PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN V
“STUDI INDUKSI DAN INHIBISI BIOTRANSFORMASI OBAT SECARA
IN VIVO”
DISUSUN OLEH:
NAMA : PUTRI INDAH LESTARI
NIM : G70118095
KELAS/KELOMPOK : A / I (SATU)
TANGGAL : KAMIS, 18 MARET 2021
ASISTEN : FAHYA AULIA LAUTO
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
A. Latar Belakang
Pemberian obat secara oral adalah rute pemberian yang paling sering
digunakan untuk sistem penghantaran obat karena kemudahan,
kepraktisan, dan penerimaan pasien, terutama pada kasus dosis berulang
untuk terapi kronis. Namun, tantangan pemberian sediaan oral terletak
pada rendahnya bioavailabilitas. Penyebab paling umum bioavailabilitas
rendah dikaitkan dengan kelarutan yang buruk. Kelarutan merupakan
faktor fisikokimia penting yang mempengaruhi penyerapan dan efektivitas
terapi obat. Sekitar 40% atau lebih dari kandidat obat yang tersedia
memiliki kelarutan yang rendah dalam air sehingga kurang cocok untuk
pemberian oral karena akan lebih lambat diserap. Zat aktif yang memiliki
kelarutan rendah di dalam air seringkali menunjukkan bioavailabilitas
rendah sehingga memiliki efek terapeutik yang kurang efektif
(Ferdiansyah dkk, 2021).
C. Tujuan Percobaan
Mengetahui cara mengamati pengaruh pemberian suatu obat terhadap
biotransformasi secara invivo
D. Manfaat Percobaan
Memahami cara mengamati pengaruh pemberian suatu obat terhadap
biotransformasi secara invivo yang diberikan secara oral dan
intraperitoneal.
E. Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan ini yaitu menentukan onset dan durasi dari
pemberian obat fenitoin, serta melihat perbandingan onset dn durasi obat
fenitoin pada tikus yang telah diberikan sediaan paracetamol secara oral
dan NaCl fisiologis secara intraperitoneal selama 7 hari dengan mengamati
gerak tikus (hewan uji).
F. Dasar Teori
Biotransformasi, adalah transformasi zat toksik yang masuk ke dalam
tubuh menjadi bahan kimia baru (metabolit). Proses ini sangat penting
untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Biotransformasi dari nutrien
yang diabsorpsi tubuh (makanan, oksigen, dan lain lain) diubah bentuknya
menjadi zat yang dibutuhkan tubuh supaya berfungsi secara normal.
Biotransformasi yang terjadi bergantung pada penyimpanan atau ekskresi
dari senyawaan kimia tersebut, dan metabolitnya, tingkat dosisnya,
frekuensi, dan jalur pajanan. Biotransformasi zat toksik menjadi zat yang
kurang toksik disebut sebagai detoksifikasi. Akan tetapi sangat mungkin
zat toksik malah berubah menjadi zat yang lebih toksik, disebut proses
bioaktivasi. Apabila metabolit berinteraksi dengan molekul besar sel yang
disebut sebagai DNA, maka kemungkinan besar akan terjadi efek
keschatan yang merusak seperti kanker (karsinogenik) dan cacat lahir
(teratogenik) (Soedjajadi, 2013).
Untuk dapat memberikan efek yang diinginkan, obat harus dapat mencapai
tempatnya bekerja. Agar obat dapat bekerja untuk membunuh bakteri, obat
tersebut harus tempat antibiotik bekerja terlebih dahulu pada organ ginjal.
Setelah mencapai ginjal, antibiotik dapat membunuh bakteri sehingga
memberikan kesembuhan yang diharapkan. Setelah obat bekerja di dalam
tubuh dan menghasilkan efek, obat akan dikeluarkan dari dalam tubuh.
Ada banyak tahapan yang perlu dilalui obat mulai dari pemberian,
kemudian menghasilkan efek dan terakhir dikeluarkan dari dalam tubuh.
Tahapan tersebut yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi. Obat
yang berada di dalam tubuh akan dianggap sebagai benda asing oleh tubuh
karena secara normal senyawa obat tidak terdapat di dalam tubuh. Tubuh
memiliki mekanisme alamiah untuk mendetoksifikasi (menurunkan
ketoksikan suatu zat) benda asing yang masuk ke tubuh. Oleh karena itu,
senyawa obat akan didetoksifikasi oleh tubuh sehingga obat tidak terlalu
toksik /beracun bagi tubuh. Sebagian besar obat akan didetoksifikasi oleh
hati oleh enzim-enzim mikrosomal hati. Hasilnya merupakan suatu
senyawa yang sifat toksik/racunnya lebih rendah dibandingkan dengan
senyawa sehingga tidak terlalu beracun bagi tubuh (Denrison dan Erdiana,
2019).
(Pubchem, 2021)
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, tidak berasa
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, agak sukar larut
dalam etanol (95%) P, sukar larut dalam
kloroform
P dan dalam eter P, larut dalam larutan alkali
hidroksida
Kegunaan Sebagai sampel
Khasiat : Antikonvulsan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2. Parasetamol (FI IV, 1995; 649)
(Pubchem, 2021)
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit
pahit
Kelarutan : Larut dalam air mendidih dan dalam
Natrium
hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol.
Kegunaan : Sebagai sampel
Khasiat Analgesik dan Antipiretik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya
I. Uraian Hewan
Tikus Putih (Rattus norvegicus) (Pembudi., 2017).
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Ordo : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : Rattus norvegicus
J. Prosedur Kerja (Tim Dosen, 2021)
1. Kelas dibagi menajdi 3 kelompok, masing-masing dengan 3 ekor
hewan
- Kelompok I mengerjakan percobaan kontrol (pengukuran waktu
tidur hewan dengan praperlakuan pemberian larutan garam
fisiologis)
- Kelompok II mengerjakan percobaan pemacu biotransformasi obat
(pengukuran waktu tidurdengan praperlakuan pemberian
fenobarbital).
- Kelompok III mengerjakan percobaan penghambat biotransformasi
obat (pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian
karbon tetraklorida.)
2. Timbang berat masing-masing hewan dan beri tanda Atau kode.
3. Kelompok I
Hewan diberi praperlakuan dengan garam fisiologis 0,2 ml secara
intraperitoneal, diamkan selama 30 menit, kemudian berikan secara
intraperitoneal larutan natrium tiopental dengan dosis 40 mg/kg BB.
Catat Onset of action dan durasi waktu tidur tiopental.
Kelompok II
Hewan diberi praperlakuan dengan larutan natrium fenobarbital
dengan dosis 75 mg/kg BB per hari selama 5 hari berturut, kemudian
pada hari keenam diberi larutan natrium tiopental dengan dosis seperti
pada kelompok I. Pemberian dilakukan secara intraperitoneal. Catat
pula waktu tidurnya.
Kelompok III
Hewan diberi praperlakuan dengan karbontetraklorida 1,25 mg/kg BB
secara oral 24 jam sebelum diberi natrium tiopental.
K. Alat Dan Bahan
1. Alat
1. Spoit injeksi 6. Erlenmeyer
2. Spoit oral 7. Pengaduk
3. Timbangan 8. Pipet volum
4. Lap kasar 8. Stopwatch
5. Gelas beker 9. Kandang
2. Bahan
1. Aquadest 6. Karbon tetraklorida
2. Kapas 7. Larutan Natrium fenobarbital 5 %
3. Kertas koran 8. Larutan Natrium tiopental 5 %
4. Hand scoon 9. Larutan garam fisiologis
5. Fenobarbital
L. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Tikus Putih
(Rattus norvegicus)
M. Cara Kerja
Cara kerja pada percobaan kali ini yaitu
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Ditimbang 10 hewan uji
3. Dihitung KD, stok, dan vp untuk tiap tikus
4. Tikus 1-5 diberikan NaCMC+PCT perlakuan secara oral selama 6 hari
5. Tikus 6-10 diberikan NaCl fisiologis perlakuan secara IP selama 6 hari
6. Hari ke-7 tikus (hewan uji) 1-5 diberikan NaCMC+Fenitoin dan tikus
6-10 diberikan NaCl+Fenitoin secara oral
7. Diamati onset dan durasi
8. Dilakukan analisis data
N. Skema Kerja
Hewan Uji
- Ditimbang 10 tikus
- Dihitung kd, stok, vp
- Diambil 5 ekor
- Diberikan perlakuan selama 6 hari
Analisis data
O.Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
Hewan Uji BB (kg) Waktu
Onset Durasi
- - -
Onset Durasi
√(134−143,25)2
= √ (−8,25)2+√ (−18,25)2+√ (35,75)2+√ (−9,25)2
=√ ( 68,06+333,06+1278,06 )+ 85,56
= √ ( 1764,74 )
= 42,01 sekon
Durasi = √ (372−484,5)2+√ (544−484,5)2+√ (371−484,5)2+
√(651−484,5)2
= √ (−112,5 )2+√ (59,5)2+√ (−113,5 )2+√ (166,5)2
=√ 12656,25+3540,25+12882,25+27722,25
= √ ( 56801 )
= 238,33 sekon
NaCl + Fenitoin
KD = Dosis × fk
= 500 mg × 0,018
= 9 mg/200 g BB
= 45 mg/kg BB
KD × BB max
Stok = 1
Vmax
2
45 mg/kg BB× 0,226 kg
= 1
5 mL
2
45 mg/kg × 0,226 kg
=
2,5 ml
= 4,068 mg/ml
KD × BB tikus
Vp =
stok
45 mg/kg × 0 ,172 kg
Vp1 =
4,068 mg/ml
= 1,90 ml
45 mg/kg × 0 ,226 kg
Vp2 =
4,068 mg/ml
= 2,5 ml
45 mg/kg × 0 ,203 kg
Vp3 =
4,068 mg/ml
= 2,48 ml
9 mg/kg ×0,224 kg
Vp4 =
0,943 mg /ml
= 2,24 ml
45 mg/kg × 0 ,172 kg
Vp5 =
4,068 mg/ml
= 1,90 ml
Onset = √ (239−177,6)2+√ (159−177,6)2+√ 102−177,6 ¿ ¿2+
√(131−177,6)2 + √(257−177,6)2
¿ √(61,4)2+√ (−18,6)2+√ (−75,6)2+√ (46,6)2+√ (79,4)2
= √ 3769,96+354,96+5715,36+2171,56+ 6304,36
= √ (18296,2)
= 135,26 sekon
Durasi = √ (949−691)2+√ (878−691)2+√ (466−691)2+
√(504−691)2 + √(658−691)2
= √ (258)2+√ (187)2+√ (−225)2+√ (−187)2+√ (−33)2
=√ 66564+34969+50625+34969+1089
= √ ( 188216 )
= 433,84 sekon
DAFTAR PUSTAKA
Denrison, P., & Erdiana, G. (2019). Analisa Kadar Kreatinin Darah Pada
Penderita Tb Paru Yang Telah Mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis
Lebih Dari 4 Bulan Di Upt Kesehatan Paru Masyarakat Medan. Jurnal
Analis Laboratorium Medik, 4(2).
Muchtaridi, Yanuar, A., Magantara, S., & Purnomo, H. (2018). Kimia Medisinal:
Dasar-dasar Perancangan Obat Edisi Pertama (1st ed.). Prenamedia
Group.
Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2015). Obat-obat Penting (2015th ed.). PT. Elex
Media Komputindo.