosa. Submukosa ditemukan tepat di bawah mukosa; yang merupakan
lapisan jaringan ikat lunak yang mengandung pembuluh darah, ujung saraf, nodul
limfa, dan pembuluh limfatik.
 Muscularis externa. Muscularis externa adalah lapisan otot yang biasanya terdiri
dari lapisan melingkar dalam dan lapisan longitudinal luar sel otot polos.
 Serosa. Serosa adalah lapisan terluar dari dinding yang terdiri dari satu lapisan sel
penghasil cairan serosa datar, peritoneum visceral.
 Pleksus saraf intrinsik. Dinding saluran pencernaan mengandung dua pleksus
saraf intrinsik yang penting – pleksus saraf submukosa dan pleksus saraf
mienterika, yang keduanya merupakan jaringan serabut saraf yang merupakan
bagian dari sistem saraf otonom dan membantu mengatur mobilitas dan aktivitas
sekretorik dari saluran pencernaan.
Lambung

Lambung atau ventrikulus berupa suatu kantong yang terletak di bawah sekat rongga badan.
Fungsi lambung secara umum adalah tempat di mana makanan dicerna dan sejumlah kecil
sari-sari makanan diserap.

 Lokasi. Lambung berbentuk C berada di sisi kiri rongga perut, dibalik hati dan
diafragma.
 Fungsi. Lambung bertindak sebagai “tangki penyimpanan” sementara untuk
makanan serta tempat untuk pemecahan makanan.
 Katup. Sphinchter cardioesophageal atau katup kardioesofagal adalah katup yang
memungkinkan makanan masuk dari esofagus ke lambung, posisinya terletak di
bagian atas lambung dan di bagian bawah esofagus di mana makanan memasuki
lambung dari kerongkongan.
 Fundus. Fundus adalah bagian lambung yang melebar ke daerah jantung.
 Body. Body adalah bagian tengah lambung, yang semakin ke bawah semakin
menyempit dan disebut antrum pilorik, kemudian bagian ujungnya disebut pilorus
dan berbentuk corong.
 Pilorus. Pilorus adalah bagian paling akhir dari lambung yang mana merupakan
pintu sambungan dengan usus kecil melalui sfingter atau katup pilorus.
 Ukuran. Panjang lambung bervariasi dari 15 hingga 25 cm, tetapi diameter dan
volumenya tergantung pada seberapa banyak makanan yang dikandungnya; ketika
penuh, dapat menampung sekitar 4 liter (1 galon) makanan, tetapi ketika kosong
akan kembali ke bentuk normalnya.
 Rugae. Mukosa lambung yang terdiri dari lipatan-lipatan yang memungkinkan
lambung untuk membesar dan kembali ke keadaan normal sesuai dengan seberapa
banyak makanan yang masuk.
 Mukosa Lambung. Mukosa lambung adalah epitel kolumnar sederhana yang
seluruhnya terdiri dari sel-sel lendir yang menghasilkan lapisan pelindung lendir
alkali yang kaya bikarbonat yang menempel pada mukosa lambung dan
melindungi dinding lambung dari kerusakan oleh asam dan enzim.
 Kelenjar lambung. Lapisan yang mulus ini dihiasi dengan jutaan lubang lambung
dalam, yang mengarah ke kelenjar lambung yang mengeluarkan larutan yang
disebut getah lambung atau gastric juice.
 Faktor intrinsik. Beberapa sel lambung menghasilkan faktor intrinsik, zat yang
dibutuhkan untuk penyerapan vitamin b12 dari usus kecil.
 Sel kepala. Sel-sel utama menghasilkan enzim pencerna protein, kebanyakan
berupa pepsinogens.
 Sel parietal. Sel-sel parietal menghasilkan asam hidroklorat korosif, yang
membuat isi lambung bersifat asam dan mengaktifkan enzim.
 Sel enteroendokrin. Sel-sel enteroendokrin menghasilkan hormon lokal seperti
gastrin, yang penting untuk aktivitas pencernaan lambung.
 Chyme. Setelah makanan diproses, menyerupai krim kental yang disebut chyme.

Usus Halus

Sumber: DosenPendidikan
Usus halus berbentuk tabung tipis yang panjangnya 10 meter seperti selang yang digulung,
dimana permukaan bagian dalamnya penuh dengan tonjolan dan lipatan.

Hasil makanan dari lambung biasanya dalam bentuk semi padat atau chyme. Chyme inilah
yang kemudian dilepaskan secara sedikit demi sedikit melalui otot pylori sphincter bagian
pertama dari usus halus disebut duodenum (usus 12 jari).

Nah, terdapat tiga bagian utama dari usus halus yaitu duodenum (usus 12 jari),  jejunum (usus
kosong) dan ileum (bagian akhir).
Usus dua belas jari (duodenum) berperan dalam proses pencernaan makanan secara kimiawi
dengan bantuan getah empedu dan getah pankreas. Selanjutnya makanan, akan melalui usus
jejunum untuk membantu proses pencernaan makanan secara kimiawi melalui enzim-enzim
yang dihasilkan dinding usus seperti disakaridase (seperti maltase, laktase, dan sukrase),
aminopeptidase, dipeptidase, serta enterokinase. Bagian akhir usus halus adalah ileum yang
mana bertugas dalam menyelesaikan proses penyerapan nutrisi dan menyerap asam empedu
untuk dapat didaur ulang lagi.

Usus Besar

Proses penyerapan dari usus halus yang masih belum maksimal kemudian akan dilanjutkan
oleh usus besar.

Usus besar berbentuk seperti huruf U terbalik yang panjangnya sekitar 5-6 meter.  Terdapat
tiga bagian utama usus besar yaitu sekum (cecum), kolon dan rektum (rectum).

Sekum berbentuk seperti kantong yang berfungsi menyerap nutrisi yang tidak dapat diserap
usus halus. Kolon adalah bagian terpanjang dari usus besar yang berfungsi sebagai tempat
cairan dan garam diserap.

Rektum adalah bagian akhir dari usus besar.  Rektum terhubung langsung keanus sehingga
bagian ini berfungsi untuk tempat penyimpanan tinja sebelum dikeluarkan oleh anus.

Fungsi utama usus besar adalah membuang air dan garam yang tidak dapat dicerna dan
membentuk limbah padatan yang dapat dikeluarkan.

Anus
Anus berfungsi untuk proses defekasi feses dan mengatur keluarnya fases. Defekasi adalah
proses membuang kotoran sisa pencernaan dalam bentuk feses.  Hasil akhir dari sistem
pencernaan makanan berupa fases atau kotoran.
ASUHAN KEPERAWATAN APENDISITIS DAN CA COLON

APENDISITIS

Pengertian
Apendisitis adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh benda
asing batu feses kemudian terjadi proses infeksi dan disusul oleh peradangan
dari apendiks verivormis (Nugroho, 2011). Apendisitis merupakan
peradangan yang berbahaya jika tidak ditangani segera bisa menyebabkan
pecahnya lumen usus (Williams & Wilkins, 2011). Apendisitis adalah suatu
peradangan yang berbentuk cacing yang berlokasi dekat ileosekal
(Reksoprojo, 2010)

Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal menjadi faktor
penyebabnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor pencetus
disamping hyperplasia jaringan limfe, batu feses, tumor apendiks, dan cacing
askaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
menimbulkan apendisitis yaitu erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.Histolytica (Sjamsuhidajat, 2010)

Gejala Penyakit Usus Buntu

Gejala utama pada penyakit usus buntu adalah nyeri pada perut. Nyeri ini disebut kolik
abdomen . Rasa nyeri tersebut dapat berawal dari pusar, lalu bergerak ke bagian kanan bawah
perut. Namun, posisi nyeri dapat berbeda-beda, tergantung usia dan posisi dari usus buntu itu
sendiri. Dalam waktu beberapa jam, rasa nyeri dapat bertambah parah, terutama saat kita
bergerak, menarik napas dalam, batuk, atau bersin. Selain itu, rasa nyeri ini juga bisa muncul
secara mendadak, bahkan saat  penderita sedang tidur. Bila radang usus buntu terjadi saat
hamil, rasa nyeri bisa muncul pada perut bagian atas, karena posisi usus buntu menjadi lebih
tinggi saat hamil.

Gejala nyeri perut tersebut dapat disertai gejala lain, di antaranya:

 Kehilangan nafsu makan


 Perut kembung
 Tidak bisa buang gas (kentut)
 Mual
 Konstipasi atau diare
 Demam
Asuhan keperawatan apendiksitis

 Konstipasi

 Definisi : Penurunan desikasi normal yang disertai pengeluaran feses sulit dan tidak
tuntas serta feses kering dan banyak

Penyebab
 Fisiologis
1. Penurunan motilitas gastrointestinal
2. ketidakadekuatan pertumbuhan gigi
3. ketidakcukupan diet
4. ketidakcukupan asupan serat
5. ketidakcukupan asupan cairan agen Lionik (misalnya penyakit hircsprung)
6. kelemahan otot abdomen

 Psikologis
1. Konfusi
2. Depresi
3. Ganguan emosi

 Situasional
1. Perubahan kebiasaan makan misalnya jenis makanan jadwal makanan
2. ketidakadekuatan toileting
3. aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan
4. penyalahgunaan laksatif
5. efek agen farmakologis
6. ketidakaturan kebiasaan Defekasi
7. kebiasaan menahan dorongan defekasi
8. perubahan lingkungan

Gejala dan tanda mayor


 Subjektif
1. Desikasi kurang dari 2 kali seminggu
2. pengeluaran feses lama dan sulit
 Objektif
1. Feses keras
2. Peristaltik usus menurun

Gejala dan tanda minor


 Subjektif
1. Mengejan saat defekasi
 Objektif
1. Distensi obdomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba masa pada rektal

Kondisi klinis terkait


1. Lesi atau cedera pada medula spinalis
2. spina bifida
3. stroke
4. sklerosis multipel
5. penyakit parkinson
6. demensia
7. hiperparatiroidisme
8. hipoparatiroid
9. keseimbangan elektrolit
10. hemoroid
11. obesitas
12. pasca operasi obstruksi bowel
13. kehamilan
14. pembesaran prostat
15. abses rectal
16. fisura anorektal
17. striktura anorektal
18. proplaps rectal
19. ulkus rektal
20. rektokel
21. tumor
22. penyakit hirschsprung
23. impaksi feses

 Konstipasi

INTERVENSI: PENCEGAHAN KONSTIPASI

Definisi: mengidentifikasi dan menurunkan risiko terjadinya penurunan frekuensi normal


defekasi yang yang disertai kesulitan pengeluaran feses tidak lengkap.

Tindakan
 Observasi
1. identifikasi faktor risiko konstipasi (mis, asupan serat tidak adekuat, asupan cairan tidak
adekuat, aganglionik, kelemahan otot abdomen, aktivitas fisik kurang)
2. monitor tanda dan gejala konstipasi (mis, defekasi kurang dua kali seminggu, defekasi
lama atau sulit, feses keras, peristaltik menurun)
3. identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasikan kebutuhan.
4. identifikasi penggunaan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi.

 Teraprutik
5. Batasi minuman yang mengandung kafein dan alkohol
6. jadwalkan rutinitas BAK.
7. lakukan masase abdomen.
8. berikan terapi akupresur.

 Edukasi
9. Jelaskan penyebab dan faktor risiko konstipasi.
10. Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan (1500-2000 ml/hari)
11. Anjurkan mengkonsumsi makanan berserat(25-30 gram/hari)
12. Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan.
13. Anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari.
14. Anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB

 Kolaborasi
15. kolaborasi dengan ahli gizi, Jika perlu

 Nyeri Kronis

 Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan


jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Penyebab :
1. Kondisi muskuloskeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuron osilator, dan reseptor
6. Gangguan imunitas ( mis. Neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolik
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan Indeks massa tubuh
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan ( mis. Fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat

Gejala dan tanda mayor


 Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi

 Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan tanda minor


 Subjektif
1. Merasa takut mengalami cedera berulang

 Objektif
1. Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri

Kondisi klinis terkait


1. Kondisi kronis ( mis. Artritis reumatoid)
2. Infeksi
3. Cedera medula spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor

 Nyeri

INTERVENSI: MENEJEMEN NYERI

Definisi :
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan tinggal berat dan konstan

Tindakan :

 Observasi
1. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingati nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer uang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

 Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Tensi, hipnosis,
akupuntur, terapi musik, bio feedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi, ter
bimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan stategi meredakan nyeri

 Edukasi
1. Jelaskan oenyebab, oeriode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

 Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian anakgetik, jika perlu.
Ca colon
Pengertian

Kanker kolorektal adalah jenis kanker yang tumbuh pada usus besar (kolon), atau pada
bagian paling bawah dari usus besar yang terhubung ke anus (rektum). Kanker ini bisa
dinamai kanker kolon atau kanker rektum, tergantung pada lokasi tumbuhnya kanker.

Kebanyakan kanker kolorektal bermula dari polip usus atau jaringan yang tumbuh di


dinding dalam kolon atau rektum. Namun, tidak semua polip akan berkembang menjadi
kanker kolorektal. Kemungkinan polip berubah menjadi kanker juga tergantung kepada jenis
polip itu sendiri. Terdapat 2 jenis polip di usus besar, yaitu:

 Polip adenoma. Jenis polip ini yang dapat berubah menjadi kanker, karena itu
adenoma juga disebut kondisi pra kanker.
 Polip hiperplastik. Polip jenis ini lebih sering terjadi, dan biasanya tidak menjadi
kanker.

Selain tergantung pada jenis polip, ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi
perubahan polip menjadi kanker kolorektal, seperti ukuran polip yang lebih besar dari 1 cm,
terdapat lebih dari 2 polip di kolon atau rektum, atau bila ditemukan displasia (sel abnormal)
setelah polip diangkat.

Gejala Kanker Kolorektal

Gejala kanker kolorektal seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah berkembang
jauh. Jenis gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya kanker. Beberapa
gejala yang dapat muncul, antara lain:

 Diare atau konstipasi.
 Buang air besar yang terasa tidak tuntas.
 Darah pada tinja.
 Mual.
 Muntah.
 Perut terasa nyeri, kram, atau kembung.
 Tubuh mudah lelah.
 Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

Segera periksakan diri ke dokter bila muncul gejala di atas. Pada tahap awal, gejala kanker
kolorektal sering tidak terasa. Karena itu, pemeriksaan secara rutin patut dilakukan untuk
berjaga-jaga.

Penyebab dan Faktor Risiko Kanker Kolorektal

Tumbuhnya sel-sel secara abnormal merupakan penyebab di balik semua kanker, termasuk
kanker kolorektal. Namun, hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa yang
menyebabkan sel-sel tersebut berkembang secara tidak terkendali.

Meskipun penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang dapat memicu kanker
kolorektal, yaitu:

 Usia. Risiko kanker kolorektal akan meningkat seiring bertambahnya usia. Lebih dari
90% kasus kanker kolorektal dialami oleh seseorang berusia 50 tahun atau lebih.
 Riwayat penyakit. Seseorang dengan riwayat penyakit kanker atau polip kolorektal
lebih berisiko terserang kanker kolorektal. Begitu juga seseorang dari keluarga yang
pernah mengalami penyakit kanker atau polip kolorektal.
 Penyakit genetik. Seseorang dengan penyakit yang diturunkan dari keluarga, seperti
sindrom Lynch, berisiko tinggi mengalami kanker kolorektal.
 Radang usus. Kanker kolorektal berisiko tinggi menyerang penderita kolitis
ulseratif atau penyakit Crohn.
 Gaya hidup. Kurang olahraga, kurang asupan serat dan buah-buahan, konsumsi
minuman beralkohol, obesitas atau berat badan berlebih, dan merokok meningkatkan
risiko kanker kolorektal.
 Radioterapi. Paparan radiasi pada area perut meningkatkan risiko kanker kolorektal.
 Diabetes.
Asuhan keperawatan ca colon

 kurang pengetahuan

 Definisi: Ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.

Penyebab

1. Keterbatasan kognitif

2.gangguan fungsi kognitif

3. Kekeliruan mengikuti anjuran

4. Kurang terpapar informasi

5. Kurang minat dalam belajar

6. Kurang mampu mengingat


7. Ketidak tahunan menemukan sumber informasi

Gejala dan Tanda Mayor

 Subjektif

1. Menanyakan masalah yang di hadapi

 Objektif

1.menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran

2.menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah

Gejala dan Tanda Minor

 Subjektif

(Tidak tersedia)

 Objektif

1.menjalani pemeriksaan yang tidak tepat

2.menunjukkan perilaku berlebihan (mis.apatis,bermusuhan,agitasi,histeria)

Kondisi terkait

1. Kondisi klinis yang baru dihadapi oleh klien

2. Penyakit akur

3. Penyakit kronis

Keterangan
Diagnosis ini dapat dispesifikkan berdasarkan topik tertentu, yaitu :

1. Gaya hidup sehat

2. Keamanan diri

3. Keamanan fisik anak

4. Kehamilan dan persalinan

5. Kesehatan maternal pasca persalinan

6. Kesehatan maternal prekonsepsi

Kurang pengetahuan

INTERVENSI: EDUKASI KESEHATAN

Definisi: Mengajarkan pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih serta
sehat

Tindakan

 Observasi

1.indentifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

2. identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku


hidup bersih dan sehat

 Terapeutik

3. sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

4. jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

5. berikan kesempatan untuk bertanya

 Edukasi
6. jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

7. ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat

8. Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat

 Nyeri Kronis

 Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan


jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Penyebab :
1. Kondisi muskuloskeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuron osilator, dan reseptor
6. Gangguan imunitas ( mis. Neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
7. Gangguan fungsi metabolik
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan Indeks massa tubuh
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan ( mis. Fisik, psikologis, seksual)
13. Riwayat penyalahgunaan obat/zat

Gejala dan tanda mayor

 Subjektif
1. Mengeluh nyeri
2. Merasa depresi

 Objektif
1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan tanda minor


• Subjektif
1. Merasa takut mengalami cedera berulang
• Objektif
1. Bersikap protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri

Kondisi klinis terkait


1. Kondisi kronis ( mis. Artritis reumatoid)
2. Infeksi
3. Cedera medula spinalis
4. Kondisi pasca trauma
5. Tumor

Nyeri kronik
Intervensi: Menejemen nyeri

Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang


berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan tinggal berat dan konstan

Tindakan :
 Observasi
1. Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri.
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingati nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer uang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik

 Terapeutik
1. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis. Tensi, hipnosis,
akupuntur, terapi musik, bio feedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi, ter
bimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan stategi meredakan nyeri
 Edukasi
1. Jelaskan oenyebab, oeriode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

 Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian anakgetik, jika perlu.

 Ansietas

 Definisi: kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek yang tidak
jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan
tindakan untuk menghadapi ancaman

Penyebab:
1. Krisis situasional
2. kebutuhan tidak terpenuhi
3. krisis maturasional
4. ancaman terhadap konsep diri
5. ancaman terhadap kematian
6. kekhawatiran mengalami kegagalan
7. disfungsi sistem keluarga
8. hubungan orangtua-anak tidak memuaskan
9. faktor keturunan tempramen mudah registrasi sejak lahir
10. penggunaan zat
11. terpapar bahaya lingkungan misalkan toksin polutan dan lain-lain
12. kurang terpapar informasi

Gejala dan tanda mayor

Subjektif
1. Merasa binggung
2. Merasa khawatir dan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsetrasi

Objektif
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3 sulit tidur

Gejala dan tanda minor

Subjektif
1. Merasa pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4 merasa tidak berdaya

Objektif
1. Frekuensi napas meningkat
2. frekuensi nadi meningkat
3. tekanan darah meningkat
4. diaforesis
5. tremor
6. muka tampak pucat
7. suara bergetar
8. kontak mata buruk
9. sulit berkemih
10. berorientasi pada masa lalu

Kondisi klinis terkait


1. Penyakit kronis progresif misalkan kanker penyakit autoimun
2. Penyakit akut
3. hospitalisasi
4. rencana operasi
5. kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6. penyakit neurologis
7. tahap tumbuh kembang

ansietas
intervensi: Reduksi ansietas

Definisi
Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subjektif terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman

Tindakan
 Observasi
1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah misalkan kondisi waktu stressor
2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
3. Monitor tanda-tanda anxietas verbal dan nonverbal

 Terapeutik
4. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
5. temani pasien untuk mengurangi kecemasan Jika memungkinkan
6. pahami situasi yang membuat ansietas 7. Dengarkan dengan penuh perhatian
8. gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
9. tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan
10. motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kemasan
11. diskusi perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang

 Edukasi
12. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungkin dialami
13. informasikan secara faktual mengenai diagnosis pengobatan dan prognosis 14anjurkan
keluarga untuk tetap bersama pasien Jika perlu
15.anjurkan untuk melakukan kegiatan yang kompetitif sesuai kebutuhan
16. anjurkan menggunakan perasaan dan persepsi
17. latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
18. latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
19. latihan teknik relaksasi

 Kolaborasi
20. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu

Anda mungkin juga menyukai