Anda di halaman 1dari 62

ANALISIS PENGARUH PENGGUNAAN ROCKBOLT

PADA TEROWONGAN NOTOG BH 1440


MENGGUNAKAN SOFTWARE PHASE2

Skripsi

diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik Program Studi Teknik Sipil

Oleh:

ANNISAUL HIDAYAH
NIM. 5113415007

PRODI TEKNIK SIPIL


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
ii
iii
iv
MOTTO

Tidak semua yang kau cinta itu baik bagimu

Pun tidak semua yang kau benci itu buruk bagimu

Pisau yang masih baru dan bagus bisa melukaimu

Dan obat yang pahit bisa menyembuhkanmu

(Annisaul Hidayah, 2019)

v
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Yang tersayang, yang selalu mendoakan, membimbing, dan mendukungku;

Mamaku, Abahku, Masku, dan adik-adikku

Yang terkasih, yang akan berjuang bersamaku;

Abiku

Yang menjadi panutan, yang mengajarkan ilmu-ilmu yang semoga


bermanfaat; Guru-guruku

Saudara-saudari Civilian 2015

Saudara-Saudari se-organisasi

Kawan-kawan kuliah lapangan dan magang

Keluarga Tegal laka-laka

Kampus tercinta Universitas Negeri Semarang

Serta Tanah Air tercinta Indonesia…

vi
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Analisis Pengaruh Penggunaan Rockbolt Pada Terowongan Notog BH
1440 Menggunakan Software Phase2”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu
persyaratan meraih gelar Sarjana Teknik pada Program Studi S1 Teknik Sipil
Universitas Negeri Semarang. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, mudah-mudahan kita semua mendapatkan safaat Nya di yaumil
akhir nanti, Amin.
Penyelesaian karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih serta
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang
atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Nur Qudus, M.T. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
3. Aris Widodo, S,Pd. M.T. Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Negeri
Semarang.
4. Dr.Rini Kusumawardani, S,Pd., M.T,. M.Sc. Koordinator Program studi
Teknik sipil, Dosen Wali Teknik Sipil 2015, sekaligus Dosen Pembimbing
yang selalu memberikan masukan dan arahan dari awal kuliah sampai akhir
skripsi ini.
5. Arie Taveriyanto, S.T., M.T. sebagai dosen penguji I yang telah memberi
masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan, pertanyaan,
komentar, tanggapan, menambah bobot dan kualitas skripsi ini.
6. Ir. Agung Sutarto, M.T. sebagai dosen penguji II yang telah memberi
masukan yang sangat berharga berupa saran, ralat, perbaikan, pertanyaan,
komentar, tanggapan, menambah bobot dan kualitas skripsi ini.
7. Semua dosen Jurusan Teknik Sipil FT. UNNES yang telah memberi bekal
pengetahuan yang berharga.

vii
8. Segenap pengurus dan staff administrasi Fakultas Teknik Universitas
Negeri Semarang yang membantu dalam proses administrasi.
9. Sahabat-sahabatku keluarga besar Teknik Sipil angkatan 2015 yang tak bisa
terucapkan satu persatu. Terima kasih telah banyak membantu baik berupa
semangat, do’a, ataupun bentuk bantuan lainnya, dan telah mengisi
perjalanan perkuliahan di Jurusan Teknik Sipil UNNES menjadi lebih
berwarna dan bermakna.
10. Berbagai pihak yang telah memberi bantuan untuk skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca guna
kebaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis pada khususnya, dan bagi semua pihak yang berkepentingan
pada umumnya.

Semarang, Oktober 2019

Penulis

viii
ABSTRAK

Annisaul Hidayah. 2019. “Analisis Pengaruh Penggunaan Rockbolt Pada


Terowongan Notog BH 1440 Menggunakan Software Phase2”. Skripsi Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing:
Dr. Rini Kusumawardani, S.T., M.T., M.Sc.
Transportasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia mengingat
perkembangan penduduk yang sangat pesat pada masa sekarang serta pemerataan
pembangunan diberbagai tempat menyebabkan kebutuhan akan fasilitas sosial
meningkat termasuk pada kebutuhan transportasi. Dengan perkembangan kemajuan
teknologi di bidang teknik sipil, pembangunan terowongan tembus bukit sebagai
jalur transportasi dibuat untuk memangkas jarak tempuh jalur transportasi darat.
Dalam proses pembuatan terowongan, sering kita dapati adanya penurunan
karena terjadinya deformasi pada tanah di daerah sekitar bukaan terowongan
disebabkan proses penggalian, proses pengeboran bukaan terowongan ataupun
karena adanya pengaruh beban di atasnya yang dilakukan tergantung jenis tanah
pada daerah tersebut. Permasalahan yang ada demikian mengarah kepada
optimalisasi aspek-aspek geoteknik, pencegahan kegagalan terowongan, serta
memperhitungkan kegagalan dalam proses penggalian terowongan. Penelitian ini
menganalisis perkuatan dinding terowongan menggunakan Rockbolt dan Lining
beton. Dilakukan perbandingan penurunan tanah sebelum konstruksi terowongan
menggunakan Rockbolt dan sesudah menggunakan Rockbolt menggunakan
program Rocscience Phase2.
Hasil penelitian didapatkan terowongan dengan penyangga Rockbolt lebih
stabil dibandingkan dengan terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt dilihat
dari nilai σ1, σ3, σ2, horizontal displacement, vertikal displacement, volumetric
strain, dan shear strain. Nilai σ1 sebesar 8,165 MPa pada terowongan tanpa
Rockbolt dan 0,479 MPa pada terowongan dengan Rockbolt. Nilai σ3 sebesar 1,805
MPa pada terowongan tanpa Rockbolt dan 0,523 MPa pada terowongan dengan
Rockbolt. Nilai σ2 sebesar 7,294 MPa pada terowongan tanpa Rockbolt dan 0,693
MPa pada terowongan dengan Rockbolt. Displacement yang terjadi pada puncak
(crown) terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt sebesar 1,49 meter,
sedangkan displacement pada terowongan yang menggunakan Rockbolt sebesar
0,008 meter. Volumetric strain yang terjadi pada terowongan yang tidak
menggunakan Rockbolt sebesar 2,7% sedangkan displacement pada terowongan
yang menggunakan Rockbolt sebesar 0,03%. Shear strain yang terjadi pada
terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt sebesar 4,77% sedangkan
displacement pada terowongan yang menggunakan Rockbolt sebesar 0,29%.
Berdasarkan parameter di atas maka hasil penelitian disimpulkan bahwa Rockbolt
sangat berpengaruh dalam penyanggaan terowongan. Besarnya pengaruh
penggunaan Rockbolt pada terowongan tergantung dari kualitas dan spesifikasi dari
Rockbolt tersebut.

Kata kunci: Terowongan, Displacement, Rockbolt, Phase2

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ iv
MOTTO ......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN........................................................................................... vi
PRAKATA ..................................................................................................... vii
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 4
1.3 Tujuan ................................................................................. 5
1.4 Batasan Masalah ................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Terowongan ........................................................................... 6


2.1.1 Definisi ........................................................................ 6
2.1.2 Sejarah dan Latar Belakang Didirikannya
Terowongan Double Track Notog BH 1440 .......... .... 7
2.1.3 Profil Geologi .............................................................. 10
2.1.4 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Fungsinya ........ 13
2.1.5 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Cara
Pelaksanaannya ....................................................... .... 14
2.1.6 Tahapan dalam pembuatan terowongan ...................... 17

x
2.2 NATM ................................................................................... 20
2.3.1 Rockbolt ....................................................................... 21
2.3.2 Lining ........................................................................... 23
2.3 Elemen Hingga ...................................................................... 26
2.4 Tipe Keruntuhan Model Mohr Coulomb .............................. 27
2.5 Phase2 ................................................................................... 29
2.6 Tegangan Pada Penggalian Terowongan .............................. 30
2.6.1 Akumulasi Tegangan Akibat Penggalian Terowongan
...................................................................................... 30
2.6.2 Displacement Pada Area Penggalian ............................ 33
2.6.3 Area Plastis Akibat Penggalian Terowongan .............. 34
2.6.4 Area Plastis/Loosening Zone Sebagai Overburden ...... 36
2.7 σ1 (Tegangan Vertikal) .......................................................... 36
2.8 σ3 (Tegangan Horizontal) ...................................................... 38
2.9 σ2 (Tegangan Horizontal Searah Terowongan) ..................... 38
2.10 dx (Horizontal Displacement) ............................................... 39
2.11 dy (Vertical Displacement) ................................................... 39
2.12 ∆V (Volumetric Strain) ......................................................... 39
2.13 ɣ (Shear Strain) ..................................................................... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 40


3.2 Alat dan Bahan ....................................................................... 40
3.3 Prosedur Penelitian................................................................. 41
3.4 Data Sekunder ........................................................................ 41
3.5 Pengolahan Data .................................................................... 42

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian .................................................................... 54


4.2 Analisis Data Penelitian ......................................................... 54
4.3 Basis Permodelan ................................................................... 58

xi
4.4 Pembahasan Hasil Analisis ................................................... 60

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan ........................................................................... 77


5.2 Saran ...................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 79
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 81

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Alinyemen Terowogan Nahakki ................................................ 3


Gambar 1.2 Penempatan Titik Rockbolt Pada Terowongan Nahakki ........... 4
Gambar 2.1 Terowongan Notog BH 1440 .................................................... 6
Gambar 2.2 Mesin Twinheader ..................................................................... 7
Gambar 2.3 Lokasi Portal Inlet dan Outlet .................................................... 7
Gambar 2.4 Peta Geologi Kabupaten Banyumas .......................................... 10
Gambar 2.5 Lapisan Tanah Terowongan Notog BH 1440 ............................ 12
Gambar 2.6 Terowongan Lalu Lintas ............................................................ 13
Gambar 2.7 Terowongan Angkutan .............................................................. 13
Gambar 2.8 Terowongan Tambang ............................................................... 14
Gambar 2.9 Terowongan Mikro .................................................................... 14
Gambar 2.10 Terowongan Dongkrak ............................................................ 15
Gambar 2.11 Terowongan Batuan ................................................................. 15
Gambar 2.12 Terowongan Tanah Lunak ....................................................... 16
Gambar 2.13 Lining Terowongan .................................................................. 16
Gambar 2.14 Terowongan Gali Timbun ........................................................ 17
Gambar 2.15 Terowongan Bawah Air .......................................................... 17
Gambar 2.16 Pekerjaan Marking ................................................................... 18
Gambar 2.17 Pekerjaan Excavation ............................................................... 18
Gambar 2.18 Pekerjaan Mucking ................................................................... 18
Gambar 2.19 Penyangga Steel Rib ................................................................ 19
Gambar 2.20 Penyangga Rockbolt ................................................................ 19
Gambar 2.21 Penyangga Wiremesh ............................................................... 19
Gambar 2.22 Penyangga Lining .................................................................... 20
Gambar 2.23 Bentuk Rockbolt dan Bagian-bagian Rockbolt ........................ 22
Gambar 2.24 Penentuan gaya Rockbolt menurut Rabcewicz ........................ 22
Gambar 2.25 Lining Batu Bata ...................................................................... 24

xiii
Gambar 2.26 Lining Beton ............................................................................ 24
Gambar 2.27 Lining Shotcrete ....................................................................... 25
Gambar 2.28 Lining Plat Baja ....................................................................... 25
Gambar 2.29 Lining Beton Precast ................................................................ 25
Gambar 2.30 Elemen-elemen penyusun ........................................................ 27
Gambar 2.31 Kriteria Kegagalan Mohr-Coulomb ......................................... 28
Gambar 2.32 Lingkaran Mohr-Coulomb ....................................................... 28
Gambar 2.33 Program Rocscience Phase2 .................................................... 29
Gambar 2.34 Kondisi tegangan transfer ........................................................ 31
Gambar 2.35 Akumulasi tegangan pada permukaan terowongan ................. 31
Gambar 2.36 Displacement pada area penggalian terowongan ..................... 32
Gambar 2.37 Area Plastis dan Elastis Menurut Bray .................................... 34
Gambar 2.38 Pola Keruntuhan Gradual Pada Terowongan Tanpa Penyangga
.......................................................................................................................... 36
Gambar 2.39 Ilustrasi Tegangan Tanah di Area Bukaan Terowongan ......... 37
Gambar 2.40 Ilustrasi σ1 ................................................................................ 38
Gambar 2.41 Ilustrasi σ3 ................................................................................ 38
Gambar 2.42 Ilustrasi σ2 ................................................................................ 38
Gambar 3.1 Lokasi Proyek Pembangunan Terowongan Notog BH 1440
.......................................................................................................................... 40
Gambar 3.2 Tampilan Program Phase2 ........................................................ 42
Gambar 3.3 Tampilan Project Setting ........................................................... 42
Gambar 3.4 Tampilan Project setting bagian general ................................... 43
Gambar 3.5 Tampilan Project setting bagian stage ...................................... 43
Gambar 3.6 Koordinat terowongan ............................................................... 44
Gambar 3.7 Tampilan menu boundaries ....................................................... 44
Gambar 3.8 Tampilan setelah dimasukkan koordinat terowongan ............... 44
Gambar 3.9 Tampilan penambahan lapisan tanah ......................................... 45

xiv
Gambar 3.10 Tampilan koordinat untuk pembatas tanah .............................. 45
Gambar 3.11 Tampilan pembatas tanah pada program Phase2 .................... 46
Gambar 3.12 Tampilan Penambahan garis lapisan tanah .............................. 46
Gambar 3.13 Tampilan menu untuk mendefinisikan material ...................... 47
Gambar 3.14 Tampilan define material properties ....................................... 47
Gambar 3.15 Tampilan define material Rockbolt ......................................... 48
Gambar 3.16 Tampilan define material Lining ............................................. 48
Gambar 3.17 Tampilan pengaplikasian jenis tanah ....................................... 49
Gambar 3.18 Tampilan setelah terowongan diexcavasi ................................ 49
Gambar 3.19 Tampilan menu penambahan Rockbolt .................................... 50
Gambar 3.20 Tampilan setelah penginstalan Rockbolt ................................. 50
Gambar 3.21 Tampilan pengaturan jaring elemen ........................................ 51
Gambar 3.22 Tampilan setelah pengaplikasian jaring elemen ...................... 51
Gambar 3.23 Tampilan menu penambahan Lining ....................................... 52
Gambar 3.24 Tampilan setelah penginstalan Lining ..................................... 52
Gambar 3.25 Tampilan setelah penambahan tekanan air tanah .................... 53
Gambar 3.26 Tampilan saat perhitungan ....................................................... 53
Gambar 4.1 Letak titik boring ....................................................................... 54
Gambar 4.2 Rockbolt ..................................................................................... 58
Gambar 4.3 Penampang terowongan ............................................................. 59
Gambar 4.4 Basis permodelan terowongan tanpa menggunakan Rockbolt
.......................................................................................................................... 60
Gambar 4.5 Basis permodelan terowongan menggunakan Rockbolt ............ 60
Gambar 4.6 Tampilan σ1 yang tidak menggunakan Rockbolt ........................ 61
Gambar 4.7 Tampilan σ1 yang menggunakan Rockbolt ................................ 61
Gambar 4.8 Tampilan σ3 yang tidak menggunakan Rockbolt ....................... 63
Gambar 4.9 Tampilan σ3 yang menggunakan Rockbolt ................................ 64
Gambar 4.10 Tampilan σ2 yang tidak menggunakan Rockbolt ..................... 66

xv
Gambar 4.11 Tampilan σ2 yang menggunakan Rockbolt .............................. 66
Gambar 4.12 Tampilan horizontal displacement yang tidak menggunakan
Rockbolt ........................................................................................................... 68
Gambar 4.13 Tampilan horizontal displacement yang menggunakan Rockbolt
.......................................................................................................................... 69
Gambar 4.14 Tampilan vertikal displacement yang tidak menggunakan Rockbolt
.......................................................................................................................... 71
Gambar 4.15 Tampilan vertikal displacement yang menggunakan Rockbolt
.......................................................................................................................... 71
Gambar 4.16 Tampilan Volumetric Strain yang tidak menggunakan Rockbolt
.......................................................................................................................... 73
Gambar 4.17 Tampilan Volumetric Strain yang menggunakan Rockbolt ..... 74
Gambar 4.18 Tampilan shear strain yang tidak menggunakan Rockbolt ..... 76
Gambar 4.19 Tampilan shear strain yang menggunakan Rockbolt .............. 76

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Alternatif tata letak terowongan ..................................................... 8


Tabel 2.2 Perbandingan penggunaan alternatif pada Terowongan Notog ..... 9
Tabel 2.3 Sejarah perkembangan NATM dari masa ke masa ........................ 21
Tabel 2.4 Konsentrasi tegangan menurut persamaan Krisch ......................... 33
Tabel 4.1 Data tanah boring titik B1-B6 ........................................................ 55
Tabel 4.2 Data spesifikasi Rockbolt ............................................................... 58
Tabel 4.3 Data spesifikasi Lining ................................................................... 58
Tabel 4.4 Perbandingan nilai σ1 terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt
dan yang menggunakan Rockbolt ................................................... 62
Tabel 4.5 Perbandingan nilai σ3 terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt
dan yang menggunakan Rockbolt ................................................... 65
Tabel 4.6 Perbandingan nilai σ2 terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt
dan yang menggunakan Rockbolt ................................................... 67
Tabel 4.7 Perbandingan nilai horizontal displacement terowongan yang tidak
menggunakan Rockbolt dan yang menggunakan Rockbolt ............ 70
Tabel 4.8 Perbandingan nilai vertikal displacement terowongan yang tidak
menggunakan Rockbolt dan yang menggunakan Rockbolt ............ 72
Tabel 4.9 Perbandingan nilai Volumetric Strain terowongan yang tidak
menggunakan Rockbolt dan yang menggunakan Rockbolt ............ 75
Tabel 4.10 Perbandingan nilai shear strain terowongan yang tidak menggunakan

Rockbolt dan yang menggunakan Rockbolt ................................. 77

xvii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Kenaikan Penumpang Kereta Api di Jawa Tengah Dari Tahun
2006-2018 ..................................................................................... 2
Grafik 3.1 Bagan Alir Penelitian .................................................................... 41
Grafik 4.1 Tampilan grafik σ1 ........................................................................ 62
Grafik 4.2 Tampilan grafik σ3 ........................................................................ 64
Grafik 4.3 Tampilan grafik σ2 ........................................................................ 67
Grafik 4.4 Tampilan grafik horisontal displacement ..................................... 69
Grafik 4.5 Tampilan grafik vertikal displacement ......................................... 72
Grafik 4.6 Tampilan grafik Volumetric Strain ............................................... 74
Grafik 4.7 Tampilan grafik shear strain ........................................................ 77

xviii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SK Pembimbing
Lampiran 2. Surat Tugas Seminar
Lampiran 3. Daftar Hadir Seminar
Lampiran 4. Berita Acara Seminar
Lampiran 5. Formulir Bimbingan Skripsi
Lampiran 6. Perisai Bundar dan Mesin Shotcrete
Lampiran 7. Penampang Melintang Terowongan
Lampiran 8. Gambar Terowongan Notog BH 1440

xix
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transportasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia


mengingat perkembangan penduduk yang sangat pesat pada masa sekarang
serta pemerataan pembangunan diberbagai tempat menyebabkan kebutuhan
akan fasilitas sosial meningkat termasuk pada kebutuhan transportasi.
Luasnya wilayah alam Indonesia yang memiliki beragam kontur membuat
jalur transportasi darat harus mengikuti kontur tersebut. Di daerah perbukitan,
jalur transportasi darat seperti jalan dan rel kereta harus memutari bukit
terlebih dahulu untuk mencapai tujuan.
Dengan perkembangan kemajuan teknologi di bidang teknik sipil,
pembangunan terowongan tembus bukit sebagai jalur transportasi dibuat
untuk memangkas jarak tempuh jalur transportasi darat. Terowongan adalah
lubang bukaan yang dibuat di bawah permukaan tanah yang digunakan untuk
tujuan tertentu dan tertutup diseluruh sisinya kecuali dikedua ujungnya.
Dalam hal lain, Akis (2017) menuturkan struktur bawah tanah dibangun dan
digunakan sebagai tempat perlindungan, kuburan, atau untuk penyimpanan
suatu benda berharga. Namun pembangunan terowongan bawah tanah di kota
besar dibuat untuk mengurangi kemacetan lalu lintas dipermukaan. Mingsi
(2013) menjelaskan terowongan merupakan salah satu alternatif prasarana
perhubungan masa depan yang memungkinkan untuk mempersingkat waktu
perjalanan.
Terowongan Double Track Notog BH 1440 dibuat dengan tujuan
mengurangi penundaan pergantian kereta untuk melewati terowongan
eksisting yang hanya memiliki 1 track sedangkan kenaikan penumpang kereta
api dari tahun ke tahun semakin meningkat.

1
2

80000
2018; 77546

Jumlah Penumpang (Ribu Orang) 70000

60000

50000

40000

30000
2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020
Tahun

Grafik 1.1 Kenaikan Penumpang Kereta Api di Jawa Tengah Dari Tahun
2006-2018 (BPS, 2019)

Di Norwegia, negara yang memiliki alam yang indah namun berada di


daerah dengan kondisi geografis yang rumit dipenuhi dengan gletser dan
pegunungan, dijuluki sebagai negara 1001 terowongan karena hampir semua
desa di Norwegia dihubungkan dengan terowongan. Dibandingkan dengan di
Indonesia, pembangunan terowongan masih merupakan kegiatan yang tidak
biasa. Kondisi topografi Indonesia yang memiliki banyak kontur pegunungan
dan kondisi geologi yang kaya akan mineral tambang akan membuat
teknologi terowongan akan semakin berkembang di Indonesia (Munawar,
2007 dan Bronto, 2006).
Dalam proses pembuatan terowongan, sering kita dapati adanya
penurunan karena terjadinya deformasi pada tanah di daerah sekitar bukaan
terowongan disebabkan proses penggalian, proses pengeboran bukaan
terowongan ataupun karena adanya pengaruh beban di atasnya yang
dilakukan tergantung jenis tanah pada daerah tersebut. Terowongan Notog
BH 1440 memiliki jenis tanah lunak berdasarkan tes boring yang dilakukan
dengan besar nilai kohesi rata-rata 1 s.d 4 dan nilai sudut friksi 25 ̊ - 29 ̊.
Tanah lunak dalam bidang konstruksi seringkali menjadi permasalahan
3

disebabkan karena rendahnya daya dukung dari tanah tersebut. Akibat dari
daya dukung yang rendah dapat menyebabkan kerugian seperti biaya
konstruksi yang semakin mahal, hingga terancamnya keselamatan konstruksi.
Dalam menanggulangi masalah tanah lunak maka diperlukan rekayasa tanah
sebagai bentuk perbaikan tanah tersebut.
Menurut Rori (2017), pada saat penggalian terowongan akan terjadi
settlement pada permukaan di atas terowongan. Settlement ini harus juga
diperhitungkan karena dapat menimbulkan kerusakan terhadap struktur di
atas terowongan. Permasalahan yang ada demikian mengarah kepada
optimalisasi aspek-aspek geoteknik, pencegahan kegagalan terowongan, serta
memperhitungkan kegagalan dalam proses penggalian terowongan.
Kebutuhan akan pemahaman ilmiah tentang formasi dan kekuatan sistem
penyanggaan juga semakin meningkat.
Riaz (2016) melakukan penelitian di terowongan Nahakki Pakistan,
dimana terowongan tersebut berada di kaki Gunung Himalaya yang sebagian
besar tanahnya tidak dapat dispesifikasikan. Sistem penyanggaan
menggunakan rockbolt cukup mendukung untuk jenis tanah yang buruk pada
terowongan ini.

N NSL S
960 960
SOUTH
940 PORTAL 940

920 NORTH 920


PORTAL OPEN
900 900
CUT
ELEVASI

ELEVASI
880 880
Mb/Mc
F.

QM
Do

860 860
GM

b/
l/Q

Ca
S/

840 840
l.P
HS

820 820
Cal.S/MS
HS

Cal.S/MS Mb
800 Cal.P 800
QU ARB

M CHI

HS/Mc
M

IC S
RT LE

S
A T
SC

780 780
M
M CHI
ZA

AR
IC S
S
HI

TI

A T

BL
C
ST

760 760
E

740 740
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 720

A A'
PENAMPANG GEOLOGI

Gambar 1.1 Alinyemen Terowogan Nahakki (Riaz, 2016)


4

Rockbolt

Struktur
Terowongan

Gambar 1.2 Penempatan Titik Rockbolt Pada Terowongan Nahakki


(Riaz, 2016)

Oleh karena itu pada penelitian ini akan dilakukan analisis perkuatan
dinding terowongan menggunakan rockbolt dan lining beton, dan dilakukan
perbandingan penurunan tanah dengan dan tanpa rockbolt pada jenis tanah
lunak menggunakan program Rocscience Phase2. Selanjutnya akan diketahui
perbedaan besar settlement yang terjadi jika struktur terowongan
menggunakan sistem penyanggaan rockbolt dan tidak menggunakan
rockbolt.

1.2 Rumusan Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi, pembangunan terowongan


tembus bukit terkait dengan faktor geoteknik, pencegahan kegagalan, proses
yang terjadi pada tanah akibat penggalian terowongan dan faktor lainnya. Hal
ini menimbulkan beberapa permasalahan antara lain:
1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terowongan?
2. Apa saja parameter-parameter yang ada pada perhitungan terowongan?
3. Bagaimana stabilitas terowongan tersebut dengan atau tanpa penyangga
berupa rockbolt?
4. Bagaimana pengaruh air tanah terhadap gaya-gaya dalam dan deformasi
terowongan?
5

1.3 Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


penggunaan rockbolt pada perkuatan dinding terowongan di terowongan
tanah lunak double track Notog-Banyumas. Berdasarkan rumusan masalah di
atas, maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku terowongan.
2. Mengetahui parameter-parameter yang ada pada perhitungan
terowongan.
3. Mengetahui stabilitas terowongan tembus bukit dengan atau tanpa
rockbolt.
4. Mengetahui pengaruh air tanah terhadap gaya-gaya dalam dan deformasi
terowongan.

1.4 Batasan Masalah

Dalam rangka memfokuskan pembahasan penelitian ini, akan dibuat


beberapa batasan masalah agar penelitian tidak terpecah fokus pada hal lain.
Adapun pembahasan pada analisis ini dibatasi pada beberapa penelitian dan
asumsi, antara lain:
1. Terowongan double track Notog merupakan terowongan tanah lunak
berlokasi di daerah bagian selatan Pulau Jawa, yaitu di Dukuh Kalirajut,
Desa Notog, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
2. Profil geologi yang digunakan merupakan profil lapisan tanah pada
proyek konstruksi terowongan double track Notog.
3. Analisis disederhanakan dengan asumsi semua model perilaku tanah
menggunakan model Mohr-Coulomb.
4. Data geoteknik diperoleh dari Proyek Terowongan Notog Banyumas dan
di tes lab oleh Ika Adya Perkasa.
5. Data dimensi terowongan menggunakan data dari Proyek Terowongan
Notog Banyumas.
6. Analisis menggunakan software Phase2.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Terowongan

2.1.1 Definisi

Terowongan adalah bangunan lubang tembusan bawah permukaan


yang menembus bantala/ground yang terdiri tanah atau batuan dari gunung,
sungai, bawah jalan, dan lain-lain dengan fungsi sebagai jalan raya, jalan KA,
jalan air, dan sebagainya (Kementrian PU, 2011). Sedangkan menurut Tibri
(2017), terowongan didefinisikan sebagai lubang bukaan yang dibuat dengan
dua lubang bukaan yang saling berhubungan langsung atau dengan kata lain
kedua lubang bukaan tersebut harus menembus bagian kerak bumi, yakni
perbukitan, sebagai media transportasi, drainase, penambangan, dan lain-lain.
Pembangunan Terowongan Double Track Notog dilakukan dengan cara
melubangi atau menggali terowongan dengan mesin Twin Header. Sistem
menggali terowongan ini yaitu dengan menggali lewat bagian inlet dan outlet
yang nantinya galian terowongan akan bertemu di tengah, kemudian hasil
galian akan dibuang ke disposal yang berjarak 1 km dari proyek inlet dan 200
meter dari proyek outlet.
0

1450 1450
65
R4

5300
8030

619
R66
00
200
1200

8264
9300

Gambar 2.1 Terowongan Notog BH 1440

6
7

Gambar 2.2 Mesin Twinheader

NOTOG TUNNEL L=550 M

tengah
359 KM+127

359 KM+677
terowongan

G.W.L
PORTAL INLET PORTAL OUTLET

Gambar 2.3 Lokasi Portal Inlet dan Outlet

2.1.2 Sejarah dan Latar Belakang Didirikannya Terowongan Double Track


Notog BH 1440
Meningkatnya minat manusia menggunakan angkutan kereta api
dikarenakan efektif dan efisiennya menggunakan transportasi tersebut serta
banyaknya tujuan destinasi dari penumpang menyebabkan perlunya
menambahkan jumlah kereta api. Dalam sisi lain, Terowongan Eksisting
Notog dengan panjang 260 meter yang memiliki hanya 1 track jalur rel
membuat kereta dari 2 arah perlu bergantian untuk melewatinya, hal ini tidak
memungkinkan jika terjadi cukup lama. Daerah sekitar terowongan eksisting
adalah perbukitan, jalan raya penghubung Kabupaten Banyumas dan
Kabupaten Kebumen yang disekitarnya juga terdapat Sungai Serayu . Maka
8

diperlukan perbaikan jalur rel dalam terowongan dengan menambahkan 1


track jalur rel lagi, dengan tujuan masing-masing track diperuntukkan sesuai
arah kereta.
Studi konsultan tentang tata letak terowongan dengan pertimbangan
kestabilan terowongan dan pengaruhnya pada terowongan lama.

Tabel 2.1 Alternatif tata letak terowongan


(Sumber : Final report for detailed design Cikro)
Alternatif Penggambaran
1 Menggunakan  Konstruksi terowongan baru untuk lintasan tunggal
terowongan lama  Terowongan lama tetap pada posisi semula namun
dengan perbaikan elektrifikasi

2-1 Tidak  Konstruksi terowongan baru untuk lintasan ganda (dua


menggunakan terowongan, 2 lintasan); dan
terowongan lama  Tidak menggunakan terowongan lama

2-2  Konstruksi terowongan baru untuk lintasan ganda (satu


terowongan, 2 lintasan); dan
 Tidak menggunakan terowongan lama
9

Tabel di bawah ini menunjukan beberapa alternatif perbandingan untuk


pembangunan Terowongan Notog. Berdasarkan 4 jenis perbandingan yaitu,
desain kecepatan kereta, biaya konstuksi, durasi konstruksi dan pemeliharaan
area untuk menguji kelayakan terowongan.
Seperti ditunjukan di tabel 3-2, alternatif 2-2 (tidak digunakan
terowongan lama dan konstruksi terowongan baru dengan satu terowongan 2
lintasan) itu lebih baik untuk dilakukan pembangunannya dibanding semua
jenis alternatif. Terutama jika dibanding dengan durasi konstruksi pada
alternatif 1 (39 bulan) bisa lebih lama dari jadwal perkiraan konstruksi pada
proyek dan rencana itu tidak dapat diterima.
Maka, alternatif 2-2 dianggap sesuai untuk dilakukan pada proyek ini.

Tabel 2.2 Perbandingan penggunaan alternatif pada Terowongan Notog


(Sumber : Final report for detailed design Cikro)
Alternatif 1 Alternatif 2-1 Alternatif 2-2
Menggunakan terowongan Tidak menggunakan
lama terowongan lama
Item Terowongan Terowongan
Pelebaran Terowongan
baru (2 baru (1
terowongan baru (lintasan
terowongan, terowongan,
lama tunggal)
2 lintasan) 2 lintasan)
Panjang terowongan (m) 262 550 550 550
Desain
Radius (m) 290 800 800 800
kereta
Kecepatan
Kecepatan 60 120 120 120
maksimum
(km/jam)
Evaluasi ∆ Ѳ Ѳ
177,5 127,1
Biaya konstruksi(Rp) 138,6 Miliar O ∆ Ѳ
Miliar Miliar
Lama Konstruksi (hingga 28 23
39 bulan ∆ O Ѳ
operasi) bulan bulan
Area perawatan (*) (m2) 11.700 O 15.800∆ 10.300 Ѳ
Evaluasi O ∆ Ѳ
Simbol evaluasi : Ѳ(Baik) O(Cukup) ∆(tidak sesuai)
Keterangan (*): Area perawatan = rangkaian panjang terowongan x panjang
terowongan
10

2.1.3 Profil Geologi


Berdasarkan Peta Geologi Kabupaten Banyumas sebagian besar memiliki
jenis tanah lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal. Pada wilayah
Terowongan Notog yang ditinjuk dengan garis merah juga memiliki profil
geologi jenis Qa yaitu tanah lempung, lanau, pasir, kerikil, dan kerakal.

Lokasi Terowongan
Notog BH 1440

Gambar 2.4 Peta Geologi Kabupaten Banyumas

Keterangan:

Aluvium (alluvium) Lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal.


Endapan pantai Umumnya pasir yang terpilah baik-sedang,
(Coastal deposits) sangat lepas.
Endapan undak Pasir, kerikil dan kerakal; agak mampat dan
(Terraces) merupakan endapan tua Sungai Serayu.
Formasi tapak (Tapak Batu pasir dengan cangkang moluska,
formation) bersisipan napal dan breksi.
11

Formasi halang Perselingan batupasir, batulempung, napal dan


(Halang formation) tuf dengan sisipan breksi; dipengaruhi oleh
arus turbid dan pelengseran bawah air laut.
Anggota breksi Breksi dengan komponen andesit, basal dan
formasi halang batugamping, masa dasar batupasir tufan
(Bressia member of kasar; sisipan batupasir dan lava basal.
halang formation)
Anggota batupasir Endapan turbidit terdiri dari perselingan
formasi halang batupasir, konglomerat dengan batulempung,
(Sandstone member napal dan serpih dengan sisipan diamiktit.
halang formation)
Formasi rambatan Batupasir gampingan bersisipan napal,
(Rambatan formation) batulempung dan breksi; umunya berstruktur
turbidit.
Formasi pamutuan Batupasir, napal, tuf, batulempung dan
(Pamutuan formation) batugamping.
Formasi penosongan Perselingan batupasir gampingan,
(Penosongan batulempung, tuf, napal dan kalkarenit,
formation) dipengaruhi oleh arus turbit.
Formasi kalipucang Batugamping terumbu, setempat batugamping
(Kalipucang klastik dan dibagian bawah serpih bitumen.
formation)
Formasi waturanda Bagian bawah batupasir kasar, makin ke atas
(Waturanda formation) berubah menjadi breksi dengan komponen
andesit-basal; masa dasar batupasir dan tuf.
Anggota tuf formasi Perselingan tuf gelas, tuf kristal, batupasir
waturanda (Tuff gampingan dan napal tufan.
member of waturanda
formation)
12

Formasi gabon (Gabon Breksi dengan komponen andesit, bermasa


formation) dasar tuf dan batupasir kasar, setempat tuf
lapili, lava dan endapan lahar.
Anggota tuf formasi Tuf, tuf lapili, breksi tuf bersisipan batupasir
gabon (Tuff member dan batulempung.
of gabon formation)
Formasi Batulempung, berstruktur sisik dengan
karangsambung fragmen batugamping, konglomerat, batupasir,
(Karangsambung batulempung, dan basal.
formation)
Basal (Balast) Basal yang berupa retas atau retas lempeng.
Andesit (Andesite) Andesit yang berupa retas.

Berdasarkan hasil tes boring yang dilakukan, Terowongan Notog memiliki 4


jenis tanah seperti gambar di bawah ini

Gambar 2.5 Lapisan Tanah Terowongan Notog BH 1440


13

2.1.4 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Fungsinya


Menurut Szechy (1967) terowongan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3
jenis utama, yaitu:
1. Terowongan Lalu Lintas (Traffic)
Terowongan lalu lintas yaitu terowongan yang digunakan sebagai sarana
lalu lintas kendaraan untuk menghubungkan dua tempat, meliputi
terowongan kereta api, terowongan jalan raya, terowongan pejalan kaki,
terowongan bawah laut, dan terowongan kereta api bawah tanah.

Gambar 2.6 Terowongan Lalu Lintas (Ramadhan, 2011)

2. Terowongan Angkutan
Terowongan angkutan yaitu terowongan yang digunakan untuk tujuan
mempermudah hidup manusia, meliputi terowongan pembangkit listrik,
terowongan penyedia air, terowongan intake, terowongan drainase, dan
terowongan industri.

Gambar 2.7 Terowongan Angkutan (Detik Finance, 2018)


14

3. Terowongan Tambang
Terowongan tambang meliputi terowongan utama dan akses, terowongan
eksplorasi, terowongan eksploitasi, terowongan pelayanan rute, dan
terowongan darurat.

Gambar 2.8 Terowongan Tambang (Khumaini, 2014)

Menurut klasifikasi terowongan berdasarkan fungsinya, Terowongan


Notog BH 1440 termasuk ke dalam jenis terowongan lalu lintas karena sesuai
dengan tujuan dibangunnya terowongan ini yaitu sebagai jalur kereta api.

2.1.5 Klasifikasi Terowongan Berdasarkan Cara Pelaksanaannya


Berdasarkan cara pelaksanaannya, terowongan dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:
1. Micro Tunnel
Terowongan Micro Tunnel mayoritas digunakan untuk penempatan jalur
pipa, kabel, dan jaringan air. Ukuran dari terowongan ini berkisar antara
0,6 meter sampai 1 meter dan dikerjakan secara modern dengan cara
otomatis dengan peralatan robot.

Gambar 2.9 Terowongan Mikro (Huxed Tunneling, 2019)


15

2. Terowongan Dongkrak (Jacking)


Teknik pelaksanaan pembuatan terowongan jenis ini dipilih sebagai
alternatif karena penggalian biasa terlalu mahal karena panjang yang
terbatas, misalnya pembuatan underpass dan sejenisnya. Secara umum
pelaksanaan pembuatan terowongan ini dilakukan dengan mendongkrak
secara Horizontal sebuah segmen beton precast atau baja memotong tanah
dan membuang keluar volume tanah yang terpotong segmen yang
didongkrak tersebut secara manual.

Gambar 2.10 Terowongan Dongkrak (PT. Brantas Abipraya, 2013)

3. Terowongan Batuan (Rock)


Terowongan batuan ini dibuat menembus batuan masif yang relatif keras
dan dapat dilakukan langsung dengan metode penggalian menggunakan
peralatan manual, mekanis maupun blasting. Masalah yang mungkun
dihadapi adalah yang berkaitan dengan air tanah, dan struktur penopang
pada zona patahan.

Gambar 2.11 Terowongan Batuan (Bauhn, 2002)


16

4. Terowongan Melalui Tanah Lunak (Soft ground)


Terowongan yang dibuat melalui tanah lempung, pasir, dan batuan lunak
(soft rock). Karena mudah runtuh maka untuk pelaksanaan penggalian
digunakan pelindung (shield). Sedangkan lining tunnel harus segera
dipasang bersamaan dengan kemajuan gerakan mesin penggali.

Shield

Gambar 2.12 Terowongan Tanah Lunak (PT. PP, 2018)

Lining

Gambar 2.13 Lining Terowongan (PT. PP, 2018)

5. Terowongan Gali Timbun (Cut and cover)


Terowongan ini dilaksanakan dengan menggali sebuah alur yang cukup
sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian pengecoran lining tunnel
atau pemasangan lining precast dan melakukan penimbunan kembali
(covering). Metode ini cocok dilaksanakan jika tersedia areal yang cukup,
tidak mengganggu aktifitas dipermukaan dan letak jalur terowongan cukup
dekat dengan permukaan.
17

Gambar 2.14 Terowongan Gali Timbun (Ramadhan, 2014)

6. Terowongan Bawah Air (Underwater)


Terowongan ini biasanya melewati jalur batuan atau tanah lunak. Hal yang
membedakan dengan terowongan tanah lunak adalah adanya tekanan air
yang sangat tinggi, sehingga diperlukan metode untuk membuat
terowongan menjadi kedap air. Salah satu metodenya yaitu dengan
membuat trench/parit didasar sungai atau laut lalu menempatkan precast
tube lining dan menerapkan teknik sambungan kedap air.

Gambar 2.15 Terowongan Bawah Air (Dafiqurrahman, 2013)

2.1.6 Tahapan Dalam Pembuatan Terowongan


Suatu terowongan terbentuk dari tahapan-tahapan yang dapat dilakukan
agar pelaksanaan konstruksi berjalan dengan baik, tahapan-tahapan yang
dilakukan antara lain:
a. Pekerjaan Marking
Pada tahap pekerjaan marking ditentukan titik-titik koordinat dan elevasi
struktur sesuai rencana, pengukuran dilakukan dengan acuan bench mark
(BM) yang telah ditentukan.
18

Gambar 2.16 Pekerjaan Marking

b. Pekerjaan Excavation
Tim survey telah memberikan marking di area batas galian tunnel, maka
pekerjaan excavation dapat dilakukan dengan cara menggali area yang
telah dimarking sehingga membentuk area tunnel yang sesuai dengan
desain.

Gambar 2.17 Pekerjaan Excavation

c. Pekerjaan Mucking
Mucking adalah pekerjaan membuang hasil galian yang telah di ekskavasi.
Pekerjaan ini dapat dilakukan setelah kondisi galian clear dan
rekomendasi geologist menyatakan aman.

Gambar 2.18 Pekerjaan Mucking


19

d. Pemasangan Penyangga
Pemasangan penyangga terowongan dilakukan dengan tujuan mencegah
keruntuhan terowongan akibat galian yang telah dilakukan. Penyangga
terowongan dapat berupa steel rib atau plat baja, rockbolt atau angkur,
wiremesh atau jaring-jaring kawat, dan shotcrete yang dipasangkan sesuai
dengan standar yang benar.

Steel Rib

Gambar 2.19 Penyangga Steel Rib

Rockbolt
Rockbolt

Gambar 2.20 Penyangga Rockbolt

Wiremesh

Gambar 2.21 Penyangga Wiremesh


20

e. Pekerjaan Lining
Lining merupakan dinding terowongan sekaligus sebagai finishing
terowongan yang dapat berupa batu bata atau beton. Pekerjaan lining
sebagai tahap pekerjaan akhir dalam pembuatan terowongan.

Lining

Gambar 2.22 Penyangga Lining

2.2 NATM
NATM atau New Australian Tunneling Method adalah suatu sistem
pembuatan tunnel dengan menggunakan shotcrete (beton yang disemprotkan
dengan tekanan tinggi) dan rockbolt sebagai penyangga sementara tunnel,
sebelum diberi lapisan concrete (lining concrete). Sebelum ditemukannya
metode NATM ini, digunakan kayu dan rangka baja sebagai konstruksi
penyangga sementara.
NATM diaplikasikan pertama kali di industri penambangan di United
Kingdom oleh Deacon dan Hughes pada tahun 1988, kemudian kembali
diterapkan di pembangunan terowongan untuk jalan raya di United Kingdom.
Kelemahan dari kontruksi kayu ini menurut Prof. LV. Rabcewicz dalam
bukunya NATM adalah kayu khususnya dalam keadaan lembab akan sangat
mudah mengalami keruntuhan, meskipun baja mempunyai sifat fisik yang
lebih baik, efisiensi busur kerja baja sangat bergantung dari kualitas
pengganjalan (kontak baja dengan batuan), sementara diketahui bahwa akibat
meregangnya batuan pada waktu penggalian seringkali menyebabkan
terjadinya penurunan bagian atas terowongan.
21

Tabel 2.3 Sejarah perkembangan NATM dari masa ke masa


(Sumber : An Insight inti the NATM, 2004)
Tahun
Perkembangan Oleh
1811 Penemuan perisai bundar Brunel
Pengupayaan mempercepat setting time pada
1848 mortar Wejwanov
Penggantian material penyangga dari kayu menjadi
1872 baja Rziha
1908-1911 Penemuan mesin shotcrete Akeley
1914 Pengaplikasian shotcrete pertama kali di tambang Denver
batu bara
1948 Pengenalan sistem lining Rabcewicz
1954 Penggunaan shotcrete untuk membantu Bruner
penyanggaan tanah pada terowongan
1955 Pengembangan angkur Rabcewicz
Pernyataan akan pentingnya pengukuran yang
1960 sistematis Muller
1962 Mengenalkan NATM pada seminar geomekanik ke Rabcewicz
XIII di Salzburg
1964 Literatur dalam Bahasa Inggris mulai dimunculkan Rabcewicz
1969 Pengaplikasian NATM pertama kali di daerah Frankfurt
urban yang memiliki tanah lunak
1980 Pendefinisian ulang pada literatur tentang NATM
karena terjadi konflik antara Komite Nasional
Austria pada Asosiasi Tunnelling Internasional
Konstruksi Bawah Tanah
1987 NATM pertama di Britain terowongan tambang

2.3.1 Rockbolt
Rockbolt merupakan batang baja yang ditancapkan di dalam batuan.
Rockbolt merupakan sistem angkur dalam terowongan yang bila digunakan
akan menjadi kesatuan bagian dari massa batuan. Fungsi rockbolt yaitu
memberi penguatan massa batuan dengan tujuan memperkecil deformasi atau
menjaga kestabilan terowongan. Penggunan rockbolt sebagai perkuatan
penyangga harus memperhatikan kondisi batuan. Rockbolt tidak dapat
digunakan pada batuan/tanah yang terlalu lunak atau terlalu keras. Secara
umum penggunaan rockbolt memberi pengaruh antara lain:
1. Pengaruh suspensi. Stabilisator pada batuan yang retak atau yang
mengalami penggalian dengan ledakan
22

2. Merekatkan lapisan. Hal ini terjadi jika rockbolt ditempatkan dengan


menembus lapisan berbeda yang relatif tipis
3. Menaikan kemampuan dukung. Tegangan pada rockbolt akan menekan
batuan sehingga menghasilkan kekakuan yang baik dan peningkatan
kekuatan geser

Gambar 2.23 Bentuk Rockbolt dan Bagian-bagian Rockbolt


(wikipedia.com)

Salah satu metode yang dapat memperkirakan beban pada rockbolt


adalah yang diajukan oleh Rabcewicz (1961) dengan memperhitungkan
inklinasi dari strata batuan, dengan asumsi bahwa rockbolt dipasang dengan
sudut 45̊ terhadap strata batuan.
Rockbolt
45
° T TH
Strata N
R ψ
51
°

batuan ψ
h
38°

T RT
T
30°

α
ψ
f

51
°

18°

α
T

h/2

Gambar 2.24 Penentuan gaya rockbolt menurut Rabcewicz (Szechy, 1973)


23

dengan,
T = Gaya geser antar lapisan (kN/m2);
ϕ = Sudut geser dalam batuan ( ̊ ) ;
h = Tebal area lengkung batuan (meter);
H = Gaya horizontal di tengah lengkung (kN/m2);
α = Sudut inklinasi antara lapisan horizontal ( ̊ );
R = Gaya dalam (kN/m2);
Ψ = Sudut antara lapisan dan gaya dalam ( ̊ ).
Dari ilustrasi di atas ditulis persamaan sebagai berikut:

𝐻 𝑃 𝐻 𝑃
sin(𝛼 + 𝜓) 𝑐𝑜𝑡𝑎𝑛 (𝛼 + 𝜓) − = 𝑐𝑜𝑠𝜓 sin(𝛼 + 𝜓) 𝑡𝑎𝑛𝜙 + 𝑡𝑎𝑛𝜙
𝑐𝑜𝑠𝜓 √2 √2

…………………………………………………………………….......…(2.1)

Gaya yang dipikul oleh rockbolt sebesar:

√2
𝑃=𝐻 (cos(α + ψ) − sin(𝛼 + 𝜓) 𝑡𝑎𝑛𝜙 (kN) …(2.2)
𝑐𝑜𝑠𝜓 (1+𝑡)

Jika gesekan/friksi pada lapisan diabaikan maka diperoleh:

𝑃 = 𝐻√2 …(2.3)

Adapun nilai H ditentukan dari Straka (1963) dengan:


ɣ.ℎ.𝑏2
𝐻= …(2.4)
8.𝑓

2.3.2 Lining
Setelah terowongan digali dan disangga, lining dibutuhkan untuk
memenuhi satu atau lebih fungsi berikut
1. Memperbaiki stabilitas masa batuan.
2. Pencegahan pengikisan batuan oleh cuaca atau kecepatan aliran pada
terowongan pengelak atau terowongan spillway.
24

3. Menghindari ketidak stabilan dari tebing oleh bocoran sumber air melalui
retakan dari terowongan.

Tipe lining yang biasa digunakan:


1. Lining pasangan (batu / bata)
Yaitu lining yang dibuat dari pasangan batu atau batu bata yang disusun
agar membentuk dinding terowongan yang rapi.

Gambar 2.25 Lining Batu Bata (Serba_tahu, 2016)

2. Lining beton
Yaitu lining yang dibuat dari beton, sebelum dilakukan pengecoran akan
dipasang bekisting terlebih dahulu.

Gambar 2.26 Lining Beton (ilmupengetahuanumum, 2008)

3. Lining shotcrete
Lining dari shotcrete memiliki permukaan yang kasar karena tidak lakukan
finishing pada permukaannya.
25

Gambar 2.27 Lining Shotcrete (infokita)

1. Plat baja
Lining yang terbuat dari pelat baja biasanya sekaligus sebagai arsitektur
dalam terowongan

Gambar 2.28 Lining Plat Baja (Haryanti, 2018)

2. Lining beton precast


Lining beton precast terbuat dari beton yang sudah dilakukan pencetakan
sebelumnya, biasanya tiap segmen lining ini berukuran 6 meter

Gambar 2.29 Lining Beton Precast (Santoso, 2019)


26

2.3 Elemen hingga


Diskretisasi telah menjadi metode yang digunakan manusia dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang kompleks. Penyelesaian masalah ini
dapat dilakukan dengan membagi permasalahan menjadi beberapa komponen
yang lebih kecil dan sederhana untuk dianalisa lanjut. Kemudian diurai dan
dirangkai kembali solusi-solusi dari permasalahan yang kecil tersebut
menjadi bentuk kompleks seperti asalnya.
Konsep dari metode elemen hingga (finite element method) adalah
dengan cara membagi model yang akan dianalisis menjadi berhingga yang
meliputi bagian-bagian kecil yang disebut elemen. Analisis permasalahan
dilakukan pada elemen-elemen ini. Tiap titik simpul (nodul) dari elemen-
elemen akan membentuk rangkaian yang secara keseluruhan mendekati
bentuk nodul semula.
Metode elemen juga merupakan salah satu metode pendekatan secara
numerik yang merupakan metode differensial. Metode ini dapat digunakan
untuk mengetahui dan menganalisis tegangan dan perpindahan pada sebuah
struktur.

Ada beberapa jenis elemen hingga yaitu:


1. Elemen hingga satu dimensi, disebut juga dengan elemen garis.
2. Elemen hingga dua dimensi, disebut juga elemen bidang yang berbentuk
segitiga atau segiempat.
3. Elemen hingga tiga dimensi, yang dapat berbentuk prisma segienam.
Bagian-bagian dari suatu elemen dapat berupa titik simpul, garis simpul
dan bidang simpul seperti terlihat dalam gambar

Semakin kecil ukuran dari elemen-elemen, maka ketelitiannya akan


semakin tinggi atau semakin mendekati jawaban penyelesaian dari suatu
permasalahan yang diteliti.
27

Ukuran elemen sedang ukuran elemen kecil

Gambar 2.30 Elemen-elemen penyusun

2.4 Tipe Keruntuhan Model Mohr coulomb


Keruntuhan geser (shear failure) tanah terjadi bukan disebabkan
hancurnya butir-butir tanah tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara
butir-butir tanah tersebut.
Mohr menjelaskan bahwa keruntuhan sebagai akibat dari kombinasi
kritis antara tegangan normal dan geser dan bukan hanya akibat tegangan
geser minimum dan tegangan geser maksimum saja. Sehingga pada bidang
keruntuhan dapat dinyatakan bahwa:

𝜏𝑓 = 𝑓(𝜎) …(2.5)
Kriteria keruntuhan/kegagalan Mohr Coulomb digambarkan dalam bentuk
garis lurus. Jika kedudukan tegangan baru mencapai titik P, keruntuhan tidak
akan terjadi. Pada titik Q terjadi keruntuhan karena titik tersebut terletak tepat
pada garis kegagalan. Titik R tidak akan pernah tercapai karena sebelum
mencapai titik R sudah terjadi keruntuhan, seperti yang digambarkan di
bawah ini
28

Gambar 2.31 Kriteria Kegagalan Mohr-Coulomb

Model Mohr Coloumb membutuhkan lima buah parameter yang umum


digunakan oleh para ahli geoteknik dan dapat diperoleh dari uji-uji yang
umum dilaksanakan di laboratorium. Parameter-parameter tersebut adalah
modulus young (Eref) (kN/m2), angka poisson (γ), sudut geser (ϕ) ( ̊ ), kohesi
(cref) (kN/m2), dan sudut dilatansi (ψ) ( ̊ ).
Parameter geoteknik yang banyak digunakan saat ini adalah
berdasarkan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb sehingga perlu ditentukan
kesetaraan nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ϕ) untuk setiap massa
batuan. Hal ini dilakukan dengan cara mencocokkan kurva hasil perhitungan
kriteria keruntuhan Hoek-Brown untuk berbagai nilai tegangan prinsipal
minimum. Kuat geser tanah bisa dinyatakan dalam bentuk tegangan efektif
σ’1 dan σ’3 pada saat keruntuhan terjadi. Lingkaran Mohr berbentuk setengah
lingkaran dengan koordinat (τ) dan (σ’) dilihatkan dalam gambar di bawah

Gambar 2.32 Lingkaran Mohr-Coulomb

Dari lingkaran Mohr dapat dilihat:


σ’1 = tegangan utama mayor efektif (kN/m2)
29

σ’3 = tegangan utama minor efektif (kN/m2)


θ = sudut keruntugan ( ̊ )
c’ = kohesi (kN/m2)
ϕ’ = sudut gesek dalam efektif

Nilai ϕ dan c dapat dihitung dengan persamaan berikut:


′ ) 𝑎−1
−1 6𝑎𝑚𝑏 (𝑠+𝑚𝑏 𝜎3𝑛
ϕ’ = 𝑠𝑖𝑛 [ ′ ) 𝑎−1 ] …(2.6)
2(1+𝑎)(2+𝑎)+6𝑎𝑚𝑏 (𝑎+𝑚𝑏 𝜎3𝑛

′ ](𝑠+𝑚 𝜎 ′ ) 𝑎−1
𝜎𝑑 [(1+2𝑎)𝑠+(1−𝑎)𝑚𝑏 𝜎3𝑛 𝑏 3𝑛
c = …(2.7)
′ ) 𝑎−1
(1+𝑎)(2+𝑎)√1+(6𝑎𝑚𝑏 (𝑠+𝑚𝑏 𝜎3𝑛 )/((1+𝑎)(2+𝑎))

2.5 Phase 2

Gambar 2.33 Program Rocscience Phase2

Phase2 adalah bagian dari Rocscience yang menggunakan analisis 2D


elastoplastic dengan menganalisis tegangan elemen hingga untuk penggalian
bawah tanah atau permukaan batuan maupun tanah. Hal ini dapat digunakan
untuk berbagai proyek rekayasa dan termasuk support design, stabilitas
lereng elemen hingga, rembesan air tanah dan analisis probabilistic. Program
Phase2 ini dapat menyajikan hasil output berupa tabel dan grafik berdasarkan
hasil analisis input.
Model multi-tahap yang kompleks dapat dengan mudah dibuat dan
dianalisis dengan cepat seperti terowongan di batuan lemah atau bersendi,
gua-gua pembangkit tenaga listrik bawah tanah, tambang terbuka dan lereng,
30

tanggul, struktur bumi yang distabilkan MSE, dan lebih banyak lagi.
Kegagalan progresif, interaksi dukungan, dan berbagai masalah lain dapat
diatasi. Phase2 menawarkan berbagai opsi permodelan support design seperti
shotcrete beton, sistem set baja, dinding penahan, tiang pancang liner
komposit multilayer, geotekstil, dan lain-lain.

2.6 Tegangan Pada Penggalian Terowongan


Penggalian terowongan pada massa tanah/batuan membawa perubahan
kondisi tegangan di area sekitarnya dan ruang akibat penggalian
menyebabkan terjadinya displacement. Akibat lain adalah terjadinya
degradasi tegangan tanah/batuan di area penggalian yang bersifat merugikan
bagi stabilitas.

2.6.1 Akumulasi Tegangan Akibat Penggalian Terowongan


Tegangan vertikal pada penampang tanah/batuan merupakan fungsi
kedalaman. Dengan mengetahui tegangan vertikal (σν) suatu titik, dapat

dihitung tegangan horizontal (σh) titik tersebut melalui hubungan rasio


poisson (μ). Hubungan tegangan ini dirumuskan:
σν = γ.h …(2.8)

σh = σν.μ / (1-μ) …(2.9)

dengan,
σν = tegangan vertikal (kN/m2);
σh = tegangan horizontal (kN/m2);
γ = massa jenis tanah/batuan (kN/m2);
h = kedalaman (meter);
μ = angka poisson (tanpa satuan).

Pada gambar 2.30 (a) tampak kondisi awal tegangan vertikal bernilai
seragam di tiap titik dengan kedalaman yang sama. Menurut Mindlin (1939)
jika lokasi tersebut dilakukan penggalian terowongan seperti pada Gambar
2.30 (b), tegangan dari massa yang akan digali akan dialihkan/ditransfer ke
31

sisi terowongan. Akibat transfer tegangan ini terjadi akumulasi tegangan


dipermukaan galian terowongan.

Gambar 2.34 (a) Kondisi tegangan pada kondisi awal (b) Kondisi akibat
tegangan transfer (Szechy, 1973)

Akumulasi tegangan ini bernilai maksimum di sisi galian dengan nilai


dua kali tegangan awal. Pada gambar 2.31, r adalah jarak titik tinjau dari pusat
galian (meter), h adalah jarak pusat galian dengan permukaan tanah (meter)
dan a adalah jari-jari terowongan (meter). Tegangan maksimum berada pada
lokasi r/a = 1. Tegangan tersebut berkurang secara proporsional terhadap
pertambahan jarak, kemudian menjadi konstan sebesar nilai awal pada lokasi
kurang lebih r/a = 4 dari pusat galian terowongan.

Gambar 2.35 Akumulasi tegangan pada permukaan terowongan


(Szechy, 1973)

Szechy (1973), tegangan-tegangan pada permukaan galian dapat diuraikan


sebagai berikut:
- Tegangan radial (σr) yang searah radius
32

- Tegangan tangensial (σt) yang tegak lurus terhadap radial


- Tegangan geser (τrt) hasil interaksi dari σr dan σt

Gambar 2.36 Displacement pada area penggalian terowongan


(Goodman, 1989)

Kirsch (1989) menurunkan rumus untuk masing-masing tegangan di atas


sebagai berikut:
𝜎𝑣 𝑎2 𝑎4 𝑎4
σr = [(1 + 𝜆) [1 − 𝑟 2 ] + (1 − 𝜆) [1 + 3 𝑟 4 + 4 𝑟 2 ] 𝑐𝑜𝑠2𝜙] ..(2.10)
2

𝜎𝑣 𝑎2 𝑎4
σt = [(1 + 𝜆) [1 − 𝑟 2 ] − (1 − 𝜆) [1 + 3 𝑟 4 ] 𝑐𝑜𝑠2𝜙] ..(2.11)
2

𝑃𝑣 𝑎4 𝑎2
τrt = − [(1 − 𝜆) [1 − 3 𝑟 4 + 2 𝑟 2 ] 𝑠𝑖𝑛2𝜙] ..(2.12)
2

dengan,
σv = ɣ.h = tegangan vertikal (kN/m2);
𝑃
λ = 𝑃𝑣 = angka poisson (tanpa satuan);

a = radius galian terowongan (meter);


ϕ = sudut tinjau (derajat, ϕ = 0̊ pada puncak, ϕ = 90̊ pada dinding
terowongan).
Kirsch (1989) memberikan tabel secara lengkap untuk nilai konsentrasi
tegangan pada berbagai sebagai berikut:
33

Tabel 2.4 Konsentrasi tegangan menurut persamaan Krisch (Goodman, 1989)


σh/σv 0 0.3 0.6 1.0 1.5 2.0 3.0
All Ɵ
r/a Ɵ 0̊ 90̊ 0̊ 90̊ 0̊ 90̊ 0̊ 90̊ 0̊ 90̊ 0̊ 90̊
values
1.00 -1.00 3.00 -0.10 2.70 0.80 2.40 2.00 3.50 1.50 5.00 1.00 8.00 0.00
1.10 -0.61 2.44 0.12 2.25 0.85 2.07 1.83 3.05 1.52 4.26 1.22 6.70 0.60
1.20 -0.38 2.007 -0.25 1.96 0.87 1.84 1.69 2.73 1.51 3.77 1.32 5.84 0.94
1.30 -0.23 1.82 -0.32 1.75 0.86 1.68 1.59 2.50 1.48 2.41 1.26 5.23 1.13
1.40 -0.14 1.65 0.36 1.60 0.85 1.56 1.51 2.33 1.44 3.16 1.37 4.80 1.24
1.50 -0.07 1.52 0.38 1.50 0.85 1.47 1.44 2.20 1.41 2.96 1.37 4.48 1.30
1.75 0.00 1.32 0.40 1.32 080 1.33 1.33 1.99 1.33 2.81 1,36 3.97 1.33
2.00 -0.03 1.22 0.40 1.23 0.76 1.24 1.25 1.86 1.27 2.47 1.28 3.69 1.31
2.50 -0.04 1.12 0.38 1.13 0.71 1.14 1.16 1.72 1.18 2.28 1.20 3.40 1.24
3.00 -0.04 1.07 0.36 1.09 0.68 1.10 1.11 1.65 1.13 2.19 1.15 3.26 1.19
4.00 -0.03 1.04 0.34 1.04 0.65 1.05 1.06 1.58 1.08 2.10 1.09 3.14 1.11

2.6.2 Displacement pada area penggalian


Displacement tanah adalah pemindahan tanah karena adanya kegiatan-
kegiatan yang dilakukan sehingga menimbulkan tegangan pada tanah. Secara
mikroskopis, displacement merupakan sliding butir tanah/batuan yang
berakibat melemahnya tegangan batuan di area sekitar penggalian hingga
jarak tertentu dari area penggalian, displacement ini bersifat tetap. Zhao
(2016), terowongan yang berlokasi di tanah lunak membuat gaya yang
bekerja disekitar terowongan tersebut dapat meningkat dan menyebabkan
displacement. Jika terowongan tidak dilakukan perbaikan perkuatan maka
masalah ini bisa mengancam keamanan saat terowongan beroperasi.
Displacement pada batuan terjadi karena hilangnya efek confining
akibat penggalian. Displacement ini terjadi dengan pola tertentu terhadap arah
radial dan tangensial. Besarnya dipengaruhi antara lain oleh kombinasi nilai
gaya vertikal dan horizontal serta properti dari batuan. Kirsch memberikan
persamaan displacement sebagai berikut:

𝜎ℎ +𝜎𝑣 𝑎2 𝜎ℎ −𝜎𝑣 𝑎2 𝑎2
ur = + (4(1 − 𝑣) − 𝑟 2 ) 𝑐𝑜𝑠2ϕ ..(2.13)
4𝐺 𝑟 4𝐺 𝑟
34

𝜎ℎ +𝜎𝑣 𝑎2 𝑎2
ut = + (2(1 − 2𝑣) + 𝑟 2 ) 𝑠𝑖𝑛2ϕ ..(2.14)
4𝐺 𝑟

dengan,
G = Modulus geser (kN/m2)
v = Raiso poisson (tanpa satuan)

2.6.3 Area Plastis Akibat Penggalian Terowongan


Penggalian dapat menghasilkan tegangan besar dan akan menyebabkan
perlemahan pada lokasi tertentu, perlemahan tersebut disebut area plastis.
Area plastis yang terbentuk mempunyai jari-jari dari pusat penggalian dan
merupakan sebuah slab beam yang melingkar dan paralel dengan permukaan
galian (ring crack) (Bray 1967).

Gambar 2.37 Area Plastis dan Elastis Menurut Bray (Goodman, 1989)

Pada ilustrasi di atas, Bray juga mengasumsikan bahwa retakan yang


terjadi berbentuk log spiral yang mempunyai sudut δ terhadap arah radial.
Untuk nilai δ minimum diambil 45̊ + ϕ/2. Term yang populer digunakan untuk
sudut log spiral adalah parameter Q
𝑡𝑎𝑛𝛿
Q = (tan(𝛿−𝜙) − 1 ..(2.15)

Radius batas plastis-elastis dirumuskan dengan:


35

1
𝜙
2𝑝−𝑞𝑢 +(1+tan2 (45𝑜 + )𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙) 𝑄
2
R =a( 2 𝑜 𝜙 ) ..(2.16)
1+tan (45 + )(𝑝𝑖 +𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙)
2

dengan,
a = Jari-jari terowongan (meter)
p = Initial rock pressure = σν = σh untuk k = 1
qu = Unconfined compressive strength
pi = Internal pressure dalam galian yang dapat ditahan penyangga
ϕ = Sudut geser batuan

Selanjutnya Bray menentukan nilai-nilai tegangan pada area elastis sebagai


berikut:
𝑏
σre = p - 𝑟 2 ..(2.17)

𝑏
σt e = p + 𝑟 2 ..(2.18)

dengan,
𝜙
tan2(45𝑜 + )𝑝+𝑞𝑢
b =( 2
𝜙 ) 𝑅2 ..(2.19)
tan2(45𝑜 + )+1
2

Untuk area plastis, nilai-nilai tegangan adalah:


𝑟 𝑄
σre = (𝑝𝑖 + 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙) (𝑎) − 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙 ..(2.20)

𝑡𝑎𝑛𝛿 𝑟 𝑄
σte = (𝑝𝑖 + 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙) tan(𝛿−𝜙) (𝑎) − 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙 ..(2.21)

Pada area plastis, displacement yang terjadi mempunyai arah radial


terhadap permukaan galian (inward radially). Besarnya displacement ini
dirumuskan dengan:
1−𝑣 𝑟(𝑄−1) 𝑡
ur = (𝑝𝑖 +𝑟 ..(2.22)
𝐸 𝑎𝑄

dengan,
1−𝑣 𝑅 𝑄 1+𝑣
t = 𝑅 2 [(𝑝 + 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙) − (𝑝𝑖 + 𝑐 𝑐𝑜𝑡𝜙) (𝑎 ) ] + 𝑏 ..(2.23)
𝐸 𝐸
36

2.6.4 Area Plastis/Loosening Zone Sebagai Overburden


Ruang kosong pada terowongan dapat menyebabkan penurunan
confining pada batuan yang mengakibatkan terciptanya area untuk
displacement secara plastis (plastis zone). Hal ini dapat memberikan ruang
butir-butir pada batuan menjadi lebih “tenggang” (loose) dan menyebabkan
tegangan batuan menurun. Area plastis yang sedang dalam kondisi perubahan
keadaan butir disebut “loosening zone”. Pada terowongan yang cukup dalam,
beban yang diterima oleh terowongan bukanlah merupakan seluruh beban
overburden yang ada di atas terowongan, tetapi wilayah plastis berupa area
loosening zone.
Contoh loosening zone sebagai beban, yaitu pada keruntuhan atap
terowongan yang cukup dalam yang digali tanpa penyangga. Keruntuhan ini
terjadi sebagai gradual yang tidak mencapai permukaan tanah di atas
terowongan. Hal ini biasanya terlihat pada terowongan alam. Gambar berikut
merupakan ilustrasi runtuhnya atap terowongan pada batuan. Tinggi
maksimal kerucut keruntuhan dengan pendekatan:
𝑏 𝑏
Hmax = 𝑎 = 2 𝑠𝑖𝑛𝜙 ..(2.24)
2 tan
2

Gambar 2.38 Pola Keruntuhan Gradual Pada Terowongan Tanpa Penyangga


(Szechy, 1973)

2.7 σ1 (Tegangan Vertikal)


Sebelum terowongan dilakukan excavasi, tegangan dalam yang ada
pada tanah yaitu σv1, σv2, σh1, σh2 yang terdistribusi seragam. Setelah dilakukan
37

excavasi pada lapisan bawah tanah terjadi perubahan tegangan massa batuan
disekitar bukaan excavasi tersebut menjadi tegangan baru. Tegangan baru
tersebut yaitu σ1, σ2, σ3 yang diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Tegangan vertikal σv1

Tegangan horizontal σh2


Tegangan horizontal σh1

Perubahan tegangan
disekitar bukaan
excavasi

Tegangan vertikal σv2

Gambar 2.39 Ilustrasi tegangan tanah di area bukaan terowongan (Hoek, 2007)

Hitungan tegangan-tegangan yang terjadi di dalam tanah berguna untuk


analisis tegangan-regangan (stress-strain) dan penurunan (settlement). Sifat-
sifat tegangan-regangan dan penurunan bergantung pada sifat tanah bila
mengalami pembebanan. Tegangan yang terjadi di dalam massa tanah dapat
disebabkan oleh beban yang bekerja di permukaan atau oleh beban akibat
berat tanah itu sendiri. Tegangan yang berasal dari beban dipermukaan tanah
berkurang bila kedalaman berkurang. Sebaliknya, tegangan yang berasal dari
permukaan tanah bertambah bila kedalamannya bertambah (Hardiyatmoko).
σ1 adalah tegangan vertikal akibat galian terowongan (tegangan dalam
arah y) yang berarah ke atas atau ke bawah dari posisi terowongan tersebut.
Seperti dilukiskan pada gambar di bawah ini,
38

σ1

σ1

Gambar 2.40 Ilustrasi σ1

2.8 σ3 (Tegangan Horizontal)


σ3 adalah tegangan horizontal akibat galian terowongan (tegangan
dalam arah x) yang berarah ke dinding terowongan tersebut. Seperti
dilukiskan pada gambar di bawah ini,

σ3 σ3

Gambar 2.41 Ilustrasi σ3

2.9 σ2 (Tegangan Horizontal Searah Terowongan)


σ2 adalah tegangan horizontal akibat galian terowongan (tegangan
dalam arah z) yang berarah ke depan dan belakang terowongan tersebut.
Seperti dilukiskan pada gambar di bawah ini

σ2

σ2

Gambar 2.42 Ilustrasi σ2


39

2.10 dx (Horizontal Displacement)


Horizontal displacement pada terowongan adalah perpindahan tanah
berarah horizontal secara lokal atau penyeluruh akibat adanya penggalian
pada terowongan tersebut.

2.11 dy (Vertical Displacement)


Vertical displecement pada terowongan adalah perpindahan tanah
berarah vertikal secara lokal atau penyeluruh akibat adanya penggalian pada
terowongan tersebut.

2.12 ∆V (Volumetric Strain)


Volumetric strain adalah satuan perubahan volume tanah dibanding volume
aslinya.
∆𝑽 𝟏−𝟐𝝁
= (𝝈𝟏 + 𝝈𝟑 + 𝝈𝟐 ) ..(2.25)
𝑽 𝑬

2.13 ɣ (Shear Strain)


Shear strain atau regangan geser terjadi karena adanya geseran pada
tanah akibat dilakukannya excavasi pada terowongan.
BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian mengenai pengaruh penggunaan
rockbolt pada terowongan tanah lunak adalah:
1. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku terowongan antara lain
jenis tanah, kekuatan penyanggaan, dan air tanah. Jika ketiga faktor
tersebut baik maka struktur terowongan akan baik. Juga perlu dilakukan
pertimbangan mengenai dimensi terowongan dan kedalaman terowongan
dari permukaan tanah agar dapat diperkirakan stabilitas terowongannya.
2. Parameter-parameter yang dibutuhkan dalam melakukan perhitungan
terowongan menggunakan program Phase2 yaitu data sekunder
terowongan meliputi dimensi terowongan, material yang digunakan,
spesifikasi material yang digunakan, dan parameter tanah menurut kriteria
keruntuhannya.
3. Terowongan yang menggunakan penyangga rockbolt terbukti lebih stabil
dibandingkan terowongan yang tidak menggunakan rockbolt dilihat dari
nilai σ1, σ3, σ2, horizontal displacement, vertikal displacement,
volumetric strain, dan shear strain. Nilai σ1 sebesar 8,165 MPa pada
terowongan tanpa Rockbolt dan 0,479 MPa pada terowongan dengan
Rockbolt. Nilai σ3 sebesar 1,805 MPa pada terowongan tanpa Rockbolt
dan 0,523 MPa pada terowongan dengan Rockbolt. Nilai σ2 sebesar 7,294
MPa pada terowongan tanpa Rockbolt dan 0,693 MPa pada terowongan
dengan Rockbolt. Displacement yang terjadi pada puncak (crown)
terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt sebesar 1,49 meter,
sedangkan displacement pada terowongan yang menggunakan Rockbolt
sebesar 0,008 meter. Volumetric strain yang terjadi pada terowongan
yang tidak menggunakan Rockbolt sebesar 2,7% sedangkan displacement
pada terowongan yang menggunakan Rockbolt sebesar 0,03%. Shear

77
78

strain yang terjadi pada terowongan yang tidak menggunakan Rockbolt


sebesar 4,77% sedangkan displacement pada terowongan yang
menggunakan Rockbolt sebesar 0,29%.

4. Air tanah memiliki pengaruh dalam konstruksi terowongan dapat


menambah tegangan yang diterima terowongan menyebabkan
ketidakstabilan konstruksi maka harus dilakukan perhitungan lebih detail
pada perbedaan ketinggian air tanah agar pengaruh air tanah dapat
diminimalisir misalnya digunakan penyanggaan dengan sistem yang baik.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa saran yang
dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dalam bentuk pengembangan
pengetahuan antara lain,
1. Penelitian ini hanya meneliti terowongan pada ST 390+175 dengan muka
air -3 meter dari permukaan tanah. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian
menggunakan stasiun terowongan yang lain dengan muka air tanah yang
divariasikan.
2. Penelitian ini dibuat dengan permodelan support system rockbolt dengan
panjang 3 meter, diameter 250 mm. penelitian selanjutnya dapat
menggunakan rockbolt dengan spesifikasi yang berbeda pada stasiun
yang sama agar diketahui pengaruh besar kestabilan penggunaan rockbolt
yang berbeda.
3. Phase2 hanya dapat memodelkan terowongan dalam bentuk 2 dimensi
sehingga kompleksitas gaya yang diberikan tanah pada terowongan
kurang akurat, perlu dilakukan pendekatan lebih akurat menggunakan
analisis 3 dimensi.
79

DAFTAR PUSTAKA

Akis, E. and Satici, O. 2017. Underground Structures, Rock Structures and Rock
Mechanics from Ancient Era to the Modern Age. Jurnal of Geological
Engineering, Vol. 41 (2017) 155-172. DOI 10.24232/jmd.344499.

Anaperta, Y. M. 2013. Studi Terowongan Jalan Raya Padang-Solok. Jurnal


Teknologi Informasi dan Pendidikan. Vol. 6, No. 1. 2017.

Bray, J. 1967. Rock Slope Engineering. Library of Congress Cataloging in


Publication Data.

Bronto, S. 2006. Fasies Gunung Api dan Aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia,
Vol. 1 No. 2. 2006 (59-71).

Deacon W.G. & Hughes J.F. 1988. Application of NATM at Barrow-upon Soar
gypsum mine to construct two surface drifts. Tunnelling’88. IMM. London
69-77.

Goodman, R.E. 1989. Rock Mechanics. Library of Congress Cataloging in


Publication Data.

Hoek, E. 1993. Practical Rock Engineering. Evert Hoek Consulting Engineer Inc.
102-3200 Capilano Crescent North Vancouver, British Columbia Canada
V7R 4H7.

Karakus, M. and Fowell, R. J. 2004. An Insight into the New Austrian Tunnelling
Method (NATM). Bolgesel Kaya Mekanigi Sempozyumu/ROCKMEC’2004-
VIIth Regional Rock Mechanics Symposium, 2004, Sivas, Turkiye.

Munawar. 2007. Analisa Numeris Tegangan-Regangan Pada Batuan di Sekitar


Ujung Terowongan. Yogyakarta. Skripsi. Universitas Gadjah Mada.

Rori, S. V. dkk. 2017. Analisa Tanah Pada Bukaan Terowongan. Jurnal Sipil Statik.
Vol. 5. No. 6. 2017 (313-323).

Riaz, A. and Jamil, S. M. 2016. Tunnel Support Design by Comparison of


Empirical and Finite Element Analysis of Nahakki Tunnel in Mohmand
Agency, Pakistan. Studia Geotechnica et Mechanica, Vol. 38, No. 1, 2016.
DOI: 10. 1515/sgem-2016-0008.
80

Szechy, K. 1967. The Art of Tunnelling. Akademiai Kiado, Budapest.

Terzaghi, K. et al. 1963. Soil Mechanics in Engineering Practice. Library of


Congress Cataloging in Publication Data.

Tibri, T. dan Salman. 2017. Analisa Kestabilan Terowongan Jalan Menggunakan


Metode Empirik dan Analitik di Desa Sibaganding Kab. Simalungun Provinsi
Sumatera Utara. Institut Teknologi Medan.

Zhao, D. et al. 2016. Displacement Prediction of Tunnels Based on a Generalised


Kelvin Constitutive Model and its Application in a Subsea Tunnel. Tunneling
and Underground Space Technology 54 (2016) 39-36.

Anda mungkin juga menyukai