Anda di halaman 1dari 30

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK

ABORTUS DARI SUDUT PANDANG FORENSIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Syahreza Manefo 030.08.238 FK TRISAKTI

Mutiara Sazkia 030.08.169 FK TRISAKTI

Agata Novitasari 030.08.009 FK TRISAKTI

Vitya Resanindya 030.08.253 FK TRISAKTI

I Ketut Wahyu M 030.08.123 FK TRISAKTI

Alexandra Victoria A.R 030.08.016 FK TRISAKTI

Penguji :dr. Sigid Kirana LB, SpF

Pembimbing :dr. Ricka Brillianty

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

RSUP. DR. KARIADI SEMARANG

Periode 23 Juli – 18 Agustus 2012

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan penyusunan laporan yang berjudul “Abortus dari Sudut Pandang
Forensik”. Laporan ini dibuat guna memenuhi salah satu syarat tugas kepaniteraan klinik di
bagian ilmu Kedokteran Forensik FK TRISAKTI.

Referat ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka
menyelesaikan program pendidikan profesi dokter pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Dalam usaha penyelesaian ini, kami banyak memperoleh bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami ingin
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1 dr. Sigid Kirana LB, SpF selaku pembimbing dalam penulisan laporan selama berada di
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik.

2 dr. Ricka Brillianty, selaku pembimbing dalam penulisan laporan selama berada di
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

Semarang, 6 Agustus 2012

Penyusun

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

I.1 Latar Belakang........................................................................................................1

I.2 Permasalahan...........................................................................................................2

I.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................2

I.4 Manfaat Penulisan...................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................4

II.1 Definisi...................................................................................................................4

II.2 Jenis Abortus..........................................................................................................4

II.3 Metode-Metode Aborsi dan Efek Sampingnya................................................... 9

II.4 Komplikasi Abortus............................................................................................. 14

II.5 Pembuktian Kasus Abortus................................................................................. 15

II.6 Pemeriksaan Korban Abortus.............................................................................. 16

II.7 Abortus dari Sudut Pandang Hukum................................................................... 20

BAB III KASUS DAN DISKUSI........................................................................................23

BAB IV KESIMPULAN......................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 27

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Aborsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengguguran kandungan.


Makna aborsi lebih mengarah kepada suatu tindakan yang disengaja untuk mengakhiri
kehamilan seorang ibu ketika janin sudah ada tanda-tanda kehidupan dalam rahim.
Sedangkan abortus adalah berakhirnya kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan.1

Abortus sendiri terbagi dua yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses
kehamilan sebelum berumur 20 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang
diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan
kelainan pada sistem reproduksi. Abortus spontan sering disebut dengan keguguran.
Sedangkan abortus provokatus adalah suatu upaya yang disengaja untuk menghentikan
proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu, dimana janin (hasil konsepsi) yang
dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.

Abortus provokatus sendiri terbagi menjadi dua yaitu abortus provokatus artifisial
terapeutik dan abortus provokatus kriminalis. Abortus provokatus artifisial terapeutik
adalah pengguguran kandungan menggunakan alat-alat medis dengan alasan kehamilan
membahayakan dan dapat membawa maut bagi ibu, misalnya karena ibu mempunyai
penyakit berat tertentu. Abortus terapeutik diizinkan menurut ketentuan profesional
seorang dokter atas indikasi untuk menyelamatkan sang ibu. Jika ditinjau dari aspek
hukum dapat digolongkan ke dalam Abortus buatan legal. Sedangkan abortus provokatus
kriminalis adalah pengguguran kandungan tanpa alasan medis yang sah dan dilarang
hukum karena jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam abortus buatan
ilegal. Termasuk dalam abortus jenis ini adalah abortus yang terjadi atas permintaan
pihak perempuan, suami, atau pihak keluarga kepada seorang dokter untuk
menggugurkan kandungannya.1

Aborsi di dunia, di Indonesia khususnya, tetap menimbulkan banyak persepsi dan


bermacam interpretasi, tidak saja dari sudut pandang kesehatan, tetapi juga dari sudut

4
pandang hukum dan agama. Aborsi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
memberi dampak pada kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab
kematian ibu yang utama adalah perdarahan, infeksi dan eklampsia.

Diperkirakan diseluruh dunia setiap tahun terjadi 20 juta kasus aborsi tidak aman, 70
ribu perempuan meninggal akibat aborsi tidak aman dan 1 dari 8 kematian ibu disebabkan
oleh aborsi tidak aman. 95% (19 dari 20 kasus aborsi tidak aman) diantaranya bahkan
terjadi di negara berkembang.

Di Indonesia setiap tahunnya terjadi kurang lebih 2 juta kasus aborsi, artinya 43
kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka tersebut memberikan gambaran bahwa
masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar (Wijono 2000). Suatu hal yang dapat kita
tengarai, kematian akibat infeksi aborsi ini justru banyak terjadi di negara-negara dimana
aborsi dilarang keras oleh undang-undang. 2

1.2 PERMASALAHAN
1. Apa yang dimaksud dengan abortus ?
2. Apa macam-macam abortus serta penjelasannya ?
3. Metode apa saja yang digunakan untuk melakukan abortus ?
4. Apa saja komplikasi dari abortus ?
5. Bagaimana pemeriksaan untuk mengetahui suatu tindakan abortus ?
6. Bagaimana abortus menurut KUHP ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

a. Tujuan Umum :

- Untuk mengetahui mengenai abortus dan landasan hukum yang mengatur


abortus.
b. Tujuan Khusus

1. Mampu mengetahui definisi abortus


2. Mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam abortus
3. Mampu mengetahui dan menjelaskan metode-metode abortus
4. Mampu menjelaskan komplikasi abortus
5. Mampu mengetahui dan melakukan pemeriksaan terhadap korban/pelaku abortus
6. Mampu mengetahui landasan hukum yang mengatur abortus

5
1.4 MANFAAT PENULISAN

Dengan penulisan referat ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk
memahami Abortus dari Sudut Pandang Forensik, cara-cara melakukan pemeriksaan terhadap
pelaku maupun korban abortus, landasan hukum abortus berdasarkan UU Kesehatan dan
KUHP, sehingga dapat membantu pengungkapan kasus aborsi sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku di Indonesia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Abortus memiliki beberapa pengertian menurut aspek medis diantaranya


pengeluaran hasil konsepsi pada setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan
yang lengkap tercapai (38-40 minggu); pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari 20 minggu).3

Pengertian abortus (pengguguran kandungan) menurut hukum ialah tindakan


menghentikan kehamilan atau mematikan janin sebelum waktu kelahiran, tanpa melihat usia
kandungannya. Juga tidak dipersoalkan, apakah dengan pengguguran kehamilan tersebut
lahir bayi hidup atau mati. Yang dianggap penting adalah bahwa sewaktu pengguguran
kehamilan dilakukan, kandungan tersebut masih hidup. Pengertian pengguguran kandungan
menurut hukum tentu saja berbeda dengan pengertian abortus menurut kedokteran, yaitu
adanya faktor kesengajaan dan tidak adanya faktor usia kehamilan.4

2.2. JENIS ABORTUS

Jenis-jenis abortus menurut terjadinya dibagi menjadi:3

2.2.1. Abortus spontan

Merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan


tanpa tindakan. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si Ibu ataupun
sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem
reproduksi, diantaranya:

2.2.2. Abortus Imminens ( Threatened abortion, Abortus mengancam )


Adalah ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Proses awal dari suatu keguguran, yang ditandai dengan :
a. Perdarahan pervaginam, sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan
janin masih dalam intrauterine timbul pada pertengahan trimester pertama.
b. TFU sesuai dengan usia gestasi berdasarkan HPHT.
c. Perdarahan biasanya sedikit, hal ini dapat terjadi beberapa hari.

7
d. Kadang nyeri, terasa nyeri tumpul pada perut bagian bawah menyertai
perdarahan.
e. Tidak ditemukan kelainan pada serviks dan serviks tertutup
f. Kadar hormon hCG pada urin menentukan prognosis dari abortus imminens,
jika pemeriksaan (+) sebelum dan setelah diencerkan 1/10, prognosis
mengarah ke ad bonam dan bila (-) saat diencerkan 1/10, maka prognosis
mengarah ke ad malam.
g. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum, dan apakah ada hematoma retroplasenta.
Diperhatikan ukuran biometri janin/ kantong gestasi apakah sesuai dengan
umur kehamilan berdasarkan HPHT, gerak janin dan denyut jantung janin.

2.2.3. Abortus Insipiens


Ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat dan mendatar, tetapi
hasil konsepsi masih dalam uterus, tinggi fundus uteri sesuai dengan usia gestasi
berdasarkan HPHT.
Ditandai dengan adanya :
a. Nyeri perut bagian bawah seperti kejang karena kontraksi rahim kuat.
b. Robeknya selaput amnion dan adanya pembukaan serviks
c. Terjadi kontraksi uterus untuk mengeluarkan hasil konsepsi
d. Perdarahan per vaginam masif, kadang – kadang keluar gumpalan darah.
e. Tes hCG biasanya negatif namun dapat positif karena produksi hCG oleh korion,
dan bukan oleh fetus
f. Pada pemeriksaan USG didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan
umur kehamilan, gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin
sudah mulai tidak normal, perhatikan apakah adanya perdarahan retroplasenta dan
ovum yang mati.
Abortus insipiens terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Abortus Kompletus
Ialah proses abortus dimana keseluruhan hasil konsepsi (desidua dan fetus)
telah keluar melalui jalan lahir sehingga rongga rahim kosong pada kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

8
Tanda dan Gejala :
a. Serviks menutup.
b. Rahim lebih kecil dari periode yang ditunjukkan amenorea.
c. Gejala kehamilan tidak ada.
d. Uji kehamilan biasanya positif sampai 7-10 hari setelah abortus.

2. Abortus Inkompletus
Ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu
dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
 Gejala Klinis :
a. Didapati amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas
b. Perdarahan bisa sedikit atau banyak dan biasanya disertai stolsel (darah beku).
c. Sudah ada keluar fetus atau jaringan
 Pada pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks
terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa jaringan pada kanalis servikalis atau
kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil dari seharusnya.

3. Abortus Infeksious
Ialah suatu abortus yang telah disertai komplikasi berupa infeksi genital.
Diagnosis:
 Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar
rumah sakit.
 Pemeriksaan : Kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan, dan
sebagainya.
 Tanda – tanda infeksi yakni kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,5 derajat Celcius,
kenaikan leukosit dan discharge berbau pervaginam, uterus besar dan lembek
disertai nyeri tekan.

4. “Septic Abortion”
Ialah abortus infeksious berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.
Diagnosis “septic abortion” ditegakan jika didapatkan tanda – tanda sepsis,
seperti nadi cepat dan lemah, syok dan penurunan kesadaran.

9
2.2.4. Abortus Provokatus
Abortus Provokatus adalah abortus yang sengaja dibuat atau merupakan suatu
upaya yang disengaja, baik dilakukan oleh ibunya sendiri atau dibantu oleh orang lain,
untuk menghentikan proses kehamilan sebelum berumur 20 minggu, dimana janin
(hasil konsepsi) yang dikeluarkan tidak bisa bertahan hidup di dunia luar.
Abortus provokatus dapat dibedakan menjadi:
1. Abortus provokatus Medisinalis/Therapeutikus
Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan
nyawa Ibu. Adapun pengguguran kandungan buatan terapeutik telah mendapatkan
pengaturan di dalam Pasal 75 UU Kesehatan 2009 yang bunyinya:
(1)Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2)Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaikisehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan;

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling
pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Adapun bunyi pasal 76 adalah :

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medik;
b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;

10
d. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.

Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Pasal ini dijabarkan antara
lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya,
dengan syarat-syarat :

a. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai
dengan tanggung jawab profesi.
b. Mengkonsultasikan dengan sedikitnya dua orang ahli, yaitu ahli
obstetric/gynekologi dan ahli penyakit dalam atau ahli jantung yang
berpengalaman.
c. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
d. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga
terdekat.
e. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/ peralatan yang memadai,
yang ditunjuk oleh pemerintah.
f. Prosedur tidak dirahasiakan.
g. Dokumen medik harus lengkap.

Pelaksanaan pengguguran kandungan diluar syarat-syarat diatas adalah


perbuatan melanggar hukum dan baik pelaku pengguguran kandungan maupun ibu
hamil yang digugurkan kandungannya.

2. Abortus Provokatus Kriminalis


Abortus yang sengaja dilakukan dengan tanpa adanya indikasi medik (ilegal)
dan dilarang oleh hukum. Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
alat-alat atau obat-obatan tertentu.
a. Kekerasan mekanik lokal
Dapat dilakukan dari luar maupun dari dalam.
 Kekerasandari luar dapat dilakukan sendiri oleh si ibu atau oleh orang
lain,seperti melakukan gerakan fisik berlebihan, jatuh,pemijatan/pengurutan

11
perut bagian bawah, kekerasan langsung pada perut atau uterus, pengaliran
listrik pada serviks dansebagainya.
 Kekerasan dari dalam yaitu dengan melakukan manipulasivagina atau uterus.
Manipulasi vagina dan serviks uteri, misalnyadengan penyemprotan air sabun
atau air panas pada porsio, aplikasiasam arsenik, kalium permanganat pekat,
atau jodium tinktur; pemasangan laminaria stift atau kateter ke dalam serviks;
ataumanipulasi serviks dengan jari tangan. Manipulasi uterus, denganmelakukan
pemecahan selaput amnion atau dengan penyuntikan kedalam uterus.
Pemecahan selaput amnion dapat dilakukan denganmemasukkan alat apa saja
yang cukup panjang dan kecil melaluiserviks. Penyuntikan atau penyemprotan
cairan biasanya dilakukandengan menggunakan Higginson tipe syringe, sedangkan
cairannyaadalah air sabun, desinfektan atau air biasa/air panas.Penyemprotan ini
dapat mengakibatkan emboli udara.
b. Obat / zat tertentupernah dilaporkan penggunaan bahan tumbuhan
yangmengandung minyak eter tertentu yang dapat merangsang salurancerna
hingga terjadi kolik abdomen, jamu perangsang kontraksiuterus dan hormon
wanita yang merangsang kontraksi uterusmelalui hiperemi mukosa uterus. Hasil
yang dicapai sangat bergantung pada jumlah (takaran), sensitivitas individu
dankeadaan kandungannya (usia gestasi).
Bahan-bahan tadi ada yang biasa terdapat dalam jamu peluntur, nanas muda,
bubuk beras dicampur lada hitam, dan lain-lain. Ada juga yang agak beracun
seperti garam logam berat,laksans dan lain-lain; atau bahan yang beracun, seperti
strichnin, prostigmin, pilokarpin, dikumarol, kina dan lain-lain. Kombinasikina
atau menolisin dengan ekstrak hipofisis (oksitosin) ternyatasangat efektif. Akhir-
akhir ini dikenal juga sitostatika(aminopterin) sebagai abortivum.

2.3. METODE-METODE ABORSI dan EFEK SAMPING 5

1. Trimester Pertama
a. Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan
metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan
usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke
dalam rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini
mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding

12
rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan
tubuh janin terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini.
Ketelitian dan kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna
menghindari robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan
pendarahan hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim.
Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau
bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering
terjadi yang dikenal dengan komplikasi paska-aborsi.

b. Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan

Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk
memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping
dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang
selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode
penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi.
Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita
dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya
menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding
rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.

Keterangan gambar:

Alat kuret dimasukkan ke dalam rahim untuk mulai mengerok janin, ari-ari, dan air
ketuban dari rahim.

c. PIL RU 486

13
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan
2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi
menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani
dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan
sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut
diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok
berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat
mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.

Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi


vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini,
maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada
kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini
diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang
mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim.
Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di
klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di
kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu
hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah
pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika
belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada
beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi
hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa
sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung.Efek jangka panjang dari RU 486
belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya
mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang
berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu
kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung.

2. Trimester Kedua
a. Metode Dilatasi dan Evakuasi
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu.
Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit
(forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan

14
berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada
usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu
dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam
pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk
dinding rahim dan menimbulkan luka rahim. Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr.
Warren Hern dari Boulder, Colorado, Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang
sering melakukan D&E mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi
karyawan klinik dan menimbulkan kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang
menjalani aborsi. Dokter Hern juga melihat trauma yang terjadi pada para dokter
yang melakukan aborsi, ia mengatakan, "tidak dapat disangkal lagi, penghancuran
terjadi di depan mata kita sendiri. Penghancuran janin lewat forsep itu seperti arus
listrik."

Keterangan : Tang penjepit dan alat sedot tengah dimasukkan ke dalam rahim
untuk menghancurkan janin.

b. Metode Racun Garam (Saline)


Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat
kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin.
Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air
ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah
mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit
janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati.
Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu
akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-
kira 97% dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72
jam setelah suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek

15
samping pada wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati"
(pembekuan darah yang tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan
pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan
jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan
saline lewat sistim pembuluh darah.

Keterangan : Jarum suntik ditusuk hingga mencapai air ketuban. Jarum ini kemudian
menyedot dari sedikit air ketuban keluar, lalu diganti dengan larutan racun garam.

c. Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai
adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus
dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai
hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam
menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti
teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-
pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua
adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan
rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena
endometriosis/peradangan dinding rahim.

d. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh
dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air
ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar

16
sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali.
Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban
untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang
terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam
keadaan hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian
dari ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim
karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung,
perobekan rahim.

e. Partial Birth Abortion


Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan
lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32
minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang
penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu.
Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin
masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk
menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter
penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu
dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu
ditarik keluar.

f. Histerotomi (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)


Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan
kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan
dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan.
Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan
bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini
memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi
perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York,
tercatat 271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini.

2.4. KOMPLIKASI ABORTUS 4

1. Perdarahan (hemorrhage) akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan
tertinggal.

17
2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
3. Infeksi dan tetanus
4. Emboli paru, dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan ke dalam uterus. Hal ini
terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan juga gelembung udara masuk
ke dalam uterus, sedangkan di saat yang sama sistem vena di endometrium dalam
keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian,
sedangkan jumalh 70-100 ml dilaporkan sudah dapat mematikan dengan segera.
5. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus yang dilakukan tanpa
anestesi pada ibu dalam keadaan stres, gelisah, panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat
yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas
atau terlalu dingin.
6. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik
- Dapat juga terjadi akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak.

Komplikasi dari post abortus berkembang menjadi 3 bagian besar :

1. Evakuasi yang inkomplit dan atonia uterus yang menyebabkan komplikasi


perdarahan.
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa – sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat
terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang
merupakan flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada
desidua. Pada abortus septik, virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke
perimetrium tuba, parametrium dan peritonium.
3. Kerusakan organ-organ

2.5. PEMBUKTIAN KASUS ABORTUS

Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat
dari tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk :

18
a. Adanya kehamilan
b. Umur kehamilan, bila dipakai pengertian abortus menurut pengertian medis
c. Adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan kematian
d. Adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian
e. Adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan
metode yang dipergunakan
f. Alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri

2.6. PEMERIKSAAN KORBAN ABORTUS 4

Pada korban hidup perlu diperhatikan tanda kehamilan misalnya perubahan pada
payudara, pigmentasi, hormonal, mikroskopik dan sebagainya. Tanda-tanda kehamilan
sebagai berikut :
 Cloasma Gravidarum
o Merupakan pigmentasi kulit di sekitar pipi yang terjadi kira-kira minggu ke-12
atau lebih di daerah pipi, hidung dan dahi akibat pengaruh hormon plasenta
yang merangsang melanofor dan kulit.
 Pigmentasi kulit pada dinding perut yaitu Striae Lividae, Striae nigra, Linea nigra
makin hitam.
 Epulis (hipertrofi papila gingiva) Sering terjadi pada trimester pertama kehamilan.
 Perubahan pada payudara.
o Payudara membesar, hiperpigmentasi areola mamae, putting susu makin
menonjol, kelenjar Montgomery menonjol, pembuluh darah manifest
payudara.
 Varices atau penampakan pembuluh darah vena. Sering dijumpai pada triwulan
terakhir. Di dapat pada daerah genital eksterna, fossa poplitea, kaki, dan betis. Pada
multigravida kadang varices ditemukan pada kehamilan terdahulu, timbul kembali
pada triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varices merupakan gejala pertama
kehamilan muda.
 Uterus membesar
o Terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi rahim. Pada pemeriksaan
dalam dapat diraba bahwa uterus membesar dan makin lama makin bundar
bentuknya.

19
 Pada kehamilan muda bisa pula ditemukan:
a. Tanda Hegar
Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menjadi lunak, terutama daerah
ismus .Pada minggu –minggu pertama ismus uteri mengalami hipertrofi seperti
korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama mengakibatkan ismus
menjadi panjang dan lebih lunak. Sehingga kalau kita letakkan 2 jari dalam fornix
posterior dan tangan satunya pada dinding perut di atas simpisis , maka ismus ini
tidak teraba seolah-olah korpus uteri sama sekali terpisah dari uterus.
b. Tanda Chadwicks
Adanya hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih merah,
agak kebiru-biruan ( livide ). Warna porsiopun tampak livide, hal ini disebabkan
oleh pengaruh hormon estrogen.
c. Tanda Piscaseck
Uterus mengalami pembesaran , kadang –kadang pembesaran tidak rata tetapi di
daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini menyebabkan uterus
membesar ke salah satu jurusan pembesaran tersebut.
d. Reaksi kehamilan positif
Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic
gonadotropin pada kehamilan muda adalah air kencing pertama pada pagi hari.
Dengan tes ini dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan sedini mungkin.

Perlu pula dibukti adanya usaha penghentian kehamilan, misalnya tanda kekerasan
pada genitalia interna/eksterna, daerah perut bagian bawah.
Pemeriksaan toksikologik dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat dapat
mengakibatkan abortus. Perlu pula dilakukan pemeriksaan terhadap hasil usaha
penghentian kehamilan, misalnya yang berupa IUFD – kehamilan janin di dalam rahim
dan pemeriksaan mikroskopik terhadap sisa-sisa jaringan.
Temuan autopsi pada korban yang meninggal tergantung pada cara melakukan
abortus serta interval waktu antara tindakan abortus dan kematian.
Abortus yang dilakukan oleh ahli yang terampil mungkin tidak meninggalkan
bekas dan bila telah berlangsung satu hari atau lebih, maka komplikasi yang timbul atau
penyakit yang menyertai mungkin mengaburkan tanda-tanda abortus kriminal.
Lagipula selalu terdapat kemungkinan bahwa abortus dilakukan sendiri oleh wanita
yang bersangkutan.

20
Pada pemeriksaan jenazah, Teare (1964) menganjurkan pembukaan abdomen
sebagai langkah pertama dalam autopsi bila ada kecurigaan akan abortus kriminalis
sebagai penyebab kematian korban.
Pemeriksaan luar dilakukan seperti biasa sedangkan pada pembedahan jenazah,
bila didapatkan cairan dalam rongga perut, atau kecurigaan lain, lakukan pemeriksaan
toksikologik.
Uterus diperiksa apakah ada pembesaran, krepitasi, luka atau perforasi. Lakukan
pula Tes emboli udara pada vena kava inferior dan jantung.
Periksa alat-alat genitalia interna apakah pucat, mengalami kongesti atau adanya
memar. Uterus diiris mendatar dengan jarak antar irisan 1 cm untuk mendeteksi
perdarahan yang berasal dari bawah.
Ambil darah dari jantung (segera setelah tes emboli) untuk pemeriksaan
toksikologik. Ambil urin untuk tes kehamilan/toksikologik dan pemeriksaan organ-organ
lain dilakukan seperti biasa.
Pemeriksaan mikroskopik meliputi adanya sel trofoblas yang merupakan tanda
kehamilan, kerusakan jaringan yang merupakan jejas/tanda usaha penghentian
kehamilan. Ditemukannya sel radang PMN menunjukkan tanda intravitalitas.
Tentukan pula umur janin/usia kehamilan, karena sekalipun undang-undang tidak
mempermasalahkan usia kehamilan, namun penentuan usia kehamilan kadang kala
diperlukan oleh penyidik dalam rangka penyidikan perkara secara keseluruhan.

1. PEMERIKSAAN KORBAN HIDUP

Pada pemeriksaan pada ibu yang diduga melakukan aborsi, usaha dokter
adalah mendapatkan tanda-tanda sisa kehamilan dan menentukan cara pengguguran
yang dilakukan serta sudah berapa lama melahirkan. Pemeriksaan ini sebaiknya
dilakukan oleh Sp.OG.

Pemeriksaan tes kehamilan masih bisa dilakukan beberapa hari sesudah bayi
dikeluarkan dari kandungan, dijumpai adanya colostrum pada peremasan payudara,
nyeri tekan di daerah perut, kongesti pada labia mayora, labia minora dan serviks.
Tanda-tanda tersebut biasanya tidak mudah dijumpai karena kehamilan masih muda.
Bila segera sesudah melahirkan mungkin masih didapati sisa plasenta yang
pemastiannya perlu pemeriksaan secara histopatologi (patologi anatomi), luka,
peradangan, bahan-bahan yang tidak lazim dalam liang senggama, sisa bahan

21
abortivum. Pada masa kini bila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan DNA untuk
pemastian hubungan ibu dan janin.

2. PEMERIKSAAN POST MORTEM 6

Pemeriksaan dilakukan menyeluruh melalui pemeriksaan luar dan dalam


(autopsi). Pemeriksaan ditujukan pada:

a. Menentukan perempuan tersebut dalam keadaan hamil atau tidak. Untuk ini
diperiksa :

1) Payudara secara makroskopis maupun mikroskopis


2) Ovarium, mencari adanya corpus luteum persisten secara mikroskopik
3) Uterus, lihat besarnya uterus, kemungkinan sisa janin dan secara mikroskopik
adanya sel-sel trofoblast dan sel-sel decidua

b. Mencari tanda-tanda cara abortus provokatus yang dilakukan

1) Mencari tanda-tanda kekerasan lokal seperti memar, luka, perdarahan jalan lahir
2) Mencari tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril. Jika
digunakan zat kimia secara lokal maka pada liang senggama atau cavum uteri
dapat ditemukan zat-zat tersebut.
3) Jika digunakan obat-obatan oral atau suntikan maka tentunya obat-obatan
tersebut akan dapat dilacak melalui pemeriksaan toksikologik.

c. Menentukan sebab kematian.

Dengan otopsi yang teliti disertai pemeriksaan penunjang maka dapat


diketahui penyebab kematiannya:

1) Vagal refleks
Komplikasi ini terjadi karena adanya rangsangan pada permukaan sebelah
dalam dari canalis servikalis. Kematian khas terjadi di meja operasi.
2) Perdarahan
Terjadi karena robeknya vagina, serviks, atau uterus sehingga menyebabkan
perdarahan yang masif.
3) Emboli udara

22
Komplikasi ini sering terjadi pada aborsi dengan alat semprot. Dimana
udara ikut masuk ke dalam pembukuh darah dan dapat menyebabkan emboli
udara pada arteri coronaria atau arteri otak. Kematian terjadi dalam waktu 10
menit. Jumlah udara yang mematikan tergantung dari banyak faktor. Udara
sebanyak 10 mililiter saja sudah dapat menyebabkan kematian, tetapi pernah ada
laporan bahwa penderita dapat sembuh sesudah mengalami emboli sebanyak
100 mililiter.
4) Sepsis
Dapat terjadi karena alat-alat yang digunakan tidak steril, uterus tidak
bersih, dan robeknya usus besar.

2.7. ABORSI DIPANDANG DARI SEGI HUKUM 4,7,8

Dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan abortus yaitu pasal
299, 346,347,348, 349 KUHP.

1. Pasal 299 KUHP


(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan
itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib,
bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencarian,
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.

2. Pasal 346 KUHP

Seorang wanita dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau


menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.

3. Pasal 347 KUHP

23
(1) Barang siapa dngan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4. Pasal 348 KUHP

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.

5. Pasal 349 KUHP

Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterapkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan
dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk
menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Dari Pasal 346, 347 dan 348 KHUP, jelas bahwa undang-undang tidak
mempersoalkan masalah umur kehamilan atau berat badan dari fetus yang keluar.
Sedangkan pasal 349 dan 299 KUHP memuat ancaman hukuman untuk orang-orang
tertentu yang mempunyai profesi atau pekerjaan tertentu bila mereka turut membantu
atau melakukan kejahatan seperti yang dimaksud ke tiga pasal tersebut.

Yang dapat dikenakan hukuman adalah tindakan menggugurkan atau


mematikan kandungan yang termasuk tindakan pidana sesuai dengan pasal-pasal pada
KUHP (abortus kriminalis). Sedangkan tindakan yang serupa demi keselamatn ibu
yang dapat dipertanggungjwabkan secara medis (abortus medicinalis atau abortus
therapeuticus), tidaklah dapat dihukum walaupun pada kenyataan dokter dapat
melakukan abortus medisinalis, itu diperiksa oleh penyidik dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan di pengadilan.

24
Pemeriksaan oleh penyidik atau hakim di pengadilan bertujuan untuk
mencari bukti-bukti akan kebenaran bahwa pada kasus tersebut memang murni tidak
ada unsur kriminalnya, semata-mata untuk keselamatan jiwa Si ibu. Perlu diingat
bahwa hanya Hakimlah yang berhak memutuskan apakah seseorang itu (dokter)
bersalah atau tidak bersalah.

25
BAB III

ILUSTRASI KASUS DAN DISKUSI

Untuk menambah pemahaman kita, berikut ini diskenariokan satu ilustrasi praktek
abortus buatan ilegal

Riska adalah pacar gelap seorang direktur Bank pemerintah. Setelah berhubungan
lebih kurang satu tahun, ternyata Riska hamil, dan ia memberitahu Andi tersebut atas
kehamilannya. Andi terperanjat dan dicekam rasa kekhawatiran yang teramat sangat, takut
jika rahasianya terbongkar dan akan mengancam kariernya. Dengan modus bujukan,
dirayunyalah si Riska agar mau menggugurkan kandungannya, tetapi Riska menolak mentah-
mentah bujukan tersebut. Andi panik, dan segala kecemasannnya akhirnya ia minta bantuan
seorang dokter kebidanan dan kandungan, untuk membantunya melakukan aborsi
pada Riska.

Dokter tersebut memberikan semacam obat, dan dengan alasan untuk meningkatkan
stamina agar kehamilan Riska terjaga, obat tersebut diminumkannya kepada Riska. Selang
beberapa hari terjadilah pendarahan, dan si Andi membawa Riska ke Klinik Dokter
Kebidanan untuk pura-pura minta pertolongan. Dokter menjelaskan bahwa kehamilan Riska
tidak bisa dipertahankan, dan harus dilakukan kuretase (pengeluaran janin). Riska terkejut,
kenapa harus secepat itu dilakukan kuretase, padahal pendarahannya hanya sedikit.

Tanpa bisa melakukan perlawanan, Riska pasrah dilakukannya kuretase meskipun


dalam hati kecilnya rencana untuk menjebak Andi jadi suaminya terancam gagal. Setelah
Riska sembuh, ia pun melaporkan kejadian tersebut ke Kantor Polisi, dengan isi laporan
bahwa suaminya dengan bantuan seorang dokter kebidanan telah melakukan aborsi atas
kehamilannya. Polisi pun melakukan penyelidikan dan dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Pada saat polisi mengumpulkan alat bukti, polisi mendapatkan catatan medis Riska
berisi bahwa Riska mengalami pendarahan hebat dan akan mengancam jiwanya, sehingga
dengan persetujuan Mona dan (suaminya) dokter melakukan kuretase. Dokumen catatan
medik lengkap, bukti persetujuan Riska ada, lalu Polisi menginterogasi dokter kebidanan, dan
dokter tersebut bersikukuh bahwa ia harus menyelamatkan jiwa Riska dan menurutnya
perbuatannya tersebut sudah sesuai dengan Sumpah Profesi dan Kode Etiknya.

26
Dalam ilustrasi diatas, dokter tersebut terkena KUHP pasal 299 karena menbujuk atau
menyuruh Riska untuk melakukan tindakan abortus, serta pasal 535 karena Andi menunjukan
sarana untuk menggugurkan kandungannya. Sementara dokter akan terjerat pasal 384 tentang
tindakan penggugurankandungan dengan persetujuan, serta terjerat pasal 15 ayat 2 tentang
sarana yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut.

Dari kasus tersebut, bila perbuatan dokter yang mengambil tindakan aborsi dengan
membuat catatan medis palsu ayat 1 dan 3, dengan hukuman penjara paling lama 4 tahun.
Bila memang ada indikasi untuk dilakukan tindakan abortus dan sesuai dengan keahlian dan
wewenang demi menyelamatkan Riska, maka dokter telah melakukan kewajiban dengan
benar. Namun bila Riska mempunyai penyakit yang beresiko pada kehamilannya maka
dokter harus melakukankonsultasi terlebih dahulu dengan tim medis lainnya. Serta dokter
melakukan tindakan abortus bukan pada tempat yang seharusnya, dalam hal ini adalah
tempat-tempat yang ditunjuk oleh pemerintah sesuai dengan syarat-syarat yang telah
disebutkan diatas.

Dugaan lainnya yaitu, tentang pemberian obat yang telah diberikan kepada Riska,
apakah obat tersebut berbahaya bagi kandungan Riska, apabila obat tersebut berbahaya maka
dokter tersebut dapat dijerat dengan pasal 356 ayat 3. Jika dokter terbukti melakukan
tindakan medis tanpa indikasi medis, maka dokter dapat terjerat pasal 80 ayat 1, dan terjerat
pasal 90 KUHP tentang gugurnya atau matinya tentang kandungan seorang perempuan.

Sedangkan upaya polisi untuk menindaklanjuti aduan Riska, ada beberapa


kemungkinan yang dapat terjadi, salah satunya polisi akan kesulitan untuk memproses dokter,
karena dokter memiliki alibi, bahwa tindakannya tersebut atas persetujuan Riska serta
tindakannya dilakukan berdasrkan atas indikasi adanya perdarahan. Namun dokter tidak
dapat mengelak dari MKEK, karena tindakan untuk dilakukan kuret hanya disebuah klinik,
padahal kuret hanya dapat dilakukan pada minimal rumah sakit tipe C

Jika dokter terbukti melakukan tindakan penganiayaan yang menimbulkan sakit atau
luka atau terhadap kesehatan, diancam pidana penjara maksimal 2 tahun 8 bulan yang diatur
pada pasal 351 ayat 1, dan pidana maksmal 4 tahun yang diatur pada pasal 353 ayat 1.

27
Dokumen medik harus lengkap dapat diambil suatu kesimpulan bahwa aspek
medikolegal pada abortus tidak semudah yang kita bayangkan, karena banyak aspek yang
berperan untuk membuktikan suatu aborsi.

28
KESIMPULAN

Abortus provocatus artificial terapeutik dilegalkan dalam segi hukum di


Indonesia dan menurut ketentuan profesional seorang dokter atas indikasi menyelamatkan ibu
yang mengandung. Sedangkan Abortus provocatus kriminalis dilarang di Indonesia karena
jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan kedalam abortus ilegal dan dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu hamil dengan kehamilan yang tidak diinginkan.

Untuk dapat membuktikan apakah kematian seorang wanita itu merupakan akibat
dari tindakan abortus yang dilakukan atas dirinya, diperlukan petunjuk-petunjuk yaitu,
adanya kehamilan, umur kehamilan, adanya hubungan sebab akibat antara abortus dengan
kematian, adanya hubungan antara saat dilakukannya tindakan abortus dengan saat kematian,
adanya barang bukti yang dipergunakan untuk melakukan abortus sesuai dengan metode yang
dipergunakan, dan alasan atau motif untuk melakukan abortus itu sendiri. Hal penting yang
perlu diperhatikan adanya tanda-tanda kehamilan, usaha penghentian kehamilan,
toksikologik, pemeriksaan luar dan pembedahan jenazah, pemeriksaan mikroskopik, dan
penentuan umur janin atau usia kehamilan.

Adapun Undang-undang yang mengatur tentang abortus ilegal adalah UU No 23


tahun 1992 tentang kesehatan, sedangkan abortus ilegal diatur dalam KUHP, yaitu pasal 299,
346, 347, 348, 349. Oleh karena itu sebagai seorang dokter kita harus menghilangkan atau
mengadukan kepada pihak yang berwenang mengenai praktik aborsi ilegal agar dapat
meminimalisir terjadinya kasus aborsi ilegal yang berhasil dan tidak melangggar sumpah
dokter yaitu menghormati setiap hidup insani.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Asiandi A. Akankah Aborsi Dilegalkan?. Available at:


www.rumahkreasiku.webblog.com. Accessed on July 30 2012.
2. Mohammad K. Isu Abortus dalam RUU Kesehatan. Available at: www.ppi.com.
Accessed on July 29 2012
3. Prawirohardjo S. Editor: Saifuddin A.B. Perdarahan Pada Kehamilan Muda : Abortus.
Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Ed. 1. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwonoprawirohardjo. 2008. p145-50.
4. Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Sidhi, Hertian S, et all.
Pengguguran Kandungan dalam buku: Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. p159-164.
5. Society for the Protection of Unborn Children. 2012. Methods of Abortion. [Online].
Accessed on 8th August 2012. Available at:
http://www.spuc.org.uk/youth/student_info_on_abortion/methods
6. Dahlan S. Pengguguran Kandungan dalam buku: Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman
Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro.
2004. p137-139.
7. Waluyadi. Aborsi Menurut Hukum dan Ilmu Kedokteran dalam buku Ilmu
Kedokteran Kehakiman. Jakarta: Djambatan, 2007. p77-99.
8. Syafruddin. Abortus Provocatus dan Hukum. Available at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf. Accessed
on July 28 2012.

30

Anda mungkin juga menyukai