Dosen Pengampu :
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah
Pemisahan Analitik. Selain itu, penyusunan makalah ini juga bertujuan untuk
meningkatkan pemahaman para mahasiswa mengenai Kromatografi Lapis Tipis
yang nanti nya akan menjadi pedoman para mahasiswa dalam kegiatan mengajar.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dan mendidik untuk perbaikan selanjutnya. Walaupun demikian penulis
tetap berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya. Terima
kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Berdasarkan tujuan di atas, berikut tujuan dari pembuatan makalah yaitu
sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian kromatografi lapis tipis
2. Untuk mengetahui dan memahami prinsip kerja kromatografi lapis tipis
3. Untuk mengetahui dan memahami Tahapan Metode Analisis
Kromatografi Lapis Tipis
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kromatografi lapis tipis
5. untuk mengetahui penggunaan/pengaplikasian kromatografi lapis tipis
BAB II
PEMBAHASAN
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan
fisika-kimia dengan fase gerak (larutan pengembang yang cocok), dan fase diam
(bahan berbutir) yang diletakkan pada penyangga berupa plat gelas atau lapisan yang
cocok. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan) lalu hasil
pengembangan di deteksi. Zat yang memiliki kepolaran yang sama dengan fase diam
akan cenderung tertahan dan nilai Rf-nya paling kecil. Kromatografi lapis tipis
digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi
atau partisi oleh fase diam di bawah gerakan pelarut pengembang.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah berwarna dapat
langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari Jarak relative
pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak) untuk setiap senyawa.
Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Karena
itu Rf juga disebut factor referensi.
. Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
faktor retensi, Rf :
Rf =
Jarak yang telah ditempuh pelarut dapat diukur dengan mudah dan jarak
tempuh cuplikan diukur pada pusat bercak itu, atau pada titik kerapatan maksiumum.
Definisi koefisien distribusi K adalah perbandingan dingin kadar senyawa terlarut
dalam fasa gerak CM dan kadar senyawa terlarut dalam fasa diam Cs,
CS
K
CM
Rf =
CM AM
CM AM CS AS
Dimana AM dan AS, adalah luas penampang melihat dua fasa itu (tegak lurus
lempeng). Penjabaran lebih lanjut persamaan di atas, diperoleh
AM AM
Rf
AM AS CS CM AM KAS
Luas penampang melintang sukar diukur, oleh karena itu persamaan di
atas kurang praktis, tetapi dapat menunjukan bahwa harga R f adalah bentuk
modifikasi dari tetapan keseimbangan. Karnanya harga R f dapat diharapkan
tergantung pada parameter sama seperti pada metode kromatografi kolom. Harga R f
juga merupakan subyek terhadap beberapa pengaruh, seperti macam penyerapan,
ketebalan, metode arah pengembangan, kadar dan jumlah cuplikan, dan juga jarak
yang ditempuh bercak. Dengan seperti diatas, lebih mudah dan lebih tepat
menggunakan harga Rf relatif atau Rstandar, dimana suatu senyawa standar
ditambahkan pada cuplikan. Harga Rstd adalah angka banding jarak tempuh dua
bercak itu dalam waktu pengembangan yang sama.
Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan
berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang
digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan
fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Semakin dekat
kepolaran antara sampel dengan eluen maka sampel akan semakin terbawa oleh fase
gerak tersebut.
Fase diam (adsorben) contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium
oksida), kieslguhr (diatomeous earth), dan selulosa. Dari keempat jenis adsorben
tersebut, yang paling banyak dipakai ialah silika gel dan masing-masing terdiri dari
beberapa jenis yang mempunyai nama perdagangan bermacam-macam. Silika gel ini
menghasilkan perbedaan dalam efek pemisahan yang tergantung kepada cara
pembuatannya. Selain itu harus diingat bahwa penyerap yang berpengaruh nyata
terhadap daya pemisahnya.
a. Pembuatan lempeng
Ukuran lempeng gelas yang biasa digunakan 20 x 20, 20 x 10 dan 20 x 5
cm. Sebelum dilapisi lempeng kaca ini dibersihkan dengan air dan deterjen,
kemudian dikeringkan. Cuci lagi dengan aseton dan permukaan kaca yang bersih
jangan samapi tersentuh.
30 gram silika gel atau penyerap lain dibuat bubur dengan sejumlah air atau
pelarut lain, dan segera dipindahkan dalam alat perata. Ratakan bubur itu untuk
4-5 lempeng (20x20 cm) dalam waktu 4 menit jika digunakan bahwa pengikat
dalam bubur penyerap itu dapat juga ditambahkan dapar untuk membuat
keasaamn tertentu atau kandungan air pada lapisan fasa diam. Pindahkan
lempeng itu dengan hati-hati pada rak dan setelah 30 menit keringkan pada 100-
120o selama 1 jam untuk mengaktifkan fasa diam. Dinginkan dan simpan
lempeng itu dalam desikator. Tebal lapisan fasa diam biasanya 0,25 mm,
sedangkan untuk pemisahan preparatif digunakan tebal 0,5-2,0 mm.
Perbandingan bahan dan pelarut untuk pembuatan lempeng
Perbandingan bahan dan
Nama
air
Silika gel 1 : 1,5
Silika gel G atau GF 1:2
Alumina 1 : 1,1
Alumina oksida G 1:2
Serbuk selulosa MN 300 1:5
Serbuk selulosa MN 300G 1:6
Keiselguhr G 1:2
Serbuk poliamida 1:9
b. Penotolan cuplikan
Pada lempeng lapis tipis konvensional (20 x 20 cm, 10 x 20 cm, 5 x 20
cm, tebal 0,2 mm) cuplikan biasanya di totolkan sebagai bercak bulat atau garis,
1,5-2,0ncm dari tepi bawah. Bercak sebaiknya berukuran sama dan mempunyai
diameter 3-6 mm.
Pentotolan dapat dilakukan dengan mikropipet atau dengan
“microsyringe”, biasanya diperlukan 1-20 ul. Volume lebih besar dari itu dapat
ditotolkan terhadap dalam bagian-bagian kecil dengan pengeringan di antara
penotolan itu. Kelebihan beban menyebabkan bercak asimetri dan peruabahan
harga Rf, yang dapat dihindari jika cuplikan kurang dari 10-20 µg.
Pada lempeng kromatografi lapis tipis efesiensi tinggi (KLTET) (biasanya
10x10 cm atau 10x20 cm) hanya diperlukan dalam nano sampai samapai
pikogram setiap bercak. Diameternya tidak harus lebih 1-1,5 mm dan volume
cuplikan tidak lebih 0,2 ul. Diperlukan tehnik penotolan khusus, yaitu dengan
syringe 1 µl yang dihubungkan dengan sekrup mikrometer, atau dengan sebuah
kapiler platina iridium dalam aplikator otomatis.
c. Pengembangan kromatogram
Kromatogram biasanya dikembangkan dengan tehnik naik linier dengan
menggunakan bejana pengembang gelas atau logam. Pada bejana itu diberi kertas
saring dan fasa gerak sampai kedalaman 0,5 cm. Supaya kedapat-ulangya baik,
jarak antar permukaan fasa gerak dan garis batas harus sama (1-2 cm). Harga Rf
sering tidak sama karena perbedaan kejenuhan.
Pengembangan menurun atau horisontal dapat dapat digunakan dalam
beberapa kasus, yaitu pada lapisan tebal atau dengan fasa gerak kental. Fasa
gerak dialirkan pada lapisan melalui kertas saring. Pengembangan horisontal
biasanya digunakan pada KLTET. Untuk memperbaiki pemisahan dapat
dilakukan tehnik
Pengembangan berkelanjutan. Fasa gerak dialirkan pada bagian atas dari
lempeng pengembangan horisontal dan dihisap oleh fasa diam. Tehnik ini
terutama dilakukan untuk senyawa yang mempunyai harga R f 0,05-0,2 setelah
pengembangan pertama.
Pengembangan dua dimesi. Cuplikan di totolkan pada lempeng 3-4 cm
dari salah satu pojok dan dikembangkan seperti biasanya. Lempeng kemudian
diputar 90o sehingga pita pemisahan dari hasil pengembangan pertama terletak
pada bagian bawah lempeng, dan kemudian dilakukan pengembangan kedua.
Fasa gerak harus diganti sehingga diperoleh pengaruh pemisahan berbeda pada
arah kedua. Tehnik ini berguna untuk cuplikan yang mengandung banyak
senyawa penyusun.
Pengembangan sirkuler. Pada kromatografi sirkuler fasa gerak dialirkan
dengan sebuah sumbu atau pompa melalui pipa kapiler ditengah lapisan fasa
diam.senyawa terlarut bergerak cepat dari tengah penotolan menghasilkan
lingkaran-lingkaran sempit.
Pengembangan beberapa kali. Fasa gerak biasanya mudah menguap dapat
diuapkan setelah pengembangan dan lempeng itu dapat dikembangkan lagi
dengan fasa gerak sama atau fasa gerak lain. Tehnik ini dinamakan
pengembangan beberapa kali. Bercak cuplikan berbentuk bulat telur dengan
aksisi pendek kepada arah fasa gerak bergerak.
d. Metode identifikasi
Untuk melihat senyawa tak berwarna pada lempeng, biasanya digunakan
metode sebagai berikut:
1. Melihat kromatogram dibawah sinar ultraviolet (245 atau 366 nm)
a. Pada lapisan berfluoresensi, misalnya silica gel GF245, bercak muncul
sebagai noda hitam.
b. Untuk senyawa berfluoresensi digunakan lapisan biasa, bercak terlihat
berfluoresensi.
2. Menyemprot dengan pereaksi yang menghasilkan warna dan atau
berfluoresensi.
Metode yang sering digunakan adalah deteksi asam sulfat. Reaksi ini dapat
terbentuk dalam keadaan dingin atau dengan pemanasan lempeng pada 100-
200o. Cara ini tidak dapat digunakan pada fasa diam organik atau dimana
sebagai pengikat digunakan pati. Pereaksi lain yang banyak digunakan
adalah uap yodium.
Data batas deteksi yang tertera dalam buku sering sukar dicapai karena
jumlah terkecil suatu senyawa yang masih dapat diamati tergantung pada harga
Rf-nya.
e. KLT preparatif
Pemisahan preparatif sering dilakukan pada lapisan yang agak tebal (0,5-2,0
mm). Cuplikan ditotolkan sebagai garis sempit dengan alat yang sesuai. Ukuran
maksimum cuplikan tergantung pada jumlah relatif senyawa penyusun,
perbedaan Rf-nya dan lebar lempeng. Jika selisih harga Rf lebih besar dari 0,2
dapat ditotolkan 50-100 mg cuplikan pada lempeng 20 cm.
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis
Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa
baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua
senyawa yang dikatakan jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi
KLT yang sama. Untuk meyakinkan dapat dilakukan dengan menggunakan senyawa
baku yang sudah diketahui sangat disarankan untuk lebih memantapkan pengambilan
sampel senyawa. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak
langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik
densitometry dan cara berikutnya adalah dengan mengerok bercak lalu menetapkan
kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis yang lain,
misalnya dengan metode spektrofotometri. Pada cara pertama tidak terjadi keaslahan
yang disebbkan oleh pemindahan bercak atau kesalahan ekstraksi, sementara pada
cara kedua sangat mungkin terjadi kesalahan karena pengambilan atau karena
ekstraksi. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah terkoreksi dengan KLT
biasanya dilakukan dengan densitometer yang langsung pada lempeng KLT (atau
secara in situ). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau fluoresensi.
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya, monokromator untuk memilih
panjang gelombang yang cocok, sistem untuk memfkuskan sinar pada lempeng,
pengganda foton, dan rekorder. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan
dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan
cara yang nondekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya
dikerok dan dilakukan analisis lanjutan.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kromatografi lapis tipis merupakan salah satu analisis kualitatif dari suatu
sampel yang ingin di deteksi dengan memisahkan komponen-komponen sampel
berdasarkan perbedaan kepolaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda
dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga R f Prinsip kerjanya
adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan
perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan.
Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa
baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua
senyawa yang dikatakan jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi
KLT yang sama.
3.2. Saran
Gritter RJ, Bobbit JM, Arthur SE. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung :
Penerbit ITB.
Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Kealey D dan Haines PJ. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. BIOS Scientific.
New York : Publishers Limited.
Wulandari, L. 2011. Kromatografi Lapis Tipis. Jember : PT. Taman Kampus Presido