Anda di halaman 1dari 32

LABORATORIUM FARMAKOLOGI - BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I & III


“PENENTUAN BEBERAPA PARAMETER FARMAKOKINETIK DAN
PENGARUH BENTUK KIMIAWI OBAT TERHADAP
BIOAVAILABILITAS”

DISUSUN OLEH :
NAMA : PUTRI INDAH LESTARI
STAMBUK : G 701 18 095
KELAS/KELOMPOK : A / I (SATU)
HARI/TANGGAL : KAMIS, 1 APRIL 2021
ASISTEN : NURUL AMALIA

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Farmakokinetika berasal dari perkataan pharmacon (obat) dan kinetik
(sesuatu yang berubah dengan pertambahan waktu). Jadi, farmakokinetika
dalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan jumlah obat di dalam
tubuh dengan bertambahnya waktu. Farmakokinetika juga dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari proses absorpsi, distribusi, metabolisme dan
eksresi obat yang dihitung secara kuantitatif berdasarkan konsep matematika
serta diaplikasikan untuk menghitung besarnya dosis dan interval pemberian
obat. Farmakokinetika juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari apa
yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat. Selain biofarmasi konsep
farmakokinetika juga penting diaplikasikan dalam rangka pengembangan obat
baru. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi. Metabolisme atau biotransformasi, dan ekskresi
bentuk utuh atau bentuk aktif, merupakan proses eliminasi obat. (Nasution,
2015).

Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis


dari model berdasarkan hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau
metabolitnya di dalam darah, urin, atau cairan hayati lainnya. Dalam  praktek,
uji dengan darah paling banyak digunakan, karena darah adalah tempat yang
paling cepat dicapai obat, darah juga tempat yang paling logis  bagi penetapan
kadar obat di dalam darah. juga karena darahlah yang mengambil obat dari
tempat absorbsi, menyebabkan ketempat distribusi atau aksi, serta
membuangnya ke organ eliminasi. Kegunaan menetapkan parameter
farmakokinetik suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika absorbsi, distribusi
dan eliminasi obat dalam tubuh. (Shargel,2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu, dimana seorang farmasis dapat


mengetahui dan menentukan serta membandingkan parameter-parameter
farmakokinetik suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan
secara per oral. Hal inilah yang melatar belakangi percobaan ini.
B. Maksud Percobaan

1. Memahami cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t


½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat, dengan menggunakan
data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
2. Memahami cara mempelajari distribusi obat di dalam tubuh yang
diberikan secara IV dan cara menentukan volume distribusinya.
3. Memahami cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under
Curve = AUC).
4. Memahami cara membandingkan AUC, kadar puncak (CPmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (Tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan per oral.

C. Tujuan Percobaan

1. Mengetahui cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t


½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat, dengan menggunakan
data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
2. Mengetahui cara mempelajari distribusi obat di dalam tubuh yang
diberikan secara IV dan cara menentukan volume distribusinya.
3. Mengetahui cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under
Curve = AUC).
4. Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (CPmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (Tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang
berbeda yang diberikan per oral.

D. Manfaat Percobaan

Manfaat dari percobaan kali ini adalah agar kita dapat memahami dan
mengetahui cara menentukan serta membandingkan parameter-parameter
farmakokinetik dari suatu obat di dalam tubuh dalam bentuk kimiawi yang
berbeda yang diberikan per oral setelah pemberian dosis tunggal.
E. Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik yang
meliputi Cpmax, tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan Natrium salisilat
serta membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut
dengan menggunakan kepada hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus
cuniculus) yang diberikan secara oral. Penentuan parameter
farmakokinetik dilakukan dengan mengambil darah hewan uji “Kelinci”
(Oryctolagus cuniculus) yang telah diberikan obat Asetosal dan Asam
salisilat dan diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
F. Dasar Teori
Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja
dipelihara dan diternakan untuk dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk
mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala
penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model
adalah objek hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (spesies lain), yang
digunakan untuk menyelidiki fenomena biologis atau patologis (Hendra
stevani, 2016).

Menurut (Ratih pusporini, 2019) interaksi farmakokinetik merupakan interaksi


yang terjadi apabila satu obat mengubah absorpsi, distribusi, metabolism, atau
ekskresi obat lain. Dengan demikian interaksi ini meningkatkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia di dalam tubuh untuk dapat
menimbulkan efek farmakologinya. Interaksi farmakokinetik dapat dibagi
menjadi beberapa jenis :
a. Memengaruhi absrobsi
Kecepatan absorbs atau total jumlah yang diabsorbsi dapat dipengaruhi
oleh interaksi obat. Penyerapan obat yang terjadi di saluran cerna dapat
dipengaruhi oleh pemakaian obat lain yang memiliki luas permukaan yang
besar untuk penyerapan, mengikat, mengubah pH lambung, mengubah
motilitas saluran cerna, dan mempengaruhi protein pengikut.
b. Menyebabkan perubahan pada ikatan protein
Sebagian besar obat berikatan secara lemah dengan protein plasma karena
ikatan protein tidak spesifik, satu obat dapat meningkatkan obat yang
lainnya, sehingga jumlah bentuk bebas mengikat dan dapat berdifusi dari
plasma ketempat kerja obat.
c. Mempengaruhi metabolisme
Banyak obat dimetabolisme di hati, induksi terhadap sistem enzim
microsomal hati oleh salah satu obat yang menyebabkan perubahan
kecepatan metabolism obat lainnya secara bertahap sehingga
menyebabkan rendahnya kadar dan mengurangi efek obat.
d. Mempengaruhi ekskresi ginjal
Ginjal merupakan organ tempat mengeliminasi obat, melalui filtrasi
glomelurus dan sekresi aktif dari tubulus ginjal. Kompetisi dapat terjadi
antara obat-obat yang menggunakan mekanisme transport aktif yang sama
di tubulus proksimal.

Bioavailabilitas obat merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan


untuk menilai efektifitas suatu sediaan farmasi. Kecepatan disolusi dan waktu
tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
bioavailabilitas. Semakin tinggi kecepatan disolusi suatu obat yang
berbanding lurus dengan banyaknya konsentrasi obat yang terlarut dalam
saluran cerna maka akan semakin banyak pula obat yang diabsorbsi sehingga
meningkatkan bioavailabilitas. Begitu juga dengan waktu tinggal obat, apabila
obat ditahan untuk waktu yang lebih lama dalam saluran pencernaan,
diharapkan proses absorbsinya menjadi lebih optimal dan dapat meningkatkan
bioavaibilitas (Mia audina, dkk, 2016).

Kelarutan obat sangat erat kaitannya dengan ukuran partikel. Dimana ketika
ukuran partikel lebih kecil, maka luas permukaan akan meningkat. Permukaan
yang lebih besar memungkinkan interaksi yang lebih besar dengan pelarut
danmenyebabkan peningkatan kelarutan. Metode pengurangan ukuran partikel
memungkinkan terjadinya peningkatan kelarutan yang efisien, dapat
direproduksi, dan ekonomis. Metode pengurangan ukuran partikel
memungkinkan terjadinya peningkatan kelarutan yang efesien, dapat di
produksi dan ekonomis (Alicia Ima, D, P, H, 2017).

Meningkatnya kejadian interaksi obat bisa disebabkan makin banyaknya obat


yang digunakan ataupun makin seringnya penggunaan obat (polipharmacy
atau multiple drug therapy). Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat
yang diberikan dapat mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi obat lainnya sehingga dapat menyebabkan peningkatan atau
pengurangan jumlah obat yang tersedia dalam memberikan efek farmakologi
(Hendera & Sri Rahayu, 2018).
G. Uraian Bahan

1. Aquadest ( FI Edisi III, 1979 ; 96)


Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/ 18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


memiliki rasa
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : -

2. Alkohol (FI Edisi III, 1979 : 65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol / Alkohol
RM/BM : C2H6O / 46,07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap


dan mudah bergerak; bau khas; rasa panah.
Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
yang tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
P dan dalam eter P.
Kegunaan : Sebagai pereaksi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung
dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari nyala
api.

H. Uraian Sampel

1. Aspirin/Asam asetilsalisilat (Asetosal) (MIMS, 2021)


Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang, demam, arthritis
reumatoid.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID
lain. Tukak lambung, penyakit hemoragik,
gangguan koagulasi (misalnya hemofilia,
trombositopenia), asam urat. Ggn hati dan
ginjal berat. Anak-anak <16 tahun dan sedang
dalam proses pemulihan dari infeksi virus.
Kehamilan (dosis > 100 mg setiap hari selama
trimester ke-3) dan menyusui. Penggunaan
bersamaan dengan NSAID dan methotrexate
lainnya.
Dosis : Demam, Nyeri ringan sampai sedang: Dewasa:
Awal 300-900 mg, diulang tiap 4-6 jam sesuai
kebutuhan klinis. Maks: 4 g setiap hari.
Gangguan rematik : Dewasa : 4-8 g / hari
dalam dosis terbagi untuk gangguan akut. 5,4 g
/ hari dalam dosis terbagi untuk kondisi kronis.
Efek samping : Gangguan saluran cerna (iritasi saluran cerna),
mual, muntah, anemia, hipoprothrombinaemia,
trombositopenia, pusing, ruam, urtikaria.
Farmakokinetik : Absorpsi : Diserap dengan cepat dari saluran
pencernaan; kurang dapat diandalkan (rektal);
diserap melalui kulit. Dihidrolisis sebagian
oleh esterase menjadi salisilat selama absorpsi
di saluran GI. Ketersediaan hayati: 50-75%
(rilis langsung). Waktu untuk konsentrasi
plasma puncak: Kira-kira 1-2 jam (lapisan
nonenterik); 3-4 jam (dilapisi enterik); Kira-
kira 2 jam (tutup pelepasan diperpanjang).
Distribusi : Tersebar luas dan cepat ke
sebagian besar jaringan dan cairan tubuh.
Melintasi plasenta dan memasuki ASI.
Volume distribusi : 170 mL / kg. Pengikatan
protein plasma : 80-90%.
Metabolisme : Dimetabolisme di hati menjadi
asam salisilat, glukuronida fenolik salisil, asil
glukuronida salisilat, asam gentisat, dan asam
gentisurat. Menjalani metabolisme jalur
pertama.
Ekskresi : Melalui urin (75% sebagai asam
salisilat, 10% sebagai asam salisilat). Waktu
paruh eliminasi: 15-20 menit.
Mekanisme kerja : Aspirin adalah salisilat yang menunjukkan
aktivitas analgesik, anti-inflamasi, dan
antipiretik. Ini adalah penghambat enzim
siklooksigenase-1 (COX-1) yang selektif dan
tidak dapat diubah yang mengakibatkan
penghambatan langsung biosintesis
prostaglandin dan tromboksan dari asam
arakidonat. Selain itu, ini juga menghambat
agregasi trombosit.
Golongan Obat : Obat keras (Analgetik-anipiretik,
Antikoagulan, antiplatelet/Nonsteroidal Anti-
Inflammatory Drugs (NSAIDs).

2. Asam salisilat (MIMS, 2021)


Indikasi : Sebagai agen keratolitik atau keratoplastik
pada penyakit kulit seperti acne vulgaris
(jerawat), veruka vulgaris (common warts),
kalus, psoriasis, dan dermatitis seboroik.
Kontraindikasi : Sediaan pengangkatan kutil / kalus: Diabetes
atau gangguan sirkulasi darah. Gunakan pada
tahi lalat, tanda lahir dan kutil yang tidak
biasa dengan rambut yang tumbuh atau kutil
di wajah.
Dosis : Dosis yang digunakan tergantung pada
indikasi penyakit
Efek samping : Iritasi, kering, atau nyeri pada kulit, gatal-
gatal, kulit terasa panas, memerah.
Farmakokinetik : Absorpsi: Mudah diserap melalui kulit.
Distribusi: Pengikatan protein plasma: 50-
80%, pada albumin.
Ekskresi: Melalui urin [asam salisilat (52%),
glukuronida salisilat (42%) dan asam salisilat
(6%).
Mekanisme kerja : Asam salisilat memiliki aksi keratolitik yang
kuat dan sedikit aksi antiseptik bila dioleskan
secara topikal. Ini melembutkan dan
menghancurkan stratum korneum dengan
meningkatkan hidrasi endogen yang
menyebabkan lapisan tanduk pada kulit
membengkak, melembutkan, dan kemudian
mengelupas. Pada konsentrasi tinggi, asam
salisilat memiliki efek kaustik. Ia juga
memiliki aktivitas antijamur dan antibakteri
yang lemah.
Golongan Obat : Keratolitik
I. Klasifikasi Hewan Uji

1. Kelinci (Lepus sp) (Aidah N.S, 2020)


Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Familia : Leporidae
Genus : Lepus
Spesies : Lepus sp
J. Prosedur kerja (Tim Dosen, 2021)

J.1 Penentuan Parameter Farmakokinetik


1. Berilah sejumlah dosis natrium salisilat (250 mg/kg BB) secara oral
pada hewan uji yang telah dipuasakan. Sebelumnya, ambil contoh
darah sebanyak 0,5 mL untuk blanko (t=0).
2. Tentukan kadar natrium salisilat di dalam darah pada 15, 30, 45, 60,
90, 120, 150, 180, 240 menit setelah pemberian. (Lihat cara analisis
kadar natrium salisilat).
3. Buat grafik kadar obat di dalam darah (CP) vs waktu
4. Tentukan ke (tetapan laju eliminasi) dari kurva fase descending
(menurun) dan Ka (tetapan laju absorbsi) dari kurva ascending
(menanjak), dan tentukan nilai Cdiff .
5. Dengan menggunakan nilai Cdiff buatlah persamaan garis dan
tentukan nilai Ka.
6. Tentukan waktu paruh biologisnya (t ½).
7. Hitung volume distribusi salisilat berdasarkan data tersebut.
8. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadar obat di
dalam darah (mcg/mL) dengan waktu.

J.2 Pengaruh Bentuk Kimiawi Obat Terhadap Bioavailabilitas


1. Praktikan dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing dengan seekor
hewan uji yang dipuasakan sebelumnya. Kelompok 1 diberi Natrium
salisilat, kelompok 2 diberi asam salisilat, kelompok 3 diberi
asetosal. Masing-masing dengan dosis 250 mg/kg BB per oral.
2. Timbang berat badan masing-masing hewan dan tentukan jumlah
dosis yang diberikan. Sebelumnya, ambil contoh darah sebanyak 0,5
mL untuk blanko (t=0).
3. Tentukan masing-masing kadar salisilat di dalam darah pada 15, 30,
45, 60, 75, 90, 120, 150, 180, 210, dan 240 menit setelah pemberian
(Lihat analisis kadar salisilat pada percobaan I).
4. Buat grafik kadar obat di dalam plasma (CP) vs waktu (T). Dengan
menggunakan nilai-nilai logaritma kadar obat pada fase naik maupun
fase turun dapat dibuat dua persamaan garis.
5. Dengan menggunakan kedua persamaan garis tersebut, tentukan Cdiff
untuk masing-masing waktu sampling. Buat persamaan garisnya.
6. Tentukan CPmaks dan Tmaks
7. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadar obat di
dalam darah (mcg/mL) dengan waktu. Tentukan AUC masing-
masing bentuk kimia obat (dibandingkan satu sama lain).

K. Alat dan Bahan

K.1 Alat
1. Timbangan
2. Kateter
3. Mouth block
4. Sentrifus
5. Spektrofotometer
6. Kandang
7. Sonde
8. Dispo 5 mL
9. Lap kasar
10. Stopwatch
11. Erlenmeyer
12. Pengaduk
13. Pipet volume

K.2 Bahan
1. Aquadest
2. Alkohol
3. Kapas
4. Koran
5. Handscoon
6. Masker

K.3 Sampel
1. Asetosal atau aspirin
2. Asam salisilat

K.4 Hewan Uji


1. Kelinci (Lepus sp)

L. Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil dan ditimbang hewan uji
3. Diambil darah hewan uji sebanyak 2 – 3 ml
4. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu pemberian asetosal dan
asam salisilat
5. Dihitung menggunakan stopwatch
6. Diambil darah hewan uji setiap pada menit ke 5 dan 15
7. Diukur absorbansinya
8. Dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC

M. Skema Kerja

Alat dan Bahan

Hewan Uji

Ambil darah

2-3 mL

Asetosal Asam salisilat

Diambil darah
menit ke- 5, 15

Diukur absorbansi

Hitunglah Cpmax, tmax,


Ke, Ka dan AUC
N. Tabel Hasil Pengamatan
1. Kurva Baku Asam Salisilat

No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)


1. 6 ppm 0,316
2. 8 ppm 0,421
3. 10 ppm 0,650
4. 12 ppm 0,812

2. Kurva Bahan Asetosal


No. Konsentrasi (t) Absorbsi (y)
1. 25 ppm 0,280
2. 50 ppm 0,4002
3. 75 ppm 0,663
4. 100 ppm 0,810

3. Pengambilan Darah kelinci I (Asam Salisilat)

No. Waktu (Menit) Konsentrasi (t) Absorbsi (y)


1. 0 25 ppm 0,280
2. 5 50 ppm 0,4002
3. 10 75 ppm 0,663
4. 15 100 ppm 0,810

4. Pengambilan Darah Kelinci II (Asetosal)

No. Waktu (Menit) Konsentrasi (t) Absorbsi (y)


1. 0 25 ppm 0,280
2. 5 50 ppm 0,4002
3. 10 75 ppm 0,663
4. 15 100 ppm 0,810

O. Analisis Data
1. Perhitungan Asam Salisilat
No. X Y X2 Y2 XY
1. 6 ppm 0,316 36 0,0998 1,896
2. 8 ppm 0,427 64 0,1823 3,416
3. 10 ppm 0,650 100 0,4225 6,5
4. 12 ppm 0,872 144 0,76 10,464
∑ rata-rata 36 2,265 344 1,464 22,276

y = bx + a
b = ¿¿ ∑ y−b . ∑ x
a =
= n
4.22,276 ¿−( 36.2,265) ¿ 2,265−0,09455.36
= ²
( 4.3+1 )−(36) 4
( 89,101 )−( 81,54) 2,265−(3,4038)
= =
( 1376 )−(1296) 4
−1,1388
=
(7,564) 4
=
80 = -0,2847
= 0,09455

D2−D1 Kurva awal


K =
K 2−K 1 D = Kc + D0
17,162−3,8995 3,8995 = 1,32 + D0
= 1,32 + D0 = 3,8995
15−5
( 89,101 )−( 81,54) D0 = 3,8995 – 1,32
= = 2,5795 mg/menit
( 1376 )−(1296)
13,2625
=
10
= 1,32625
= 1,32 mg/menit

Tahapan Absorbsi Tahapan Eliminasi


D1 = Ka(t) + D0 D1 = Kc + D0
3,8995 = Ka (5) + 2,5795 17,162 = Kc (15) + 2,5795
Ka (5) + 2,5795 = 3,8995 Kc (15) + 2,5795 = 17,162
Ka (5) = 3,8995 – 2,5795 Kc (15) = 17,162 – 2,5795
1,32 14,5825
Ka = =0,264 Kc = =0,972
5 15

y = bx – a
y = 0,09455 x – 0,2817
Menit ke 0
y = 0,09455 x – 0,2847
0,66 = 0,09455 x – 0,2847
0,9447
x = =9,991
0,09455
Menit ke 5
y = 0,09455 x – 0,2847
0,084 = 0,09455 x – 0,2847
0,3687
x = =3,8995
0,09455
2. Perhitungan Asetosal (Aspirin)
X y x2 y2 x,y
25 8,28 625 0,078 7
50 0,431 2500 0,0186 21,6
75 0,663 5025 0,439 49,7
100 0,810 10.00 0,0616 81
=250 =2,85 =18,750 =1,359 =159,3

y = bx + a
b = ¿¿ ∑ y−b . ∑ x
a =
= n
( 4 x 159,3 )−(250 x 2,85) =
( 4 x 18,750 )−(250) ² 2,185−(−0,006237 ) x 250
4
( 6.37,2 )−(247,815)
=
74−62500 2,185−(1,559)
=
4
389,385
=
−62.425 3,744
=
4
= -6,237 + 10-3
= 0,936
= -0,006237

y = bx + a Tetapan Eliminasi
= 0,006237(x) + 0,936 De = Ke(t) + D0
Menit ke 0 130 = Ke(15) + 134,5
0,100 = -0,006237(x) + 0,936 -4,5 = Ke(15)
0,36 = -0,0062377(x) −4,5
Ke =
25
x = 134 ppm
Ke = 0,3 mg/menit

Menit ke 5
Tetapan Absorbsi (Ka)
0,106 = -0,006237(x) + 0,936
0,83 De = Ka(t) + D0
x =
−0,006237
133 = Ka(5) + 34,5
x = 133 ppm
1,5 = Ka(5)
1,5
Ka =
Menit ke 15 5
0,124 = -0,006237(x) + 0,936 Ka = -0,3 mg/menit
0,812 = -0,006237(x)
x = 130 ppm AUC

Kurva 0
= ( Ke1 − Ka1 ) xD ₀
D2−D1 =
K=
t 2−t 1
1 1
K=
130−133
15−5
( −0,3 −
−0,3 )
x 134,5 mg/menit

1−1
K = -0,3 mg/menit = x 134,5mg /menit
−0,3
= 0,134
Kurva awal
=0
D = Kc + D₀
133 = 0,3mg/menit(5) +
D0
133 = -15 + D0
- D0 = -134,5
D0 = 134,5 mg/menit

P. Pembahasan
Farmakokinetikaa dalah ilmu yang mempelajari perubahan-perubahan jumlah
obat di dalam tubuhdengan bertambahnya waktu. Farmakokinetika juga dapat
didefinisikan sebagaiilmu yang mempelajari proses absorpsi, distribusi,
metabolisme dan eksresi obatyang dihitung secara kuantitatif berdasarkan
konsep matematika sertadiaplikasikan untuk menghitung besarnya dosis dan
interval pemberian obat.Farmakokinetika juga didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari apa yangdilakukan oleh tubuh terhadap obat. Selain
biofarmasi,konsep farmakokinetikajuga penting diaplikasikan dalam rangka
pengembangan obat baru. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yakni proses
absorpsi, distribusi,metabolisme dan ekskresi. Metabolisme atau
biotransformasi, dan ekskresi bentukutuh atau bentuk aktif, merupakan
proses eliminasi obat. (Nasution, 2015)

Tujuan dari percobaan ini yaitu, mengetahui cara menentukan tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh (t½), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu
obat dengan menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis
tunggal. Mengetahui distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan secara
oral dan menentukan volume distribusinya. Mengetahui cara menentukan
luas daerah di bawah kurva (Area Under Curve = AUC). Mengetahui
cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu untuk
mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia yang berbeda
yang diberikan per oral.

Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan parameter farmakokinetik yang


meliputi Cpmax, tmax, Ka, Ke dan AUC dari obat Asetosal dan Natrium salisilat
serta membandingkan parameter farmakokinetik dari kedua obat tersebut
dengan menggunakan kepada hewan uji “Kelinci” (Oryctolagus
cuniculus) yang diberikan secara oral. Penentuan parameter
farmakokinetik dilakukan dengan mengambil darah hewan uji “Kelinci”
(Oryctolagus cuniculus) yang telah diberikan obat Asetosal dan Asam
salisilat dan diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Cara kerja dari percobaan ini yaitu, disiapkan alat dan bahan kemudian
diambil dan ditimbang hewan uji setelah ditimbang dihitung dosis pemberian
obat kepada hewan uji. Disiapkan dan buat suspense obat yang diberikan
kepada hewan uji. Sebelum pemberian obat diambil terlebih dahulu darah
hewan uji sebanyak 2 – 3 ml. Dibagi menjadi 2 kelompok hewan uji yaitu
pemberian asetosal dan asam salisilat, diambil darah hewan uji setiap pada
menit ke 5 dan 15 kemudian diukur absorbansinya menggunakan alat
Spektrofotometer UV-Vis. Kemudian dihitung Cpmax, Tmax, Ka, Ke dan AUC.
Alasan perlakuan penimbang hewan uji sebelum dilakukan pengujian adalah
agar dapat diketahui bobot hewan uji sehingga dapat ditentukan volume
pemberian obat pada hewan uji dan tidak terjadi kesalahan dosis. Setelah
ditimbang dosis hewan uji dihitung terlebih dahulu agar diketahui dosis yang
tepat sesuai bobot hewan uji hal ini dapat menghindakan dari kesalahan dosis
pemberian pada hewan uji. obat dibuat suspense terlebih dahulu agar dapat
memudahkan obat masuk kedalam tubuh hewan uji. diambil terlebih dahulu
darah melalui telinga hewan uji hal ini dilakukan untuk membandingkan
kadar obat setelah dan sebelum pemberian obat. Pengambilan darah
dilakukan ditelinga hewan uji hal ini dikarena kan area telinga pada hewan uji
terdapat pembuluh darah vena yang jelas terlihat sehingga memudahkan
praktikan dalam mengambil darah tanpa harus melukai hewan uji lebih parah.
Diberikan obat Asetosal pada kelinci 1 dan asam salisilat pada kelinci 2 hal
dilakukan untuk melihat dan membandingkan parameter farmakokinetik dari
kedua obat tersebut. Darah diambil pada menit ke5 dan ke-15 hal dilakukan
untuk melihat dan membandingkan kadar obat pada kedua waktu tersebut.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis
dimana metode analisis kuantitatif pada sediaan obat yang paling banyak
digunakan yaitu spektrofotometer UV-Vis karena metode ini memiliki tingkat
kesulitan yang rendah, cepat, selektif, serta sensitive.

Hasil pada percobaan ini yaitu absorbansi dari sampel Asam Salisilat adalah
0.66 pada menit ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15.
Pada sampel Asetosal adalah 0,100 pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5
dan 0,124 pada menit ke-15. Nilai absorbansi yang didapatkan tidak baik
dimana pada pengukuran kadar sampel prosedur tidak dikerjakan dengan
baik, misalnya larutan stok tidak dilakukan pengenceran, dan darah yang
didapatkan tidak banyak serta penentuan panjang gelombang yang kurang
tepat.

Untuk mendapatkan spektrum UV-Vis yang baik perlu diperhatikan pula


konsentrasi sampel. Hubungan antara absorbansi terhadap konsentrasi akan
linier (A≈C) apabila nilai absorbansi larutan antara 0,2-0,8 (0,2 ≤ A < 0,8)
atau sering disebut sebagai daerah berlakunya hukum Lambert-Beer dengan
lebar sel 1 cm, dan besarnya absorbansi ini untuk senyawa yang memiliki
ikatan rangkap terkonjugasi yang mengalami eksitasi elektron   *,
dengan ε 8.000 – 20.000; konsentrasi larutan sekitar 4 x 10 5 ‫ ־‬mol/L;
sedangkan untuk senyawa yang hanya memiliki eksitasi elektron n  *, ε 10
– 100, maka konsentrasinya sekitar 102 ‫ ־‬mol/L (Suhartati,2017).

Pada sampel Asam Salisilat didapat hasil parameter farmakokinetik yang


meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972 mg/menit dan AUC
sebesar -7,1. Pada sampel Asetosal didapat hasil parameter farmakokinetik
yang meliputi, Ka sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3 mg/menit dan AUC
sebesar 0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa parameter
farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar dibandingkan AUC dari
sampel Asam salisilat.

Menurut Sugihartini & Hakim L, (2000) dalam jurnalnya yang berjudul


“Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Jahe (Zingiber officinale, Rose)
Terhadap Farmakokinetika Salisilat Pada Kelinci” Menyatakan bahwa Harga
parameter Farmakokinetika salisilat dosis 50 mg/KgBB pada kelinci yaitu
AUC 8422±1518 mcg.menit.mL-1 , Cpmax 86,29 ±8,20 mcg.mL-1 , tmax
36,67±6,54.

Menurut Lakhsita dkk (2015), dalam jurnalnya yang berjudul “Profil


Farmakokinetika Aspirin Pada Plasma Tikus Putih Jantan” menyatakan
bahwa Hasil Perhitungan Profil Farmakokinetika yaitu, Kabs 0,1024 menit-1 ,
t1/2 abs 6,7675 menit, Kel 0,0012 menit-1 , t1/2 el 548,693 menit,t maks 43,37
menit dan Cmaks 1,0841 µg/mL.

Berdasarkan hasil percobaan yang didapatkan dan hasil dari literatur sangat
jauh berbeda, hal kemungkinan disebabkan kekeliruan praktikan dalam
melakukan percobaan. Yakni kesalahan dalam memberikan obat pada hewan
uji dengan dosis yang tidak sesuai karena banyak yang tertumpah ketika
pemberian, kesalahan dalam penentuan konsentrasi dimana seharusnya darah
yang diambil dibuat bebeapa konsentrasi namun hal ini tidak dilakukan.
Sehingga perlu diperbaiki lagi untuk percobaan selanjutnya.

Asam salisilat memiliki aksi keratolitik yang kuat dan sedikit aksi antiseptik
bila dioleskan secara topikal. Ini melembutkan dan menghancurkan stratum
korneum dengan meningkatkan hidrasi endogen yang menyebabkan lapisan
tanduk pada kulit membengkak, melembutkan, dan kemudian mengelupas.
Pada konsentrasi tinggi, asam salisilat memiliki efek kaustik. Ia juga memiliki
aktivitas antijamur dan antibakteri yang lemah (MIMS, 2021).

Mekanisme kerja Asetosal yaitu, Menghambat sintesis prostaglandin oleh


siklooksigenase; menghambat agregasi trombosit; memiliki aktivitas
antipiretik dan analgesik (MIMS, 2021).

Aplikasi dalam bidang farmasi ialah seorang farmasis dapat memahami dan
mengetahui cara penentuan beberapa parameter farmakokinetik dan pengaruh
bentuk kimiawi obat terhadap bioavaibilitasnya sehingga seorang farmasis
dapat mengetahui efektivitas absorbsi, distribusi, metabolisme dan eksresi
obat di dalam tubuh yang nantinya akan di aplikasikan dalam dunia
kefarmasian di masyarakat. Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya
percobaan ini.
Q. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa :
1. Farmakokinetik adalah bidang farmakologi yang membahas mengenai
perjalanan kadar obat di dalam tubuh, atau singkatnya yaitu "studi
mengenai nasib obat di dalam tubuh". Terdapat beberapa bahasan utama
dalam farmakokinetik, yaitu: absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi. Data farmakokinetik berguna untuk memperkirakan dosis obat
yang tepat, frekuensi pemberian dan mengatur dosis pada pasien dengan
gangguan fungsi ekskresi. Sedangkan beberapa karakterisik
farmakokinetik penting yang menentukan seberapa cepat dan berapa lama
obat akan berada pada organ sasaran, di antaranya, Onset (mula kerja),
yaitu waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai bekerja, Peak (puncak),
yaitu konsentrasi obat tertinggi yang terdapat dalam aliran darah, Durasi
(lama kerja) dan Waktu paruh (T ), yaitu waktu yang diperlukan untuk
mengubah jumlah obat dalam tubuh menjadi separuhnya sewaktu
eliminasi
2. Pada hasil absorbansi dari sampel Asam Salisilat adalah 0.66 pada menit
ke-0, 0,084 pada menit ke-5 dan 1,338 pada menit ke-15. Pada sampel
Asetosal adalah pada menit ke-0, 0,106 pada menit ke-5 dan 0,124 pada
menit ke-15.
3. Pada sampel Asam Salisilat didapat hasil parameter farmakokinetik
yang meliputi, Ka sebesar 0,264 mg/menit, Ke sebesar 0,972 mg/menit
dan AUC sebesar -7,1. Pada sampel Asetosal didapat hasil parameter
farmakokinetik yang meliputi, Ka sebesar -0,3 mg/menit, Ke sebesar 0,3
mg/menit dan AUC sebesar 0,134. Berdasarkan hasil yang didapatkan
bahwa parameter farmakokinetik AUC pada Asetosal lebih besar
dibandingkan AUC dari sampel Natirum salisilat.

DAFTAR PUSTAKA

Dara, A. I., & Husni, P. (2017). Teknik Meningkatkan Kelarutan Obat. Farmaka
Volume 15 Nomor 4, 4(Desember 2017), 1–15.

Hendra stevani, S.Si., M.Kes., A. (2016). Praktikum Farmakologi. Kementrian


kesehatan republik indonesia.
Hendera, & Rahayu, S. (2018). Interaksi Antar Obat Pada Peresepan Pasien
Rawat Inap Pediatrik Rumah Sakit X Dengan Menggunakan Aplikasi
Medscape. Journal of Current Pharmaceutical Sciences, 1(2), 75–80.

Darusman, F., Putri, A. P., Syafnir, L., Septi, R., Mia, & Audina. (2016). SISTEM
PENGHANTARAN OBAT GLIMEPIRID SEBAGAI ANTIDIABETIKA ORAL
DENGAN PELEPASAN DIMODIFIKASI MELALUI PEMBENTUKAN
MIKROGRANUL MUKOADHESIF UNTUK PENYAKIT DIABETES
MELLITUS TIPE II, 1–9.

Lakhsita., Islamudin Ahmad., Rolan Rusli. (2015). Profil Farmakokinetika


Aspirin Pada Plasma Tikus Putih Jantan. Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur Mathurkar., Preet Singh.,
Kavith

Mathurkar., Preet Singh., Kavitha Kongara., Paul Chambers. (2018).


Pharmacokinetics of Salicylic Acid Following Intravenous and Oral
Administration of Sodium Salicylate in Sheep. School of Veterinary
Sciences, College of Sciences, Massey University, Palmerston North
4474, New Zealand

Nasution, M.Nur. (2015). Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality


Management). Jakarta: Ghalia Indonesia

Pusporini, R. (2019). Antibiotik Kedokteran Gigi. UB Press.

Shargel, L dan Andrew B.Y.U. (2019).  Biofarmasetika dan Farmakokinetika


Terapan edisi II . Surabaya Airlangga University Press.

Suhartati T (2017). Dasar-Dasar Spektrofotometri Uv-Vis Dan Spektrometri


Massa Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. AURA CV. Anugrah
Utama Raharja Anggota IKAPI: Bandar Lampung.
Sugihartini., Hakim L. (2000). Pengaruh Pemberian Perasan Rimpang Jahe
(Zingiber officinale, Rose) Terhadap Farmakokinetika Salisilat Pada
Kelinci. Majalah Farmasi Indonesia 11(3).

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai