Status Lokalis
Genital :
Look : Tampak tiga luka robekan pada selaput darah pada arah jam dua, enam
dan sembilan. Robekan pada selaput dara ini merupakan robekan lama ini di buktikan
dengan didaptnya jaringan ikat parut, dan tidak di temukan kemerahan dan
pembengkakan pada saat pemeriksaan. Berdasarkan kondisi luka, luka terjadi akibat
trauma tumpul.
TERAPI
Rawat Jalan
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Amoxicilin 3 x 500 mg
- Ranitidine 2 x 150 mg
Edukasi mengenai visum et repertum.
Daftar Pustaka :
Abdul W, Irfan M (2001). Perlindungan terhadap korban kekerasan. Bandung: Refika
Aditama.
Antonius Sudirman (2009). Eksistensi Hukum & Hukum Pidana dalam Dinamika Sosial -
Suatu Kajian Teori dan Praktek di Indonesia. BP Undip: Semarang.
Budiyanto (1997). Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FK UI,
pp:3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.
Suparman Marzuki (1997). Pelecehan Seksual. Yogyakarta. Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia.
Soeparmono R (2002). Keterangan ahli dan visum et repertum dalam aspek hokum acara
pidana. Bandung: Mandar Maju, p: 98.
Hasil pembelajaran :
1. Mengetahui tugas dokter pada kasus percobaan pemerkosaan
2. Mengetahui karakteristik luka tumpul serta tanda-tanda pemerkosaan
3. Membuat rencana pada penanganan kasus
4. Mengetahui dasar hukum dan kedudukan Visum et Repertum
SUBJEKTIF :
Pasien (Nn. M) datang di temani keluarga serta pihak kepolisian untuk meminta
visum et repertum setelah mengalami percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh
seorang pria yang ia kenali. Nn. M mengaku mengalami luka-luka pada daerah kedua
lengan tepat di siku dan telapak tangan serta pada kedua lutut saat mencoba melarikan diri
dari pria tersebut. Menurut pasien, ia mencoba melarikan diri dengan melompat dari motor
saat sedang di kendarai oleh pria tersebut. Pasien terjatuh dari motor kemudian mencoba
berteriak serta lari menjauh dari pria tersebut. Hingga pasien di temukan oleh seorang
pengendara motor lainnya dan membawanya ke kantor polisi.
Pasien baru pertama kali ketemu dengan pria tersebut saat di kenalkan oleh
temannya, dalam sebuah acara kumpul-kumpul. Pria tersebut mengaku ingin
mengantarnya pulang kerumah namun malah di bawah ke arah yang berlainan dan sangat
terburu-buru saat mengendarai motor, sehingga membuat korban takut dan mencoba
melarikan diri. Pasein mengaku saat kejadian tidak dalam keadaan mengonsumsi alkohol
dan pria tersebut juga tidak dalam kondisi mengonsumsi alkohol.
OBJEKTIF:
Dari hasil pemeriksaaan fisik didapatkan pasien datang dengan kondisi baik,
composmentis. Frekuensi napas 20 x/menit, nadi normal yaitu 84x/menit, suhu tubuh
normal (36.8 ˚C), dan tekanan darah 110/70 mmHg. Pemeriksaan abdomen didapatkan
palpasi nyeri tekan (+) di regio epigastrium. Pemeriksaan status lokalis regio ekstremitas
tampak beberapa luka lecet pada daerah cubiti dextra dan sinistra, palmar manus dextra
dan sinistra serta pada daerah genu dextra dengan ukuran terkecil 2 x 0,2 cm dan ukuran
tersebesar 5 x 0,5 cm. Permukaan sekitar luka tampak kemerahan dan tampak kotor.
ASSESSMENT : Vulnus Excoriatum
PLAN:
Rawat Jalan
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Amoxicilin 3x500 mg
- Ranitidine 2 x 150 mg
Edukasi mengenai visum et repertum.
Pasien juga diberikan asam mefenamat untuk mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pada tempat-tempat yang luka akibat terjatuh. Amoxicilin untuk mengurangi adanya
infeksi pada luka yang kotor saat dibawa ke rs, ranitidin untuk mengurangi efek dari obat
asam mefenamat yang dapat mengiritasi daerah sekitar lambung.
PEMBAHASAN:
Pada kasus ini, terdapat kasus medikolegal dimana pasien ingin membuat visum et
repertum untuk melaporkan tindakan yang ia terima dari teman yang baru ia kenal atas
tuduhan percobaan pemerkosaan ke polisi.
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang
mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian
atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk
kepentingan pro yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai
keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat
kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk
perempuan, visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang
masih perawan atau tidak.
Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu
perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Visum et repertum juga memuat
keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang
di dalam bagian kesimpulan. Dengan demikian, visum et repertum secara utuh telah
menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et
repertum, dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para
praktisi hokum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang
menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru,
seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan
atau penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari
terdakwa atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai
dengan pasal 180 KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/PolisiMiliter) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu,
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu rumah sakit
tentang tatalaksana pengadaan visum et repertum.
Kasus tindak pidana pemerkosaan senantiasa memancing perhatian dan perdebatan
publik, karena sarat akan persoalan nilai-nilai, baik nilai-nilai kemanusiaan maupun nilai
moral. Tindak pidana pemerkosaan tidak hanya menyangkut pelanggaran hukum namun
terkait pula dengan akibat yang akan dialami oleh korban dan timbulnya rasa takut
masyarakat secara luas.
Akibat dari ini di Indonesia secara normatif tidak mendapatkan perhatian
selayaknya, hal ini disebabkan oleh karena Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(selanjutnya disingkat KUHPidana) masih menempatkan kasus pemerkosaan ini sama
dengan kejahatan konvensional lainnya, yaitu berakhir sampai dengan dihukumnya
pelaku. Kondisi ini terjadi oleh karena KUHPidana masih mewarisi nilai-nilai pembalasan
dalam KUHPidana.
Berdasarkan sudut pandang ini maka menghukum pelaku menjadi tujuan utama
dalam proses peradilan pidana, oleh karena itu semua komponen dalam proses peradilan
pidana mengarahkan perhatian dan segala kemampuannya untuk menghukum sipelaku
dengan harapan bahwa dengan dihukumnya pelaku dapat mencegah terulangnya tindak
pidana tersebut dan mencegah pelaku lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama ini
dan masyarakat merasa tenteram karena dilindungi oleh hukum. Hal ini sesuai dengan
tujuan dari system peradilan pidana yang dikemukakan oleh Mardjono Reksodiputro
(1994: 84) bahwa selain menegakkan hukum dan keadilan system peradilan pidana
berfungsi :
1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan:
2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas karena
keadilan ditegakkan dan yang salah telah dipidana:
3. Mengusahakan agar yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi
kejahatannya.
Dengan demikian semua komponen peradilan pidana yang bekerja dalam sebuah
sistem harus berupaya mewujudkan tujuan dari system tersebut yaitu sebagai lembaga
Yudikatif yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan serta mencegah masyarakat
menjadi korban kriminalitas.
Adapun yang dimaksud dengan tindakan pemerkosaan adalah tindakan yang
melanggar hukum. Tindakan pemerkosaan tersebut telah merugikan orang lain yaitu
orang yang telah diperkosa tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Sugandhi (1980: 302) dalam Pasal 285
KUHPidana yaitu :
Barang siapa yang dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang
bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya dua belas tahun.
Ancaman hukuman dalam Pasal 285 KUHPidana ini ialah pria yang memaksa
wanita, dimana wanita tersebut belum terikat perkawinan dengan pria tersebut dan pria
tersebut melakukan hubungan selayaknya suami-istri dengan dia dengan ancaman atau
pemerkosaan.