Anda di halaman 1dari 4

C.

Faktor Resiko

Faktor terjadinya prediabetes sama dengan faktor resiko terjadinya DM tipe 2. Faktor resiko
tersebut dapat dibagi menjadi faktor resiko yang dapat di rubah (obesitas, aktivitas fisik, nutrisi) dan
yang tidak dapat diubah (genetik,usia,diabetes gestasional). Faktor yang dapat diubah (genetik,
usia,diabetes gestasional). Faktor yang dapat diubah yang penting adalah obesitas (terutama perut)
dan kurangnya aktivitas fisik.

a. Fakor genetik
Gen yang berhubungan dengan resiko terjadinya DM, sampai saat ini belum bisa di
identifikasikan secara pasti. Adanya perbedaan yang nyata kejadian DM antara grup
etnik yang berbeda meskipun hidup di lingkungan yang sama menunjukkan adanya
kontribusi gen yang bermakna terjadinya DM.
b. Usia
Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Dalam dekade terakhir ini,
usia terjadinya DM semakin muda. Resiko pradiabetes meningkat seiring bertambahnya
usia, terutama setelah usia 45 tahun. Ini mungkin karena orang cenderung kurang
berolahraga, kehilangan massa otot dan menambah berat badan dengan bertambahnya
usia mereka. Namun , orang tua bukanlah satu-satunya beresiko prediabetes dan
diabetes tipe 2. Insiden gangguan ini juga meningkat dikelompok usia yang lebih muda.
c. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5%
dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin
kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.
d. Obesitas
Obesitas merupakan faktor resiko yang paling penting. Jaringan lemak lebih banyak yang
dimiliki terutama di dalam dan di antara otot dan kulit di sekitar perut menyebabkan sel
menjadi lebih tahan terhadap insulin. Beberapa studi jangka panjang menunjukkan
bahwa obesitas merupakan predikator yang kuat untuk timbulnya DM tipe 2. Lebih
lanjut, intervensi yang bertujuan mengurangi obesitas juga mengurangi insidensi DM
tipe 2. Beberapa studi jangka panjang juga menunjukkan bahwa lingkar pinggang atau
rasio pinggang pinggul yang menunjukkan keadaan lemak visceral (abdominal),
merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan indeks masa tubuh, sebagai resiko
prediabetes. Data tersebut memastikan bahwa distribusi lemak lebih penting dibanding
dengan jumlah total lemak obesitas.
e. Aktivitas fisik
Berkurangnya intensitas aktivitas fisik memberikan konstribusi yang besar terhadap
peningkatan obesitas. Berbagai studi menunjukkan bahwa kurangnya aktifitas fisik
merupakan prediktor bebas terjadinya DM tipe 2 pada pria maupun wanita. Semakin
sedikit beraktivitas, semakin besar resiko pradiabetes. Aktivitas fisik membantu
mengontrol berat badan, dengan beraktivitas maka glukosa digunakan sebagai energi
dan membuat sel-sel lebih sensitif terhadap insulin.
f. Nutrisi
Kalori total yang tinggi, diiit rendah serat , beban glikemik yang tinggi dan rasio poly
unsaturated fatty acid (PUFA) dibanding lemak jenuh yang rendah, merupakan faktor
resiko terjadinya DM,
E. Gejala
Seringkali , pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu area
kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebut canthosis nigricans, adalah salah satu dari
beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah umum mungkin
akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku jari. Gejala klasik diabetes
tipe 2 yang harus di pantau meliputi: peningkatan rasa haus, sering buang air kecil,
kelelahan dan penglihatan kabur .

F. Diagnosis
Sebuah komite international yang terdiri dari paraahli dari American Diabetes
Association, the European Association for the Study of Diabetes dan the international
Diabetes Fodertion merekomendasikan bahwa test untuk menegakkan diagnosis
prediabetes meliputi:
 Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi . A1C adalah tes yang mengukur kadar
glukosa darah rata-rata seseorang selama 2 sampai 3 bulan terakhir.
 Tes gula darah puasa. Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama sedikitnya
delapan jam atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang lebih rendah dari 100
mg/dL, -5,6 mmol/L adalah normal. Sebuah tingkat gula darah 100-125 mg/ dL (5,6-6,9
mmol/L) dianggap prediabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai glukosa puasa
terganggu (GPT). Apabila kadar gula darah 126 mg/ dL (7,0 mmol/L) atau lebih tinggi
dapat mengindikasikan diabetes meelitus
 Uji FPG adalah tes pilihan untuk mendiagnosis diabete karena kenyamanan dan biaya
rendah
 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Tingkat gula darah kurang dari 140 mg/ dL (7,8
mmol/L) adalah normal. Tingkat gula darah 140-199 mg/ dL (7,8-11,0 mmol/L) dianggaap
prediabetes. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai toleransi glukosa terganggu (TGT).
Apabila nilai gula darah 200 mg/ dL (11,1 mmol/L) atau lebih tinggi dapat
mengindikasikan diabetes melitus.
 Gestational diabetes juga di diagnosa berdasarkan pada nilai-nilai glukosa plasma
diukur selama OGTT.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja
yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak/ berjalan , kram otot , tonus otot menurun
 Sirkulasi :
Adakah riwayat hipertensi, AMI , klaudikasi, bebas , kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih (poliuria, nokturia, anuria) diare
 Makanan/ Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus,penggunaan diuretik
 Neurosensori
Pusing,sakit kepala,kesemutan,kebas kelemahan pada otot,parestesia,gangguan
penglihatan.
 Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang,nyeri (sedang/berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
 Keamanan
Kulit kering,gatal,ulkus kulit (Marilyn E.2002)

B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi
a. Diagnosa no.1
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungn dengan intake makanan yang kurang
Tujuan : Kebutuha nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal
2. Pasien mematuhuo dietnya
3. Kadar gulaa darah dalam batas normal
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan
Rasional : untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan da pengaturan diet yang adekuat.
b. Diagnosa
c. Diagnosa 3
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanyaobstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal
Kriteria hasil : 1. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
3. Kulit sekitar luka teraba hangat
4. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah
5. Sensorik dan motorik membaik

Intervensi :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung (posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki,hindari balutan ketat,hindari
penggunaan bantal di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak
terjadi oedema
3. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen (HBO).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat di perbaiki,sedangkan pemeriksaan
gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan
pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren
d. Diagnosa 4
Resiko terjadi gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya
gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka
Kriteria hasil : 1. Berkurangnya oedema sekitar luka
2. Pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi
4. Bau busuk luka berkurang
Intervensi :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan
akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik

D. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, di
samping itu juga dibutuhkan keterampilan interpersonal, intelektual,teknikal yang
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu
memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,
dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang di harapkan dalam perencanaan

Anda mungkin juga menyukai